Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
Model Konseptual Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Konten Website pada Pemerintah Daerah Khairul Aulia1, Rudi Hartanto2, Silmi Fauziati3 1,2,3
Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Website Pemerintah merupakan wadah bagi Pemerintah untuk memberikan informasi maupun layanan bagi masyarakat. Namun, tidak semua website pemerintah daerah saat ini mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan terkesan dikelola dengan kurang baik. Penelitian-penelitian terdahulu fokus pada konten yang ada pada website tetapi tidak meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan konten tersebut. Paper ini mengusulkan model konseptual untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten website pada pemerintah dengan fokus pada pemerintah daerah di Indonesia. Dorongan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan model yang mampu menunjukkan faktor-faktor pendukung maupun penghambat pada pengelolaan konten website Pemerintah Daerah (Pemda). Untuk keperluan tersebut, paper ini merujuk pada penelitian-penelitian terkait yang dieksplorasi untuk mendapatkan model konseptual yang diusulkan dengan kerangka dasar Technology Organization Environment (TOE) Framework. Model yang diusulkan ini akan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengelolaan konten website pada pemerintah daerah. Kata Kunci: Website, pemerintah daerah, model koseptual, TOE framework Abstract Government website is a forum for the Government to provide information or services to the public. However, not all local government website is currently able to provide information needed by the public and managed by the less well impressed. Previous studies focused on the existing content on the website but did not examine factors that berpenaruh to the management of the content. This paper proposes a conceptual model to determine the factors that influence a manager's content on a government website with a focus on local governments in Indonesia. Do-main constraint of this study was to develop a model that is able to show the factors supporting or inhibiting the Local Government website content management. For this purpose, this paper refers to previous related studies that explored to get a conceptual model proposed using the Technology Organization Environment (TOE) Framework. The proposed model will identify factors that influence the process of managing content on a local government website. Keyword: Website, local government, conceptual model, TOE framework
1. PENDAHULUAN Saat ini, pemerintah daerah telah memiliki website resminya masing-masing. Kebutuhan informasi dan layanan dapat diberikan melalui website Pemerintah Daerah [1]. Meskipun demikian, dalam praktiknya tidak semua pemerintah daerah telah mengelola websitenya dengan baik [2]. Salah satu indikasinya adalah tidak dapat diaksesnya website itu sendiri [3]. Masih terdapat situs web pemerintah kabupaten/kota yang berada pada tingkat pertama (persiapan), baru sebatas menampilkan informasi, belum menunjukkan tahapan interaksi maupun transaksi [4]. Beberapa hal yang menjadikan permasalahan dalam pengelolaan website resmi pemerintah daerah diantaranya yaitu: (1) Struktur organisasi yang belum memadai, (2) kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang terbatas dan, (3) belum tersedianya strategi/arahan [5]. Beberapa perbedaan utama dalam implementasi E-government disebabkan oleh beberapa faktor seperti kendala manajemen, masalah infrastruktur, dan tidak memadainya sumber daya manusia yang berbedabeda di berbagai institusi [6]. Beberapa penelitian mengkaji kondisi website Pemerintah Daerah di Indonesia. Sosiawan meneliti kondisi website pemerintah daerah dari perspektif konten dan manajemen [4]. Silfianti meneliti popularitas website pemerintah di Indonesia [7]. Silfianti dan Suhatril melakukan penelitian mengenai kekayaan informasi dan fitur website Pemerintah Daerah [1]. Penelitian-penelitian tersebut berfokus pada kondisi E-government dan website tetapi tidak membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten website pada pemerintah daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan website pada Pemerintah Daerah.
247
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
1.1. Tinjauan Pustaka Sosiawan menganalisis kondisi konten website Pemerintah Daerah di Indonesia, baik dari muatan informasinya, aksesibilitas dan desainnya [4]. Penelitiannya menemukan website Pemda masih pada tahapan pematangan yaitu masih dalam kategori penyediaan informasi interaktif dan pemuatan antar hubungan dengan lembaga lain [4]. Menurut Silfianti, Website Pemerintah di Indonesia memiliki popularitas yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya seperti pendidikan maupun perusahaan bisnis berdasarkan rangking dari alexa.com [7]. Selanjutnya, Silfianti dan Suhatril mengkaji website dari segi kekayaan informasi dan popularitasnya. Hasil penelitian mereka mendapatkan peningkatan kekayaan informasi dan fitur pada website pemerintah daerah namun popularitas website tidak tergantung pada kekayaan informasi tersebut [1]. Utomo dalam penelitiannya mendapatkan pemerintah daerah belum mengelola website-nya dengan baik [2]. Konten merupakan faktor terpenting pada website [8]. Pengelolaan konten website tidak bisa lepas dari sistem/aplikasi website sebagai teknologi perantara. Penggunaan teknologi yang kompatibel/memiliki kecocokan dengan pengguna dan nyaman dalam penggunaannya akan mudah diterima [9-11] namun teknologi yang rumit akan menyebabkan penggunaannya tidak maksimal [10, 11]. Organisasi sebagai pengelola informasi memiliki peran penting dalam mengisi konten website. Dukungan dari pimpinan dan koordinasi antar anggota organisasi akan mempermudah proses penggunaan teknologi [12]. Lingkungan juga memberikan pengaruh dalam melakukan proses pengelolaan konten website misalnya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat [12]. Seorang staf dituntut untuk bisa menggunakan sistem pengelolaan website, namun penggunaan teknologi juga dipengaruhi dengan sikap staf tersebut, misalnya rasa kepercayaan diri mampu untuk mengoperasikan suatu teknologi [13]. Personel sebagai petugas pengelola konten website juga akan mempengaruhi konten website. Personel tidak bisa lepas dari pengaruh teknologi, organisasi dan lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa pengelolaan website memiliki permasalahan baik yang ditimbulkan dari internal organisasi maupun faktor lainnya namun faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengelolaan konten website belum dibahas secara mendalam pada penelitian-penelitian tersebut. Penelitian ini mengusulkan sebuah konsep model terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan konten website pada pemerintah daerah yaitu faktor-faktor terkait teknologi, organisasi dan faktor lingkungan. TOE Framework memiliki aspek-aspek tersebut. TOE framework telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian sistem informasi misalnya pertukaran data elektronik, Eprocurement, E-business dan enterprise resource planning (ERP), namun masih sedikit yang menelitinya dalam konteks E-Government [12]. Pengelolaan website berarti mengadopsi dan menggunakan system website untuk mengisi konten website pada Pemerintah Daerah. Konsep model ini dibangun dengan melihat konteks pengelolaan dari konteks teknologi, organisasi dan lingkungannya dengan mengadopsi kerangka Technology Organization Environment (TOE) Framework. Selain itu ditambahkan juga faktorfaktor yang mempengaruhi pelaku individu dengan mengacu pada faktor-faktor yang telah diteliti para peneliti-peneliti sebelumnya. Dalam pengelolaan website tidak hanya operator saja yang terkait dalam pengelolaan konten website. Penelitian ini akan menggabungkan TOE framework dengan konteks individu. Penelitian ini akan memberikan konstribusi bagi Pemerintah Daerah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengelolaan konten website pada Pemerintah Daerah. 1.2. LANDASAN TEORI 1.2.1 E-Government pada Pemerintah Daerah Pengenalan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada sektor pemerintahan pada tahun 2000 dengan pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) yang bertanggung jawab untuk pengembangan TIK termasuk E-government. Istilah E-Government digunakan sejak Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2011 yang mengamanatkan penggunaan TIK pada pemerintah Indonesia. Inpres No. 3/2003 diterbitkan sebagai dasar hukum pelaksanaan E-government yang berlaku secara nasional. Otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia melalui UU No. 22/1999 dan didelegasikan ke tingkat daerah/kabupaten dengan UU No. 32/2004. Dengan otonomi daerah tersebut, Pemerintah Daerah harus merubah struktur organisasi untuk mengakomodasi tanggungjawab dan kewenangan yang telah mengalami pergeseran dari pusat ke Daerah. Pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk mengatur urusan internal dan eksternal mereka dengan persetujuan dari Gubernur Provinsi. Tetapi, otonomi daerah juga menjadi penyebab rumitnya proses administrasi.
248
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
E-government mendukung proses reformasi dan memungkinkan administrasi pemerintah daerah lebih proaktif dalam menanggapi permintaan dan kebutuhan masyarakat. E-government menjadikan penyediaan informasi yang cepat dan akurat bagi investor dan membantu dalam menyelesaikan perbedaan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut, peranan website sangat penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat di daerah [1]. 1.1.1 Informasi Publik Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik [14], Sebagai Badan publik, Pemerintah Daerah wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon Informasi Publik dan harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah [14]. Informasi yang harus disediakan Badan Publik meliputi: (1) Informasi Publik secara berkala, (2) Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, yang wajib tersedia setiap saat, (3) Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 [15], Informasi yang Wajib disediakan dan diumumkan ada 3 yaitu: (1) Informasi Berkala, (2) Informasi Serta Merta dan (3) Tersedia Setiap Saat. Website merupakan media yang digunakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara luas karena sifatnya yang mudah diakses dari mana saja. Isi/konten website akan bergantung pada pengelolaan website tersebut. 1.1.2 TOE Framework Tornatzky dan Fleischer mengembangkan kerangka TOE untuk menjelaskan keputusan adopsi inovasi teknologi oleh sebuah organisasi berdasarkan konteks teknologi, organisasi dan lingkungan [16]. Kerangka TOE telah banyak digunakan dalam studi mengenai adopsi teknologi. Kerangka TOE mengidentifikasi tiga aspek yaitu konteks teknologi, organisasi, dan lingkungan, yang mempengaruhi proses organisasi dalam mengadopsi, menerapkan, dan menggunakan inovasi teknologi. Konteks teknologi menggambarkan teknologi yang sedang digunakan serta teknologi baru yang tersedia/muncul untuk organisasi dengan mengacu baik pada peralatan teknologinya maupun proses pengembangannya. Konteks organisasi menyinggung karakteristik organisasi dan sumber daya yang relevan dengan adopsi teknologi. Konteks lingkungan terdiri dari karakteristik lingkungan di mana organisasi melakukan operasionalnya. Kerangka TOE dapat dilihat pada Gambar 1. External Task Environment Industry Characteristic and Market Structure Technology Support Infrastructure Government Regulation
Technological Innovation Decision Making
Organization Formal and Informal Linking Structure Communication Process Size Slack
Technology Availability Characteristics
Gambar 1. Framework technology organization environment 2. METODE Untuk membangun usulan model, penelitian ini menggunakan tiga langkah utama yang ditunjukkan pada Gambar 2. Langkah 1: Explorasi
Langkah 2: Analisis
Langkah 3: Penyusunan Model
Gambar 2. Langkah-langkah penyusunan model konseptual Langkah pertama yaitu melakukan eksplorasi/pencarian literatur mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan website dan E-government di Indonesia baik dari jurnal nasional maupun internasional. Langkah kedua melakukan analisis untuk menemukan gap pada penelitian-penelitian sebelumnya dan analisis terhadap model-model penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Langkah ketiga yaitu
249
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
menyusun model untuk mengisi gap yang ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang difokuskan pada pengelolaan konten website Pemerintah Daerah dengan menggunakan kerangka dasar TOE Framework. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan konten website berarti mengadopsi dan menggunakan sistem website untuk mengelola website Pemerintah Daerah. Penelitian ini menggunakan kerangka dasar TOE Framework untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten website Pemerintah Daerah melalui konteks teknologi, organisasi dan lingkungan karena TOE Framework memiliki aspek-aspek tersebut. Penelitian mengenai adopsi website dengan menggunakan TOE Framework telah diteliti oleh [17, 18]. Individu sebagai pengguna teknologi memiliki faktor-faktor yang tidak dapat diketahui melalui TOE framework sehingga pada penelitian ini ditambahkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan teknologi pada konteks individu. 3.1. Konteks Teknologi (Technology) Konteks teknologi didefinisikan sebagai teknologi yang dimiliki dan sedang digunakan serta teknologi baru yang tersedia untuk organisasi. Konteks teknologi juga mencakup pengetahuan dan proses untuk mengembangkan dan mengadopsi teknologi. Faktor-faktor yang akan digunakan dalam konteks teknologi yaitu: Keahlian IT [12], kompatibilitas [10, 11], kompleksitas [10, 11] dan penambahan faktor kenyamanan. Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Keahlian TIK dalam E-government didefinisikan sebagai tingkat bagaimana pengetahuan organisasi terhadap TIK untuk memberikan dukungan yang handal dan menyesuaikan kebutuhan organisasi [12]. Dengan adanya keahlian dan kemampuan dalam TIK, adopsi teknologi akan lebih mungkin diterapkan oleh organisasi[19, 20]. Hipotesis penelitian ini yaitu, H: Keahlian TIK secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Kenyamanan Dalam penelitiannya, Xu, et. al. [9] menemukan bahwa faktor kenyamanan merupakan salah satu dari faktor yang penting dalam kesuksesan implementasi M-commerce. Szymanski dan Hise [21] juga menemukan bahwa kenyamanan merupakan salah satu faktor penting dalam e-satisfaction. H2: Kenyamanan secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Kompatibilitas Penelitian Taylor and Todd [22] menunjukkan bahwa kompatibilitas meningkatkan penggunaan teknologi informasi. Wu and Wang [23] dalam penelitiannya menemukan faktor utama yang menjadikan seseorang berniat menggunakan transaksi secara online yaitu kompatibilitas. H: Kompatibilitas secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Kompleksitas Roger menyatakan bahwa adopsi akan kurang mendapatkan perhatian jika inovasi tersebut terlihat rumit untuk digunakan [24]. Penelitian Ruvio, et. al. [11] mendapatkan kompleksitas (yang berkebalikan dengan rasa familiar dan bersahabat) sebagai salah satu penghambat dalam penggunaan ERP. H4: Kompleksitas secara negatif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. 3.2. Konteks Organisasi (Organization) Terkait faktor konteks organisasi termasuk sumber daya berwujud dan tidak berwujud dibutuhkan oleh organisasi [25]. Penelitian ini berfokus pada kebutuhan kemampuan terpadu sumber daya untuk mendukung dalam pengelolaan konten website. Faktor-faktor yang diusulkan dalam konteks organisasi yaitu dukungan manajemen puncak [10, 12], koordinasi [26], pelatihan [11], struktur organisasi [24] dan penambahan faktor berbagi informasi (information sharing) [27] di dalam organisasi. Dukungan manajemen puncak Dukungan manajemen puncak didefinisikan sebagai keyakinan manajerial dan dukungan untuk inisiatif dan partisipasi dalam adopsi TI dan difusi dalam organisasi [28]. Penelitian Pudjianto, et. al. [12] menunjukkan bahwa dukungan manajemen puncak memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat asimilasi E-government di Indonesia. Penelitian ini hipotesis bahwa, H5: Dukungan manajemen puncak berhubungan positif dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website.
250
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
Berbagi informasi (information sharing) Berbagi informasi antar instansi pemerintah memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja pemerintah, meningkatkan penerbitan kebijakan, dan memberikan layanan yang lebih baik bagi masyarakat dan perusahaan [29]. Penelitian Huo, et. al [27] menunjukkan bahwa information sharing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja supplay chain. H6: Berbagi informasi (information sharing) berhubungan positif dengan tingkat tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Koordinasi Koordinasi harus terbentuk dalam organisasi untuk mendukung prioritas organisasi dan tujuan serta misi strategis. Koordinasi diperlukan untuk mengintegrasikan proses bisnis dan pengetahuan TIK dalam unit fungsional yang berbeda dari organisasi. Koordinasi mampu menjadikan operasional menjadi efektif dan handal dalam menghadapi tugas yang tidak menentu [26]. Penelitian ini hipotesis bahwa, H7: Penggunaan mekanisme koordinasi secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam adopsi teknologi [24]. Penelitian Cao, et. al. mendapatkan struktur organisasi sebagai salah satu hal penting dalam adopsi penggunaan teknologi RFID pada bidang kesehatan [30]. Pengelolaan konten website membutuhkan struktur organisasi yang jelas dalam organisasi. H8 yang diajukan yaitu: Struktur Organisasi secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. Pelatihan (training) Pelatihan IT berguna untuk meningkatkan kemampuan individu dalam penggunaan teknologi. Penelitian Giovanni, et. al. [31] menunjukkan bahwa dengan adanya kesempatan pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kompentesi individu dalam bidang IT. H9: Pelatihan IT secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. 3.3. Konteks Lingkungan (Environment) Penelitian Moon dan Norris [32] menunjukkan bahwa adopsi e-government dan difusi berhubungan dengan faktor institusional. Namun, Gibbs dan Kraemer [33] berpendapat bahwa organisasi cenderung didorong untuk mengadopsi dan menggunakan IS karena preferensi eksternal dan internal. Penelitian ini menggunakan regulatory environment [12] dan dorongan masyarakat yang mengadopsi dari dorongan customer pada penelitian [34]. Regulatory environment Regulatory environment mengacu pada kondisi yang telah memiliki peraturan, kebijakan dan hukum yang harus dipatuhi oleh organisasi [12]. Penelitian Pudjianto, et. al. [12] menunjukkan bahwa regulatory environment memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses asimilasi E-government pada pemerintahan di Indonesia. Penelitian ini hipotesis bahwa, H10: Regulatory environment yang mendukung secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem. Dorongan Masyarakat Dalam dunia bisnis, customer merupakan stakeholder utama pelaku usaha. Customer sebagai faktor pendorong dalam bisnis memiliki dampak positif terhadap niat UKM untuk mengadopsi mobile marketing di Afrika Selatan [34]. Sebagaimana halnya customer, dorongan dari masyarakat juga merupakan keinginan yang harus mampu dipenuhi oleh pemerintah. H11: Dorongan masyarakat secara positif berhubungan dengan tingkat penggunaan sistem pengelolaan website. 3.4. Konteks Individu (Personal) Konteks pribadi termasuk variabel yang berhubungan dengan kepribadian individu dan sifat individu lain. Dalam literatur, ciri-ciri kepribadian dapat mempengaruhi pemilihan teknologi informasi [35]. Dengan demikian, individu yang menghindari risiko lebih mungkin untuk menerima teknologi baru. Dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa faktor yang berkaitan dengan niat untuk menggunakan sistem pengelolaan konten website yaitu self-efficacy, self-anxiety, dan personal initiative. Self-efficacy Self-efficacy merupakan persepsi pengguna terhadap kemampuannya untuk menggunakan komputer dalam menyelesaikan tugas tertentu [36]. Penelitian Hwang [13] menunjukkan hubungan secara langsung antara Spesific CSE dengan penggunaan sistem informasi berbasis web. Penelitian Hsu dan Chiu [37]
251
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
menemukan self-efficacy merupakan determinan penting untuk niat perilaku. H12: Self-efficacy secara positif berhubungan dengan niatan untuk menggunakan sistem. Self-anxiety Bertentangan dengan self-efficacy, self-anxiety menjadi penghambat dalam penggunaan teknologi informasi. Penelitian Torkzadeh dan Angula [38] mendapatkan hasil bahwa self anxiety menyebabkan pengguna menolak untuk menggunakan komputer. Penelitian Sam, et. al. [39] yang meneliti mahasiswa mendapatkan hasil bahwa self-anxiety berpengaruh negatif terhadap niat mahasiswa untuk menggunakan internet. Hipotesis yang diajukan berdasarkan kajian-kajian tersebut adalah sebagai berikut. H13: Selfanxiety berhubungan secara negatif dengan keinginan untuk menggunakan sistem. Personal initiative Inisiatif merupakan bentuk spesifik dari perilaku proaktif karyawan di tempat kerja berawal pada diri, proaktif dan perilaku yang diarahkan pada tujuan persisten [40]. Karyawan proaktif memiliki inisiatif untuk membuat sesuatu yang baru, menentang status quo bukan pasif beradaptasi menyesuaikan dengan kondisi [41]. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut. H14: Personal initiative secara positif berhubungan dengan keinginan untuk menggunakan sistem. Niat Niat (intention) adalah dua variabel yang diteliti secara luas dalam literatur penerimaan teknologi. Beberapa teori penerimaan teknologi dan model mengandaikan bahwa perilaku sosial individu dimotivasi oleh sikap perilaku individu. Misalnya, Davis memberikan penjelasan sikap niat untuk menggunakan layanan atau teknologi tertentu [42]. H15: Niat secara positif berhubungan dengan keinginan untuk menggunakan sistem. Secara keseluruhan, usulan model ditunjukkan pada Gambar 3. Model yang diusulkan memberikan gambaran lebih lengkap mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten website. Para pengambil kebijakan pada Pemerintah Daerah.untuk memberikan perhatian dalam pengelolaan website tidak hanya pada aspek personal tetapi juga pada aspek-aspek teknologi, organisasi dan lingkungan pendorongnya. Anggota organisasi dari tingkat pimpinan sampai dengan staf merupakan individu yang ikut mempengaruhi pengelolaan konten website. Dengan model tersebut, perspektif para pengambil kebijakan akan lebih terbuka, tidak hanya memandang individu saja tetapi secara keseluruhan. Model ini memiliki keterbatasan yaitu masih memerlukan pembuktian secara empiris. Konteks Teknologi Keahlian TIK
Konteks Organisasi Dukungan manajemen puncak Berbagi Informasi
Koordinasi Struktur Organisasi Pelatihan
H5
Kenyamanan
H1
Kompatibilitas
H2
H3
Kompleksitas
H4 H12
Pengelolaan Website
H6
H15
Self-efficacy
Niat H13
H7 H8 H9
H1 1
H1 0 Regulatory environment
Dorongan Masyarakat
Konteks Personal
H14
Self-anxiety Personal Initiative
Konteks Lingkungan
Gambar 3. Model konseptual yang diusulkan 4. SIMPULAN Penelitian ini mengusulkan sebuah konsep untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten website pada pemerintah daerah yang menggabungkan konteks teknologi, organisasi, lingkungan dan personal. Model konseptual ini menganggap pengelolaan konten website tidak hanya terkait dengan organisasi selaku pemilik informasi namun juga tergantung bagaimana teknologi yang digunakan, lingkungannya dan konteks individu sebagai petugas pengelola konten website. TOE Framework digunakan sebagai dasar model penelitian ini. Model ini diharapkan mampu menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pengelolaan website pada Pemerintah Daerah. Model ini mengisi gap pada penelitian-penelitian terdahulu yang hanya fokus pada evaluasi konten tetapi tidak
252
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
menyentuh pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konten tersebut. Karena masih bersifat konseptual, maka rekomendasi untuk model ini yaitu harus dilakukan pengujian menggunakan data riil pada penelitian selanjutnya. 5. REFERENSI [1] Silfianti, W., Suhatril, R. J. 2011. Do Indonesian Province Website Rich and Popular?. World Comput. Sci. Inf. Technol. J. Vol. 1(6):253–259. [2] Utomo, P. P. 2013. Website Sebagai Media Pemenuhan Hak Politik Warga dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. J. Mandat. Vol. 10(2):59–88. [3] Hoesin, H., Setiadi, H., et. al. 2008. Penilaian Situs Pemerintah Daerah Di Provinsi DKI Jakarta, Bengkulu, Jambi, Dan Bangka Belitung, 320–328. [4] Sosiawan, E. A., 2007. Evaluasi Implementasi E-Government Pada Situs Web Pemerintah Daerah Di Indonesia: Perspektif Content Dan Manajemen. [5] Mau, S. 2014. Praktik Website Pemerintah Kabupaten Belu Dalam Rangka E-Government (Studi Tentang Pengelolaan Website Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Transparan dan Partisipatif Di Kabupaten Belu Periode 2010-2013). Universitas Gadjah Mada. [6] Furuholt, B., Wahid, F. 2008. E-government Challenges and the Role of Political Leadership in Indonesia: the Case of Sragen. Proceedings of the 41st Hawaii International Conference on System Sciences. 1–10. [7] Silfianti, W. 2010. Performance Evaluation of Indonesian Local Government Website: Analysis of Web Content, Traffic and Webmetric. Global Management Conference. 455–463. [8] Rokhman, A. 2012. Web Usability of Public Organization Websites: The Case of Indonesian Ministry Websites. J. Gov. Polit. Vol. 3(2):414–424. [9] Xu, G., Zealand, N. 2006. An Exploratory Study of Killer Applications and Critical Success Factors in M-Commerce. J. Electron. Commer. Organ. Vol. 4(3):63–79. [10] Alshamaila, Y., Papagiannidis, S. 2013. Cloud computing adoption by SMEs in the north east of England: A multi-perspective framework. J. Enterp. Inf. Manag. Vol. 26(3):250–275. [11] Ruivo, P., Oliveira, T., & Neto, M. 2014. Examine ERP post-implementation stages of use and value: Empirical evidence from Portuguese SMEs. Int. J. Account. Inf. Syst. Vol. 15(2):166–184. [12] Pudjianto, B., Zo, H., Ciganek, A. P., & Rho, J. J. 2011. Determinants of E-Government Assimilation in Indonesia: An Empirical Investigation Using a TOE Framework. Asia Pacific J. Inf. Syst. Vol. 21(1):49–80. [13] Yi, M. Y., Hwang, Y. 2003. Predicting the use of web-based information systems: self-efficacy, enjoyment, learning goal orientation, and the technology acceptance model. Int. J. Human-Computer Stud. Vol. 59(2003):431–449. [14] 2008. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. [15] 2010. Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010. . [16] Baker, J. 2012. The Technology–Organization–Environment Framework. in Information Systems Theory: Explaining and Predicting Our Digital Society. Vol. 1231–245, Y. K. Dwivedi, M. R. Wade, and S. L. Schneberger, Eds. 231–245. [17] Oliveira, T., Martins, M. F. O. 2008. A Comparison of Web Site Adoption in Small And Large Portuguese Firms. Proceedings of the International Conference on e-Business. 370–377. [18] Oliveira, T., Martins, M. F. O. 2009. Determinants of Information Technology Adoption in Portugal. 264–270. [19] Crook, C. W., Kumar, R. L. 1998. Electronic data interchange : a multi-industry investigation using grounded theory. Inf. Manag. Vol. 34(1998):75–89. [20] Lin, H., Lee, G. 2005. Impact of organizational learning and knowledge management factors on ebusiness adoption. Manag. Decis. Vol. 43(2):171–188. [21] Szymanski, D. M., Hise, R. T. 2000. e-Satisfaction: An Initial Examination. J. Retail. Vol. 76(3):309–322. [22] Taylor, S. Todd, P. A. 2001. Understanding Information Technology Usage: A Test of Competing Models. Inf. Sy&tems Res. Vol. 6(2):144–176. [23] Wu, J. Wang, S. 2005. What drives mobile commerce? An empirical evaluation of the revised technology acceptance model. Inf. Manag. Vol. 42(2005):719–729. [24] Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations. New York, NY.: The Free Press. [25] Zhu, K., Kraemer, K. L. & Xu, S. 2006. The Process of Innovation Assimilation by Firms in Different Countries: A Technology Diffusion Perspective on E-Business. Manage. Sci. Vol. 52(10):1557–1576.
253
Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: 978-602-1034-40-8
[26] Faraj, S., Xiao, Y. 2006. Coordination in Fast-Response Organizations. Manage. Sci. Vol. 52(8):1155–1169. [27] Huo, B. Zhao, X., & Zhou, H. 2014. The Effects of Competitive Environment on Supply Chain Information Sharing and Performance: An Empirical Study in China. Prod. Oper. Manag. Soc. Vol. 23(4):552–569. [28] Chatterjee, D., Grewal, R.,& Sambamurthy, V. 2002. Shaping Up For E-Commerce: Institutional Enablers Of The Organizational Assimilation Of Web Technologies. MIS Q. Vol. 26(2):65–89. [29] Gil-garcia, J. R., Duchessi, P. 2007. Collaborative e-Government: impediments and benefits of information-sharing projects in the public sector. Eur. J. Inf. Syst. Vol. 16(2007):121–133. [30] Cao, Q. Jones, D. R., dan Sheng. H., 2014. Information & Management Contained nomadic information environments: Technology , organization , and environment influences on adoption of hospital RFID patient tracking. Inf. Manag. Vol. 51(2):225–239. [31] Giovanni, M., Matteo, M., et. al. 2013. Training opportunities, technology acceptance and job satisfaction: A study of Italian organizations. J. Work. Learn. Vol. 25(7):455–475. [32] Moon, M. J., Norris, D. F. 2005. Does managerial orientation matter? The adoption of reinventing government and e-government at the municipal level. Info Syst. J. Vol. 15(2005):43–60. [33] Gibbs, J. L., Crito, K. L. K., & Ucrc, I. 2004. A-Cross Country Investigation of the Determinants of Scope of E-commerce Use: An Institutional Approach. Electron. Mark. Vol. 14(2):124–137. [34] Maduku, D. K., Mpinganjira, M. & Duh, H. 2016. International Journal of Information Management Understanding mobile marketing adoption intention by South African SMEs: A multi-perspective framework. Int. J. Inf. Manage. Vol. 36(5):711–723. [35] Melinda, L., Katherine, T., et. al. 2008. The influence of personality traits and information privacy concerns on behavioral intentions. J. Comput. Inf. Syst. Vol. 48(4):15–24. [36] Davis, F. D., Venkatesh, V. 2000. A Theoretical Extension of the Technology Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies. Manage. Sci. Vol. 46(2):186–204. [37] Hsu, M., Chiu, C. 2004. Internet self-efficacy and electronic service acceptance. Decis. Support Syst. Vol. 38(2004):369–381. [38] Torkzadeh, G., Angulo, I. E. 1992. The concept and correlates of computer anxiety. Behav. Inf. Technol. Vol. 11(2):99–108. [39] Sam, H. K., Ekhsan, A., et. al. 2005. Computer Self-Efficacy, Computer Anxiety, and Attitudes toward the Internet: A Study among Undergraduates in Unimas. Educ. Technol. Soc. Vol. 8(4):205– 219. [40] Ohly, S., Sonnentag, S., & Pluntke, F. 2006. Routinization, work characteristics and their relationships with creative and proactive behaviors Creative and Proactive Behaviors in Organizations. J. Organ. Behav. Vol. 27(2006):257–279. [41] Crant, J. M. 2000. Proactive Behavior in Organizations. J. Manage. Vol. 26(3):435–462. [42] Davis, F. D. 1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. MIS Q. Vol. 13(3):319–340.
254