Vol.02 No.01 Agustus 2016
MODEL DESAIN RUMAH ADAPTIF KAWASAN PESISIR Studi Kasus: Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap Dini Kusumawardhani1, Siska Ayu Mahyaningsih2, Winni Sharfina3,
Zulaikha Budi Astuti4
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstract As a dynamic environment, coastal area was facing prolonged natural changes slowly. Naturally, coastal area was demanded to be adaptive, moreover when this area was changing into coastal settlement. The Klaces Village in Segara Anakan nowadays has transformed into land-based coastal area due to the sedimentation which causes many problems, such as: high and low tide, high soil shrinkage and minimum facilities of clean water and sanitation. The quantitative and qualitative approach were used by combining descriptive method, correlative design to gain an adaptive model for land-based coastal settlement. The analysis has resulted a suitable model of modified stilt house for coastal area. Keywords: coastal area, stilt house, adaptive model Abstrak Sebagai lingkungan yang dinamis, lingkungan pesisir dihadapkan pada perubahan alam menahun secara perlahan. Secara alami, kawasan ini dituntut untuk selalu adaptif terlebih ketika kawasan berubah menjadi permukiman. Saat ini, Desa Klaces di Segara Anakan telah berubah menjadi kawasan pesisir berbasis darat akibat sedimentasi dengan permasalahan antara lain: pasang naik dan pasang surut air laut, tingginya kembang susut tanah dan minimnya fasilitas sanitasi dan air bersih. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode analisis deskriptif, korelasi, sedangkan untuk desain yang digunakan diperuntukkan mendapatkan sebuah model adaptif. Analisis ini, menghasilkan model rumah panggung modifikasi yang sesuai untuk kawasan pesisir. Kata Kunci: kawasan pesisir, rumah panggung, model adaptif
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 35
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Lingkungan pesisir merupakan lingkungan yang dinamis. Perubahan kondisi alam secara tetap akan berlangsung di pagi hari dan sore hari. Pasang naik yang terjadi di pagi hari mengakibatkan banjir atau masuknya air ke daratan dan pasang surut yang terjadi di sore hari. Perubahan sosial dapat juga berlangsung secara dinamis karena kawasan pesisir merupakan pintu gerbang interaksi dengan komunitas sosial lainnya. Selain perubahan harian tersebut, lingkungan pesisir juga dihadapkan pada perubahan alam menahun yang datang perlahan. Salah satu contoh perubahan alam tersebut adalah sedimentasi yang terjadi di muara sungai dan peningkatan muka air laut sebagai dampak dari pemanasan global. Kemampuan dan kemauan masyarakat, khusus desa Klaces Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, untuk berubah menuju kehidupan yang lebih baik memerlukan proses adaptasi. Lingkungan pesisir yang kaya sumber daya alam, misalnya ikan, menarik minat masyarakat untuk hidup di lingkungan pesisir sebagai pencari ikan. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya desa-desa pesisir. Berdasarkan observasi penulis, kawasan pesisir yang terkena dampak sedimentasi sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikannya. Oleh karena itu masyarakat pesisir tersebut harus berpikir ulang untuk mencari penghidupan baru. Desa Klaces merupakan salah satu desa baru yang muncul sebagai adaptasi munculnya sedimentasi yang terjadi tersebut di Segara Anakan Kabupaten Cilacap. Desa dengan jumlah penduduk sekitar 3.000 jiwa (2014) ini mulai beradaptasi menjadi desa pesisir berbasis petani. Akan tetapi, jalur air tetap menjadi dasar kehidupan mereka untuk tetap terhubung dengan kawasan lain, khususnya Pulau Jawa. Dari segi lingkungan, Kawasan Pesisir Segara Anakan mengalami ‘penderitaan’ akibat sedimentasi sehingga kembang susut tanah di Desa Klaces cenderung tinggi. Desa Klaces akan diusulkan menjadi model permukiman adaptif yang mana salah satu rekomendasinya adalah model rumah adaptif sehingga desain rumah dapat disesuaikan terhadap perubahan lingkungan di Desa Klaces yang cepat dan tidak stabil. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, beberapa masalah yang teridentifikasi yaitu kawasan pesisir memiliki pola kehidupan alam dan sosial yang unik sehingga perlu ditangani secara cermat agar memberikan manfaat sebanyak-banyaknya baik untuk masyarakat maupun kondisi alam. Selain itu, adaptasi kawasan pesisir memberikan peluang kepada para peneliti untuk dapat mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya dan melakukan penelitian lanjutan berbasis pengalaman di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan 1 - 36
Jurnal INFRASTRUKTUR
model rumah adaptif terhadap perubahan kawasan pesisir, khususnya Desa Klaces. Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang lingkungan permukiman dan perumahan di kawasan pesisir yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2014 (Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan fisik yang terjadi baik di darat maupun di laut. Sugiarto dalam Dahuri (2008) menjelaskan bahwa kawasan pesisir merupakan pertemuan antara darat dan laut. Kawasan yang mengarah ke darat meliputi wilayah daratan kering dan wilayah terendam air yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut dan perembesan air asin. Sementara kawasan yang mengarah ke laut meliputi bagian laut yang mengalami proses sedimentasi, memiliki aliran air tawar serta aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan bakau dan pencemaran. Kawasan pesisir memiliki ekosistem dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini kaya akan tanaman khas seperti bakau dan padang lamun. Kawasan pesisir merupakan habitat terumbu karang yang merupakan tempat beranekaragam ikan dan hewan laut yang hidup dan berkembangbiak. Sistem lingkungan kawasan pesisir ini membentuk sistem perlindungan alamiah terhadap ancaman badai, banjir dan erosi yang memiliki peran dan fungsi besar untuk menjaga keberlangsungan keseimbangan alam. 2.2. Pola Permukiman Kawasan Pesisir Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang sangat adaptif terhadap pola perubahan lingkungan, khususnya terhadap pasang naik dan pasang surut air laut, angin, hujan dan banjir (Sajid, 2014). Adaptasi ini diterjemahkan dalam wujud polapola permukiman kawasan pesisir yang terbentuk (Depdikbud, dalam Sajid, 2014). Pola permukiman di lingkungan perairan laut pada umumnya berada di lingkungan pantai yang cukup terlindungi dari gelombang dan angin laut. Pada umumnya tata letak bangunan rumah adalah memanjang sejajar dengan garis pantai yang terdiri atas beberapa lapis, baik ke arah darat maupun ke arah laut. Selain itu terdapat pula pola subkelompok komunitas yang mengelompok pada ruang-ruang penting seperti kawasan penjemuran, masjid, maupun ruang terbuka umum. Secara rinci, pola ruang permukiman nelayan, struktur ruang permukiman dan pola perumahan dijelaskan pada Tabel 1.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Secara umum, pola pertapakan bangunan rumah tinggal kawasan pesisir kemudian dibagi menjadi empat tipe bangunan rumah. Pertama, rumah di atas darat yang tidak banyak terdampak pasang surut air laut. Kedua, rumah di atas darat tepi perairan yang terkadang tergenang banjir. Ketiga, rumah yang berada pada peralihan tanah-darat, tepi perairan yang sangat dipengaruhi pasang naik dan pasang surut. Keempat, rumah di atas perairan.
Berikut adalah ilustrasi bangunan rumah untuk kawasan pesisir: Perumahan dan permukiman di kawasan pesisir ini dilengkapi dengan fasilitas jembatan dan perahu. Fasilitas penghubung ini menjadi sangat penting sebagai fasilitas untuk mengakses ke darat agar kawasan darat dan laut tetap terhubung secara sosial dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, kawasan pesisir memiliki kesempatan yang luas untuk memiliki sistem transportasi air yang baik.
Tabel 1. Tipe Bangunan Rumah di Kawasan Pesisir (Sumber: Taylor dalam Sajid, 2014)
Gambar 1. Model permukiman di Volendam (Sumber: meanbackpack.wordpress.com)
Gambar 2. Situasi kota Volendam (Sumber: meanbackpack.wordpress.com)
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 37
Vol.02 No.01 Agustus 2016
2.3. Benchmark Volendam, Belanda
Kawasan
Pesisir
di
Volendam adalah desa nelayan di Belanda. Kawasan ini menjadi salah satu tujuan wisata utama di Belanda. Hal yang menarik adalah kehidupan penduduk desa ini yang masih mempertahankan kehidupan tradisional, seperti memakai pakaian tradisional Belanda, menggunakan klompen dan melakukan kegiatan pertanian. Dilihat dari model permukiman yang ada di Volendam, model ini terkonsentrasi di antara hamparan lahan pertanian. Hal yang menarik adalah kanal-kanal air masih dipertahankan untuk mengaliri kota seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 2 memperlihatkan lingkungan di Volendam yang sangat bersih. Rumah-rumah dan toko-toko tertata rapi. Walaupun Volendam merupakan kota nelayan namun infrastrukturnya sangat modern. Selain itu, jalur-jalur pejalan kaki banyak dibuat untuk memanjakan para pengunjung untuk menikmati kota ini. Kota ini juga dilengkapi dengan kantung-kantung parkir yang disediakan untuk memarkir kendaraan atau bus wisatawan. Sementara itu, rumah-rumah yang berdekatan dengan air dibangun sebagai rumah panggung. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi terhadap perubahan muka air laut akibat pasang naik dan pasang surut. Gambar 3 merupakan salah satu contoh rumah
(Sumber: meanbackpack.wordpress.com) 3. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah yang ada di Ibukota Kabupaten Cilacap. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan terhadap data-data yang memerlukan justifikasi ahli, seperti kualitas lingkungan, kualitas sosial dan kebijakan yang menyertainya. Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan dalam penellitian ini, yaitu deskriptif, korelasi dan desain. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjabarkan hasil keseluruhan pengumpulan data. Hasil observasi lapangan dan wawancara dideskripsikan sehingga menghasilkan gambaran yang jelas tentang kondisi saat ini, kebutuhan masyarakat dan keinginan masyarakat di masa depan terhadap model rumah adaptif. Deskripsi yang dilakukan meliputi seluruh data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Analisis korelasi dilakukan dengan menghubungkan potensi, kekurangan, keterhubungan dengan pihak luar, kebijakan yang ada dan cita-cita yang ingin diwujudkan. Desain merupakan visualisasi dari sebuah konsep yang ingin diwujudkan dan hasil dari perjalanan panjang keseluruhan analisis yang telah saling melebur. Desain di atas kertas merupakan langkah awal untuk mewujudkan model adaptif di lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam merancang desain ini adalah perangkat lunak program SketchUp. 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Kondisi Segara Anakan Segara Anakan merupakan muara dari beberapa sungai besar seperti Sungai Citanduy, Cibereum, Cimeneng, Cikonde dan beberapa sungai lainnya. Beberapa tahun terakhir, material sedimen yang masuk ke Segara Anakan mencapai 1 juta m3 per tahun yang didominasi oleh material aliran Sungai Citanduy. Segara Anakan mengalami proses penyempitan yang masif dalam kurun 20 tahun. Pada Tabel 2, terlihat bahwa Segara Anakan memiliki luas
panggung yang terdapat di Volendam. Gambar 3. Contoh rumah panggung di Volendam Tabel 2. Jumlah Sedimentasi ke Segara Anakan
1 - 38
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 4. Lokasi Desa Klaces (Sumber: meanbackpack.wordpress.com) 2.906 Ha pada tahun 1984, 1.575 Ha pada tahun 1994 dan pada tahun 2003 hanya tersisa 300 Ha.
4.2. Gambaran Kondisi Desa Klaces Desa Klaces merupakan desa termuda di Kecamatan Klaces yang dibentuk pada tahun 2002 (lihat Gambar 4). Desa Klaces dipersiapkan menjadi wilayah administrasi sendiri dan sekaligus menjadi ibukota kecamatan (BPS, 2014). Kondisi topografi Kabupaten Cilacap merupakan
Temperatur rata-rata Desa Klaces sebesar 26,9o C dengan intensitas matahari berkisar 52,8% 88,2% dan jumlah hari hujan terjadi diatas 20 hari dalam satu bulan pada bulan November – April (rentang musim hujan). Curah hujan rata-rata tertinggi perhari terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus. Sebaran curah hujan di Kecamatan Kampng Laut berkisar antara 2.0002.500 mm/tahun yang merupakan curah hujan terendah (Lihat tabel 3). Sebagai Ibukota Kecamatan kampung Laut, Desa Klaces memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk
Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk Kampung Laut (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, tahun 2014)
kawasan pegunungan dengan ketinggian ratarata 400 meter dpl. Di sisi lain, kondisi topografi Kecamatan Kampung Laut merupakan yang terendah di Kabupaten Cilacap dengan ketinggian 0-3 meter dpl. Desa Klaces berada satu daratan dengan Pulau Nusakambangan yang memiliki bentang alam pegunungan dengan topografi ratarata kurang dari 100 meter dpl. Kondisi kelerengan lahan Kecamatan Kampung Laut adalah 0-2% yang merupakan kategori kelerengan landai hampir datar (BPS, 2014).
terkecil dibanding desa-desa lainnya. Desa Klaces tercatat memiliki luas wilayah 17,73 km2 dengan jumlah penduduk 1.574 jiwa dengan kepadatan 55 penduduk per km2 (lihat Tabel 3). Penduduk Desa Klaces sudah mengalami perubahan mata pencaharian sebagai petani sawah dengan bercocok tanam di tanah timbul yang subur. Sawah garapan penduduk ini sebagian besar tersebar di bagian selatan desa mendekati daratan Nusa Kambangan dan di bagian timur ke arah Desa Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 39
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Ujungalang. Luas sawah tadah hujan di Desa Klaces adalah 144 Ha dengan produk berupa padi, ketela pohon, kacang panjang, kelapa, dan cabai. Berikut diagram jenis mata pencaharian penduduk yang
disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Klaces (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, 2014) Gambar 5 menunjukkan sebanyak 65% penduduk di Desa Klaces bermatapencaharian sebagai petani, selain itu masih ada 5% penduduk bekerja sebagai nelayan namun hanya nelayan tangkap. Banyak pula penduduk yang bekerja dengan membuka usaha di rumahnya, misalnya sebagai pedagang makanan dan bahan kebutuhan sehari-hari. Kondisi fisik permukiman dapat dijelaskan dari material bangunan yang digunakan oleh masyarakat untuk membangun rumah. Seperti yang terlihat pada Tabel 4, mayoritas rumah yang ada di Kampung Laut sudah menggunakan dinding tembok. Ada pula
barat. Selain penduduk asli, ada pula pendatang dari daerah lain. Rata-rata tiap rumah terdiri atas 5 anggota. Pekerjaan penduduk di kawasan ini mayoritas adalah petani yang menggarap sawahnya sendiri di area Nusakambangan atau di bagian timur menuju arah Desa Ujungalang. Tiap penduduk yang bekerja sebagai petani mendapatkan penghasilan berbeda-beda tergantung kondisi cuaca dan luas lahan. Penduduk mengatakan bahwa mereka sudah terbiasa dengan kondisi yang ada yang mana banjir selalu datang tiap tahun sekali itu dianggap wajar dan dimaklumi sebagai bagian dari kondisi lingkungan mereka. Letak Pemukiman Tepi perairan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bangunan rumah mayoritas menggunakan dinding papan, atap asbes atau seng, berlantai papan. Ada pula yang berdinding gedek bambu tergantung kemampuan penduduk. Rumah mereka membelakangi Segara Anakan dan menghadap ke jalan lingkungan. Rumah yang ada juga berupa landed house. Mereka enggan untuk merubah rumah eksisting menjadi rumah panggung karena mereka beranggapan bahwa rumah panggung dirasakan cukup kompleks penggunaannya, misalnya di rumah panggung, mereka hanya dapat menggunakan pintu depan untuk akses masuk. Sedangkan pada rumah tapak, mereka dapat menggunakan banyak akses masuk, baik di samping maupun di depan rumah. Berikut gambar rumah di kawasan tepi perairan yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 menujukkan bahwa Penduduk di kawasan ini dilayani oleh bak penampung air dengan sistem
Tabel 4. Material Rumah Masyarakat Kampung Laut (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, 2014)
yang menggunakan sebagian tembok namun masih banyak juga rumah yang menggunakan papan/kayu dan bambu. 4.3. Pola Permukiman di Tepi Perairan Permukiman di tepi perairan Segara Anakan terletak di sebelah barat Desa Klaces (Gambar 6). Pola permukiman berupa linear mengikuti Segara Anakan. Kawasan ini cukup dekat dengan fasilitas perkantoran dan kesehatan. Penduduk kawasan ini merupakan penduduk asli Desa Klaces. Pada awalnya mereka hidup di kawasan peralihan. Setelah berumah tangga mereka berpindah ke bagian 1 - 40
Jurnal INFRASTRUKTUR
perpipaan yang mana saat musim kemarau air tidak mengalir dan bak penampungan tersebbut terisi air payau. Dengan demikian, penduduk harus mengambil air hingga ke goa-goa di Nusa Kambangan. Kondisi sanitasi dasar hampir sama dengan kawasan lainnya. Akan tetapi, mayoritas penduduk di kawasan ini memiliki rumah dengan bilik terpisah dari rumahnya untuk MCK. Sayangnya, black water dari bilik ini langsung masuk ke badan air Segara Anakan karena letak MCK ini berada di atas perairan Segara Anakan.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 6. Letak Permukiman Tepi Perairan
Gambar 7. Rumah di Kawasan Tepi Perairan (Sumber: Observasi Lapangan, 2015) terjadi karena adanya perubahan kadar air. Apabila Sebelum memulai melakukan desain terhadap terjadi peningkatan kadar air, tanah ekspansif rumah adaptif di Desa Klaces, dipetakan terlebih akan mengembang disertai tekanan air pori dan dahulu tantangan yang dihadapi Desa Klaces, timbulnya tekanan pengembangan. Sebaliknya jika yaitu masih ada rumah yang mempertahankan kadar air berkurang sampai batas susutnya, akan bentuk panggung sehingga dapat mengantisipasi terjadi penyusutan tanah. Kembang susut tanah terjadinya banjir sekaligus mempertahankan corak yang tinggi di Desa Klaces ini menyebabkan rumah asli permukiman Kampung Laut yang menggunakan retak dan penurunan tanah. rumah panggung. Jenis rumah panggung saat ini sudah mulai berkurang jumlahnya. Sedimentasi Dalam hal infrastruktur permukiman, Desa Klaces Segara Anakan yang terjadi secara cepat dan masif memiliki tantangan yang cukup pelik, misalnya menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, alur pembuangan air limbah ke lingkungan dilakukan pelayaran menyempit dan kerusakan hutan bakau. masyarakat tanpa adanya pemrosesan terlebih dahulu sehingga dapat mencemari badan air atau Pada musim hujan setiap tahunnya, Desa Klaces tanah. Selain itu, minimnya sumber air bersih pasti mengalami banjir dan genangan yang mengakibatkan penduduk hanya memanfaatkan diakibatkan oleh pasang dan surut Segara Anakan. sumber mata air goa. Di samping itu, tidak ada Pada kondisi pasang, genangan air dapat mencapai pengolahan sampah sehingga sampah dibakar atau ketinggian 1 meter sehingga air Segara Anakan ditimbun di pekarangan rumah masing-masing. membanjiri permukiman dan kawasan pertanian penduduk. Selain dari Segara Anakan, pada musim 4.4. Usulan Desain Rumah Adaptif di Desa hujan Desa Klaces juga mengalami banjir rob yang Klaces berasal dari Nusa Kambangan. Banyak terdapat balong yang dapat dimanfaatkan khususnya untuk kegiatan perikanan. Saat ini, balong yang ada di Desa Klaces tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk untuk menambah penghasilan sehingga balong eksisting cenderung terbengkalai. Tantangan selanjutnya adalah adanya kembang susut tanah yang tinggi yang mempengaruhi stabilitas bangunan. Kembang susut tanah ini
Desain rumah yang adaptif pada permukiman di Desa Klaces perlu untuk direncanakan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berdasarkan karakteristik lingkungan yang ada di Desa Klaces maka usulan desain rumah yang sesuai adalah berbentuk rumah panggung. Rumah panggung adalah rumah yang dikhususkan untuk kawasan tepi air. Rumah di kawasan pesisir yang diusulkan adalah rumah sehat. Rumah ini memiliki ruang-ruang dasar Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 41
Vol.02 No.01 Agustus 2016
yang cukup dan dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi sehat. Penampilan rumah panggung dibangun sebagai rumah panggung urban yang nampak indah dan bersih. Berikut adalah denah rumah yang diusulkan. Berikut denah rumah panggung yang disajikan dalam Gambar 8. Seperti dalam Gambar 8, Rumah ini didesain dengan empat tiang penyangga berukuran 30x30 sentimeter dengan tinggi 1,8 meter. Rumah dengan luas 36 m2 ini berdinding papan kayu. Papan kayu dipilih karena kawasan ini merupakan penghasil kayu. Atap rumah yang dipilih adalah atap berjenis perisai yang dimodifikasi pada bagian yang menghadap Segara Anakan. Modifikasi ini berupa atap yang separuh ‘jatuh’ mengarah ke dinding beranda dan disangga tiang kayu miring di kanan kiri bangunan. Atap yang separuh jatuh ini terdiri dari papan kayu yang menghalangi angin dari arah Segara untuk langsung menerpa dinding rumah. Material penutup atap adalah jenis polimer ringan UPVC. Usulan Model Rumah Panggung disajikan dlam Gambar 9 dan 10.
Gambar 8. Denah Rumah Panggung di Tepi Perairan
Seperti dalam Gambar 9 dan 10, Usulan model rumah panggung dibuat dengan pertimbangan adanya banjir yang terjadi setiap tahun. Rumah panggung dapat menjadi rumah adaptif sebagai bentuk antisipasi terhadap banjir tersebut. Selain
Gambar 9. Usulan Model Rumah Panggung di Tepi Perairan (Tampak Kiri dan Kanan)
Gambar 10. Usulan Model Rumah Panggung di Tepi Perairan (Tampak Depan dan Belakang)
1 - 42
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
itu ketika musim kering, bagian bawah rumah panggung dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan komunitas.
Parahyangan
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Desa Klaces sebagai Ibu Kota Kecamatan Kampung Laut dan sebagai pintu gerbang ke kawasan Segara Anakan telah beradaptasi dengan perubahan alam air menuju daratan. Penduduk beralih mata pencaharian dari nelayan tangkap menjadi petani. Desa Klaces memiliki masalah yang khas yakni tingginya laju sedimentasi di Segara Anakan dan banjir/ genangan tiap tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa Desa Klaces dapat diusulkan sebagai Model Rumah Adaptif, yang menekankan model hunian adaptif sesuai dengan kondisi lingkungan Desa Klaces. 5.2. Saran Saran yang sekiranya dapat diberikan adalah sekiranya penelitian selanjutnya dapat membahas mengenai penataan kawasan permukiman sesuai dengan keinginan stakeholder (masyarakat setempat, instansi setempat, akademisi, dan swasta yang tertarik melakukan kegiatan CSR). Metode yang digunakan dapat berupa Delphi untuk menggali informasi terkait keinginan stakeholder sehingga hasil yang didapat lebih sesuai. Selain itu, penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk menggali gap antara keinginan dan kondisi eksisting infrastruktur permukiman bagi masyarakat, sehingga dapat diketahui perbedaan antara penyediaan infrastruktur dengan keinginan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Cilacap. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap tahun 2010 - 2029 BPS. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Kampung Laut 2014 BPS. 2014. Data Dasar Kampung Laut 2014 Dahuri, R. dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita: Jakarta Direktorat Penataan Ruang Wilayah II. NA. Materi Teknis Penataan Ruang Kawasan DAS Citanduy-Laguna Segara Anakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sajid, S. M. (2014). Adaptasi Bentuk Permukiman Pesisir Kampung Laut Segara Anakan Akibat Sedimentasi. Bandung: Universitas Katolik Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 43