Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI BERDASARKAN SKENARIO KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT DI PESISIR KABUPATEN CILACAP STUDY OF THE CHANGES OF COASTLINE BASED ON SCENARIOS OF RISING SEA LEVELS IN COASTAL COUNTIES CILACAP Anang Widhi Nirwansyah dan Sakinah Fathrunnadi Shalihati Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182
ABSTRAK Kajian mengenai potensi perubahan garis pantai dengan menggunakan skenario kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis berbasis raster. Tujuan penelitian ini adalah memodelkan garis pantai dengan skenario kenaikan muka air laut pada tahun 2030, 2040 dan 2050. Hasilnya pada tahun 2030-2040 terjadi pergeseran garis pantai yang cukup besar dengan rata-rata perubahan sebesar 1,16 km dengan pergeseran terbesar pada TR 4 sepanjang 2,85 km. Beberapa wilayah di Kecamatan Adipala, Kecamatan Cilacap Utara, dan Cilacap Selatan merupakan wilayah yang tergenang dengan total laju perubahan garis pantai rata-rata sebesar 0.54 km/tahun selama kurun waktu 2030-2050. Perhitungan rata-rata ini dilakukan dengan menghitung rata-rata perubahan garis pantai pada tiap transek (TR) selama kurun waktu 30 tahun. Kata kunci : Perubahan garis pantai, kenaikan permukaan air laut
ABSTRACT Study on potential changes to the shoreline by using scenarios of rising sea due to climate change can be done by utilizing the technology of geographic information system-based raster. The purpose of this study is to model a coastline with scenarios of rising sea by 2030, 2040 and 2050. The result in the year 2030-2040 happens to shift considerable coastline with an average change of 1.16 km with the biggest shift on TR 4 along the 2.85 km. Some areas in Adipala, Cilacap Utara, Cilacap and South of the region is inundated with a total rate of change of the shoreline an average of 0.54 km/year during the period 2030-2050. The average calculation is done by calculating the average change in the coastline at each transek (TR) for a period of 30 years. Key words: change the coastline, sea-level rise PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan fenomena geofisik yang kompleks. Secara genetik wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan bentang lahan yang dimulai dari garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) ke arah darat hingga pada suatu bentang lahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marine, seperti dataran alluvial kepesisiran (CERC, 1984). Diperkirakan sebanyak 38% penduduk dunia tinggal di wilayah dengan jarak kurang dari 100 km dari garis pantai (Cohen et.al., 1997; Pratomoatmojo dan Nirwansyah, 2011).
196
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 Pesisir merupakan wilayah yang dinamis dengan berbagai aspek fisik sebagai pendorongnya. Perubahan yang terjadi di wilayah pesisir dipengaruhi oleh energi gelombang, angin dan pasang surut (Zeverbergen et.al. 2004). Indikasi paling mudah dilihat dari perubahan yang terjadi di pesisir adalah fenomena perubahan garis pantai. Perubahan garis saat ini juga dipicu oleh kenaikan muka air laut (sea-level rise) sebagai dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Beberapa kajian menyebutkan bahwa kenaikan muka air laut mengakibatkan peningkatan erosi pesisir dan ancaman terhadap masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Bagian selatan Jawa Tengah merupakan merupakan wilayah pesisir dengan dinamika garis pantai yang cukup besar. Tingginya gelombang dan letaknya yang langsung berhadapan dengan samudra memiliki potensi terhadap perubahan garis pantai yang tinggi. Selain itu, potensi tsunami karena letaknya yang dekat dengan zona pertemuan lempeng Eurasia dan Indo-Australia menyebabkan wilayah pesisir selatan Pulau Jawa menjadi perlu mendapat perhatian khususnya bagi penelitian kepesisiran. Beberapa kota di selatan Jawa Tengah diantaranya Purworejo, Kebumen dan Cilacap merupakan memiliki bagian pesisir yang berbatasan langsung dengan samudra, dan juga merupakan wilayah dengan perekonomian pesisir yang cukup berkembang dengan tingginya angka populasi di wilayah kecamatan pesisir dan infrastruktur pendukung kehidupan masyarakat yang cukup lengkap. Kajian mengenai potensi perubahan garis pantai dengan menggunakan skenario kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis berbasis raster. Beberapa kajian telah dilakukan diantaranya Nirwansyah (2012); Pratomoatmojo (2012); Marfai dkk (2011) yang masih fokus pada lokasi penelitian di wilayah pantai utara Jawa. Wilayah pesisir Kabupaten Cilacap perlu mendapat perhatian dimana wilayah ini merupakan wilayah pusat ekonomi dalam kawasan Barlingmascakeb dengan kontribusi ekonomi yang cukup tinggi di wilayah pesisir. Studi perubahan garis pantai dengan menggunakan skenario kenaikan muka air laut IPCC (Intergovermental Panel for Climate Change) dilakukan dengan tujuan untuk melakukan elaborasi terhadap kemampuan integrasi teknologi sistem informasi geografis dan remote sensing. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Membangun pemodelan genangan berdasarkan skenario kenaikan muka air laut IPCC di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap. 2. Mengetahui perubahan garis pantai pesisir Kabupaten Cilacap dengan menggunakan skenario kenaikan muka air laut. METODE PENELITIAN Area dan Waktu Penelitian Kabupaten Cilacap yang terletak pada 7o30’00”-7o45”20” LS dan 108o4’30”-109o30’30” BT dengan elevasi 0-9 mdpl. Kabupaten Cilacap memiliki luas wilayah mencapai 225.360,84 hektar yang terdiri dari 24 Kecamatan. Adapun lokasi kajian merupakan kecamatan yang terletak dikawasan pesisir yakni terdiri dari wilayah Teluk Penyu Kecamatan Cilacap Selatan, Pantai Bunton Kecamatan Adipala, dan Pantai Widarapayung Kecamatan Binangun. Durasi penelitian direncanakan selama 6 bulan terhitung sejak penyusunan proposal, kegiatan survey lapangan hingga penyusunan laporan yakni pada bulan Maret 2015 sampai dengan September 2015.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan komputer yang dilengkapi dengan Software SIG berupa ArcGIS 10 dengan dilengkapi ekstensi Digital Shoreline Analysis (DSAS) versi academik. Spesifikasi komputer dengan kapasitas hardisk sebesar 250 GB dan processor setingkat dengan dual-core dan kartu grafis onboard diperlukan dalam rangka mengolah data citra serta melakukan processing dalam lingkungan kerja sistem informasi geografis. GPS juga akan digunakan untuk melakukan verifikasi
197
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 ketinggian tempat di lapangan. Tipe GPS yang digunakan adalah GPS handheld Garmin 76x dari laboratorium SIG Prodi Pendidikan Geografi UMP. Bahan yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji perubahan garis pantai dengan memanfaatkan SIG dan skenario kenaikan muka air laut adalah sebagai berikut 1. Data topografi / elevasi dengan akurasi tinggi yang diperoleh dari derivasi data digital Peta Rupa Bumi. 2. Peta batas administrasi kecamatan pesisir yang diperoleh dari data pemerintah Kabupaten Cilacap dengan dikolaborasikan dengan Peta Rupa Bumi. 3. Data skema kenaikan muka air laut IPCC selama kurun waktu hingga 2050. 4. Data statistik kecamatan di wilayah Kabupaten Cilacap khususnya kecamatan pesisir. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan untuk dapat memperoleh informasi dan keterangan terkait dengan kondisi wilayah setempat. a.
Intepretasi Citra Satelit Intepretasi data penginderaan jauh berupa citra satelit resolusi tinggi dilakukan untuk mengidentifikasi garis pantai eksisting dengan menggunakan teknik visual intepretation. Data citra yang digunakan adalah data citra Google Earth (GE) dengan perekaman pada tahun 2013 yang mencakup wilayah pesisir Kabupaten Cilacap.
b.
Observasi Lapangan Observasi merupakan cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan. Observasi dilakukan untuk memberikan gambaran riil terhadap objek kajian dengan teori atau hipotesis yang sudah dibangun. Observasi dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk menentukan elevasi pantai eksisting sebelum dilakukan permodelan.
c.
Dokumentasi Pengumpulan dokumentasi lapangan berupa data statistik kependudukan yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap. Data statistik yang digunakan adalah data jumlah penduduk, serta distribusinya di masing-masing wilayah kecamatan pesisir di Kabupaten Cilacap. Data temporal tahun 2000, 2005, 2010, dan 2013 akan digunakan untuk membangun trend pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cilacap.
Teknik Analisis Data Analisis data dilaksanakan setelah pengumpulan data dilaksanakan dengan mengacu pada parameter-parameter yang telah ditentukan. Beberapa metode digunakan untuk menghasilkan output berupa perubahan garis pantai di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap. a.
Skenario kenaikan muka air laut Untuk mengembangkan model perubahan garis pantai di kawasan pesisir Cilacap maka diperlukan data digital elevation model (DEM), yang berisikan informasi ketinggian dan karakterisitik topografi, dalam hal ini data ketinggian adalah dalam kedetilan yang cukup tinggi. Data DEM akan dibangun dengan menggunakan teknologi SIG berbasis raster menggunakan ArcGIS 10. Analisis ketetanggaan (Neighborhood analysis) dan teknik iterasi (iteration technique) menggunakan fungsi algoritma pada software SIG akan diaplikasikan untuk membangun model. Adapun algorithma yang digunakan adalah model yang dikembangkan dalam Marfai dkk (2011); Nirwansyah (2012) dengan pengembangan menyesuaikan dengan estimasi kondisi fisik yang ada. IA = con ([dem] <= x, x, 0) ! 0 Dimana IA adalah area genangan (inundated area) yang diasumsikan akan menjadi batas garis pantai dimana kenaikan muka air laut terjadi. Hal ini dapat menjadi dasar perhitungan untuk
198
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 melakukan deliniasi garis pantai pada tiap skenario tahun yang dimodelkan, tentu saja dengan asumsi tidak ada kejadian yang dapat menyebabkan perubahan garis pantai terjadi secara drastis seperti tsunami atau pembangunan infrastruktur di pantai yang menyebabkan pergeseran garis pantai dalam skala yang besar. Proses ekstraksi titik ketinggian menggunakan data titik elevasi untuk diubah menjadi distribusi area. Pemanfaatan model ini diarahkan untuk dapat menvisualisasikan data titik, sehingga dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Grid model elevasi digital/DEM digunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW) sebagaimana disebutkan oleh Prahasta (2008) dalam Hidayatullah (2013) bahwa penggunaan metode IDW untuk ekstrapolasi data titik dapat dilakukan pada sebaran data yang tidak teratur. b.
Perubahan garis pantai Analisis perubahan garis pantai dilakukan dengan metode statistik matematis berdasarkan skenario IPCC Deliniasi yang dilakukan dari perubahan tinggi muka air yang diasumsikan sebagai garis pantai baru dilakukan dengan ekstensi DSAS termasuk pembuatan transek perpotongan dengan jarak masing-masing transek sepanjang 1 km untuk mengoptimalkan kedetilan analisis. Hasil deliniasi ini kemudian akan dirata-rata hingga menghasilkan angka rata-rata potensi perubahan garis pantai pada tahun pemodelan 2030, 2040 dan 2050. Alur penelitian yang mengkombinasikan model kenaikan muka air laut dan perubahan garis pantai ini dapat digambarkan pada diagram alir di bawah ini. Data DEM
Batas Administrasi
Elevasi wilayah Pesisir
Survey GPS
Skenario kenaikan muka air laut IPCC
Garis Pantai 2030
Garis Pantai 2040
Garis Pantai 2050
DSAS
Perubahan garis pantai berdasarkan skenario kanaikan muka air laut
Gambar 1. Diagram alur penelitian
199
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Penelitian Letak dan Batas Administrasi Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang terletak di selatan Pulau Jawa. Kabupaten Cilacap secara geografis terletak pada 108°57'51,66'' BT - 109°23'38,87'' BT dan 7°37'2,77" LS - 7°47'4,68'' LS. Kabupaten Cilacap terdiri dari 24 kecamatan, dimana 7 diantaranya terletak di pesisir. Kecamatan yang berada di pesisir terdiri dari Kecamatan Nusawungu, Kecamatan Binangun, Kecamatan Adipala, Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Cilacap Tengah dan Kecamatan Cilacap Selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Cilacap diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sebelah selatan : Samudra Indonesia b. Sebelah utara : Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat c. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen d. Sebelah barat : Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Kondisi Geomorfologi Wilayah Cilacap terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Sebagian besar wilayah Cilacap memiliki bentuklahan yang beragam yang memiliki usia geologi yang masih muda akibat adanya kenaikan muka air laut pada zama glasial 6000 tahun yang lalu. Bentuklahan di wilayah pesisir ini dibangun oleh proses fluvial yang berinteraksi dengan proses marin yang secara kontinyu terjadi. Menurut Kurnio (2007) garis pantai Cilacap dikelompokkan menjadi 2 yakni, pesisir deposisional, dan konstruksional. Material klastis ini merupakan endapan dari empat sungai terdekat yakni Donan, Serayu, Bengawan dan Sungai Ijo. Berdasarkan Sutikno (1981) bentuklahan di wilayah pesisir Cilacap diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut. a. Dataran aluvial Bentuklahan ini dibentuk oleh aktivitas sungai Serayu dan Sungai Donan. Kedua sungai tersebut menghasilkan tipikal material sedimen yang berbeda. Sungai serayu memiliki material yang didominasi oleh tekstur liat, sedangkan Sungai Donan menghasilkan material pasir yang sebagian besar diendapkan pada muara sungai dan terdorong oleh gelombang air laut selatan Pulau Jawa. b. Punggung pantai Keberadaan bukit pantai di wilayah peisisir Cilacap banyak digunakan sebagai permukiman oleh masyarakat. Secara umum, keberadaan material tanah dengan tekstur pasir yang baik mendominasi wilayah ini. Punggung pantai membentang rata-rata sepanjang 0,2-1 kilometer dari garis pantai. c. Wilayah laguna Wilayah laguna di pesisir cilacap memiliki pola yang berbeda dengan punggung pantai dengan panjang bervariasi antara 0,2-3,9 kilometer dari pantai. d. Gumuk pasir Gumuk pasir (sand dunes) secara umum berada di wilayah pesisir dengan material pasir dalam jumlah banyak. Rata-rata memiliki ketinggian 7 meter diatas permukaan laut. Bentuklahan gumuk pasir ini merupakan asosiasi energi marin dan angin secara bersama sehingga menyebabkan terbentuknya perbukitan pasir dengan tekstur pasir halus yang cenderung didominasi oleh tanaman semak dan cemara udang.
200
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Gambar 2. Peta Geomorfologi Cilacap (Sumber : Arianti, 2013) Penelitian ini dilaksanakan dengan memfungsikan data titik tinggi BAKOSURTANAL untuk membuat model genangan sebagai benchmark membuat garis pantai. Pengolahan dan modifikasi data spasial ini dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 dan validasi insitu menggunakan GPS handheld. Sub bab berikut ini akan menjelaskan tahapan pemodelan. Pembuatan Model Genangan Modifikasi model didasarkan pada nilai z dari titik tinggi yang diambil dari data elevasi BAKOSURTANAL dan dengan teknik interpolasi Inverse Distance Weightened (IDW). Teknik ini dilakukan dengan dasar sebaran data yang merata dengan perbedaan nilai yang tidak terlalu mencolok. Dari total data titik diperoleh ketinggian minimum sebesar 0 dan nilai ketinggian maksimum adalah 133.199 mdpl. Jumlah titik tinggi yang diinterpolasikan sebanyak 210 titik dengan coverage area sebesar 2.346,41 km2. Perhitungan model didasarkan pada rumus: IA = con ([dem] <= x, x, 0) ! 0 Perhitungan model genangan tahun 2030 diasumsikan dengan ketinggian genangan sebesar 100 cm. perhitungan ini dilakukan dengan tahun dasar perhitungan 2010. Hasil model genangan menghasilkan model genangan dengan luas genangan 6,5 km2, selanjutnya pada tahuun 2040 dihasilkan genangan dengan ketinggian 150 cm dan mencakup area genangan seluas 21,38 km2 dan pada tahun 2050 dimodelkan dengan kedalaman 200 cm dan cakupan luas genangan sebesar 27,98 km2. Dinamika genangan berdasarkan skenario kenaikan muka air laut di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap dapat dilihat dalam gambar 3 dan tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Dinamika Luasan Genangan Banjir Dengan Skenario Kenaikan Muka Air Laut Tahun 2030, 2040, dan 2050 No 1 2 3
Ketinggian (cm) Luas (km2) 100 6,5 150 21,38 200 27,98 Sumber : Hasil analisa (2015)
Tahun Skenario 2030 2040 2050
201
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 Distribusi genangan mencakup kawasan di kecamatan Kesugihan, Kecamatan Cilacap Utara, Cilacap Selatan dan Kecamatan Adipala. Area genangan yang melingkupi kecamatan tersebut didasarkan pada elevasi wilayah tersebut, dengan diasumsikan bahwa tidak dilakukan peningkatan elevasi tanah dalam kurun waktu 50 tahun mendatang. Beberapa wilayah yang secara riil mengalami banjir diantaranya wilayah Cilacap Utara dan Adipala. Kondisi sawah yang mengalami kerusakan akibat infiltrasi air laut yang masuk ke area pertanian dapat dijumpai di Kecamatan Adipala, sehingga menyebabkan sawah tersebut menjadi bero dan tidak dapat difungsikan sebagai lahan pertanian padi (lihat gambar 4).
Gambar 4. Pengukuran potensi ketinggian genangan di area pertanian Kecamatan Adipala dan pengukuran jarak permukiman dengan garis pantai di Kecamatan Cilacap Selatan
Dasar perhitungan model genangan tersebut digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengukuran perubahan garis pantai dan akan diolah dalam ArcGIS 9.3. Adapun kriteria pengukuran garis pantai digunakan transect dengan mengambil garis antar bidang pada tiga tahun pengukuran yakni tahun 2030, 2040 dan tahun 2050.
1. Model Perubahan Garis Pantai Hasil model perubahan garis pantai yang didasarkan dari model genangan menggunakan 6 garis transek yang menyebar dari barat ke timur lokasi genangan. Total panjang transek adalah sepanjang 10,85 km dengan jarak terpendek sepanjang 0,07 km dan jarak terpanjang yakni sebesar 2,85 km. Garis transek (TR) yang digunakan memotong 2 tahun pemodelan yakni tahun 2040 dan tahun 2050 dengan dasar perhitungan pantai pada pemodelan garis pantai tahun 2030. Tabel 2 berikut ini merupakan perhitungan panjang transek pada model perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Cilacap.
202
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Gambar 3. Peta Skenario Genangan Wilayah Pesisir Kabupaten Cilacap Tahun 2030,2040, dan 2050
203
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Tabel 2. Perhitungan Transek Model Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cilacap Tahun 2030, 2040 dan 2050 Transek
Panjang (dalam km)
Keterangan
TR 1
1.28
2030-2040
TR 2
1.01
2030-2040
TR 3
0.72
2030-2040
TR 4
2.85
2030-2040
TR 5
0.36
2030-2040
TR 6
0.75
2030-2040
TR 1
0.69
2040-2050
TR 2
0.25
2040-2050
TR 3
0.07
2040-2050
TR 4
0.21
2040-2050
TR 5
0.30
2040-2050
TR 6
2.36
2040-2050
Total
10.85 Sumber : Hasil Analisis (2015)
Dari hasil perhitungan dihasilkan perhitungan panjang perubahan garis pantai total selama kurun waktu 20302050 dengan total panjang transek sepanjang 10.85 km. dari hasil perhitungan dapat klasifikasikan perubahan garis pantai pada tahun 2030-2040 dan perubahan garis pantai pada tahun 2040-2050. Distribusi transek sebagai dasar perhitungan perubahan garis pantai di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada gambar 5. Perhitungan perubahan garis pantai pada kedua tahun yang tergambar pada peta diestimasikan untuk dapat menghitung perubahan rata-rata garis pantai pada tahun perhitungan dan dapat pula menghitung laju rata-rata perubahan garis pantai di Kabupaten Cilacap secara linier. Tabel 3 berikut ini menggambarkan rata-rata perubahan garis pantai dan laju rata-rata perubahan garis pantai di Kabupaten Cilacap pada periode tahun 2030-2040 dan tahun 2040-2050.
Tabel 3. Perhitungan Perubahan Garis Pantai dan Laju Perubahan Garis Pantai di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2030-2040 dan 2040-2050 Tahun 2030-2040
Tahun 2040-2050
Transek
Panjang (dalam km)
Transek
Panjang (dalam km)
TR 1
1.28
TR 1
0.69
TR 2
1.01
TR 2
0.25
TR 3
0.72
TR 3
0.07
TR 4
2.85
TR 4
0.21
TR 5
0.36
TR 5
0.30
TR 6
0.75
TR 6
2.36
Jumlah
6.97
Jumlah
3.88
Rata-rata
1.16
Rata-rata
0.65
Laju Rata-rata
0.12
Laju Rata-rata
0.06 Sumber : Hasil analisa (2015)
204
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Gambar 5. Peta Transek Perubahan Garis Pantai Wilayah Pesisir Kabupaten Cilacap Tahun 2030,2040, dan 2050
205
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2030-2040 terjadi pergeseran garis pantai yang cukup besar dengan rata-rata perubahan sebesar 1,16 km dengan pergeseran terbesar pada TR 4 sepanjang 2,85 km. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografi di wilayah sekitar TR 4 yang cukup landai dimana kemiringan lereng yang cukup landai dengan elevasi kurang dari 1.5 mdpl yang cukup luas. Dari hasil perhitungan diatas juga dapat dilihat bahwa laju perubahan garis pantai pada tahun 2030-2040 sepanjang 10 tahun adalah sebesar 120 m. Pergeseran garis pantai tersebut menyebabkan banyak wilayah dapat tergenang, khususnya pada wilayah dengan jarak kurang dari 1,16 km dari garis pantai. Perubahan garis pantai pada tahun 2040-2050 adalah sebesar 0,65 km dan dengan laju rata-rata perubahan garis pantai sebesar 60 m per tahun dalam kurun waktu 10 tahun. Wilayah dengan angka perubahan garis pantai tertinggi adalah di wilayah TR 6 yang merupakan masuk pada kecamatan Adipala. Kondisi kemiringan lereng yang datar dan tingkat elevasi kurang dari 2 mdpl menjadikan area ini memiliki potensi genangan yang tinggi dan potensi perubahan garis pantai yang cukup besar. Wilayah pesisir Kabupaten Cilacap merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian rata-rata kurang dari 2 meter dengan jenis tanah aluvial dan tekstur berpasir. Sebagaian wilayah pesisir di Kabupaten Cilacap difungsikan untuk area wisata, pertanian, industri dan juga kawasan konservasi mangrove. Wilayah pesisir di Kecamatan Binangun, Kecamatan Adipala, dan Kecamatan Cilacap Selatan merupakan wilayah yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia sehingga memiliki gelombang yang relatif besar. Wilayah Kecamatan Kesugihan, dan Kawunganten lebih cenderung berombak tenang akibat terhalang oleh Pulau Nusakambangan yang berada di sebelah selatan Kabupaten Cilacap. Hasil pemodelan kenaikan muka air laut yang dilakukan dengan menggunakan teknologi sistem informasi geografi (SIG) dengan memanfaatkan data ketinggian menghasilkan model peta distribusi genangan air laut yang digunakan sebagai dasar perhitungan perubahan garis pantai. Pada pemodelan tahun 2030 luas genangan sebesar 6,5 km2 dan mengalami peningkatan 228,92 % menjadi 21,38 km2 pada tahun 2040. Pada periode 2040-2050 kenaikan luas genangan diakibatkan naiknya muka air laut adalah sebesar 23,5% dari 21,38 km2 menjadi 27,98 km2. Perubahan garis pantai merupakan dinamika kepesisiran yang mudah untuk dilihat dan dilakukan pengukurannya. Beberapa wilayah di Kecamatan Adipala, Kecamatan Cilacap Utara, dan Cilacap Selatan merupakan wilayah yang tergenang dengan total laju perubahan garis pantai rata-rata sebesar 0.54 km/tahun selama kurun waktu 2030-2050. Perhitungan rata-rata ini dilakukan dengan menghitung rata-rata perubahan garis pantai pada tiap transek (TR) selama kurun waktu 30 tahun.
KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pemanfaatan SIG untuk membangun model genangan kenaikan muka air laut di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap menghasilkan peta genangan yang dapat dijadikan acuan perhitungan perubahan garis pantai. 2. Perubahan garis pantai di Kabupaten Cilacap selama kurun waktu 2030-2050 adalah sebesar 1,16 km dengan laju perubahan garis pantai rata-rata sebesar 0,54 km/tahun. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut. 1. Perlu dilakukan kajian mengenai model ketinggian dengan beberapa metode untuk mengetahui DEM yang paling sesuai untuk kondisi wilayah pesisir Cilacap. 2. Perlu dilakukan perhitungan penggunaan lahan yang mungkin terkena genangan akibat perubahan garis pantai sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk pembuatan sabuk hijau.
DAFTAR PUSTAKA Ashton, A.D, Donelly, J.P, and Evan, R.L (2007) A Discussion of the Potential Impacts of Climate Change on the Shorelines of the Northeastern USA, Woods Hole Oceanographic Institution MS #22, 360 Woods Hole Rd., MS#22 Woods Hole, MA 02543
206
Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
CERC (1984). Shore Protection Manual, Vol. II. Department of the Army, US Army Corp of Engineers, Washington DC. Cohen, J.E., Small, C., Mellinger, J., Gallup, A. and Sachs, J. (1997) ‘Estimates of Coastal Populations’, Science 278(5341): 1209–13. [Ref type: Journal] Hennecke, W.G, Greve, C.A, Cowell, P.J and Thom, B.G, 2004, GIS-Based Modeling of Sea-Level Rise Impacts for Coastal Management in Southeastern Australia, 4th International Conference on Integrating GIS and Environmental Modeling, Alberta, Canada Hidayatullah, Taufik (2013) Evaluasi Ekonomi Wilayah Tambak Dan Mangrove Pasca Bencana Lumpur Di Muara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo. Master Thesis. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada IPCC (2007) Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Paris, February 2007. http://www.ipcc.ch/ IPCC (2010) Workshop on Sea Level Rise and Ice Sheet Instabilities. Workshop in Kuala Lumpur 21–24 June 2010. Downloaded from http://www.ipcc.ch/pdf/supportingmaterial/SLW_WorkshopReport_kuala_lumpur.pdf. Accessed on March, 2nd 2012 Kelik, Eko.S. (2010) Proyeksi Kenaikan Permukaan Laut dan Dampaknya Terhadap Banjir Genangan Kawasan Pesisir (Studi Kasus : Wilayah Pesisir Demak, Provinsi Jawa Tengah). Master Thesis. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada Marfai, M.A., Pratomoadmojo, N.A., Hidayatullah, T., Nirwansyah, A.W., Gomarreuzaman, M. (2011) Model Kerentanan Wilayah Pesisir Berdasarkan Perubahan Garis Pantai dan Banjir Pasang. MPPDAS Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta Nirwansyah, Anang W (2012) Damage exposure Estimation Due to Coastal Flood and Sea Level Rise In Pekalongan Municipal Using Participatory GIS Method To Support Spatial Planning. Master Thesis. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada Pratomoatmojo and Nirwansyah, Anang W. (2011) Shoreline Change Evaluation To Improve Spatial Planning In Waterfront Cities Case Study: Surabaya-Indonesia. Paper. Proceeding. in International Seminar On Urban And Regional Planning 2011. July 13, 2011. Makassar, Indonesia Pratomoatmojo. Nursakti, A. (2012) Land Use Change Modeling Under Tidal Flood Scenario By Means Of Markovcellular Automata In Pekalongan Municipal. Master Thesis. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada Putra, A.H. Novianto (2007) Aplikasi Citra Landsat ETM 7+ Untuk Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahan di Selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Pra dan Pasca Tsunami Tahun 2006. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Srivastav, S.K (2001) Managing Natural Disasters in Coastal Areas - An Overview, India Meteorological Department, India Sutrisno, D (2005) Pemodelan Kerentanan Pulau - Pulau Kecil Terhadap Kenaikan Muka Laut, Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut – Bakosurtanal, Bogor Zeverbergen LW, Lagasse PF, dan Edge BL (2004) Tidal Hydrology, Hydraulics and Scour at Bridges (First Edition). Federal Highway Administration.
207