MODEL ALGORITMA PENATAAN PETIKEMAS DI CONTAINER YARD UNTUK MENSINKRONKAN STOWAGE PLAN DAN KEDATANGAN PETIKEMAS (STUDI KASUS : PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)
Rosida Kumala, Ahmad Rusdiansyah, dan Dody Hartanto Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan simulasi penataan kontainer di container yard berdasarkan data real kedatangan kontainer yang bersifat fluktuatif. Penataan dilakukan untuk sinkronisasi terhadap peletakan kontainer di kapal berdasarkan stowage plan. Sinkronisasi yang dimaksud adalah urutan loading kontainer dari container yard menuju palka kapal. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara output model dengan output real pada palka kapal untuk mengetahui jumlah perpindahan yang dibutuhkan. Selain itu juga akan dibandingkan antara kondisi existing dengan model. Pada penelitian ini, simulasi digunakan untuk membandingkan beberapa parameter, antara lain unnecessary shifting dan utilitas container yard. Kata kunci : Algoritma Penataan Petikemas, Unnecessary Shifting, Simulasi. ABSTRACT This research conducted a simulation arrangement of containers in the container yard based on the real data of the arrival of containers. The arrangement are made for the synchronization based on the vessel stowage plan. The term of Synchronization in this research is the sequence of containers loading from container yard to the ship. In this study, we build a comparison between model output with real output of vessel’s stowage plan to determine the amount of unnnecessary movement required. They will also be compared between the conditions existing in the model. In this study, simulations are used to compare several parameters, such as unnecessary shifting and utility of container yard. Keywords: Algorithm of Container Arrangement, Unnecessary Shifting, Simulation. .
1.
Pendahuluan Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan Terminal Petikemas yang menghubungkan antara kapal petikemas sebagai transportasi laut, dan truk sebagai transportasi darat, telah meningkat secara drastis. Hal ini menjadikan Terminal Petikemas berperan penting dalam hal globalisasi ekonomi, yaitu perdagangan dunia. Daya kompetitif suatu terminal dapat dilihat dari efisiensinya, mengingat kapal dikenakan biaya berdasarkan waktu turn aroundnya (loading dan unloading) dan jumlah dari petikemas yang di bongkar-muat di terminal. Waktu sandar kapal menjadi salah satu faktor yang penting dalam kinerja terminal petikemas pelabuhan. Sebagian besar waktu sandar kapal
di pelabuhan terdiri dari bongkar muat petikemas. Dalam Terminal Petikemas, terdapat ruang penyimpanan sementara untuk petikemas sesuai dengan jenisnya masingmasing yang bernama Container yard. Container yard umumnya dibagi menjadi daerah persegi panjang yang disebut blok. Umumnya Container yard dibagi dalam 3 blok utama sesuai dengan jenis petikemas , yaitu blok ekspor, blok impor, dan blok transhipment. Penelitian ini fokus pada petikemas jenis ekspor. Petikemas ekspor mulai tiba di terminal sejak 3 sebelum kapal dijadwalkan untuk kapal dijadwalkan akan datang. Setelah kapal datang dan selesai melakukan kegiatan
bongkar, barulah petikemas ekspor akan dimuat. Beberapa hari sebelum kapal datang, pihak kapal mengirimkan stowage plan kepada Terminal Petikemas. Stowage plan inilah yang akan dijadikan dasar urutan loading. Dalam membuat stowage plan, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti berat petikemas yang perlu diperhatikan mengingat perlunya menjaga stabilitas kapal, tujuan petikemas perlu diperhatikan mengingat efisiensi kapal tersebut nantinya dalam bersandar. Karena banyaknya faktor yang perlu diperhatikan dalam penataan di kapal, menyebabkan penataan di container yard tidak boleh diletakkan sembarangan. Dengan kedatangan petikemas ekspor yang bersifat random, sering terjadi kejadian petikemas yang akan diangkut selanjutnya berada di bawah tumpukan petikemas lainnya. Di PT. Terminal Petikemas Surabaya penataan petikemas di container yard dilakukan berdasarkan beberapa faktor dari petikemas, antara lain: 1. Jadwal Kapal Pengangkut 2. Tujuan Pelabuhan 3. Ukuran Petikemas 4. Berat Petikemas Di PT. Terminal Petikemas Surabaya dalam 1 stack petikemas yang diletakkan terdiri dari petikemas dari grup yang sama yaitu tujuan pelabuhan dan ukuran petikemas serta dalam 1 stack terdiri dari 4 tier; dan dalam 1 slot hanya boleh terdiri dari ukuran petikemas yang sama.
Gambar 1 Urutan Loading dari slot di Container yard menuju slot di Kapal
Peletakan petikemas yang berat di container yard diletakkan di bawah agar tidak merusak petikemas lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada pengaturan peletakan petikemas di kapal. Padahal petikemas hanya bisa diakses dari atas, yang menujukkan bahwa petikemas yang dibutuhkan lebih dulu loading adalah petikemas dibawahnya sehingga perlu adanya shifting di sendiri, petikemas yang Ketidaksinkronan antar peletakan petikemas di container yard dan di kapal inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Melihat adanya hubungan saling keterkaitan pada proses penataan petikemas, maka dilakukan simulasi untuk untuk menyinkronkan Stowage plan dengan kedatangan petikemas agar jumlah pergerakan yang terjadi seminimal mungkin namun tetap memperhatikan utilitas dari container yard. 2.
Metodologi Penelitian Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah tahap identifikasi terhadap permasalahan yang dihadapi. Setelah melakukan identifikasi tersebut langkah selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi secara langsung untuk mendapatkan 2
informasi yang relevan mengenai detail petikemas, yaitu berupa kedatngana petikemas, berat petikemas, tujuan petikemas, ukuran petikemas, rute tujuan kapal, letak petikemas di kapal serta operasi di terminal petikemas yang terkait dengan simulasi. Dari data-data yang telah dikumpulkan kemudian digunakan sebagai proses pengembangan model simulasi untuk kondisi operasi terminal petikemas khususnya penataan petikemas di container yard. Pengembangan model simulasi menggunakan software Arena 13.0 serta Visual Basic Application sebagai aplikasi pendukung. Setelah model simulasi jadi, maka langkah selanjutnya adalah mengevaluasi hasil simulasi. Evaluasi yang pertama kali dilakukan adalah memverifikasi model. Setelah model telah diverifikasi, dilakukan tahap evaluasi kedua pada model, yaitu validasi.. Sebelum evaluasi kedua dilakukan, terlebih dulu dilakukan pengembangan algoritma aturan penataan petikemas untuk menyelesaikan permasalahan penataan yang ada pada kondisi nyata. Dikembangkan beberapa model aturan perbaikan dan di setiap aturan memiliki algoritma yang berbeda dari aturan sebelumnya. Setelah dikembangkan beberapa model simulasi algoritama penataan, barulah dilakuakan valuasi tahap kedua, yaitu validasi. Evaluasi ini penting, karena bisa diketahui apakah model simulasi yang telah dibuat apakah telah sesuai dengan kondisi terminal petikemas serta model konseptual. Evaluasi kedua ini dilakukan dengan face validity atau uji perilaku. Uji perilaku model dilakukan dengan mencoba nilai- nilai ekstrim pada data, sehingga tanpa perlu kita menjalankan simulasi kita dapat mengetahui perilaku yang akan terjadi pada model. Sedangkan untuk menguji apakah pengembangan aturan berbeda antar satu sama lain, maka dilakukan penghitungan replikasi yang selanjutnya dilakukann uji hipotesis. Setelah kedua tahap evaluasi dilakukan, selanjutnya adalah running model sesuai dengan data- data untuk mendapatkan hasil dari tiap-tiap aturan. Hasil yang telah didapat, kemudian dilakukan perhitungan. Perhitungan yang akan dilakukan ialah mencari jumlah unnecessary shifting yang terjadi, dan utilitas penggunaan container yard. Dari hasil
perhitungan, kemudian dilakukan perbandingan antara aturan dengan hasil kondisi existing. Perbandingan yang dilakukan bertujuan untuk mencari aturan yang terbaik untuk aturan penataan petikemas di container yard. Tahap terakhir dari penelitian adalah tahap kesimpulan dan saran. Dari hasil analisa maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Saran yang diberikan berupa pengembangan yang dapat dilakukan pada penelitian yang akan datang. 3.
Kompleksitas Sistem Amatan Kompleksitas sistem penataan suatu petikemas berhubungan dengan faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi suatu container yard dan peletakan petikemas di kapal sebagai kegiatan berikutnya di TPS. Dalam membuat suatu keputusan penaatan harus dipikirkan dampaknya terhadap faktor-faktor yang lain dan kegiatan berikutnya seperti loading petikemas ke kapal. Kompleksitas ini muncul diakibatkan adanya interdependensi dari faktor-faktor yang ada sehingga dalam memilih suatu keputusan harus memikirkan dampaknya terhadap faktor-faktor yang lain. Variabel kompleksitas dalam penataan container yard yang dijadikan sebagai batasan dalam penataan petikemas antara lain: Ukuran Petikemas Terdapat dua macam ukuran petikemas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 20 ft dan 40 ft. Petikemas ukuran 40 ft boleh ditumpuk atasnya dengan 2 petikemas ukuran 20 ft, namun sebaliknya dua petikemas ukuran 20 ft tidak boleh ditumpuk atasnya dengan petikemas ukuran 40 ft. Hal ini berlaku untuk penataan petikemas di container yard atau di kapal secara internasional. Namun untuk kemudahan, aturan penumpukan petikemas yang berbeda tidak dilakukan di container yard PT. Terminal Petikemas Surabaya. Aturan penumpukan di container yard PT. Terminal Petikemas Surabaya adalah untuk tiap ukuran petikemas yang berbeda, tidak dapat dilakukan penumpukan secara bersama-sama (dicampur) jadi harus ada kluster yang menyusun dan membedakan petikemas berdasarkan ukuran yang ada yaitu 20’, dan 40’.
3
Contoh: petikemas ukuran 40’ tidak boleh diletakkan dengan petikemas ukuran 20’. Berat Petikemas Aturan atau batasan pengaturan petikemas berdasarkan berat petikemas adalah petikemas dengan berat yang lebih besar tidak boleh diletakkan diatas petikemas yang mempunyai berat lebih kecil. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada petikemas. Contoh: petikemas dengan berat medium tidak boleh diletakkan diatas container dengan berat light, begitu juga container dengan berat heavy tidak boleh diletakkan diatas container dengan berat medium dan light. Tujuan Pengiriman Dalam melakukan penataan petikemas di suatu yard terminal petikemas, peletakan akan dikelompokkan berdasarkan tujuan yang sama. Hal ini dikarenakan, dalam melakukan penataan container di yard harus memperhatikan aturan penataan petikemas di kapal. Pada penataan petikemas di kapal petikemas dengan tujuan terjauh harus dimasukkan ke kapal terlebih dahulu kemudian dilanjutkan hingga tujuan yang terdekat, agar dalam melakukan proses bongkar-muat (loadingunloading) selanjutnya dapat dihindari terjadinya shifting. Kedatangan Petikemas Petikemas yang dikirim oleh EMKL bisa datang sewaktu-waktu atau bersifat random. Sehingga akan berakibat pada pola penataan petikemas. Bisa jadi yang petikemas yang datang adalah petikemas dengan variabel A, namun selanjutnya adalah petikemas dengan variabel B. Sifat seperti inilah yang perlu diperhitungkan dalam penataan petikemas. Analisa Sistem Kapal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kapal Najade pada bulan September 2011. Kapal Najade merupakan kapal ekspor jenis multidestination (direct ship) melayani 7 tujuan pelayaran pengiriman petikemas. Adapun rute pengiriman petikemas dari yang terdekat sampai yang terjauh adalah Surabaya (SUB) – Tanjung Pelepas (TPP) – Hongkong (HKG) –Kaohsiung (KHH) – Busan (Bus) – Kwangyang (KAN) – Qingdao (TAO) –
Shanghai (SHA). Walaupun melayani 7 tujuan, namun umumnya pengguna jasa hanya mengirim dengan tujuan TPP, HKG, dan TAO. Setelah mengetahui kedatnagan petikemas pada kapal Najade, letak penataannya di container yard serta penataannya di kapal maka dilakukan perhitungan berapa jumlah unnecessary shifting yang perlu dilakukan untuk melakukan proses loading dari container yard menuju kapal pada kondisi existing. Selain itu juga dilakukan perhitungan utilitas container yard. 5.
Perancangan Model Setelah dilakukan perhitungan unnecessary shifting serta utilitas pada container yard dilakukan pemodelan yang mencerminkan aktivitas operasi penataan petikemas secara keseluruhan. Pembuatan model simulasi dilakukan dengan menggunakan software Arena 13.5 dan VBA yang terintegrasi dalam software tersebut. Adapun aktivitas operasi penataan petikemas secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Kedatangan truk petikemas yang memiliki sifat kedatangan random.
Gambar 2 Kedatangan Peti Kemas
Truk memasuki lapangan parkir untuk menunggu selesainya proses administrasi untuk mendapatkan berkas dari bea cukai.
4.
Gambar 3 Proses Administrasi dan Parkir
4
Truk memasuki in gate dan mengalami pemeriksaan perikemas seperti pemeriksaan berat dan pemeriksaan dokumen, serta pemberian informasi peletakan petikemas di container yard.
shifting yang cukup banyak, hingga tidak maksimalnya penggunaan slot. Tabel 1. Perbedaan Algoritma Antar Aturan
Aturan Aturan 1
Aturan 2 Gambar 4 Kedatangan Truk di In Gate
Truk menuju yard yang dituju dan RTGC memindahkan petikemas dari truk menuju container yard.
Perbedaan Mengelompokkan petikemas berdasarkan tipe berat yang sama Mengelompokkan petikemas berdasarkan ukuran yang sama Petikemas yang berbeda tujuan dan level berat boleh ditumpuk Mengelompokkan petikemas berdasarkan tujuan yang sama Mengelompokkan petikemas berdasarkan ukuran yang sama Petikemas yang berbeda tipe berat boleh ditumpuk
Gambar 5 Kedatangan Truk di Container yard – Penataan
Truk menuju out gate dan meninggalkan terminal petikemas.
Gambar 6 Truk Keluar Setelah Proses Penataan
5.1
Perancangan Model Perbaikan Aturan Penataan
Dari analisa kondisi existing sistem penataan petikemas di container yard dan hasil pengujian model simulasi kondisi existing didapatkan bahwa terdapat beberapa kekurangan seperti jumlah unnecessary
5
5.1.2
START
Kontainer datang
Informasi mengenai karakteristik petikemas
Data Kapal: Rute
Data petikemas:
Tujuan: 1. Meminimumkan Unnecessary shifting 2. Memaksimumkan kapasitas yard
1. Ukuran 2. Berat 3 Tujuan
Model Simulasi Aturan 2
Pada aturan 2 solusi yang ditawarkan adalah dengan mengelompokkan petikemas berdasarkan tujuan. Dimulai dari petikemas level berat heavy dengan tujuan terdekat, kemudian level berat berikutnya. Jika telah teralokasikan semua, maka alokasi akan dilanjutkan pada tujuan berikutnya. Petikemas yang berbeda tujuan tidak boleh ditumpuk.
START Mengelompokkan petikemas berdasarkan ukuran
Apakah terdapat groundslot yang kosong?
Kontainer datang Mengelompokkan petikemas berdasarkan berat
Ya Letakkan kontainer
Informasi mengenai karakteristik petikemas
Mengelompokkan petikemas berdasarkan tujuan Update petikemas dan slot Apakah berat kontainer yang datang lebih ringan dan tipe beratnya sejenis
Apakah Kontainer yang datang tujuannya lebih jauh
Tidak
Tidak
Data Kapal: Rute Tidak
Apakah petikemas heavy teralokasikan?
Tujuan: 1. Meminimumkan Unnecessary shifting 2. Memaksimumkan kapasitas yard
Ya Alokasikan petikemas medium dan light Petikemas yang berbeda level berat boleh ditumpuk
Tidak
Apakah petikemas teralokasikan?
Data petikemas: 1. Ukuran 2. Berat 3 Tujuan
Apakah Kontainer yang datang tujuannya sama dengan kontainer sebelumnya?
Mengelompokkan petikemas berdasarkan ukuran
Mengelompokkan petikemas berdasarkan berat
Tidak
Ya Letakkan kontainer
Ya Proses alokasi telah selesai
Mengelompokkan petikemas berdasarkan tujuan
FINISH
Gambar 7 Langkah-langkah algoritma Aturan 1
5.1.1
Update petikemas dan slot Alokasikan petikemas dengan berat heavy dan tujuan dekat
Model Simulasi Aturan 1
Pada aturan 1 solusi yang ditawarkan adalah dengan mengelompokkan petikemas berdasarkan level berat yang sama. Dimulai dari petikemas level berat heavy dengan tujuan terdekat, kemudian tujuan berikutnya sampai tujuan terjauh. Jika telah teralokasikan semua, maka alokasi akan dilanjutkan pada petikemas level berat yang lebih ringan namun tetap dalam satu tipe berat. Petikemas yang berbeda tujuan dan level berat boleh ditumpuk mengikuti batasan penumpukan secara umum dan sesuai dengan algoritma.
Apakah terdapat groundslot yang kosong?
Tidak
Apakah petikemas teralokasikan?
Ya Proses alokasi telah selesai
FINISH
Gambar 8 Langkah-langkah algoritma Aturan 2
6
Tabel 2. Uji Validitas Aturan 1
5.2
Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan beberapa tahap. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah model telah berjalan sesuai dengan kenyataan atau konseptual. Terdapat beberapa evaluasi yang dilakukan, seperti verifikasi, validasi, dan uji hipotesis. 5.2.1
Verifikasi Model Simulasi
Sebelum model dijalankan maka perlu dilakukan proses verifikasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat sudah berjalan atau dieksekusi sesuai dengan logika / spesifikasi yang telah ditentukan Verifikasi dilakukan bersamaan dengan proses running model simulasi dengan jalan memastikan bahwa model dapat berjalan atau dengan kata lain tidak terjadi error. Adapun hasil uji verifikasi untuk kedua model aturan (aturan 1-2) yang telah dibuat menunjukkan bahwa model telah bebas error atau verify.
Tabel 3. Uji Validitas Aturan 2
5.2.3 Uji Hipotesis Gambar 9 Verifikasi Model Arena
5.2.2
Validasi Model Simulasi Setelah melakukan verifikasi, tahapan selanjutnya adalah tahap validasi model. Tahap validasi digunakan untuk membuktikan bahwa model yang dibuat merepresentasikan kondisi aktualnya atau sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses validasi dilakukan dengan face validity atau uji perilaku model. Uji perilaku model dilakukan dengan mencoba nilai- nilai ekstrim pada data, sehingga tanpa perlu kita menjalankan simulasi kita dapat mengetahui perilaku yang akan terjadi pada model. Uji validitas ini dilakukan pada masingmasing model simulasi. Pada model simulasi aturan 1 dan 2, dilakukan dengan merubah data kedatangan. Data kedatangan diubah sesuai dengan algoritma yang berlaku pada masing- masing aturan. Hasil yang didapat setelah running simulasi mengindikasikan bahwa model simulasi yang telah dibuat sudah valid dan sesuai dengan konseptual.
Pada tahap evaluasi ketiga, dilakukan uji hipotesi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah algorima yang dikembangkan berbeda antar satu sama lain. Terlebih dulu, dilakukan perhitungan replikasi. Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama dalam suatu percobaan dengan kondisi yang sama untuk memperoleh ketelitian yang lebih tinggi. Replikasi bertujuan untuk mengurangi tingkat kesalahan percobaan, menambah ketelitian data percobaan, dan mendapatkan harga estimasi kesalahan percobaan sehingga memungkinkan diadakan test signifikasi hasil eksperimen. Penentuan seberapa banyak jumlah replikasi yang dibutuhkan dengan terlebih dahulu merunning sebanyak lima kali yang merupakan jumlah replikasi awal yang ditetapkan sembarang dan digunakan untuk mendapatkan jumlah error dan standar deviasi pada masingmasing aturan. Sebelum uji ini dilakukan
7
Tabel 4. Replikasi
terlebih dahulu dilakukan fitting distribution untuk mendapatkan data distribusi kedatangan masing- masing jenis petikemas. Data yang digunakan dibatasi pada petikemas untuk kapal yanng kedatangannya dua minggu sekali pada bulan September 2011. Tabel 4. Replikasi Awal
hw e
t
n 1, / 2
n
(1)
s e s t n n 1, / 2 e
α = 0.05 n = 5 n-1 = 4 t(n-1, α/2) = 2.776 Zα/2= 1.645 e1 = 0.013595 e 2 = 0.004591 n‘=[ ]2 =[ ]2= 9 n‘=[
]2
= 12
2
Setelah dilakukan replikasi sejumlah yang dibutuhkan, barulah dilakukan uji hipotesis. Dari uji hipotesis yang dilakukan, didapat Confidence interval sebagai berikut 0.413194737≤ µ1 - µ2≤ 0.475775482. Hal ini menunjukkan bahwa dengan level kepercayaan 95%, antara aturan 1 dan aturan 2 memang merupakan algoritma yang berbeda. 6.
Analisa Simulasi
Terhadap
Hasil
Model
6.1 Analisa Kondisi Awal Pada keadaan Existing, telah diketahui letak slot, row, dan tier masing- masing petikemas. Kemudian dari data tersebut, dibandingkan dengan letak petikemas di kapal (juga telah diketahui). Dari perbandingan tersebut didapatkan jumlah unnecessary yang dibutuhkan sebanyak 145 kali perpindahan dari 594 kontainer dan utilitas yard sebesar 0.68. Utilitas yang rendah pada kondisi existing dikarenakan beberapa hal seperti kebijakan TPS dalam menyediakan area sementara sebanyak 1 groundslot pada tiap slot apabila terjadi shifting.
8
Penggunaan slot petikemas merupakan salah satu tolak ukur yang mengindikasikan penataan dapat berlangsung secara terstruktur atau tidak. Semakin banyak slot yang digunakan tetapi penataan tiap slot tidak optimal, mengindikasikan perencanaan penataan yang kurang baik dan mengurangi nilai utilitas suatu container yard. Sedangkan tingginya unnecessary shifting dikarenakan TPS dalam penataan peti kemas kurang mempertimbangkan faktor berat. Dalam aturan penataannya, TPS hanya mempertimbangkan aturan bahwa dalam satu groundslot terdiri dari kontainer- kontainer dengan tujuan yang sama. Padahal hal ini akan membuat ketidakstabilan pada kontainer karena kontainer yang lebih ringan berada di bawah kontainer yang lebih berat. Selain itu, rawan terjadi kerusakan pada kontainer. Hal inilah yang disebut sebagai kesalahan penempatan petikemas. Selain itu, akan menjadi pemicu terjadinya unnecessary shifting. Apabila dikaitkan dengan biaya, akan menghasilkan biaya operasi yang besar. Karena setiap perpindahan ekstra akan membutuhkan biaya ekstra pula.
Pada Aturan 2, telah diketahui letak sot, row, dan tier masing- kontainer dari simulasi yang dilakukan. Kemudian dari data tersebut, dibandingkan dengan letak kontainer di kapal (stowage plan). Dari perbandingan tersebut didapatkan jumlah unnecessary yang dibutuhkan sebanyak 112 kali dan utilitas yard sebesar 0.89. Didapat utilitas yang tinggi namun unnecessary shifting yang besar dikarenakan pada aturan ini, terdapat aturan yang mirip dengan aturan TPS sebelumnya yaitu dalam satu groundslot hanya terdiri dari kontainer- kontainer dengan tujuan sejenis. Namun letak perbedaannya, penataannya mempertimbangkan faktor tipe berat. Tabel 6 Rekap perbandingan utilitas penggunaan container yard untuk Najade
Utilitas Petikemas
Tabel 5. Hasil Perhitungan Kondisi Existing
Utilitas Petikemas
Unnecessary shifting
145
Utilitas
0.68
6.2 Analisa Model Simulasi Aturan Perbaikan Solusi yang diberikan pada penelitian tidak berhubungan dengan penambahan maupun pengurangan resource yang ada, serta mengubah alur bisnis terminal petikemas. Namun, solusi lebih mengarah pada pembenahan masalah penataan petikemas di container yard. Pada Aturan 1, telah diketahui letak sot, row, dan tier masing- kontainer dari simulasi yang dilakukan. Kemudian dari data tersebut, dibandingkan dengan letak kontainer di kapal (telah diketahui sebelumnya). Dari perbandingan tersebut didapatkan jumlah unnecessary yang dibutuhkan sebanyak 54 kali dan utilitas yard sebesar 0.87.
Existing
0.68
Aturan 1
0.87
Aturan 2
0.89
Tabel 7 Rekap perbandingan utilitas penggunaan container yard
Unnecessar y shifting Petikemas
Existing
145
Aturan 1 Aturan 2
54 112
Pada aturan 1, pengaturan level berat telah benar dan sesuai dengan algoritma. Sementara itu unnecessary shifting masih dapat terjadi dalam aturan ini. Unnecessary shifting dapat terjadi dikarenakan prioritas pengambilan petikemas dengan level berat heavy berada di bawah petikemas dengan level berat medium. Begitu pula untuk petikemas dengan level berat medium berada di bawah petikemas dengan level berat light. Namun jumlah unnecessary shifting yang terjadi pada aturan ini tergolong kecil. Hal ini dikarenakan pada aturan ini diperbolehkan penumpukan kontainer dengan beda tujuan (tujuan terjauh berada di atas kontainer tujuan terdekat)
9
namun tetap memperhatikan faktor berat. Hal ini sesuai dengan aturan loading kontainer ke kapal, yaitu tujuan terjauh dimasukkan terlebih dahulu. Pada aturan 2 solusi yang diberikan dengan mengelompokkan petikemas berdasarkan tujuan yang sama. Dimulai dari petikemas tujuan terdekat dengan level berat heavy, kemudian medium, dan light. Jika telah teralokasikan semua, maka alokasi akan dilanjutkan pada petikemas tujuan berikutnya sampai semuanya telah teralokasikan. Mengenai penempatan petikemas ukuran 20-ft dan 40-ft, baik aturan 1 maupun aturan 2 melakukan alokasi di tempat yang berbeda dan tidak dicampur. Terjadi beberapa kesalahan penempatan pada aturan ini, hal ini dikarenakan walaupun telah mempertimbangkan faktor berat, namun faktor berat yang dimaksud adalah tipe berat kontainer yang secara internasional dibagi menjadi 3, yaitu light, medium, dan heavy. Sedangkan secara kuantitas real berat tidak dilakukan dalam penataan ini. Setiap aturan perbaikan yang telah dibuat memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan aturan terbaik mengikuti parameter jumlah unnecessary shifting, dan utilitas penggunaan container yard. Setelah melihat semua hasil dan analisa yang telah dipaparkan, maka aturan penataan yang terbaik ialah aturan 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini pembuatan model simulasi menggunakan software simulasi Arena. Agar sesuai dengan kondisi nyata, dilakukan observasi untuk menangkap segala aktivitas yang terjadi pada sistem operasi penataan petikemas. Model yang telah jadi mengalami verifikasi dan validasi model. Dalam penelitian ini model telah valid dan sesuai dengan aturan yang diinginkan.
2. Untuk mengetahui apakah output dari aturan ini benar – benar didapat tanpa kebetulan semata, dilakukan uji replikasi dan didapat hasil bahwa aturan 1 dan aturan 2 memang berbeda. Model simulasi aturan perbaikan yang telah jadi selanjutnya diuji dengan menjalankan program simulasi Arena. Setiap aturan akan menghasilkan pola penataan yang berbeda. Dari kedua aturan penataan petikemas yang telah diuji dan dibandingkan antar aturan maupun dengan kondisi nyata diperoleh bahwa dari segi minimal unnecessary shifting, aturan penataan petikemas yang terbaik, yaitu aturan 1. Namun dari segi utilitas, aturan 2 lebih baik. Namun bila dilihat kondisi nyata dari TPS yang kapasitas container yardnya tidak mengalami kekurangan namun masalah yang terjadi lebih berfokus pada jumlah unnecessary shifting, maka dapat dikatakan bahwa aturan 1 merupakan aturan terbaik. Adapun saran yang dapat diajukan dari penelitian ini untuk penelitian ke depan adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah jumlah kapal. 2. Dapat pula dikembangkan dengan menambah jumlah RTGC yang beroperasi di container yard. 3. Mempertimbangkan adanya bufferdalam model simulasi.
7.
9. Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA --------. (2011). Containerization.
. Diakses November 2011. --------. (2011). Dry container. . Diakses November 2011. --------. (2011). Reefer container. . Diakses November 2011.
10
--------. (2011). Tank container. . Diakses November 2011. Bose, J. W. 2011. Handbook of Terminal Planning, Hamburg, Jermany, Springer. Chen, L. & Lu, Z. 2010. The storage location assignment problem for outbound containers in a maritime terminal. International Journal Production Economics. Gunther, H.-O. & Kim, K. H. 2005. Container Terminals and Automated Transport Systems. In: Gunther, D. H.-O. & Kim, K. H. (eds.) Logistics Control Issues and Quantitative Decision Support. Berlin Heidelberg: Springer Harrell, Gosh, & Bowden. 2004. Simulation Using Promodel Second Edition. New York. Mc Graw Hill. Huang , S. & Tsan- Hwan Lin. 2011. Heuristic algorithms for container pre-marshalling problems . Computers & Industrial Engineering Kelton, W. David, Randall P. Shadows and Deborah A. Shadows. 2002. Simulation with Arena.Second Edition. New York: McGraw - Hill. Kim, K. H. & Gunther, H.-O. 2007. Container terminals and terminal operations. In: Kim, K. H. & Gunther, H.-O. (eds.) Container Terminals and Cargo Systems: Design, Operations Management, and Logistics Control Issues. Berlin Heidel b e rg Springer. Kim, K. H., Kang, J. S. & Yu, K. R. R. 2005. A beam search algorithm for the load sequencing of outbound containers in port container terminals. In: Guther, H.-O. & Kim, K. H. (eds.) Container Terminals and Automated Transport Systems: Logistics Control Issues and Quantitative Decision Support. Berlin Heidelberg: Springer. Kim, K. H. & Kim, H.-B. 1998. The Optimal Determination Of The Space Requirement
And The Number Of Transfer Cranes For Import Containers. Computers industrial Engineering 35, 427-430. Kim, K. H. & Kim, H. B. 1999. Segregating space allocation models for container inventories in port container terminals. Production Economics 59. Kim, K. H. & Park, K. T. 2003. A note on a dynamic space-allocation method for outbound containers. European Journal of Operational Research 148, 92–101. Murty, K. G., Liu, J., Wan, Y.-W. & Linn, R. 2005. A decision support system for operations in a container terminal. Decision Support Systems 39, 309 – 332. Rusdiansyah, Ahmad. 1995. Tim Peneliti FTI: Perancangan Model Simulasi Komputer Sebagai Alat Bantu Analisis Perencanaan Kebutuhan Fasilitas dan Terminal Peti Kemas. Sauri, S. & Martin, E. 2011. Space allocating strategies for improving import yard performance at marine terminals. Transportation Research Part E 47, 1038– 1057. Steenken, Dirk; et al. Container terminal operation and operations research – a classification and literature review Taleb-Ibrahimi, M., Castilho, B. D. & Daganzo, C. F. 1993. Storage Space Vs Handling Work In Container Terminals.Transportation Research Part B, 27B, 13-32 Wahyuono, R. Hadi. 2009. PEMODELAN RULE-BASED DISCRETE EVENT SIMULATION UNTUK PENATAAN PETIKEMAS DI LAPANGAN PETIKEMAS MEMANFAATKAN INFORMASI DARI SISTEM RFID (STUDI KASUS : PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA). Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Woo, Y. J. & Kim, K. H. 2010. Estimating The Space Requirement For Outbound Container Inventories In Port Container
11
Terminals. International Journal Production Economics. Zhang, C., Liu, J., Wan, Y.-W., Murty, K. G. & Linn, R. J. 2003. Storage space allocation in container terminals. Transportation Research Part B 37, 883– 903.
12