OPTIMALISASI PERAN AGRIBISNIS SAPI POTONG TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PADA TIPE PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BANJARNEGARA PROPINSI JAWA TENGAH Moch. Sugiarto dan Syarifudin Nur1 Universitas Jenderal Soedirman
[email protected]
ABSTRAK Pengentasan kemiskinan keluarga di Kabupaten Banjarnegara salah satunya dilakukan melalui peningkatan pendapatan keluarga petani yang meliputi pendapatan dari peternakan dan non peternakan. Agribisnis sapi potong merupakan potensi sumberdaya lokal yang menjadi andalan pengembangan ekonomi peternak di Kabupaten Banjarnegara yang dilakukan melalu tipe penggemukan dan pembibitan. Optimalisasi peran usaha sapi potong dapat dilakukan dengan meningkatkan kontribusi pendapatan usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga.Tujuan studi ini adalah membandingkan kontribusi sapi potong pada dua tipe pemeliharaan terhadap pendapatan keluarga dan mengidentifikasi faktor pendorong peningkatan peran agribisnis sapi potong. Hasil kajian menunjukkan terdapat perbedaan peran/kontribusi pendapatan yang signifikan antara agribisnis sapi potong yang dijalankan dengan tipe usaha penggemukan dan pembibitan sapi potong (P<0.01). Tipe usaha penggemukan sapi potong mempunyai peran yang lebih tinggi (59 persen) dibandingkan dengan tipe pembibtan (8 persen) terhadap pendapatan keluarga. Jumlah ternak/skala usaha dan pengalaman beternak merupakan faktor penting untuk mendorong/meningkatkan peran agribisnis sapi potong dalam pengembangan ekonomi keluarga peternak. Penambahan jumlah sapi yang dipelihara dan pemberian tambahan keilmuan dan ketrampilan budi daya ternak kepada peternak diyakini dapat meningkatkan peran agribisnis sapi potong dalam pengentasan kemiskinan keluarga peternak. Kata kunci : kontribusi, sapi potong, pendapatan keluarga PENDAHULUAN Pengentasan kemiskinan merupakan upaya terencana yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu strategi pengentasan kemiskinan pada masyarakat adalah dilakukannya peningkatan pendapatan keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga selanjutnya dapat meningkatkan daya beli dan kecukupan pangan keluarga. Masyarakat di Kabupaten Banjarnegara telah menjadikan usaha pertanian sebagai mata pencaharian utama dan budaya/cara hidup mayarakatnya. Pertanian yang dilakukannya meliputi petani tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Usaha peternakan oleh masyarakat desa dilakukan dengan tujuan penyediaan pangan, sumber pendapatan, tabungan asset, sumber pekerjaan, kesuburan tanah, transportasi, diversifikasi usaha pertanian dna produksi pertanian berkelanjutan (Bettencourt et al, 2014). Namun demikian pendapatan dari sektor usaha tani tergolong rendah. Secara lebih khusus, peternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara 98 persen menjadikan usaha sapi potong sebagai usaha sampingan dengan pekerjaan utama sebagai petani tanaman pangan/hortikultura dan pedagang. Kondisi tersebut salah satunya 247
ditunjukkan dengan skala kepemilikan ternak yang tidak lebih dari 4 ekor per keluarga peternak. Industrialisasi dan pertambahan penduduk mendorong berkurangnya lahan lahan pertanian dan peningkatan frgmentasi lahan khususnya lahan persawahan tanaman pangan. Kondisi tersebut menyebabkan pendapatan petani akan semakin berkurang sehingga petani perlu mencari alternative usaha lain khususnya terkait dengan pertanian. Usaha sapi potong di Kabupaten Banjarnegara telah menjadi komoditi unggulan dan tersosialisasi dengan baik ke masyarakat. Diharapkan dari usaha ternak sapi potong akan dapat menjadi alternatif sumber pendapatan keluarga dimana pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan bersih usaha ternak dan nilai input usaha lainnya yang diusahakan oleh peternak. Kontribusi usaha ternak yang merupakan besar sumbangan usaha ternak terhadap pendapatan keluarga menjadi hal penting untuk selalu ditingkatkan. Peningkatan kontribusi usaha ternak sapi potong akan dapat meningkatkan pendapatan keluarga peternak. Usaha ternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara yang dilakukan dengan model penggemukan dan pembibitan bertujuan untuk memperoleh pendapatan dan menjadi sumber keuangaan keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga yang berkelanjutan dapat meningkatkan daya beli masyarakat peternak dan mengurangi kemiskinan di pedesaan. Identifikasi faktor faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha sapi potong dan sumbangan/kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga akan dapat mendorong peningkatan peran usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga peternak. Studi ini bertujuan untuk mengetahui besaran kontribusi usaha ternak sapi potong model penggemukan dan pembibitan terhadap pendapatan keluarga peternak dan mengidentifikasi faktor yang dapat mendorong peningkatan kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga pada kedua model usaha tersebut. MATERI DAN METODE Kajian tentang peran agribisnis sapi potong dalam peningkatan pendapatan keluarga pada tipe pemeliharaan yang berbeda dilakukan dengan metode survey melalui wawancara menggunakan kuisioner dan pengamatan terhadap peternak sapi potong (penggemukan dan pembibitan) di Kabupaten Banjarnegara. Riduan (2008) menyakan bahwa metode survey secara deskriptif adalah mengambil sampel dari suatu populasi dengan wawancara sebagai alat pengumpulan data. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya diolah dan dipaparkan secara deskriptif dan dianalisis untuk menguji hipotesis. Sebanyak 271 peternak sapi potong dengan jenis usaha penggemukan dan pembibitan terpilih sebagai responden dengan menggunakan metode pengambilan sampel multistage sampling (sampling berjenjang). Pertama, wilayah yang dijadikan sampel penelitian dipilih secara stratified random sampling berdasarkan tinggi tempat (tinggi, sedang dan rendah). Sampel wilayah kecamatan dipilih 20 persen dari masing masing strata secara random/acak. Kedua, responden (peternak) dipilih dengan metode Quota Sampling sebanyak 30 peternak pada masing masing wilayah yang terpilih. Variabel bebas yang diukur dalam kajian ini adalah pendidikan peternak (X1), pengalaman peternak (X2), jumlah kepemilikan ternak (X3), dan curahan kerja (X4). Kontribusi pendapatan usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga merupakan variable terikat (Y). Data dianalisis dengan regresi linear berganda untuk menganalisis pengaruh berbagai variable bebas terhadap variable terikat dengan model regresi linear berganda Y=a + b1x1+b2x2+b3x3+b4x4
248
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran peternak Peternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara melakukan usahanya dengan menggunakan model penggemukan dan pembibitan. Usaha penggemukan sapi potong dilakukan dengan rataan periode usaha 6 bulan. Usaha pembibitan dilakukan peternak rakyat untuk menghasilkan pedet. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar peternak (83 persen) melakukan usaha dengan model penggemukan dan sisanya (17 persen ) melakukan usaha pembibitan. Peternak yang melakukan usaha sapi potong penggemukan memiliki rataan kepemilikan 3 sapi setiap periode produksi, sedangkan pada model pembibitan peternak hanya memiliki rataan sapi sebanyak 2 ekor. Peternak dengan rataan usia yang lebih muda (45,9 tahun) melakukan usaha penggemukan sapi potong sedangkan pada usaha pembibitan di dominasi oleh usia lebih tua dengan rataan usia 50,6 tahun. Pada aspek pendidikan, peternak yang melakukan usaha penggemukan memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi (lulus SD) dibandingkan pada pola pembibitan (tidak lulus SD). Peternak pada pola pembibitan dengan rataan usia yang lebih tua memiliki pengalaman beternak yang lebi lama (14,5 tahun) dibandingkan peternak pada pola penggemukan (10,1 tahun). Peternak sapi potong pada kedua pola pemeliharaan tersebut memiliki tanggungan keluarga yang relative sama yaitu 3 orang. Kontribusi pendapatan usaha sapi potong Pendapatan keluarga peternak di Kabupaten Banjarnegara berasal dari usaha ternak (pendapatan bersih usaha ternak) ditambah dengan nilai output bidang lain yang diusahakan sendiri oleh peternak yaitu usaha salak, kentang, buruh tani, dan pegawai/karyawan. Winarso dan Basuno (2013) menggambarkan bahwa usaha sapi potong sebagian besar dilakukan dalam skala kecil dan biasanya terintegrasi dengan usaha pertanian lainnya. Penerimaan dari usaha sapi potong berasal dari penjualan ternak, kenaikan nilai ternak dan penjualan pupuk hasil ternak. Hartono (2012) menjelaskan bahwa peternak memelihara sapi potong sebagai bagian untuk mengoptimalkan sumberdaya keluarga peternak dalam menghasilkan manfaat dalam bentuk anakan sapi, kenaikan nilai ternak dan kotoran ternak untuk pupuk. Pada usaha sapi potong dengan pola penggemukan peternak memiliki rataan keuntungan usaha sapi potong sebesar Rp 6.626.868,00 per tahun dan rataan pendapatan dari non usaha sapi potong sebesar Rp 19.891.410,00 per tahun. Berdasarkan hal tersebut, dapat diamati bahwa pendapatan keluarga peternak sapi potong selama 1 tahun pada usaha penggemukan sebesar Rp 26.518.278,00. Selama periode usaha 1 tahun, pemeliharaan sapi potong dengan pola penggemukan memberikan kontribusi kepada pendapatan keluarga peternak sebesar 24,98 persen. Kuantitas tersebut menggambarkan peran usaha sapi potong pola penggemukan terhadap pendapatan keluarga peternak belum menunjukkan proporsi yang maksimal. Sedangkan pada usaha sapi potong dengan pola pembibitan, peternak memiliki rataan keuntungan usaha sapi potong sebesar Rp 2.755.082,43 per tahun dan rataan pendapatan dari non usaha sapi potong sebesar Rp 13.710.243,90 per tahun. Berdasarkan hal tersebut, dapat diamati bahwa pendapatan keluarga peternak sapi potong selama 1 tahun pada usaha pembibitan sebesar Rp 16.465.326,34. Selama periode usaha 1 tahun, pemeliharaan sapi potong dengan pola pembibitan memberikan kontribusi kepada pendapatan keluarga peternak sebesar 16,70 persen. Kuantitas tersebut menggambarkan
249
peran usaha sapi potong pola pembibitan terhadap pendapatan keluarga peternak belum menunjukkan proporsi yang maksimal dan masih lebih rendah dari pola penggemukan Secara akumulatif, usaha sapi potong di Kabupaten Banjarnegara yang meliputi pola penggemukan dan pembibitan telah mampu memberikan sumbangan pendapatan sebesar 20,84 persen pada pendapatan keluarga peternak. Kondisi tersebut selaras dengan hasil penelitian Hartono dan Rohaeni (2014) yang menyatakan bahwa kontribusi pendapatan usaha sapi potong rakyat berkisar 15-25 persen. Berdasarkan analisis statistic Uji t diketahui bahwa kontribusi pendapatan dari usaha sapi potong pola penggemukan secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan kontribusi usaha sapi potong pola pembibitan (P<0,05) terhadap pendapatan keluarga. Usaha sapi potong pola penggemukan terlihat dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dbandingkan usaha pembibitan. Faktor faktor yang mempengaruhi peran usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga Peran usaha sapi potong dalam perekonomian keluarga peternak digambarkan dengan besaran kontribusi/sumbangan pendapatan usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga peternak. Secara akumulatif terlihat bahwa usaha sapi potong di Kabupaten Banjarnegara yang diusahakan dengan model penggemukan dan pembibitan memiliki rataan kontribusi hanya sebesar 20.84 persen. Kontribusi yang relative kecil tersebut (<30 persen) disebabkan salah satunya karena usaha yang dijalankan oleh peternak merupakan usaha sambilan dengan jumlah kepemilikan ternak yang sangat terbatas. Suryanto (2004) menyatakan bahwa usaha ternak yang memberikan peran di bawah 30 persen dari total pendapatan pada umumnya dilakukan sebagai usaha sambilan. Upaya peningkatan pendapatan keluarga peternak dapat dilakukan melalui peningkatan peran usaha sapi potong. Berdasarkan analisis regresi berganda diperoleh gambaran peningkatan kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga dengan model Y = = 0.246+0,006X1 – 0,012X2 – 0,023X3 + 0,000204X4. Pendidikan peternak, pengalaman peternak , jumlah kepemilikan ternak , dan curahan kerja secara bersama sama mempengaruhi kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga. Secara parsial hanya jumlah ternak yang merupakan faktor penentu terhadap peningkatan kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga peternak (P<0,05). Peningkatan kepemilikan ternak oleh peternak akan dapat meningkatkan peran usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga. Semakin besar jumlah sapi yang dimiliki oleh peternak, semakin besar pula sumbangan usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga. Otieno et al (2012) menyatakakan bahwa peningkatan jumlah sapi sangat terkait dan mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Hal tersebut di dukung oleg pernyataan Ward (2008) bahwa skala usaha ataupun jumlah sapi yang dipelihara akan meningkatkan upaya pengelolaan dalam rangka mencapai produksi atau output yang lebih tinggi. Pencapaian output dan produksi tersebut aka n menghasilkan dampak ekonomi untuk peternak. KESIMPULAN Peningkatan kontribusi dan peran usaha sapi potong di Kabupaten Banjarnegara merupakan langkah strategis untuk mengatasi dan mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Kajian yang telah dilakukan menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 250
1.
2.
Usaha sapi potong secara umum memberikan sumbangan pendapatan pada pendapatan keluarga sebesar 20,84 persen. Usaha sapi potong dengan pola penggemukan memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan pada pola pembibitan. Peningkatan peran dan kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga merupakan langkah strategis dalam meningkatkan status sosial peternak. Peningkatan jumlah sapi yang dipelihara dapat meningkatkan kontribusi usaha sapi potong dalam meningkatkan pendapatan keluarga peternak. DAFTAR PUSTAKA
Bettencourt E M V, Tilman M, Narciso V, Carvalho M L S and Henriques P D S. 2014. The role of livestock functions in the well being and development of Timor-Leste rural communities. Livestock Research for Rural Development Vol. 26 (4). Hartono, B. 2012. Peran daya dukung wilayah terhadap pengembangan usaha peternakan sapi Madura. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 13 (2) : 316-326 Hartono, B and E S Rohaeni. 2014. Contribution to income of traditional beef cattle farmer households in Tanah Laut Regency, South Kalimantan, Indonesia. Livestock Research for Rural Development 26 (8) 2014 Otieno, David J., L. Hubbard and Eric Ruto 2012. Determinants of technical efficiency in beef cattle production in Kenya. Selected Paper prepared for presentation at the International Association of Agricultural Economists (IAAE) Triennial Conference, Foz do Iguacu, Brazil, 18-24 August, 2012 Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung Suryanto, B. 2004. Peran Usaha Tani Ternak Ruminansia dalam Pembangunan Agribisnis Berwawasan Lingkungan. Makalah pidata pengukuhan guru besar Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang 6 Oktober 2004 Ward,C E., M.K. Vestal, Damona G. Doye, and David L. Lalman. 2008. Factors Affecting Adoption of Cow-Calf Production Practices in Oklahoma. Journal of Agricultural and Applied Economics, 40, 3 (December 2008):851–863 Winarso B and Basuno E 2013. Developing an integrated crop-livestock to enhance the domestic beef cattle breeding business. J.Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31 (2) : 151-169
251