Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
MIT (MELODIC INTONATION TERAPIS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK AUTIS Maliki Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram Abstrak Perkembangan teknologi dan komunikasi yang makin cepat membutuhkan gerak yang serba instant, sebab memiliki efek yang mempengaruhi gaya hidup manusia yang gampang, praktis, dan ekonomis. Kadang kita lupa bahwa tidak semua yang praktis dan ekonomis itu baik untuk kesehatan tubuh manusia dan tanpa disadari perkembangan penyakit juga semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit autism dimana penyakit yang menyebabkan anak Melodic Intonation Terafis (MIT) ini perilaku tidak peduli dengan lingkungan sosialnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan bahasanya atau delayed speech. Adapun kajian ini akan membahas Melodic Intonation Terafis (MIT) untuk meningkat kemampuan berbahasa pada anak autis dengan memanfaatkan musik sebagai sarana komunikasi bagi anak autis. Adapun dalam pelaksanaan metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu: a) Elementary Level, b) Intermediate Level, dan c) Advanced Level. Kata Kunci: Melodic Intonation Terafis (MIT), Kemampuan Berbahasa.
Maliki
91
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
A. Pendahuluan
Di era globalisasi ini, ketika komunikasi antarmanusia diseluruh belahan bumi sudah sedemikian mudahnya, masih ada saja sekelompok manusia yang terisisih. Tersisih karena mereka tidak mampu mengadakan komunikasi dengan orang yang dekat sekalipun. Mereka hidup terkurung dalam dunianya sendiri, menunggu uluran tangan orang lain untuk menariknya keluar ke dunia yang lebih bebas. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang makin cepat membutuhkan gerak yang serba instant, sebab memiliki efek yang mempengaruhi gaya hidup manusia yang gampang, praktis, ekonomis dan sebagainya. Kadang kita lupa bahwa tidak semua yang praktis dan ekonomis itu baik untuk kesehatan tubuh manusia dan tanpa disadari perkembangan penyakit juga semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit autism dimana penyakit yang menyebabkan anak memiliki perilaku tidak peduli dengan lingkungan sosialnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan bahasanya atau delayed speech. Dimana dahulu disebutkan bahwa anak autis tidak akan bisa disembuhkan. Tetapi yang kami dapatkan dan rasakan ada
92
kemungkinan kesembuhan lebih cepat bagi anak autism apabila diketahui lebih dini baik oleh dokter dan keluarganya akan dapat penanganan yang lebih cepat. Bahkan di luar negeri, sudah ada penyandang autisma telah mampu menyandang gelar doktoral. Dalam waktu 10 tahun terakhir sudah banyak institusi yang menangani autism, melalui terapi yang tepat berupa obat, makanan, maupun terapi bicara dengan Melodic Intonation Terafis (MIT) sangatlah dibutuhkan oleh anak autis. Semakin lama semakin banyak kasus gangguan autis. Pada tahun 1966, ditemukan 4,5 per 10.000 anak berumur sampai 8-10 tahun. Saat ini, mencapai 1 per 10.000 anak, bahkan laporan dari beberapa tempat menunjukkan angka 1 per 150 anak. Anak laki-laki 4-5 kali lebih sering dibandingkan perempuan. Adapun gejala yang harus dikenal oleh orang tua dan dokter yaitu bahwa gejala autis mulai tampak sebelum umur 3 tahun, mencakup bidang interaksi, komunikasi dan perilaku serta cara bermain yang tidak seperti anak lain. Jenis dan berat gejala-gejala autis berbedabeda antara masing-masing anak. Penyandang autis infatil klasik memperlihatkan semua gejala dalam derajat yang berat, tetapi kelompok
MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified) hanya memperlihatkan sebagian dari gejala. Kesulitan lain adalah bahwa sebagian di antara gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya intensitas dan kualitasnya yang berbeda. Gangguan-gangguan dalam ber-komunikasi menjadi penyebab terjadinya hambatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga terapi komunikasi menjadi hal penting bagi penyembuhan anak yang mengalami gejala atau menderita autis. Komunikasi yang dapat membangun konsentrasi pada anak autis akan menjadi terapi yang signifikan dengan tingkat penyembuhan. Untuk itu Melodic Intonation Terafis (MIT) yang merupakan metode yang menekankan pada analisis perilaku diharapkan akan menunjang penyembuhan penderita autisme. Bertolak dari fenomenafenomena tersebut di atas peneliti ingin mencoba memahami bagaimana Melodic Intonation Terafis (MIT) ini bekerja dalam menangani masalah autis melalui penelitian ini. Autis merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga
tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku.1 Jika kita lihat dari aspek kemampuan bahasanya, sebagian dari anak autis tidak meMelodic Intonation Terafis (MIT)memiliki kemampuan itu, sementara itu yang lainnya hanya dapat mengeluarkan suara gema-gema saja dari tenggorokan mereka.2 Usia lima tahun umumnya dipandang sebagai titik tolak penting bagi kemampuan berbicara anak yang mengalami autis. Walaupun mereka dapat berbicara, maka apa yang mereka ucapkan itu terkesan aneh dengan pola pengucapan serta intonasi yang tidak sesuai. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak perkembangan mengenai metode pembelajaran untuk meningkatkan kemapuan berbahasa pada autis dan salah satunya adalah musik. Pada umumnya musik hanya didengarkan oleh masyarakat umum sebagai hal yang lumrah. Namun,dalam perkembangannya musik telah banyak diteliti keefektifannya sebagai media untuk terapi atau untuk 1
Mirza Maulana. Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. ( Jakarta: AR-RUZZ Media, 2011), 17. 2 Ibid. 14.
Maliki
93
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
pengobatan, seperti hipnoterapi yang menggunakan musik sebagai media dasarnya. Melodic Intonation Learning (MIT) merupakan pengembangan musik sebagai media terapi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa yang menggunakan elemen musik (intonasi dan ketukan) sebagai komponen utamanya. Melodic Intonation Terafis (MIT) merupakan program yang sering digunakan dinegara barat sebagai terapi untuk meningkatkan kemampuan bahasa. Berdasarkan penelitian yang sudah ada Melodic Intonation Terafis (MIT) ini cukup efektif digunakan untuk individu yang mengalami aphasia broca, dimana individu tersebut mengalami kerusakan pada himesfer kiri. Jika dilihat dari kesulitan berbahsanya pada sebagian besar anak autis juga mengalami kesulitan dalam kemampuan bahasanya dan hal itu juga ada yang mengatakan disebabkan karena faktor kerusakan otak. Di indonesia sendiri informasi hasil penelitian tentang terapi musik khususnya yang bersangkutan dengan kemampuan bahasa anak auti masih jarang ditemukan, oleh karena itu peneliti ingin mengkaji mengenai Melodic Intonation Terafis (MIT) lebih dalam agar dapat digunakan sebagai salah satu terapi
94
untuk meningkatkan bahasa anak autis. B. Pembahasan
1. Melodic ((MIT))
Intonation
Terafis
Ann menjelaskan bahwa Melodic Intonation Terafis (MIT) merupakan program yang didesain dari lantunan nada sederhana hingga lantunan nada paling sulit, dan biasanya ada 3 level untuk pencapaian program dimana level tersebut adalah elementary level, intermediate level dan advanced level. Zumbansen, dkk menyatakan bahwa Melodic Intonation Terafis (MIT) ini merupakan sebuah program treatment untuk seseorang dengan gangguan produksi bahasa dimana treatment ini menggunakan instrument musik sebagai komponen utamanya untuk memfasilitasi ekspresi verbal dari seseorang. Melodic Intonation Terafis (MIT) juga merupakan terapi yang efektif dengan menggunakan intonasi dan tapping (ketukan) dimana fungsi dari intonasi sendiri dimaksudkan untuk menstimulasi hemisfer kanan dan tapping sendiri berfungsi sebagai stimulus sensomotorik hemisfer kanan yang mengontrol gerakan tangan dan mulut sehingga dapat membantu seseorang yang memiliki
MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
gangguan dalam bahasa untuk pengucapan suku kata (Aetna, tanpa tahun). Adapun dalam pelaksanaan metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu: a) Elementary Level Pada level ini seorang pelatih memberikan sebuah stimulus terlebih dahulu dengan cara menggumamkan sebuah nada kemudian anak diminta mengikuti. Pelatih menggunakan ketukan menggunakan tangan kiri untuk mengontrol intonasi dan nada anak. b) Intermediate level Pada tahap ini, pelatih memberikan stimulus dengan menggunakan kata-kata namun tetap bernada dan tetap mempunyai intonasi. Kemudian anak diminta untuk mengikuti apa yang diucapkan pelatih dengan menggunakan ketukan pada tangan kiri. c) Advanced Level Pada tahap ini, anak sudah harus bisa melewati tahap kedua dengan baik. Karena pada tahap ini pelatih memberikan sebuah kalimat utuh masih tetap menggunakan nada
dan ketukan pada tangan kiri kemudian pelatih member jeda waktu selama 5 menit. Selama jeda waktu tersebut anak diminta untuk mengulangi apa yang diucapkan oleh pelatih. Sedikit demi sedikit intensitas penggunaan nada dan tapping dikurangi hingga bahkan tidak menggunakan nada dan tapping sama sekali. Sehingga anak mampu mengucapkan kalimat utuh tanpa nada maupun bantuan ketukan pada tangan kiri. 2. Bahasa a) Pengertian bahasa Menurut Benson bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan menggunakan simbol. Simbol yang digunakan dalam bahasa dapat berupa simbol verbal dan non verbal. Simbol verbal berupa bicara dan simbol non verbal meliputi: gestikulasi (ekspresi gerakan tangan dan lengan), gestural (ekspresi gerakan tubuh yang bermakna), mimik (ekspresi wajah), dan pantomin. Perkembangan bahasa nonverbal berkembang lebih dulu, baru diikuti perkembangan bahasa dengan menggunakan simbol verbal
Maliki
95
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
(bicara). Perkembangan bicara terkait erat dengan kematangan organ artikulasi, otot bicara, kemampuan mendengar, ada tidaknya perhatian terhadap suara / bicara, dan faktor inteligensi. Menurut Dudung Abdurahman dalam bahasa terdapat unsur bahasa yang meliputi: fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Fonologi yaitu ilmu yang membahas masalah fonem atau bunyi yang memiliki arti. Fonem dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: bunyi segmental dan supra segmental. Bunyi segmental dalam bahasa Indonesia meliputi: enam vokal (a, i, u, e, e , dan o) dua puluh empat konsonan dan enam diftong. Bunyi suprasegmental ialah bunyi yang mengiringi segmental, hal ini dapat berupa nada, irama atau tekanan yang diucapkan pada waktu seseorang berbicara , sehingga suara seseorang enak didengar dan maknanya jelas. b) Aspek Bahasa Bahasa merupakan suatu sistemkomunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vokal (bunyiujaran) yang bersifat arbitrer, yang
96
dapat diperkuat dengan gerakgerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra. Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain). Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri
MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canisitu tergantung darikesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing. c) Manfaat Bahasa Menurut Felicia dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari. Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kitamengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akanberbahasa secara terbatabata atau mencampurkan
bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing kedalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orangorang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agardapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsifungsi bahasa. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung
Maliki
97
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidangpolitik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu. Menurut Sunaryo tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai
98
akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikirkarena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai
MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
sarana komunikasi masyarakat modern. d) Perkembangan bahasa
3. Anak Autis
Perkembangan bahasa menurut Bambang S. yang dikutip oleh Tarmansyah dikemukakan bahwa tahapan perkembangan bahasa meliputi:3
Leo Kanner dalam Haryanto, autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.4 Sedangkan Chaplin dalam Haryanto mengatakan:5 (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, (3) Keyakinan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
1) Tahap pembentukan unsur bahasa Tahap ini dimulai pada usia dua belas bulan sampai dengan delapan belas bulan, dimana anak mulai belajar memahami simbol bunyi dengan obyek atau kegiatannya. 2) Tahap pembentukan pe ngertian dan perbendaha raan kata (perbendaharaan kata dapat berkembang pesat apabila lingkungan mendukung dan kondusif ) 3) Tahap penggunaan bahasa Tahap ini dimulai pada usia tiga tahun. Anak normal sudah mampu mengucapkan bunyi-bunyi segmental, perkembangan penmgertian sudah cukup
Bambang S. yang dikutip oleh Tarmansyah (1996:124-35) 3
baik, dan kosakata sudah cukup banyak.
Dari pendapat diatas dapat diimpulkan bahwa autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Adapun Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau Haryanto Mengenal dan Mendidik Anak Autis Usia Dini Tinjauan dari Sisi Perkembangan dan Pelayanan Proses Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press, 2014), 14. 5 Ibid 4
Maliki
99
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Ciriciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut adalah sebagai berikut: a) Terkekeh namun tidak sesuai, b) Tidak mengerti bahaya, c) Tahan terhadap rasa sakit, d) Tidak suka digendong, e) Bermain secara aneh dan berulang-ulang, f ) Menghindar kontak mata, g) Lebih senang sendirian dan lainnya (Sukinah, Hand out mata kuliah pendidikan anak autis 2014).
Kreatifvitas dan improvisasi serta kemampuan bersikap lentur ketika melaksanakan kegiatan terapi musik sangatlah diperlukan oleh orang yang melaksanakan kegiatan terapi, untuk mengembangkan rancangan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak. Langkah-langkah dalam pelaksanaan terapi musik. Adapun langkah-langkah yang dikerjakan dalam pelaksanaan terapi musik adalah :
Menurut Muhdar Mahmud, autis disebabkan oleh adanya faktor diantaranya: a) faktor genetik, b) pestisida, c) keracunan, d) obatobatan, e) perkembagan otak, d) faktor neurobiologis, e) dan komplikasi saat kehamilan.
Asessmen merupakan hal yang pertama kali dipenuhi untuk memulai suatu tindakan terapi musik. Di dalam asessmen guru melakukan observasi, sehingga memperoleh gambaran yang lengkap tentang latar belakang, keadaan sekarang dan keterbatasan anak autisme dan mengoptimalkan potensi – potensi yang masih dapat dikembangkan. Adapun aspek yang dilihat ketika melaksanakan asesmen adalah: (a). Kognitif (data yang dikumpulkan meliputi konsentrasi, pemahaman, rentang perhatian, memori dan kemampuan pemecahan masalah), (b) Sosial (termasuk
1. Melodic Intonation Terafis dan Kemampuan Berbahasa Bagi Anak Autis
Proses dan Langkah-langkah Terapi Musik a. Proses terapi musik Proses kegiatan terapi musik dapat dilakukan oleh seorang dokter, guru, psikolog, maupun orang tua yang memiliki anak ataupun kerabat yang mengalami kelainan.
b. Asessmen
100 MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
ekspresi diri, kontrol diri), (c) Fisik (rentang gerak, koordinasi motorik kasar dan halus, (d) Emosional (termasuk respon emosi yang kuat pada berbagai situasi), (e) Komunikasi (keterampilan ekspresi dan pemahaman bahasa). Dalam melakukan asesmen ini guru harus sudah dapat menentukan siapa yang dijadikan target sasaran perlakuan. Setelah itu guru dan anak juga harus membangun hubungan yang baik. c. Rencana perlakuan Rencana perlakuan yang diberikan kepada anak tergantung dari hasil asesmen yang dilakukan. Jika anak lebih banyak terhambat dalam segi fisik maka terapi musik yang diberikan haruslah bersifat untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam fisik anak, jika anak lebih banyak terhambat dalam segi komunikasi maka terapi musik yang diberikan untuk memperbaiki kekurangan dari komunikasi tersebut. Durasi waktu melakukan terapi, materi yang diberikan semua harus direncanakan. Perlu diingat oleh guru jika sasaran
atau objek telah mengalami perubahan atau perbaikan maka kegiatan terapi perlu dihentikan. Sedangkan jika sasaran atau objek belum menunjukkan perubahan yang berarti maka perlu dilakukan pengembangan dalam melaksanakan tindakan. Dalam melakukan rencana perlakuan ini seorang guru harus jelas bagaimana melaksanakan kegiatan terapi dan fungsi terapi musik untuk apa diberikan kepada anak. Ada tiga macam strategi yang digunakan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan terapi sesuai dengan kebutuhan anak, yakni : Musik sebagai penguat Seorang guru musik harus menentukan batasan yang tepat untuk musik dijadikan penguat, termasuk bagaimana dan kapan musik harus diberikan. Proses pemberian musik sebagai reward dan punishment secara terus menerus dapat menghasilkan perilaku yang diinginkan. Pemberian terapi harus dilakukan secara konsisten.
Maliki
101
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Musik sebagai ganjaran Maksud musik sebagai ganjaran adalah jika anak melakukan kegiatan yang salah maka anak yang suka dengan musik, tidak diperbolehkan bermain dengan musik sampai anak memperbaiki kesalahannya. Manfaat bagi keterampilan non musik Materi akademis dapat diajarkan melalu musik. Ketika anak bertepuk tangan dengan irama berarti anak telah menggunakan matematika sederhana. Bernyanyi dan memainkan alat musik tiup sebenarnya melatih pernapasan dan artikulasi yang benar. Meningkatkan rentang suara dan memperbaiki intonasi jelas menguntungkan perkembangan bahasa. Memainkan beberapa lagu-lagu sederhana sambil bertepuk tangan dan menunjuk anggota tubuh dari nyanyian yang dinyanyikan membantu anak dalam mencapai kemampuan dasar seperti berhitung, kesadaran tubuh, dan pengetahuan – pengetahuan yang
sederhana, pengalaman konsep abstrak, seperti naik turun, panjang pendek, warna warni, besar kecil. Melalui bermain dan bernyanyi dapat meningkatkan kepercayaan diri seorang anak. Pencatatan Semua kejadian mulai dari perencanaan sampai akhir kegiatan haruslah dicatat. Jika ada perubahan baik itu bentuknya perkembangan atau penurunan setelah diberikan terapi musik maka harus dicatat. Evaluasi dan perlakuan
terminasi
Langkah terakhir adalah mengevaluasi dan melakukan terminasi perlakuan. Pada bagian ini guru menyiapkan kesimpulan akhir dari proses perlakuan dan membuat rekomendasi untuk ditindak lanjuti. Pelaksanaan Terapi Musik untuk Anak Autisme Terapi musik dibangun dengan menggunakan pengalamanpengalaman musik yang mengharapkan adanya perubahan –
102 MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
perubahan positif dalam tingkah laku anak autisme. Terapi musik menyediakan sebuah permulaan objek hubungan dengan instrumental, suara dari pada sebuah perlakuan, suara hati dan rasa dari musik tersebut akan lebih menenangkan hati. Sebuah kemajuan dari individu yang menyandang autisme yaitu dengan adanya pemberian terapi musik sebagai media dalam pembelajaran yang efektif, sehingga mereka dapat melakukan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan. Untuk anak autisme dengan karakteristik yang berbeda – beda, pelatihan perlakuan yang direncanakan dengan masukan dari orang tua, guru, dan terapis lain. Langkah – langkah pengembangannya seperti menambah kemampuan berbicara, bahasa, kognitif kesadaran tubuh, kemampuan motorik, dan kemampuan merespon sosial serta emosional. Pelaksanaan terapi musik pada anak dengan autisme perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut: Kondisi anak autisme
Keadaan anak autisme itu berbeda satu sama lain, tergantung pada gradasi autisme yang dideritanya. Karakter dari masing – masing anak perlu diketahui untuk memberikan terapi. Bahasa yang digunakan. Mengingat keterbatasan anak dalam berkomunikasi, bahasa, kesadaran tubuh yang digunakan dalam terapi harus sederhana dan dimengerti anak. Tenaga guru Sebaiknya guru yang akan memberikan terapi pada anak mengenal karakteristik anak terlebih dahulu. Tempat dan latihan guru. Terapi musik dapat dilakukan di ruangan yang biasa, dengan menggunakan lagu, kaset atau instrumen musik lainnya. Strategi pendekatan Terapi musik dapat diberikan secara klasikal atau individual, bagi anak autisme lebih efektif diberikan secara individual. Terapi musik lebih difokuskan untuk melatih anak autisme untuk menyadari anggota tubuh yang dimilikinya.
Maliki
103
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Caranya dengan menggunakan musik sebagai media relaksasi. Jenis musik yang digunakan berupa musik nyanyian yang berhubungan dengan irama dari anggota tubuh. Pada dasarnya, musik yang diberikan untuk anak dengan kebutuhan khusus (anak autis) tidak jauh berbeda dengan anakanak normal pada umumnya. Namun, ada beberapa hal ekstra yang harus diberikan kepada anak dengan kebutuhan khusus dalam berolah musik, yaitu ; adanya kebutuhan akan rasa aman; penghargaan diri; cinta dan kasih sayang; pergerakan; hubungan antara personal yang positif; rasa Melodic Intonation Terafis (MIT); penghargaan dan penerimaan; serta perasaan menjadi bagian dan berhasil menjadi bagian penting dalam suatu kegiatan.
C. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas dapat disumpulkan bahwa Melodic Intonation Terafis (MIT) merupakan konsep untuk meningkat kemampuan berbahasa pada anak autis dengan memanfaatkan musik sebagai sarana komunikasi dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Melodic Intonation Terafis (MIT) ini juga bekerja untuk menangani masalah autis. Autis merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan metode Melodic Intonation Terafis ini terdiri dari tiga langkah yaitu: a) Elementary Level, b) Intermediate Level, dan c) Advanced Level.
104 MIT untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Daftar Pustaka Aetna. (Tanpa Tahun). “Clinical Policy Bulletin: Melodic Intonation Therapy”, Diakses http://aetna.com/cpb/ medical/data/200_299/0284. html. pada tanggal 15 Mei 2015
Muhdar Mahmud, Anak Autis. Di akses pada http://file. upi.edu/Direktori/FIP/ JUR._PEND._LUARBIASA/ 195707041981031 MUHDAR_ MAHMUD/Artikel/ANAK_ AUTIS.pdf. tanggal 20/11/2014 pukul: 10:03 WIB.
Bethoux, F. “The Effects of Modified Melodic Intonation Therapy on Nonfluent Aphasia: A Pilot Study”. ( Journal of Speech Language and Hearing Research , 55 (5). DOI: 10.1044/10924388(2012/11-0105, 2013)
N Y, Ann Acad Sci. Melodic Intonation Therapy: Shared Insights on How it is Done and Why it Might Help. NIH Public Access Journal Researchandhope. (2014). Melodic Intonation herapy. Diakses dari http:// researchandhope.com/ melodic-intonation-therapy/. pada tanggal 17 Mei 2015.
Don Campbell. Efek Mozart (2th Ed), terj. T. Hermaya Trans, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002) Haddad, M. A. The Effects of Melodic Intonation Therapy (MIT). (OpenSIUC , 1,13-14, 2012) Haryanto, Mengenal dan Mendidik Anak Autis Usia Dini Tinjauan dari Sisi Perkembangan dan Pelayanan Proses Pembelajaran, (Yogyakarta: UNY Press, 2014) Mirza Maulana, Anak Autis (Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat, ( Jakarta: AR-RUZZ Media, 2011)
Zumbansen, A., Peretz, I., & Hebert, S. Melodic Intonation Therapy: Back to Basics for Future Research, (Fronties in Neurology, 2014) Endang Supartini, “Program Son-rise Untuk Pengembangan Bahasa Anak Autis”, Jurnal Pendidikan Khusus Vol 5 No. 2 Nopember 2009. Diakses http://journal. uny.ac .id/index.php/jpk/ article/download/785/610. pada tanggal 31/8/2015 pukul 23:34 WIB
Maliki
105