-
Milik Departemen P dan K Tidak diperdagangkan Untuk umum
Putri Jambul Emas Ramli Harun
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
BIBLIOTHEEK KITLV
0116 3524
oss- goS (>H0
PUTRI JAMBUL EMAS
I/^OO
«- I'
Milik Departemen P dan K Tidak diperdagangkan
PPS/In/14/81
PUTRI JAMBUL EMAS Alih bahasa Oleh RAMLI HARUN
Vf.
V $
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan PROYEK PENERBITAN BUKU SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Jakarta 1982
YOOK
«*/
Proyek penerbitan Buku Sasta Indonesia dan Daerah Hak pengarang dilindungi undang-undang
KATA PENGANTAR Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang. Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya. Pemeliharaan, pembinaan, dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya. Saling pengertian antardaerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antarsuku dan agama, akan dapat tercipta pula, bila sastra-sastra daerah yang termuat dalam karya-karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkandung dalam sastra-sastra daerah itu. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari dalamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra dunia. Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas, kami sajikan pada kesempatan ini suatu karya sastra daerah Aceh, dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyarakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas. Jakarta, 1982 Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
1
PENGANTAR Judul asli hikayat ini ialah "Hikayat Putroe Gumbak Meuh"(l) dan termasuk salah satu roman klasik yang cukup terkenal di daerah Aceh terutama di kalangan sastrawan dan penggemar hikayat. Pengertian hikayat dalam kesusastraan Aceh ialah cerita atau legenda agama yang diungkapkan dalam bentuk sanjak yang dimulai dengan cara-cara pemujian tertentu kepada Tuhan. Pada umumnya hikayat Aceh tidak diketahui lagi nama penyusun aslinya, demikian pula tanggal atau masa penyusunannya. Biasanya sesudah seorang sastrawan menyusun sebuah hikayat, karya tersebut diperbanyak dengan disalin oleh para penggemarnya secara terus menerus dari tangan ke tangan. Sering terjadi seorang penyalin merobah bentuk-bentuk pantunnya sesuai dengan seleranya sendiri. Perobahan pantun kadangkadang membawa perobahan dalam jalan ceritanya sehingga tidak mengherankan apabila sebuah hikayat terdapat dalam beberapa versi. Namun pada umumnya tidak menyimpang dari pokok cerita yang dihikayatkan. Tidak terkecuali "Hikayat Putroe Gumbak Meuh". Maria Catharina Hilje Amshoff pada tahun 1929 menggunakan hikayat ini sebagai bahan disertasinya dengan judul "Goudkruintje" dan mencapai gelar doktor setelah berhasil mempertahankannya pada tanggal 28 Juni 1929 di Rijks Universiteit Leiden. Disertasi tersebut telah diterbitkan oleh A. VROS Leiden tahun 1929. Sarjana ini pun dalam menulis disertasinya telah menggunakan empat naskah yang antara satu dengan yang lain agak berbeda dalam bentuk dan isinya. Sebagai pedoman utama ia menggunakan satu naskah yang dalam perjanjiannya diban(1)
Gumbak = rambut yang tumbuh di ubun-ubun. Zaman dahulu umumnya anak kecil di Aceh memelihara "gumbak". Meuh = emas.
7
ding-bandingkannya dengan naskah-naskah yang lain. DR. C. Snouck Hurgronye dalam bukunya "The Achehnese"(2) dalam membicarakan hikayat "Putroe Gumbak' Meuh" dikatakan bahwa Mirak Diwangga putra dari Lila Bangguna, setelah dewasa kawin dengan putri Ceureupu Intan dari kerajaan Atrah. Dari perkawinan ini Ceureupu Intan melahirkan seorang putri yang diberi nama Genggong Intan yang kemudian kawin dengan pangeran Kaharullah dari kerajaan Sailan. Dalam disertasi DR. Maria Catharina Hilje Amshoff cerita ditutup dengan diturun-mandikannya putra mahkota Mirak Diwangga. Penulis menggunakan naskah yang terdapat dalam disertasi tersebut sebagai pedoman dalam penyaduran ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk karangan bebas. Untuk memudahkan pembaca mengikuti jalan cerita yang aslinya disusun secara bersambung sebanyak 3729 bait itu, penulis membaginya menjadi sebelas judul isi dengan beberapa anak judul.
Jakarta, Desember 1982
Alih bahasa oleh : Ramli Harun
'l).
8
Terjemahan A.W.S. O'Sullivan terbitan E.J. Brill Leyden 1906
DAFTAR ISI halaman PENGANTAR I. MELAHIRKAN SERATUS BAYI Dipelihara oleh raksasa II. MENCARI NEGERI ORANG TUA Hendak kawin dengan putri sendiri III. RAHASIA LAMA TERBUKA Jambul Emas dilamar IV. PUTRA MAHKOTA DARI KAYANGAN Pertemuan Kain yang membawa celaka V. JAMBUL EMAS MENIKAH Di negeri kayangan VI. PENDERITAAN Dibujuk kawin lagi 99 bersaudara menyusul VII. LILA BANGGUNA MENJADI RAJA Mimpi buruk VIII. PASUKAN CINA MENDARAT Lila Bangguna ke medan tempur IX. EUMPIENG BEUSOE MEMIMPIN SERANGAN Dua panglima berhadapan X. JAMBUL EMAS DICULIK Serangan balasan XI. KEMBALI KE GULITA SAGOB
i 1 4 7 11 16 18 22 25 28 31 34 37 40 44 48 50 54 56 59 63 66 69 72
9
«
I.
MELAHIRKAN SERATUS BAYI
Di kaki langit sebelah barat terdapat sebuah negeri bernama Gulita Sagob. Rajanya bernama Hamsoikasa. Kerajaannya amat luas, dan seratus kerajaan lain takluk di bawahnya. Baginda Hamosikasa mempunyai dua orang permaisuri. Yang satu bernama Rakna Dewi, dan yang seorang lagi yaitu permaisuri muda, bernama Keucan Ansari. Tetapi sayang dari kedua permaisuri itu baginda tidak mendapat keturunan, meskipun baginda selalu berdoa kepada Tuhan agar dianugrahi seorang putra. Dengan maksud hendak mendapat keturunan akhirnya baginda kawin lagi dengan seorang gadis dari kalangan rakyat biasa, anak yatim dari suatu keluarga miskin. Gadis yang terkenal cantik ini bernama Syah Keubandi. Oleh karena raja sangat sayang kepada Syah Keubandi, baginda membuat sebuah istana yang indah tiada bandingannya di seluruh negeri untuk putri muda ini. Alangkah sakit hati permaisuri Rakna Dewi dan Keucan Ansari ketika melihat baginda selalu berada di samping permaisurinya yang baru. Baginda Hamsoikasa senantiasa bersuka ria dengan Syah Keubandi sambil memohon kehadirat Tuhan agar dikurniai seorang putra pengganti baginda kelak memegang kerajaan. Rupanya Tuhan mengabulkan permohonan baginda karena tak lama kemudian putri Syah Keubandi hamil. Tatkala telah hamil tua suatu keinginan timbul pada tuan putri. Yang diinginnya ialah daging rusa "teumeuloh". O) Oleh karena cinta kepada permaisurinya yang sedang mengandung itu, baginda sendiri dengan ditemani oleh wazirnya dan ratusan rakyat, pergi ke gunung-gunung mencari rusa yang dihajati oleh tuan putri. Ketika baginda sedang mencari rusa, tuan putri Syah Keubandi melahirkan. Tiada seorang pun yang mengetahui bersalinnya tuan putri kecuali Rakna Dewi dan Keucan Ansari (1 )
Rusa yang sudah berganti tanduk.
11
dan mereka pulalah yang menjadi bidan pada waktu kelahiran itu. Yang menakjubkan ialah tuan putri melahirkan seratus orang bayi. Hanya seorang di antaranya putri yaitu yang bungsu. Selainnya kesembilan puluh sembilan orang semuanya putra. Begitulah kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Tiada pernah terjadi di mana-mana. Adapun putri bungsu itu selain cantik juga memiliki keistimewaan. Di antara rambutnya yang lebat panjang, terdapat tujuh helai yang tumbuh di ubun-bunnya terdiri dari emas. Melihat keadaan ajaib ini, timbullah rasa dengki di hati kedua permaisuri tua. "Jikalau bayi-bayi ini kita biarkan hidup, tiada harapan lagi bagi kita memiliki baginda Hamsoikasa. Beliau pasti tidak akan menghiraukan kita lagi", kata Keucan Ansari kepada Rakna Dewi. "Baik kita buang semua anak ini ke laut dan kita cari akal untuk menutupi hal ini kepada baginda", sambung Keucan Ansari lagi. Sesudah semua rencana dibicarakan, Keucan Ansari menyuruh seorang budak mengumpulkan sejumlah pelepah kelapa dan gelupak d ) dan meletakkannya di istana Syah Keubandi. Selesai tugasnya budak itu pulang ke istana Rakna Dewi. Keseratus bayi itu sesudah dimandikan lalu dimasukkan ke dalam sebuah peti. Sesuai dengan rencana, peti itu dibawa ke sebuah sungai dalam hutan yang sepi. Di sanalah peti itu dihanyutkan. Adapun baginda Hamsoikasa sesudah berhari-hari di hutan mencari rusa, dengan hati duka dan tangan hampa pulang ke istana Syah Keubandi. Tidak terdapat rusa yang sudah berganti tanduknya seperti yang dikehendaki oleh permaisuri muda. Dengan air mata berlinang baginda naik ke istana hendak mendapatkan Syah Keubandi. Tetapi di tangga istana baginda disambut oleh kedua permaisuri tua. Mereka berkata, "Kemarin putri Syah Keubandi sakit, dan sudah melahirkan. Tak ada orang lain di sini kecuali kami berdua yang memberi pertolongan kepada tuan putri ketika melahirkan. Banyak sekali bayi yang dilahirkannya. Tetapi semuanya aneh. Seratus bayi semuanya bukan manusia tetapi pelepah-pelepah kelapa. (1)
12
Semacam makanan dari kelapa dan beras
Belum pernah kami melihat kejadian ini. Kami kira Syah Keubandi itu perempuan jahat. Patutlah ia menyuruh tuanku mencari rusa yang tak kunjung ada itu. Hendaklah tuanku saksikan sendiri kebenaran yang kami katakan itu." Bukan kepalang marah dan malunya baginda demi melihat bayi-bayinya yang ajaib itu. "Benar seperti katamu berdua. Syah Keubandi perempuan jahat. Sekarang aku akan turuti katamu berdua. Sungguh malu aku kepada rakyat, mendapat anak demikian rupa. Aku serahkan kepadamu berdua hukuman apa yang setimpal bagi Syah Keubandi celaka itu", sabda baginda. Rakna Dewi menjawab, "Tak ada hukuman yang lebih pantas terhadap perempuan setan yang memalukan itu daripada siksaan. Kami bukan benci, tetapi ingin menjaga nama baik negeri kita. Perempuan dusta dan jahat itu sebaiknya kita masukkan ke lobang kakus." Mendengar ucapan Rakna Dewi demikian baginda pun terus naik ke istana dan langsung menghampiri Syah Keubandi. Senang hati Rakna Dewi dan Keucan Ansari melihat permintaan mereka dikabulkan. Ketika Syah Keubaandi sadar bahwa ia akan dibunuh oleh suaminya ia pun menangis dan meratapi nasibnya sebagai seorang yang hina dina. Syah Keubandi mohon dikasihani dan mohon diselidiki dulu sebab-sebabnya. Namun demikian ia menyerahkan nasibnya kepada baginda karena baginda berkuasa atas segala kemauannya. Akhirnya Syah Keubandi berkata, "Memang nasib hamba Tuhan takdirkan sampai di sini. Hamba serahkan diri hamba kepada Tuhan. Ampunilah dosa hamba yang sudah-sudah wahai suamiku." Selesai Syah Keubandi mengucapkan kata-kata itu, Rakna Dewi terus menyambung, "Mengapa Tuanku nampak bimbang? Apa yang Tuanku pikirkan lagi? Bukankah Tuanku sudah menyaksikan sendiri bayibayi yang dilahirkannya?" Mendengar desakan dari kedua permaisurinya, baginda pun segera mengangkat Syah Keubandi dari tempat tidurnya, 13
tanpa menghiraukan ratap tangisnya. Syah Keubandi dengan serta merta dimasukkan ke dalam sebuah jamban. Bukan kepalang senang hati kedua permaisuri tua melihat madu mereka sudah tidak ada lagi. 'Dipelihara oleh raksasa Tersebutlah peti yang berisi seratus bayi yang dibuang ke dalam sungai oleh Rakna Dewi dan Keucan Ansari. Peti itu terus hanyut dibawa arus sampai ke suatu tempat di mana seorang raksasa sedang berjalan-jalan dengan isterinya. Ketika mereka melihat sebuah benda hanyut isteri raksasa itu berkata, "Apa gerangan benda yang hanyut dalam air itu. Coba abang ambil, aku hendak melihatnya!" Dengan segera raksasa itu turun ke sungai dan mengambil peti itu. Ini tentu punya manusia, coba buka apa isinya!", kata isterinya. Ketika peti itu dibuka kelihatanlah di dalamnya seratus bayi mungil-mungil. Sang raksasa segera hendak memakannya hidup-hidup. Tetapi sang isteri melarangnya dengan alasan manusia-manusia ini masih kecil, dan supaya dipelihara dulu. Kalau sudah besar baru diadakan suatu pesta makan. Demikianlah peti itu dibawa pulang ke rumah raksasa di dalam hutan belantara. Di sana bayi-bayi itu dipelihara dengan penuh kasih sayang oleh suami istri raksasa itu, seperti anakanak mereka sendiri lakunya. Segala apa yang mungkin, diberikannya kepada anak-anak itu supaya mereka sehat dan bertambah besar. Anak yang bungsu yaitu satu-satunya yang putri, makin besar makin bertambah cantik. Tidak ada yang dapat menandingi kecantikan putri yang berubun-ubun emas ini. Tiada pula suatu nama yang diberikan kepadanya. Hanya karena keistimewaan rambut di ubun-ubunnya itu yang bertatahkan emas permata, maka namanya terkenal dengan sebutan Putri Jambul Emas. Lima belas tahun sudah berlalu. Keseratus anak raja buangan itu masih tetap dalam pemeliharaan raksasa. Pada suatu hari datanglah seekor burung ajaib kepada putri Jambul Emas. Burung itu mengajar putri itu ilmu seluk beluk agama, mulai dari 14
pelajaran al qur'an, mengenal Tuhan sampai kepada tasauf. Sehari-harian Jambul Emas belajar dengan tekun. Pada suatu hari burung itu berkata, "Jambul Emas yang berbahagia! Tuan putri sebenarnya anak seorang raja". Ibunda tuan putri adalah Syah Keubandi yang tiada tara cantiknya. Ketika tuan putri dilahirkan, datanglah fitnah dari kedua permaisuri ayahanda yang lain. Mereka sakit hati dan mencari jalan untuk menyingkirkan ibunda dan tuan putri, supaya baginda raja tetap bersama-sama dengan mereka. Dengan suatu tipu muslihat ibunda Syah Keubandi dibuang ke dalam kakus dan tuan putri seratus bersaudara dimasukkan ke dalam sebuah peti lalu dibuang ke dalam sungai hingga dipelihara oleh suami isteri raksasa ini. Hendaklah tuan putri selalu ingat akan ibunda dan ayahanda, dan sampaikan hal ini kepada semua saudara tuan putri. Selain itu hendaklah tuan putri jangan sekali-kali melupakan ajaran-ajaran Tuhan, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya." Sampailah saatnya Jambul Emas menginjak akil balig. Ia bertambah cerdik, semua saudaranya diajarkannya ilmu agama, dan tiap hari menasihati mereka agar jangan lupa kepada Yang Maha Kuasa. Layaknya Jambul Emas yang tertua di antara mereka. Pada suatu hari Jambul Emas berkata kepada raksasa, Wahai ayah kami. Sudah lama ayah pelihara kami, tetapi bakti kami kepada ayah belum ada. Tiap hari kami di sini tinggal tidak bekerja apa-apa. Untuk membalas jasa ayah, kami ingin sekali bercocok tanam. Yang kami minta dari ayah hanya seratus buah parang. Ayah dapat memperolehnya dari manusia dengan jalan menukarnya dengan emas." Mendengar permintaan itu raksasa dengan segera mengabulkannya. Diambilnya sejumlah emas lalu ia pergi ke tepi pantai tempat manusia tinggal. Di suatu tempat di tepi sebuah kampung ia bertemu dengan seorang manusia. Ditangkapnya orang itu lalu katanya, "Kau tak usah takut . Aku bukan hendak membunuh tetapi ada suatu hajat yang penting. Ambillah emas ini dan pergilah kepada tukang besi dan belikan aku seratus buah 15
parang hari ini juga." Tanpa pikir panjang lagi orang itu segera datang kepada seorang pandai besi di kampung itu dan dibelinya seratus buah parang yang sudah tersedia. Parang-parang itu dibawanya kepada raksasa yang sedang menunggunya di tepi kampung dalam hutan. Sesudah parang-parang itu diterima, raksasa itu kembali masuk hutan menuju rumahnya. Semua parang itu diserahkannya kepada Jambul Emas yang terus membagi-bagikannya kepada saudara-saudaranya seraya berkata, "Marilah kita membuka hutan dengan alat-alat ini, menebas kayu lalu kita tanami dengan tanam-tanaman untuk makanan ayah kita." Perintah Jambul Emas itu dituruti oleh saudara-saudaranya. Tiap hari mereka bekerja dengan rajin tak kenal lelah. Sebulan lamanya mereka bekerja. Habis rata tanah dibuatnya. Segala macam tumbuh-tumbuhan ditanamnya, seperti padi, jagung, bawang, kelapa dan sebagainya. Dengan karunia Tuhan tanam-tanaman itu tumbuh dengan suburnya. Lima bulan kemudian padi sudah mulai dituai. Beberapa buah lumbung besar telah berisi dengan padi. Bukan main senang hati raksasa itu. «Segala macam makanan terdapat di sana. Raksasa itu sekarang tiada lagi memakan orang, gajah atau hewan-hewan lainnya. Sayangnya kepada Jambul Emas makin bertambah. Seperti biasa Jambul Emas tiap hari beribadat kepada Tuhan. Tiada hentinya ia mengenangkan kebesaran Yang Maha Kuasa. Tiap selang sehari burung ajaib itu datang mengajarnya.
16
H. MENCARI NEGERI ORANG TUA Pada suatu hari burung ajaib berkata kepada Jambul Emas, "Sudah tiba saatnya engkau dan saudara-saudaramu pulang mencari orang tua. Engkau harus menyelamatkan ibunda yang sudah disingkirkan oleh ayahanda di dalam kakus. Engkau harus cinta kepada ibumu. Pulanglah segera dan mintalah kepada ayahanda agar ibunda dikeluarkan dari tahanan". "Wahai burung sakti! Betapa aku pulang kepada ayahanda bunda, jangankan mengenal behau, negerinya pun kami tak tahu di mana letaknya. Dari kecil kami dipelihara raksasa. Kami tidak kenal siapa nama orang tua kami." "Engkau jangan kuatir!," sahut burung. "Aku berikan engkau suatu petunjuk, yakni apabila engkau nanti sampai di pinggir suatu negeri dan kalau ada orang yang meminangmu orang itu ialah ayahmu sendiri, yaitu baginda raja Hamsoikasa." Selesai memberi petunjuk burung itu pun menghilang. Beberapa hari kemudian Jambul Emas mengumpulkan semua saudaranya lalu menjelaskan rencana mencari orang tua. Mereka semua menyerahkan rencana itu kepada adik mereka yang bungsu itu. Mereka hanya menunggu perintah. Setelah semua persiapan selesai Jambul Emas menghadap ayah dan ibunya yaitu raksasa. "Ayah dan ibu yang kami cintai. Sudah lama kami tinggal di sini. Dalam beberapa hari ini siang malam kami berhati gundah karena teringat akan ayahanda bunda yang jauh. Kalau ayah dan ibu tidak keberatan izinkanlah kami sementara waktu pulang ke negeri manusia melihat orang tua." Mendengar permohonan itu, raksasa menangis tersedu-sedu sambil berkata, "Sudah lama kami pelihara kamu sekalian, dari kecil sampai besar, seakan-akan anak kandung kami sendiri. Apa gerangan yang kurang di sini. Segala macam hajat keperluan kami sediakan. Ingatlah akan susah payah kami merawatmu sampai besar." Jambul Emas menjawab, 17
"Kami pulang hanya untuk sementara. Kira-kira dua bulan, karena negeri amat jauh. Kami mohon doa restu ayah dan ibu agar kami selamat pulang dan pergi." Dengan berbagai bujuk dan kata-kata manis akhirnya raksasa itu memberi izin kepada mereka mencari orang tua di negeri manusia. Raksasa itu menceritakan juga bahwa jalan menuju ke negeri manusia amat sulit, terlebih-lebih karena harus melalui suatu tempat di kaki sebuah gunung yang bernama Biang Sirahet. Tempat itu terkenal dengan hantunya yang bernama Jin Siblah Abin. Siapa saja yang lewat di tempat itu dipanggilnya, dan apabila yang dipanggil itu menyahut dengan serta merta ia berubah menjadi batu. Sudah beribu-ribu patung terdapat di tempat itu, yang berasal dari manusia yang disihirkan oleh Jin Siblah Abin. Kemudian raksasa berkata, "Wahai anakku! Dengan hati yang amat sedih kami lepaskan kamu sekalian. Hati-hatilah di jalan. Aku berikan kamu satu azimat yang dapat menyelamatkan kamu semua dari mara bahaya. Peliharalah azimat ini baik-baik. Ke mana saja engkau, pergi bawalah azimat ini. Setiap hantu akan menjauhkan diri apabila azimat ini selalu bersamamu, maka peliharalah baik-baik." Dengan amat sukacita Jambul Emas mengambil azimat itu yang bentuknya seperti intan. Saat berangkat tiba. Jambul Emas dan saudara-saudaranya diberi gajah tunggang seorang seekor. Mereka berangkat meninggalkan hutan itu diiringi ratap tangis raksasa suami isteri itu. Amat sedih mereka ditinggalkan Jambul Emas. Raksasa menangis sekencang-kencangnya seperti suara guntur layaknya. Keseratus anak raja itu berangkat siang malam mendaki gunung-gunung yang tinggi, menuruni lembah-lembah yang curam, dan mengarungi rimba raya yang mengerikan. Beberapa lamanya di dalam hutan mereka tersasar, tak tahu ke mana'arah tujuan, hingga mereka sampai ke suatu tempat yang diapit oleh dua buah gunung hitam. Itulah kiranya Biang Sirahet yang dikatakan oleh raksasa. Jambul Emas dan saudara-saudaranya menyaksikan di situ ribuan batu tegak berdiri. Ada yang seperti 18
manusia dan ada pula yang berbentuk hewan. Mereka cepat cepat melalui tempat itu. Kedengaran di situ suara riuh rendah memanggil-manggil seperti orang menegur tamu. Oleh karena Jambul Emas memiliki azimat sakti ia berani menyahut, "Siapakah yang memanggil-manggil itu dengan suara riuh rendah?" Begitu Jambul Emas menyahut kesembilan puluh sembila saudara dalam sekejap mata telah berobah menjadi batu. Hanya ia sendiri yang tinggal. Ia menangis tersedu-sedu melihat keadaan yang mengerikan itu. Ia menyesal karena menyahut panggilan tadi. Pikirnya tidak ada gunanya lagi ia meneruskan perjalanan sendiri. Ia bermohon kepada Tuhan supaya nyawanya dicabut daripada hidup sebatang kara. Dalam keadaan sedang menangis tiba-tiba kelihatan di hadapannya suatu makhluk berupa seorang perempuan dengan badannya yang tinggi besar. Matanya satu dan susunya pun sebelah pula. Lubang hidungnya muat masuk sebuah mangga. Suaranya seakan-akan bunyi guntur. Melihat rupanya saja orang dapat jatuh pingsan. Itulah dia Jin Siblah Abin. Ia datang mendekati Jambul Emas, lalu berkata, "Mengapa engkau menangis manisku? Mari mampir ke tempatku. Di sana engkau dapat menginap nanti malam." Meskipun merasa takut, untuk menghindari kemungkinan lebih buruk, ia pun menjawab dengan suara lemah-lembut. "Hamba menangis karena tidak mengenal tuan hamba. Mata hamba kabur di panas terik ini." Tidak jelas hamba melihat tuan hamba. Lagi pula hamba orang dungu. Kalau hamba berbuat salah, karena tak ada ilmu pada hamba. Bawalah hamba ke tempat tuan supaya hamba selamat dari binatang buas di tempat ini." "Kau jangan susah," kata Siblah Abin. Lalu dibawanya Jambul Emas masuk ke dalam sebuah gua. Gua itu ternyata merupakan sebuah istana yang indah. Jambul Emas tinggal dalam gua itu beberapa waktu lamanya. Badannya mulai kurus memikirkan nasibnya sendiri dan nasib semua saudaranya yang telah menjadi batu. Siblah Abin 19
amat sayang kepada Jambul Emas karena wajah dan akhlaknya yang baik itu. Jin itu memuliki berbagai ilmu sihir. Dapat menyihirkan orang menjadi batu dan sebagainya. Jambul Emas mengetahui hal itu. Siang malam ia memikir-mikir bagaimana caranya ia dapat memiliki ilmu dari Siblah Abin. Suatu hari ia berkata, "Wahai ibuku! Hatiku risau siang malam, tak lain karena rindu akan ilmu." Oleh karena sayang dan cintanya Siblah Abin kepada Jambul Emas maka demi mendengar ucapannya itu ia segera mengajarkannya ilmu-ilmu sakti. Ilmu-ilmu itu dengan segera pula dapat dihafal dan dikuasai oleh Jambul Emas. Kemudian Siblah Abin berkata, "Ada suatu lagi wahai anakku yaitu suatu ilmu sakti yang sangat ampuh tetapi belum dapat kuajarkan kepadamu, sebab kalau ilmu itu kau apalkan aku sendiri akan celaka. Aku akan sesat dalam gunung dan akan binasa jika kau membacakan ilmu itu." Mendengar itu Jambul Emas menjawab, "Ilmu semacam itulah yang aku rindukan siang malam. Aku hanya sekedar ingin mengetahuinya dan tidak akan mencelakakan ibu. Siapa tahu kalau ibu nanti sudah tidak ada lagi, akulah yang mewarisi ilmu itu." Siblah Abin terpengaruh oleh ucapan manis Jambul Emas lalu ia memberikan ilmu sakti itu kepadanya. Mulailah Jambul Emas menghafal ilmu itu siang malam sehingga dalam beberapa hari saja sudah dapat menguasainya dengan baik. Dengan demikian putri Jambul Emas sekarang dapat merencanakan untuk membinasakan Siblah Abin supaya ia dapat merubah kembali patung-patung menjadi manusia. Pada suatu hari Siblah Abin pergi masuk hutan di gunung. Kesempatan ini digunakan Jambul Emas sebaik-baiknya. Ilmu sakti segera dihafalnya dengan lancar sehingga Siblah Abin berangsur-angsur hilang akalnya di dalam hutan. Ia berjalan terlunta-lunta tanpa tujuan, dan akhirnya ia mati. Karena yakin Siblah Abin tidak pulang lagi, Jambul Emas mengamalkan ilmu penawarnya. Dibacanya ilmu itu dengan lancar lalu dititipkannya ke arah Biang Sirahet tempat tegaknya beribu-ribu patung batu. Dengan kehendak Tuhan Yang 20
Maha Kuasa semua patung batu dalam sekejap mata berobah kembali menjadi manusia, diantaranya sembilan puluh sembilan orang saudaranya. Demikian pula semua hewan yang sudah kena sihir, pada saat itu menjelma hidup kembali. Ketika anak-anak raja itu melihat adiknya Jambul Emas, mereka menemuinya dengan segera dan bersalam-salaman diikuti oleh ribuan orang lain. Ketika itu Jambul Emas bertanya, "Apa gerangan yang telah terjadi pada sekalian?" "Kami kena sihir di padang luas ini. Ketika kami melalui tempat ini ada suara nyaring memanggil-manggil kami menyuruh kami menanti sebentar. Ketika kami menyahuti suara itu, dengan tidak terasa kami terus berobah menjadi batu. Begitulah terjadi terhadap kami beribu-ribu manusia serta dengan segala macam hewan!" Mendengar keterangan itu Jambul Emas menceritakan bahwa saudara-saudaranya pun yang berjumlah sembilan puluh sembilan orang mengalami nasib yang sama dan hal itu semuanya disebabkan oleh perbuatan Siblah Abin, jin sihir yang banyak ilmu saktinya. Dikatakannya juga bahwa ia sudah membinasakan Siblah Abin sesudah menerima ilmu sakti daripadanya. Kemudian dianjurkannya supaya mereka pulang bersama-sama ke negeri masing-masing. Hendak kawin dengan putri sendiri Dengan diikuti oleh beribu-ribu rakyat Jambul Emas meneruskan perjalanannya mencari negeri ayahanda. Perjalanan kirakira lima bulan itu ditempuhnya dengan penuh kesukaran dan penderitaan. Mendaki dan menuruni gunung, mengharungi rawa-rawa yang berbahaya ditambah lagi dengan perbekalan yang sudah habis. Dengan tubuh-tubuh yang sudah kurus kering akhirnya mereka sampai di suatu kampung. Kabar kedatangan putri jelita dengan ribuan pengikutnya segera tersebar luas ke seluruh negeri. Berduyun-duyun rakyat ke luar menyaksikan wajah putri rupawan itu. Perdana Menteri negeri itu sendiri juga turut menyaksikan Jambul Emas. Ia terpaku sejurus dan terpesona melihat kecantikan putri itu. Dengan segera ia pulang ke is21
tana melaporkan kepada raja tentang keadaan yang dilihatnya itu. "Ampun daulat tuanku. Hamba baru menyaksikan suatu wajah yang rasanya tak ada bandingannya di muka bumi ini. Seperti bidadari dari syurga layaknya. Agaknya ia seorang putri raja, datang dengan beribu-ribu pengikutnya laki-laki dan perempuan. Sekarang mereka berada di tepi kampung ini". Demi mendengar laporan perdana manterinya itu, tanpa pikir lagi baginda raja segera memerintahkan supaya putri itu dibawa ke istana. "Jemputlah putri itu dan bawa ke mari, aku ingin memperisterikannya," perintah baginda. Mendapat perintah itu, perdana menteri langsung menemui putri cantik itu dan sesudah memperkenalkan diri lalu berkata dengan hormat, "Tuan Putri! Hamba hendak berbicara sepatah dua." "Ada apa tuan hamba?" jawab Jambul Emas. "Tuan putri yang rupawan! Sri baginda mengharap tuan putri singgah di istana untuk berlepas lelah. Silakan tuan putri masuk ke mahligai Sri Baginda Raja Hamsoikasa. Baginda seorang raja yang adil dan dicintai rakyatnya. Negeri ini bernama Gulita Sagob yang terbentang luas sampai dekat kaki langit sebelah barat. Kebesaran baginda termasyhur ke mana-mana. Mari tuan putri bersama kami ke sana." Jambul Emas menjawab, "Sembah sujud hamba kepada baginda. Bukan hamba tidak menerima permintaan baginda, tetapi oleh karena kampung halaman hamba masih jauh, hamba hendak meneruskan perjalanan. Sampaikan kepada baginda, biarlah hamba terus berjalan dan mohon doa restunya". Sementara perdana menteri dan Jambul Emas sedang saling meminta, seluruh anggota rombongan yang ada, termasuk sembilan puluh sembilan bersaudara tiada berkata-kata. Semuanya diam mendengar kearifan Jambul Emas menjawab ajakan perdana menteri. "Wahai putri rupawan! Hamba tamsilkan baginda sekarang dalam keadaan rindu dendam, ibarat kumbang mengharap madu. 22
Baginda rindukan murai, sayang sarangnya tiada; hendak ditangkapnya apa daya tangan tak sampai. Baginda rindukan kembang matahari; putus harapan dan luka hati baginda jika tak dapat", bujuk perdana menteri sambil menyatakan beberapa tamsilan. Pahamlah Jambul Emas sekarang bahwa baginda raja ingin mempersuntingkannya. Teringat pula ia akan pesan burung bertuah dari syurga bahwa jika sampai pada seorang raja yang hendak mengambilnya menjadi isteri itulah dia ayahanda sendiri raja Hamsoikasa. Tak syak lagi bahwa inilah negeri ayahandanya yang sedang dicari. Lalu ia menjawab, "Jika demikian baiklah hamba katakan bahwa sebenarnya hamba pun dalam keadaan gelisah, hati risau dan rindu hendak bertemu dengan Sri baginda". Hamba datang dari negeri yang jauh dan tidak membawa apa-apa. Ada yang hamba pohonkan kepada baginda. Kalau . baginda berkenan sampailah hajat hamba, jika tidak hamba akan berangkat". "Coba katakan tuan putri apa permohonan tuan putri. Apa saja hajat tuan putri akan dikabulkan baginda. Baginda ibarat pohon tidak berbuah, selalu mengharap kasih dan rindu sambil selalu berdoa kepada Tuhan. Baginda sangat merindukan tuan putri. Akan sia-sialah usaha hamba jika tuan putri menampik, atau barangkali sudah suratan takdir jika maksud baginda hari ini tidak sampai". Permintaan baginda diterima oleh Jambul Emas dengan satu syarat yaitu Jambul Emas bersedia menjadi permaisuri jika baginda sudi membebaskan seorang permaisuri yang hidup dalam tahanan. Tatkala perdana menteri mendengar kesediaan Jambul Emas, cepat-cepat ia kembali ke istana menyampaikan hal itu kepada baginda raja. "Sesungguhnya putri itu meninggalkan kampung halamannya karena mendengar seorang permaisuri berada dalam tahanan. Putri itu sangat merindukan permaisuri Syah Keubandi. Ia pun sangat senang menjadi permaisuri tuanku dengan syarat membebaskan dulu Syah Keubandi yang dirindukannya. Tak ada permintaannya yang lain kecuali itu". Demi baginda mendengar ucapan perdana menterinya itu beliau bersabda, 23
"Segala pinta putri aku kabulkan. Keluarkan putri Syah Keubandi dari tahanan dan antarkan kepada putri itu! Selesai pembicaraan itu perdana menteri langsung menuju tempat tahanan Syah Keubandi lalu dikeluarkannya. Ia dibawa ke hadapan putri Jambul Emas dengan baju yang masih kumal. t Tak terkatakan terharunya Jambul Emas demi dari jauh ia melihat ibunya Syah Keubandi datang diantarkan orang. Air matanya jatuh berderai. Dikumpulkannya semua saudaranya lalu diberi tahukannya bahwa sebentar lagi mereka akan bertemu dengan ibunda. Disuruhnya agar mereka menghormati ibunda dengan semulia-mulianya. Tentang segala sesuatunya akan diceritakannya nanti. Sejurus kemudian Syah Keubandi sudah berada dihadapan mereka. Dengan diikuti oleh sembilan puluh sembilan saudaranya Jambul Emas bersembah sujud dan memeluk ibunya. Melihat keadaan itu seluruh rakyat yang hadirpun ikut menghormati Syah Keubandi. Saat itu sangat mengharukan. Permaisuri yang baru bebas ini dimandikan orang. Dibersihkan segala daki yang melekat ditubuhnya, lalu dipersalinkannya dengan pakaian yang bagus. Alangkah cantiknya Syah Keubandi ketika itu sesudah mengalami penderitaan bertahun-tahun dalam tahanan. Segala riwayatnya dari awal sampai akhir diceritakan oleh Jambul Emas kepada ibunya. "Syukur kami masih dapat melihat ibunda", kata Jambul Emas. "Ibu pun tidak menyangka kamu sekalian masih hidup. Tuhan Yang Maha Kuasa telah melindungi kamu. Ibu sendiri pun tidak mengharap hidup lagi. tetapi dengan izin Tuhan serta dengan berkat kamu sekalian kita masih dapat bertemu", kata Syah Keubandi. "Jangan bergundah hati wahai ibunda. Memang dalam dunia ini banyak fitnah. Kita harus kembali kepada hakikat dari Yang Maha Esa", sambung Jambul Emas lagi. Adapun baginda raja di istana telah mengadakan persiapan besar-besaran untuk menjemput putri yang baru datang di pinggir kota. Bunyi-bunyian serta berbagai tari-tarian sudah siap hendak menjemput dan menyambut putri berambut emas itu. Sebuah usungan yang sudah dihiasi dengan aneka ragam 24
t
permata diarak orang ke tempat putri oleh rakyat seisi kota. Setelah usungan tiba naiklah putri Jambul Emas bersama ibunya Syah Keubandi ke dalamnya. Dengan diiringi sorak rakyat sepanjang jalan usungan dibawa orang menuju istana. Tidak henti-hentinya rakyat mengelu-elukan tuan putn diiringi dengan bunyi-bunyian dan tari-tarian yang meriah. Di bawah suara riuh rendah kegembiraan, arak-arakan itu sampai di istana dan langsung menuju ruangan tamu.
25
III.
RAHASIA LAMA TERBUKA
Tak lama kemudian penghulu pun datang dan duduk bersama-sama baginda beserta tamu-tamu lainnya di serambi muka, menantikan saat dinikahkannya putri Jambul Emas dengan baginda raja Hamsoikasa. Sejurus kemudian putri Jambul Emas masuk ruangan menemui penghulu seakan-akan hendak menyerahkan diri supaya dinikahkan dengan baginda. Jambul Emas mohon izin hendak bicara, "Teungku-teungku hadirin sekalian! Sebelum upacara pernikahan ini dimulai hamba hendak menyampaikan suatu cerita. Riwayat lama yang amat aneh, supaya yang hadir di sini dapat mengikutinya dengan seksama!" "Tidak ada salahnya tuan putri", jawab penghulu. "Teungku-teungku yang budiman, Adalah seorang raja yang amat terkenal ke seluruh penjuru dunia. Negerinya kaya dan makmur. Baginda mempunyai tiga orang permaisuri yang cantik-cantik dan baginda juga seorang raja yang saleh, selalu dalam beribadah kepada Tuhan. Hanya sayang raja yang kaya itu tidak mempunyai keturunan. Sesudah baginda selalu memohon supaya dikaruniai putra maka hamillah permaisurinya yang termuda. Tidak terperikan senangnya baginda. Setelah genap delapan bulan hamilnya, tuan putri menyatakan keinginannya hendak makan daging rusa. Karena sangat cinta kepada permaisurinya yang sedang mengandung, keesokan harinya beliau beserta dengan beberapa pengikutnya pergi masuk hutan mencari rusa. Sewaktu baginda masih berada dalam hutan, tuan putri bersalin di istana". Sampai di sini cerita Jambul Emas, baginda Hamsoikasa mulai paham jalan cerita itu. Baginda makin bernafsu mendengarkannya. Jambul Emas lalu melanjutkan, "Karena mengetahui permaisuri muda melahirkan datanglah kedua madunya dan tiada seorang pun orang lain ketika itu berada di istana kecuali mereka bertiga. Dengan karunia Tuhan 26
tuan putri melahirkan seratus bayi, kecuali yang bungsu semuanya laki-laki. Oleh karena baginda tidak berada di istana keseratus bayi yang baru lahir itu dimasukkan oleh kedua madu itu ke dalam sebuah pati lalu dihanyutkan dalam sungai. Sebagai pengganti bayi-bayi itu kedua madu itu mengambil sejumlah tangkai daun kelapa untuk diperlihatkan nanti kepada baginda bahwa itulah bayi-bayi yang dilahirkan permaisuri muda. Begitulah busuk hati kedua madu itu sampai mereka membuang bayi-bayi yang tidak berdosa itu". Beberapa hari kemudian baginda raja pulang dari berburu. Baginda mendapat keterangan dari kedua permaisurinya, bahwa permaisuri muda tidak hamil melainkan sihir semata-mata. Buktinya bayi yang dilahirkannya bukan manusia tetapi tangkai-tangkai daun kelapa. Alangkah malu dan marahnya baginda raja menyaksikan peristiwa itu dan dengan serta merta tuan putri yang baru bersalin itu diasingkan oleh baginda. Adapun bayi-bayi yang dibuang ke sungai itu secara kebetulan dilihat oleh sepasang suami-isteri raksasa. Bayi-bayi itu dipungutnya dan dibawa ke tempat tinggalnya di gunung. Di sanalah bayi-bayi raja itu dipelihara hingga besar. Dua puluh tahun kemudian keseratus orang anak raja buangan itu kembali menemui orang tuanya". Sampai di sini Jambul Emas bercerita, baginda pun tak dapat menahan tangisnya lagi dan terus memeluk anaknya itu. "Akulah ayahmu wahai anakku! Ayahmu sangat dungu, seperti orang buta dan tuh", ratap baginda menyesali dirinya. Semua yang hadir ketika itu tercengang, satu sama lain saling memandang. Ada yang keheran-heranan dan ada pula yang tersenyum geli. Kedua permaisuri Rakna Dewi dan Keucan Ansan yang telah terbukti berkhianat kepada raja dihukum penjara oleh baginda. Para pengikut Jambul Emas yang ikut serta dari Biang Sirahet yaitu ribuan orang yang baru menjelma kembali dari patung-patung batu, setelah melihat peristiwa haru bercampur geli itu semuanya pulang ke negrinya masing-masing. Istana kerajaan negeri Gulita Sagob sekarang menjadi se11
marak. Seorang putri jelita tinggal bersama ayahanda baginda Raja Hamsoikasa. Begitu pula Syah Keubandi hidup rukun kembali bersama baginda dengan melupakan segala kenangan bu m k dimasa yang lalu. Rumah tangga istana itu bertambah bahagia nampaknya. Semua kasih sayang baginda dicurahkannya kepada Syah Keubandi dan kepada anak-anaknya. Seorang raja besar dengan pennaisurinya hidup damai bersama seorang putri yang cantik dan sembilan puluh sembilan putranya. Setahun kemudian dalam suasana bahagia pada suatu hari Jambul Emas bersembah sujud kepada ayahnya, "Ada suatu hal yang hendak ananda mohon. Jikalau ayahanda mengakui anak kepada ananda dan mengakui ibunda Syah Keubandi, luluskanlah suatu permintaan yang menjadi keinginan ananda selama ini", Baginda menjawab, "Katakan anakku apa permintaanmu!" Dengan sikap yang hormat, Jambul Emas berkata, "Ananda ingin melihat kedua ibunda Rakna Dewi dan Keucan Ansari. Sudah lama keduanya dalam tahanan. Cukuplah sudah keduanya mendapat hukuman. Tidak layak dipandang orang hukuman ini terus berlaku". Karena kasih sayang kepada putri satu-satunya itu maka permintaannya itu segera dikabulkan. Putri yang baik hati ini pergi sendiri ke tempat tahanan dan tidak lama kembali bersama-sama kedua permaisuri menghadap baginda. Jambul Emas denggan sopan santun memohon kepada ayahnya supaya kesalahan ibunda Rakna Dewi dan Keucan Ansari dimaafkan. Permintaan ini pun dikabulkan baginda, juga karena sayang kepada putrinya. Alangkah besar hati kedua permaisuri itu mendengar baginda memaafkan dosa pengkhianatan mereka kepada Syah Keubandi. Jambul Emas dilamar Ketiga permaisuri tinggal kembali di istana yang megah itu. Tiada lagi dengki dan muka asam pada Rakna Dewi dan Keucan Ansari. Ketiganya hidup rukun dan damai menjauhi 28
segala sengketa. Begitu pula dengan seratus putra-putri mahkota. Adapun Jambul Emas seperti biasa tetap dalam beribadat kepada Tuhan, membaca Quran, sembahyang, dan puasa wajib dan sunatnya tak pernah diabaikan, kadang-kadang sampai lupa kepada makan minumnya. Ia sangat patuh kepada ajaran burung sakti yang mengajarnya ketika berada di tempat raksasa. Ketentraman istana sudah pulih kembali. Seorang putri jelita menambah harum nama istana raja Hamsoikasa. Kecantikan putri Jambul Emas sudah termasyhur ke semua negeri. Dari segala penjuru bumi berdatangan lamaran. Banyak putra raja dan Sultan dari negeri-negeri lain dan anak para menteri serta orang-orang kenamaan datang melamar putri Jambul Emas. Tetapi tiada seorangpun yang berkenan di hati putri. Baginda Hamsoikasa gelisah memikirkan putrinya 'yang sudah dewasa itu belum bertunangan. Pada suatu hari baginda berkata kepada putrinya, "Anakku! Engkau sudah dewasa, tetapi engkau belum bersuami. Ayah merasa malu karena engkau belum kawin, padahal yang datang melamarmu bukan orang-orang sembarangan. Sudah banyak anak-sultan datang, engkau menolaknya, dan ayah sudah mengatakan supaya engkau memilih sendiri di antara calon-calon yang datang melamarmu. Tetapi itu pun tidak engkau lakukan. Ayali sudah cukup sabar melihat keadaanmu. Ayah pikir dari pada melihat engkau tetap tidak bersuami, lebih baik ayah pergi menjauhkan diri dari istana ini, pergi mengembara ke gunung-gunung". Demikian ucapan baginda yang diakhiri dengan ancaman. Jambul Emas menjawab, "Bukan ananda tidak mau ayah! Tetapi di antara yang datang itu belum ada yang berkenan di hati ananda. Ananda menghendaki yang lain yang sepadan dengan ananda". "Kalau demikian katakan anakku! Putra sultan atau raja mana yang engkau rindukan, nanti ayah usahakan", kata baginda. "Bukan putra sultan atau raja ayah! Tetapi yang ananda citakan ialah seorang alim dan saleh. Cobalah ayah adakan kendu29
ri besar dengan mengundang semua alim ulama bersama dengan murid-muridnya. Hendaklah ayah umumkan undangan itu ke seluruh mesjid dan tempat-tempat menuntut ilmu", sahut Jambul Emas. Mendengar kata-kata putrinya itu bukan main senang baginda Hamsoikasa, lalu dengan segera beliau mempersiapkan jamuan besar. Kaum ulama dan cerdik pandai diundang. Pada hari yang sudah ditentukan berkumpulah semua alim ulama, tua muda berdatangan dari segenap penjuru negeri memenuhi serambi muka istana. Sesudah para tetamu selesai menghadapi hidangan yang serba lezat cita rasanya, maka berkatalah baginda kepada putrinya yang duduk di serambi tengah, "Coba lihat anakku yang mana di antara mereka yang berkenan di hatimu". Sesudah menjenguk sebentar ke serambi muka dan menoleh ke sana ke mari ia berkata, "Tidak ada yang berkenan di hati ananda di antara mereka ayah!" Maka pulanglah semua tamu itu. Tak lama kemudian baginda mengumumkan lagi undangan kepada alim ulama dan cerdik pandai agar yang belum hadir, supaya menghadiri jamuan raja. Pada hari yang ditetapkan berdatangan lagi sejumlah orang alim dan cendekiawan memenuhi undangan baginda. Sesudah selesai makan dan masing-masing mendapat hadiah dari baginda, Jambul Emas menjenguk lagi dan untuk kedua kalinya ia mengatakan bahwa diantara mereka pun tidak ada yang diidamidamkannya. Baginda mulai gelisah lagi melihat tingkah laku putrinya itu. Demikianlah beberapa kali baginda mengundang orangorang pandai ke istana untuk dapat dipilih menjadi jodoh putrinya namun tidak ada seorangpun di antara yang hadir menaruh perhatiannya. Kesabaran baginda sampai ke batasnya. Amarahnya mulai timbul, "Aku telah bersusah payah memenuhi permintaanmu memanggil orang-orang alim tetapi engkau tidak dapat memilihnya. Yang bagaimana lagi engkau cari. Rupanya engkau 30
bukan anak yang berbahagia. Kau tidak mendengar kataku. Pergi kau dari sini anak setan", bentak baginda dengan geramnya. Mendengar itu putrinya menjawab, "Mengapa ayah berkata demikian. Apa yang hendak kita perbuat, kalau takdir Allah belum berlaku. Cobalah ayah kerahkan lagi alim ulama yang lain. Aku hendak melihat seorang budiman idamanku". Mendengar kata-kata manis putrinya itu reda pula amarahnya.
.
31
IV.
PUTRA MAHKOTA DARI KAYANGAN
Tersebutlah sebuah kerajaan di kayangan bernama kerajaan Diu. Negeri itu aman dan makmur dan termasyhur ke mana^nana. Yang memerintah ialah seorang raja bernama Lila Diu beserta seorang permaisuri yang cerdik bernama Lila Geunta. Adapun baginda mempunyai dua orang anak. Yang tua seorang putri cantik jelita bernama Sithon Geulima, yang satu lagi seorang putra bernama Lila Bangguna. Ketika Lila Bangguna berusia dua tahun mangkatlah permaisuri Lila Geunta. Kedua anak raja itu tinggal bersama ayahandanya Lila Diu. Tetapi ini pun tidak berlangsung lama, karena ketika Lila Bangguna berumur 10 tahun baginda pun berpulang ke rahmatullah. Lila Bangguna kemudian menggantikan ayahandanya sebagai khalifah. Raja muda ini memimpin negeri dengan adil. Semua perbuatan mungkar dilarangnya. Hukum dijalankan dengan seadil-adilnya. Sesudah beberapa lama memegang tampuk kerajaan maka pada suatu malam Lila Bangguna bermimpi. Mimpi itu aneh, seakan-akan bulan purnama turun kepangkuannya. Alangkah gelisahnya Lila Bangguna tatkala terbangun. Mimpi itu menjadi buah pikirannya. Ia tak dapat meramalkan entah kesenangan atau malapetaka yang akan menimpa dirinya. Keesokan harinya ia menemui kakaknya Sithon Geulima. "Kakanda!" Adinda hendak menyampaikan suatu hal kepada kakanda. Adinda hendak pergi merantau. Izinkanlah adinda melihat-lihat negeri orang", kata Lila Bangguna. Tidak dikatakan bahwa ia sedang memikir-mikirkan mimpinya itu. Dengan terkejut Sithon Geulima berkata, "Hendak kemana adinda, meninggalkan kakanda seorang diri. Ayah dan ibu sudah tiada, mengapa pula sekarang adinda meninggalkan negeri dan rakyat. Siapa yang akan memimpin kerajaan kita. Dari kecil kakanda asuh. Sesudah besar sampai hati melupakan kakanda". "Dengarlah kakanda!", sahut Lila Bangguna. "Adinda bukan hendak menyingkirkan diri karena sakit hati kepada ka32
kanda, tetapi hajat adinda tiada lain melainkan hendak mencari ilmu. Adinda hendak mempelajari ilmu Al Qur'an sampai selesai. Doakan adinda semoga Tuhan mengabulkan cita-cita adinda. Selain doa adinda meminta lagi keris dan pedang pusaka peninggalan ayahanda. Akan adinda bawa serta sebagai senjata sewaktu-waktu perlu membela diri'.. Mendengar keinginan keras dari adiknya itu Sithon Geulima berkata, "Senjata pusaka itu tidak ada pada kakanda dan belum pernah kakanda melihatnya. Bukankah senjata itu ada pada adinda sendiri? Kakanda sungguh tidak menyimpannya". Lila Bangguna tidak percaya akan ucapan kakaknya, lalu "Jika kakanda tidak menyerahkan senjata pusaka itu baiklah sekarang juga adinda akhiri hayat adinda dengan pisau ini. Adinda tidak mau hidup lebih lama lagi. Kakanda boleh pilih salah satu di antara dua". Melihat kenekatan adiknya itu Sithon Geulima ketakutan lalu ujarnya, "Jangan! Jangan adinda! Apa pintamu kakanda kabulkan sekarang". Maka diserahkannya kedua senjata itu kepada Lila Bangguna. Pedang dan keris itu masing-masing bernama Jugi Tapa dan Keris Bayu. Senang hati Lila Bangguna menerima senjata itu, lalu ia mengucapkan kata-kata perpisahannya. "Adinda akan berangkat seorang diri. Mohon izin dari^ kakanda. Kalau nasib baik satu ketika adinda akan pulang kembali'.. Selesai mengucapkan kata-kata singkat itu Lila Bangguna meninggalkan istana diiringi ratap tangis Sithon Geulima. Ia terus berjalan ke luar kampung tanpa tujuan sambil memikirmikir ke mana takbir mimpinya itu hendak dicari. Kemudian pikirannya ditetapkan hendak turun ke bumi. Dipakainya baju terbangnya lalu ia turun ke dunia. Tidak lama antaranya ia sudah berada disebuah gunung berhutan belukar. Kira-kira satu bulan mengembara ia sampai di sebuah lapangan luas. Dari tempat itu kelihatan sebuah kampung. Kampung itu ditujunya, dan sesampai di pinggirnya ia beristirahat. Sedih ia memikir33
kan nasibnya sebatang kara di rantau orang seraya air matanya titik berlinang. Sesudah hilang letihnya ia menuruti ketetapan hatinya yang risau itu untuk pergi menuntut ilmu. Kampung demi kampung dimasukinya sambil mendengar-dengar di mana ada orang alim mengajar, hingga ia sampai di suatu tempa yaitu sebuah dayah 0 ) tempat orang mengaji pada seorang syiah.(2) Lila Bangguna masuk ke dayah itu serta bersembah sujud di hadapan syiah seperti lazimnya seorang murid terhadap seorang guru. Tertegun juga syiah itu melihat kedatangan tamunya yang tampan itu. Syiah itu mempersilakannya duduk. Sesudah beberapa saat Lila Bangguna duduk menghilangkan rasa letihnya syiah itu berkata, "Dari mana engkau datang anakku?" "Hamba datang dari tempat yang amat jauh, dari gunung di hulu sungai kampung ini. Hamba orang dusun belum pernah turun ke negeri ini", jawab Lila Bangguna merendahkan diri. "Kemana tujuan anak?" "Hamba hendak mengaji" "Kalau demikian tinggallah engkau di sini mengaji pada kami. Insya Allah cita-cita engkau akan tercapai", jawab syiah itu. Sejak waktu itu Lila Bangguna menjadi murid syiah itu. Pelajarannya dimulai dengan belajar al Kur'an. Sesudah menamatkan tiga puluh juz ia melanjutkan pelajarannya dalam ilmuilmu agama lainnya seperti ilmu fiqih, tasauf, ilmu nujum, ilmu firasat dan bahasa Arab. Tidak satu pun ilmu yang ada pada syiah itu diliwatinya. Dengan mudah Lila Bangguna mempelajari segala macani ilmu. Tiada satu pun yang sulit baginya. Ternyata putra raja itu seorang yang cerdas. Ia tidak menyia-nyiakan ilmunya itu. Semuanya diamalkannya dengan baik sehingga menjadi seorang murid yang taat pada agamanya dan tetap tinggal pada syiah itu melanjutkan pelajarannya.
(1) (2)
34
tempat belajar ilmu agama orang alim
Pertemuan Tiada berapa lama antaranya baginda Hamsoikasa mengerahkan lagi orang-orang alim dan cerdik pandai untuk mencari jodoh buat putrinya Jambul Emas, namun belum juga berhasil. Pada suatu hari sampailah kepada baginda berita tentang adanya seorang syiah mengajar di suatu dayah jauh di pedalaman. Baginda segera memerintahkan utusannya memanggil syiah itu beserta murid-muridnya. Tiada berapa lama antara tengku syiah itu datang ke istana. Turut pula muridnya yang alim Lila Bangguna. Kenduri dihidangkan. Seperti biasa Jambul Emas waktu itu ' juga melayangkan pandangan ke serambi muka dimana tamutamu berkumpul, kalau-kalau diantaranya ada pemuda seperti yang diidam-idamkannya. Sebaik pandangannya tertuju pada Lila Bangguna matanya terkedip, bibirnya terkacip tak terasa. Lila Bangguna dengan firasatnya paham akan gelagat tuan putri. Semua gerak-gerik dan tingkah laku tuan putri di serambi tengah diikuti dengan isyarat oleh Lila Bangguna di serambi muka. Isyarat Lila Bangguna itu rupanya dipahami oleh tuan putri. Ketika Lila Bangguna membuka bungkusan sirihnya Jambul Emas mengupas pinang dengan kecip sebagai tanda pertautan hati telah mulai. Ketika Lila Bangguna membuang sepah sirihnya Jambul Emas juga ikut melakukannya di serambi tengah. Demikianlah kedua putra putri raja itu sama-sama cerdik dalam menunjukkan isyarat, dan keduanya pada saat itu telah merasa sesuatu yang lain dari biasa. Sama-sama hati rasa berdebar dan nafas rasa tertahan. Kedua belah pihak sudah terkena sasaran panah asmara. Tidak disangsikan lagi bahwa kedua hati telah terpadu sejak pandangan pertama. Selesai menikmti hidangan pulanglah syiah itu bersama rombongannya. Hamsoikasa menemui putrinya lalu bertanya, "Untuk kesekian kalinya engkau sudah melihat tamu-tamu kita. Apakah ada diantara mereka yang berkenan di hatimu?" Dengan suara lemah lembut Jambul Emas menjawab, 35
"Rupanya sudah terbayang di hati ananda. Tetapi ananda mohon waktu dua tiga hari untuk memberikan kata pasti". Mendengar jawaban itu baginda tidak berkata apa-apa. Malampun tiba. Lampu-lampu istana sudah dinyalakan. Meskipun istana sudah sunyi senyap, dan seluruh penghuninya sudah tidur nyenyak, Jambul Emas seperti biasa membuka kitab suci Al Qur'an dan membacanya dengan khusyuk. Menjelang senja Lila Bangguna sudah berada kembali di dayahnya. Sejak ke luar dari istana, hatinya gehsah. Terbayang di ruang matanya putri Jambul Emas. Karena tak tertahan lagi oleh desakan hatinya, maka sesudah sembahyang isya pergilah Lila Bangguna menuju kembali ke istana. Sesampainya di tangga istana ia tertegun sebentar ketika kakinya hendak melangkah naik ke serambi depan. Ia bermohon kepada Tuhan, "Ya Rabbi ya Tuhanku, jauhkanlah aku dari perbuatan keji dan malu pada malam ini". Kemudian ia membaca ilmu hikmat yang membuat seluruh penghuni istana tidak ada yang terbangun. Ia terus naik ke serambi tengah. Di depan pintu sebuah kamar ia tertegun. Dilihatnya Jambul Emas ada di dalamnya. Samb'il memberi salam ia masuk ke kamar itu. Jambul Emas tercengang seketika, tetapi segera mengenal orang yang tadi siang dilihatnya. Dengan penuh hormat Lila Bangguna dipersilahkan duduk dan makan sirih seperti lazimnya orang menerima tamu. "Dari mana tuan datang dan apa maksud tuan keman? tanya Jambul Emas. " Negri hamba amat jauh di kayangan dan sudah empat puluh bulan hamba meninggalkan negeri". Lalu Lila Bangguna menceritakan sebab ia mengembara, mulai dari wafat ayahnya sampai ia melihat suatu rahasia dalam mimpi. Diceritakannya ia sudah mengembara ke setiap kampung menuruti mimpinya itu, hingga tadi siang ia sampai ke istana Jambul Emas. "Lama sudah hamba mencari obat penawar mata hati yang luka ini" "Katakan tuanku, obat apa kiranya yang mustajab buat tuanku, hamba akan usahakan meskipun di dasar lautan", jawab Jam36
bul Emas. "Obat penawar itu tiada lain ialah burung nuri yang indah rupanya. Hamba tidak tahu di mana sarang burung itu". Menurut dugaan hamba burung itu ada disekitar istana ini. Hamba pernah melihat burung yang amat indah itu, tetapi entah di mana". Demikian kata-kata berta'wil diucapkan Lila Bangguna. Jambul Emas agaknya paham maksud Lila Bangguna lalu menjawab, "Ucapan Tuanku penuh makna. Hamba yang dungu ini tak mampu mentakwilkannya. Hanya hamba mengetahui bahwa burung nuri itu ada di istana ini. Hamba bersedia menangkapnya, asal tuanku menyediakan jerat dan sebuah sangkar mas untuk tempatnya". Mendengar jawaban itu Lila Bangguna diam sejenak. Malam sunyi senyap, tidak seorang pun penghuni istana yang terbangun. Kedua anak raja itu terus bersoal jawab, hendak mengetahui isi hati masing-masing. "Cerdik juga putri ini. Biarlah aku berterus terang saja", pikir Lila Bangguna, lalu ia menyatakan, "Sebenarnya hamba datang ke mari hendak menyambung pertemuan tadi siang. Dengan kehadiran hamba ke mari tadi siang, rasanya janji sudah terikat. Hamba hanya ingin mengetahui tutur kata nyata dari tuan putri. Ataukah gerangan tuan putri dalam hal ini hanya bersenda gurau belaka?" "Bukan senda tuanku", jawab Jambul Emas. "Tuanku tidak tahu, sejak tadi siang hamba gelisah memikir-mikirkan tuanku. Hamba tak dapat tidur mengenangkan peristiwa tadi. Tuanku jangan salah sangka. Hamba merindukan tuanku sejak siang. Hati hamba sekarang telah bersemayam di dada tuanku. Rela hamba berpisah badan dari nyawa demi tuanku. Hamba tak sanggup menahan diri dari tuanku. Hamba menyerah di bawah tangan tuanku sekarang. Tetapi hamba tidak sudi melanggar hukum Tuhan. Hamba rela segala-galanya asal tidak melanggar perintah atau larangan Tuhan. Hamba takut kepadaNya." Lila Bangguna tersenyum mendengar jawaban Jambul Emas yang taat itu. 37
Lama juga kedua makhluk itu berbicara mengikat janji hingga fajar hampir menyingsing. Setelah masing-masing meyakinkan betapa besar cinta yang dipendamnya akhirnya Jambul Emas berkata, "Tidak baik menunit pandangan orang dan tuntunan agama kita bertemu di sini sebelum nikah. Cukup kita memendam janji dalam hati masing-masing. Baiklah sekarang tuanku pulang dulu, kemudian mengirim utusan kepada ayahanda untuk meminang." Janji sudah dipadu, kata sudah diikat. Bersamaan dengan terbitnya fajar Lila Bangguna turun meninggalkan istana Hamsoikasa. Kain yang membawa celaka Karena tergesa-gesa ketika tu m n melalui tangga istana tak terasa oleh Lila Bangguna sehelai kain yang sering dibawanya kemana-mana untuk pembungkus atau penutup kepala, jatuh tersangkut pada anak tangga di ambang pintu. Ia terus pulang ke tempatnya dengan tak menyadari kainnya tertinggal. Hari sudah subuh. Seluruh penghuni istana telah bangun. Baginda Hamsoikasa seperti biasa turun hendak mengambil air sembahyang. Sampai di tangga dilihatnya ada kain tersangkut pada anak tangga. Beliau tidak segera mengambil kain itu tetapi terus turun mengambil air sembahyang. Sesudah sembahyang subuh baru beliau menanyakan kepada putrinya dan dayangdayangnya tentang kain itu. Tak ada seorang pun yang mengetahui kain siapa itu. Baginda sangat marah dan segera mengumpulkan wazir-wazir dan pembesar-pembesar negeri lainnya, lalu diperintahkan supaya mencari pemilik kain tersebut. "Tak salah lagi, seorang pencuri telah masuk istana tadi malam. Kain ini sebagai bukti", kata baginda dengan geramnya. "Cari pencuri itu sampai dapat dan bawa ke mari". Berita tentang kain itu dengan cepat tersebar luas ke Seantero negeri. Di segenap pelosok orang membicarakannya. Tidak ada tempat yang bebas dari penelitian. Tempat pengajian Lila Bangguna didatangi orang untuk penyelidikan. Seorang laki-
laki tak dikenal hari itu datang bertemu pada Lila Bangguna. Nampaknya ia seorang perantau datang dari jauh. Sesudah bersalaman mereka duduk lalu berbicara tentang berbagai hal. Akhirnya tamu itu menyebut-nyebut tentang kain yang diketemukan raja di tangga istana. Demi mendengar cerita kain itu Lila Bangguna berkata, "Barangkali kain hamba. Hamba kehilangan kain. Agaknya tercecer kemarin ketika turun dari istana selesai kenduri". Selesai bicara orang itu pulang dan menghadap raja dan memberitahukan bahwa kain yang menghebohkan itu kepunyaan seorang santri yang alim bernama Lila Bangguna dan mengaji pada seorang ulama. Kemarin ia menghadiri kenduri di istana. Ketika pulang tidak diketahui kainnya tercecer di tangga istana. Mendengar kabar itu baginda berkata dengan suara membentak, "Apa katamu? Ia orang alim? Anak setan! Kemarin sore pun aku turun melalui tangga itu tetapi tak kulihat kain itu di sana. Anak itu dusta. Tentu tadi malam ia naik ke istana ini hendak mencuri". Lalu baginda memerintahkan, "Bawa orang itu ke mari, hendak kupancung dia'. Hari itu juga Lila Bangguna dibawa ke istana dengan tuduhan masuk istana hendak mencuri. Tak ada orang yang dapat menghalang-halanginya, hatta syiah yang mengepalai pesantren itu sendiri tidak dapat berbuat apa-apa dengan keputusan baginda. Putri Jambul Emas hanya dapat menangis tersedu-sedu melihat Lila Bangguna menjadi tawanan dan segera akan dihukum pancung. "Jangan biarkan maling itu hidup!" Pakui tangannya dan jemur di panas terik", perintah baginda. Dengan sabar dan tenang Lila Bangguna menyerahkan nasibnya kepada Tuhan yang Maha Esa. Ia tak menangis dan tidak mengeluh. Dia diseret ketempat siksaan disertai dengan pukulan-pukulan dan lemparan batu oleh algojo-algojo istana. Semua yang menyaksikan tak dapat menahan air matanya. Lila Bangguna ditelentangkan di atas sehelai kulit kerbau kering yang 39
sudah diminyaki, lalu tangannya dipaku sampai tembus ke tanah supaya tidak dapat bergerak. Badannya diminyaki pula agar bertambah panas. Lila Bangguna menerima siksaan itu dengan tabah. Diserahkan dirinya kepada Allah Rabul Alamin. "Ini semua kehendakNya. Perbuatan raja hanya sebab", pikir Lila Bangguna dalam hati. Ketika hari menjelang senja ia dibawa ke tempat tahanan dengan rantai melilit di pinggang.
40
V.
JAMBUL EMAS MENIKAH
Pada su;ttu hari baginda Hanisoikasa memanggil putrinya, "Anakku buah hati. Kau makin dewasa, jangan engkau bermenung terus katakan sekarang juga siapa jodohmu!" Dengan singkat dan meyakinkan putri menjawab, "Ayahanda, jodoh ananda ialah orang yang dalam tahanan itu. Sekalipun ayahanda mengatakan dia orang jahat, namun bagi ananda ia orang yang benar. Ananda tidak sudi dengan orang lain sekalipun maharaja yang paling megah. Ananda tidak hendak mencari pangkat yang tinggi. Pilihan ananda hanya dia". Bukan kepalang marahnya baginda mendengar jawaban putrinya itu. "Tidak patut jawabanmu demikian, Kau anak keras kepala, anak tiada tuah, tiada patuh kepada orang tua". "Tuhan mentakdirkan demikian, bagaimana pula kita hendak merobahnya. Andai kata ia seburuk-buruk manusia, kiranya ia jodohku juga. Jika Tuhan telah menetapkan, bagaimanapun kita mengelaknya namun dia juga pilihanku. Ananda tidak rela dengan orang lain. Nikahkan ananda dengan dia!", katanya dengan tegas. Mendengar jawaban itu baginda segera turun dan istana meninggalkan putrinya menangis tersedu-sedu. Jambul Emas sadar ayahnya tidak setuju dan tidak mau mengabulkan permintaannya. Putus harapannya, lalu ia menangis sejadi-jadinya, hingga diketahui oleh kesembilan puluh sembilan saudaranya. Kesemua saudaranya memutuskan untuk bersama-sama menghadap ayahanda menyampaikan permintaan adik mereka. Seorang di antara mereka berbicara, "Ayahanda, kami sangat sayang kepada Jambul Emas. Ia putri yang amat cerdik, mengetahui segala-galanya. Apa yang dikatakannya tidak salah. Ucapannya selalu pasti. Kami sudah menyaksikannya sejak hidup dalam rimba raya. Ilmu saktinya sangat ampuh. Maka hendaklah ayahanda turuti kemauannya. Nikahkan dia dengan orang yang disenanginya. Jambul Emas 41
putri kesayangan Tuhan'. Mendengar desakan putra-putranya itu, baginda menjawab dengan perasaan terpaksa, "Baiklah kuturuti apa kehendakmu. Bebaskan pencuri itu supaya kunikahkan dengan anak gila itu". Pada waktu itu juga mereka menjemput Lila Bangguna dalam tahanan. Sampai di luar ia dimandikan lalu diberi pakaian selengkapnya. Gagah dan tampan kelihatannya. Sesudah penghulu dengan para saksi datang baginda pun mewakilkan untuk menikahkan putrinya dengan Lila Bangguna. Selesai upacara pernikahan sederhana itu, Lila Bangguna dibawa kepada putri Jambul Emas yang sudah siap diapit kiri kanan oleh dua orang dayang-dayang yang cantik. Putri menyambut kedatangan penganten barunya dengan terharu seraya membungkukkan badannya menyembah seperti biasanya seorang penganten terhadap suaminya. Malam itu kedua makhluk yang berbahagia itu makan bersama dan tidur dengan nyamannya di istana. Tidak ada pesta dan upacara kebesaran seperti biasanya diadakan seorang raja ketika mengawinkan anaknya, karena baginda pada dasarnya tidak menyetujui pilihan putrinya. Baginda menganggap Lila Bangguna seorang pencuri dan sudah disiksa berhari-hari lamanya. Istana kerajaan Hamsoikasa kini didiami oleh sepasang suami isteri yang masih muda belia yang dalam segala hal amat sepadan, seperti pinang dibelah dua layaknya, lebih-lebih dalam hal ibadat. Keduanya alim serta taat kepada ajaran agama. Tiada berapa lama sesudah Jambul Emas kawin baginda raja pun menikahkan lagi putra-putranya yang sembilan puluh sembilan orang itu satu persatu dengan putri-putri para pembesar negeri yang ternama. Beberapa waktu lamanya Lila Bangguna dan Jambul Emas hidup rukun dan damai berkasih-kasihan di istana kerajaan Gulita Sagob. Pada suatu hari Lila Bangguna berkata kepada isterinya, "Jambul Emas Kanda gelisah memikirkan sesuatu. Ketika kakanda hendak turun ke bumi, ayahanda berpulang ke rahmatullah. Pimpinan kerajaan dijalankan oleh Sithon Geulima, yai42
tu kakak kakanda sendiri. Entah bagaimana sekarang nasib putri Sithon Geulima. Rindu hati kakanda pulang ke sana hendak bertemu dengannya. Kakanda akan kembali lagi dalam waktu dekat". Mendengar ucapan suaminya itu Jambul Emas menangis dan dengan suara terputus-putus ia berkata, "Dinda kira panas sampai petang, kiranya hujan tengah hari. Cinta kakanda rupanya sampai di mulut belaka. Adinda mengharap cinta yang sampai ke lubuk hati. Adinda kuatir buah yang sedang masak di pohon tidak ada yang menanggung". "Kanda pergi tidak lama. Kemana pun kakanda pergi, adinda tetap dalam hati kakanda. Percayalah, kakanda sangat sayang kepada adinda", bujuk Lila Bangguna. Akhirnya sesudah masing-masing meyakinkan cintanya Jambul Emas berkata, "Jikalau kakanda hendak pergi juga, kenangkanlah adinda setiap saat dan semoga kakanda terhindar dari segala mara". "Doakan kakanda supaya selamat sampai di tempat tujuan, dan selamat pula sampai kembali", jawab Lila Bangguna. Sesudah mengucapkan kata-kata perpisahan, Lila Bangguna pun mengenakan baju terbangnya. Dalam sekejap mata ia telah berada di udara menuju kayangan. Jambul Emas meratapi kepergian kekasihnya sambil menangis tersedu-sedu. Belum satu hari ia berpisah rasanya sudah sebulan, nafsu makannya hilang. Karena tak sabar lagi ia pun berkata kepada ayahnya dengan disaksikan oleh ibunya Syah Keubandi dan semua saudara-saudaranya. "Ayahanda!" Ananda hendak mengikuti suami ke kayangan. Ananda mohon izin dari ayahanda bunda dan kakanda sekalian". Beberapa saat sesudah memohon izin dari orang tuanya, ia sudah berada di angkasa dibawa terbang oleh kuda saktinya dan tidak berapa lama antaranya Jambul Emas sudah berdampingan dengan suaminya. "Engkau mengikutiku sayang! Rupanya engkau tak sanggup berpisah. Aku sangat sayang padamu", kata Lila Bangguna de-
ngan riangnya, sambil terbang menuju pintu negeri kayangan. Di negeri kayangan Hanya dalam beberapa saat saja mereka sudah tiba di negeri kayangan. Kedua muda belia ini berjalan menuju istana Sithon Geulima. Sesudah melewati beberapa dusun dan ladang, mereka berhenti di sebuah rumah kecil kepunyaan seorang miskin. "Engkau tinggal di sini dulu Jambul Emas, aku pulang dulu sendirian ke istana", kata Lila Bangguna. Istana Sithon Geulima tidak berapa jauh letaknya dari rumah kecil itu. Putri Sithon Geulima ketika itu sedang menenun kain. Tiba-tiba terperanjat mendengar ada suara batuk-batuk kecil yang segera dikenalnya bahwa yang datang itu tiada lain dari adik kandungnya sendiri. Cepat-cepat ia meninggalkan tenunannya dan segera mengambil padi dan beras. Ketika Lila Bangguna sampai diambang pintu ia ditaburi dengan beras padi oleh kakaknya. Kemudian keduanya \bersalaman dan berpelukan dengan penuh haru karena sudah lama berpisah. Tak dapat digambarkan betapa gembiranya Sithon Geulima ketika itu. Sesudah keduanya berbicara tentang berbagai hal ihwal, Lila Bangguna ke luar dari istana untuk melihat Jambul Emas dengan membawa barang-barang keperluan sehari-hari. Sithon Geulima tidak mengetahui hal itu. Tidak berapa lama Jambul Emas tinggal di gubuk kecil itu akhirnya diketahui juga oleh Sithon Geulima. Dipanggilnya Lila Bangguna, lalu ditanyanya, "Mengapa demikian lakumu! Aku dengar engkau datang bersama istrimu! Dimana ia sekarang? Mengapa tak kau bawa dia kemari. Apa salahnya kakakmu ini, hingga istrimu engkau tinggalkan di rumah orang lain. Bukankah ini istana peninggalan orang tua kita. Sepantasnya engkau anggap aku ini ibumu. Aku tak senang jikalau engkau belum membawa isterimu ke mari. Aku pun tak senang kalau hal ini nanti menjadi buah mulut orang seolah-olah aku tidak menghiraukan seorang putri". "Kakanda!" jawab Lila Bangguna. "Memang adinda membawa 44
seorang putri yaitu istri adinda sendiri. Bukan adinda tidak senang dengan kakanda. Tetapi adinda pernah mendengar petuah orang tua bahwa menempatkan seorang istri dalam satu rumah dengan iparnya sama dengan menanam benih permusuhan di antara mereka yang akibatnya si suami harus memilih saudara yang berarti harus meninggalkan isteri, atau sebaliknya. Adinda takut kalau yang demikian itu terjadi nanti. Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak baik yang mungkin terjadi, maka adinda mengambil jalan ini, yaitu tidak membawa isteri adinda ke istana". "Benar seperti katamu Lila Bangguna, Tetapi tidak semua orang demikian. Itu tergantung kepada pribadi seseorang. Aku sendiri akan menjemput isterimu ke mari. Aku muliakan dia dan aku terima sepenuh hati. Jangan samakan kakakmu ini dengan orang lain". Mendengar kata-kata manis kakaknya itu Lila Bangguna menyerah. "Terserah kepada kakanda bagaimana baiknya, adinda akan turuti. Adinda tidak melarang dan tidak menyuruh. Adinda hanya memperingatkan kakanda hal-hal yang mungkin terjadi, seperti adinda katakan tadi. Janganlah adinda disalahkan nanti kalau sampai terjadi apa-apa. Oleh sebab itu hendaklah kakanda pikir dahulu semasakuasaknya sebelum keinginan kakanda itu dilaksanakan". "Kakanda sudah memikirkannya dan sudah berketetapan hati hendak menjemput isterimu dengan segala upacara kebesaran", kata Sithon Geulima lagi. Lila Bangguna berdiam diri sementara Sithon Geulima pergi memerintahkan semua pembesar negeri dan alim ulama serta rakyat untuk mengadakan persiapan guna penjemputan putri Jambul Emas. Pada hari yang sudah ditentukan bergeraklah arak-arakan besar dari istana menuju rumah kecil di luar kota tempat Jambul Emas Tinggal. Arak-arakan yang terdiri dari segenap lapisan rakyat itu dimeriahkan oleh beraneka ragam bunyi-bunyian. Sesampai di rumah kecil itu beberapa utusan menyerahkan 45
persembahan kepada putri Jambul Emas sebagai penghormatan, seraya mempersilakan putri dunia itu duduk dalam sebuah usungan yang telah disediakan untuk dibawa ke istana kerajaan. Setelah Jambul Emas berada dalam usungan, barisan arakarakan itu bergerak menuju ke istana. Amat meriah ketika itu, karena segala macam keseruan rakyat dipertunjukkan. Sepanjang jalan rakyat menyambutnya dengan sorak-sorai. Bunyi petasan bersahut-sahutan ikut meramaikan peristiwa itu. Tak berapa lama antaranya arak-arakan itu pun sampai di istana. Jambul Emas sekarang tinggal di istana bersama putri Sithon Geulima dalam keadaan rukun dan damai. Sithon Geulima amat sayang kepada Jambul Emas yang datang dari negeri jauh itu. Jarang mereka berpisah dalam pergaulan sehari-hari. Beberapa waktu kemudian, pada suatu hari Lila Bangguna berkata kepada kakaknya yang didengar juga oleh isterinya: "Kakanda yang tercinta 'Adinda hendak pergi bertapa sementara waktu ke suatu tempat di gunung. Jambul Emas adinda titipkan pada kakanda tinggal di istana ini." Dengan tak panjang kalam Sithon Geulima menjawab: "Insya Allah adinda, asal jangan lama-lama meninggalkan kami" Di suatu tempat di sebuah bukit Lila Bangguna diam bersemadi siang malam, membaca do'a dan beribadat kepada Tuhan. Sewaktu-waktu pulang sebentar dan pergi lagi. Demikian keadaan Lila Bangguna pulang pergi dari tempat pertapaannya ke istana.
46
VI. PENDERITAAN Sudah enam bulan Jambul Emas tinggal bersama iparnya Sithon Geulima. Sedikit demi sedikit mulai merasa kepada Jambul Emas bahwa perhatian kakak iparnya terhadap dirinya berkurang bahkan nampak ia mulai membencinya. Ada saja kesalahan Jambul Emas yang dicari-cari, lebih-lebih kalau Lila Bangguna sedang dalam pertapaan. Akhirnya kebencian Sithon Geulima sampai kepada memakimaki dan menghina Jambul Emas. Tiap hari ia dimaki dan dihina disuruh pergi dari istana dan dikatakan bahwa ia putri dunia, bangsa jin dan sebagainya. Ia selalu dibentak-bentak secara kasar. "Siapa yang menyuruh datang ke mari setan! Pergi kau dari sini binatang! bentaknya selalu. Bermacam-macam caci maki dilemparkan kepada Jambul Emas, tetapi putri yang baik itu tidak pernah menyahut sepatah kata pun. Ia sadar bahwa ia jauh dari sanak saudaranya, sedangkan makian itu diterimanya ketika suaminya tidak ada di rumah. Kalau suaminya ada di rumah sikap Sithon Geulima berobah. Ditunjukkan rasa kasih sayangnya seperti biasa kepada adik iparnya itu. Jambul Emas pun tak pernah menyampaikan hal itu kepada suaminya. Ia tak mau menceritakan urusan pribadi dengan iparnya. Ia sabar dan tahan menderita batin daripada mengadu. Demikianlah prilaku putri jelita itu. Akibat tekanan perasaan itu ia menderita. Makannya tidak teratur dan badannya mulai kurus. Ketika Lila Bangguna sedang dalam pertapaannya, berpikirlah Sithon Geulima bagaimana caranya menyingkirkan Jambul Emas dari istana. Dicarinya jalan untuk menyalahkan Jambul Emas, lalu timbullah niat jahatnya. "Baiklah kusuruh ia mengangkat padi jemuran di sawah," pikirnya. Sementara Jambul Emas di istana, Sithon Geulima membawa sekarung padi dan tikar jemuran ke sawah tidak jauh dari istana. Tikar dibentangkan tetapi padinya ditumpahkan berserakan dalam 47
rumput dan jerami. Sudah itu ia pulang ke istana. Menjelang hari rernbang petang ia memanggil Jambul Emas: "Adinda Jambul Emas kakak merasa kurang sehat. Padi jemuran di sawah tidak ada yang mengambilnya. Tolonglah adinda sendiri pergi ke sana. Masukkan padi itu ke dalam karung dan bawa pulang ke mari." Mendengar perintah itu dengan tak berkata sepatah pun Jambul Emas terus pergi ke tempat padi dijemur. Tetapi alangkah terkejutnya di sana tatkala dilihatnya padi berserakan di dalam rumput dan lalang. Apa yang hendak diperbuatnya. Takut ia dipersalahkan oleh kakak iparnya dan bingung menyaksikan padi bertebaran di celah-celah jerami kering. Tidak tahu bagaimana caranya ia mengumpulkannya, lalu ia menangis dan meratap. Pikirnya ia akan binasa dengan sebab ini. Sejurus kemudian Sithon Geulima datang. Seraya melihat Jambul Emas sedang menangis tak ayal lagi ia terus memaki-makinya. "Kau rupanya sakit hati disuruh mengambil padi! Sengaja kau membuang padi di tanah. Jangan kau tinggal lagi bersama aku. Aku tidak mengundangmu ke negeri ini. Kau boleh pulang ke negeri ayahmu. Kau tak usah menangis, kumpulkan padi itu semuanya, jangan ada yang tinggal sebiji pun!" Jambul Emas menundukkan kepalanya sambil menangis, Sithon Geulima naik darah. Dipukulinya Jambul Emas dan ditamparinya. Tidak dihiraukan ia sedang menangis. Dipegangnya rambutnya lalu dibantingnya dan diseret-seret di atas tanah hingga kainnya lepas di pinggangnya. Jambul Emas terus menangis kesakitan tetapi ia tidak melawan. Ia menyerahkan nasibnya kepada Tuhan selama disiksa oleh Sithon Geulima dipanas terik sampai badannya bengkak-bengkak. Sesudah beberapa saat menerima siksaan akhirnya Jambul Emas pingsan. Puas Sithon Geulima melihat iparnya tak sadarkan diri. Disangkanya ia sudah mati. Dengan terengah-engah ia pulang ke istana. Tak lama Jambul Emas sadar kembali lalu ia duduk sambil menangis. 48
Di dalam pertapaan Lila Bangguna mendapat firasat tidak baik. Hatinya gelisah lalu ia pulang ke istana. Mendengar isterinya ada di sawah ia segera pergi ke sana dan didapatinya sedang duduk menangis dengan badan lemas dan rambut kusut masai, lalu ia bertanya: "Mengapa adinda berada di sini dan apa yang menyebabkan adinda menangis?" Adinda nampaknya dalam keadaan susah. Siapa yang memarahi adinda di istana?" Katakan kepada kakanda. Kakanda tak sanggup melihat keadaan adinda begini." "Adinda disuruh kakanda Sithon Geulima mengambil padi jemuran. Tetapi sampai di sini adinda melihat padi sudah berserakan dalam rumput, tidak lagi di atas tikar jemuran. Adinda tak dapat mengumpulkan padi ini. Bagaimana nanti adinda di istana, tentu adinda akan dipersalahkan membuang-buang padi. Itulah yang membuat adinda menangis" Sahut Jambul Emas. Tidak dikatakan ia sudah dianiaya oleh kakak iparnya sehingga Lila Bangguna tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya. "Kalau demikian adinda tidak usah gusar," Kata Lila Bangguna. Tawakallah kepada Allah! Lalu Lila Bangguna membaca do'a. Dalam sekejap mata dengan izin Tuhan padi itu sudah terkumpul di atas tikar. Tidak sebutir pun tertinggal di atas tanah. "Sekarang masukkan padi itu ke dalam karung dan bawa pulang," kata Lila Bangguna lagi. Jambul Emas membawa pulang padi ke istana tetapi Lila Bangguna tidak ikut pulang bersama isterinya. Ia langsung menuju pertapaannya lagi. Alangkah terkejutnya Sithon Geulima melihat Jambul Emas pulang dengan membawa padi. Dalam hatinya ia berkata: "Rupanya ia masih hidup, tetapi bagaimana ia dapat mengumpulkan padi itu kembali" "Adinda sudah membawa pulang padi itu, kakanda," kata Jambul Emas. "Mari kulihat, aku hendak menyukatnya kembali," sahut Sithon Geulima dengan gemasnya. Sesudah padi disukatnya kembali ternyata tidak kurang sedikit pun dari semula. Senja hari Lila Bangguna pulang dengan tiba-tiba. Ia tidak 49
melihat sesuatu yang berlainan pada isterinya oleh karena seperti biasanya, kalau Lila Bangguna ada di istana Sithon Geulima menunjukkan sikap cintanya kepada Jambul Emas. Dibujuk kawin lagi Beberapa hari kemudian Lila Bangguna pergi lagi ke tempat khalwatnya. Malam hari Sithon GeuUma memikir-mikirkan lagi bagaimana cara memisahkan Lila Bangguna dari Jambul Emas, lalu terpikirlah olehnya satu rencana jahat yaitu hendak mengawinkan Lila Bangguna dengan seorang putri supaya Jambul Emas sakit hati dan pulang ke negerinya. Pada pikirnya inilah satu-satunya jalan untuk memisahkan Lila Bangguna dari Jambul Emas. Pada suatu hari ketika Lila Bangguna berada di istana, Sithon Geulima mengajaknya berbicara: "Ada satu hal yang hendak kukatakan kepadamu Lila Bangguna! Siapa tahu umurku tidak panjang dan demi kasihku kepadamu aku harus mengatakannya": "Apa hajat kakanda, katakanlah sekarang," sahut Lila Bangguna. "Aku ingin sekali mengawinkan engkau' Iri hatiku melihat orang lain mempunyai isteri di negeri sendiri," kata Sithon Geulima membujuk. "Tetapi aku sudah beristri kakanda. Istri yang jauhari, aku cari di negeri yang jauh," jawab Lila Bangguna. "Dengarlah adikku' Aku ingin mengadakan pesta. Seorang kakak senang melihat pesta kawin adiknya. Senang menyaksikan adiknya duduk bersanding dengan jodohnya di negeri sendiri." "Aku tak rela meskipun dengan gadis yang lebih cantik. Aku tak mau dikatakan sebagai suarni yang tidak setia dari seorang istri yang baik budi," Jawab Lila bangguna. "Jangan adinda menolak hajat kakanda kali ini' Kakanda ingin menyaksikan hanya sekali lagi adinda duduk sebagai pengantin. Kakanda tidak akan menyuruh adinda melepaskan Jambul Emas. Yang sudah ada tetap adinda miliki terus, yang ini pun jangan ditampik. Inilah permintaan kakakmu satu-satunya," bujuk Sithon Geulima. Dengan berbagai-bagai alasan dan kata manis akhirnya Lila 50
Bangguna diam tidak menjawab. Rasanya ingin ia membuang diri jauh-jauh untuk menghindarkan hal itu. Tetapi bujukan kakaknya telah menundukkannya. "Terserahlah kepada kakanda, adinda tidak paham dalam hal ini," kata Lila Bangguna sambil ke luar meninggalkan kakaknya. Sejak waktu itu Sithon Geulima sibuk mencari calon istri buat Lila Bangguna. Tiada berapa lama kemudian Sithon Geulima mendengar ada seorang menteri mempunyai seorang anak gadis berparas cantik, Nama gadis itu putri Budiu. Sithon Geulima segera mengirim utusannya menemui menteri tersebut, untuk meminang putrinya. Lamaran diterima baik. Kedua belah pihak sibuk membuat persiapan untuk hari peralatan yang sudah ditentukan. Sithon Geulima dalam persiapan itu juga membutuhkan tepung buat bahan penganan hari peralatan. Niat jahat Sithon Geulima belum habis. Semua tepung yang sudah ditumbuk dibawa ke sawah lalu ditumpahkannya berserakan di celah-celah jerami tempat biasa orang menjemur padi. Sampai di istana dipanggilnya Jambul Emas lalu katanya: "Kakak sedang sibuk, tolonglah adik pergi ke sawah dan ambil tepung jemuran. Hari sudah petang dan langit mulai mendung." Mendengar itu dengan segera Jambul Emas pergi ke sawah. Sampai di sana ia terpaku melihat tepung berhamburan di luar tikar jemuran. "Ya Rabbi, mengapa gerangan kakak berbuat begini terhadap hamba. Apakah kakak hendak membunuh hamba. Bertubi-tubi cobaan menimpa diri hamba." Demikian keluh Jambul Emas sambil menangis memandangi tepung bertebaran di atas tanah di celahcelah rumput dan alang-alang. Dalam keadaan demikian Lila Bangguna pulang. Firasatnya mengatakan istrinya ada di sawah. Ia langsung menuju sawah tempat istrinya mengambil jemuran beberapa hari yang lalu. Di sana didapatinya istrinya sedang berdiri di panas terik menangis tersedu-sedu. Didekatinya istrinya. "Mengapa engkau menangis?" tanyanya. "Adinda akan dimarahi oleh kakak apabila tepung ini tidak adinda bawa pulang. Lihatlah kakanda! Tepung itu berhamburan dalam 51
rumput. Bagaimana adinda mengumpulkannya!" "Adinda jangan gusar. Tuhan akan menolong kita," jawab Lila Bangguna. Lalu ia membaca do'a hikmatnya. Sejurus kemudian angin barat datang dan tepung yang tadinya berserakan di tanah dalam sekejap mata sudah terkumpul sendiri di atas tikar. "Bawa pulang tepung ini!" kata Lila Bangguna. Jambul Emas segera membawa tepung itu ke istana dan diserahkannya kepada Sithon Geulima. Ia tercengang melihat tepung itu masih seperti semula tidak kurang sedikitpun. "Bagaimana aku perbuat dengan anak ini. Apa yang kusuruh dapat dilakukannya," katanya dalam hati. Persiapan hari perkawinan Lila Bangguna terus dilakukan di kedua istana masing-masing. Meskipun keadaan istana sedang sibuk Lila Bangguna tidak pulang dari pertapaannya sehingga ia tidak memakai pacar sebagaimana biasanya seorang yang hendak duduk bersanding. Hari perjamuan makin dekat. Sithon Geulima memanggil Jambul Emas lagi. "Adiku Jambul Emas' Kita akan banyak kedatangan tamu. Perlengkapan rasanya kurang. Kita akan malu kalau piring mangkuk tidak cukup. Baiklah adik mencari piring lagi. Orang lain tak ada yang dapat disuruh karena masing-masing ada tugasnya. Pergilah adik mengambilnya di suatu tempat dekat Paya Tangilek di kaki gunung Rubek. Segeralah adik pergi ke sana mengambilnya dengan membawa sekedar persembahan kepada yang empunya." Maksud Sithon Geulima dengan perintahnya itu tiada lain ialah supaya Jambul Emas pergi ke tempat yang berbahaya itu dan menemui ajalnya di sana. Rawa itu terkenal dengan binatangbinatang berbisa seperti kala, lipan, ular, naga dan sebagainya. Dengan tak membantah sedikitpun putri Jambul Emas menuruti kata kakak iparnya itu. Ia pergi seorang diri menuju Paya Tangilek yang menakutkan itu dengan membawa persembahan. Sampai di tepi rawa itu, Jambul Emas berdiri gentar menyaksikan airnya bergelora seolah-olah mendidih. Di tepinya menjulang gunung Rubek. Ditatapnya air danau itu dengan penuh kengerian. "Sampai juga ajalku hari ini," pikirnya. Ya Tuhanku! Tolonglah 52
hambamu ini!, ia berdo'a dengan lemah lembut. Dalam keadaan ketakutan itu tiba-tiba Sithon Geulima sampai pula ke tempat itu. Rupanya ia mengikuti Jambul Emas. "Mana piring yang kusuruh cari. Mengapa begitu lama kau di sini. Tentu kau berbuat jahat dengan laki-laki lain di tempat sepi ini. Kau telah berkhianat kepada suamimu yang sedang bertapa. Memang bangsa dunia jahat." Sambil memaki-maki disiksanya Jambul Emas dengan berbagai-bagai perlakuan. Tidak ada yang membantu di tempat yang sunyi itu. Jambul Emas hanya menangis menerima siksaan iparnya itu. Rambutnya terurai, kainnya terlepas dari tubuhnya karena ditarik-tarik dan dihela-hela. Malakat, yaitu cincin sakti pemberian raksasa yang ada padanya, juga jatuh ke tanah. "Ayoh turun segera ke danau itu, ambil piring-piring dan talam yang ada di dalamnya dan bawa ke mari!" Perintah Sithon Geulima sesungguhnya hanya sebagai alasan saja. Lalu didorongnya Jambul Emas supaya segera turun ke danau itu. "Biarlah aku turun ke danau ini, mudah-mudahan Tuhan memberi pertolongannya" pikir Jambul Emas, lalu perlahan-lahan ia melangkah menuju danau itu. Baru tiga langkah ia masuk ke dalam air, seekor naga besar membuka mulutnya lebar-lebar dan dalam sekejap mata jambul Emas sudah berada dalam mulut naga itu. Alangkah senangnya hati Sithon Geulima melihat kejadian itu. Ia pulang dengan gembira karena apa yang selama ini diidam-idamkannya sudah tercapai. Jambul Emas sudah berada dalam perut naga. Ia teringat kepada cincin saktinya. Malakat itu telah jatuh tadi ketika ia diseret-seret oleh Sithon Geulima. Ia berdo'a kepada Tuhan semoga malakatnya kembali kepadanya. Do'anya diterima. Malakat yang hilang, perlahan-lahan mendekati tepi danau tempat naga menelannya. Ketika malakat itu telah dekat air, naga itu gelisah. Demikian pula binatang-binatang lainnya, semuanya menyingkir dari tempat itu. Naga itu memuntahkan Jambul Emas kembali ke darat. Ke luar dari mulut naga Jambul Emas segera memungut cincinnya dan dipakainya di jari manisnya. Ketika itu ular naga 53
bersujud dihadapan Jambul Emas seraya katanya: "Ma'afkan hambat tuan putri, karena hamba tadi tidak mengetahui siapa tuan putri. Apa kehendak tuan putri, katakan sekarang juga! "Aku berhajat kepada barang pecah belah untuk keperluan pesta perkawinan," jawab Jambul Emas. "Itu semuanya tersedia di sini. Tuan putri dapat mengambilnya!" sahut naga itu. Sesudah tempat barang pecah belah itu ditunjukkan, ia pun segera mengambil barang-barang itu secukupnya lalu pulang ke istana dan menyerahkannya kepada Sithon Geulima. Tercengang Sithon Geulima melihat kedatangan Jambul Emas. Mukanya asam sementara hatinya berkata: "Tidak mati juga anak celaka ini! Barangkali ia akan bahagia." 99 bersaudara menyusul Sudah sekian lama Jambul Emas meninggalkan negeri Gulita sagob mengikuti suaminya ke negeri Kayangan. Kesembilan puluh sembilan orang saudaranya sangat rindu kepadanya. Mereka selalu gelisah memikirkan Jambul Emas putri satu-satunya di antara mereka. Pada suatu hari mereka bermupakat untuk naik ke Kayangan mencarinya. Mufakat putus, maka dengan izin Tuhan mereka terbang beramai-ramai naik ke Kayangan. Tidak lama antaranya mereka tiba di pintu gerbang. Di sana mereka berhenti dan bermusyawarat: "Kita sudah sampai ke negeri tempat adik kita tinggal," kata yang tertua di antara mereka. "Mari kita lihat bagaimana keadaan Jambul Emas di sini. Mudahmudahan penduduk negeri ini baik-baik. Kalau mereka bersikap tidak pantas kita akan bertindak." Demikianlah keputusan mereka. Sesudah itu mereka semuanya bersemadi dan mohon kepada Tuhan. Empat puluh hari mereka berdo'a. Akhirnya pinta mereka dikabulkan. Mereka semuanya sekarang telah menjelma menjadi hewan berupa burung dan binatang-binatang lain. Ketika mereka sudah berada di istana negeri kayangan mereka memberi isyarat 54
kepada Jambul Emas, dan putri yang arif itu pun segera mengetahui bahwa mereka adalah saudara-saudara kandungnya datang menjenguknya. Tiada terkata girangnya Jambul Emas. Sementara itu segala persiapan pesta sudah selesai. Tibalah sa'atnya untuk mengantarkan mempelai lelaki yaitu Lila Bangguna ke rumah pengantin baru putri Budiu. Sithon Geulima menyuruh Jambul Emas mendampingi Lila Bangguna sebagai pengapit pengantin. Putri dunia yang baik hati itu menuruti saja perintah kakak iparnya itu, dan tidak menunjukkan rasa tidak senang dengan perkawinan suaminya. Arak arakan pengantin sudah sampai ke rumah putri Budiu. Sesudah penghulu selesai melakukan akad nikah dibawalah Lila Bangguna naik ke pelamin dan didudukkan bersanding dengan putri Budiu. Di sebelah kirinya duduk Jambul Emas. Amat indah dipandang mata tiga anak raja yang cantik-cantik itu. Yang teramat cantik nampaknya ialah putri Jambul Emas. Adapun kejadian dan pemandangan itu semuanya diikuti oleh sembilan puluh sembilan saudara Jambul Emas. Ketika orang sedang sibuk menyediakan hidangan mereka semua sudah berada di dalam istana tanpa diketahui oleh seorang pun. Hidangan-hidangan mewah bertudung saji sudah diletakkan di hadapan para tamu pengantar mempelai. Seorang yang mewakili tuan rumah dengan khidmat dan rendah diri mempersilakan para tamu membuka hidangan untuk disantap. Selesai kata-kata sambutan diucapkan dan sesuai dengan adat dan resam maka hidangan pun dibuka sebagai tanda makanan akan disantap. Tetapi alangkah terkejutnya para tetamu dan hadirin ketika menyaksikan semua hidangan telah kosong tidak ada makanan sedikit pun di dalamnya. Tidak ada di antara mereka yang tahu bahwa makanan itu telah habis dimakan oleh saudarasaudara Jambul Emas yang tidak terlihat oleh yang hadir. Para tetamu kedengaran menggerutu dan mengejek tuan rumah. Kedengaran mereka menyindir: "Apakah sesungguhnya begini adat istiadat di tempat ini? dengan serta merta mereka meninggalkan tempat kediaman putri Budiu dan pulang ke tempatnya masing-masing. Pihak tuan rumah 55
kelihatan murung dan malu sebab hidangan tidak berisi. Berita itu segera sampai kepada Lila Bangguna di pelaminan. Ia merasa tersinggung mendengar kabar yang memalukan itu. "Tidak ada harganya kami di sini rupanya," pikir Lila Bangguna. Adapun saudara-saudara putri Jambul Emas sudah menjelma pula menjadi semut-semut halus lalu naik ke atas pelamin pengantin dan melata di badan putri Budiu.Tanpa ada yang mengetahuinya. Semut-semut halus ini sedikit demi sedikit menggigit telinga tuan putri sehingga beberapa sa'at kemudian kedua telinganya putus dan anting-antingnya berjatuhan tanpa disadari. Jambul Emas menyaksikan kejadian itu. Selesai menggigit telinga putri Budiu semut-semut itu pergi. Mereka turun kembali ke bumi. Diceritakannya kepada orang tua mereka segala kejadian yang menimpa diri Jambul Emas dan apa yang dilakukan mereka di sana. Acara dalam mahligai putri Budiu belum habis. Putri Budiu diangkat orang kepangkuan Lila Bangguna sebagai adat kebesaran perkawinan raja-raja. Pada sa'at itulah Jambul Emas membisikkan kepada suaminya sambü memberi isyarat bahwa telinga putri Budiu rump;t. (1) Sebaik mengetahui hal itu Lila Bangguna amat marah seraya berkata kepada kakaknya yang masih berada di hadapannya; "Aku tak menyangka perbuatan kakak begini. Cukup memalukan. Sampai hati kakak berbuat demikian terhadap aku. Sekarang juga aku ceraikan putri ini." Dengan didampingi Jambul Emas Lila Bangguna turun meninggalkan mahligai yang masih dalam keadaan kacau balau disertai rasa malu yang tak terhingga dari pihak tuan rumah. Kedua sejoli, Lila Bangguna dan Jambul Emas sudah berada di angkasa dalam perjalanan turun ke bumi. Pagi-pagi hari berikutnya mereka sampai di istana negeri Gulita Sagob dan terus menemui ayahanda baginda Hamsoikasa. Sri baginda yang baru selesai sembahyang subuh menerima sembah sujud putrinya bersama suami. Selesai menemui ayahanda mereka menemui ibunda Syah (1)
56
robek
Keubandi dan Rakna Dewi serta Keucan Ansari. Begitu pula saudara-saudara tuan putri telah berkumpul dan bersalam-salaman dengan Jambul Emas dan Lila Bangguna. Tak dapat dibayangkan betapa meriahnya isi istana pada hari itu menyambut kedatangan mereka.
57
VII. LILA BANGGUNA MENJADI RAJA Setahun telah berlalu. Pada suatu hari baginda raja Hamsoikasa jatuh sakit. Dengan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa beberapa hari kemudian baginda berpulang ke rahmatullah. Semua penghuni istana menangisi kemangkatan baginda, terlebih-lebih Jambul Emas serta saudara-saudaranya. Negeri Gulita Sagob berkabung. Seluruh rakyat bersedih dan meratapi kepergian raja yang adil itu. Penuh sesak istana dengan orang-orang yang hendak memberi penghormatan terakhir kepada baginda. Suasana ratap tangis itu baru mereda tatkala jenazah baginda dikebumikan. Seratus hari telah berlalu sesudah baginda wafat. Sesuai dengan resam dan adat kini rakyat memikir-mikirkan siapa yang akan menggantikan almarhum sebagai raja. Sebagian rakyat menghendaki putra tertua, tetapi kepada perdana menteri ia berkata "Janganlah hamba yang dinobatkan sebagai khalifah. Hamba menghendaki supaya adik ipar kami Lila Bangguna menempati tahta kerajaan." Demikian pula kehendak saudara-saudaranya yang lain. Mereka semuanya menunjuk Lila Bangguna sebagai raja. Semua menteri dan kadi sepakat menerima permintaan saudara tuan putri. Pada hari yang ditentukan dinobatkanlah Lila Bangguna menjadi raja yang berkuasa di negeri Gulita Sagob. Penobatan dilakukan dengan pemakaian mahkota keemasan dengan didampingi oleh permaisuri Jambul Emas. Lila Bangguna adalah raja yang adil dan saleh. Hukum dijalankan sebagaimana mestinya. Perbuatan terlarang dicegahnya menurut hukum agama. Sembahyang, zakat, puasa dan haji diperintahkan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Rakyat dikerahkan untuk membangun negeri dan memperbaiki rumah-rumah ibadat. Pendidikan anak-anak amat dipentingkan. Mereka diwajibkan belajar. Juga orang-orang dewasa diperintahkan menambah pengetahuan dengan mengadakan perguruan di mana-mana. Sungguh bijaksana raja muda ini. Sepadan dengan permaisurinya. Yang diperhatikan58
nya sehari-hari ialah amal saleh, dan bagaimana caranya menjalankan hukum dengan seadil-adilnya. Kecantikan putri Jambul Emas sudah termasyur ke manamana. Tidak ada satu negeri pun yang belum mendengar tentang kecantikan putri Jambul Emas. Berita ini pun akhirnya sampai ke negeri Cina. Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki menghadap raja Cina di istananya. Orang itu berdatang sembah, "Daulat Tuanku! Ampuni hamba ini! Hamba mendengar ada seorang putri yang amat cantik rupanya. Tidak ada di dunia ini yang dapat menandingi kecantikan putri itu. Putri Paridoh, Putri Ruhul A'la, putri Ruhon Apeulah yaitu kekasih Banta Beuransah, dan putri Aloh yang negerinya diperangi oleh Malem Diwa, semuanya terkenal sebagai putri-putri tercantik di dunia. Tetapi tidak ada seorang pun di antara mereka yang dapat menandingi kecantikan putri yang hamba ceritakan ini. Konon kabarnya putri ini berjambul emas" Demi mendengar berita itu raja Cina berkata dengan garangnya, "Aku tidak mau hanya mendengar ceritamu. Aku ingin putri itu kaubawa ke mari. Kukira ia ada di negeri ini, rupanya jauh di negeri orang. Kau hanya anjing pembawa berita," bentak raja Cina dengan marahnya sesudah mendengar berita itu. Pembawa kabar itu karena takutnya terus lari meninggalkan istana. Menyesal rasanya ia menyampaikan berita itu. Mulanya ia hanya ingin mencari muka, tidak disangkanya raja terus bernafsu dan segera ingin memiliki putri yang diceritakannya itu. Pada hari itu juga raja Cina mengerahkan semua ahli nujumnya yang pandai. Sesudah ahli-ahli nujum berkumpul di istana, raja Cina pun bertitah, "Aku memanggil karriu sekalian ke mari ialah untuk mengetahui melalui ilmu saktimu apakah aku berdaya memiliki putri Jambul Emas dari negeri Gulita Sagob, yaitu permaisuri raja muda Lila Bangguna." Semua ahli nujum itu mengamalkan ilmu gaibnya dan sesudah menghitung-hitung angka mereka berpendapat bahwa untuk memperoleh putri Jambul Emas rupanya sukar. Kata mereka, 59
"Lila Bangguna dan Jambul Emas mempunyai ilmu yang amat ampuh. Tuan putri juga mempunyai sembilan puluh sembilan saudara yang gagah perkasa. Sungguh sulit untuk memerangi negeri itu." Ahli-ahli nujum seterusnya berkata, "Kami telah melihat semua itu dalam ilmu nujum kami. Kami hanya menyampaikan apa yang kami lihat. Tuanku lebih berhak menentukan segala keputusan. Menurut pendapat kami suatu ketika putri itu dapat tuanku miliki." Sesudah mendengar ramalan para ahli nujum raja Cina memerintahkan pesuruhnya memanggil para menteri dan hulubalang serta pemuka-pemuka kerajaan lainnya untuk hadir di istana. Demikian pula rakyat jelata diperintahkan berkumpul di istana. Sesudah semuanya berkumpul mereka berdatang sembah, "Ada apa gerangan daulat tuanku memanggil kami?" Sejurus kemudian kedengaranlah pengumuman dari istana yang dapat diikuti oleh seluruh yang hadir. "Kami berhajat hendak menjemput bintang di seberang lautan. Dengan bantuan rakyat aku hendak memerangi raja Lila Bangguna. Kalau ia tidak menyerahkan permaisurinya, negerinya kita taklukkan. Siapkan angkatan laut yang besar. Kita akan menuju negeri Gulita Sagob di sebelah barat. Ikutilah perintahku hai seluruh rakyat!" Rakyat negeri Cina sibuk menyiapkan perlengkapan perang. Kapal-kapal perang besar dan kecil dibuatnya. Demikian pula alat-alat perang lainnya, semuanya dipersiapkan. Negeri Cina ketika itu dalam keadaan siap perang. Mimpi buruk Pada suatu malam menjelang fajar sedang putri Jambul Emas tidur nyenyak, tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu yang menyebabkan Lila Bangguna terbangun seraya berkata, "Mengapa adinda menangis? Katakan apa yang sedang menimpa diri adinda! Kakanda ikut berduka jika adinda menangis." "Adinda bermimpi buruk kakanda'. Jelas Tuhan memperlihatkan tanda-tandanya. Adinda melihat seakan-akan air laut naik ke darat 60
menenggelamkan negeri kita dan istana ini. Adinda sedang duduk di puncak mahligai. Air naik makin tinggi lalu tak lama memusnahkan segala isi negeri. Kemudian datang angin puting beliung dan mencampakkan adinda ke kuala." "Adinda Jambul Emas!" sahut Lila Bangguna. "Kita akan mendapat malapetaka besar. Raja Cina akan datang ke mari. Adinda akan dibawa ke negerinya. Itulah takbir mimpi adinda itu." "Ya Allah' Hamba akan menerima aib dan keji. Tidak henti-hentinya marabahaya datang. Semuanya kehendakMu ya Tuhanku." Kakanda akan berkhalwat di puncak istana ini. Adinda tinggal di sini," kata Lila Bangguna. "Semoga Allah menolong kita," sahut Jambul Emas. Sementara Lila Bangguna menjalankan samadinya, putri Jambul Emas selalu beribadah memohon do'a kepada Tuhan. Adapun raja negeri Cina dengan balatentaranya yang amat banyak disertai oleh para wazir dan panglimanya sedang menuju pantai. Di laut tersedia beratus-ratus kapal perang dari segala jenis. Sesudah raja dan semua balatentaranya berada di kapal maka berlayarlah armada besar itu menuju negeri Gulita Sagob. Raja Cina amat senang demi melihat pantai negeri yang diidam-idamkan itu. Jangkar diperintahkan turun, alat senjata disiapkan. Tak lama antaranya kedengaranlah dentuman meriam yang ditembakkan dari salah satu kapal perang. Putri Jambul Emas ketika itu terkejut mendengar dentuman meriam. Dipanggilnya seorang pesuruh lalu katanya, "Kudengar suara tembakan di laut. Coba engkau periksa di pantai, kapal apa gerangan yang datang itu." Pesuruh itu dengan segera menuruti perintah tuan putri dan tiada terkira tercengangnya serta diliputi rasa takut demi ia tiba di tepi pantai menyaksikan kapal-kapal perang seakan-akan telah menutupi lautan luas. Ia hendak kembali tetapi takut kepada tuan putri. Diberanikan dirinya lalu dengan menggunakan sebuah sampan kecil ia menuju kapal. Di sana ia diterima oleh anak buah kapal dan terjadilah soal jawab: "Dari mana tuan-tuan datang dan apa maksudnya kemari. Kalau tun-tuan hendak berdagang, kami akan melayani, tetapi kalau 61
tun-tuan hendak bermusuhan, nanti dulu," kata utusan kerajaan itu. Tentara Cina menjawab, "Kami datang dari jauh dan telah mengarungi beberapa lautan. Maksudnya bukan untuk berniaga tetapi untuk mencari setangkai bunga untuk raja kami. Ini sepucuk surat untuk baginda Raja Lila Bangguna. Tidak perlu kami terangkan isinya karena semua sudah tercantum dalam surat ini. Sampaikan kepada baginda!" Utusan tuan putri mengambil surat itu lalu segera membawanya ke istana. "Sungguh banyak kapal' di laut, tuan putri," kata utusan itu. "Kapal-kapal besar dan kecil telah memenuhi kuala kita. Mereka tidak membawa barang dagangan kecuali sepucuk surat untuk tuanku," lalu diserahkannya surat itu kepada tuan putri. Selesai membaca surat itu air mata tuan putri jatuh berderai seraya berkata kepada pembawa surat itu, "Kabar buruk dalam surat ini, coba engkau dengarkan!" "Kami raja dari negeri Cina datang ke negeri Gulita Sagob untuk mencari sekuntum bunga idaman kami, yaitu putri Jambul Emas. Bawalah putri itu kepada kami, kalau tidak perkuatlah pertahanan tuan. Kami akan mendarat dan pantang pulang dengan tangan hampa. Kami berikan tuan waktu untuk berpikir selama sepuluh hari. Apabila permintaan kami ini tidak diindahkan terpaksa kami menggunakan kekerasan. Tentara kami cukup banyak dan gagah-gagah berani. Negeri tuan akan hancur bersama tuan, dan putri akan kami bawa. Pikirlah untung ruginya demi keselamatan tuan dan negeri tuan." Demikianlah bunyi surat raja Cina kepada baginda Lila Bangguna. Putri Jambul Emas menangis lagi selesai membaca surat itu, lalu disobeknya dan ditaruhnya di bawah tempat duduknya. Dalam keadaan murung ia memerintahkan pembantunya, "Kerahkan dengan segera menteri-menteri, hulubalang dan panglima perang serta kesembilan puluh sembilan saudara kami. Kita dalam kepungan balatentara negeri Cina." Pembantu putri segera melaksanakan perintah dengan memukul gong dan canang sehingga perintah itu dengan cepat tersiar luas ke seluruh pelosok negeri. 62
Tak lama antaranya rakyat serta panglima-panglima perang sudah berkumpul di muka istana. Sembilan puluh sembilan bersaudara dan para menteri terus menghadap. Tuan putri membuka bicara, "Saudaraku sekalian serta para pembesar negeri lainnya. Raja negeri Cina akan memerangi negeri kita. Armadanya telah memenuhi lautan sekeliling kita. Mereka akan merampas aku dengan kekerasan. Hendaklah kita memperkuat benteng-benteng kita di tepi pantai untuk menghadapi serangan mereka." Selesai perintah singkat itu Jambul Emas sendiri langsung pergi ke pantai untuk memimpin pembuatan benteng-benteng pertahanan. Rakyat bekerja dengan penuh semangat. Tidak ketinggalan para isteri pembesar negeri teristimewa istri panglimapanglima yang masih muda. Mereka bekerja dengan giat membangun tempat-tempat pertahanan mendampingi suami mereka masing-masing. Satu di antara benteng-benteng itu khusus dipertahankan oleh kaum ibu yang masih muda dan kebanyakan terdiri dari istri para bintara. Yang menjadi komandan dari benteng khusus ini tidak lain ialah putri Jambul Emas sendiri. Dalam waktu hanya beberapa hari selesailah semua pertahanan, dan siap menanti serbuan pasukan raja Cina yang sangat banyak itu. Pasukan negeri Gulita Sagob dipimpin oleh panglimapanglima yang terkenal. Di antara panglima yang terbilang ialah saudara-saudara tuan putri sendiri. Tersebutlah di antara mereka nama-nama seperti Datok Ja Ni, Datok Ali, Datok Uboe, Datok Ja Suka, Tok Ja Rahman dan lainnya yang terlalu banyak kalau disebutkan satu persatu. Persiapan perang sudah selesai. Semua prajurit, bintara dan perwira sudah siap siaga dengan semangat yang tinggi menanti serangan musuh.
63
VIE. PASUKAN CINA MENDARAT Sepuluh hari sudah berlalu. Raja Cina sangat murka karena putri Jambul Emas tidak diantarkan sebagaimana kehendaknya dalam surat. Maka dipanggilnya ahli-ahli nujum menanyakan hal keadaan putri. Oleh nujum diterangkan bahwa tuan putri tidak akan diantarkan ke kapal bahkan rakyatnya sedang mengadakan persiapan perang. "Benteng-benteng pertahanan sudah siap menanti kedatangan kita. Beribu-ribu pasukan sudah disiapkan. Panglimanya gagah gagah berani teristimewa saudara-saudara tuan putri sendiri. Pendek kata mereka akan melawan kita," kata ahli-ahli nujum kerajaan. Raja Cina bertambah murka mendengar keterangan nujumnya. Mau rasanya ia melompat ke laut hendak segera mendarat mengambil putri Jambul Emas. Pasukannya sudah mulai riuh rendah menunggu-nunggu perintah mendarat. Dalam keadaan demikian bertitahlah raja Cina, "Aku malu kalau putri Jambul Emas tidak berhasil kubawa. Sia-sia aku meninggalkan negeri. Biar nyawaku melayang kalau putri tidak diserahkan. Maka sekarang, mendaratlah sekalian hai perajuritku! Rebutlah putri itu dan bawa kemari." Berduyun-duyun pasukan Cina dengan menggunakan sampansampan kecil mendayung menuju pantai tempat pertahanan. Serbuan balatentara asing itu segera diketahui oleh Jambul Emas. Tak ayal lagi maka meriam-meriam pantai kerajaan Gulita Sagob memuntahkan pelurunya ke arah kapal-kapal perang musuh. Dari laut armada Cina membalas, sementara pasukannya terus mendekati pantai. Terjadilah perang pantai yang amat seru. Satu demi satu kapal perang Cina ditenggelamkan, sementara beberapa benteng-benteng pertahanan di darat rubuh dilanggar peluru meriam dari laut. Raja Cina amat marah. Pasukannya dikerahkannya terus. Sampan demi sampan mencapai pantai dan disambut dengan tembakan-tembakan dari darat. 64
Benteng pertahanan Jambul Emas sudah dicapai pasukan Cina. Di situ terjadi pertempuran dahsyat. Jambul Emas memimpin perlawanan dengan gagah perkasa. Bergelimpangan mayat pasukan Cina di sekeliling tembok benteng itu. Tak ada prajurit yang selamat masuk ke benteng yang tangguh itu melainkan rubuh disambar pedang atau peluru. Kapal-kapal di laut tak henti-hentinya menembaki pertahanan dan terus-menerus menambah pasukan yang mendarat. Ketika beberapa benteng pertahanan sudah hancur mengamuklah panglima-panglima muda seperti Datok Meuntroe, Datok Ja Suka, Datok Ja Mule dan lain-lain dengan pedang di tangan masing-masing menyerang pasukan Cina yang baru mendarat. . Udara serasa mendung oleh debu yang berterbangan. Di sana sini terjadi pertarungan sengit berkawan-kawan atau satu lawan satu. Yang mati tak terhitung lagi. Tentara Cina makin banyak berdatangan. Tetapi semangat tempur saudara-saudara Jambul Emas makin menyala. Dihancurkannya tanpa ampun pasukan musuh yang bengis itu. Rupanya pasukan Cina kewalahan menghadapi keberanian dan semangat pasukan Jambul Emas. Mereka merubah siasat. Mula-mula mereka memasang jerat besi. Tetapi tidak seorang pun di antara sembilan puluh sembilan orang panglima kerajaan itu yang masuk perangkap. Mereka amat pandai mengelak dan sangat lincah melompat jarak jauh ke sana ke mari. Kemudian pasukan Cina menggunakan sihir hendak mencelakakan panglima-panglima muda itu. Tetapi mereka pun mengetahui hal ini. Kesembilan puluh sembilan orang panglima itu menjelma menjadi burung. Sambil terbang mereka membinasakan setiap prajurit musuh. Tak ada yang dapat menandingi keahlian panglimapanglima bersaudara itu. Bala bantuan armada Cina terus mengalir. Raja Cina bertanya kepada nujumnya, "Bagaimana caranya kita menaklukkan mereka?" Guru nujum menjawab, "Daulat tuanku. Tunggulah tuanku sa'atnya yang baik. Dua tiga hari lagi hajat tuanku akan tercapai." 65
Bukan main murkanya ia mendengar jawaban nujumnya itu. "Aku tak mau jawabanmu itu. Aku minta putri Jambul Emas hari ini juga. Aku tak mau besok lusa. Kupancung kau sampai mati," bentak raja Cina sambil ia bangun dari tempat duduknya hendak mengambil pedang. Melihat gelagat tak baik itu guru nujum itu tak pikir panjang lagi terus melompat ke laut. Dalam air ia disambut oleh ikan paus yang sedang mencari mangsanya. Tiada kasihan ia melihat nujumnya mati di makan ikan paus karena yang diingatnya hanya putri Jambul Emas. Semua pasukannya ketika itu melihatnya. Tak lama terdengar lagi perintahnya, "Ayo bangkit semua, hancurkan kota itu. Bawa putri itu ke mari dengan segera." Perang makin berkecamuk. Dentuman-dentuman meriam dan letusan senjata lainnya makin hebat dari kedua belah pihak. Kapal-kapal yang sudah tenggelam tak terhitung lagi. Kubu pertahanan darat banyak yang sudah hancur. Jambul Emas tidak henti-hentinya mengarahkan mulut meriamnya ke laut. Perang senjata diselang-seling dengan perang sakti. Akhirnya pasukan negeri Gilita Sagob mulai patah semangatnya karena tidak tahan lebih lama menghadapi musuh yang besar itu. Banyak di antara mereka meninggalkan medan pertempuran melarikan diri ke gunung-gunung. Akhirnya yang tinggal hanya Jambul Emas bersama saudara-saudaranya. Mereka dikepung habis-habisan oleh musuh. Dalam keadaan demikian saudarasaudara tuan putri bertambah bengis dan garang. Dengan segenap ilmu dan tenaga mereka menghadapi musuh yang berlipat ganda banyaknya itu. Goyang rasanya bumi oleh suara gemercingan senjata besi dari kedua pihak. Lila Bangguna ke medan tempur Di kala pertarungan sedang berjalan dengan serunya, Lila Bangguna terbangun dari tempat pertapaannya. Dibukanya matanya lebar-lebar, maka kelihatan alam sekelilingnya gelap oleh asap mesiu. Dipanggilnya isterinya tetapi tidak ada yang menyahut. Baru disadarinya bahwa pertempuran seru sedang berlangsung. Diketahui pula bahwa di pinggir laut Jambul Emas dan 66
saudara-saudaranya sedang dikepung rapat oleh musuh dan mereka sedang dalam kepayahan menghadapi lawan yang tidak seimbang. Menetes air matanya membayangkan keadaan itu lalu ia bermohon kepada Tuhan: "Ya Allah ya Rabbi. Hambamu hina dan keji. Kalau kiranya Jambul Emas sudah tidak ada lagi cabutlah pula nyawaku1 jangan kiranya aku Engkau beri aib dan malu. Dengan berkah junjungan Nabi mulia dan para anbia serta wali-wali dan dengan berkah ayahanda dan bunda, berikan daku tenaga dan keberanian. Berikan daku keampuhan sebagaimana telah Engkau berikan kepada Hamzah dan Ali dan khalifah-khalifah rasul lainnya. Hambamu bermohon semoga kami dapat mengalahkan tentara musuh. Mereka telah melanggar kehormatan kami." Selesai berdo'a dan merupakan kedua tangannya di muka dan memejamkan kedua matanya sekejap, ia pun menuju ke tengah-tengah medan perang. Tak dapat dibayangkan betapa girangnya Jambul Emas dan saudara-saudaranya melihat Lila Bangguna datang menggabungkan diri dengan mereka. Dengan segala macam senjata yang ada Lila Bangguna menyerang ke kiri dan ke kanan menghancurkan setiap musuh yang dijumpainya. Semangat tempur panglimapanglima muda lainnya semakin menggelora. Perang seratus lawan ribuan berlangsung dengan sengitnya. Yang memimpin sekarang ialah Lila Bangguna. Korban di pihak Cina semakin banyak. Pasukan Cina mulai takut dan semangat mereka sudah berkurang. Akhirnya semua pasukan Cina berlarian menuju kapal. Banyak di antara mereka yang mati terbenam atau menjadi mangsa ikan hiu di laut sebelum sampai di kapal. Yang tak sempat lari habis menjadi umpan senjata seratus orang yang perkasa di darat. Yang selamat naik ke kapal, menghadap raja dan berkata, "Daulat tuanku . Kami inilah yang selamat sampai di kapal. Yang lain sudah habis menjadi korban perang. Lebih baik sekarang juga kita pulang. Jangan Tuanku tinggal di sini lagi. Kita kewalahan menghadapi seratus panglima yang berani dan tangkas." Dengan hati yang amat kesal sambil mencaci maki karena 67
maksudnya tak sampai, raja Cina memerintahkan armadanya berlayar pulang ke negerinya. Sesudah balatentara Cina dapat dikalahkan barulah putri Jambul Emas ke luar dari benteng pertahanannya menemui suaminya Lila Bangguna. Ia tahu suaminya sudah selesai bertapa dan sudah memimpin perlawanan yang dahsyat itu. Demikian pula rakyat yang semula lari meninggalkan medan perang sebaik mendengar balatentara Cina sudah pulang, berduyun-duyun kembali ke kampungnya masing-masing. Banyak di antara mereka yang mendapat kecelakaan ketika lari karena gugup. Jambul Emas dan suaminya Baginda Raja Lila Bangguna tetap tinggal di dalam benteng di tepi pantai. Mereka tidak pulang ke istana karena masih menanti setiap kemungkinan yang berbahaya. Di dalam benteng pertahanan pantai itu, mereka beribadah, bersamadi dan memupuk cinta. Kedua sejoli yang takwa itu memimpin pemerintahan tidak lagi di istananya melainkan di dalam benteng yang kokoh di tepi laut. Ke sanalah berdatangan para menteri dan pembesar negeri meminta petunjuk atau bermusyawarah tentang urusan pemerintahan.
68
IX. EUMPIENG BEUSOE MEMIMPIN SERANGAN Adapun raja Cina, sekembali dari petualangannya yang gagal, masih tetap merindukan putri Jambul Emas. Ia malu tidak dapat membawa pulang putri cantik itu. Sehari-harian nampaknya ia gelisah. Niat jahatnya masih menyala di dalam dada. Siang malam ia mengimpikan Jambul Emas. Untuk menutupi kegagalannya tak henti-hentinya ia berusaha supaya maksudnya tercapai. Pada suatu hari ia mengirim sepucuk surat kepada seorang raja yaitu adik kandungnya sendiri yang bernama raja Eumpieng Beusoe. Dalam surat itu dimintanya supaya Eumpieng Beusoe datang menemuinya di istana kerajaan Cina. Tiada berapa lamanya Eumpieng Beusoe datang menemui abangnya. Berkatalah raja Cina kepada adiknya, "Adikku Eumpieng Beusoe. Betapa malunya abangmu ini akibat tak dapat membawa pulang Jambul Emas, putri jelita yang aku impi-impikan siang malam. Jika engkau sayang kepadaku usahakanlah supaya putri itu dapat kumiliki. Aku tidak puas sebelum mendapat putri itu. Kuserahkan engkau memimpin negeriku ini dengan segala isinya." Eumpieng Beusoe menjawab, "Kakandaku Maharaja Negeri Cina. Dengan restu dewa-dewa dan berhala akan kubawa putri itu kepada kakanda. Aku tidak akan pulang sebelum maksud kakanda tercapai. Biar kerajaanku hilang, kalau aku pulang dengan tangan hampa. Baiklah mulai sekarang kakanda kerahkan rakyat lagi! Armada yang kuat serta peralatan perang supaya disiapkan. Sementara persiapan dilakukan, aku akan bertapa dahulu memohon do'a dari dewa-dewa." Raja Eumpieng Beusoe bersamadi di suatu tempat dalam sebuah kamar. Raja Cina mulai mengerahkan rakyat dari kedua negeri yang diperintahi oleh kedua raja kakak beradik itu. Selain itu, ia juga meminta bantuan dari negeri-negeri tetangganya. Dalam waktu singkat persiapan perang sudah rampung, hanya tinggal menunggu selesainya raja Eumpieng Beusoe ber69
tapa. Empat puluh hari lamanya raja itu bertapa. Berbagai ilmu sakti sudah dimilikinya. Sekembali dari pertapaan ia menghadap abangnya, menyatakan ia sudah selesai bersamadi dan menanyakan bila waktunya berangkat menuju negeri Gulita Sagob. Raja Cina mengatakan bahwa saat berangkat terserah kepada Eumpieng Beusoe. Mendengar jawaban itu Eumpieng Beusoe menangis memperlihatkan kesaktiannya. Suara tangisnya gemuruh, menegakkan bulu roma. Dari mulutnya keluar bunga api disertai dengan bunyi letusan. Selesai menangis kelihatan ia tertawa terbahak-bahak. Badannya besar tak bandingan. Sepintas lalu kelihatan bentuknya seperti pentungan besar. Belakangnya berisik seperti kulit buaya. Balatentara Cina di bawah pimpinan raja Eumpieng Beusoe sudah siap hendak berangkat. Kapal-kapal perang sudah penuh dengan'perajurit, bintara dan panglima. Dentuman meriam terdengar sebagai aba-aba perintah berangkat. Raja Cina amat senang. Pada pikirnya tak lama lagi putri Jambul Emas akan dimilikinya. Armada besar kerajaan negeri Cina berlayar dengan lajunya. Musim angin yang baik membantu pelayaran itu lebih cepat sehingga tidak berapa lama kelihatanlah pantai negeri Gulita Sagob. Jelas nampak benteng-benteng di tepi pantai. Sesudah armada itu mendekat sawuh diturunkan. Kedatangan kembali balatentara Cina segera terlihat oleh Jambul Emas dan memberitahukan suaminya Lila Bangguna. "Kakanda' Pasukan Cina sudah datang lagi. Mengapa kakanda berdiam diri? Adinda hendak dirampasnya." Lila Bangguna terkejut melihat laut sudah padat dengan kapal perang. Ia segera membunyikan meriam sebagai tanda panggilan kepada pembesar-pembesar negeri dan rakyat. Semua menteri dan panglima perang datang menghadap. Tidak ketinggalan saudara-saudara tuan putri. Lila Bangguna berkata di hadapan mereka, "Bala tentara Cina datang lagi. Mereka akan merampas Jambul Emas. Kita semua akan malu dengan perbuatan mereka." "Tuanku." kata Datuk Uboe. "Tuhan akan memelihara kita. 70
Kita mesti melawan mereka. Kita berani dalam kebenaran dan kita tidak bersalah di sisi Tuhan. Jambul Emas boleh dibawa apabila kita sudah menjadi mayat semuanya". Begitulah tekat rakyat negeri Gulita Sagob. Seratus buah benteng pertahanan sudah siap sedia menanti musuh. Benteng terdepan yaitu benteng kuala yang langsung dipimpin oleh tuan putri merupakan benteng yang kokoh. Semua pasukan sudah diatur di tempatnya, dan masing-masing sedang menunggu perintah. Raja Eumpieng Beusoe berdatang sembah kepada raja Cina di atas kapalnya. "Daulat Tuanku! Hamba akan bersamadi beberapa ketika. Di saat yang baik kita akan mendarat." Tidak lama kemudian perintah perang kedengaran, "Wahai kaumku sekalian! Ayoh bangkit serentak! Hancurkan Lila Bangguna dan bawa putri Jambul Emas ke mari! Aku tak sabar lagi menanti! Hancurkan benteng-benteng pertahanan dan bersiaplah untuk mendarat! Dalam sekejap mata suasana sudah menjadi medan pertempuran yang seru. Dentuman-dentuman meriam memekakkan telinga. Beberapa kubu pertahanan rubuh kena peluru meriam. Kapal-kapal perang Cina makin mendekat ke pantai. Pasukannya mulai mendarat. Jambul Emas silih berganti memasang meriam-meriam Jira Hitam, Sampoh Rante, Dagang Rumpong, Panyang Tujoh dan Paya Itek. Satu persatu kapal perang Cina karam. Mayat bergelimpangan jatuh ke laut menjadi mangsa ikan. Sungguhpun demikian serangan pasukan Cina tidak kendor. Mereka terus merapat ke pantai dengan tidak menghiraukan korban yang jatuh. Bala bantuan pun makin banyak berdatangan. Semangat mereka makin berkobar. Jambul Emas sangat tangkas. Rambutnya terurai lepas seperti mayang emas layaknya. Tidak henti-hentinya ia mengarahkan tembakannya ke kapal. Dengan lincahnya ia membidik senapannya ke arah kemudi kapal. Tembakannya jarang yang meleset. Benteng terdepan itu sepenuhnya dikuasai dan dipimpin olehnya. Pahlawan putri itu sempat melompat ke sana ke mari silih berganti antara membunyikan meriamnya dengan 71
menggunakan bedil. Sebentar-sebentar nampak sinar kalung dan anting-antingnya di tengah-tengah asap mesiu. Kadang-kadang beberapa buah meriam sekaligus ditembakannya. Semua yang sempat menyaksikan, kagum akan ketangkasan putri negeri Gulita Sagob itu bertempur berdampingan dengan suaminya. Kalau tidak karena takut kepada raja, banyak di antara kapal-kapal perang Cina hendak mundur akibat perlawanan sengit itu. Empat hari tembak-menembak sudah berjalan, Eumpieng Beusoe selesai bertapa. Ia segera menemukan raja Cina seraya berkata, "Kakanda boleh bersiap-siap. Sekarang tiba saatnya kita membunuh raja itu dan permaisurinya kita rampas. Kehendak kakanda akan tercapai." "Kebaikan kau kujunjung tinggi," jawab raja Cina. Segeralah bawah putri itu ke mari dan binasakan suaminya. Malu rasanya aku pulang dengan tangan hampa untuk kedua kalinya". "Tak pernah aku pulang dengan sia-sia dari setiap peperangan," kata Eumpieng Beusoe, lalu ia berseru, "Ayo, bangkit semua hai pasukanku! Dengan berkat segala berhala mari kita rebut putri Jambul Emas!" Setelah perintah Eumpieng Beusoe itu keluar, armada Cina yang besar itu pun memperkuat lagi serangannya disertai dengan genderang perang yang gemuruh bunyinya. Mereka serentak menyerbu ke pantai. Jambul Emas menyambut dari depan sekali. Terjadi lagi perang pantai yang seru. Berpuluh-puluh kapal perang tenggelam. Eumpieng Beusoe tidak menghiraukannya. Ia terus mendarat dengan pasukannya menuju benteng pertahanan tuan putri. Melihat keadaan itu saudarasaudara Jambul Emas segera bertindak menghadapi lawan. Panglima berhadapan dengan panglima, bintara melayani bintara dan rakyat mencari lawan tandingannya. Perkelahian berhadaphadapan terjadi di sana-sini. Di dalam benteng, putri Jambul Emas berdoa dan mengatur barisan. Sembilan puluh sembilan bersaudara yang sudah ditunjuk sebagai panglima perang, memimpin pertempuran pan72
tai dengan gagah berani. Perang berlangsung berhari-hari lamanya. Pasukan Cina hampir kewalahan. Yang mati dan luka-luka tidak terhitung lagi. Darah mengalir di antara tubuh-tubuh yang bergelimpangan. Eumpieng Beusoe merasa terdesak. Ia menggunakan senjata ampuhnya yang lain yaitu ilmu sihir. Ia mendatangkan api yang menyala-nyala dan membakar pohon-pohon kayu dan terus marak menjilat apa yang ditemuinya. Tetapi Lila Bangguna tidak tinggal diam. Diamalkannya ilmu hikmatnya, maka turunlah hujan lebat. Api yang sedang menyala, padam dengan segera. Eumpieng Beusoe amat marah lalu ia mengamalkan ilmu sihirnya yang lain. Tiba-tiba muncul satu makhluk aneh yaitu jin besar. Jin itu menjangkaukan tangannya mengambil batu gunung dan hendak ditimpakan terhadap Lila Bangguna. Perbuatan itu diketahui oleh raja muda itu. Dengan ilmu hikmatnya batu gunung yang besar itu hancur sendiri menjadi abu. Eumpieng Beusoe malu dan marah melihat Lila Bangguna banyak ilmunya. Diambilnya sebuah pedang besar lalu ia menyerang seperti harimau kelaparan ke tengah-tengah orang yang sedang mengadu senjata. Ia mengamuk menerkam ke kiri dan ke kanan mencencang siapa saja yang ditemuinya. Banyak yang melarikan diri melihat keganasan adik raja Cina itu. Dua pahlawan berhadapan Dalam keadaan kalut itu Eumpieng Beusoe telah berhadapan dengan Lila Bangguna. Mula-mula ia memberi salam kepada raja muda itu yang tampan itu. Lila Bangguna menjawab ucapan selamat Eumpieng Beusoe seraya mempersilahkannya datang ke tempat tinggalnya. Dengan suara lemat-lembut Eumpieng Beusoe bertanya, "Apa yang hendak adinda hadiahkan kalau aku datang ke tempat adinda?" "Aku berikan apa yang ada pada kami, umpama sekapur sirih dan setandan kelapa," jawab Lila Bangguna. "Kalau itu yang hendak adinda hadiahkan nama adinda akan jatuh." 73
"Apa pula yang akan kami berikan kalau kami tidak mempunyai sesuatu yang lain." "Yang aku kehendaki ialah isterimu putri Jambul Emas," kata Eumpieng Beusoe tegas. "Kalau kau ingin negerimu selamat antarkan isterimu kepada kami, jika tidak engkau akan kubunuh dan kekasihmu aku rampas. Coba kau pikirkan baik-baik sebelum negerimu binasa." "Kau tak usah mengancam! Aku akan berikan kau putri yang amat cantik tak ada bandingannya," sahut Lila Bangguna. "Aku berikan engkau seekor anjing betina yang bulunya panjang sebagai ganti putri Jambul Emas." "Kalau kau menghendaki isteriku kupecahkan kepalamu menjadi dua," bentak Lila Bangguna, sambil memohon, "Dengan pertolongan Tuhan pedang ini akan kulayangkan ke mukanya." Bukan main murkanya Eumpieng Beusoe mendengar ucapan penghinaan dari Lila Bangguna. Dibacoknya Lila Bangguna sekuat tenaganya hingga beterbangan bunga api dari pedangnya. Lila Bangguna merasa agak sakit lalu ia membalas, menghantam dengan pedangnya. Jatuh tersungkur Eumpieng Beusoe tetapi ia bangun lagi. Pertarungan seru yang seimbang satu lawan satu berlangsung. Keduanya kebal besi. Senjata silih berganti digunakan namun belum ada tanda-tanda siapa yang akan kalah. Rakyat masih terus bertempur mati-matian menghadapi musuhnya masing-masing. Eumpieng Beusoe hendak menghunjamkan gada besi atas lawannya. Lila Bangguna merasa ngeri lalu sambil mempertahankan dirinya berdoa: "Tuhanku, beri hamba pertolongan dalam melawan bahaya ini". Setelah mengucapkan kata-kata itu ia melayang ke angkasa. Eumpieng Beusoe dengan ilmu sihirnya mengikutinya. Perang angkasa berlaku dengan serunya. Tiga hari sudah berlalu. Kedua raja sakti itu turun lagi ke bumi. Sementara itu perang rakyat berjalan terus. Sembilan puluh sembilan bersaudara tidak henti-hentinya bertempur. Perang udara dilanjutkan lagi di bumi. Setelah keduanya me74
rasa lesu mereka membuang senjatanya masing-masing. Perang senjata berganti dengan pergulatan. Mula-mula Lila Bangguna dibanting ke tanah hingga tenggelam setinggi pinggang. Ia bangun lagi lalu balas membanting Eumpieng Beusoe ke tanah hingga terbenam sampai lehernya. Lila Bangguna hendak menghantamnya dengan gada tetapi Eumpieng Beusoe sudah bangkit lagi dan menangkap Lila Bangguna lalu dilemparkannya sejauh sehari perjalanan. Tetapi dalam sekejap saja Lila Bangguna sudah berada lagi di medan laga itu dan dengan cepat menangkap Eumpieng Beusoe lalu melemparkannya sejauh tiga hari perjalanan ke arah gunung. Pohon-pohon kayu berpatahan kena badan Eumpieng Beusoe tetapi sedikitpun ia tiada cedera. Ia datang lagi dan melanjutkan pergulatannya. Pergumulan banting membanting ini berjalan lebih seru, terseret-seret sampai ke hutan-hutan sehingga binatang buas berlarian ketakutan. Perang sudah kacau balau. Perlawanan sudah berpindah ke pedalaman. Yang tinggal di pantai hanya tuan putri dengan pembantu-pembantunya. Pasukan Lila Bangguna bertahan di hutan-hutan lebat berkejar-kejaran dengan pasukan Cina sebulan lamanya.
75
X.
JAMBUL EMAS DICULIK
Adapun raja Cina tidak sabar lagi menanti di laut. Eumpieng Beusoe dimaki-makinya karena belum membawa tuan putri. Dalam keadaan demikian ia teringat akan seorang tukang sihir yang sedang bertapa di suatu tempat. Tukang sihir itu terkenal amat pandai. Dipanggilnya tukang sihir itu, dan tatkala ia sudah berada di atas kapal, raja Cina berkata, "Kalau engkau dapat membawa putri Jambul Emas kemari dengan segera, kuberikan engkau upah seribu dinar." "Ampun tuanku," jawab tukang sihir. "Hamba tidak menghendaki upah, hamba hanya mohon izin untuk mengambil putri itu sekarang juga." Tukang sihir itu memakai pakaian compang camping lalu dengan sebuah sampan ia menuju ke darat. Dengan tempurung di tangan kiri dan tongkat di tangan kanannya ia pergi ke tempat tuan putri bertahan dalam benteng. Di depan pintu ia menadahkan tangannya sambil meminta-minta, "Kasihanilah hamba yang hina ini wahai tuan putri! Berikan hamba sesuap nasi! Hamba sudi membantu tuan putri, menyapu, mencuci pakaian, mencari kayu api dan sebagainya. Izinkan hamba masuk dan mohon berikan hamba sedekah! Pemberian tuan putri akan dibalas oleh Tuhan berlipat ganda!" Jambul Emas ingat akan perintah Tuhan dan Rasul yang menyuruh menolong fakir miskin. Pintu dibukanya dan masuklah tukang sihir itu. Ia menghampiri Jambul Emas. Dipegangnya tangan putri itu lalu dibawanya terbang ke kapal, tidak ada orang yang melihat kejadian itu. Baru beberapa saat kemudian pembantu dan dayang-dayang ribut dan gaduh mencari tuan putri. Mereka bertanya satu sama lain dan mengira tuan putri menghilang sendiri. Jambul Emas dengan segera diserahkan kepada raja Cina di atas kapal oleh tukang sihir. "Ini dia Tuanku, putri jelita yang selama ini tuanku rindukan," raja Cina tidak sabar, ia hendak 76
menjamah Jambul Emas. "Ampun tuanku!", kata Jambul Emas. "Dengarlah tuanku, hamba berdatang sembah!" "Pada suatu ketika ayahanda dan bunda pernah bernazar bahwa kalau hamba dibawa ke sesuatu negeri hendaklah dimasukkan ke dalam peti kaca," Raja Cina menjawab, "Apa kehendakmu aku penuhi." Ia memanggil pesuruhnya dan diperintahkannya menyediakan sebuah peti kaca. Sesudah peti kaca tersedia Jambul Emas berkata lagi, "Daulat Tuanku! Adapun kuncinya hendaklah hamba sendiri yang menyimpannya." Permintaan itu pun dikabulkan oleh Raja Cina. Kunci diserahkan kepada Jambul Emas. Tetapi raja Cina hendak mendahului masuk ke dalam peti kata itu kalau Jambul Emas tidak berkata, "Mengapa Tuanku demikian? Bukankah sepantasnya hamba dahulu yang harus masuk. Bukankah seorang raja harus mendahulukan permaisurinya. Izinkanlah hamba masuk lebih dahulu." Setelah Jambul Emas berada dalam peti kaca ia pun menguncinya dari dalam. Melihat hal demikian raja Cina berkata, "Mengapa tuan putri mengunci peti dari dalam sedang hamba masih di luar?" "Engkau boleh tidur bersama anjing! jangan dekati aku kafir celaka!" kata Jambul Emas. "Kau telah menipu aku. Kalau aku tahu begini dari tadi aku telah merampasmu. Peti kaca ini akan kupecahkan," lalu ia mengambil sebuah palu besar hendak memecahkan peti itu. "Kalau kau memecahkan peti ini aku akan mati," kata Jambul Emas sambil memperlihatkan sebilah pisau besar di tangannya. Melihat Jambul Emas nekat raja Cina menjauhkan dirinya. Sebentar kemudian ia datang lagi memegang-megang peti kaca itu dari luar, dan begitulah kelakuan sehari-hari merindukan putri Jambul Emas di luar peti kaca. Karena senang hatinya dapat merampas putri itu raja Cina 77
tidak ingat lagi bagaimana nasib Eumpieng Beusoe bersama dengan pasukannya yang sedang payah berperang. Kapalnya berangkat pulang ke negerinya membawa putri Jambul Emas. Adapun tukang sihir telah menyerahkan Jambul Emas kepada raja, ia menyamar seperti burung elang lalu terbang ke atas pasukan Cina yang sedang berperang memberitahukan bahwa putri Jambul Emas sudah tertawan dan supaya seluruh pasukan kembali ke kapal. Lega hati pasukan Cina mendengar pengumuman itu dan dengan cepat lari ke laut naik ke kapal mereka masing-masing. Begitu juga Eumpieng Beusoe ia menyamar seperti burung lalu terbang ke kapalnya. Setelah Lila Bangguna melihat Eumpieng Beusoe tidak ada lagi ia pun menyerang musuh-musuhnya yang lain yang masih ada. Dikejarnya mereka sampai ke tepi pantai. Dicincangnya siapa yang bertemu. Banyak pasukan Cina yang mati ketika Lija Bangguna mengamuk. Ada yang mati terbunuh di darat, ada pula yang mati waktu lari meloncat ke laut hendak naik ke kapal. Sebagian selamat sampai di kapal sebagian lagi musnah dimakan ikan. Musuh tidak ada lagi. Lila Bangguna bersama-sama dengan sembilan puluh sembilan bersaudara menuju tempat pertahanan Jambul .Emas. Di sana mereka mendapat kabar tuan putri sudah ' hilang dengan tiba-tiba. Dari keterangan yang didapat, Lila Bangguna yakin bahwa Jambul Emas sudah disihir dan dibawa raja Cina. Baginda Lila Bangguna bermusyawarat dengan semua saudara iparnya mencari jalan untuk menyelamatkan Jambul Emas. Mereka semua sepakat hendak terbang ke negeri Cina merebut Jambul Emas dan menghancurkan raja Cina. Lila Bangguna berkata, "Sabarlah dahulu wahai kakanda! Sebelum kita berangkat ke sana, kita harus bersiap lebih dahulu. Raja Eumpieng Beusoe termasyhur ketangguhannya. Kita harus mempersiapkan alat perang yang cukup, jangan sampai kita malu nanti. Kita kerahkan tukang-tukang untuk menyediakan armada yang kuat." 78
Pikiran Lila Bagguna diterima oleh saudara-saudara iparnya, maka perlengkapan perang mulai disiapkan. Tiada berapa lama kemudian Raja Cina dan Eumpieng Beusoe bersama dengan pasukannya tiba di negerinya membawa serta hasil rampasannya yaitu putri Jambul Emas. Para menteri, panglima dan semua pasukan kembali ke tempatnya masing-masing. Raja Cina siang malam tidak tidur. Ia asyik merangkakrangkak di sekeliling peti kaca hingga tidak terasa lututnya sudah lecet. Hidungnya bengkak akibat mencium peti kaca terus menerus. Matanya selalu memandang Jambul Emas yang tak dapat dijamahnya. Ia nampak seperti orang gila. Ia lupa kepada isterinya yang banyak itu. Seorang pun tidak diperkenankan mendekatinya. Gilanya makin menjadi-jadi ketika ia membunuh semua isterinya. Serangan balasan Negeri Gulita Sagob sudah siap dengan perlengkapan perang. Seluruh balatentara dikerahkan. Pada hari yang sudah ditentukan berangkatlah pasukan Lila Bangguna memenuhi kapal-kapal perang yang sudah tersedia. Alat-alat senjata seperti meriam, tombak, lembing dan sebagainya semuanya dinaikkan ke kapal. Seluruh prajurit sudah bertekad untuk merebut kembali putri Jambul Emas. Armada Gulita Sagob berlayar dengan lajunya dan selalu medapat bantuan hembusan angin dari belakang. Tiada berapa lama antaranya kelihatanlah daratan negeri Cina. Sayupsayup kelihatan benteng pertahanan pantai. Pasukan pengawalnya yang berjaga-jaga di tepi pantai tidak mengetahui pasukan Lila Bangguna telah dekat. Baru pagi-pagi buta mereka melihat armada Gulita Sagob sudah datang. Kesempatan baik itu dipergunakan oleh balatentara Lila Bangguna. Begitu mendekati pantai mereka terus menembaki benteng-benteng pertahanan. Pasukan pengawal di daratan, kucar-kacir menghadapi serangan tiba-tiba itu. Kubu-kubu pertahanan rubuh satu persatu. Kedatangan pasukan negeri Gulita Sagob disampaikan ke79
pada raja. "Daulat Tuanku" Tuanku jangan berdiam diri lagi! Lila Bangguna sudah datang mengejar tuanku dan hendak merebut kembali putri Jambul Emas. Janganlah tuanku asyik dengan putri kaca itu. Tuanku harus segera memberi perintah!" ujar seorang pembantunya. Tetapi raja Cina masih diam dan terus memeluk-meluk peti kaca. "Tuanku jangan asyik di sini lagi, nanti tuanku celaka!" kata pembawa berita itu lagi. Tetapi ia belum juga .bergerak dari sisi peti. Pembawa berita itu keluar sambil bersungut-sungut. "Biar dia memeluk-meluk peti itu. Di laut perang sudah mulai, pertahanan sudah hancur satu demi satu". Tatkala saat yang baik untuk mendarat tiba, Lila Bangguna memerintahkan, "Hai paskanku sekalian serta panglima-panglima yang perkasa! Kini saatnya kita merebut kembali tuan putri. Berdoalah sekalian kepada Tuhan semoga kita dapat menaklukkan musuh kita!" Selesai perintah itu Lila Bangguna turun ke sampannya bersama-sama dengan saudara-saudara tuan putri diikuti oleh angkatannya. Dalam waktu singkat pertahanan pantai dapat direbut. Pasukan pengawal berlarian karena tidak tahan diserang dengan tiba-tiba. Angkatan perang Lila Bangguna terus menuju ke pertahanan istana. Benteng besar itu dipertahankan dengan kukuh oleh balatentara Cina dalam jumlah yang amat besar. Pasukan Lila Bangguna sudah berada di hadapan benteng raja itu, dan disambut dengan tembakan-tembakan seru dari dalam. Datok Mule kena peluru dan terguling-guling sampai jatuh, tetapi tidak cidera berkat ilmu yang dipunyainya. Istana raja diperkuat oleh tujuh lapis benteng. Di benteng pertama terjadi pertempuran dahsyat. Banyak korban jatuh di pihak Lila Bangguna, tetapi tidak sedikit pula yang mati di pihak Cina. Dengan susah payah benteng pertama ditembusi. Di benteng kedua pasukan Lila Bangguna mendapat perlawanan lebih seni. Tetapi berkat ketangkasan dan keberanian 80
Lila Bangguna bersama dengan sembilan puluh sembilan pahlawan muda, benteng itu pun dapat ditaklukkan. Dengan korban yang banyak akhirnya ke tujuh benteng dapat ditembusi oleh pasukan negeri Gulita Sagob. Raja Cina mulai gelisah, la tidak sempat lagi minta bantuan adiknya raja Eumpieng Beusoe. Lila Bangguna sudah sampai dipertahanan raja. Begitu juga pasukannya semua sudah masuk istana. Di dalam istana terjadi perkelahian mati-matian antara penyerangan dengan yang bertahan. Demi raja Cina melihat Lila Bangguna sudah berada di hadapannya ia pun menghayunkan pedangnya ke tubuh Lila Bangguna. Lila Bangguna kebal besi. Sedikit pun pedang itu tidak berbekas di badannya. Ia amat marah lalu membalas dengan kerisnya. Ternyata raja ini pun tidak dapat dilukai dengan besi. Maka berlangsunglah pergumulan satu lawan satu. Perkelahian itu berjalan beberapa hari. Keduanya sama-sama kebal dan berani. Lila Bangguna sambil berkelahi berdoa, "Ya Allah, ya Tuhanku. Kabulkan permintaan hambamu untuk memusnahkan seteruku ini!" Dalam keadaan masih berhadap-hadapan, tikam menikam serta tangkis menangkis pada suatu kesempatan yang baik keris Lila Bangguna bersarang di dara raja Cina. Ia jatuh tersungkur dan mati seketika. Raja Cina sudah dikalahkan. Seluruh rakyat dikumpulkan atas perintah raja Lila Bangguna. Mereka yang belum beragama dianjurkan supaya memeluk agama Islam. Maka banyaklah di antara mereka yang menjadi penganut agama Islam. Yang tidak mau memeluk agama menyingkir ke gunung-gunung. Yang mendapat taufik dan hidayah menjadi muslim dan yang memilih jalan sesat menanti kebinasaannya.
81
XI.
KEMBALI KE GULITA SAGOB
Sembilan puluh sembilan bersaudara memasuki istana raja Cina. Di sana mereka menemukan Jambul Emas dalam peti kaca yang sudah tersimpan lama. Dengan kehendak Tuhan ia masih hidup. Ia dikeluarkan dan dipertemukan dengan suaminya Lila Bangguna. Kelihatan Jambul Emas amat lesu. Badannya lemas tidak dapat berdiri. Gong dipalu .bertalu-talu. Tuan putri dinaikkan ke atas tandu lalu diusung menuju pantai. Sesudah balatentara Lila Bangguna berada kembali di atas kapal bersama-sama dengan putri Jambul Emas, maka berlayarlah armada besar itu kembali ke Gulita Sagob. Tidak lama kemudian sampailah mereka di pantai negeri. Meriam besar dibunyikan sebagai tanda. Berduyun-duyun rakyat jelata turun ke pantai dengan membawa persembahan sebagai tanda hormat dan cinta kepada permaisuri dan baginda raja. Jambul Emas mendarat bersama dengan suaminya dan langsung mendapatkan ibunda Syah Keubandi. Keduanya berpelukan dengan terharu. Turut pula menyambut Rakna Dewi dan Keucan Ansari. Kemudian para pembesar negeri berdatang sembah kepada baginda raja dan tuan putri diikuti oleh rakyat yang hadir. Persembahan pun diserahkan. Putri menyambutnya dengan segala senang hati. Selesai upacara penyambutan di pantai tuan putri dinaikkan ke dalam sebuah usungan lalu diarak menuju istana. Rakyat mengikutinya dengan berbagai macam bunyi-bunyian. Tidak lama arak-arakan itu sampai di pendopo istana. Upacara kedatangan kembali baginda raja dan permaisuri bersama dengan pasukannya sudah selesai, dan semua yang hadir pulang ke tempatnya masing-masing. Negeri Gulita Sagob aman dan makmur di bawah perintah raja Lila Bangguna dengan permaisurinya Jambul Emas. Rakyat berada dalam keadaan sentosa, tiada malapetaka yang 82
menimpa berkat pimpinan raja yang saleh lagi budiman itu. Tiada berapa lama sesudah perang tuan putri hamil. Sepuluh bulan kemudian melahirkan seorang putra. Tidak terperikan senangnya Lila Bangguna dan tuan putri mendapat karunia Tuhan itu. Seluruh anak negeri bersuka ria. Baginda mengumpulkan semua menteri, panglima dan alim ulama lalu membagi-bagikan hadiah sebagai tanda suka cita mendapat rahmat dari Tuhan yang Maha Kaya. Dari setiap pelosok negeri rakyat berdatangan hendak mendapatkan hadiah dari baginda. Bukan kepalang riuhnya di istana ketika itu dengan rakyat yang menerima hadiah. Empat puluh hari sesudah permaisuri Jambul Emas bersalin, baginda mengadakan upacara kebesaran, menurun mandikan putra mahkota. Semua pembesar negeri mulai dari menteri dan panglima sampai hulubalang dan prajurit diundang ke istana. Kenduri besar-besaran diadakan. Ribuan rakyat menghadiri peristiwa itu. Upacara dimeriahkan dengan tembakan-tembakan meriam dan bunyi petasan. Malam harinya diadakan berbagai pertunjukan dan keramaian. Berduyun-duyun orang datang bersuka ria di istana kerajaan. Pembesar negeri dan rakyat membawa persembahan kepada baginda dan permaisuri. Tujuh hari lamanya kerajaan berpesta pora. Sesudah putra mahkota diturunmandikan Jambul Emas berkata kepada suaminya Lila Bangguna, "Semoga Tuhan memanjangkan umur anak kita ini. Berikanlah namanya," Lila Bangguna menjawab, "Terserah kepada adinda, nama yang berkenan di hati adinda." Jambul Emas memangku bayinya dan sambil mencium dahinya ia berkata, "Selamat wahai suamiku dunia dan akhirat, 'Ya Ilahi Tuhan yang kaya'. Dengan berkat para Nabi dan Aulia, limpahkan rahmatMu kepada putra kami ini, Hamba namakan dia Mirak Diwangga. Semoga ia dapat memegang kerajaan ini. Jauhkan dia dari segala godaan, lindungi dia dalam berbakti kepadaMu." Kemudian dibaringkannya Mirak Diwangga dalam buaian lalu 83
diayunnya perlahan-lahan sambil berdendang : Kudendangkan mari kutimang Layang-layang putus talinya Lekaslah besar anakku sayang Peganglah dunia dan hari baka Sampai di sim' cerita ini berakhir dan demikianlah keadaan anak negeri Gulita Sagob, hidup rukun dan damai di bawah pimpinan baginda raja Lila Bangguna dan permaisuri putri Jambul Emas.
TAMAT.
84
^ 3 ^ y t??y
^
—^——^
»PN BALAI PUSTAKA - JAKARTA