Mikrofiltrasi dalam Cardiopulmonary Bypass Carissa Luckyanti Teraja Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Teknologi Cardiopulmonary Bypass untuk operasi jantung dalam aplikasi medis telah banyak digunakan. Meskipun teknologi ini telah memudahkan proses operasi dengan mengizinkan berhentinya kerja jantung untuk sementara waktu, akan tetapi banyak pula efek negatif yang ditimbulkan pada tubuh pasien pascaoperasi dan juga gangguan kognitif. Adapun efek negatif yang terjadi meliputi komplikasi pada sistem inflamasi, jantung, paru-paru, ginjal, dan otak. Efek yang tidak diinginkan ini diyakini berasal dari adanya suatu mikroagregat yang menyebabkan munculnya embolus. Pembelajaran lebih lanjut pada CPB merupakan keperluan yang sangat mendesak agar dapat mengurangi komplikasi pascaoperasi. Beberapa riset berkaitan dengan penggunaan peralatan tambahan seperti oksigenator membran dan mikrofiltrasi dilakukan pada kondisi berbeda dari tubuh pasien. Keuntungan dan kerugian dari penggunaan filter dalam transfusi darah dijadikan sebagai fokus utama. Dengan mengesampingkan faktor banyaknya variabel yang saling tumpang-tindih, banyak dari hasil yang didapat tidak menunjukkan keuntungan yang signifikan dari penggunaan filter. Namun, pada beberapa riset lainnya, didapati penggunaan peralatan tambahan ini bersamaan dengan beberapa pengobatan dapat mengurangi efek negatif dan keluaran neurokognitif. Kata kunci: mikroagregat, embolus, mikrofiltrasi, kardiotomi, cardiopulmonary bypass
1. PENDAHULUAN Cardiopulmonary bypass merupakan suatu teknik dalam bidang kedokteran yang digunakan untuk mengambil alih fungsi jantung dan paru-paru pada saat operasi. Dengan adanya teknologi ini, operasi bedah jantung dimungkinkan untuk terlaksana daam lingkungan bedah bersih tanpa darah. Darah akan mengalir karena adanya gravitasi dari jantung dan paru-paru menuju suatu reservoar melewati kanulasi vena dan sistem perpipaan, dan kembali dengan teroksigenasi ke dalam kanulasi arteri dengan memanfaatkan pompa serta paru-paru tiruan.[1] Filter sangat luas digunakan pada sirkuit cardiopulmonary bypass dan dapat ditempatkan di beberapa bagian sirkuit. [2][3] Bagian tersebut dapat terletak pada garis arterial dan kardiotomi, pada kardiotomi dan reservoir vena dan oksigenator gelembung, untuk persiapan larutan kardioplegik, persiapan produk homolog dan autolog darah, dan pada aliran gas yang mensuplai
oksigenator.[4] Meskipun demikian, pada nyatanya filter tetap tidak banyak digunakan. Hasil studi menunjukkan bahwa tanpa penggunaan filter pada aliran infus, ribuan partikel yang dinamakan mikroagregat membentuk suatu embolus pada otak, paruparu, jantung, ginjal, dan rongga internal dalam tubuh seperti usus. Pembuluh darah pada paru-paru menerima sejumlah besar partikel asing saat terjadi aliran masuk pada vena, dimana otak dan beberapa rongga internal terpapar dengan emboli saat prosedur CPB veno-arterial.[6][7] Akan tetapi, peristiwa akibat partikel mikro ini sangat jarang terjadi pada pasien.[8] Mekanisme perusakan dengan mikroembolus kemungkinan adalah kombinasi dari ischemia sekunder sampai fenomena obstruktif dari penyumbatan arteriola bersamaan dengan vasokonstriksi termediasi. Mediator digunakan saat terjadi penggumpalan dari platelet [9].
Gambar 1. Konfigurasi sirkuit cardiopulmonary bypass rinci [5] Dalam paper akan dibahas mengenai penggunaan filter pada CPB. Filtrasi yang dilakukan adalah mikrofiltrasi dengan membran berpori untuk memisahkan partikel suspensi dengan diameter antara 0.1 dan 10 µm.[10][11] Masing-masing lokasi filter dipresentasikan secara terpisah. Data mengenai keuntungan dan kerugian dari berbagai variasi filter akan dipaparkan sehingga dapat digunakan sebagai pembanding untuk kegunaannya. 2. KOMPOSISI DAN ASAL MULA DARI MIKROAGREGAT Mikroagregat merupakan suatu istilah umum yang mengacu pada partikel padatan atau gelembung yang dapat menyebabkan munculnya embolus saat CPB atau transfusi darah. Embolus yang dihasilkan memiliki ukuran bervariasi sehingga dapat dikurangi
dengan menggunakan filter, namun keberadaannya tetap tidak dapat dihilangkan (Tabel 1).[12] Penyusun dari mikroagregat dapat terdiri dari granulosit yang tidak dapat berkembang, keping darah atau platelet, benang fibrin, lipid, kalsium, dan partikel padatan lainnya beserta dengan gelembung mikro dari udara atau oksigen.[2] Ukuran partikelnya sangat bervariasi dalam rentang antara 10 sampai 200 µm, dengan partikel berdiameter kurang dari 50 µm sebagai penyusun volume terbesar. Mereka berpangkal pada setiap komponen dari sirkuit CPB dan berada disana terlepas dari tingkat antikoagulan atau tipe oksigenator yang digunakan.[13][14] Mikroagregat terbentuk selama beberapa hari pertama penyimpanan dalam bank darah dan jumlahnya dapat meningkat sampai sekitar 100 juta per unit.[15][16] Selain itu, pembentukan juga terjadi pada darah
terheparinasi yaitu darah yang tidak menggumpal dalam beberapa jam saat penggunaan di luar tubuh, kemungkinan akibat adanya kontak antara darah dengan permukaan asing. Gelembung berukuran mikro dihasilkan sebagai akibat dari trauma darah ketika pengisapan, oksigenasi, dan CPB. Konstituen dari darah yang mengalami trauma akan melepas suatu substansi yang dapat mendorong terjadinya agregasi konstituen darah.
mempengaruhi pembentukan leukosit dan platelet mikroagregat.
Tabel 1. Mikroembolus selama pelaksanaan cardiopulmonary bypass [12] Iatrogenik Udara, oksigen, nitrogen Sisa peralatan, debu Talc, wax tulang Lem bedah Serat spons bedah Protein terdenaturasi Agregat kilomikron Lemak bebas Fibrin Agregat dan fragmen keping darah Agregat platelet-leukosit Sel darah merah (hemolisis) Luka Lemak dan butiran lemak Gumpalan fibrin Plak aterosklerotik Kristal kolesterol Partikel kalsium Otot, fragmen sumsum tulang Oksigenator merupakan sumber penting dari gelembung mikrovaskular.[7][8] Oksigenator gelembung menghasilkan kuantitas oksigen yang secara signifikan lebih besar dan gelembung udara daripada membran oksigenator.[16] Hal yang tidak dapat dipisahkan dari pengoperasian oksigenator gelembung adalah terjadinya pembentukan gelembung mikro oksigen dengan ukuran sekitar 400 µm. Agen antifoam berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan dari gelembung dan membolehkan terjadinya disolusi gelembung. Pemilihan oksigenator juga dapat
Gambar 2. Potongan skematik melalui sebuah oksigenator [5] Larutan kardioplegik dan CPB dapat mengandung partikel seperti fragmen kaca dan karet, lapisan lak, selulosa, flakes, pati, talek, benang kapas, partikel logam, dan fragmen dari tabung CPB. Aliran gas akan ikut terkontaminasi dengan material partikulat bersamaan dengan bakteri. 3. KLASIFIKASI FILTER Terdapat beberapa filter yang dapat digunakan dalam sirkuit ekstrakorporeal dengan rentang ukuran 0.2 µm sampai 40 µm (Tabel 2).[5] Filter untuk menyaring darah diklasifikasikan menjadi depth atau screen filter. Depth filter menyingkirkan partikel secara adsorpsi. Filter ini banyak digunakan ketika cairan yang ingin difiltrasi mengandung partikel dalam jumlah sangat banyak karena dibandingkan jenis lain, depth filter dapat memisahkan lebih banyak partikel sebelum akhirnya terjadi sumbat. Fungsi dari filter ini tidak bergantung pada ukuran pori. Umumnya, bahan penyusun terdiri dari wol berbahan dakron, polyester, atau polyurethane. Partikel terkecil yang dapat dipisahkan berukuran 10 µm. Screen filter menyingkirkan partikel dengan cara mencegah lewatnya partikel. Bahan penyusunnya terdiri dari anyaman polyesteratau nilon dan ukuran porinya berkisar antara 20 sampai 260 µm.[2]
Berdasarkan masa perkembangan, filter dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Filter generasi pertama dan kedua adalah screen filter. Pada generasi pertama, filter yang dimaksud adalah filter standar yang memiliki diameter pori antara 170-260 µm. Generasi kedua adalah mikrofilter dengan diameter pori antara 20-40 µm. Generasi ketiga adalah depth filter yang fungsinya dijalankan dengan adsorpsi. Filter deplesi leukosit merupakan filter generasi ketiga yang dirancang khusus untuk mengadsorpsi leukosit dan juga berbagai material partikulat lainnya.[17] Perkembangan terkini dalam teknologi membran memusatkan perhatian pada
metode filtrasi tanpa pembatas. Metode filtrasi dengan menggunakan pembatas memiliki limitasi akibat tahanan tinggi dan trauma pada sel darah ketika ukuran pori mendekati ukuran kapiler cerebral (7 µm). Filter akustik, salah satu jenis baru, berfungsi dengan menggunakan suara ultra untuk mendorong gelembung mikro menuruni gradient akustik dimana kemudian gelembung tersebut akan dikumpulkan dan disingkirkan. Pengujian awal dalam laboratorium menyatakan bahwa teknologi ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut sebelum dapat digunakan untuk aplikasi medis.
Tabel 2. Peralatan filtrasi dalam sirkuit cardiopulmonary bypass [5] Tipe Filter Jalur Gas
Pre-CPB
Lajur arterial
Leukodeplesi
Aplikasi dan Spesifikasi Menyingkirkan 99.999% bakteri yang ditemukan pada aliran gas meminimalisasi kontaminasi silang antara pasien dengan peralatan Filter 0.2 µm digunakan untuk priming dan fasa resirkulasi. Dirancang untuk menghilangkan kontaminasi mikroba dan partikel puing yang tidak sengaja masuk beserta dengan endotoksin. Dirancang untuk menghilangkan mikroemboli berukuran <40 µm dari perfusi pada saat sirkulasi ekstrakorporeal. Hal ini meliputi emboli gas, emboli lemak dan agregat yang terbentuk dari platelet, sel darah merah, dan sisa lainnya. Mengurangi jumlah leukosit baik dari lajur arterial maupun sistem kardioplegia dan mencegah masuknya mikroemboli >40 µm.
Tipe Filter Transfusi darah
Aplikasi dan Spesifikasi Dirancang untuk mengurangi tingkat leukosit dan mikroagregat dari satu unit sel darah merah atau darah keseluruhan.
Salvage sel
Menyingkirkan mikroagregat yang berpotensi untuk menjadi berbahaya, peukosit, dan partikel lipid.
Kardioplegia
Kardioplegia darah: >40 µm filter. Kardioplegia kristaloid: >0.2 µm filter. Volume filter priming rendah untuk larutan bebas sel. Menyingkirkan mikroba, partikel sisa, dan endotoksin yang tidak sengaja masuk.
Beberapa studi mendemonstrasikan bahwa depth flter lebih baik untuk digunakan daripada screen filter dan kebanyakan studi menyatakan kedua filter ini tidak menimbulkan tingkat hemolisis yang signifikan atau hilangnya protein plasma atau keping darah. Walaupun begitu, ada anggapan bahwa depth filter lebih menyebabkan meningkatnya hemolisis dan trauma pada konstituen darah.[8] 3.1 FILTER TRANSFUSI Persyaratan bagi rancangan filter yang ditujukan untuk transfusi darah tiga kali lipat lebih banyak dari filter biasa. Filter harus memiliki volume dasar yang rendah, hambatan yang rendah pada aliran, dan memiliki laju kehilangan yang rendah dari luas permukaan filter. Kecepatan filtrasi dari mikrofilter dapat dibandingkan dengan filter standar berukuran 170 µm karena besarnya luas permukaan yang sama yang digunakan untuk filtrasi. Beberapa studi yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara mikrofiltrasi dengan laju filtrasi dan hemolisis. Namun, sel darah merah harus diencerkan terlebih dahulu karena kalau tidak, laju transfusi akan menjadi lebih lambat akibat meningkatnya kekentalan darah. Mikroagregat embolus telah terdeteksi pada specimen patologik dari jaringan paru saat dilakukan transfuse dalam jumlah banyak.[18] Jumlah embolus yang lebih besar ditemukan pada pasien yang menerima lebih banyak volume transfusi darah. Mekanisme dari kerusakan paru-paru akibat mikroagregat dianggap sebagai efek lanjutan dari kemacetan pada pembuluh mikro yang berakibat pada distribusi ulang aliran di pembuluh darah paru-paru. Dilatasi pasca obstruksi venular terjadi sehingga mengakibatkan destruksi pada pembuluh
darah. Hal ini menuntun pada pembengkakan paru-paru dan berkontribusi dalam pembentukan sindrom adult respiratory distress (ARDS).[18] Mikrofilter dianggap dapat mengurangi beberapa kerusakan pada paru-paru akibat dari masuknya mikroagregat. Beberapa ketidaknormalan pada fungsi paru-paru ditemukan saat dilakukan pengukuran terhadap ruang residu, gradien tekanan oksigen alveolar-arterial, dan fraksi shunt pada pasien yang menerima darah tanpa mikrofiltrasi.[18] Akan tetapi, pada beberapa riset, gagal membuktikan adanya ketidaknormalan pada fungsi paru-paru meskipun setelah dilakukannya transfusi darah dalam jumlah yang sangat besar dengan filter standar.[19] Penggunaan mikrofilter sayangnya juga tidak menunjukkan adanya peningkatan keluaran dari paru-paru ataupun penurunan kematian pada pasien yang menerima transfusi. Etiologi dari disfungsi paru-paru pada pasien yang menerima transfusi bersifat multifactorial dan tidak hanya berhubungan dengan tingginya jumlah mikroagregat yang masuk. Aktivasi dari sistem koagulasi sekunder untuk diseminasi koagulasi intravaskuler atau hipotensi diperkirakan merupakan faktor penentu utama terjadinya ARDS.[19] Efek yang luas dari transfusi pada fungsi paru-paru sangat sulit untuk dipelajari karena banyaknya variabal yang saling tumpangtindih satu sama lain. Banyak pasien mengalami trauma yang berkelanjutan pada bagian dada, kerusakan paru-paru, dan periode hipotensi yang bervariasi. Dalam rangka menghindari kesulitan akibat randomisasi dan untuk dapat mengisolasi efek transfusi pada kematian dan kerentanan paru-paru terhadap penyakit. Investigasi lain dilakukan pada pasien dengan jenis operasi lain seperti reseksi aortic aneurisma, prosedur abdominal mayor, dan penggantian total panggul. Pasien ini akan sangat membutuhan transfusi namun memiliki lebih sedikit patologi pra transfusi.[20][21][22] Variabel keluaran yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi pulmo pada pasien yang
menjalankan prosedur operasi fakultatif adalah PaO2, fraksi shunt pulmo, tahanan pembuluh pulmo, penyesuaian pulmo, dan radiografi bagian dada. Insiden ARDS yang terjadi pada populasi sangat rendah untuk dijadikan variable keluaran. Investigator membandingkan kondisi pulmo pascaoperasi pada pasien yang menerima darah melalui filter 170 µm dengan mereka yang menerima transfusi melewati filter 20-40 µm untuk mikroagregat. Hasil dari pengamatan menunjukkan perbedaan minor pada fraksi shunt pulmo dan gradient tekanan oksigen alveolar-arterial sedangkan tidak terlihat perbedaan klinis pada status pulmo dari pasien pascaoperasi. [20][21][22] Investigator berspekulasi bahwa pasien dengan kondisi paru-paru yang kurang baik akan memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami penambahan kerusakan akibat mikroagregat. Sedikitnya dua studi telah dilakukan pada pasien dengan kondisi disfungsi pulmo saat praoperasi. Dalam studi tersebut, tidak ada perbedaan pada saat dilakukan tes kardiopulmoner antara pasien yang menerima darah dari filter standar 170 µm dan pasien penerima darah dari filter 40 µm. Terdapat kekurangan bukti untuk mendukung penggunaan mikrofiltrasi bersamaan dengan terapi transfusi. Namun, pasien dengan disfungsi pulmo yang cukup parah sudah seharusnya berhati-hati sampai studi mengenai control hal ini menunjukkan hasil yang baik. Ketika CPB berlangsung, darah memasuki aliran arterial apabila darah ini dimasukkan secara langsung ke dalam reservoar kardiotomi. Filter yang memiliki ukuran pori lebih besar dari 150 µm tidak efektif dalam menyingkirkan mikropartikel. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan lebih lanjut agar hal ini dapat berlangsung dengan baik.[5][7][15] Saat filtrasi, perlu dicari darah dari lingkungan operasi yang telah dicuci namun belum dipelajari lebih lanjut. Biasanya darah ini didapatkan melalui infuse intravena setelah CPB. 3.2 FILTER JALUR ARTERIAL
Topik pembahasan mengenai filtrasi jalur arterial menimbulkan kontroversi yang intens. Di satu sisi, pendukung filter percaya bahwa hal tersebut merupakan bagian yang esensial dari alat CPB. Tanpa digunakannya filter, mikroagregat yang menjadi etiologi penting dalam perkembangan disfungsi neurologi pascaoperasi akan memasuki aliran arterial dengan sangat leluasa. Filtrasi pada aliran arterial disebutkan dapat menyingkirkan kebanyakan dari partikel asing dan mengurangi insiden dari disfungsi cerebral pascaoperasi dan kematian. Keuntungan lainnya diduga terdapat pada keluaran neurologi dan neuropsikologi yang jelas terlihat ketika pasien dievaluasi setelah lebih dari 8 minggu setelah operasi. Selain itu, embolus udara yang berukuran makroskopik juga dipercayai dapat dihasilkan pada bagian dari sirkuit CPB. Kerusakan mekanis dari alat CPB dan gradien tekanan negatif pada tabung adalah sumber yang sangat potensial untuk embolus udara berukuran besar. Kehadiran filter jalur arterial menyediakan tingkat keamanan lebih tinggi terhadap kejadian yang tidak diinginkan. Pada sisi yang berseberangan, oponen berargumen bahwa walaupun terdapat beberapa studi yang menunjukkan akumulasi mikroagregat pada sistem saraf pusat saat CPB, tidak terdapat bukti yang kuat bahwa penggunaan filter dapat mengurangi propagasi atau menghambat keluaran neurologik. Bahkan, beberapa dari mereka menganggap filter dapat menjadi sumber yang memerangkap mikroagregat dan udara yang dapat membentuk embolus. Tidak semua sumber embolus dihasilkan dari alat CPB. Produksinya dapat dipengaruhi oleh faktor dalam tubuh misalnya dihasilkan dari jantung atau aorta terutama saat terjadi kanulasi aortik dan vena.[6][7] Mikroembolus berbentuk gas juga terbentuk ketika gradien temperatur antara pasien dengan temperature sirkulasi darah CPB bernilai lebih besar dari 10°C. Banyak agregat yang berukuran lebih kecil dari kapasitas filter 20-40 µm. Dokter bedah mendemonstrasikan bahwa jalur arterial dapat menjadi sumber dari platelet
dan dekstruksi fibrin. Hal ini diyakini menjadi trauma mekanis sekunder. Selain kurangnya bukti keuntungan penggunaan filter, hal lain yang membatasi adalah kenyataan bahwa filter turut menyumbang terhadap tingginya biaya, menghambat laju, hilangnya keping darah, hemolisis, dan aktivasi terhadap komplemen.[12] Studi yang dilakukan belum lama ini membandingkan gambar hasil scan MRI pra dan pascaoperasi dari otak 29 pasien setelah dilakukannya CPB fakultatif. Walaupun jumlah pasien yang digunakan sedikit, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil scan pasien yang diperfusi dengan oksigenator gelembung dengan atau tanpa absorpsi filter dan oksigenator membran. Oksigenator membran sendiri merepresentasikan terobosan dalam pengembangan oksigenator darah yaitu dengan membuat tidak terjadinya kontak langsung antara darah dengan oksigen sehingga meminimalisir resiko emboli udara.[23] Pada nyatanya, hasil pemindaan tidak konsisten dengan terjadinya mikroembolus secara general di kelompok manapun. Studi lain yang dilakukan terhadap otak dengan menggunakan tomography imaging terkomputerisasi menunjukkan hasil yang lebih buruk pascaoperasi pada pasien yang diperfusi dengan oksigenator gelembung dengan atau tanpa filter 40 µm dibandingkan dengan perfusi menggunakan filter berukuran 20 µm dan oksigenator gelembung. Kardiografi esofageal digunakan untuk mengevaluasi embolus yang dikirim ke aorta menurun saat CPB. Kebanyakan dari embolus yang terlihat diyakini memiliki fasa berupa gas karena bersifat lebih dapat memantulkan gema dibandingkan kebanyakan partikulat embolus lainnya kecuali kalsium. Hasil mendemostrasikan bahwa embolus yang dibawa oleh membran oksigenator berkaitan dengan tiga hal berikut. Emboli akan terdapat pada inisiasi saat CPB dan berhubungan dengan pencampuran dari darah pasien dengan larutan primer. Perbedaan massa jenis dan temperatur dari darah dan dan primer menghasilkan
echodensities. Embolus dihasilkan ketika darah atau obat diinfus ke salam kalur arterial, dan akan terlihat setelah kontraksi efektif jantung dimulai kembali. Filtrasi yang dilakukan pada jalur arterial dilihat mengurangi pembawaan emboli yang eksogen. Oxygenated blood 100 mmHg O2 40 mmHg CO2
Membran e
O2
200 cm3 (STP)/min CO2 250 cm3 (STP)/ min O2 Oxygen depleted blood 40 mmHg O2 46 mmHg CO2
CO2/O2
Gambar 3. Prinsip oksigenasi darah dengan membran (diadaptasi dari [23]) Hasil dari banyak studi pada filtrasi lajur arterial [13][24] mengusulkan bahwa ketika oksigenator gelembung digunakan, filter dapat mengurangi terbawanya embolus pada pasien melalui jalur arterial secara signifikan. Keuntungan dari penggunaan filter pada laju arterial dilihat lebih banyak filter [6][8][14][24]. Efisiensi dari filtrasi dengan screen filter berukuran 40 µm telah diuji dan menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif. Secara ringkas, studi neuropsikologi yang canggih mengindikasikan bahwa mikroemboli yang dihasilkan pada depth filter dan 20 µm screen pada sirkuit CPB merupakan faktor etiologik yang penting dalam perkembangan disfundsi neurologi pascaoperasi. Terlihat kenaikan jumlah terbawanya mikroemboli pada pasien yang diperfusi dengan menggunakan oksigenator gelembung tanpa filter arterial dibandingkan dengan perfusi menggunakan oksigenator gelembung dan oksigenator membran. Akan tetapi, mayoritas dokter percaya secara intuitif bahwa lebih baik mengurangi muatan emboli meskipun masih kurangnya dukungan dari penelitian secara klinis. Ketika menggunakan oksigenator gelembung, lebih
direkomendasikan untuk digabungkan dengan depth filter jalur arterial atau screen filter berukuran 20 µm.
Gambar 4. Filter jalur arterial dan pemerangkap gelembung. A: Mikrofilter lajur arterial konvensional. B: Pemerangkap gelembung lajur arterial. Desain kurang lebih sama dengan filter arterial, tetapi darah hanya melewati strainer.[12] 3.3 FILTER KARDIOTOMI Beberapa investigasi percaya bahwa garis kardiotomi merupakan lokasi primer untuk filter karena material sisa dari lokasi operasi dapat disingkirkan sebelum jalur penerimaan ke oksigenator [8][16]. Darah yang kembali ke dalam reservoar kardiotomi dapat mengandung fibrin, kalsium, serbuk talk, debu, dan partikel dari benang dan pakaian [4]. Mikropartikel darah yang dihasilkan pada reservoar kardiotomi dapat dihubungkan dengan jumlah platelet. Hal ini menjadi bahan perhitungan untuk perubahan sebanyak lima kali lipat dari jumlah embolus antara fase awal dan akhir dari CPB. Suction kardiotomi juga merupakan sumber yang sangat berpengaruh dari emboli berfasa gas. Embolus berfasa gas ini dihasilkan saat suction kardiotomi dan resisten terhadap peleburan. Komponen utama dari embolus terdiri dari nitrogen yang merupakan gas tidak terlarut. Hal ini membuat gelembung lebih stabil sekalipun sudah dilakukan penyaringan dan penghilangan busa. Jumlah embolus gas yang memasuki oksigenator dapat dikurangi dengan memberikan perhatian secara intensif untuk mengurangi
kekuatan dan frekuensi pengisapan kardiotomi, memperlambat aliran darah yang diisap dari reservoar kardiotomi ke oksigenator, dan menggunakan filter kardiotomi dibawah reservoar dibandingkan dengan filter reservoar kardiotomi terintegrasi. Persyaratan untuk filter kardiotomi meliputi kemampuan untuk menyaring sejumlah besar agregat yang dihasilkan dari trauma akibat pengisapan dan resistansi rendah aliran sehingga dapat mempermudah aliran akibat gravitasi ke dalam oksigenator. Ciri dari filter kardiotomi yaitu memiliki laju alir tersendiri yang nilainya kurang dari laju maksimum oksigenator namun cukup untuk memenuhi kebutuhan pengisapan dan laju untuk masuk ke dalam ventrikel kiri. Filter ini menyediakan kemampuan penyaringan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan filter vena. Aliran darah dengan filter vena cenderung menjadi lebih bersih dengan lebih sedikit udara dan partikel embolus sedangkan dengan menggunakan filter kardiotomi, hasil yang didapatkan akan jauh lebih baik. Umumnya, filter kardiotomi terintegrasi ditempatkan lebih tinggi dan dibelakang reservoar vena. Pengaturan ini mempermudah darah dari jantung untuk mengalir secara pasif ke reservoar pada vena setelah melewati filter. Reservoar kardiotomi sekunder dengan filter banyak dipertimbangkan untuk kasus dengan laju pengisapan yang tinggi misalnya pada kasus operasi ulang atau pada pasien yang mengalami operasi di sekitar hati. Penyaringan tambahan yang disediakan oleh filter kardiotomi sekunder dapat meningkatkan umur penggunaan dari CVR primer. Suatu senyawa kimia digunakan untuk melapisis filter kardiotomi. Hal ini bertujuan untuk mencegah pembentukan busa dan untuk menghilangkan busa yang telah masuk ke dalam filter. Produk anti-foam yang mengandung silikon, simetikon, dan metilselulosa adalah bahan yang digunakan untuk aplikasi ini.[25]
3.4 KARDIOPLEGIA DAN FILTER PREBYPASS Cairan intravena adalah komponen mayor pada pompa primer dan juga elemen mayor pada larutan kardioplegik. Susunan dari larutan kardioplegia bervariasi berdasarkan preferensi dokter bedah dan institusi. Komposisi larutan ini biasanya sama antara komposisi ion dari cairan intraselular maupun ekstraselular bergantung pada konten natrium, kalium, kalsium, dan magnesium dari tipe kardioplegia. Larutan ini kemudian akan dapat diklasifikasikan apakah berbasis kristal atau darah. Kompenen lainnya yang lazim untuk seluruh larutan kardioplegia meliputi natrium (100-200 mEq/l) dan ion klorida. Natrium akan berfungsi untuk mengurangi gradien natrium trans-selular sehingga menurunkan edema intraselular, hiponatremia ekstraselular (<50 mEq/l) bersamaan dengan depolarisasi terinduksi dari membran kalium berlebih, yang merubah mekanisme pertukaran ion natrium dan kalsium.[26] Pada penelitian yang dilakukan untuk suatu kasus, ditemukan kontaminasi bakteri pada larutan kardioplegik yang memicu timbulnya komplikasi yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, muncul rekomendasi untuk menggunakan filter kardioplegik untuk mencegah komplikasi ini. [27][28] . Partikel kontaminan yang ditemukan dalam larutan kardioplegik dapat difiltrasi dengan menggunakan screen filter sehingga larutan telah bebas dari kontaminan ketika akan diinfus ke dalam tubuh pasien [29]. Meskipun begitu, filter ini tidak dapat meyakinkan sterilitas dan tidak dapat digunakan untuk menghilangkan toksin. Kondisi steril selama persiapan larutan kardioplegik dinilai lebih penting dibandingkan penyaringan saat pemasokan darah dilakukan. Penyaringan cairan primer cardiopulmonary bypass sebelum penyambungan dari sirkuit untuk pasien pertama kali dilakukan dengan menggunakan filter jalur arterial. Setelah ditemukannya filter prebypass dengan ukuran pori yang lebih kecil, sejumlah besar partikel dapat
ditemukan pada permukaan filter. Dalam beberapa tahun terakhir, metode manufaktur modern utnuk komponen sirkuit CPB diyakini terkait dengan berkurangnya jumlah partikel yang ditemukan dalam komponen sirkuit ekstrakorporeal, membuat filtrasi larutan primer CPB terpisah menjadi tidak diperlukan. Mikroembolus yang dihasilkan selama persiapan dan prosedur primer pada sirkuit CPB dapat terdiri dari baik partikel padat atau emboli gas dan dapat menyebabkan morbiditas pada pasien. Endotoksin ditemukan dalam larutan infus dan larutan primer CPB dapat memicu respon infamasi apabila diberikan ke dalam sistem peredaran darah. Filtrasi kristaloid larutan primer CPB dengan PBF yang terdiri dari membran filter dengan ukuran pori 0,2 µm ditemukan untuk secara efektif mengurangi jumlah microembolus . Infus filter dengan ukuran pori filter 0,2 µm ditemukan dapat mengurangi kontaminasi endotoksin dalam larutan infus. Oleh karena itu, filtrasi prebypass dengan filter berukuran pori-pori 0.2 pm menjadi suatu keharusan untuk praktisi perfusi kontemporer [30]. 3.5 FILTRASI JALUR GAS Pada suatu demonstrasi yang dilakukan oleh Mortensen dan koleganya, ditemukan bahwa jalur oksigen yang mensuplai oksigenator berpotensial untuk menjadi sumber utama kontaminasi bakteri. Dalam percobaan ini, mereka mampu mengkultur bakteri melalui lebih dari 50% oksigenator dalam 10 menit ketika dihubungkan dengan sumber oksigen. Mereka menunjukkan bahwa filter mikropori berukuran 0.45 µm dapat mengeliminasi kontaminasi. Organisme yang dapat mereka tumbuhkan adalah organisme yang non-patogenik dalam kondisi tertentu. Namun, dikarenakan kontak yang cukup lama dan terus menerus dengan darah, dapat dipostulatkan bahwa organisme ini berkemungkinan menimbulkan infeksi pada beberpaa pasien. Diketahui, oksigen yang dipersiapkan secara komersial, proses penyimpanan maupun pengiriman bukanlah merupakan produk yang steril. Menurut
survei yang dilakukan pada tahun 1981 oleh praktisi perfusi, penggunaan dari filter jalur gas menjadi pilihan kedua hanya untuk filter kardiotomi yang biasanya tergabung dalam reservoar. Filter jalur arterial berukuran 0.2 µm lebih banyak tersedia dan digunakan untuk dalam banyak institusi. 3.6 FILTER DEPLESI LEUKOSIT Perkembangan terbaru dalam teknologi penyaringan adalah filter yang dapat menghilangkan lebih dari 98% leukosit. Keuntungan dari filter ini telah didemonstrasikan pada ilmu kedokteran mengenai transfusi. Filter ini digunakan untuk mencegah transmisi dari cytomegalovirus (CMV) yang dapat ditransmisikan melalui lapisan buffy-coat yang terasosiasi dengan sel darah putih. Selain itu, dapat pula digunakan untuk mencegah reaksi yang berkaitan dengan demam, dan dalam pengurangan kejadian aloimunisasi dari keping darah.[31] Leukosit, khususnya neutrofil telah diimplikasikan memiliki peran utama dalam memediasi kerusakan sel ischemik serta kerusakan induksi komplemen pada operasi jantung.[32] Mekanisme kerusakan yang diinduksi oleh neutrofil kemungkinan disebabkan oleh multifaktor termasuk pelepasan mediator proteolitik, penyumbatan dan obstruksi dari pembuluh, dan pembangkitan dari radikal bebas. Terdapat spekulasi bahwa filter deplesi leukosit memiliki peran dalam modulasi kerusakan reperfusi dan kerusakan multisistem organ yang kadang terjadi karena aktivasi komplemen induksi CPB yang tidak dapat terelakkan.[32] Bukti klinis dan eksperimental telah ditemukan untuk aktivasi neutrofil pada CPB. Terjadi pengurangan jumlah neutrofil, kenaikan tingkat plasma dari enzim yang dibuat dan dilepas oleh neutrofil, pengasingan neutrofil oleh paruparu, dan pembangkitan radikal superoksida. Aktivasi ini dipercaya terjadi karena adanya pemicu dari komplemen. Komplemen akan teraktivasi saat darah terkena paparan permukaan asing dari sirkuit CPB. [32] Filter deplesi leukosit secara nyata mengurangi jumlah neutrofil, sedangkan
menjaga nilai limfosit tetap banyak. [31] Studi mengenai kegunaan klinis filter ini sebagai filter arteri saat CPB masih dilakukan. Namun, melalui data yang diperoleh pada eksperimen, diusulkan bahwa filter ini memenuhi persyaratan lain dari filter jalur arterial seperti mengurangi jumlah neutrofil sedikitnya 70%. Walaupun filter komersial yang tersedia untuk pengobatan transfusi dapat mengurangi 99.9% leukosit, tetap saja terdapat residu sekitar 106-107 sel. [32] Tingkat penurunan leukosit tampak seolah-olah cukup untuk menurunkan respon yang merugikan saat transfusi. Benar atau tidaknya pengurangan dari jumlah tersebut dapat menurunkan cedera reperfusi paru dan miokardial selama CPB masih harus dijelaskan lebih lanjut. Dua studi yang meneliti fungsi miokardial menggunakan darah dengan jumlah leukosit sedikit setelah reperfusi menunjukkan kemajuan dalam keadaan jantung.[33] Pearl dan rekannya membandingkan cedera ultrastruktural pada biopsi ventrikel endomiokardial sebelah kanan dari jantung manusia yang ditransplantasi setelah direperfusi menggunakan sel darah utuh yang telah diperkaya (N=16) atau darah berleukosit rendah yang telah diperkaya (N=16, >90% pengurangan jumlah neutrofil).[33] Waktu iskemik yang dibutuhkan pada kedua kelompok adalah sekitar 150 menit. Jantung yang telah direperfusi menggunakan darah berleukosit rendah memiliki kerusakan ultrastruktural yang minimal dan kerusakan lain yang secara signifikan lebih sedikit daripada jantung yang direperfusi dengan darah utuh. Tidak ada satu pun pasien yang memiliki tanda klinis disfungsi miokardial sehingga penggunaan filter diusulkan dapat memberi kelanjutan yang aman saat periode iskemik. Percobaan lainnya yang didemonstrasikan oleh Kutsumi dan rekannya menunjukkan berkurangnya kejadian ektopi ventrikular dan kemajuan dalam pemendekan segmen dari echocardiogram pada pasien yang mendapatkan terapi trombolitik intrakoroner dicampur dengan darah berleukosit rendah,
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan darah yang belum disaring dengan terapi yang sama. Dengan demikian, filter deplesi leukosit dapat menjadi sangat berguna pada populasi pediatrik, pasien dengan CMV-negatif yang imunnya dapat dikompromi, dan penerima transplan dengan CMV-negatif. Pasien pedriatik yang lebih muda hampir selalu membutuhkan darah primer autolog dan transfusi setelah CPB. Penggunaan filter ini mengurangi kebutuhan dan pengeluaran darah CMV-negatif.[31] Hal lain yang perlu untuk diperhatikan berhubungan dengan pengurangan leukosit meliputi efek dari leukopeni dalam penyembuhan luka dan infeksi. 4. KESIMPULAN Partikel mikroagregat dapat ditemukan dalam darah dan terbentuk pada berbagai komponen sirkuit CPB. Partikel ini kemudian akan membentuk embolus dan mencapai banyak organ saat CPB berlangsung. Mikroembolus ini dipercaya menjadi faktor etiologik mayor dalam perkembangan disfungsi neurologi pascaoperasi. Embolus juga sesekali terlibat dalam penyebab kerusakan difusi organ akibat adanya iskemia lokal. Penggunaan filter pada pasien operasi jantung menjadi umum. Banyak studi telah dilakukan untuk mendemonstrasikan keuntungan klinis penggunaan filter. Sayangnya, banyak variabel lain yang terlibat dan bahkan studi yang dilakukan dengan sangat baik pun terkadang menghasilkan hasil yang berkebalikan dengan keuntungan berkaitan dengan filtrasi. Banyak dari studi yang dilakukan tidak mendukung aplikasi mikrofiltrasi pada pengobatan transfusi, kecuali pada saat darah yang tersimpan dikelola melalui mesin CPB. Investigasi meyakinkan bahwa jumlah embolus yang dimasukkan oleh sirkuit CPB dapat dieliminasi dengan penyaringan arterial maupun kardiotomi, namun kemajuan yang berarti pada pasien sangat sulit untuk diperlihatkan. Sumber oksigen dan udara yang mensuplai oksigenator dapat
terkontaminasi oleh bakteri, akan tetapi filter dapat mengurangi persebaran mereka. Leukosit dipercaya memiliki peran besar dalam memediasi respon inflamasi terhadap CPB yang menyumbang kerusakan pada reperfusi miokardial dan paru. sel darah ini merupakan pembawa virus CMV dan virus lainnya. Dengan menggunakan filter untuk mengurangi jumlah leukosit, maka pengurangan kerusakan pada miokardial dan paru pasca CPB dan transmisi agen viral dapat dicapai. Sebagai kesimpulan, masih diperlukan banyak percobaan untuk meneliti lebih lanjut peran dari mikrofiltrasi pada CPB. Sangat sulit untuk mengambil kesimpulan berdasarkan data ilmiah yang ada pada saat ini. Sampai saat dimana studi tersebut telah ditemukan, aplikasi filter akan berlanjut kebanyakan karena persetujuan dan bukan karena dasar ilmiahnya. Aplikasi mikrofiltrasi pada jalur arterial, reservoar kardiotomi, jalur gas pensuplai oksigenator, dan saat proses pemasokan darah ke dalam reservoar kardiotomi sangat disarankan.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4] [5]
[6] [7] [8]
[9] [10] [11] [12] [13] [14]
[15] [16]
[17] [18] [19] [20]
Machin, D., Allsager, C. Principles of cardiopulmonary bypass, The British Journal of Anaesthesia, http://ceaccp.oxfordjournals.org/content /6/5/176.extract#, (24 August 2006) Snyder EL, Bookbinder M: Role of microaggregate blood filtration in clinical medicine (1983) Transfusion 23: 460-470. Oberman H.A., Microaggregate filtration (editorial) (1983) Transfusion 23: 89. Marshall L., Filtration in cardiopulmonary bypass: Past, present and future, (1989) Perfusion 3:135-147. Victoria, C., Andrew, K. Equipment and monitoring, in: S. Ghosh, F. Falter, David, J.C., Cardiopulmonary Bypass, Cambridge University Press, New York, United States of America (2009) page 2, 11, 13. Pearson D.T., Cardiotomy reservoirs and blood filters, in Ionesco MI: Techniques in Extracorporeal Circulation 2nd Edition, England, Butterworth, (1981) page 157-178. Gallagher E.G., Pearson D.T., Ultrasound identification of sources of gaseous microemboli during open-heart surgery, (1973) Thorax 23:295-305. Loop F.D., Szabo J., Rowlinson R.D., et al, Events related to microembolism during extracorporeal perfusion in man. Effectiveness of in-line filtration recorded by ultrasound, (1976) Ann Thorac Surg 21:412-419. Aberg T, Kihlgren M, Cerebral protection during open heart surgery. (1977) Thorax 32:525-533. Wenten, I.G.; “Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2010. Wenten, I.G.; Khoiruddin; Aryanti, P.T.P.; Hakim, A.N.; “Teori Perpindahan dalam Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2012. G.P. Gravlee, et al, Cardiopulmonary Bypass Principles and Practice 3th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer Health (2008) page 93, 429-430. Patterson R.H., Kessler J, Microemboli during cardiopulmonary bypass detected by ultrasound, (1969) Surgery 129: 505-510. Ashmore P.G., Swank R.L., Gallery R, et al, Effect of Dacron wool filtration on the microembolic phenomenon in extracorporeal circulation, (1972) J Thorac Cardiovasc Surg 63: 240-248. Solis R.T., Goldfinger D, Gibbs M.B., et al, Physical characteristics of microaggregates in stored blood, (1974) Transfusion 14: 538-550. Lui J.F., Su Z.K., Ding W.X., Quantitation of particulate microemboli during cardiopulmonary bypass: Experimental and clinical studies, (1992) Ann Thorac Surg 54:1196-202. Lane T.A., Anderson K.C, Goodnough L.T, et al, Leukocyte reduction in blood component therapy, (1992) Ann Intern Med 117: 151- 162. Durtschi M.B, Haisch C.E, Reynolds L, et al, Effect of micropore filtration on pulmonary function after massive transfusion, (1979) Am J Surg 138:8-14. Collins J.A, James P.M, Bredenberg C.E, et al, The relation- ship between transfusion and hypoxemia in combat casualties (1978) Ann Surg 188:513-520 Virglio R.W, Smith D.E, Rice C.L, et al, To filter or not to filter? (1977) Int Care Med 3: 144A.
[21] Takaori M, Nakajo N, Ishii T, Changes of pulmonary function following transfusion of stored blood (1977) Transfusion 17: 615- 620. [22] Snyder E.L, Underwood P.S, Spivack M, et al, An in vivo evaluation of microaggregate filtration during total hip replacement (1979) Ann Surg 190: 75-79. [23] Wenten, I.G., “Perkembangan Terkini di Bidang Teknologi Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. [24] Sellman M, lvert T, Stensved P, et al, Doppler ultrasound estimation of microbubbles in the arterial line during extracorporeal circulation (1990) Perfusion 5: 23-32. [25] G.S. Matte, Perfusion for Congenital Heart Surgery: Notes on Cardiopulmonary Bypass for a Complex Patient Population, John Wiley and Sons, Inc. 2015. Page 10-11. [26] Athanasuleas, C., Buckberg, G.D. Myocardial Protection and Cardioplegia, in: S. Ghosh, F. Falter, David, J.C., Cardiopulmonary Bypass, Cambridge University Press, New York, United States of America (2009) page 80-81. [27] Munsch C. Rosenfeldt F, Chang V, et al, Absence of particle-induced coronary vasoconstriction during cardioplegic infusion: Is it desirable to use a microfilter in the infusion line? (1991) J Thorac Cardiovasc Surg 101: 473-480 [28] Hughes C.F, Grant A.F, Leckie B.D, Baird D.K, Cardioplegic solution: A contamination crisis (1986) J Thorac Cardiovasc Surg 91: 296- 302. [29] Spitzer, K.K, Walker C.T. Conduits and Filters for Extracorporeal Circulation, in: Mora, C.T, Cardiopulmonary Bypass Principles and Techniques of Extracorporeal Circulation, Springer-Verlag, USA (1995) page 235. [30] Merkle, F., Bottcher, W., Hetzer, R., Prebypass filtration of cardiopulmonary bypass circuits: an outdated technique, Pubmed, US National Library of Medicine, National Institutes of Health, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 2708770, (March 2003). [31] Lichtiger B, Leparc G.F: Leukocyte-poor blood components: Issues and indications (1991) Crit Rev Clin Lab Sci 28: 387-400. [32] Kirklin J.K, The postperfusion syndrome: Inflammation and the damaging effects of cardiopulmonary bypass, in: J. Tinker, Cardiopulmonary bypass: Current concepts and controversies Monograph, Philadelphia, PA, Saunders (1989) page 131-140. [33] Pearl J.M, Drinkwater D.C, Laks H, Leukocyte-depleted reperfusion of transplanted human hearts prevents ultrastructural evidence of reperfusion injury (1992) J Surg Res 52: 298-308.