11. TINJAUAN PUSTAKA
Mikoriza adalah struktur yang terbentuk karena adanya asosiasi antara fungi dengan akar tumbuhan
tingkat tinggi (Tjitrosomo, 1983).
Mikoriza berasal dari kata Yunani yang berarti fungi akar.
Kata ini per-
tamakali digunakan oleh A.B. Frank di tahun 1885 untuk menunjukkan suatu susunan organ antara fungi dan akar pada Cupuliferae. Struktur yang serupa juga dijumpai pada banyak Angiospermae dan Konifer (Harley, 1972, Richard, 1972). Hawksworth dkk (1983) dan Wilcox (1983) membedakan mikoriza menjadi : Ektomikoriza, Endomikoriza, Ektendomikoriza, Pseudomikoriza, dan mikoriza Vesikular Arbuskular.
Ektomikoriza mempunyai simbi-
on pada lapisan luar akar dan membentuk jala Hartig, dan secara umum dijumpai pada pohon-pohon di hutan seperti Pinus sp., Qllercus sp. dan lain-lain. Jenis simbion fungi termasuk antara lain Boktus sp., Cortinarius sp., Russula sp. dan S c l e r h a sp.
Pada endomikoriza yang umumnya
dijumpai pada akar Orchidaceae dan Ericaceae, simbion fungi hidup secara intraselular dan berkembang dalam sel-sel korteks akar inangnya. Pada ektendomikoriza yang hampir menyerupai ektomikoriza dalam pembentukan jala Hartig dan selubung fungi, hifa fungi juga memasuki sel-sel korteks secara intraselular seperti yang terjadi pada endomikoriza. Ektendomikoriza didapat pada Ericales dan sejumlah jenis tanaman pertanian, di antaranya yang tergolong Graminae, Palmae, Leguminosae dan Compositae. Pada Pseudomikoriza atau mikoriza semu, simbion fungi bersifat
sebagai parasit apabila keadaan tanahnya buruk. Pada mikoriza Vesikular
Arbuskular hifa fungi masuk kedalam sel-sel korteks akar, membentuk Vesikel dan mungkin melingkar atau bercabang-cabang halus. Wilcox (1983) menyatakan bahwa sebagian besar suku pohon hutan seperti Pinaceae, Betulaceae, Fagaceae, Dipterocarpaceae dan Myrtaceae berasosiasi dengan fungi ektomikoriza. Hifa fungi ektomikoriza berkembang di antara sel-sel akar membentuk sistem interseluler kompleks sehingga penampang melintang terlihat seperti berbentuk jala yang disebut jala Hartig.
Penetrasi interseluler
hanya sedikit atau sama sekali tidak terjadi (Harley & Smith, 1983). Selubung merupakan struktur terluar ektomikoriza yang terdiri atas jalinan hifa yang menyelubungi permukaan akar sehingga kontak langsung akar tanaman dengan rizosfer akan terhindar. Selubung dapat terdiri hanya atas selapis hifa atau dua lapisan jalinan hifa yang bersifat sebagai pseudoparenkim.
Selubung lapisan luar biasanya lebih padat dan lebih
kompak daripada lapisan dalam (Harley & Smith, 1983).
Selubung ter-
bentuk oleh hifa, rizomorf, dan mungkin oleh struktur mirip sistidium. Wama permukaan selubung dan struktur jala Hartig, serta ciriciri tersebut biasa digunakan untuk klasifikasi ektomikoriza (Zak, 1973; Haug & Oberwinkler, 1987). Foster dan Marks (1967) memperlihatkan bahwa dinding sel hifa selubung tertutup oleh lapisan amorf yang terbagi menjadi dua lapisan yang tipis. Pada fungi mikoriza dari kelas Basidiomycetes hifa selubung membentuk septa dolipore (Hawker, 1965).
Hifa pada lapisan selubung
fungi biasanya tidak mengandung sitoplasma dan kadang-kadang sebagian mengempes, sedang sel hifa pada lapisan selubung yang lebih dalam lebih bundar dan lebih terisi sitoplasma.
Cadangan karbohidratnya ter-
utama dalam bentuk glikogen. Sel-sel selubung bagian luar tidak- berisi butiran glikogen, sedang bagian yang lebih dalam berisi glikogen. Jalinan hifa selubung bagian yang lebih dalam lebih padat dibanding dengan jalinan hifa bagian yang lebih luar. Menurut Clowes (1951) warna protoplasma lapisan selubung yang lebih dalam terlihat lebih tajam, kurang bervakuola, memiliki organelorganel yang berkembang sempurna, dan berisi butiran-butiran glikogen dan polifosfat. Pada bagian yang lebih luar, sel-selnya memiliki vakuola berukuran besar dan sitoplasmanya terbatas pada bagian pinggiran sel. Strullu (1974, diacu oleh Harley & Smith, 1983) mengemukakan bahwa lapisan selubung terluar sering mengandung butiran-butiran tanah. Berbagai jenis struktur hifa, baik yang berupa benang-benang kompleks yang berbentuk hifa sederhana yang tumbuh ke dalam tanah, sistidia dan hifa lainnya yang terdapat pada permukaan selubung, berperan penting dalam absorpsi hara dan berguna untuk klasifikasi ektomikoriza. Keberadaan jala Hartig yang berkembang sempurna merupakan sifat pembeda bagi ektomikoriza.
Asosiasi pembentukan jala Hartig bersifat
simbiotik, karena daerah tersebut merupakan tempat terjadinya kontak yang erat antara fungi mikoriza dan inangnya inangnya
serta tempat
terjadinya pertukaran nutrisi antara kedua simbion (Marks & Foster, 1973).
Struktur jala Hartig lazimnya dipelajari dalam bentuk irisan.
fungi biasanya tidak mengandung sitoplasma dan kadang-kadang sebagian mengempes, sedang sel hifa pada lapisan selubung yang lebih dalam lebih bundar dan lebih terisi sitoplasma.
Cadangan karbohidratnya ter-
utama dalam bentuk glikogen. Sel-sel selubung bagian luar tidak- berisi butiran glikogen, sedang bagian yang lebih dalam berisi glikogen. Jalinan hifa selubung bagian yang lebih dalam lebih padat dibanding dengan jalinan hifa bagian yang lebih luar. Menurut Clowes (1951) warna protoplasma lapisan selubung yang lebih dalam terlihat lebih tajam, kurang bervakuola, memiliki organelorganel yang berkembang sempuma, dan berisi butiran-butiran glikogen dan polifosfat Pada bagian yang lebih luar, sel-selnya memiliki vakuola berukuran besar dan sitoplasmanya terbatas pada bagian pinggiran sel. Strullu (1974, diacu oleh Harley & Smith, 1983) mengemukakan bahwa lapisan selubung terluar sering mengandung butiran-butiran tanah. Berbagai jenis struktur hifa, baik yang berupa benang-benang kompleks yang berbentuk hifa sederhana yang tumbuh ke dalam tanah, sistidia dan hifa lainnya yang terdapat pada permukaan selubung, berperan penting dalam absorpsi hara dan berguna untuk klasifikasi ektomikoriza. Keberadaan jala Hartig yang berkembang sempurna merupakan sifat pembeda bagi ektomikoriza.
Asosiasi pembentukan jala Hartig bersifat
simbiotik, karena daerah tersebut merupakan tempat terjadinya kontak yang erat antara fungi mikoriza dan inangnya inangnya
serta tempat
terjadinya pertukaran nutrisi antara kedua simbion (Marks & Foster, 1973).
Struktur jala Hartig lazimnya dipelajari dalam bentuk irisan.
Karena ternyata sayatan yang dibuat pada bagian ektomikoriza yang berbeda memberikan hasil penampang yang berbeda, maka data tentang ciri-ciri sayatan ektomikoriza perlu dikemukakan dari bagian ektomikoriza yang mana sayatan jala Hartig diambil (Kottke & Oberwinkler, 1986).
Jala Hartig tersusun oleh hifa dalam suatu sistem percabangan labirintik yang kompleks. Struktur tersebut tumbuh pada ruang antar sel korteks ke arah pusat akar hingga sebatas endodermis atau jaringan lain di dekat pusat akar yang sudah mengalami diferensiasi (Nylund & Unestam, 1982). Jala Hartig ke arah ujung akar, yang lazim berkembang hingga ke meristem (Kottke & Oberwinkler, 1986).
Meskipun demikian telah
dilaporkan bahwa jala Hartig pada Larix decidun yang dibentuk oleh Suillus gran'llei dapat berkembang sampai sangat dekat dengan meristem, bahkan inisiasi dapat terjadi di antara sel-sel meristematik (Kottke & Oberwinkler, 1986). Jala Hartig fungi secara spesifik membungkus semua sel-sel korteks tanpa menutup plasmodesmata sehingga hubungan sederhana antar sel-sel korteks tetap berlangsung (Nylund, 1980).
22 Sistem Perakaran Tanaman Dan Ektomikoriza Perakaran pohon suku Pinaceae, Salicaceae, Myrtaceae dan Dipterocarpaceae secara umum terdiri atas akar panjang dan akar pendek ("short root").
Akar panjang yang terdiri atas akar lateral, akar cabang dan ujung
akarnya yang berwarna putih mengalami perpanjangan secara cepat sehingga
sistem
perakaran dapat berkembang berkembang di dalam
tanah.
Ujung akar panjang tertutup oleh tudung akar dan di belakang
tudung akar terdapat suatu meristem apikal. Bulu akar muncul dari sel-sel epidermis, sedang akar pendek muncul dari pusat akar dengan jarak yang -
bervariasi.
Akar panjang merupakan struktur permanen yang diameter-
nya bertambah oleh pertumbuhan sekunder.
Sebaliknya, akar pendek
tumbuh sangat lambat dan tidak mengalami pertumbuhan sekunder, dengan demikian umurnyapun menjadi pendek. Akar pendek memiliki meristem apikal tetapi tidak memiliki tudung akar yang sesungguhnya. Jika kondisi lingkungan menguntungkan,
sebagian besar akar pendek akan
terinfeksi oleh fungi simbion dan berubah menjadi mikoriza segera sesudah akar pendek bersangkutan muncul. Ujung akar panjang jarang yang bermikoriza, ha1 ini diduga karena pertumbuhan memanjangnya yang berlangsung cepat (Zak, 1964). Ektomikoriza terbentuk hanya pada daerah di antara ujung akar dan bagian akar yang korteksnya hampir mati dan tidak terbentuk pada sel-sel yang hampir mati atau pada daerah akar yang telah bergabus (Marks & Foster, 1973).
23. Stimdasi Pertumbuhan Fungi Ektomikoriza Oleh Akar Perkembangan bungkus hifa pada permukaan akar merupakan tahap esensial bagi pembentukan ektomikoriza.
Yang dimaksud dengan bung-
kus hifa dalam ha1 ini bukanlah selubung fungi, melainkan hifa dengan percabangan jarang yang bebas dan tidak menempel erat pada permukaan akar.
Nylund dan Unestam (1982) melalui penelitian yang dilakukan secara in vitro mengemukakan bahwa pertumbuhan fungi ektomikoriza Piluder-
ma croceum dirangsang oleh akar bibit Picea abies hingga pada jarak beberapa milimeter dari permukaan akar.
Bila fungi mencapai permukaan
akar, ia akan tumbuh cepat di sepanjang permukaan akar dan .akan segera terbentuk pembungkus hifa yang berkembang menjadi lapisan lebih tebal. Dikemukakan juga bahwa perangsangan tersebut bersifat selektif, karena tidak terjadi terhadap beberapa parasit dan saprofit dalam tanah, yaitu
Heterobasidium annosum, Trichoderma uiride, Mycelium radicis,
Penicillium sp.
dan Mortierella sp.
2.4. Roses Infeksi Fungi Ektomikoriza
Awal tejadinya infeksi fungi mikoriza diduga karena adanya persentuhan antara akar bermikoriza dengan akar lain di dekatnya yang tidak bermikoriza, atau karena bibit tumbuh pada tanah yang mengandung fungi mikoriza. Infeksi primer terjadi pada bibit oleh hifa fungi di dalam tanah. Pada saat daun pertama rnuncul, hifa berkembang pada akar, tetapi penetrasi interselular belum w a d i .
Hifa tumbuh makin meluas bersamaan
dengan perkembangan akar. Penetrasi interseluler terjadi yang kemudian diikuti oleh pembentukan jala Harlig. Infeksi sekunder terjadi oleh hifa fungi pada akar yang terinfeksi di dekat akar-akar lainnya yang belum bermikoriza.
Infeksi sekunder tersebut terus terjadi bersamaan dengan per-
tumbuhan pohon (Marks & Foster, 1973; Harley & Smith, 1983).
Inoku-
lum dapat berupa hifa atau spora fungi (Mam & Ross, 1970). Penetrasi
Pisolithus tinctorius ke dalam jaringan akar Pinus taeda diteliti secara in vifro oleh Warrington, Black, dan Coons (1981).
Dalam penelitian ter-
sebut digunakan akar lateral yang telah mulai membentuk akar pendek pada bibit Pinus sp. Dalam penelitian tersebut potongan biakan P. tinctorius .pads media Melin dan Nokrans yang dimodifikasi ditempatkan di dekat akar pendek atau ujung akar lateral yang sedang tumbuh. Contoh mikoriza diambil setelah terjadi kontak hifa dengan akar, yang lazimnya terjadi empat hari setelah inokulasi. Empat hari setelah inokulasi P. tinctwius menginfeksi akar Pinus taeda. Nylund dan Unestam (1982) melalui percobaan secara in vifro melaporkan bahwa hifa tunggal yang muncul dari selubung fungi Pilodemra croceurn masuk ke dalam akar bibit Picea abies melalui beberapa lubang
sekresi pada permukaan akar pendek, tetapi tidak melalui permukaan meristem apikal dan zone diferensiasi.
Penetrasi terjadi hanya pada kor-
teks yang telah tua tanpa disertai pembentukan apresoria atau struktur lain yang serupa. Selama proses infeksi tidak teramati adanya perubahan morfologi sel maupun jaringan akar inang dan sel-sel korteks inang tetap hidup.
Sesudah penetrasi di antara sel-sel pada permukaan akar, hifa
berkembang masuk melalui lamela tengah sel-sel korteks.
Hifa yang me-
lakukan penetrasi ditemukan pada lamela tengah di antara dua sel yang berhadapan maupun dalam ruang antarsel yang telah terisi zat pektik. Proses yang terjadi seluruhnya bersifat enzimatik.
Setelah melakukan penetrasi hingga mencapai lapisan sel kedua atau ketiga, hifa tunggal yang ada mengalami percabangan di dalam jaringan tanpa disertai pembentukan septa reguler dan membentuk suatu jalinan hifa berupa struktur labirintik yang tidak beraturan.
Dari struktur labi-
rintik tersebut jalinan hifa tumbuh ke arah dalam hingga batas sel-sel endodermis atau sel-se1 lain di dekat pusat akar yang tidak terdiferensiasi dan mengisi ruang antar sel-sel korkks membentuk jala Hartig. Ke arah permukaan akar, pada awalnya hifa membentuk selapis dan akhirnya beberapa lapis jalinan hifa yang menyelubungi akar hingga terbentuk selubung fungi.
2.5. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Ektomikoriza
25.1. Tanah Akar pohon, ektomikoriza, dan miselium fungi umumnya dijumpai pada pada horizon paling atas khususnya pada lapisan humus. Secara ringkas diketahui bahwa ektomikoriza hanya akan berkembang dengan baik apabila, bahan organik yang dibutuhkan oleh fungi mikoriza tersedia cukup di dalam tanah.
Oleh karena itu kebanyakan fungi mikoriza ber-
kembang dengan bebas di lapisan humus.
Aerasi yang baik di dalam ta-
nah dibutuhkan fungi mikoriza dan perkembangannya dihambat di dalam tanah yang tergenang air. Karena itu perkembangannya dalam tanah yang berpasir lebih baik daripada dalam tanah liat atau tanah gambut Fungi mikoriza dapat berkembang dengan baik pada tanah yang persediaan unsur haranya terbatas tetapi tidak terlalu ekstrim (Russell,1961).
Kebanyakan jasad renik perkembangamya terdapat di lapisan atas pada hampir semua tipe tanah.
Hasil pemeriksaan menurut kedalaman
profil tanah menggambarkan distribusi jasad renik pada berbagai lapisan tanah. Jelaslah bahwa dalam lapisan tanah yang makin dalam populasi jasad renik makin berkurang. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kedalaman tanah adalah suatu variabel ekologi yang berpengaruh terhadap kehidupan jasad renik (Alexander,
1977).
Tabel 1. Distribusi populasi jasad renik pada berbagai kedalaman tanah (Alexander, 1977) Kedalaman tanah (cm)
Jumlah jasad renik / g tanah x 10 3 Bakteri aerobik
0-8
7800
Fungi
'
Bakteri anaerobik
mycetes
1950
2080
119
25
Actino-
Ganggang
20 - 25
1800
379
245
50
5
35 -40
472
98
49
14
O,5
65 - 75
10
1
5
6
O,l
135 - 145
1
014
-
3
-
:
Makin dalam, tanah makin padat, dan akibatnya aerasi tanah makin jelek. Pada umumnya akar-akar pendek dan akar-akar cabang berkembang pada pada kedalaman tanah antara 10 - 20 cm. Perakaran yang terinfeksi oleh fungi ektomikoriza berada pada kedalarnan tidak lebih dari 20 cm (Santoso, 1987).
Akar-akar serabut pohon dan miselium fungi mikoriza
umumnya dijumpai pada horizon tanah paling atas khususnya pada lapisan humus. Daera h rizosfer digambarkan oleh Garret (1960, diacu Zak, 1964) sebagai bagian perlindungan terluar tanaman terhadap serangan patogen akar. Perlindungan tersebut dapat diakibatkan oleh kegiatan,jasad renik yang terdapat pada rizosfer. Jasad renik di dalam anggota rizosfer dapat membentuk antibiotik penghalang.
Aktivitas metabolit populasi jasad
renik rizosfer secara keseluruhan juga dapat menghindarkan akar dari serangan patogen yang potensial. Rizosfer dapat pula berperan sebagai suatu filter biologis yang menyingkirkan dan menetralkan racun (Zak, 1964).
Menurut Marschner (1991) jasad renik di daerah rizosfer dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu jasad renik saprofitik dan fungi pembentuk ektomikoriza. 1). Jasad renik saprofitik
Kepadatan populasi jasad renik saprofitik khususnya bakteri sangat tinggi di daerah rizosfer akar tanaman daripada di luar rizosfer, karena akar bertindak sebagai sumber karbon. Jasad renik di rizosfer mungkin mempengaruhi unsur hara tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jasad renik saprofitik dapat meningkatkan mobilisasi unsur
hara untuk tanaman.
Sebagai contoh adalah reduksi Mn, mineralisasi N
organik dan nitrifikasi, atau produksi (Marschner, 1991).
chelator seperti bahan fenolik
2). Fungi pembentuk ektomikoriza Akar yang terinfeksi fungi ektomikoriza dapat merubah aktivitasnya, baik dalam pertumbuhan akar maupun dalam kandungan eksudat melalui miselium fungi yang berada di bagian luar selubung dan selanjutnya dalam ha1 penyerapan unsur hara dan air.
Dari pemyakan di atas
menurut Marschner, (1991) terdapat tiga kemungkinan proses yaitu : a. Hifa mikoriza menambah luas permukaan akar sehingga penyerapan unsur hara dari dalam tanah meningkat. b. Hifa mikoriza menyediakan hara seperti Fosfor dan Nitrogen yang merupakan faktor pembatas pertumbuhan pada tanaman yang tidak bermikoriza. c. Mikoriza meningkatkan pertumbuhan tanaman,
jika miselium fungi
ektomikoriza dapat membantu fungsi akar dalam menyerap unsur hara dan air. Rambelli (1973) secara luas telah mengulas
penelitian-penelitian
mengenai perbedaan populasi jasad renik di daerah rizosfer akar yang bermikoriza dan dalam rizosfer tanpa mikoriza.
Tribunskaya (1955, diacu
Rambelli, 1973) misalnya telah mendapatkan populasi jasad mnik dalam rizosfer akar berrnikoriza sepuluh kali lipat dibanding dengan dalam rizosfer akar tanpa mikoriza. Jasad renik dalam rizosfer ini biasanya juga lebih banyak dibandingkan dengan tanah di luar rizosfer. Rizosfer
ektomikoriza disebut juga
" Rizosfer
ektomikoriza "
karena selubung simbion fungi langsung berhubungan dengan rizosfer.
Dengan demikian dapat juga disebut "ektomikorizosfef.
Timonin (1964,
diacu Marks & Rozlowski, 1973) yang mem pelajari rizosfer bibit Pinus m t a r t a yang sehat dan rizosfer bibit yang sakit, memperlihatkan adanya perbedaan dalam jasad renik yang ada di dalam rizosfer tersebut. Hasil isolasinya menunjukkan bahwa dalam rizosfer bibit yang sakit terdapat Aspergillus sp., Phom sp., Pyfhium sp., Rhiwctotzia sp. dan Alfemaria sp.. Sedang pada rizosfer bibit yang sehat, Rambelli (1962, diacu Marks & Kazlowski, 973), menemukan Penicillium implicatum, P. sclerotiorurn, P. cyclopium, P. decumbens, P. fillutanum, Aspgillus fimllUSpes,Tieghemella spinosa
dan
Trichodma
camaldulensis dan
hingi
dalam ektomikorizosfer Eucalyptus
tidak dalam rizosfer
E.
camalduhsis
yang tidak
bermikoriza. Disimpulkan oleh Tribunskaya (1958, diacu Rambelli, 1975) bahwa jenis fungi simbion berperan penting dalam populasi jasad renik dalam rizosfer akar yang bermikoriza.
Neal, Bollen dan Zak (1964) meneliti
populasi jasad renik di daerah rizosfer tiga jenis mikoriza yang morfologinya berbeda, dan dalam rizosfer akar yang telah mengalami penggabusan.
Mereka menduga bahwa pengaruh fungi mikoriza yang
spesifik terhadap rizosfer dapat berakibat terhadap derajat infeksi patogen akar.
Dalam ha1 ini mikoriza merupakan penghalang yang efektif
terhadap serangan patogen di rizosfer. 25.2 Soksesi fungi mikoriza Pertumbuhan tubuh buah fungi ektomikoriza selama dua tahun di berbagai umur hutan tanaman Pinus patula dari Tamil Naidu telah dilapor-
kan oleh Raman (1989, diacu Hadi & Nuhamara, 1994). Dari pengamatannya didapatkan bahwa fungi Scler&ma
pallidiceps dan S. subluteus
cifrinum, Suillus
brhpes,
S.
tumbuh di areal P. patula yang berumur 3
tahun. Kemudian fungi Thelephora tmestris tumbuh di areal P. patula yang berumur 4 tahun, sedang fungi Lmcmia berumur 5 dan 6 tahun.
laccata muncul di areal P. patula yang
Untuk areal P. patula yang berumur 7 tahun sam-
pai 10 tahun yang muncul adalah jenis fungi Tricholoma sq'unctum dan
Russula parazuera Pada areal P. patula yang berumur lebih dari 10 tahun tidak terdapat jenis fungi lain yang muncul kecuali Lycoperdon perlatum dan Amanita muscmia serta beberapa jenis fungi saprofit. Chu Chon (1979, diacu Last dkk, 1987) melaporkan pula hasil penelitiannya di New Zealand mengenai hubungan suksesi mikoriza pada
Pinus radiata dan Eucalyptus sp. Di pesemaian P. radiata banyak muncul tubuh buah Hebeloma crustulinijbrme, L. laccata dan dua jenis Rhizopogm sp. Setelah bibit P. radiata ditanam di lapangan sekitar umur 3 tahun yang muncul adalah tubuh buah L. laccata dan Rhizupogm sp., sedang H.
crustulinifbrme tidak terdapat di areal P. radiata. Selanjutnya fungi L. laccuta dan Rhizopogm sp. digantikan oleh jenis lnocybe sp. dan Suillus sp. Tetapi ketika pohon P. radiata telah berumur lebih dari 10 tahun yang muncul di areal adalah fungi A. muscaria dan S. verrucosum. Rangkaian yang serupa ditemukan pada 5 jenis tanaman Eucalyptus sp..
Waktu bibit E d y p -
tus sp. di pesemaian yang muncul adalah fungi Hydnangium carreuin, Scleroderma sp. dan L. laccata.
Setelah bibit ditanam di lapangan yang
muncul di lantai hutan adalah tubuh buah fungi H. crustulinifbrme dan
Rhizapogon sp.
Kemudian fungi yang didapatkan adalah Hymenogaster sp.
dan Hysterangium sp. dan keadaan yang terakhir adalah dijumpainya
Cortinarius sp., lnocybe sp., Lycoperdon sp. dan Tridzoloma sp. Last dkk (1987) menyatakan bahwa fungi mikoriza di tempat yang baru dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dan sedikit persaingan dengan jasad renik lainnya. Jenis fungi mikoriza lokal di tempat tersebut akan lebih mampu berkembang pada tanah yang kurang haranya dan mungkin dapat bersaing dengan jasad renik lainnya. Malajczuk dkk. (1982, diacu Janos, 1989) menyatakan bahwa suksesi yang tejadi pada Eucalyptus sp. dan P. radiata di Australia mempunyai kisaran jenis fungi yang luas, tetapi fungi berganti-ganti menurut waktu. 25.3. Eksudat akar
Jumlah bahan organik akar yang dilepas di rizosfer dapat mendekati 40% dari total bahan kering yang dihasilkan tanaman (Lynch dan Whipes,
1990, diacu Marschner,l991). Senyawa yang dikeluarkan oleh perakaran pohon meliputi asam amino, gula, asam organik, vitamin-vitamin, nukleotid dan banyak lagi senyawa-senyawa lain yang tidak teridentifikasi (Rao, 1994). Bermacam-macam bentuk tekanan seperti rintangan secara mekanik, kekurangan oksigen dan kekurangan unsur hara (seperti P, K, Zn dan Fe) kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya karbon dalam daun (Marschner, 1991). Eksudat mengandung asam amino, karbohidrat dan sebagainya.
Sebagai contohnya adalah triptofan salah satu macam
asam amino yang mungkin berguna sebagai sumber bahan untuk memproduksi auksin oleh fungi ektomikoriza termasuk (Marschner, 1991).
P. findmius
Bahan yang lain adalah metionina yang dapat merupa-
kan sumber untuk memproduksi etilena yang dihasilkan
fungi tanah
seperti Auemonium f i l c i ! (Marschner, 1991). Secara tidak langsung penambahan unsur hara dalam tanah dapat meningkatkan konsentrasi fitohormon di dalam rizosfer dan kemungkinan dapat mempengaruhi perubahan morfologi dan fisiologi akar. Juga beberapa flavonoid di dalam eksudat akar, seperti juga luteolin dan biochanin, yang ditemukan oleh Marschner (1991) diduga berperan sebagai tanda untuk adanya simbiosis akar dengan Rhiwbiurn sp. dan berperan juga sebagai faktor yang dapat menstimulasi pertumbuhan hifa fungi mikoriza. Kraigher d kk. (1991) dan Duchesne (1993, diacu Latifah,l995), menyatakan diproduksinya senyawa dari kelompok sitokinin dan kelompok gibbeberelin oleh fungi ektomikoriza, akan menambah peran kehidupan jasad renik rizosfer.
Senyawa Isopentinilpirofosfat merupakan bahan sintesis
dari senyawa kelompok sitokinin dan gibberelin.
Senyawa tersebut
berasal dari jalur asam mevolonat, yang diduga dapat disintesis dan dilepaskan oleh fungi ektomikoriza. Beberapa hasil penelitian (Krupa, 197l, diacu Hadi dkk, 1976) menunjukkan bahwa akar yang bermikoriza dapat memproduksi jauh lebih banyak bahan atsiri yang bersifat fungistatik dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoniza. Bahan atsiri dapat menahan kehidupan patogen di rizosfer (Hadi dkk, 1976). Ohara dan Hamada (1960, diacu Hadi dklc, 1976) berpendapat bahwa populasi jasad renik dalam rizosfer itu erat hubungannya dengan sifat antagonistik simbion fungi dalam ektomikorizosfer.
Mereka menemukan
jenis bakteri khususnya yang aerobik dan Actinomycetes sangat dihambat
perkembangannya di sekitar miselium Tricholoma matsutake yang tumbuh aktif di dalam tanah hutan.
25.L Pertukaran nutrisi pada ektomikoriza
Bibit bermikoriza tumbuh lebih baik daripada tanaman tidak bermikoriza; ha1 ini jelas terlihat bila tanaman ditumbuhkan pada kondisi kekurangan fosfor (Lamb & Richards, 1974; Gagnon, Langlois & Fortin, 1988: Santoso, 1988). Peningkatan aktivitas pengambilan unsur hara pada akar bermikoriza dapat tejadi melalui benang-benang hifa yang berkembang keluar dari
permukaan ektomikoriza, yang menjadikan akar lebih mampu mencapai bagian-bagian tanah yang tidak dapat dicapai oleh akar tak bermikoriza (Thomas dkk. 1982). Selain mekanisme di atas, telah dilaporkan bahwa fungi ektomikoriza mampu mengekstrak senyawa berunsur
hara secara langsung
dari bahan organik, dan mengubahnya menjadi senyawa organik di dalam jaringan mikoriza selama proses metabolismenya, serta selanjutnya mengirirnkan senyawa organik tersebut ke tanaman inang (De La Cruz, 1981). Di dalam ha1 pengambilan unsur hara fosfor, dilaporkan bahwa fungi ektomikoriza mampu mengubah fosfat organik tak larut menjadi tersedia bagi tanaman dan aktivitas ini terkonsentrasi pada selubung fungi yang terjadi melalui peningkatan aktivitas fosfatase (Antibus dkk. 1981). France dan Reid (1984, diacu oleh Kottke & Oberwinkler, 1986) mengajukan
perkembangannya di sekitar miselium Tricholomu matsutake yang tumbuh aktif di dalam tanah hutan.
25.L Pertukaran nutrisi pada ektomikoriza
Bibit bermikoriza tumbuh lebih baik daripada tanaman tidak bermikoriza; ha1 ini jelas terlihat bila tanaman ditumbuhkan pada kondisi kekurangan fosfor (Lamb & Richards, 1974; Gagnon, Langlois & Fortin, 1988: Santoso, 1988). Peningkatan aktivitas pengambilan unsur hara pada akar bermikoriza dapat terjadi melalui benang-benang hifa yang berkembang keluar dari permukaan ektomikoriza, yang menjadikan akar lebih mampu mencapai bagian-bagian tanah yang tidak dapat dicapai oleh akar tak bermikoriza (Thomas dkk. 1982). Selain mekanisme di atas, telah dilaporkan bahwa fungi ektomikoriza mampu mengekstrak senyawa berunsur
hara secara langsung
dari bahan organik, dan mengubahnya menjadi senyawa organik di dalam jaringan mikoriza selama proses metabolismenya, serta selanjutnya mengirimkan senyawa organik tersebut ke tanaman inang (De La Cruz, 1981). Di dalam ha1 pengambilan unsur hara fosfor, dilaporkan bahwa fungi ektomikoriza mampu mengubah fosfat organik tak larut menjadi tersedia bagi tanaman dan aktivitas ini terkonsentrasi pada selubung fungi yang w a d i melalui peningkatan aktivitas fosfatase (Antibus dkk. 1981). France dan Reid (1984, diacu oleh Kottke & Oberwinkler, 1986) mengajukan
model interaksi antara karbon dan nitrogen dalam ektomikoriza. Amonium atau nitrat yang diambil fungi mikoriza disatukan kedalam kerangka karbon untuk membentuk amida glutamin yang selanjutnya ditransfer ke tanaman inang. Telah dilaporkan bahwa karbohidrat ditransfer dari inang ke fungi simbion. Sebaliknya hara seperti P, N, dan K diserap oleh hifa dan ditransferfer ke tanaman (Melin & NiIsson; 1950; Harley & Welson, 1959; Bowen, 1973). Konsentrasi unsur hara yang lebih tinggi pada tanaman bermikoriza dibandingkan dengan pada tanaman tak bermikoriza, menunjukkan bahwa pada ektomikoriza tejadi pemindahan unsur-unsur hara tersebut dari fungi simbion ke tanaman. Akumulasi unsur-unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn dan A1 oleh bibit beberapa jenis Dipterocarpaceae yang bermikoriza telah dilaporkan oleh Santoso (1988).
Macfael (1994) menya-
takan juga bahwa fungi mikoriza menyeleksi penyerapan sejumlah unsur yang di dalamnya N, P, K, A1 dan Fe.