PENGUATAN PROFESI GURU SD/MI PENELITIAN INDIVIDUAL Agus Retnanto Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: This study aims to find out in depth about: (1) Teacher Profession Strengthening in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang, (2) Teacher Profession Strengthening in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang to its academic living, (3) feedback on the strengths and weaknesses of Teacher Profession Strengthening in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang. The method of the study is ethnographic qualitative research that examines human behavior in a natural setting by focusing on the cultural interpretation of the behavior. Furthermore, the data collection techniques are observation (for event data sources), interviews (for respondent data sources), and documentation (for document data source). Data analysis technique is Spreadley model qualitative data analysis technique. By using is domain analysis. The findings are expected to get a school figure which becomes a prototype for Schools/Madrasah to develop their institutions as educational institutions that can improve the quality through Teacher Profession Strengthening through its theoretical contributions. Talented student services) which provides opportunities to finish their studies faster will have a positive impact on increasing the academic quality for them. Key words: Teacher Profession Strengthening
A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah dimaklumi bahwa dalam lingkup satuan pendidikan yang terkecil yaitu sekolah, guru memegang peranan yang amat penting dan strategis. Kelancaran proses seluruh kegiatan pendidikan terutama di sekolah, sepenuhnya berada dalam tanggung jawab para guru. Ia adalah seorang pemimpin yang harus mengatur, mengawasi, dan mengelola seluruh kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah yang menjadi lingkup tanggung jawabnya.
2
Dalam menghadapi tuntutan situasi perkembangan zaman dan pembangunan nasional, sistem pendidikan nasional harus dapat dilaksanakan secara tepat guna dan berhasil guna dalam berbagai aspek, dimensi, jenjang, dan tingkat pendidikan. Keadaan semacam itu pada gilirannya akan menuntut para pelaksana dalam bidang pendidikan di berbagai jenjang untuk mampu menjawab tuntutan tersebut melalui fungsi-fungsinya sebagai guru. Guru merupakan ujung tombak yang berada pada garis terdepan yang langsung berhadapan dengan peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar di kelas ataupun di luar kelas. Para guru jelas dituntut pula dapat melaksanakan seluruh fungsi profesionalnya secara efektif dan efisien. Baik dari kepentingan pendidikan nasional maupun tugas fungsional guru, semuanya menuntut agar pendidikan dan pengajaran dilaksanakan secara profesional artinya dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan didukung oleh para petugas yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Untuk itu hendaknya para guru telah memiliki kualifikasi kompetensi yang memadai yang meliputi intelektual, sosial, spiritual, pribadi, moral, dan professional. B. Rumusan Masalah Rumusan Masalah yang diajukan adalah: (1) Bagaimana Praksis Penguatan Profesi Guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang. (2) Bagaimana dampak Penguatan Profesi Guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tersebut terhadap kehidupan akademisnya (3) Apa kelebihan dan kelemahan Penguatan Profesi Guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang. C. Kajian Pustaka 1. Pengertian Profesi Guru. Istilah “profesi” sudah cukup dikenal oleh semua pihak termasuk para guru. Istilah profesi ini senantiasa melekat pada “guru” karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian “profesi” dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)
3
jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi.”profesi” adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang berarti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan lain yang bersumber dari istilah “profesi” yaitu istilah profesionalisasi. Agar tidak membingungkan dan dapat digunakan secara tepat, berikut ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengertian istilah-istilah tersebut. 2. “Profesional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Penyandangan dan penampilan professional ini telah mendapat pengakuan, baik secara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal sesuai berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatannya, maupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk Surat Keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb. Dengan demikian, guru MI yang telah memiliki Ijazah Strata 1 dan Akta IV PGMI, dapat dikatakan “guru professional” karena telah memiliki pengakuan formal, dalam hal ini berupa “Ijazah Strata 1, dan “Akta IV”. Sebutan “guru professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap penampilan seorang guru dalam unjuk kerjanya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian sebutan “professional” didasarkan pada aspek pengakuan formal dan aspek penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. 3. “Profesionalisme”, adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. “Keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini para guru diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara efektif.
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
4
4. “Profesionalisasi”, adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, maka para guru secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajat kriteria professional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Bagi guru, misalnya pada saat ini pemerintah telah menetapkan bahwa pendidikan formal bagi guru MI adalah minimal Ijazah Strata 1 (S1), demikian juga untuk guru MTs, dan MA. Pada dasarnya profesionalisasi merupakan suatu proses pengembangan keprofesian yang sistematis dan berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan baik pendidikan pra-jabatan (pra-service), maupun pendidikan dalam jabatan (in-service). Program ini dapat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan badan atau organisasi lain yang terkait. Beberapa program profesionalisasi guru yang telah dan sedang berjalan antara lain program pendidikan guru di LPTK untuk mendidik calon guru yang professional, program penyetaraan untuk membantu guru mencapai derajat kualifikasi professional sesuai dengan standar yang berlaku, penataran dan pelatihan untuk meningkatkan kualifikasi kemampuan guru. Program-program tersebut diselenggarakan oleh pemerintah serta bekerjasama dengan berbagai badan, lembaga, dan organisasi terkait. 5. Apakah makna guru sebagai suatu profesi? “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugasnya yang ditandai dengan keahlian, rasa tanggung jawab, dan rasa kesejawatan dengan sesamanya. Guru professional adalah guru yang memiliki keahlian baik dalam materi maupun metoda. Keahlian yang dimiliki oleh guru professional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan latihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi). Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukan otonominya baik sebagai pribadi ataupun sebagai pemangku profesi. Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)
5
D. Permasalahan Disamping dengan keahliannya, sosok professional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru professional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada anak didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara, dan agamanya. Guru professional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi tercermin dari kemampuan mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial, serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral. Ciri profesi yang selanjutnya adalah kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan diantara sesama guru. Kesejawatan ini diwujudkan dalam persatuan para guru melalui organisasi profesi dan perjuangan yaitu PGRI. Melalui PGRI para guru mewujudkan rasa kebersamaannya dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya atas dasar prinsip silih asah, silih asih, silih asuh. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku ( UU No.2/89, dan PP 28/90), pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya Sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Tujuan pendidikan dasar ialah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Dari rumusan tersebut jelas bahwa berbicara mengenai pendidikan dasar berarti berbicara mengenai sekolah dasar dan sekolah menengah lanjutan pertama. Kalau memperhatikan pengertian dan tujuannya, sekolah dasar/ ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
6
Madrasah Ibtidaiyah (MI) mempunyai peranan yang amat penting dan strategis. Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan formal (pendidikan di sekolah) yang paling awal diterima oleh peserta didik setelah keluar dari lingkungan pendidikan di keluarga. Yang lebih bersifat informal. Untuk pertama kalinya anak merasakan berada dalam sekolah ialah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah untuk kemudian dilanjutkan di SLTP. Pendidikan di sekolah dasar juga merupakan pendidikan awal sebelum memasuki ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu pendidikan di Sekolah Lanjutan Pertama, sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Disamping itu merupakan pendidikan awal pula bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri terjun ke kehidupan masyarakat yang lebih luas. Dapatlah dikatakan bahwa pendidikan di sekolah dasar merupakan pendidikan antara (“in between”) atau pendidikan peralihan (transisi), atau pendiidkan awal. Pendidikan dasar akan melanjutkan dan memformalkan dasar-dasar pendidikan yang telah diperoleh oleh anak dalam keluarga, untuk selanjutnya dikembangkan oleh anak dalam keluarga, untuk selanjutnya dikembangkan agar mereka memiliki kemampuan dasar untuk dapat hidup di masyarakat atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada hakekatnya merupakan suatu periode pembentukan (formative years), karena pada masa di sekolah perkembangan kepribadian di masa yang akan datang, dasar-dasar intelektual, sosial, fisik, nilai dan moral, dibentuk pada masa sekolah dasar dengan berlandaskan bawaan dari keluarga. Dasar-dasar ini kemudian dimantapkan di SLTP sehingga pada saat anak meninggalkan usia (masa) anak-anak dan memasuki usia (masa) remaja, mereka sudah memiliki bekal dasar. Fundasi sumber daya manusia ini sangat tergantung pada kualitas pendidikan yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar khususnya di sekolah dasar. Segala sesuatu hasil didik yang diperoleh di sekolah dasar akan banyak menentukan bagi proses perkembangan selanjutnya baik dalam dunia pendidikan maupun di luar pendidikan. Dalam beberapa hal memang terdapat perbedaan antara pendidikan di sekolah dasar dengan di SLTP, akan tetapi pada dasarnya kedua bentuk satuan pendidikan itu berada dalam satu jenjang (pendidikan dasar). Di sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah masih digunakan system guru kelas dan di SLTP sistem guru mata pelajaran. Hal itu didasarkan atas kualitas taraf perkembangan peserta didik disamping atas pertimbangan karakteristik isi Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)
7
pendidikan yang harus diikuti. Masalah dasar yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan dasar dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Salah satu yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan pendidikan dasar yang berkualitas, ialah unsure guru. Guru, sekali lagi guru, adalah unsur strategis dalam pendidikan khususnya pendidikan dasar. Tanpa guru, pendidikan tidak ada apa-apanya. Berbicara mengenai pembangunan pendidikan tanpa menyinggung guru, adalah omong kosong. Guru sangat berperan dan strategis dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Guru telah hadir dalam dunia pendidikan semenjak pendidikan itu ada di masa lampau, dan diskusi tentang guru juga tidak pernah terputus-putus sejak masa lampau dan hingga hari ini, dan mungkin untuk masa yang akan datang. Mengapa? Banyak masalah yang terkait dengan unsure guru ini, dan masalah tersebut tak kunjung selesai melalui berbagai forum. Dalam modul ini akan kita lihat profil dan masalahnya, serta beberapa pokok pikiran untuk mengatasinya. Profil guru pendidikan dasar dewasa ini dapat dilihat antara lain dari jumlahnya, kualifikasinya, penyebarannya, tuntutan tugasnya. Dilihat dari jumlahnya, pada akhir tahun 2013 jumlah guru SD/Madrasah Ibtidaiyah di seluruh Indonesia sebanyak 1.853.816 orang dan guru SLTP sebanyak 882.748 orang (berdasarkan statistik Balitbang Dikbud, 2013). Jumlah mereka tersebar di seluruh pelosok nusantara mulai dari kota metropolitan sampai ke pelosok gunung, pantai, dan desa-desa. Mereka berada di front pendidikan yang paling depan yang langsung berhadapan dengan peserta didik. Sebagian besar diantara mereka terutama guru sekolah dasar berada di daerah pedesaan. Kualifikasi pendidikan yang dituntut untuk guru SD/ Madrasah Ibtidaiyah ialah serendah-rendahnya D-II, dan untuk guru SLTP serendah-rendahnya D-III. Dalam kenyataannya, kualifikasi seperti itu belum terpenuhi terutama untuk guru-guru ysng berada di daerah yang jauh dan terpencil. Melalui upaya program penyetaraan guru SD/Madrasah Ibtidaiyah, sampai saat ini baru dicapai sekitar 50% saja yang sudah memiliki kualifikasi D-II. Dilihat dari tuntutan perannya, jelas guru mempunyai peranan yang amat besar dan luas serta strategis. Di lingkungan sekolah, guru berperan sebagai perancang pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar siswa, pengarah belajar siswa, pembimbing siswa. Dalam hubugan dengan ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
8
keluarga, guru adalah pendidik keluarga, konsultan bagi keluarga, mitra kerja keluarga, dsb. Di ligkungan masyarakat, guru berperan sebagai pendidik masyarakat, pengembang masyarakat, pendorong atau penggerak masyarakat, dan sumber bagi masyarakat. Di sekolah dasar apalagi di daerah pedesaan, peran-peran tesebut akan sangat dirasakan secara jelas. Sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidika awal dan pembentukan, menuntut peran-peran guru seefektif mungkin. Sebagai guru kelas dan sumber model, guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang paripurna baik segi pribadi, profesi, sosial, intelektual, ataupun spiritual. Secara pribadi ia diharapkan memiliki kompetensi pribadi yang memadai, secara professional diharapkan ia memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejahwatan. Secara sosial sangat diharapkan agar guru memiliki kemampuan berinteraksi sosial serta memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Secara intelektual ia diharapkan memiliki kemampuan mengajarkan secara efektif. Dan akhirnya secara spiritual guru diharapkan memiliki ketaqwaan terhadap Tuhan YME. E. Pembahasan Masalah. Dengan memperhatikan uraian diatas, yaitu antara posisi pendidikan dasar dalam keseluruhan perjalanan pembangunan nasional dan profil singkat mengenai guru, masih banyak kendala dan masalah yang dihadapi dan harus diatasi dengan segera. Beberapa masalah yang masih dihadapi antara lain : 1. Dari aspek kualitas, jumlah guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapai pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru baik Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, merupakan maslah besar terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. 2. Dari aspek kualitas, Guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang jelas tuntutan kualifikasi ideal bagi para guru Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, masih terdapat kesenjangan. Sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut. Upaya meningkatkan kualifikasi ini selalu terbentur pada aspek biaya dan sumber-sumber lainnya. 3. Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidakseimbangan penyebaran guru. Di satu sekolah dirasakan kelebihan guru, sementara Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)
9
di sekolah lain kekurangan guru. Daerah-daerah luar jawa umumnya kekurangan guru, sementara di jawa umumnya telah mencukupi. Di daerah perkotaan dirasakan jumlah guru berlebih tetapi di pedesaan sangat kekurangan. Di SLTP, perimbangan guru berdasarkan mata pelajaran juga merupakan salah satu masalah. 4. Dari aspek sistem pengajaran guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang (reward system), jabatan guru masih belum merupakan pekerjaan yang menarik (terutama dari aspek finansial). Pendapatan yang diperoleh guru dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawabnya masih sangat jauh. Guru sebagai manusia, memerlukan hidup yang normal dan wajar, akan tetapi hal itu tidak dapat diperoleh dari pendapatannya sebagai guru. Akibatnya, konsentrasi guru agak sedikit terganggu dalam melaksnakan tugasnya. Karena keadaan seperti itu, maka mereka yang secara potensial diharapkan dapat menjadi guru, tidak tertarik untuk menjadi guru karena aspek ekonominya yang kurang merangsang. Kalaupun ada yang memilih, maka itu adalah pilihan kedua, dan selanjutnya. 5. Dari sistem pengelolaan dan jenjang karir guru di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang, sistem yang ada sekarang boleh dikatakan lebih baik dari sistem di masa lalu. Namun dalam pelaksanaannya, masih dirasakan banyak kendala. Misalnya sistem angka kredit yang pada dasarnya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru, dalam pelaksanaannya masih dirasakan banyak kendala. Kepastian pengembangan karir guru di masa yang akan datang, masih perlu dikembangkan secara lebih terarah dan sistematis. Sudah tentu masih terdapat berbagai masalah lainnya yang saling terkait satu dengan lainnya. Menghadapi kendala dan masalah sebagaimana dikemukakan diatas, jelas memerlukan pemikiran yang cukup sistematis dan menyeluruh serta melibatkan berbagai unsur terkait. Unsur-unsur terkait antara lain pihak pembuat keputusan dan kebijakan, pengelola, para pakar, lembaga pendidikan penghasil, dan para guru itu sendiri. Para pembuat keputusan terutama ditingkat nasional harus mempunyai kemauan politik yang cukup kuat dan mendasar untuk menangani masalah ini secara menyeluruh. Para pengelola pendidikan mulai dari tingkat nasional, regional, daerah, sampai ke tingkat satuan pendidikan sudah seharusnya secara ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
10
aktif menangani masalah guru ini secara proporsional. Lembaga-lembaga pendidikan yang menghasilkan guru seyogyanya mampu menghasilkan guru yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Yang paling utama adalah para guru itu sendiri. Kemauan, dedikasi, dan profesionalisme guru sangat diperlukan dalam mewujudkan guru yang baik. 6. Saran Dengan memperhatikan uraian diatas, jelas sekali guru SD/Madrasah Ibtidaiyah mempunyai fungsi dan peranan yang amat strategis terutama dilihat dari posisi sekolah dasar dalam keseluruhan proses pendidikan dan perkembangan anak. Dalam hubungan ini para guru SD/Madrasah Ibtidaiyah sangat diharapkan memiliki wawasan yang tepat mengenai kedudukannya sebagai guru SD/Madrasah Ibtidaiyah. Selain dari mengenal mengenai fungsi dan peranan SD/Madrasah Ibtidaiyah, juga hendaknya memiliki wawasan mengenai profil dirinya sebagai guru SD/Madrasah Ibtidaiyah.
Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)
11
DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab. (2004). Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media. Agus Sujanto. (2004). Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Model Pembalajaran Terpadu IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Buchori, M. (Februari 2010). “Guru profesional dan plagiarisme”. KOMPAS. Hal 16. D. Sudjana. (2000). Strategi Pembelajaran, Bandung: Falah Production. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hadari Nawawi. (1982). Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: Gunung Agung. Hasbullah. (2005). Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Indrastuti dkk. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial kelas v SD. Bogor: Yudhistira. Kunandar. (2007). Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Laura Lipton dan Deborah Hubble. (2005). Menumbuhkembangkan Kemandirian Belajar, Terj. Raisul Muttaqin. Bandung: Nuansa. M. Ngalim Purwanto (2002). Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Martono HS dan Suroso. (1998). Sejarah Nasional dan Umum, Untuk kelas 3 SLTP, Surakarta: Tiga Serangkai. Masrukhin. (2004). Statistik Inferensial, Kudus: Mitra Kampus. Mulyadi. (2008). Geografi Untuk SMP/MTs Kelas VII, Semarang: Aneka Ilmu. Nana Sujana. (1997). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Surabaya: Sinar Baru, Noeng Muhadjir. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Reke
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
12
Sarasah. Redaksi Sinar Grafika (2006). Sisdiknas 2003 (UU RI No.20 tahun 2003), Jakarta: Sinar Graika. Saiful Azwar (2001). Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Samsunuwiyati Mar’at. (2008). Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudirman. (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Agus Retnanto Penguatan Profesi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI)