Metrotvnews.com, Banjarmasin: Wacana sanksi hukuman mati bagi para koruptor dinilai tidak efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemerintah akan membenahani instrumen penegakan hukum dan pemberian sanksi untuk membuat jera. Demikian terungkap dalam diskusi bedah buku berjudul Indonesia Optimis karya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Denny Indrayana di Universitas Lambung Mengkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (29/10). "Penerapan hukuman mati seperti yang dilakukan China tidak efektif dalam upaya memberantas praktik korupsi. Terbukti permasalahan korupsi hingga kini masih sangat kompleks di China," tutur Denny Indrayana. Ia menambahkan, hasil penelitian Transparansi Internasional menyebutkan kenaikan indeks anti-korupsi Indonesia dalam enam tahun terakhir mencapai 0,8. Sedangkan China naik 1,3 dalam kurun waktu 16 tahun. Selain itu, penerapan hukuman mati juga menimbulkan kontroversi dan perdebatan tidak berujung. "Berbagai kalangan terutama pejuang HAM akan menentang hukuman mati, termasuk juga ICW (Indonesia Corruptions Watch)," ujar Denny. Oleh karena itu, pemerintah lebih memilih memberantas korupsi melalui kebijakan pembenahan instrumen penegakan hukum serta sanksi hukum bersifat penjera. (MI/RIZ)
JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Gde Pantja Astawa menentang usulan hukuman mati terhadap koruptor. Dia yakin hukuman mati tak akan menghilangkan praktik korupsi selama akar persoalannya tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah. “Kalau semua koruptor dihukum mati, apakah persoalan selesai? karena akarnya belum diungkap, apakah misalnya semua dijatuhi hukuman mati apakah menimbulkan efek jera? Belum tentu, tidak ada jaminan,” katanya kepada Okezone, Rabu (26/10/2011) malam. Dia menambahkan, orang Indonesia kerap kali mengutip sistem hukuman mati bagi koruptor di China, namun lupa menekankan pentingnya aspek pencegahan. “Perlu dicari akar korupsi dan jalan keluar, orang dicegah untuk tidak korupsi. Dihukum mati pun belum merupakan jaminan akan menimbulkan efek jera,” katanya. Menurut Pantja, usulan agar koruptor dihukum mati lebih merupakan ekspresi emosional sehingga cenderung tidak logis. Selain itu, kata dia, Indonesia dan China jelas memiliki sistem pemerintahan yang berbeda, sehingga apa yang diterapkan di negara itu belum tentu cocok diadopsi di Indonesia.
ORANG Indonesia seringkali berbicara tanpa didukung data, fakta atau referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga, sering menimbulkan anggapan yang keliru. Misalnya, dengan adanya hukuman mati di China, maka ada gagasan agar Indonesia juga menru China karena mengira hukuman mati bisa menurunkan angka korupsi. Angka korupsi di China pernah turun Memang, angka korupsi di China pernah turun yaitu dari IPK 3.5 pada 2007 naik menjadi IPK 3.6 yang berarti ada penurunan angka korupsi. Namun penurunan ini sangat tidak signifikan, karena IPK masih di kisaran 3 (masih tergolong buruk). Efektivitas hukuman mati Logika hukum yang benar mengatakan bahwa, efektivitas hukum bukan soal hukum Islam atau bukan hukum Islam. Bukan soal pelanggaran HAM atau bukan pelanggaran HAM. Bukan soal melanggar UUD 1945 ataupun tidak melanggar UUD 1945. Bukan soal banyaknya ulama Islam yang mendukung atau yang tidak mendukung hukuman mati.. Efektivitas hukuman mati adalah soal efektif atau tidak efektif hukuman mati itu sendiri.. Indek Persepsi Korupsi (IPK) Efektif atau tidaknya pemberantasan korupsi diukur menggunakkan IPK (Indek Persepsi Korupsi) atau Corruption Perception Index atau ICP yang sudah diakui seluruh negara di dunia. Nilai-nilai IPK atau CPI a.IPK:1-1.9 = paling buruk;2-2.9 = sangat buruk;3-3.9 = buruk; b.IPK:4-4.9 = cukup ;5-5.9 = sangat cukup ;6-6.9 = paling cukup c.IPK:7-7.9 = baik;8-8.9 = sangat baik;9-10 = paling baik. IPK negara tetangga IPK di Singapura: 8 koma (sangat baik) IPK di Malaysia: 6 koma (paling cukup) IPK korupsi di Indonesia: Tahun 2009: 2,8.Tahun 2010 2,8 = sangat buruk. IPK korupsi di China :
Tahun 2002 IPK = 3.5;Tahun 2003 IPK = 3.4,Tahun 2004 IPK = 3.4,Tahun 2005 IPK = 3.2,Tahun 2006 IPK = 3.3,Tahun 2007 IPK = 3.5,Tahun 2008 IPK = 3.6,Tahun 2009 IPK = 3.6,Tahun 2010 IPK = 3.5. IPK Rata-rata :3 (buruk) Kesimpulan Berarti, penanggulangan atau pemberantasan korupsi di China tidak signifikan atau buruk atau tidak efektif. Berarti pula, hukuman mati bagi koruptor tidak signifikan menurunkan angka korupsi. Peringkat China China cuma menduduki ranking ke 78 dalam pemberantasan korupsi (walaupun ada ancaman hukuman mati). Peringkat Denmark Sedangkan Denmark,yang tidak menerapkan hukuman mati bagi para koruptor, memiliki nilai IPK 9 (paling baik) dan menduduki ranking 1 di dunia. Bukti,data dan fakta selengkapnya di: http://en.wikipedia.org/wiki/Corruption_Perceptions_Index (Lihat Tabel halaman bawah). Sumber foto: matanews.com Hariyanto Imadha Facebooker/Blogger
Gereja Katolik tetap berpegang teguh pada perinsipnya menolak hukuman mati, apapun kesalahan pelakunya, termasuk para koruptor. “Secara prinsip saya tidak setuju dengan hukuman mati, karena hukuman mati tidak akan pernah membuat jera para koruptor,” kata Pastor Serafin Danny Sanusi OSC, Sekretaris eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian serta Pastoral Migran Perantau (Komisi KPPMP) KWI pada Jumat, 22 Juli. Sebelumnya, pada 19 Juli, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan hukuman mati bagi koruptor tetap akan dicantumkan dalam Draft RUU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Romo Danny mengatakan Komisi KP-PMP KWI berkoalisi dengan beberapa lembaga seperti KontraS, Imparsial dan Komunitas Saint’Egidio di Jakarta bersatu dalam koalisi Hapus Hukuman Mati (KOASLISI HATI). Ia mencontohkan China dan Korea Selatan pernah menerpakan hal tersebut, dan yang terjadi malah sebaliknya, korupsi makin merajalela. Menurutnya, perlu diupayakan bentuk hukuman baru bagi para koruptor seperti hukuman sosial atau upaya pemiskinan bagi para koruptor dengan menyita seluruh asetnya untuk negara, dan tidak memberikan akses bagi keluarganya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Haris Azhar, koordinator KontraS, mengatakan, hukuman mati “adalah langkah mundur yang ditempuh pemerintah mengingat hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Saat ini mayoritas negara dunia telah menerapkan abolisi terhadap hukuman mati dan khusus untuk pidana korupsi hanya sedikit sekali negara yang menerapkannya. Azhar mengatakan ada 148 negara yang sudah menghapus hukuman mati. Rinciannya, 97 negara menghapus hukuman mati untuk seluruh kejahatan, 8 negara menghapus hukuman mati untuk perkara kejahatan biasa, dan yang melakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) sebanyak 43 Negara. Sedangkan negara yang masih menerapkan hukuman mati berjumlah 49 negara. Dengan rincian, 43 negara yang menerapkan praktek hukuman mati dan 6 negara yang mencoba moratorium tapi masih menerapkan hukuman mati dalam 10 tahun terakhir.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin mengukapkan bahwa dirinya tidak setuju pada hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi. Didi mengusulkan lebih baik diganti dengan hukuman penjara seberatberatnya. "Saya tidak setuju, lebih baik diganti saja dengan hukuman 100 hingga 200 tahun penjara untuk pelaku korupsi," jawab Didi Irawadi kepada wartawan, di Galery Cafe, Jakarta, Rabu (9/11/2011). Menurut Didi, hukuman mati merupakan peninggalan hukum Belanda saja, jadi tidak sejalan dengan perkembangan hak asasi manusia sekarang ini. "Lebih efektif penjara seberat-beratnya, kalau hukuman mati itu hanya peninggalan usang hukum belanda, sudah seiring dengan perjalanan negara yang beradab. Lagi pula kalau ternyata yang salah adalah hakimnya, si terhukum sudah tidak mendapat haknya lagi," terang Didi. Lebih lanjut, Didi juga menjelaskan perbedaanya dengan negara maju, bahwa pidana di negara maju sudah tidak lagi mengenal hukuman mati. "Banyak di negara maju dan tingkat kriminalitasnya mendunia, sudah tidak kenal lagi itu human mati. Itu karena memang tidak ada efektifitasnya dengan perkembangan zaman," Imbuhnya.
Penulis: Edwin Firdaus | Editor: Prawira Maulana Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.co