Prosiding Seminar Nasional Kopwil4, Vol.1, Juli 2006 ISSN : 0216-9681, halaman s.d
Metode Transfer Beban untuk Analisis Pondasi Dalam - Tinjauan Tegangan Efektif dengan Metode Fellenius (2002) Studi Kasus Tiang Bor Berintrumentasi Oleh Budijanto Widjaja ABSTRAK: Analisis statik umumnya digunakan sebagai basis untuk menentukan analisis penurunan tiang. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan antara pergerakan tiang dengan besarnya beban yang bekerja. Transfer beban yang terjadi antara tiang dan tanah ini lebih ditentukan oleh tegangan vertikal efektif. Oleh karena tegangan vertikal efektif (? v’) memegang peranan penting sehingga penggunaan metode konvensional seperti metode a dapat digantikan dengan metode ß (Fellenius, 2002). Pada tiga studi kasus yang dibahas, ditunjukkan bahwa nilai daya dukung ultimit dan kurva transfer beban mendekati hasil uji pembebanan di lapangan. Pada kasus tiang dengan intrumentasi, ditunjukkan bahwa dapat diperoleh besarnya nilai faktor Bjerrum-Burland (?) dan faktor daya dukung (Nt) sehingga dapat diaplikasikan untuk kondisi tanah setempat. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mendesain pondasi tiang dengan variasi panjang pembenaman dan diameter tertentu pada kondisi tanah tersebut. Perbandingan daya dukung ultimit antara metode transfer beban dari Reese & Wright (1977) dan Fellenius (2002) menunjukkan hasil yang hampir serupa. Hal ini dimungkinkan karena metode Fellenius dikembangkan dari pengamatan hasil uji-uji pembebanan tiang skala penuh. Pada studi kasus ditunjukkan pula cara penentuan lokasi titik netral akibat adanya negative skin friction. Kata Kunci: Analisis Statik, Metode Transfer Beban, Tegangan Vertikal Efektif, Metode ?, Negative Skin Friction
ABSTRACT: Static analysis is always used as a basic for determining pile’s settlement. Because, there is a unique relation between pile’s movement and pile’s load. Load transfer which is occurred in pile is mainly governed by effective vertical stress. So, Fellenius (2002) recommended the using of ? Method to calculate the ultimate capacity of pile. There are three cases to show how the Fellenius method works. Especially, for instrumentated pile, the engineers can use the output (i.e. ? and Nt values) to specify and get those certain parameter to determine and design the certain pile with various pile’s diameter and embedment length for the certain site. It is shown too that ultimate capacity of pile between Reese & Wright’s (1977) method and Fellenius’ method is in close enough relation. In conclusion, Fellenius method can be used to determine the ultimate pile capacity. This method also provides a very clearly way to find out the location of neutral zone for the pile which has a negative skin friction. Keywords : Static Analysis, Load Transfer Method, Effective Vertical Stress, ? Method, Negative Skin Friction
1 PENDAHULUAN Analisis statik yang umumnya dikenal juga sebagai metode transfer beban digunakan sebagai basis untuk menentukan analisis penurunan tiang. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan antara pergerakan tiang dengan besarnya beban yang bekerja. Transfer beban yang terjadi antara tiang dan tanah ini lebih ditentukan oleh tegangan vertikal efektif. Oleh karena tegangan vertikal efektif (? v’) memegang peranan penting sehingga penggunaan metode konvensional seperti metode a dapat digantikan dengan metode ß. Hal ini terjadi karena
tahanan tiang berbanding proporsional dengan besaran tegangan vertikal efektif (Fellenius, 2002).
2 DAYA DUKUNG ULTIMIT 2.1 Tahanan Selimut Tiang Metode ? pada awalnya dikembangkan oleh Garlenger pada tahun 1973. Nilai ? tersebut didasarkan pada jenis tanah (tabel 1). Dengan mengaplikasikan metode ß, besarnya unit tahanan selimut tiang (fs) dapat ditulis dalam rumusan berikut:
f s ? c'? ? ? v '
(1)
pembenaman tiang. Namun, faktor tersebut merupakan nilai rata-rata untuk seluruh selimut tiang sehingga hasilnya cenderung kurang akurat untuk jenis tanah tertentu karena tidak dimasukkannya faktor diameter tiang dam jenis tanah.
dengan : c’ = kohesi ß = koefisen Bjerrum-Burland Untuk aplikasi pada pondasi tiang pancang, nilai kohesi tidak dipertimbangkan sehingga dalam hal ini nilai tahanan selimut tiang menjadi linear terhadap besarnya tegangan vertikal efektif. Sedangkan untuk pondasi tiang bor, nilai kohesi yang ada umumnya menggunakan faktor adhesi antara tiang bor dan tanah. Besarnya tahanan selimut tiang (Qs) dapat dijabarkan dalam rumusan : Q s ? As f s dz (2) dengan: As = luas selimut tiang z = kedalaman tiang
?
Dalam pengembangan kurva tersebut, Neely menggunakan 66 buah hasil pembebanan tiang pada tiang dengan variasi diameter 30 cm dan 60 cm dengan panjang pembenaman bervariasi antara 4.5 m hingga 26.0 m pada tanah pasiran. Neely mensyaratkan bahwa friksi selimut tidak boleh melebihi 1.4 kg/cm2.
Nilai koefisien Bjerrum-Burland ini merupakan fungsi dari gradasi tanah, komposisi mineral, berat isi tanah, maupun kuat geser tanah. Meyerhoff (1976) dan Poulos & Davis (1980) membagi nilai ß ke dalam dua macam tipe pondasi dalam yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor. Pembagian tersebut didasarkan pada besarnya sudut geser dalam efektif (f’). Hubungan tersebut belum memasukkan faktor jenis tanah. 1,8 1,6 Tiang Pancang
1,4
Gambar 2: Penentuan Nilai ß rata-rata pada Pondasi Tiang Bor (Neely, 1991)
1,2
β
1,0 0,8 0,6
Tiang Bor
0,4 0,2 0,0 30
32
34
36
38
40
Sudut geser dalam, φ ' (o)
Gambar 1: Penentuan Nilai ß sebagai Fungsi dari Metode Instalasi Tiang (Meyerhoff, 1976; Poulus & Davis, 1980)
Fellenius (1975) dan FHWA (1999) menggunakan metode ß tersebut pada pondasi tiang bor secara empirik berdasarkan pada kedalaman yang ditinjau dan penggunaan nilai NSPT. Nilai ß tersebut berdasarkan pada titik tinjauan kedalaman tertentu dan untuk NSPT = 15 serta 0.25 < ß < 1.20 dapat didekati dengan persamaan berikut: 0. 5 ? ? 1.5 ? 0.245 z (3) dengan: z = kedalaman yang ditinjau
??
Sedangkan korelasi dengan nilai NSPT > 15 menggunakan persamaan berikut:
? ? Neely (1991) mengembangkan rumus empirik untuk pondasi tiang bor yang didasarkan pada pondasi khusus yakni Continous Flight Auger (CFA). Nilai ß (gambar 2) tersebut diperoleh berdasarkan panjang
?
N SPT 1.5 ? 0.245 z 0. 5 15
?
(4)
Fellenius (2002) memaparkan hasil nilai ß tersebut yang dibagi ke dalam empat jenis tanah. Hasil itu merupakan rangkuman dari hasil uji-uji pembebanan
tiang yang telah dilakukan pada tanah tidak organis yang mengalami pelapukan mekanik baik untuk tipe tanah sedimen maupun tanah alluvial yang ditransportasikan. Oleh karena itu, penggunaan nilai-nilai ß tersebut sebaiknya tidak digunakan pada tanah yang memiliki riwayat terkonsolidasi lebih, pada tanah organik, tanah residual, tanah tersementasi, batuan lunak, calcareous soil, maupun micaceous soil. Hal tersebut terkait dengan tingginya variasi nilai ß pada jenis -jenis material tersebut.
Variasi nilai Nt tergantung pada berat isi tanah dan kompresibiltas tanah. Fellenius (2002) merekomendasikan penggunaan nilai Nt tersebut pada beberapa jenis tanah (tabel 2). Tabel 2 : Variasi Nilai Nt Jenis Tanah Lempung Lanau Pasir Kerikil
?’ (o) 25 – 30 28 – 34 32 – 40 35 – 45
Nt 3 – 30 20 – 40 30 – 150 60 – 300
Tabel 1 : Faktor ß sebagai Fungsi Jenis Tanah Jenis Tanah Lempung Lanau Pasir Kerikil
?’ (o) 25 – 30 28 – 34 32 – 40 35 – 45
? (Garlenger, 1973) 0.20 – 0.25
? (Fellenius, 2002) 0.25 – 0.35
0.25 – 0.35
0.27 – 0.50
0.35 – 0.50
0.30 – 0.90
-
0.35 – 0.80
Tahanan selimut umumnya terjadi akibat adanya pergerakan relatif antara tiang dan tanah adalah sangat kecil. Pada tanah inorganik, berdasarkan pengamatan Fellenius (2002), 90 % tahanan selimut terjadi pada saat pergerakan relatif mencapai nilai lebih rendah dari 1.0 mm. Pada uji pembebanan tiang, sebelum tiang termobilisasi, pergerakan yang terjadi lebih disebabkan oleh perpendekan tiang akibat beban luar yang bekerja. Karena tegangan geser maksimum memiliki nilai yang tetap sama, maka arah pergerakan (kondisi tekan/tarik, kondisi positive skin friction/negative skin friction) tidak mempunyai efek terhadap hubungan beban dengan pergerakan untuk selimut tiang. Untuk mencapai mobilisasi penuh pada selimut tiang, pergerakan tiang tidak bergantung pada diameter tiang.
2.2 Tahanan Ujung Tiang Sama seperti tahanan selimut tiang, tahanan ujung tiang juga memiliki hubungan unik dengan tegangan vertikal efektif. Harga tersebut dapat didekati dengan mengaplikasikan rumus berikut: q p ? N t? v ' (5) dengan: Nt = koefisien daya dukung ujung dari Fellenius (2002)
Berdasarkan hasil uji pembebanan tiang di lapangan, diamati bahwa pergerakan kepala tiang dapat mencapai ± 30.0 mm hingga 80.0 mm. Pergerakan ujung yang teramati berkisar sekitar 10.0 mm (Fellenius, 2002). Hubungan pergerakan ujung dan beban ini sering disebut sebagai kurva q-z. Kurva q-z ini tergantung atas kompresibilitas dari tanah di bawah dasar pondasi dan tegangan vertikal efektif yang bekerja di dasar pondasi. Besarnya daya dukung ujung (Qp) dapat dinyatakan dalam Q p ? Ap q p (6) dengan A p = luas penampang rata-rata dasar pondasi
2.3 Daya Dukung Ultimit Daya dukung ultimit pondasi dalam dinyatakan sebagai penjumlahan aljabar komponen tahanan selimut tiang dan tahanan ujung tiang. Formulasi daya dukung ultimit dapat dinyatakan sebagai Qu ? Qs ? Qs (7) Untuk memperoleh kurva transfer beban yakni berupa hubungan beban terhadap kedalaman tiang maka diperlukan informasi tahanan tanah yang bekerja pada tiang di kedalaman tertentu (Qz). Nilai Qz tersebut dinyatakan sebagai Q z ? Q u ? As ? ? v ' dz ? Qu ? Q s (8) Nilai Qz pada ujung dasar pondasi akan memiliki nilai sama dengan Qp.
?
2.4 Titik Netral Titik netral adalah lokasi di mana perbedaan peralihan tiang dan penurunan tanah relatif adalah sama dengan nol. Hal ini menyebabkan bahwa pada
bagian atas dari titik netral, akan bekerja gaya akibat bekerjanya beban luar berupa beban mati (Qd) dan adanya negative skin friction (Qn) sebagai akibat kompresibilitas tanah yang bekerja. Pada bagian bawah dari titik netral akan bekerja tahanan selimut positif dan tahanan ujung tiang. Titik tersebut adalah mencerminkan kondisi setimbang di mana pada titik ini seolah-olah friksi negatif berubah menjadi friksi positif. Fellenius (2002) menggarisbawahi bahwa fenomena adanya titik netral dan negative skin friction selalu terjadi di tiang dan tidak hanya terjadi dalam konteks penurunan tanah di sekitar tiang yang jauh lebih besar. Untuk memprediksi lokasi dari titik netral ini adalah pada titik mana pergerakan relatif antara tiang dan tanah lebih kecil dari 2 mm – 5 mm. Distribusi beban sepanjang tiang pada kondisi jangka panjang dinyatakan dalam hubungan Q z ? Q d ? Q n ? Q d ? As q n dz (9) dengan Qd = beban mati yang bekerja pada tiang Qn = negative skin friction pada titik netral A s = luas selimut tiang q n = unit dari negative skin friction = ? ? v’
?
3 STUDI KASUS 3.1 Kasus I : Hasil Uji Pembebanan Tiang Berinstrumentasi Hasil uji pembebanan skala penuh berinstrumentasi pada pondasi tiang bor dengan diameter 60.0 cm dan panjang pembenaman 12.0 m serta kondisi pelapisan tanah ditunjukkan pada gambar 3. Sebanyak 5 buah load cell diletakkan sedemikian rupa sehingga diperoleh kurva load transfer. Muka air tanah berada pada kedalaman 5.1 m dan didominasi oleh dua al pisan tanah. Pada kondisi failure, pondasi ini mampu memikul beban ultimit sebesar 335.0 ton. Dari hasil uji pembebanan ini, dapat diperoleh informasi nilai ? dan besarnya tahanan ujung tanan yang diwakili dengan nilai Nt. Coduto (1994) merekomendasikan bahwa dengan kondisi pelapisan tanah tertentu maka nilai ? dan Nt cukup sekali saja ditentukan sehingga untuk desain pondasi untuk variasi diameter dan panjang tertentu berikutnya dapat didasarkan kepada kedua nilai yang diperoleh dengan cara analisis balik ini.
Langkah-langkah penentuan ? dan Nt dari hasil uji pembebanan berinstrumentasi adalah sebagai berikut: a. Tentukan nilai tegangan vertikal total (? v), tegangan air pori (u), dan tegangan vertikal efektif (? v’) b. Tentukan nilai daya dukung ultimit yang bekerja (Qu), dalam kasus ini nilai Qu sebesar 335.0 ton c. Gambarkan kurva transfer beban. Nilai yang tercantum pada masing-masing kedalaman merupakan nilai (Qu – Qs) di mana Qs adalah besaran daya dukung selimut. d. Hitung besarnya nilai kenaikan daya dukung selimut per unit (? Qs). e. Tentukan nilai ? dengan ? ? Q s / As? v ' . f. Tentukan nilai ? rata-rata untuk setiap lapisan. g. Tentukan nilai Nt dengan Qp = Nt ? v’ A p.
?
?
Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan ? di mana untuk lapisan tanah pertama nilai ? adalah 5.5 dan untuk lapisan tanah kedua nilainya adalah 6.3. Pada kedalaman 11.7 m ditunjukkan bahwa nilai ? relatif lebih rendah dibandingkan pada kedalaman 6.3 m dan 9.0 m. Hal ini dapat dikarenakan adanya pengaruh zona tegangan transisi pada bagian ujung tiang serta load cell dipasang cukup dekat dengan bagian ujung. Karena tidak adanya tell tale maka nilai Qp pada kasus ini dapat didekati dengan menggunakan informasi nilai Qu – Qs pada kedalaman 11.7 m yaitu sebesar 61.4 ton. Jadi, nilai Nt dapat dihitung dan memiliki nilai 13.7. Pada kasus ini nilai Qp adalah bernilai 61.4 ton dan Qs adalah 274.0 ton.
3.2 Kasus II : Hasil Uji Pembebanan Tiang Bor di Porto Uji pembebanan dilakukan pada pondasi tiang bor di Porto. Tiang bor tersebut memiliki diameter 60.0 cm dan panjang pembenaman 6.0 m. Tiang bor ini dibenamkan pada lapisan pasir dengan muka air tanah cukup dalam yaitu di 9.0 m. Namun, pada pengujian ini tidak dilengkapi dengan intrumentasi seperti load-cell ataupun tell-tale seperti pada studi kasus sebelumnya (Widjaja, 2003).
Gambar 4: Perbandingan Hasil Uji Pembebanan Tiang dengan Model Reese & Wright (Widjaja, 2003) Transfer beban Q (ton) 30
40
50
60
70
80
90
0
kedalaman (m)
1
Gambar 3: Profil Transfer Beban pada Uji Pembebanan Tiang Berinstrumentasi
2
Reese & Wright (1977)
3 4 5 Fellenius (2002) 6
Tabel 3 : Penentuan Nilai ? Kedalaman
σv
u
σv'
m
t/m2
t/m 2
t/m2
0 0.9 3.6 4.5 5.1 6.3 9 11.7
0 1.65 6.62 8.28 9.41 11.81 17.2 22.61
0 0 0 0 0 1.2 3.9 6.6
Qu - Qs ton 335 326 288
0 1.65 6.62 8.28 9.41 10.61 13.3 16.01
221 138 61
∆Qs
fs
ton
t/m2
β desain
β
0 9 5.305165 38 7.466528
3.22 1.13
2.17
67 29.6205 83 16.30847 77 15.12954
2.79 1.23 0.95
2.01
Gambar 5: Perbandingan Kurva Transfer Beban antara Reese & Wright (1977) dengan Fellenius (2002)
3.3 Kasus III : Analisis Daya Dukung Tiang Berdasarkan metode transfer beban dari Reese & Wright (1977), yang didasarkan kepada tinjauan analisis tegangan total dengan bantuan program Borpile (GEC, 1997), diperoleh daya dukung ultimit tiang adalah sebesar 91.6 ton. Dengan metode Fellenius, yang didasarkan pada analisis tegangan efektif, diperoleh bahwa daya dukung ultimit tiang mencapai nilai 89.6 ton. Jika dibandingkan antara kurva transfer beban antara metode Reese & Wright (1977) terhadap metode Fellenius (2002) pada kondisi failure menunjukkan hasil yang hampir sama. Metode Reese & Wright ini pun memberikan pemodelan kurva beban terhadap penurunan yang mendekati hasil uji pembebanan tiang di lapangan. Oleh karena itu, metode Fellenius ini seharusnya cukup akurat di dalam memprediksi perilaku tanah. Beban vs Penurunan Q (ton) 0
20
40
60
80
100
120
140
0 2
hasil analisis program Borpile
4 6
uji statik
160
Pancang di Bale Endah Pada kasus ini, tanah didominasi oleh lapisan lempung dengan konsistensi sangat lunak hingga kedalaman 9.0 m. Muka air tanah terletak pada kedalaman 3.0 m dari permukaan tanah. Terdapat lapisan lensa pasir yaitu pada kedalaman 9.0 – 12.0 m. Beban mati pada suatu struktur direncanakan sebesar 6.4 ton. Beban struktur atas ini didukung oleh pondasi tiang pancang segitiga dengan lebar sisi 32.0 cm dan panjang pembenaman 12.0 m.
100
Gambar 7: Kurva Transfer Beban dengan Titik Netral di 8.0 m Gambar 6: Stratifikasi Tanah di Porto Portugis
4 KESIMPULAN
Pada analisis dengan menggunakan metode Fellenius diperoleh bahwa daya dukung ultimit adalah sebesar 35.7 ton. Daya dukung ultimit ini terdiri dari daya dukung ujung sebesar 13.2 ton dan daya dukung selimut sebesar 22.5 ton. Apabila dianalisis dengan menggunakan metode Nottingham & Schmertmann (1975) berdasarkan hasil uji sondir mekanik diperoleh daya dukung ultimit sebesar 40.7 ton dengan daya dukung ujung sebesar 10.3 ton dan tahanan selimut sebesar 30.5 ton. Terlihat bahwa hasil kedua metode cukup berdekatan meskipun hasil dari metode Fellenius sedikit lebih rendah.
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini antara lain : ? Metode Fellenius (2002) didasarkan pada analisis tegangan efektif. Hal ini cukup beralasan karena metode transfer beban memiliki hubungan yang unik terhadap tegangan efektif yang bekerja. ? Dari tiga studi kasus yang dibahas, ditunjukkan bahwa nilai daya dukung ultimit dan kurva transfer beban mendekati hasil uji pembebanan di lapangan. Pada kasus tiang dengan intrumentasi, ditunjukkan bahwa dapat diperoleh besarnya nilai faktor Bjerrum-Burland (?) dan faktor daya dukung (Nt) yang dapat diaplikasikan untuk kondisi tanah setempat sehingga dapat digunakan untuk desain pondasi tiang dengan variasi panjang pembenaman dan diameter tertentu. ? Dalam penggunaan metode ? tersebut, dapat ditentukan lokasi titik netral. Pada kasus ketiga terlihat bahwa terdapat konsistensi hasil antara metode ? dengan metode empirik dari Prakash & Sharma (1990). ? Perbandingan daya dukung ultimit antara metode transfer beban dari Reese & Wright (1977) dan Fellenius (2002) menunjukkan hasil yang hampir serupa. Hal ini dimungkinkan karena metode Fellenius ini dikembangkan dari pengamatan hasil uji-uji pembebanan tiang skala penuh.
Berdasarkan kurva transfer beban pada gambar 7 diperlihatkan dua kurva yaitu Qu-Qs terhadap kedalaman dan Qd + Qn terhadap kedalaman. Pada titik perpotongan antara dua kurva inilah disebut sebagai titik netral. Pada kasus ini, titik netral terdapat pada kedalaman 8.0 m dari permukaan tanah. Hal ini cukup konsisten dengan metode empirik dari Prakash & Sharma (1990). Mereka mengusulkan lokasi titik netral pada lapisan kompresibel setebal H akan berada pada 0.75 H. Pada lokasi ini tebal lapisan kompresibel adalah 6.0 m sehingga lokasi titik netral apabila ditinjau dari permukaan tanah adalah 7.5 m. Pada lokasi di atas titik netral akan terjadi negative skin friction. Pada bagian bawah dari titik netral akan terjadi friksi selimut positif. Tabel 4 : Penentuan Nilai ? Kedalaman m 0.0
σv 2 t/m
3.0 9.0 12.0
u σv ' 2 2 t/m t/m
β
0.00
0 0.00
5.40
0 5.40 0.4 6 7.92 0.3 9 9.93 0.3
13.92 18.93
∆Qs
Qu - Qs
Qd + Qn
ton
ton
ton
0
35.7
6.4
5.4
30.3
11.8
11.4 5.72
18.9 13.2
23.2 28.9
DAFTAR PUSTAKA
22.52
Beban (ton) 0
10
20
30
40
Kedalaman (m)
0 2
Qd + Qn
4 6 8 10 12
Titik netral
Qu - Qs
American Society of Civil Engineers. 1993. Bearing Capacity of Soils. ASCE Press. New York Astriani, D., B. Widjaja, dan S. Rustiani. 2004. Daya Dukung Pondasi Tiang Bor dan Continuous Flight Auger pada Tanah Pasir di Porto, Portugis. Prosiding Aspek Geoteknik dalam Pelaksanaan Konstruksi Sipil : Peran dan Resiko bagi Perencana, Pelaksana, dan Pengawas. 3 – 4 Agustus. Pertemuan Ilimiah Tahunan VIII HATTI.Universitas Indonesia. Hlm 107 – 111 Budhu, M. 2000. Soil Mechanics & Foundations. John Wiley & Sons. New York
Coduto, D.P. 1994. Foundation Design : Principles and Practices. Prentice Hall. New Jersey. Federal Highway Administration. 1999. Drilled Shaft: Construction Procedures and Design Methods. Publication FHWA-IF-99-025. Fellenius, B.H. 1975. Test Loading of Piles and New Proof Testing Procedure. Journal of Geotechnical Engineering Division (ASCE) 101. No GT9. Fellenius, B.H. 1990. Guidelines for Interpretation and Analysis of Static Loading Test. Deep Foundations Institute. Sparta. NJ. Fellenius, B.H. 2004. Basics of Foundation Design. eLib AB. Alberta Neely, William J. 1991. Bearing Capacity of AugerCast Piles in Sand. ASCE Journal of Geotechnical Engineering. Vol. 117. No 2. Hlm. 331-345. Nottingham, L.C., Schmertmann, J.H. 1975. An Investigation of Pile Capacity Design Prosedures. Research Report D629. Dept. of Civil Eng. University of Florida. Gainesville Prakash, S., Sharma, H. 1990. Pile Foundation in Engineering Practice. John Wiley & Sons. New York
Reese, Lymon C., & O’Neill, Michael W. 1988. Drilled Shaft : Construction Procedurs and Design Methods, Report No. FHWA-HI-88-042, Federal Highway Administration. Widjaja, B. 2003. Prediction of Behavior of Driven, Bored, and CFA Piles. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung. Widjaja, B., A. Sri Lestari, Agusman. 2004. Negative Skin Friction Tiang Pancang pada Tanah Lempung, Studi Kasus Bale Endah. Prosiding Aspek Geoteknik dalam Pelaksanaan Konstruksi Sipil : Peran dan Resiko bagi Perencana, Pelaksana, dan Pengawas. 3 – 4 Agustus. Pertemuan Ilimiah Tahunan VIII HATTI.Universitas Indonesia. Hlm 99 – 105 Riwayat Singkat Penulis: Budijanto Widjaja adalah dosen tetap geoteknik di Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Telp. 022-2032655 Ext. 445 Fax. 022-2009367 Email :
[email protected]