ISSN 0216 - 3128
220
Gatot Wurdiyanto, dkk.
METODE PeNGUKURAN AKTIVITAS RADIONUKLIDA PEMANCAR BETA 14C, 36Cl DAN 90Sr BERBENTUK LUASAN DENGAN PENCACAH PROPORSIONAL 2π Gatot Wurdiyanto, Holnisar Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN
ABSTRAK METODE PENGUKURAN AKTIVITAS RADIONUKLIDA PEMANCAR BETA 14C, 36Cl DAN 90Sr BERBENTUK LUASAN DENGAN PENCACAH PROPORSIONAL 2π. Telah dilakukan pengukuran aktivitas untuk sumber-sumber pemancar beta 14C, 36Cl dan 90Sr dalam bentuk luasan dengan menggunakan pencacah proporsional 2π di Pusat Teknologi Keselamtan dan Metrologi Radiasi BATAN. Pengukuran ini perlu dilakukan untuk mendapatkan metode baku dalam melakukan standardisasi sumber pemancar beta dalam bentuk luasan dengan tanpa merusak kondisi sumber yang diukur. Pengukuran dilakukan dengan pencacah proporsional 2π yang menggunakan sistem gas alir P10 (campuran gas argon methane) agar proses ionisasi berlangsung secara kontinyu. Agar sumber bentuk luasan tidak rusak dilakukan pelapisan dengan foil sangat tipis. Penentuan efisiensi detektor dilakukan dengan variasi diskriminator. Aktivitas sumber ditentukan dengan metode ekstrapolasi efisiensi pada nilai 100 %. Hasil pengukuran aktivitas cukup baik dengan nilai (5954 ± 62) Bq untuk 14C ; (5175 ± 49) Bq untuk 36Cl dan (1619 ± 23) Bq untuk 90Sr. Kata kunci : Standardisasi radionuklida, proporsional 2π dan metode ekstrapolasi
ABSTRACT METHODS OF RADIOACTIVITY MEASUREMENT FOR BETA EMITTER RADIONUCLIDES OF 14C, 36 Cl and 90Sr IN AREA GEOMETRIC USING 2π PROPORTIONAL COUNTER. The radioactivity measurement of beta emitter of 14C, 36Cl and 90Sr in area geometric have been carried out by 2π proportional counter in Center for Technology of Safety and Metrology Radiation–BATAN. The measurement is needed to get standard methods for standardized of beta emitter in area geometric without destructing of the sample. The Measurement is carried out by 2π proportional counter using gas flow system of P10 in order that ionization process to be passed continuously. To prevent damage, the sources covered with very thin foil layer. Detection efficiencies are determined by variation of beta discriminator. The activities of sources are determined by extrapolation methods to 100 % of efficiencies. The results measurements are fairly good by (5954 ± 62) Bq for 14C ; (5175 ± 49) Bq for 36Cl and (1619 ± 23) Bq for 90 Sr. Key words : Radionuclide Standardization, 2π proporsional and ekstrapolation method.
PENDAHULUAN
S
emakin berkembangnya pemanfaatan teknologi nuklir dalam segala sendi kehidupan memberikan warna tersendiri dalam kancah penelitian baik pada tingkat hulu maupun penelitian pada tingkat muara. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, bidang Metrologi Radiasi pada Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional harus mampu melayani kebutuhan akan sumber standar di dalam negeri maka perlu dikembangkan teknik pengukuran sumber radioaktif sesuai dengan jenis radiasinya. Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan metode standardisasi 14C, 36Cl dan 90Sr
bentuk luasan menggunakan detektor proporsional 2π dengan suatu sistem gas alir dari campuran argon methane (P10) yang mengalir dengan kecepatan sekitar 5 cc per detik. Metode ini perlu dikembangkan karena memiliki kelebihan dari metode lain antara lain lebih sederhana, lebih cepat, tingkat kontaminasi sangat rendah dan sangat murah. Beberapa peneliti di bidang metrology[1, 2, 3] melakukan standardisasi 14C, 36Cl dan 90Sr menggunakan metode koinsidensi 4πβ−γ maupun koinsidensi LSC-gamma dengan menggunakan tracer (perunut) 60 Co atau 134Cs. Kelemahan metode tersebut karena memerlukan perunut yang cukup mahal selain itu metode koinsidensi sangat rumit dan kemungkinan terjadi kontaminasi lebih besar dibandingkan
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Gatot Wurdiyanto, dkk.
ISSN 0216 - 3128
metode yang ditawarkan. Penggunaan perunut dalam metode tersebut karena 36Cl tidak memiliki sinar gamma sehingga koinsidensi yang diharapkan tidak terbentuk, dengan memanfaatkan radionuklida tertentu sebagai perunut maka koinsidensi antara partikel beta dengan sinar gamma dapat terbentuk. Pemilihan radionuklida pemancar beta 14C, Cl dan 90Sr ini dilatari dengan banyaknya pemakaian radionuklida ini dalam bidang pertanian (agricultural). 14C banyak digunakan sebagai soil, plant and animal nutrition ; entomology and weed control. 36Cl banyak digunakan sebagai isotop perunut untuk mengetahui pergerakan air (water movement) juga banyak digunakan dalam bidang entomology (ilmu serangga)[4]. Sedangkan 90Sr banyak digunakan sebagai soil, plant and animal nutrition. 36
14
C adalah radionuklida pemancar beta murni dengan energi rata-rata 49,45 keV dan energi maksimum 156,479 keV dan meluruh menjadi unsur stabil 14N[6]. Radionuklida ini mempunyai waktu paro sangat panjang, yaitu 5730 tahun[7] sehingga jika dijadikan standar akan sangat efektif (Bagan peluruhan Gambar 1). 36
Cl adalah radionuklida yang meluruh melalui peristiwa penangkapan elektron dengan energi rata-rata 59,35 keV dan juga memancarkan
221
partikel beta dengan energi rata-rata 278,8 keV[5], sedangkan energi maksimumnya 712,2 keV[6]. Dalam peristiwa penangkapan electron 36Cl meluruh menjadi unsur stabil 36S sedangkan pada pemancaran partikel beta 36Cl menjadi unsur stabil 36 Ar (Bagan peluruhan pada Gambar 2.). Radionuklida ini mempunyai waktu paro 3,01 × 105 tahun[7] sehingga sangat menguntungkan jika digunakan sebagai sumber standar. 90
Sr adalah radionuklida dengan waktu paro 28,7 tahun dan memancarkan partikel beta murni dengan energi rata-rata 195,7 keV dan energi maksimum 546 keV[6] meluruh menjadi 90Y dengan waktu paro 64 jam selanjutnya menjadi unsur stabil 90 Zr. Dalam keadaan normal biasanya 90Sr berada dalam keadaan setimbang dengan 90Y (Bagan peluruhan pada Gambar 3). Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan metode pengukuran sumber radionuklida pemancar beta 14C, 36Cl dan 90Sr berbentuk luasan menggunakan detektor 2π proporsional dengan tingkat ketelitian tinggi sehingga dapat digunakan sebagai metode alternatif pengganti metode koinsidensi 4πβ−γ serta dapat digunakan untuk standardisasi sumber pemancar β. Selain itu metode ini dapat digunakan sebagai metode pengukuran non destructive (tak merusak).
Gambar 1. Skema Peluruhan 14C[4].
Gambar 2. Bagan Peluruhan 36Cl[4].
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
ISSN 0216 - 3128
222
Gatot Wurdiyanto, dkk.
Gambar 3. Bagan Peluruhan 90Sr[4].
TATAKERJA DAN PERCOBAAN Sumber 14C, 36Cl dan 90Sr yang telah disiapkan melalui proses elektrodeposisi mempunyai bentuk luasan dengan diameter 5 cm dalam penyangga lempengan logam dengan diameter luar 6 cm. Penyiapan sumber dengan proses elektrodeposisi untuk mengeliminasi serapan oleh lapisan penyangga karena 36Cl merupakan pemancar beta murni. Ukuran diameter sampel maupun penyangganya disesuaikan dengan permintaan dan kemampuan detektornya. Adapun bentuk sampel ditampilkan pada bagan Gambar 4. Dengan proses penyiapan sampel seperti ini diharapkan mampu menghasilkan nilai ukur yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Gambar 4. Bagan penyangga sumber bentuk luasan.
Pengukuran aktivitas dilakukan menggunakan detektor proporsional 2π dengan suatu sistem gas alir berkecepatan 5 cc/detik. Gas yang digunakan adalah campuran argon (10%) dan methane
(90%) dengan komposisi gas seperti ini akan mampu meningkatkan efisiensi terutama untuk sumber yang juga mempunyai sifat peluruhan tangkapan elektron dan partikel beta[8]. Penggunaan detektor proporsional bergeometri 2π (bagan detektor proporsional 2π ditampilkan pada Gambar 5) disebabkan sumber yang akan diukur berbentuk luasan pada satu permukaan. Detektor ini menggunakan kawat anoda berdiameter 25 µ meter dengan volume aktif detektor adalah 10 × 10 × 5 cm, serta dilengkapi dengan penyangga sampel maksimum berdiameter 8 cm. Untuk mencegah kerusakan sumber saat pengukuran, dilakukan dengan menyelimuti sumber dengan lapisan foil tipis berukuran 5 µ meter sehingga partikel beta dengan energi sekitar 30 keV dapat menembusnya. Karena metode pengukurannya bersifat relatif maka diperlukan sumber standar sebagai bahan pengkalibrasi. Sumber standar yang digunakan untuk melakukan kalibrasi adalah 14C, 36Cl dan 90Sr. Susunan perangkat pengukuran seperti ditampilkan pada Gambar 6, terdiri dari sebuah detektor proporsional, catu daya (high Voltage), penguat awal, penguat, diskriminator, timer, scaler, PC dan printer. Tegangan kerja optimal ditentukan pada 2400 volt dengan setelan coarse gain pada posisi 10 dan fine gain 0,515. Waktu pengukuran tiap-tiap sampel adalah 60 detik dengan pengulangan 30 (tiga puluh) kali untuk mendapatkan nilai statistik yang baik, sedangkan untuk mendapatkan spektrum beta dilakukan dengan merangkai pada system MCA yang terpasang pada unit PC. Cacah latar diukur sebelum dan sesudah pengukuran sampel dengan waktu pengukuran dan pengulangan yang sama.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Gatot Wurdiyanto, dkk.
ISSN 0216 - 3128
223
Gambar 5. Bagan detektor proporsional.
Gambar 6. Bagan Perangkat Pencacah Proporsional.
Tahap pertama pengukuran adalah melakukan pencacahan terhadap masing-masing sumber standar dengan variasi diskriminator saluran beta (0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5; dan 0,7). Hal ini dilakukan guna mendapatkan variasi efisiensi deteksi. Setelah itu dibuat kurva pada masing-masing sumber standar. Kurva efisiensi ini digunakan untuk menentukan aktivitas sampel yang terukur dengan metode ekstrapolasi pada efisiensi 100 %. Koreksikoreksi yang dilakukan adalah cacah latar, waktu mati (dead time) dan kandungan pengotor (impuritas). Impuritas diukur dengan menggunakan perangkat spektrometer gamma dan beta dengan penyetelan pada penguat (amplifier) sama seperti pada saat mengukur aktivitas. Selain itu untuk lebih teliti dalam menentukan impuritas dilakukan pengukuran sebanyak 3 periode. Hal ini dilakukan untuk menentukan kandungan unsur-unsur yang memiliki waktu paro lebih pendek. Identifikasi impuritas dilakukan dengan menggunakan sumber
standar yang mempunyai jangkauan energi sampai 1400 keV.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran efisiensi tiap-tiap sumber standar yang dilakukan dengan variasi diskriminator saluran beta ditampilkan pada Tabel 1. Variasi penyetelan diskriminator 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5 dan 0,7 dipilih karena setelan ini cukup memberikan variasi efisiensi yang diperlukan. Pada penyetelan diskriminator 0 dapat dilakukan setelah melalui pengamatan dimana pulsa-pulsa pengganggu (noise) tidak nampak pada layar oscilloscope maupun pada layar monitor computer. Dari hasil ini cukup memberikan gambaran bahwa nilai efisiensi detektor juga bergantung pada penyetelan diskriminator saluran beta, dan sifatnya unik untuk setiap jenis radionuklida yang disebabkan oleh energi yang dimilikinya. Dengan demikian maka model penarikan garis ekstrapolasi hanya dapat dilakukan untuk satu jenis radionuklida saja.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Gatot Wurdiyanto, dkk.
ISSN 0216 - 3128
224
Tabel 1. Efisiensi detektor proporsional. Efisiensi Detektor (%) No.
Diskriminator
14
C
36
Cl
90
Sr
1
0
87,68
90,93
84,94
2
0,1
24,35
26,41
77,06
3
0,2
12,75
21,92
51,61
4
0,3
12,04
21,98
48,93
5
0,5
9,31
21,38
45,03
6
0,7
9,20
20,60
42,02
Dari Tabel 1 tersebut terlihat perbedaan efisiensi detektor untuk 14C antara diskriminator yang disetel pada posisi 0 dan 0,1 cukup besar (sekitar 63%), hal ini disebabkan 14C hanya mempunyai energi rata-rata 49,5 keV sehingga pada posisi diskriminator 0,1 sebagian besar cacahannya sudah terhambat yang menyebabkan efisiensi detektor sudah semakin berkurang. Untuk 90Sr mempunyai energi rata-rata 195,7 keV sehingga dengan posisi diskriminator 0,1 sebagian besar energinya masih tercacah yang menyebabkan efisiensi detektor masih cukup tinggi. Untuk radionuklida 36Cl mempunyai energi rata-rata dari peluruhan beta negatif 278,8 keV tetapi memiliki energi beta positif rata-rata dari peristiwa tangkapan elektron sebesar 59,35 keV, dengan demikian sebagian besar nilai cacah pada energi
59,35 keV telah turut terhambat pada posisi diskriminator 0,1 sehingga efisiensi detektor juga menjadi sangat kecil. Kurva efisiensi detektor proporsional 2π vs laju disintegrasi, ditampilkan pada Gambar 7. Bila dibandingkan antara ketiga sumber tersebut maka kemiringan dari tiap-tiap sampel berbeda-beda, hal ini merupakan sifat khusus dari radionuklida. Ketiga kurva tersebut membentuk garis lurus (linear) dengan koefisien regresi linear, R2 = 1 dengan persamaan regresi y = 5954 x – 0,0008 untuk 14C ; y = 5174,7 x + 0,0014 untuk 36Cl dan y = 1619,3 x + 0,0002 untuk 90Sr. Dengan kurva yang berbentuk garis lurus ini sangat memudahkan dalam menentukan aktivitas suatu sampel dengan metode ekstrapolasi ke dalam nilai efisiensi 100 %.
Gambar 7. Kurva Efisiensi Detektor Proporsional 2π untuk sumber 14C, 36Cl dan 90Sr.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Gatot Wurdiyanto, dkk.
ISSN 0216 - 3128
Hasil pengukuran aktivitas setelah dikoreksi dengan cacah latar, waktu mati, waktu peluruhan dan kandungan pengotor didapatkan nilai aktivitas seperti ditampilkan pada Tabel 2. Unsur pengotor tidak terdeteksi sehingga hasil ekstrapolasi merupakan nilai murni dari masing-masing sumber tersebut. Nilai aktivitas radionuklida ini ditentukan setelah melakukan ekstrapolasi terhadap masingmasing sumber terhadap nilai efisiensi 100 %. Dari hasil ekstrapolasi tersebut nilai aktivitas yang terukur cukup baik karena mempunyai nilai ketidakpastian di bawah 2 %. Unsur pengotor tidak terdeteksi sehingga hasil ekstrapolasi merupakan nilai murni dari masing-masing sumber tersebut. Didapatkan nilai ketidakpastian pengukuran adalah karena adanya faktor kedapat-ulangan sebagai akibat kurang stabilnya proses aliran gas. Tabel 2. Hasil pengukuran aktivitas total sample. No.
Sumber
1.
14
2.
36
3.
90
Aktivitas (Bq)
C
5954 ± 62
Cl
5175 ± 49
Sr
1619 ± 23
Sistem gas campuran argon dan methane (P10) yang mengalir dengan kecepatan 5 cc/detik pada perangkat proporsional 2π seperti ini menyebabkan proses ionisasi dapat berlangsung secara kontinyu, stabil tanpa mengalami keadaan jenuh. Selain itu dengan melapisi foil yang sangat tipis pada sumber luasan menyebabkan sumber tersebut tidak rusak dan tidak mengkontaminasi sekitarnya. Sedangkan efek serapan pada lapisan tipis dapat dieliminasi dengan metode ekstrapolasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari percobaan dan pengukuran yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran aktivitas radionuklida pemancar beta 14 C, 36Cl dan 90Sr menggunakan sistem pencacah proporsional 2π dengan metode ekstrapolasi efisiensi telah berhasil dikembangkan oleh Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Metode tersebut merupakan metode pengukuran tanpa merusak sehingga dalam penggunaannya sangat baik untuk menstandarkan ulang sumber-sumber standar yang berbentuk luasan. Sistem tersebut cukup efektif, murah, cepat dan efisien sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut guna mampu mengatasi
225
permasalahan pengukuran zat radioaktif yang masih ada. Perlu dikembangkan untuk sumber-sumber pemancar beta yang lainnya, selain itu juga untuk pemancar alpha.
DAFTAR PUSTAKA 1. RANDOLPH, R.B., Determination of Strontium-90 and Strontium-89 by Cerenkov and Liquid Scintillation Counting, International Journal Application Radiation and Isotopes, Vol.26 , 9, 1975. 2. GUNNINK, R., COLBY, L., JR., and COBBLE, J. W., Absolute Beta Standardization Using 4π Beta-gamma Coincidence Techniques, Anal. Chem. 31, 796, 1959. 3. SELIGER, H . H. and SCHWEBEL, A., Standardization of Beta Emitting Nuclides, Nucleonics 12, No.7, 54, 1954.. 4. IAEA; Manual of Radioisotopes Production; Technical Reports Series, No. 63, IAEA, Vienna, 1986. 5. Annals of the ICRP; Radionuclide Transformations; ICRP Publication 38; Volume 11-13, 1983. 6. AGUSTIN GRAU MALONDA and EDUARDO GARCIA-TORANO, Evaluation of Counting Efficiency in Liquid Scintillation Counting of Pure β-Ray Emitters, International Journal Application Radiation and Isotopes, Vol. 33, pp 249 to 253, 1982. 7. BROWNE , E. and FIRESTONE , R.B.; Table of Radioactive Isotopes; John Wiley and Sons Inc, New York, 1986. 8. Yasushi KAWADA, Extended Applications and Improvement of the 4πβ−γ Coincidence Method in the Standardization of Radionuclides, Researches of the Electrotechnical Laboratory, No. 730, Tsukuba – JAPAN, 1972. 9. SCHOTZIG, U., Photon Emission Probabilities of 44Ti,, 65Zn, 88Y, 89Sr, 147Pm, 204Ti and 210 Pb, Nuclear Instruments and Methods in Physics Research A286, 523 – 528, 1990. 10. WYLLIE, H.A., The Preparation of Radioactive Sources with Radioactivities of less than 110 Kilo Bequerels, Ansto – M 118 , March 1989. 11. DEBERTIN,K. and HELMER, R., Gamma and X-ray Spectrometry with Semiconductor Detectors, North Holland, Amsterdam ,1988.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
226
ISSN 0216 - 3128
Gatot Wurdiyanto, dkk.
Slamet Santosa
TANYA JAWAB
− Metoda tersebut apakah dapat mengukur sumber α, bagaimana?
Rochmadi − Bagaimana kalau yang digunakan detektor 4π proporsional.
Gatot Wurdiyanto − Dapat secara teori, akan dilaksanakan nantinya untuk sumber α kemungkinan HV nya lebih kecil.
Gatot Wurdiyanto − Pada penelitian ini digunakan 2π proporsional karena geometri sumber hanya pada 1 (satu) sisi.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007