METODE PENDIDIKAN HUKUM (PUNISHMENT) UNTUK PESERTA DIDIK Oleh, Anwar Sadat * Abstrak: Hukum merupakan masalah yang etis, menyangkut soal baik dan buruk. Dalam dunia pendidikan, metode pemberian hukuman bukanlah kata yang tabu, sebab dari dahulu hingga sekarang. hukuman terdiri atas tiga macam, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang menerima hukuman, yaitu: Hukuman asosiatif, Hukuman logis, Hukuman normative. Agar metode ini tidak dijalankan secara leluasa dan sembarangan oleh pendidik, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh syarat yang harus dipenuhi dalam mengaplikasikan metode pemberian hukuman. Hal yang paling penting ditekankan adalah hukuman dalam pendidikan merupakan salah satu usaha yang digunakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar, guna mencapai keberhasilan pengajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, dengan berpegang pada prinsip bahwa metode hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik
Kata kunci: Metode, dan Punishment, A. Pendahuluan Sebagai makhluk yang diciptakan dengan memiliki akal pikiran, maka seharusnya manusia memiliki pendidikan. Manusia yang hidup tanpa pendidikan, tidak akan pernah berilmu dan berketerampilan. Bahkan, manusia tanpa pendidikan akan mengalami kesulitan dalam meraih kesuksesan. Metode pendidikan menjadi salah satu kunci keberhasilan atau tidaknya peserta didik. Kendatipun dalam dunia pendidikan, setiap guru mengerti bahwa demi masa depan seorang peserta didik, mereka harus pandai, berilmu dan berakhlak. Namun, untuk menanamkan kesemua itu bukanlah suatu hal yang mudah karena di samping harus menggunakan alat dan teknik yang tepat, guru juga harus menggunakan metode yang *
Penulis adalah Dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang dipekerjakan pada STAI DDI Makassar, sekarang ini proses penyelesaian Program Doktor (S3) Konsentrasi Syariah/Hukum Islam di tempat yang sama..
1
2
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
sesuai dengan tujuan pengajaran khususnya dan tujuan pendidikan pada umumnya. Dari kesekian metode yang ada, salah satu di antaranya adalah metode pemberian hukuman. Dalam proses pengajaran, seorang guru atau pendidik yang tidak memahami keadaan, tingkat kemampuan, dan watak peserta didik yang dihadapinya, terutama dalam mengaplikasikan metode pemberian hukuman, maka boleh jadi akan membawa akibat yang fatal bagi peserta didiknya. Seorang guru yang memberi hukuman (punishment) kepada peserta didiknya, yang menyebabkan peserta tersebut menjadi sakit, cedera atau kondisi psikologisnya mengalami depresi kejiwaan (shook), dapat menyebabkan peserta tersebut menjadi benci pada pelajarannya bahkan boleh jadi peserta tersebut berpikir untuk berhenti sekolah. Untuk menghindari agar dalam dunia pendidikan tidak lagi terjadi hal-hal demikian, maka pendidik harus bersikap bijaksana dalam menerapkan metode pemberian hukuman, agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dapat tercapai. B. Pengertian Metode Penegakan Hukuman (Ponishment) Hukum merupakan masalah yang etis, menyangkut soal baik dan buruk. Dalam dunia pendidikan, metode pemberian hukuman bukanlah kata yang tabu, sebab dari dahulu hingga sekarang, metode pemberian hukuman masih digunakan. Akan tetapi, metode pemberian hukuman bukanlah sesuatu yang mutlak diperlukan dalam mendidik, sebab tidak semua peserta didik itu sama karakter dan kepatuhanya dalam menerima sesuatu pesan dari seorang pendidik. Ada yang hanya dengan nasehat dan teguran saja sudah cukup dan ada juga peserta didik yang memang perlu untuk diberi sanksi atau hukuman, karena dengan sanksi atau hukuman itu, peserta didik tersebut akan mengalami perubahan. Dalam mendidik, metode pemberian hukuman bukanlah tindakan pertama kali yang harus dibayangkan oleh pendidik dan tidak pula merupakan cara yang harus didahulukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai sanksi yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang, atau keputusan yang dijatuhkan oleh hakim, atau hasil akibat menghukum. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:360). Dalam Bahasa Arab, hukuman diistilahkan dengan kata tarhib yang berarti ancaman bila seorang peserta didik melakukan hal yang menyalahi aturan. Kemudian istilah lain adalah ‘iqab yang berarti balasan. (Armei Arif, 2002:129).
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
3
Dalam hubunganya dengan pendidikan Islam, kata ‘iqab dipahami sebagai salah satu metode atau alat pendidikan yang besifat preventif dan progresif yang tidak menyenangkan, serta merupakan akibat dari perbuatan yang tidak baik yang dilakukan oleh peserta didik. Menurut Muhammad Quthb, bila teladan tidak mampu, begitu juga dengan nasehat, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan pada tempat yang benar. Tindakan itu adalah hukuman. (Muhammad Qutb, 2000:341). Dari pengertian metode pemberian hukuman yang dikemukakan Muhammad Quthb di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam proses pendidikan, adakalanya dalam suatu waktu dan keadaan tertentu, teladan dan nasehat tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Pada kondisi yang dimaksud, pemberian hukuman dapat diberlakukan. Kaitannya dengan proses pengajaran, pemberian hukuman sebagai salah satu metode merupakan cara yang lazim ditempuh oleh seorang pendidik, dengan jalan memberi siksa yang bernilai edukatif bagi peserta didik, dengan harapan sanksi atau hukuman tersebut merupakan usaha terakhir oleh si pendidik. C. Macam-Macam Hukuman Untuk memahami lebih lanjut tentang konsep hukuman itu sendiri, maka akan dikemukakan mengenai macam-macam hukuman. Dalam buku Ilmu Pendidikan Praktis dan Toritis, M. Ngalim Purwanto mengutip pendapat William Stern yang membedakan hukuman atas tiga macam, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang menerima hukuman, yaitu: 1. Hukuman asosiatif; 2. Hukuman logis; 3. Hukuman normatif. (M. Ngaling Purwanto, 2001:190). Pada hukuman yang bersifat asosiatif, pendidik pada umumnya mengasosiasikan antara hukuman dengan bentuk pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang telah dilakukannya. Biasanya anak akan menjauhi perbuatan yang tidak baik atau dilarang guru tersebut, untuk menghindari hukuman. Kemudian pada jenis hukuman yang kedua, yakni hukuman logis. Yang dimaksud dengan hukuman logis adalah hukuman yang diberikan sebagai akibat yang wajar dari perbuatannya. Kecenderungan seorang pendidik untuk menggunakan macam hukuman yang kedua ini adalah pada peserta didik yang sudah agak besar, yakni usia sekitar 10 tahun hingga 16
4
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
tahun ke atas. Dengan hukuman logis bagi anak yang sudah besar, mereka mampu memahami sepenuhnya bahwa hukuman yang diberikan tersebut merupakan hukuman yang wajar, sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. Sebagai contoh, seorang anak usia 13 tahun yang duduk di bangku SMP kelas 1, disuruh membersihkan dinding tembok kelas sebersih-bersihnya karena ia telah mengotorinya dan mencoret-coret dinding tersebut. Macam hukuman yang ketiga adalah hukuman normatif. Yang dimaksud dengan hukuman normatif adalah hukuman yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik, dengan maksud untuk memperbaiki moral peserta didik. Hukuman ini diberlakukan pada peserta didik yang membuat pelanggaran atau kesalahan pada jalur norma dan etika, seperti berdusta, menipu, mencuri, dan sebagainya. Contoh, seorang peserta didik yang berusia 11 tahun, kelas VI SD, yang suka mencuri milik temannya, kemudian peserta didik tersebut diketahui oleh pendidik, yang akhirnya dipanggil menghadap dan diberi sanksi berupa teguran, bahkan diancam akan dikeluarkan dari sekolah bila tidak mengubah sifatnya, dan sebagai hukumannya ia harus minta maaf dan mengembalikan barang yang dicurinya tersebut. Hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak peserta didik. Dengan hukuman ini, pendidik selalu berusaha untuk mempengaruhi kata hati anak untuk menginsyafkan mereka dari kesalahan, dan berusaha untuk menanamkan kemauan keras untuk berbuat baik dan mengakui kesalahan. Selain pembagian hukuman di atas, hukuman dapat pula dibedakan atas hukuman alam dan hukuman yang disengaja. Hukuman alam adalah hukuman yang ditimbulkan karena pengaruh atau pun akibat kejadian alam, tanpa adanya suatu rencana atau perkiraan manusia. Menurut Jean J Resseau: Anak-anak ketika dilahirkan dalam keadaan suci bersih dari segala noda dan kejahatan, adapun yang menyebabkan anak itu menjadi rusak adalah masyarakat manusia itu sendiri. (M. Ngaling Purwanto, 2001:191). Penganut dari paham naturalisme ini menganjurkan agar peserta didik dibina menurut alamnya, artinya, biarlah alam yang akan menghukum anak tersebut bila bersalah. Sebagai contoh yang dikemukakan adalah seorang anak yang bermain dengan menggunakan pisau, kemudian jarinya tersayat pisau tersebut, maka rasa sakit yang dirasakannya merupakan hukuman dan itulah hukuman alam. Dari apa
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
5
yang dirasakannya itu berupa sakit karena di sayat pisau, anak tersebut akan menginsafi perbuatannya sendiri. Bila ditinjau secara paedagogis, hukuman alam tidaklah bersifat mendidik, sebab dengan hukuman alam saja seorang peserta didik tidak dapat mengetahui norma-norma ataupun etika yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak boleh. Dengan hukuman alam saja, anak tidak dapat berkembang ke arah cita-citanya atau tujuan pendidikan pada umumnya. Hukuman macam kedua menurut J. J Resseau adalah hukuman yang disengaja. Hukuman ini bertolak belakang dengan hukuman alam, sebab hukuman ini dilakukan dangan sengaja oleh pendidik dan memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Adakalanya untuk mengarahkan peserta didik dan adakalanya untuk memperbaikinya. Sebagai contoh hukuman bentuk kedua ini adalah hukuman yang diberlakukan dalam proses pengajaran pada suatu lingkungan sekolah yang memberikan sanksi skor pada siswanya, karena melakukan pelanggaran. Dalam hukuman ini, seorang anak didik tidak dibiarkan begitu saja karena kesalahannya. Bila dikaitkan dengan proses pengajaran, maka hukuman dalam bentuk aktivitas dibagi dalam dua bentuk, yakni hukuman dalam bentuk fisik dan hukuman dalam bentuk non fisik. Ibnu Sina berpendapat bahwa dalam mendidik, seorang pendidik jangan bersikap terlalu kasar dan keras pada tingkat permulaan, tetapi harus lembut dan lunak di samping menakut-nakuti. Setelah itu, pada tingkat yang lebih tinggi, baru digunakan pukulan dan itu pun dilakukan setelah diberi peringatan. (M. Athiyah al-Abrasyi, 2003:154). D. Syarat–Syarat Mengaplikasikan Hukuman Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa prinsip pokok dalam mengaplikasikan metode pemberian hukuman kepada peserta didik adalah bahwa hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh seorang pendidik dan dilakukan secara terbatas. Agar metode ini tidak dijalankan secara leluasa dan sembarangan oleh pendidik, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh syarat yang harus dipenuhi dalam mengaplikasikan metode pemberian hukuman. Armei Arif mengatakan bahwa syarat untuk mengaplikasikan metode pemberian hukuman adalah: a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta kasih dan sayang b. Harus didasarkan kepada alasan “keharusan” c. Harus menimbulkan kesan di hati peserta didik
6
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada peserta didik e. Diikuti dengan pemberian maaf, harapan dan kepercayaan (Armei Arif, 2002:131). Seiring dengan itu, Muhaimin dan Abdul Majid menambahkan bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah: a. Mengandung makna edukasi b. Merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. (Armei Arif, 2002:132). Pendapat di atas sejalan dengan hadis Rasulullah saw: . مروا أوالدكم بالصالة وهم أبناء سبع سنني واضربوهم وهم ابناء عشر سنني وفر قوا ىف املصاجع (Imam Abu Dawud, t.th:133). Artinya: Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkan (meninggalkan shalat) jika mereka telah berusia sepuluh tahun serta pisahkan tempat tidurnya. Pendapat yang di kemukakan di atas, dipertegas lagi oleh Abu Hasan al-Qabisyi dan al-Qaeruwany, keduanya menganjurkan agar para pendidik tidak memukul lebih dari 10 kali, tetapi sebaiknya hanya tiga kali pukulan, itupun didasarkan atas kadar pengetahuan dan ketahanan fisik peserta didik. Yang penting, tujuan hukuman tersebut adalah untuk menimbulkan jerah dari perbuatan negatif. Seorang pendidik jangan menerapkan hukuman pukulan bila peserta didik tidak memperoleh manfaat pendidikan dari hukuman tersebut. (Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, 2008:189). D. Efek Positif Metode Pemberian Hukuman Pendidikan Islam selalu sejalan dengan perubahan zaman yang selalu menuntut ke arah perbaikan dan peningkatan mutu peserta didik dalam berbagai aspek. Di satu sisi, penggunaan cara-cara yang kasar dan keras sudah diusahakan, agar tidak dijalankan. Sebaliknya, digunakan cara lemah lembut dan lunak dalam pemberian hukuman. Seperti dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa hukuman dalam pendidikan merupakan salah satu usaha dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar, guna mencapai keberhasilan pengajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, dengan
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
7
berpegang pada prinsip bahwa hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik. Dalam proses belajar mengajar, metode pemberian hukuman digunakan setelah metode, alat, dan usaha yang lain digunakan. Pada prinsip pokok penerapan metode itu sendiri adalah untuk mencapai tujuan, dan hal ini jelas membawa pengaruh yang besar bagi peserta didik, sebagai objek hukuman. Bila dalam memberikan hukuman kepada peserta didik memiliki nilai efektifitas yang tinggi, maka jelas akan membawa pengaruh positif bagi yang bersangkutan. Sebagai pendidik, nilai positif inilah yang diinginkan, meskipun pada dasarnya tiap pendidik mempunyai sifat dan cara-cara tersendiri dalam memberi hukuman. Pengaruh positif yang dimaksud dengan penerapan atau pemberlakuan hukuman bagi peserta didik adalah memperbaiki kesalahannya. Ini berarti bahwa dengan hukuman yang diberikan, peserta didik akan insyaf atau tidak lagi melakukan dan mengulangi kesalahan. Sebagai contoh, anak yang suka bercakap-cakap di kelas pada waktu jam pelajaran berlangsung, tentunya akan mengganggu ketertiban kelas, dan karena kelakuanya yang sering tersebut ia kemudian mendapat hukuman. Dengan hukuman yang dirasakannya itu, kemungkinan pada akhirnya ia akan mengubah tingkah lakunya dan tidak mengulangi lagi kebiasaan buruknya itu. Pengaruh lain, yakni memperkuat kemauan dan memotivasi dirinya dan untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru ketika mengajar di kelas. Dengan hukuman yang telah dijalani oleh peserta didik, maka bisa menimbulkan kemauan yang kuat untuk berbuat yang lebih baik, sekaligus menjadikan hukuman tersebut sebagai motivasi untuk mengejar ketertinggalannya dari teman-teman lainnya. Contoh selanjutnya yang dikemukakan adalah anak yang sering bolos dan tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pendidik, akhirnya dihukum dan dinyatakan tidak lulus. Hukuman yang diberikan tersebut, secara psikologis, kemungkinan anak yang bersangkutan akan merasa malu dan mulai menanamkan pada dirinya sikap untuk tidak bolos dan belajar lebih keras. Berdasarkan contoh yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa hukuman yang diberikan, bila memiliki nilai efektifitas yang tinggi, akan membawa pengaruh positif bagi peserta didik, karena ia akan berusaha untuk mencapai keberhasilan seperti teman-temannya yang lain.
8
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
E. P e n u t u p Hukum merupakan masalah yang etis, menyangkut soal baik dan buruk. Hukuman dalam pendidikan merupakan salah satu usaha dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar, guna mencapai keberhasilan pengajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, dengan berpegang pada prinsip bahwa hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik. Bila dikaitkan dengan proses pengajaran, maka hukuman dalam bentuk aktivitas dibagi dalam dua bentuk, yakni hukuman dalam bentuk fisik dan hukuman dalam bentuk non fisik. Dengan hukuman yang telah dijalani oleh peserta didik, maka bisa menimbulkan kemauan yang kuat untuk berbuat yang lebih baik, sekaligus menjadikan hukuman tersebut sebagai motivasi untuk mengejar ketertinggalannya dari teman-teman lainnya Daftar Rujukan Al-Qur’an al-Karim. Al-Abrasyi, M. Athiyah. 2000. Al-Tarbiyah al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Bustami A. Gani dkk, dengan Judul Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang. Abu Daud. T.th. Sunan Abi Daud, Jilid. I; Beirut : Dar al-Fikr. Achmadi. 2002. Islam Sebagai Iilmu Paradigma Pendidikan. Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media. Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers. Arifin. M. 2000. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoristis dan Praktis. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara. Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Daradjat, Zakiah, dkk. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara.. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IX; Jakarta: Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Azwan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Cet. II; Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
9
Echlos, M. John. 2000. An English IndonesiaDictionary, diterjemahkan oleh Hasan Shadily dengan judul Kamus Inggris-Indonesia. Cet. XXIV; Jakarta: Gramedia. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003. Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia. Ibnu Rusd, Abidin. 2008. Pokok-pokok Pemikiran Al-Gazali Tentang Pendidikan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Langgulung, Hasan. 2005. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Cet. II; Bandung : PT. Al-Ma’arif. Munawwir. A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progresif. Marimba, Ahmad D. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Ma’arif. Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis: Teori dan Praktis. Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers. Purwanto, M. Ngalim. 1998. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Cet. X; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Quthb, Muhammad. 1993. Sistem Pendidikan Islam Teoritis dan Praktis diterjemahkan oleh Salman Harun. Cet. III; Bandung: PT. AlMa’arif. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001 Uhbiyati, Nur. 1999. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) Cet. III; Bandung: CV. Pustaka Setia.