DARI REDAKSI
EDISI 01/TAHUN 2009
02
Editorial Transformasi Itu... Mengapa demikian? Karena dengan guru menguasai laptop di tangannya, maka berjuta informasi dan ilmu pengetahuan akan dapat ditransformasi secara cepat kepada peserta didik. Pola-pola pembelajaran konvensional akan semakin termudahkan lewat pembaruan materi yang telah didigitalkan. Alhasil, harapannya adalah guru akan semakin termotifasi membuat bahan ajar yang sangat menarik, sehingga siswa pun enggan meninggalkan setiap mata pelajaran yang diikutinya. 10 atau 20 tahun lalu, mungkin sebagian guru kita baru mengenal komputer tanpa menyentuhnya, apalagi mampu mengoperasionalkannya. Tapi kini, melalui Sagusala guru bukan hanya sekadar memiliki laptop tetapi langsung bisa mengaplikasikan berbagai program berteknologi mutakhir yang terdapat di dalamnya. Termasuk akses internet, sehingga guru juga bisa menjalin komunikasi lintas budaya dan benua demi kemajuan pendidikan Indonesia. Melalui internet, modul-modul pembelajaran bisa didapat dengan mudah sesuai kebutuhan. Jalinan komunikasi antar-guru-orang tua-siswa semua bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja melalui internet. Inilah awal transformasi pendidikan di Indonesia yang harus dikawal terus demi tercapainya pendidikan yang berkualitas dan mampu menghasilkan generasi-generasi madani. Semoga...
DUA tahun bukanlah usia yang panjang, meski juga bukan sebentar. Dengan beriring waktu dan kesempatan, ternyata Klub Guru Indonesia telah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai perkumpulan orang-orang yang peduli pendidikan di negeri ini. Ya. Siapa pun pasti mengakui, bahwa tidaklah mudah mendapatkan kepercayaan dari sekian ribu orang – khususnya guru—untuk kemudian menata barisan bersama kemudian memadu langkah serentak demi memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Klub Guru Indonesia memiliki semangat seperti itu. Peduli dan bersedia menjembatani, sebagaimana mottonya sharing and growing. Sejatinyalah, Klub Guru lahir dan akan semakin besar dengan kepedulian dan semangat yang luar biasa para pendiri dan ribuan anggotanya. Klub Guru juga telah tersebar dan dapat dirasakan oleh para guru, bahkan para siswa di banyak sekolah. Melalui partnership dengan lembaga dan perusahaan-perusahaan, serangkaian program dan kegiatan Klub Guru Indonesia (KGI) seperti Sepeda Untuk Sekolah, Gerakan Indonesia Membaca, maupun Satu Guru Satu Laptop (Sagusala) bergulir laksana air, sehingga memberi kesejukan pada rana pendidikan yang sudah lama terabaikan. Program terbaru KGI yang berlabel Sagusala tentu dampaknya akan sangat signifikan dan cukup frontal terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia mendatang.
○
○
○
○
○
Redaktur Pelaksana: Arman Saputra
Biro Jakarta: Habe Arifin Biro Jawa Tengah: Mampuono Sekretaris Redaksi: Istikhomah Reporter: Hari Subagio, M Basyir, Faisal, Catur W Fotografer: Agus Yazid Setyabudi Pimpinan Perusahaan: Satria Dharma Marketing dan Pemasaran: Andy Yasin, Husain Yatmono Diterbitkan oleh: Klub Guru Indonesia Alamat Redaksi: Jl. Dharmawangsa 7/4 Surabaya 60286 Telp/Fax. (031) 5025050 Website: www.klubguru.com Email:
[email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel yang berkaitan dengan pendidikan dan visi tabloid Klub Guru Indonesia. Naskah maksimal 7300 karakter dan disimpan dalam bentuk file word/rtf. File dikirim ke redaksi via email:
[email protected] Sertakan foto dan biodata serta alamat yang lengkap.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Sorot
Meski Ada BOS, Siapa Bilang Sekolah Gratis?
Pimpinan Redaksi: Mohammad Ihsan
Redaktur Eksekutif: Satria Dharma Ahmad Rizali
○
ESKI dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dinaikkan dari Rp 254.000 menjadi Rp 400.000 untuk siswa SD/MI di kota dan Rp 397.000 untuk siswa di kabupaten, sejumlah orangtua siswa mengaku masih ditarik berbagai iuran yang belum tentu bermanfaat bagi siswa. Adapun pemerintah daerah menyatakan, dana untuk pendidikan masih minim meski alokasi anggaran APBD sudah lebih dari 20 persen. Sejumlah orangtua siswa, (27/4), mengeluh dengan pengeluaran sekolah anak. Meski dikampanyekan sekolah gratis, ternyata masih ada berbagai pungutan yang disodorkan kepada orangtua siswa. Erna Priani, orangtua siswa yang menyekolahkan anaknya di SD Singaraja I, Kabupaten Indramayu, mengatakan, ia terpaksa membeli seragam batik baru, padahal seragam lama masih bisa dipakai. ”Seragam batiknya ganti warna. Jadi, siswa mau tidak mau harus beli lagi yang baru,” katanya sambil menunjukkan beberapa kuitansi pembayaran. Sekolahnya juga menarik dana paving block. Meski orangtua keberatan, iuran dipotong dari tabungan sekolah. T Sulton, orangtua dari siswa yang bersekolah di salah satu SD negeri di Kota Cirebon, mempertanyakan
M
pembelian buku sekolah. Menurut dia, pembelian buku bisa mencapai Rp 300.000 dan buku tersebut mau tidak mau harus dibeli di sekolah karena tidak ada di toko buku. Peneliti Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah O’ushj Dialambaqa mengungkapkan, sejumlah kebijakan sekolah tidak meringankan orangtua siswa. Ia juga menemukan bahwa biaya pengayaan tingkat SMP di Kabupaten Indramayu mengurangi dana BOS. Padahal, seharusnya pengayaan itu merupakan kewajiban sekolah dan guru sehingga tidak diperlukan biaya tambahan untuk program tersebut. O’ushj juga menyoroti dana praujian nasional di tingkat SMP sebesar Rp 37.500 per siswa di tingkat kecamatan dan kabupaten. Ia menyebutkan, biaya pra-UN semestinya tidak semahal itu. ”Berapa sih harga fotokopi soal dan biaya lain-lainnya. Kalau dikalikan jumlah siswa, angka itu akan sangat besar,” katanya. BELUM CUKUP Mengenai pungutan yang tidak efektif, Kepala SDN Singaraja I Mufrodi membantah adanya pungutan untuk siswa. ”Kalau seragam, boleh kok beli di mana saja. Batik yang kami pakai ada di pasaran,” katanya. Pemerintah Kota Cirebon sendiri mengakui, sekolah yang benar-benar
gratis belum bisa direalisasikan. Menurut Wakil Wali Kota Cirebon Sunaryo, dana BOS dan APBD hanya bisa mencukupi biaya sekolah. Namun, perbaikan sekolah, seragam, ataupun buku tambahan belum bisa dipenuhi semua. ”Alokasi dana pendidikan di APBD kota sudah lebih dari 20 persen, tetapi itu pun masih belum cukup. Bertahap alokasi itu akan kami tambah dari tahun ke tahun,” paparnya. Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Cirebon. Dudung Mulyadi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, mengatakan, tujuan BOS adalah mengurangi siswa putus sekolah karena tidak ada biaya. Namun, untuk pengembangan siswa, sekolah tetap butuh biaya, misalnya untuk ekstrakurikuler atau membangun lapangan basket. ”Karena orangtua siswa sudah telanjur menuntut gratis, beberapa program yang positif untuk siswa justru tidak bisa jalan,” ujarnya. Menurut Dudung, sistem subsidi silang seharusnya bisa menjadi solusi agar siswa yang miskin bisa bersekolah dan program pengembangan siswa dapat berjalan. Sayang, program ini tidak bisa dilakukan karena belum tentu disepakati semua orangtua siswa dan tidak ada aturan khususnya. (kom)
LAPORAN KHUSUS
EDISI 01/TAHUN 2009
03
KILAS INFO Telkom Canangkan Satu Cyber School di Tiap Kabupaten
Laptop Untuk Guru
Revolusi Pendidikan Melalui Teknologi Informasi IRONI SUMBER DAYA PENDIDIKAN KITA
Oleh: Satria Dharma
D
UNIA pendidikan telah berubahkita setuju atau tidak setuju- dan kita mesti segera angkat kaki dari sistem pembelajaran konvensional yang selama ini kita anut dan pegang dengan erat. Teknologi telah menguasai hidup kita kini dan akan semakin besar perannya di masa mendatang. Jadi, kecuali kita ingin agar anakanak generasi penerus kita tinggal di dalam gua atau menjadi warga dunia kelas empat dan lima, kita harus segera menguasai dan mengadopsi teknologi dalam sistem pembelajaran kita. Tidak bisa tidak. Teknologi adalah tulang punggung pertumbuhan ekonomi modern. Teknologi mengubah cara kita hidup, apa yang kita lakukan, bagaimana kita berkomunikasi, dan bagaimana kita bekerja. Reformasi pendidikan haruslah dimulai dari guru karena gurulah yang harus memulai perubahan dan bukan siswanya. Guru haruslah menjadi pemimpin dan pelopor dalam perubahan. Dan untuk dapat menjadi pemimpin perubahan maka guru haruslah melakukan perubahan dulu dari dalam dirinya sendiri dengan melakukan perubahan yang mendasar dan revolusioner dalam menjalankan proses belajar mengajarnya
‘A revolution in teaching the child requires a revolution in the way teachers learn’, kata Wikiversity. Jika ingin terjadi perubahan pada cara belajar siswa kita yang pertama-tama perlu diubah adalah cara belajar gurunya. Kita tidak mungkin berharap anak-anak kita menguasai teknologi informasi, umpamanya, jika bahkan para gurunya pun tidak mengenal teknologi tersebut. Jika ingin mengubah wajah pendidikan kita maka yang pertama-tama harus dirombak total adalah sistem pendidikan guru kita di semua LPTK. Jika sistem pembelajarannya masih mengunakan sistem konvensional maka jelas tidak masuk di akal jika kita berharap lulusannya akan dapat menjadi guru yang siap untuk menghadapi tantangan abad 21. Berbagai hasil statistik menunjukkan ketertinggalan kita di bidang pendidikan. Masalah besar kita adalah kualitas guru yang kita miliki. Berdasarkan hasil survey dari Pustekkom pada 195 orang guru SMAN ternyata 77% di antara mereka ternyata belum pernah mengenal internet dan sisanya pernah menggunakan antara 1 s/d 5 kali. Jadi bagaimana kita bisa berharap bahwa mereka akan dapat mengenalkan teknologi kepada para siswanya (apalagi menguasainya sebagai bekal hidup di masa depan)
oleh guru sendiri secara mandiri. Depdiknas hanya akan dapat memberikan bentuk pelatihan yang bersifat TOT (training of Trainers) yang nantinya akan diharapkan bergulir. Jadi tantangannya adalah bagaimana caranya membuat guru mau dan mampu belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu guru harus dibekali dengan alat, materi dan sumber belajar yang dapat digunakannya untuk belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Alat, materi dan sumber belajar tersebut haruslah mudah digunakan dan diakses dan juga benar-benar bermanfaat dalam membantu guru menjalankan tugasnya sehari-hari di kelas maupun di luar kelas.
GURU HARUS MELEK INTERNET Internet itu jalan raya dari abad 21 yang akan mengantarkan kita untuk berkomunikasi dan saling tukar informasi. Komoditas utama di masa depan adalah ilmu pengetahuan dan bukan lagi minyak atau batubara. Untuk mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan maka kemampuan teknologi, komunikasi, berpikir kritis, dan kemampuan berkolaborasi adalah dasar dari pengembangan ilmu pengetahuan. Jika para guru masih belum beranjak dari pola pembelajarannya yang konvensional maka silakan minggir karena sungguh apa yang diajarkannya di kelas tidak akan dapat dimanfaatkan oleh para siswanya kelak.
TUGAS GURU ADALAH BELAJAR Meski selalu dikatakan bahwa tugas guru adalah terus belajar tapi pernahkah kita perduli bagaimana guru belajar dan apa materi yang harus terus dipelajarinya? Fakta adalah bahwa sangat langka ada guru yang terus belajar secara mandiri dan umumnya mereka hanya menggunakan ilmu yang dipelajarinya bertahun-tahun yang lalu ketika masih di bangku kuliah. Guru telah berhenti belajar karena faktor tak adanya alat, materi dan sumber belajar secara mandiri dan tak adanya sistem dan lingkungan yang kondusif untuk mendorong guru untuk tetap belajar memperbaharui ilmu pengetahuan mereka. Dengan jumlah guru hampir 3 juta orang saat ini Depdiknas tidak mungkin diminta untuk menyelenggarakan pelatihan berkala bagi semua guru yang ada sehingga tugas untuk belajar dan berlatih haruslah dilakukan
SAGUSALA (SATU GURU SATU LAPTOP), PROGRAM LAPTOP UNTUK GURU Program SAGUSALA adalah sebuah program realistis yang dirancang untuk menjawab permasalahan belajar guru agar mereka dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus menjadi Guru Abad 21. Laptop in akan menjadi ’one tool for all teacher‘s purposes’. Pertama, perangkat laptop ini dapat digunakan sebagai sumber dan alat belajar bagi guru dalam upaya pengembangan diri secara berkelanjutan (sustainable professional development) yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya di kelas maupun di luar kelas . Kedua, selain sebagai alat dan sumber belajar laptop ini juga dapat dipakai untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan para guru di seluruh dunia dengan menggunakan
KOMISARIS Utama PT Telkom Tbk, Tenri Abeng menyatakan, minimal ada satu cyber school (sekolah berbasis IT/cyber) di tiap kabupaten di Indonesia. PT Telkom secara bertahap akan mengupayakan pengelolaan dan pengembangan sekolah berbasis IT/cyber tersebut bekerjasama dengan pemerintah daerah dan Diknas setempat, kata Tenri Abeng saat peresmian cyber school di Provinsi Sulawesi Selatan di Takalar. Proyek percontohan cyber school di Sulsel adalah SMA 17 Makassar dan peresmiannya dilakukan di SMA 3 Takalar oleh Gubernur Sulsel, Dr Syahrul Yasin limpo, MSi, MH melalui teleconference dengan kepala sekolah di laboratorium IT SMA 17 Makassar. Gubernur didampingi Komisaris Utama PT Telkom, Tenri Abeng, Bupati Takalar, Executive GM Telkom KTI, Elvizar dan pejabat lainnya. Menurut Tenri Abeng, pengelolaan dan pengembangan sekolah berbasis teknologi informasi (IT/cyber) tidak bisa dielakkan, sebab ini sesuai perkembangan dunia dan para siswa kita harus ikut dalam perkembangan tersebut agar kualitas luarannya juga bertaraf dunia dalam memajukan pendidikan, khususnya dalam memperoleh informasi dan pengetahuan dari dunia luar ataupun berinteraksi di dunia maya tanpa batas. Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pengembangan cyber school di Provinsi Sulsel dimulai di SMA 17 (SMA unggulan), sekaligus sebagai pilot project yang didanai sepenuhnya oleh PT Telkom. Setelah ini, akan muncul cyber school di seluruh 24 kabupaten dan kota di Sulsel hingga 31 Desember 2009. Executive GM Telkom KTI, Elvizar mengatakan, untuk keperluan evaluasi pengembangan cyber school, idealnya setiap awal bulan ada pemantauan hasil pengembangan pengelolaan sekolah berbasis teknologi informasi tersebut dari semua pihak terkait. Elvizar mengharapkan Diknas yang secara aktif mengawal pengelolaan cyber school dan menjadikannya semacam ekstra kurikuler dari tiap sekolah. Dan semua sekolah berhak mengikuti semua kegiatan yang diadakan oleh Telkom cyber school untuk pengembangan selanjutnya. (Ant/OL-01)
Ketika Cabang KGI Mulai Mengembang SALAH satu Cabang Klub Guru Jawa Timur yang cukup eksis dalam kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah Klub Guru Cabang Malang. Saat peluncurannya pada Mei 2008 di aula SMA Negeri 5 Malang, suasana kemerihaan sangat terlihat. Apalagi, acara tersebut dihadiri langsung oleh Sirikit Syah (yang kala itu masih menjadi ketua Klub Guru), Satria Darma, dan Sekjen Klub Guru M. Ihsan. Kepala Dinas Kota Malang turut meresmikan Klub Guru Malang Raya. Dengan diketuai oleh Prof Dr A. Mukhadis MPd (ketua nasional sertifikasi guru Indonesia), Klub Guru cabang Malang terus mengepakkan sayap. Pasca peluncuran, ada empat agenda kegiatan yang dilaksanakan pada Agustus 2008. Salah satunya, seminar nasional dengan mendatangkan Gatot Pw dari SEAMOLEC, di mana setelah itu ada lanjutan pelatihan internet gratis. Kemudian, pada Februari 2009, diadakan seminar tentang Continuing Professional Development yang digawangi oleh Prof Dr Mukhadis. Tidak berhenti sampai di situ, pada Maret 2009 dilaksanakan workshop BSE open source kerja sama dengan Ristek Jakarta dengan menghadirkan Dr Onno W Purbo. Pada Mei ini, Klub Guru cabang Malang kembali mengadakan seminar pembuatan media pembelajaran yang berbasis multimedia dan blog dengan narasumber Ir Wahyu MT, seorang multiplicator dan tim Bloger Malang. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pelatihan membuat blog untuk para guru. Acar itu merupakan kerja sama antara Klub Guru Malang Raya dengan Telkom. Nah, bagaimana dengan cabang lainnya? Mari kita berikan yang terbaik untuk pendidikan di Indonesia. Harapannya, Klub Guru bisa memberikan sumbangsih yang berguna bagi pendidikan di nusantara. (titin)
LAPORAN KHUSUS
EDISI 01/TAHUN 2009
04
KILAS INFO Perlunya Animasi dan Simulasi Komputer
materi belajar kelas dunia. Alat ini akan dapat membuat guru melakukan reformasi baik dalam ilmu pengetahuannya maupun dalam cara mengajarnya.
APA MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI BAGI GURU? Dengan menggunakan teknologi maka guru akan sangat terbantu dalam menjalankan tugasnya dalam mengajar. Pertama, pembelajaran mereka akan lebih menarik sehingga akan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran dari guru. Visualisasi dan animasi materi pelajaran akan membuat siswa lebih mudah untuk memahami dan lebih tertarik untuk lebih mendalami materi. Kedua, jika semua materi pembelajaran dapat dikemas dalam sebuah laptop maka itu sama dengan menjinjing dunia dalam satu genggaman. Bayangkan berapa banyak informasi yang bisa dimasukkan dalam laptop tersebut dan ditampilkan oleh guru pada siswasiswanya. Bahkan berbagai kamus dan ensiklopedia dapat ditanamkan dalam laptop tersebut sebagai sumber belajar yang luar biasa kapasitasnya. Ketiga, memiliki laptop dengan kumpulan informasi yang diperlukan untuk mengajar jelas akan memudahkan guru dalam melakukan persiapan. Persiapan mengajar akan lebih mudah karena tinggal seleksi, salin, edit, dan tempel materi persiapan yang telah ada dan sajikan. Hal ini akan memberikan guru waktu lebih untuk menyiapkan materi pengayaan dan remidial yang dibutuhkan siswa. Keempat, pembelajaran jelas akan lebih relevan dengan dunia nyata karena materi yang ada pada laptop tersebut adalah materi-materi yang terbaru dan dapat selalu diupdate. Dengan demikian guru dan siswa dapat melakukan proses belajar mengajar dengan materi yang terkini dan tdak akan ketinggalan dengan materi dari belahan dunia mana pun. Guru dapat menyusun materi sesuai dengan kebutuhan siswa akan kehidupan nyata. Kelima, pembelajaran jelas akan lebih kontekstual dan bermakna. Guru dan siswa akan saling belajar pada materi-materi yang memiliki hubungan dengan dunia nyata. Guru juga akan lebih terdorong dan tertantang untuk mencari sumber-sumber belajar lain sehingga akan mendorong mereka untuk menjadi lebih aktif dan kreatif. Keenam, pembelajaran berbasis TI akan mendorong guru untuk dapat menciptakan sendiri materi-materinya dengan berusaha menyempurnakan materi-materi yang telah ada dalam laptopnya. Dengan demikian para guru akan membutuhkan kerjasama dengan guruguru lain dalam menyesuaikan materi yang ada dengan kebutuhan nyatanya di kelas. Hal ini akan mendorong terwujudnya prinsip belajar seumur hidup atau ‘Life long learning’ karena guru akan tertantang utk selalu mencari bahan
FISIKA itu eksperimental, artinya bahwa konsep-konsep fisika didapatkan melalui serangkaian eksperimen. Dengan demikian metode eksperimen sebisa mungkin harus digunakan di dalam KBM fisika. Namun kenyataannya banyak sekolah yang sarana laboratorium IPA beserta isinya masih belum memadai. Untuk membuat alat peraga sendiri tidak ada waktu dan biaya, juga kekurangan ide. Salah satu alternatif yang dapat diambil adalah dengan melalui eksperimen komputer atau simulasi dari eksperimen yang sesungguhnya. Apalagi harga Lapotp dan LCD saat ini sudah turun drastis sehingga sekolah di pinggiran pun sudah dapat membelinya. Bahkan saat ini pun banyak guru yang sudah menjinjing lapotp pribadinya di sekolah. Bagaimana dengan program simulasinya? Ah, hal itu tidak perlu dikuatirkan. Saat ini sudah banyak website yang menampilkan program animasi dan simulasi komputer tentang materi pelajaran fisika. Atau telah tersedia juga CD pembelajaran multimedia, khususnya fisika untuk tingkat SMP maupun SMA yang telah dipebanyak oleh Klub Guru. Informasi selengkapnya bisa menghubungi email:
[email protected] (*)
dari sumber manapun yang dapat digalinya.
MATERI APA YANG PERLU DIMASUKKAN DALAM LAPTOP TERSEBUT? Agar laptop tersebut benar-benar bermanfaat bagi guru (dan tidak menjadi ajang main ’games’ belaka) maka laptop tersebut haruslah sudah berisi berbagai materi pembelajaran yang dibutuhkan guru untuk pengembangan pribadi dan profesionalismenya Kita bisa memasukkan berbagai materi seperti : Buku Sekolah Elektronik (ada ratusan buku), Kumpulan soal Ujian Nasional (UNAS), Materimateri pembelajaran interaktif, Digital Media Learning yang tersedia secara gratis dari berbagai sumber, dan perangkat-perangkat lunak untuk pengolah kata, data dan presentasi.
PELATIHAN DAN DUKUNGAN KOMUNITAS Membekali guru dengan laptop yang berisi semua materi dan sumber belajar mereka saja tidak cukup. Mereka harus tetap dberi pelatihan bagaimana menggunakan dan memanfaatkan laptop tersebut dalam membantu kebutuhan mereka dalam bekerja sehari-hari. Tapi dengan memiliki alat tersebut para guru akan lebih mudah untuk belajar baik dari para ahli maupun dari sesama guru. Mereka telah memiliki alat dan bahan materi belajar mereka sendiri yang bisa mereka pelajari lagi sendiri ketika berada di rumah. Jika para guru telah memiliki peralatan dan sumber belajarnya sendiri maka berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru akan lebih mudah untuk diselengggarakan secara terstruktur dan kontinyu. Guru juga akan mampu untuk belajar secara mandiri dengan peralatan dan sumber belajar yang bisa ia perbaharui sendiri Dengan memiliki laptop tersebut akan terbentuk komunitas guru pembelajar yang akan saling belajar dan bertumbuh (sharing and growing together). Guru akan dapat memasuki sebuah komunitas guru profesional baru yang akan dapat membantunya berkembang bersama. Saat ini Klub Guru Indonesia (KGI) telah menjadi komunitas guru pembelajar yang sangat aktif dengan berbagai kegiatan pelatihan guru.
BAYANGKAN! Mari kita berandai-andai dan membayangkan seandainya ada 10.000 guru dalam sebuah kota yang melakukan lompatan besar dari yang semula belajar dan mengajar dengan sistem pembelajarana konvensional
Bahasa Indonesia dan Inggris, Sama Pentingnya! tiba-tiba kini menggunakan laptop dalam pekerjaan sehari-harinya di rumah dan di kelas. Bayangkan jika mereka terkoneksi dengan internet dan dapat mengakses sumber-sumber pembelajaran klas dunia dan dengan itu mereka mengubah wajah kelas mereka menjadi kelas pembelajaran Abad 21. Bayangkan jika para guru tiba-tiba berkomunikasi satu sama lain dalam komunitas profesional yang berskala dunia. Saya yakin akan terjadi revolusi dunia pendidikan di kota tersebut!
MENGAPA TIDAK...? SAGUSALA bukanlah program ’mission impossible’ dan bahkan sebenarnya program yang sangat realistis. Mari kita lihat. Jika harga laptop bagi guru sekitar Rp.4 juta /buah, maka untuk membekali 10.000 orang guru hanya dibutuhkan dana sebesar Rp.40 M. Jika guru di kota tersebut dapat membeli laptop tersebut dengan sistem kredit cicilan 10 X (apalagi tanpa bunga) maka mereka akan dapat melunasinya kurang dalam setahun. Jika pemerintah daerah bersedia meminjami dana tersebut melalui bank pembangunan masing-masing maka upaya untuk mentransformasikan pendidikan ke pendidikan berbasis teknologi informasi akan segera terwujud kurang dari setahun. Dengan demikian pemda tersebut dapat berharap sebuah lompatan perubahan yang besar dan nyata dalam sistem pendidikannya Kota tersebut jelas akan meninggalkan kota lain yang masih menggunakan pendekatan dan paradigma pendidikan yang konvensional.
SINERGI SEMUA PIHAK Mari kita bersama-sama mewujudkan citacita bangsa dan negara dalam bentuk sinergisme antara semua pemangku kepentingan. Jika kita menggabungkan semua potensi, sumber daya,keahlian dan pengalaman yang kita miliki masing-masing dalam menggerakan perubahan di bidang pendidikan maka tidak mustahil bahwa kita bisa mengejar ketertinggalan kita dibanding negara-negara maju lainnya. Mari buktikan! Balikpapan, 17 April 2009 Satria Dharma Klub Guru Indonesia
INSTITUSI pendidikan yang menggunakan konsep dwibahasa (bilingual) harus didukung penuh oleh sekolah, guru, serta kurikulum dan metode pengajaran yang tepat. Jika tidak, selain berakibat pada sisi akademis dan keterampilan siswa, longgarnya ikatan terhadap penggunaan bahasa nasional bisa berpengaruh buruk pada nasionalisme mereka. Hal tersebut dikatakan oleh Antarina SF Amir, Ketua High/Scope Indonesia, Rabu (13/5) kemarin, dalam jumpa pers dan seminar "Dual Language Essentials for Teachers and Administrastors" di Jakarta. Acara sosialisasi konsep dual language tersebut menghadirkan pembicara Dr David Freeman dan Dr Yvone Freeman, "pasutri linguistik" dari Universitas Arizona, Amerika Serikat. Untuk itulah, tambah Antarina, keinginan orangtua membekali anakanaknya dengan bahasa Inggris sebaiknya harus dengan berbagai pertimbangan matang. Khususnya, ketika mereka membidik sekolah-sekolah favorit yang menawarkan konsep tersebut. Alasannya, konsep dwibahasa tidak sekadar mengubah bahasa pengantar dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Antarina mengatakan, aplikasi konsep tersebut harus didukung penuh oleh sekolah, guru, serta kurikulum dan metode pengajaran yang tepat. "Kalau tidak, akibatnya bisa berpengaruh besar pada sisi akademis dan keterampilan siswa. Selain itu, kian minimnya penggunaan bahasa nasional atau Indonesia juga akan berpengaruh buruk pada nasionalisme siswa terhadap bahasa ibunya sendiri," tandas Antarina. (*)
LAPORAN KHUSUS
EDISI 01/TAHUN 2009
05
GURU SEBAGAI MOTOR REVOLUSI INFORMASI Pernahkah kita berpikir bahwa manusia modern sekarang hampir tidak bisa dipisahkan dengan Teknologi? Contoh paling sederhana adalah penggunaan telepon seluler. Hampir setiap orang saat ini memiliki telepon genggam untuk tujuan yang beraneka ragam, namun pada dasarnya hasrat orang menggunakan telepon genggam supaya dapat berkomunikasi dengan cepat, mudah dan murah.
K
EBUTUHAN berkomunikasi adalah merupakan salah satu dari kemampuan yang harus dimiliki setiap manusia modern, atau lebih kerennya disebut sebagai “Kecakapan Abad ke21”.Apa itu Kecakapan Abad ke-21? Pada dasarnya ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan untuk dapat hidup layak dan bertahan di zaman ini. Di masa yang dikatakan sebagai revolusi ketiga dalam peradaban manusia modern, setelah revolusi pertama yang melahirkan peradaban dari bidang pertania, revolusi kedua, yang melahirkan peradaban industrialisasi akibat ditemukannya mesin uap, dan kini adalah revolusi ketiga, yaitu peradaban yang digerakkan oleh penggunaan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan. Revolusi Komunikasi dan Informasi inilah yang menjadi penggerak perekonomian global saat ini (Alvin Toffler, the Third Wave, 1980) Untuk bisa bertahan hidup, manusia modern harus menjadi masyarakat informasi. Masyarakat Informasi memiliki ciri utama, yaitu ketergantungan aspek kehidupan manusia pada ketersediaan informasi, dan tuntutan menguasai informasi inilah yang akan paling banyak memberi pekerjaan kepada masyarakatnya. Kecakapan Abad ke-21 pada dasarnya memberikan bekal khusus untuk itu, dan bekal tersebut termasuk Literasi Teknologi
dari Pembelajaran berbasis Guru (Teacherdan Media, Kemampuan melakukan kolaborasi, based Learning), ini dikarenakan tradisi belajar Pemikiran yang kritis, Mampu melakukan tatap-muka yang masih kental di Indonesia. komunikasi yang efektif, dan Mampu Tugas dari semua pihak yang peduli terhadap menyelesaikan masalah. Kecakapan Abad-21 peningkatan pendidikan berbasis informasi di pada dasarnya adalah bagaimana menguasai dan Indonesia, adalah bagaimana membantu dan menciptakan pengetahuan berbasis pada menyiapkan guru-guru yang sadar dan melek informasi (UNESCO, 2004) informasi, dan menjadikan Teknologi informasi Pertanyaan besarnya adalah, apakah dan komunikasi (TIK) sebagai alat bantu belajar masyarakat Indonesia sudah siap untuk mengajar yang menyenangkan. menghadapi gelombang revolusi informasi Untuk menuju hal tersebut, paling tidak ada yang sedang terjadi ini. Tidak bisa dipungkiri empat langkah yang harus bahwa hal tersebut dilakukan untuk menyiapkan berpulang kepada sistem guru sebagai motor revolusi pendidikan kita. Karena komunikasi dan informasi. berangkat dari apa yang Langkah-langkah tersebut disiapkan oleh pendidikan adalah Memberikan tersebut, bermuara pada Pelatihan dan Literasi kesiapan setiap insan untuk Informasi, Memetakan memilih, apakah dia akan Aktivitas dan Kebutuhan TIK mendayagunakan potensi Guru, Menyiapkan Akses sumberdaya informasi yang dan Koneksi TIK, sedemikan banyak untuk Menggunakan TIK sebagai kemaslahatan umat manusia, Alat yang Relevan dalam atau hanya menjadi penikmat Kegiatan Belajar Mengajar. informasi tanpa menjadikannya sebagai nilai Memberikan Pelatihan tambah untuk dirinya. Orang Oleh: dan Literasi Informasi, pada yang memiliki kecakapan ARYA SANJAYA dasarnya adalah melengkapi abad ke-21 akan mampu (Intel Indonesia Corpotation) kecakapan guru untuk membangun nilai tambah menguasai informasi dan dari informasi yang ada di perangkat TIK, misalnya komputer. Untuk sekitarnya. Pertanyaan besar kedua adalah, menguasai kecakapan menggunakan informasi bagaimana dengan Sistem pendidikan kita, sebagai aspek pedagogi untuk KBM antara lain apakah pendidikan sekarang sudah mulai bisa didapatkan dari pelatihan Intel® Teach™. menanamkan nilai-nilai penguasaan informasi, Atau literasi terhadap perangkat komputer melakukan kolaborasi antarpelaku pendidikan, yang didapatkan dari aplikasi Intel® Guru Mahir termasuk guru dan siswa, berkomunikasi efektif dan lain-lainnya. Setiap pelaku pendidikan, Berkomputer™, yang memberikan pengetahuan termasuk para guru dan siswa, sejak dini dasar mengoperasikan perangkat komputer. diharapkan sudah akrab dan menggauli Memetakan Aktivitas dan Kebutuhan TIK Teknologi informasi dan komunikasi sebagai Guru, merupakan langkah logis untuk bagian dari kegiatan belajar dan mengajar, menjawab bagaimana TIK dapat memberikan sehingga Teknologi bukan menjadi momok dan kemudahan bagi pekerjaan guru sehari-hari. menyebabkan keterkungkungan masyarakat Dengan demikian penggunaan TIK atau pendidikan dari informasi. perangkat komputer merupakan konsekuensi Guru merupakan figur yang memegang logis dari kebutuhan tersebut. Contoh di bawah peranan sangat penting dalam melakukan ini bisa dijadikan acuan. revolusi komunikasi dan informasi ini. Setiap Menyiapkan Akses dan Koneksi TIK, jika guru di Indonesia masih dipandang sebagai seseorang koki handal sudah memiliki sumber informasi utama oleh anak didiknya, kecakapan membuat masakan yang enak, dan walaupun dalam teori pelaksanaan didepannya sudah menunggu para langganan Pembelajaran berbasis TIK (e-Learning) dikenal yang lapar, apa yang harus dilakukannya? Jelas istilah Pembelajaran berbasis Siswa (Studentmemasak ! dan memasak memerlukan alat Centered Learning) yang merupakan evolusi (kompor, wajan dll). Analogi yang sama juga
AKTIVITAS
KEBUTUHAN
Menyiapkan bahan ajar
Produktivitas guru dengan perangkat yang dapat digunakan dimana saja
Menggunakan aplikasi seperti dokumen dan tabel Membagi bahan ajar Membuat penilaian Ikut dalam komunitas guru
Akses Internet atau LAN Aplikasi Tabel Portal Pendidikan
terjadi jika guru sudah memiliki kecakapan dan kebutuhan, maka ketersediaan akses berupa perangkat komputer dan koneksi ke sumber daya informasi (internet) merupakan langkah berikutnya. Program penyediaan komputer yang terpadu untuk guru seperti Program Sagusala (Satu Guru Satu Laptop) yang digagas oleh Klub Guru Indonesia dan Intel Indonesia Corporation adalah langkah nyata untuk mewujudkan hal ini. Program Sagusala yang diproyeksikan menjadi program kepemilikan komputer untuk guru secara nasional ini memiliki aspek-aspek pelengkap yang memberikan manfaat terbesar bagi guru, antara lain dukungan penyedia perangkat keras, perangkat lunak, aplikasi Pembelajaran, koneksi internet dan pilihan pembiayaan. Menggunakan TIK sebagai Alat yang Relevan dalam Kegiatan Belajar Mengajar, adalah memadukan langkah pertama hingga ketiga sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan, dan kolaborasi antarpendidik menjadi nyata di dunia maya. Hal ini akan memperkaya pengetahuan dan kecakapan guru bersangkutan. Dengan menerapkan empat langkah tersebut, kita dapat menjadikan guru-guru Indonesia sebagai garda depan dan motor penggerak revolusi komunikasi dan informasi di Indonesia. Hidup Guru Indonesia dan Selamat Hari Pendidikan Nasional 2009 ! Arya Sanjaya adalah Business Development Manager/World Ahead Program Manager Intel Indonesia Corporation Website Intel untuk Pendidikan di Indonesia: www.intel.com/education/id
Dengan LLaptop, aptop, Guru Efektif Ber transformasi Bertransformasi
S
ATU guru, satu laptop. Tentu akan sangat luar biasa dan akan dengan cepat dapat mewujudkan pendidikan di negeri ini meloncat jauh untuk berkompetisi dalam peningkatan mutu pendidikan pada mata dunia. Apa dan bagaimana program yang digagas Klub Guru Indonesia ini? Berikut wawancara dengan James F Tomasow, Project Manager Sagusala kepada Tabloid Klub Guru. Apa sebenarnya Sagusala itu? Sagusala itu adalah program yang mendukung transformasi pendidikan di Indonesia. Dimana melalui program ini guru diharapkan mampu mengembangkan teknologi belajar dan pengetahuannya dengan sumber yang lebih luas lagi. Jadi, esensi Sagusala itu bukan pada pengadaan perangkatnya tetapi kontennya. Notebook itu sebagai alat pendukung saja. Walaupun judulnya Sagusala (satu guru satu laptop). Apakah tujuan program ini untuk meningkatkan kualitas guru? Ya. Tapi kalau meningkatkan sih kurang tepat, karena peningkatan kualitas itu sendiri relatif. Yang jelas adalah transformasi. Mengubah pola konvensional, cara mengajar yang lama ke cara mengajar yang baru. Mentransformasi dengan mencari sumber belajar baru, dari yang sebelumnya hanya buku, kini memiliki sumber media yang banyak. Intinya, melalui program ini kita berupaya mengubah sistem guru belajar dan mengajar. James F Tomasow, Project Manager Sagusala
Latar belakang apa yang kemudian memunculkan gagasan Sagusala ini?
Program ini sebenarnya diawali dari keprihatinan kondisi pendidikan kita. Di manamana, di negara-negara maju yang diubah pertama kali adalah guru. Namun negara kita tidak pernah melakukan hal itu. Baru sekarang ada gejala ke arah sana, tapi cara yang ditempuh tidak akan menghasilkan suatu target yang sangat cepat. Oleh karena itu, di era teknologi informasi ini tidak ada pilihan lain selain memberikan kesempatan kepada guru untuk mengakses informasi yang lebih besar. Untuk itu diperlukan perangkat, yaitu komputer. Siapa saja yang mendukung Program Sagusala ini? Yang mendukung program ini sudah ada enam vendor notebook, dua provider internet, kemudian beberapa penyedia konten. Kita harapkan semua ini memberi kontribusi yang baik sehingga harga paketnya menjadi tidak mahal. Apa yang membedakan laptop umum dengan Sagusala? Laptop dalam program Sagusala ini adalah laptop yang di dalamnya sudah terisi konten ditambah dengan koneksi akses internet. Jadi tidak sama dengan notebook biasa, karena laptop Sagusala dibeli secara paket. Sehingga begitu laptop di tangan guru semua aplikasi pembelajaran sudah ada dan tinggal dijalankan. Bagaimana dengan harganya? Dipastikan lebih kompetitif daripada harga umum. Diskonnya juga lumayan. Kita tidak bisa memberi harga yang terlalu murah, namun kita di Sagusala telah melakukan berbagai upaya demi kepentingan guru.
Apakah pemerintah sudah memberikan dukungan terhadap program ini? Sementara belum. Tetapi sudah ada beberapa pemerintah daerah yang siap membantu. Tetapi dalam waktu dekat, Klub Guru Indonesia dengan Sagusala ini akan mendapat dukungan dari Diknas. Hingga kini sudah sampai berapa jauh sosialisasinya? Sagusala selama ini telah disosialisasikan melalui beberapa kegiatan Klub Guru. Karena Klub Guru sendiri sudah memiliki program rutin seperti seminar maupun workshop. Di tengah-tengah acara itulah kita sisipkan informasi mengenai Sagusala ini. Secara internal, Sagusala juga telah melakukan promosi seperti dengan membuat website dan membangun situs-situs pendukung, via media, dan road show ICT di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Pontianak, Solo, Surabaya, dan terakhir kemarin di Aceh. Sebagai pendukung, program Sagusala ini juga disertai dengan pelatihanpelatihan dan seminar berbasis IT. Lantas bagaimana dengan pembiayaannya? Untuk program kredit laptop murah ini, Sagusala telah bermitra dengan koperasi Telkom Divre V Jawa Timur. Untuk tahap pertama, Koperasi Telkom Jatim telah menyanggupi 1.000 perangkat notebook yang bisa diangsur oleh guru. Sementara itu, untuk wilayah Jawa Barat juga telah ada sebuah perusahaan yang bersedia mengucurkan dananya untuk pengadaan laptop murah bagi guru ini. Berapa target kepemilikan laptop bagi guru di Indonesia melalui program Sagusala ini? Melalui program Sagusala ini, kami berharap nantinya akan ada 10.000 guru yang memilih laptop yang bermanfaat ini. *
WAWASAN
EDISI 01/TAHUN 2009
06
UN, Dilema Pendidikan Nasional Bahkan secara emosional, terkesan memberangus profesi guru dalam konteks yang lebih luas. Bagaimana angka-angka tersebut mampu mengejawantahkan kualitas pendidikan secara berkesinambungan (sustainability). Kekhawatiran publik, alat ukur yang monorel itu tak mampu mewakili profesi guru, mutu pendidikan, proses belajar-mengajar dan moralitas secara utuh. Jika kecurangan di Lubuk Pakam dipandang sebagai insiden kejujuran, maka jumlah guru ’pecurang UN’ akan mencapai angka nasional yang mengagetkan banyak pihak, termasuk pihak pembuat kebijakan. Ironisnya, publik tahu kejadian serupa tak hanya terjadi di Lubuk Pakam. Dan diamnya publik lebih tahu, ada kesepakatan antara orang tua dengan pendidik. Ada kemufakatan antara target diknas di daerah dengan angka-angka yang dikehendaki. Secara akumulasi, silent betrayal akan turut menyelamatkan pernyataan pemerintah tentang ’peningkatan mutu pendidikan’.
Oleh: Rika W. Sukmana, M.Pd.*) Kontroversi diberlakukannya ujian nasional (UN) masih berlangsung hingga saat ini. Persoalan ini bukan saja menyangkut dunia pendidikan, tetapi memliki kompleksitas multidimensi, menyangkut berbagai kepentingan dan kelangsungan bangsa. Diknas sebagai institusi yang paling bertanggung jawab, terkesan memaksakan pola yang telanjur dipilihnya, sementara profesionalisme guru kian dipertaruhkan. Pendidikan kita seperti menemukan jalan buntu.
M
ESKI telah memasuki tahun kesekian pemberlakuan UN, namun kontroversi yang berlangsung hingga kini seolah akumulasi dari pertaruhan profesi guru sebagai pendidik. Paradigma mulia guru yang semula dikenal dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa kini mulai menggeser. Pemberlakuan UN sebagai alat ukur output pendidikan, seolah paradoks dengan tuntutan idealisme pendidikan itu sendiri. Ironisnya, pemberlakuan UN terkesan dipaksakan. Kembali nasib guru terombang-ambing. Betapa tidak, berbagai persoalan silih berganti. Mulai status hingga kesejahteraan yang tak kunjung usai, kini profesionalisme guru terusik dengan target angka yang diterapkan dengan standarisasi kelulusan melalui UN. Sebut saja Sumini yang semula merasa terpanggil karena jargon guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, namun bertubi-tubi mengalami kekecewaan. Dua tahun selepas menyelesaikan pendidikan di IKIP Bandung – sekarang UPI– tak lulus testing PNS, sebelum menyerah pada kenyataan, menyetor uang pelicin. Itu pun harus menempuh sebagai guru honorer selama 8 tahun. Sebagai pendidik yang dibekali ilmu didaktik, Sumini mengerahkan segenap perhatian dan kemampuannya terhadap pendidikan. Tapi, kreativitasnya di sekolah tempatnya mengajar malah menuai teguran. Kenaikan pangkat dan golongannya
terhambat. Kreativitas seorang guru, berbalik menjadi ancaman penuh sanksi. Lain pula yang dialami Sabana, guru matematika di sebuah SMA negeri. Ia mendapat teguran karena mengadakan les tambahan bagi anak didiknya. Sementara bimbel dengan biaya bengkak dibiarkan menjamur di mana-mana. Nasib Sabana tak jauh beda dengan Sumini. Ia memilih diam demi menyelamatkan profesinya, mengalah pada sistem dan birokrasi. DIPAKSAKAN Nasib guru seperti Sumini dan Sabana (keduanya bukan nama asli) juga dialami oleh banyak guru-guru lain. Mereka terpaksa memlilih diam tak berkreasi karena sadar akan menuai sanksi. Maka, guru yang menghendaki karirnya bagus memilih mahir membuat laporan yang formatnya telah disediakan. Profesi guru cenderung enjoy dengan tugas administratif, dipaksa keluar dari jalur profesionalisme. Kemahiran guru pun perlu siasat agar berkenan di meja dinas. Kini, dengan diberlakukannya sistem kelulusan melalui UN, nasib guru sebagai pendidik seperti menemukan puncak dilema. Betapa tidak, kekhawatiran para guru terhadap anak didiknya di Deli Serdang telah mengundang pasukan antiteror (Densus 88), seolah gerombolan teroris yang membawa magazin. ’Gerombolan guru’ di Lubuk Pakam itu telah dilatenkan sebagai kelompok yang mengancam stabilitas keamanan negara. Bentuk penghukuman ini menempatkan profesi guru tercoreng, hangus. Entah apa yang terbersit di mata penegak hukum. Namun, yang jelas bagi para siswa, orangtua dan bahkan
pemerintah daerah, tindakan itu dianggap sebagai perjuangan penuh tantangan dan resiko. Berawal dari pernyataan Wapres Yusuf Kalla yang menyebutkan, standardisasi pendidikan nasional mengalami peningkatan. Pernyataan yang seolah melegitimasi pemberlakuan UN sebagai indikator terpenting peningkatan mutu pendidikan nasional itu telah menimbulkan dampak luas serta reaksi berlebih. Diknas yang notabene instansi paling bertanggung jawab seperti kebakaran jenggot. Maka, tanpa harus dikomando lebih lanjut, pernyataan Wapres perlu ’diselamatkan’. Tanpa sadar, situasi ini semakin memicu konflik horizontal, antarkota, provinsi, dan reputasi sekolah. Sulit dibayangkan apabila sekolah atau daerah yang dengan segenap kejujurannya, mengakibatkan banyak murid tidak mencapai angka 5,25. Maka, para gurulah yang akan menanggung beban. Mereka akan menjadi bulan-bulanan diknas setempat, bahkan mungkin akan dihakimi masyarakat dengan segala implikasinya. Tentu saja si penggagas kebijakan memiliki argumentasi positip sebagai jawaban terhadap berbagai ekses yang timbul akibat diterapkannya UN. Dengan kata lain, hajat UN memiliki tujuan positif yang perlu dipertahankan. Benarkah UN merupakan satusatunya cara untuk mencapai sistem pendidikan masa depan? Bagaimana diknas menjelaskan pentingnya standarisasi mutu pendidikan, ini adalah senjata pemaksaan yang keliru. Hal ini diperparah dengan pola penyeragaman administrasi, kian menandakan kurang apresiasi kaum birokrat terhadap dunia pendidik dan profesi guru.
TARGET TANPATEORI Pentingnya pendidikan merupakan keniscayaan, maka kualitas pendidikan benarbenar dipertaruhkan. Sejumlah teori telah lahir, dari teori psikologi yang paling mendasar hingga disiplin ilmu yang multikompleks. Dari teori Sigmund Freud hingga lateral-nya De Bono, dari teori Piaget hingga multiple intelligences-nya Howard Gardner. Mulai kebutuhan yang berbasis kompetensi hingga bangun kualitatif SDM. Kesemuanya akan bertumpu pada pendidikan sebagai elemen mujaddid (pembaharu) yang klasikal. Ironisnya, baru saja kita memperingati dua peristiwa sejarah yang erat kaitannya dengan pendidikan. Kartini dan Ki Hajar Dewantara, dua tokoh yang dimasa hidupnya mengabdi pada dunia pendidikan. Keduanya seolah sepakat menargetkan: memerangi kebodohan agar bangsa ini mampu menatap masa depan dengan gemilang. Gugatan terhadap ketidakadilan, penindasan dan eksploitasi sumber daya tentu saja tidak searogan kaum oposan yang radikal. Pendidikan adalah sarana intelektual yang menjanjikan kearifan. Pendidikan bukan pula sekumpulan nilai atau angka yang statik. Pendidikan adalah kecerdasan yang tergerak karena nurani yang luhur. Pendidikan adalah penyediaan ruang teori dan fakta yang saling koreksi. Maka ... abrakadabra! Nilai 5,25 pun menjadi seperti karya sulap! Ya ampun, itukah yang harus dipaksakan oleh Depdiknas? Boleh jadi, para penggagas hanya mampu menyudahi dilema ini dengan: The show must go on! Toh, tak ada ukuran pasti. *) Guru SMA Plus Muthahhari Bandung
UASBN: Seto Mulyadi Usulkan Paduan Braille dan Inklusi GRESIK - Seto Mulyadi, pemerhati anak yang juga anggota tim Badan Standard Nasional Pendidikan (BSNP), bersama Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Rasiyo, Selasa (12/5), meninjau siswa Sekolah Dasar Luar Biasa Bhayangkari Gresik yang melaksanakan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Kali ini, ujian di sekolah tersebut hanya diikuti tiga peserta berkebutuhan khusus. Seto Mulyadi menyarankan agar dalam pendidikan anak tuna netra sebaiknya dilakukan dengan pendekatan braille yang dipadukan dengan sekolah inklusi. ”Meskipun materi braille masih sulit, namun dengan pendekatan braille akan melatih anak untuk lebih mandiri. Tentu secara inklusi juga perlu diberikan,” ujarnya. Kepala SDLB Bhayangkari Gresik Masruroh Afnan mengatakan, peserta UASBN terdiri dari dua siswa tunarungu dan satu siswa tunanetra. Pelaksanaan ujian bagi siswa tunarungu masih memerlukan bantuan guru. Peserta UASBN tunanetra diikutkan UASBN inklusi bersama siswa normal lain di SD Negeri 1 Singosari. Menurut Masruroh, kemampuan siswa
tunanetra itu di atas rata-rata, tetapi perlu orang lain untuk membacakan soal dan menandai jawaban di lembar jawaban. ”Dari sisi kemampuan, siswa yang bersangkutan tidak kalah karena, dari try out yang diikuti, hasilnya di atas rata-rata,” katanya. Selain meninjau pelaksanaan UASBN di SDLB Bhayangkari Gresik, Seto dan Rasiyo juga meninjau pelaksanaan UASBN di SDN Kebomas, SD Muhammadiyah GKB dan MI Fuluhatul Ulum Manyar. Rasio menyatakan, pelaksanaan ujian di Gresik berlangsung lancar. Dia menambahkan, untuk soal standar nilai kelulusan diserahkan kepada sekolah masing-masing. Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Gresik, Sakiran, menyatakan, standar nilai kelulusan UASBN SD di Gresik beragam. Standar kelulusan tertinggi mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA 5,5, Matematika tertinggi 5,0. Namun, ada juga sekolah yang mematok standar kelulusan 3,5. Di Gresik, peserta UASBN tingkat SD tahun ajaran 2008/2009 mencapai 19.559 peserta. Pelaksanaan UASBN kali ini terbagi dalam 18 subrayon dari 1.387 lembaga SD, MI, dan SDLB. (kom)
WAWASAN
EDISI 01/TAHUN 2009
07
Belajar dalam Sepotong Roti
P
ESERTA pelatihan “Teaching Methodology” di Banda Aceh yang baru lalu terheran-heran ketika suatu pagi saya datang ke kelas pelatihan yang jumlah pesertanya 30 orang itu dengan ‘hanya’ membawa sebungkus roti, selai strawberry, meses, mentega, dan berbagai peralatan makan sederhana dari plastik. Seorang guru yang penasaran langsung saja nyeletuk,“Wah…Bu Nina ulang tahun ya?” Mendengar pertanyaan itu saya sih cuma mesam-mesem penuh arti. Cuma menggeleng dan meneruskan pekerjaan saya memberi alas di atas karpet di depan kelas, sedemikian rupa hingga mirip meja koki terkenal di Indonesia yang hendak memperkenalkan masakan baru di televisi. Suasana kelas pelatihan jadi ramai karena tidak mendapat jawaban memuaskan dari saya. Memang itu tujuan saya, membuat peserta jadi penasaran. Setelah semuanya tertata rapi, saya pun meminta mereka untuk berpikir selama lima menit, apa yang akan mereka ajarkan kepada siswa-siswa mereka di kelas dengan menggunakan media sebungkus roti, selai, dan berbagai perangkat makan itu, sesuai dengan mata pelajaran yang mereka ajarkan. Kelas pelatihan itu berjumlah 30 orang guru SMP dari berbagai mata pelajaran. Ada guru fisika, ada guru biologi, guru matematika, guru bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia, guru IPS, bahkan guru agama Islam. Lengkap. Setelah saya beri waktu lima menit, ternyata banyak guru yang bingung harus berbuat apa dengan roti yang saya sediakan itu. Sebagian menyatakan tidak mungkin mengajarkan biologi dengan roti. Biasanya ya dengan alat peraga, ke laboratorium atau meneliti katak. Guru IPS malah bertanya apa hubungannya antara geografi atau ekonomi dengan roti. Bagaimana menceritakannya. Guru jadi ramai membicarakan kemungkinan- kemungkinan itu. Seperti biasa, saya sih cuma kembali mesam-mesem. Saya mengajak guru untuk berpikir kreatif. Saya bilang, kalau belajar biologi atau fisika di laboratorium dengan berbagai preparat sih sudah biasa, hanya saja, anak-anak kan tidak punya laobratorium di rumah mereka. Bagaimana mereka bisa tahu pelajaran biologi penting bagi mereka kalau ilmunya saja tidak bisa mereka dapatkan di rumah, di lingkungan mereka. Akhirnya, setelah 15 menit ‘siswa-siswi’ saya tidak juga mendapat jawaban tentang apa hubungan roti dengan pelajaran mereka saya pun mulai beraksi. Karena sekarang saya adalah guru bahasa Inggris, maka saya mencari cara agar roti dapat dijadikan bahan ajar saya di kelas. Jadilah saya membuat “Cooking Show” seperti yang dibuat oleh Bara Pattirawajane, chef ganteng favorit saya. Memasak di Kelas Bahasa Inggris Seperti Bara yang selalu menonjolkan masakan dari bahan baku rumahan, artinya tidak mahal, yang ada di dapur dan diolah kembali jadi makanan baru yg enak, saya pun demikian. Dengan berbekal bahan-bahan tadi, saya memberi judul resep saya itu dengan “Special Bread Toast a la Nina” hehehehe…artinya ya Roti panggang istimewa buatan Nina. Seketika guru-guru pun langsung gerrr… Ketika saya memperkenalkan judul resep, alat, dan bahan baku roti panggang saya tentu saja saya melakukannya dalam bahasa Inggris. Saya menggambar alat dan bahan di papan tulis, saya minta guru maju ke depan satu per satu menuliskan alat dan bahan sambil juga menyebutkannya. Saya kemudian melanjutkan pekerjaan saya, yaitu menunjukkan kepada ‘murid-murid’ saya bagaimana caranya membuat roti panggang itu. Sebetulnya saya yakin, mereka tahu bagaimana cara membuatnya, tetapi mereka kan tidak tahu bagaimana menyebutkan proses pembuatan roti panggang itu. Setelah itu, saya meminta guru-guru mengulang menyebutkan satu per satu proses tadi sebelum mereka menuliskan resepnya di buku. Kelihatannya, proses membuat roti panggang bukan sebuah proses pembelajaran, isinya hanya main2 dan lucu2an. Padahal, pelajaran yang ada di dalamnya banyak. Selain belajar kosakata dalam bahasa Inggris, ada pelajaran lain yang terkandung di dalamnya, ada harga roti, ada berat satu botol selai, ada bentuk roti ygn mirip persegi, dan lain-lain.. Ini
Kelihatannya, proses membuat roti panggang bukan sebuah proses pembelajaran, isinya hanya main2 dan lucu2an. Padahal, pelajaran yang ada di dalamnya banyak. Selain belajar kosakata dalam bahasa Inggris, ada pelajaran lain yang terkandung di dalamnya, ada harga roti, ada berat satu botol selai, ada bentuk roti ygn mirip persegi, dan lain-lain.. Ini namanya pemelajaran terpadu. Lalu, bagaimana dengan pelajaran lain, apakah bisa menggunakan media yang sama? Mungkinkah?
namanya pemelajaran terpadu. Lalu, bagaimana dengan pelajaran lain, apakah bisa menggunakan media yang sama? Mungkinkah? FISIKA BISA JUGA MEMAKAI MEDIA ROTI UNTUK BELAJAR Setelah selesai didemonstrasikan, saya meminta guru-guru memikirkan dan menghubungkan roti dengan salah satu topik dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan di kelas, terutama kelas 7 dan 8. Dua guru fisika yang sejak awal kelihatan lebih unggul dari teman-temannya yang lain maju ke depan memperagakan ilmu baru, tapi lama yang bisa mereka gunakan di kelas. Topik fisika yang mereka peragakan adalah energi dan usaha yang digunakan dalam memotong roti, mengambil selai dan memindahkannya ke atas roti. Bu Salma ternyata guru fisika yang luar biasa, dia cepat belajar. Dengan lihai, beliau memperagakan berbagai energi dan usaha yang berbeda-beda dari bahan2 yang saya sediakan. Misalnya, mengangkat botol selai tentu memerlukan energi yang berbeda dengan kalau mengambil sesendok selai dari botol. Bu Nurhasiah, yang juga guru fisika, melanjutkan fisika dalam sopotong roti ini dengan konsep kalor dan panas. Menurut ibu yang tinggi jangkung ini, kalau kita memanggang roti baik itu di mesin panggang atau di atas penggorengan yang menggunakan kompor, itu artinya kita menghasilkan kalor dan panasnya bisa diukur. Bu Nurhasiah memberi contoh cara mengukurnya. Sayang, ketika itu baik saya maupun beliau berdua tidak bawa alat pengukur panas. Namun, pelajaran dari Bu Salma dan Bu Nurhasiah serta cara mereka menyampaikan teori tentang kalor dan panas serta energi dan daya membuat guru-guru lain jadi ikut-ikutan merancang bagaimana caranya agar roti tidak hanya sekedar dimakan tetapi juga dimanfaatkan sebagai media belajar yang seru. Wuah…pokoknya belajar fisika jadi seru dengan roti ini. Guru yang sudah selesai memperagakan boleh mengambil rotinya. Belajar biologi dengan Roti? Coba deh… Presentasi Bu Salma dan Bu Nurhasiah membuat guru-guru lain yang hadir tertantang untuk ikutan maju. Peserta berikutnya yang tidak mau kalah adalah guru-guru biologi. Bu Nonik yang sedang hamil 4 bulan pun maju. Karena ini pelajaran biologi, maka mereka pun menggunakan roti ini dari sisi biologi. Menurut Bu Nonik dan Bu Nurhasima, roti itu dibuat dari tepung dari gandum yang mengandung
karbohidrat, dan karbohidrat memberi kita energi. Jadi pantas saja kalau roti cocok dimakan di pagi hari, karena memberi kita kekuatan untuk dapat beraktivitas dengan baik. Kandungan mentega yang kita oleskan di atas roti pun mengandung lemak tak jenuh ganda dan omega 3 yang dapat membantu pembentukan tulang dan gigi. Nah, ternyata makan roti di pagi hari banyak manfaatnya ya? Bu Nonik juga menyebutkan nama latin dari gandum, tetapi terus terang saya lupa mencatatnya.Tetapi pada intinya, ada berbagai aspek dalam roti dan membuat roti panggang yang bisa digunakan dalam pelajaran biologi. Tuuhhh, kan…ternyata belajar biologi tidak melulu tentang nama latin, tetapi bagaimana mencari bahan2 yang ada di sekitar kita untuk kita gunakan sebagai bahan pemelajaran. Asyiknya belajar biologi kalau begitu… Matematika dalam Sepotong Roti Bu Nurul, guru matematika yang ikut dalam pelatihan dari sejak semula begitu
bersemangat setiap kali saya berikan contoh2 baru, atau ide2 baru tentang matematika. Antara lain bagaimana anak dituntut membuat sesuatu yang baru dari bahan yang ada di sekitar mereka. Bu Nurul adalah peserta berikutnya yang maju sambil membawa sebuah karton manila. Teman2 guru yang lain terheranheran, mau dibawa pulang bu semua rotinya? Geerrrr…suasana jadi ramai. Bu Nurul yang guru matematika melihat roti pun dari sisi matematika. Misalnya tentang botol selai. Beliau bertanya apa bentuk botol itu, apakah 2 dimensi, atau 3 dimensi. Koor pun berbunyi “3 Dimensi!!!!!!!!”. Pertanyaan dilanjutkan, kalau begitu, untuk tahu berat selai bagaimana caranya? Banyak guru-guru yang bukan guru IPA dan matematika itu tidak bisa menjawab, padahal itu pelajaran di SD lho. Hanya Bu Salam dan Bu Nurhasiah yang menjawab. Tetapi intinya, dari sebotol selai pun kita bisa belajar matematika. Bu Nurul kemudian melanjutkan pertanyaan sebagai berikut, nah, kalau saya beri satu karton manila ukuran 30x20 cm dan kartonnya dibuat menjadi kotak atau bungkus roti, berapakah roti yang bisa dimasukkan ke dalam karton? Hayooo…siapakah di antara teman2 yang bisa menjawab? Wah…seru juga ya…Pertanyaan ini jelas membuat anak berpikir kreatif. Anak diminta untuk menghitung luas permukaan dan volume kotak terlebih dulu dengan menggunakan rumus yang telah mereka ketahui. Baru menghitung luas satu buah roti, sehingga dari situ mereka bisa menghitung berapa roti yang bisa dimasukkan ke dalam kotak. Ada guru yang bisa menjawab? Apakah pelajaran lain bisa menggunakan media roti, selai dan mentega sebagai alat pemelajaran yang asyik menyenangkan? Tentu saja bisa. Sebab, saya telah mencoba ini untuk berbagai pelajaran lain seperti ekonomi, sosiologi, humanisme, bahasa Indonesia dan PKn. Silakan dicoba dulu ya, kalau ada masalah, silakan hubungi saya.
Nina Feyruzi -
Curriculum Design & Development Expert Fasilitator Teaching Methodologies Fasilitator Curriculum Clinic Guru Bahasa Inggris Kelas Super Penulis
Ph. 0813.11.41.70.41 Email :
[email protected] YM :
[email protected] FB : nina soeparno /
[email protected]
NEWS Beri Kepercayaan kepada Guru JAKARTA - Terselenggaranya pendidikan berkualitas dapat dicapai jika guru diberi kepercayaan yang semakin baik untuk melakukan tugas-tugas profesionalnya, termasuk mengevaluasi siswa. Untuk itu, intervensi yang perlu diberikan kepada guru adalah menciptakan iklim yang kondusif untuk menjadikan pendidik tersebut berkualitas dan profesional, bukan intervensi yang mengambil alih tugas akademik guru dalam evaluasi dan penilaian siswa di sekolah. “Pada saat ujian nasional dan UASBN, guru dan kepala sekolah sering sangat tertekan. Apalagi proses akademik evaluasi itu dijaga ketat polisi dan pihak lain di luar sekolah. Semua pihak mesti melakukan upaya supaya kepercayaan kepada guru semakin baik,” kata Sulistiyo, Ketua Umum PGRI, di Jakarta (12/5). Guru, kata Sulistiyo, harus dapat bekerja dengan tenang dengan adanya iklim kerja yang kondusif. Bukan saja adanya perlindungan hukum, profesi, ketenangan, dan kesehatan kerja. Namun, juga tidak ada bentuk intervensi dalam pelaksanaan tugas akademik. ”Karena itu, PGRI akan mencari tahu mengapa ada guru yang berusaha memberikan jawaban kepada siswa. Jangan-jangan itu karena ’dipaksa’ oleh keadaan atau tim sukses. Itu tidak boleh dibiarkan terus-menerus,” ujar Sulistiyo. Sulistiyo menegaskan, dukungan pada sekolah dan guru hendaknya mengarah pada terwujudnya iklim kerja yang mampu memberdayakan potensi siswa dengan baik dan maksimalnya kinerja profesionalisme guru. Depdiknas dan dinas pendidikan harus bertanggung jawab terhadap terwujudnya manajemen berbasis sekolah yang berkualitas. Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal mengatakan, untuk memperbaiki penyelenggaraan ujian nasional (UN) di level SMA yang dinilai perguruan tinggi masih belum bisa dipercayai kredibilitasnya, butuh proses. ”Mesti dievaluasi betul di mana titik-titik lemah yang ditemukan perguruan tinggi. Tentu nanti diperbaiki, supaya hasil UN SMA bisa dipertimbangkan sebagai salah satu penilaian masuk ke perguruan tinggi negeri,” kata Fasli. (kom)
PROFIL
KL UB GURU INDONESIA KLUB
EDISI 01/TAHUN 2009
Adi W Gunawan memberi wawasan baru bagi anggota Klub Guru Indonesia, dalam sebuah workshop pembelajaran di Surabaya, beberapa waktu lalu.
Bupati Gresik, Dr. Robbach Maksum meresmikan launching Klub Guru Gresik.
Meningkatkan Kualitas Pendidikan lewat Komunitas
K Klub Guru Indonesia tidak akan pernah mengurusi masalah kesejahteraan guru. Mereka fokus pada peningkatan kompetensi dan profesionalitas.
Berawal dari Mailing List
EMANDIRIAN guru perlu dibangun. Caranya ialah melalui peningkatan kompetensi dan profesionalitas melalui sejumlah pelatihan. Jika pemerintah tidak ambil pusing mengenai masalah ini, individuindividulah yang bergerak melalui kekuatan komunitas. Pemikiran itu kemudian menjadi dasar kelahiran Klub Guru Indonesia (KGI) KGI memang masih terbilang baru, sekitar dua tahun. Namun, sudah memiliki anggota komunitas lebih dari 5.000 guru. Satria Darma, salah satu pendiri klub yang berjargon Sharing and Growing Together itu mengakui motivasi pembentukan KGI ialah keprihatinan dengan hasil statistik Departemen Pendidikan Nasional. ”Hasil statistik itu menunjukkan hampir 50% guru Indonesia tidak kompeten di bidangnya. Jadi, saya ingin mengajak para guru untuk melatih diri mereka sendiri dan nantinya bisa saling berbagi,” ungkap Satria yang sudah mengajar sejak 1978 itu di Jakarta, beberapa waktu lalu.
AWAL tahun 2000, Ahmad Rizali dan Satria Dharma bertemu di dunia maya. Mereka samasama aktif di mailing list (milis) Center for Betterment of Education (CBE) buatan Ahmad. Milis ini berkonsentrasi pada bidang pendidikan. Anggotanya lumayan. Ada yang berasal dari negara-negara Eropa, seperti Jerman, Italia, Belanda, juga dari Amerika Serikat dan Indonesia. Anggota milis CBE yang tinggal di Indonesia sering melakukan pertemuan—istilahnya kopi darat (kopdar)—beberapa kali. Setiap pertemuan, sekitar 15 orang bertemu untuk membicarakan isu-isu pendidikan. ”Dulu awalnya kami lebih banyak bergerak di CBE seperti jaringan aktivis dan kampanye pendidikan untuk semua (education fol all),” ungkap Ahmad. Dalam milis itu tidak semua anggota berasal dari praktisi pendidikan. Beberapa di antaranya merupakan eksekutif perusahaan teknologi informasi hingga dosen perguruan tinggi. Namun, acara kopdar itu pun terseleksi alam.
08
BERBAGI Konsep pergerakan klub ini pun bersifat swadaya. Artinya, anggota yang tergabung dipersilakan untuk mengajukan materi apa saja yang dibutuhkan. Mereka pun berkomunikasi melalui milis dan situs klubguru.com ”Mereka bisa menyampaikan materi apa saja yang dibutuhkan. Lalu dengan jaringan yang kami miliki, kami bisa menyediakan narasumber, tempat, hingga konsumsi,” ujar pendiri KGI lainnya, Ahmad Rizali. Klub yang awalnya bernama Indonesia Teacher Club ini memang terbuka bukan hanya untuk guru, kepala sekolah, atau pemerhati pendidikan saja. Semua kalangan masyarakat yang benar-benar peduli untuk memajukan dunia pendidikan bisa bergabung sambil berbagi pengalaman dan wawasannya di klub ini. Lagi pula, lanjut Ahmad, tujuan KGI memang fokus pada peningkatan kompetensi guru. ”Klub Guru Indonesia fokus pada peningkatan kompetensi guru, bukan organisasi yang mengurusi
Setelah beberapa kali pertemuan, semakin sedikit yang datang karena berbagai kesibukan. Akhirnya yang paling konsisten bertahan untuk berdiskusi tinggal beberapa saja, di antaranya Ahmad dan Satria. Dari kegiatan ini Ahmad dan Satria mengambil kesimpulan bahwa kunci kemajuan pendidikan Indonesia ada di guru. ”Kami merasa guru Indonesia memiliki mutu yang buruk. Karena memang pemerintah kita dari dulu tidak terlalu mengurusi guru,” ujar Ahmad. Akhirnya mereka berdua membuat sebuah klub, di mana guru-guru yang menjadi anggotanya saling bekerj sama untuk mengembangkan diri masing-masing. ”Ya esensinya memang sederhana itu,” tambah Ahmad. Setelah tiga generasi kepengurusan, CBE berhenti. Kedia sahabat ini bekerja sebagai konsultan pendidikan di Sampoerna Foundation. ”Nah dari sini kita mengusulkan gimana kalau kita bikin pelatihan untuk guru,” lanjut Ahmad. Satria Dharma lalu mengajak teman-teman
kesejahteraannya. Nah, justru yang bukan guru itu bisa membantu mereka,” tambah Ahmad yang juga akrab dipanggil Nanang itu. Pria kelahiran Malang 49 tahun lalu ini pun menyebut nama Muzi Marpaung. ”Muzi bukan guru, tapi dia pengasuh klub sains ILMA yang berbasis di Pemulang, Bekasi.” Muzi memang terobsesi mematahkan persepsi bahwa sians itu mahal. Maka dia pun diajak menjadi narasumber bagi KGI wilayah Jakarta untuk berbicara tentang pembelajaran sains yang menyenangkan. ”Selama ini kan para guru itu kebanyakan mengajarkan sains hanya lewat teori saja. Padahal sains lebih mudah dipahami dengan mengerjakan praktik atau eksperimen dengan menggunakan bahan-bahan yang sebenarnya sering dipakai sehari-hari,” ujar Muzi. Bahkan, Muzi kembali diminta menjadi narasumber untuk kali kedua pada Mei kemarin untuk melatih KGI wilayah Jawa Barat. RAGAM PELATIHAN KGI memang memiliki jenis pelatihan beragam. Antara lain pelatihan teknologi komunikasi dan informasi (TIK). Divisi itu dibina langsung oleh Indra Djati Sidi, Gatot Hari Priowirjanto, dan Bagiono DS ini menyelenggarakan pelatihan dengan metode yang diaplikasi langsung oleh para guru. Bersama Donny BU yang berprofesi sebagai dosen perkembangan teknologi dan jurnalisme internet di Universitas
alumni IKIP Negeri Surabaya untuk membantu menyelenggarakan program pertama. Saat iyu masih di bawah bendera CBE. ”Program pertamanya di awal 2007. waktu itu CBE mengundang guru-guru di Surabaya untuk mendengarkan ceramah dari Prof Dr Mochtar Buchori, seorang pakar perencanaan pendidikan, yang terbilang langka di Indonesia,” kata Ahmad. Seusai kegiatan itu, mereka sepakat membuat Klub Guru Indonesia (KGI). Jakarta dipilih sebagai pusat kegiatan karena dinilai lebih strategis. Lalu mereka patungan untuk menyewa sebuah rumah di Jl. Jatipadang No. 23 Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk kantor sekretariat. Sampai sekarang KGI yang dimulai di Jakarta telah menyebar ke sejumlah daerah. Mulai dari Bogor, Bandung, Subang,Tangerang, Surabaya, Malang, Bojonegoro, Jombang, Kediri, Pasuruan, Jember, Gresik, Mojokerto, Bondowoso, Semarang, dan Solo, hingga yang terbaru ialah di Nusa Tenggara Timur. (mi)
PROFIL
KL UB GURU INDONESIA KLUB
EDISI 01/TAHUN 2009
09
Kata Mereka MAMPUONO (Guru Bahasa Inggris SMP 18 Semarang, Jateng) SAYA bergabung dengan KGI sejak November 2008. saat itu saya sedang ikut Lomba Guru Inovatif Tingkat Dunia yang diadakan Microsoft di Hong Kong. Kebetulan bertemu Bapak Bakrowi yang kemudian mengajak saya bergabung di milis KGI. Akhirnya pada 7 Februari 2009, KGI wilayah Semarang diresmikan. Saat iyu kami mengadakan seminar Pengintegrasian TI dalam Pembelajaran untuk meningkatkan pola pikir siswa di era global. Saat itu kami bisa berkomonikasi dengan pembicara luar negeri yaitu guru dan siswa di sekolah Saltash, Inggris, dan sekolah Manitoba, Kanada, melalui konferensi video (video conference). Penyerahan sepeda untuk sekolah dilakukan secara simbolik oleh Ketua Klub Guru Indonesia, Satria Dharma.
Pelita Harapan, Klub Guru Indonesia mengenalkan budaya menulis di blog kepada guru. ”Dengan mengajak para guru menulis sebagai bagian dari proses berbagi, kompetensi guru bisa lebih efektif karena kemampuan mereka ikut terasah,” ujar pengamat dan praktisi media baru ini. Donny juga mengungkapkan dengan berkomitmen untuk menulis di blog, para guru memiliki wadah sebagai pembicara sehingga tercipta kepuasan personal yang bisa berpengaruh pada peningkatan karier. Guru yang bergabung dalam KGI dapat memiliki dan mengembangkan tiga kompetensi wajib dalam TIK. Yaitu mempunyai dan aktif menggunakan e-mail dan milis, mampu membuat presentasi multimedia, dan memiliki blog. ”Kita juga sedang merealisasikan program Sagusala, alias Satu Guru Satu Laptop. Saat ini ada sekitar enam vendor laptop merek dalam
negeri sedang melakukan penyesuaian kebijakan harga bagi para guru yang tergabung dalam KGI,” ungkap Ahmad lalu tersenyum. Dia mengenang, pada waktu awal pelatihan, masih ada guru yang belum bisa menggunakan tetikus. Program lainnya ialah Sepeda Untuk Sekolah (SuS). Klub Guru Indonesia membentuk konsorsium dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Bike to Work, dan CBE (Center for the Betterment of Education) untuk memberikan sepeda kepada siswa yang kesulitan untuk berangkat ke sekolah karena tidak memiliki ongkos transportasi. Proyek SuS yang pertama berhasil mengumpulkan 100 sepeda untuk murid sekolah dasar di wilayah Jawa Timur. Kini sebuah BUMN berkomitmen menyediakan 5.000 sepeda bernilai lebih dari Rp. 750 juta untuk program yang kedua. (
[email protected])
Teknologi Pembelajaran
Sekolah tanpa Kertas Satu laptop untuk satu siswa. Proses belajar-mengajar menjadi lebih hidup di sekolah berteknologi digital. BAYANGKAN, bersekolah tanpa membawa buku tulis, pensil, pulpen, dan bahkan buku pelajaran.Yang ada di dalam tas setiap anak hanya sebuah laptop. Di Sekolah Internasional Sinarmas World Academy, Bumi Serpong Damai, Tangerang, ini bukanlah mimpi. Sekolah di atas lahan 5,2 hektare ini memadukan teknologi informasi digital paling mutakhir dengan dunia pendidikan sejak tahun lalu. Memang, setelah sembilan bulan mencoba, hingga kini buku dan pensil masih tetap digunakan.Tapi laptop telah menjadi bagian yang tak terpisahkan di sekolah itu.“Laptop dan Internet di sini seperti pulpen, pensil, atau buku. Bagi kami semua itu adalah alat pendukung proses belajar-mengajar,” kata John Mc- Bryde, Chief Executive Officer Sinarmas World Academy, dua pekan lalu. Tren menjadikan komputer sebagai alat belajar dan mengajar muncul mulai awal 2000-an. Gejala ini meningkat empat tahun lalu. Direktur pemasaran produsen peranti lunak pendidikan Pesona Edukasi, Hary Sudiyono Candra, mengatakan bahwa dalam empat tahun terakhir permintaan terhadap peranti lunak pendidikan terus meningkat. “Sepertinya masyarakat mulai sadar bahwa alat bantu teknologi semacam ini dibutuhkan,”ujarnya.“Dunia memang sedang demam e-learning.” Sekitar 3.000 sekolah di seluruh Indonesia kini memakai produk Pesona Edukasi. Sekolah itu tidak cuma yang berada di Jakarta, tapi hingga Situbondo, Jawa Timur. Peranti lunak perusahaan itu juga sudah dipakai di sekolah di 23 negara, termasuk Singapura, Amerika Serikat, dan Australia. Buku sekolah yang bisa dibaca di komputer juga sudah bertebaran. Departemen Pendidikan Nasional, misalnya,
sudah sejak Agustus 2008 melun-curkan buku sekolah elektronik yang bisa diunduh di situs Internet departemen ini. Tampilan buku elektronik ini sengaja dibuat persis seperti versi cetak, sehingga rasa membaca buku masih ada. Banyak manfaat teknologi digital sebagai alat bantu belajar dan mengajar. Misalnya, dengan bantuan komputer banyak percobaan yang tak mungkin dilakukan di kelas bisa disimulasikan. Lihatlah percobaan mengenai pengaruh gravitasi. Komputer bisa mensimulasikan aneka gaya gravitasi tak hanya di bumi, tapi di bulan hingga Mars. Ini sesuai dengan peran software edukasi, yakni “alat bantu mengajar yang digunakan guru untuk menerangkan pelajaran,”kata Hary. Di Sinarmas, komputer bahkan mengambil peran lebih besar. Maklum, konsepnya satu laptop satu murid. Hasilnya, tak ada lagi kelas khusus pelajaran komputer di sekolah itu.“Komputer memang seharusnya bukan menjadi mata pelajaran yang terpisah, tetapi sebagai sesuatu yang menunjang kreativitas dan aktivitas dalam sekolah,” kata Jane Ross, guru spesialis teknologi digital di sekolah itu. Sekolah yang mengacu pada program pendidikan International Baccalaureate ini membekali setiap murid dan guru dengan laptop Apple MacBook. Peranti itu disediakan oleh sekolah.“Bisa dibawa pulang, tapi hanya untuk murid kelas 5 sekolah dasar ke atas,”kata Ross.“Tujuannya agar murid bisa memperlihatkan hasil belajar di kelas kepada orang tua masing-masing.” Agar tak disalahgunakan, setiap laptop dibekali program khusus. Misalnya, notebook ini akan “bunuh diri” secara otomatis pada pukul 8 malam. ”Ini agar laptop tidak dipakai untuk hal-hal negatif,” kata Ross. Untuk mencegah siswa berselancar ke situs khusus dewasa atau bermain game online yang tidak produktif, sekolah memblokir akses ke situs-situs tersebut. “Termasuk Facebook dan You Tube,” ujarnya. (*/Tempo)
Dede Kurniasih (Guru TK Islam Cipete, Jakarta Selatan) BANYAK sekali manfaat yang saya rasakan semenjak bergabung di sini. Dulu saya hanya tahu informasi sekitar lingkup pendidikan TK. Sekarang selain menambah teman dan wawan, saya jadi memiliki kemampuan memanajemen diri dan bisa membagi waktu untuk tugas sehari-hari. Selain itu, lewat milis, kami juga melatih kemampuan berbagi informasi. Misalnya teknik-teknik permainan, cara berkomunikasi yang sehat dengan murid, dan lain-lain. Lewat KGI, kami juga bisa tahu ternyata banyak guru yang berprofesi sebagai trainer. Dari ini kan kita bisa mengajak mereka untuk melatih kami. Karena mereka sudah pasti jauh lebih menguasai trik-trik bagaimana mengajar yang efektif atau hal lain yang lebih praktis.
Iwan Ridwan (Guru Bahasa Indonesia SMP Islam Al-Ikhlas Cipete, Jaksel) SETAHUN yang lalu saya ikut seminar yang diadakan KGI tentang sertifikasi guru dan pemanfaatan TI dalam sistem pendidikan. Kami jadi punya pengalaman berkomunitas dan mendapat wacana baru dari seminar yang mereka lakukan. Bahkan bisa menonton bareng film Laskar Pelangi. Saya pernah ikut pelatihan tentang motivasi dan kreativitas. Itu sangat memengaruhi pola pikir karena saya jadi mengetahui metode baru untuk mengembangkan kreativitas. Hasilnya, saya bisa membuar variasi baru mengajar di kelas. Sebetulnya, banyak teman guru yang masih harus dikembangkan. Dengan makin banyaknya pelatihan gratis, profesionalitas dan kompetensi meningkat. Jadi, kesejahteraan guru pun bisa diangkat.
Hotben Situmorang (Kepala Seksi Pengembangan Yayasan BPK Penabur) AWAL keterlibatan saya di Klub Guru Inbdonesia bermula ketika menerika ajakan seorang teman untuk bergabung di mailing list (milis) Center for Betterment of Education (CBE) sejak 2004. Melalui milis itu kami banyak berdiskusi tentang sistem pengembangan pendidikan di Indonesia. Karena banyak di anatara kami yang memang sudah berteman dari dulu, akhirnya kami sering bertemu langsung. Dari hasil pertemuan-pertemuan itu kami sepakar harus ada satu wadah resmi yang mengakomodasi. KGI juga menjadi mitra sejumlah perusahaan besat untuk progra company social responsibility (CSR) mereka. Keuntungannya, materi pembelajaran bisa didiskusikan dengan guru-guru lintas negara.
Rohmadi Hidayat (Guru TI SMK Negeri 2 Yogyakarta SEBETULNYA, kami di Yogyakarta telah memiliki komunitas Jaringan Informasi Sekolah (JIS) DIY. Anggotanya para guru SD, SMP, SMA, dan SMK Yogyakarta. Kebetulan pada Februari lalu, Bapak Gatot Hari Priowirjanto hadir dalam acara kami. Beliau memberikan ide bagaimana kalau JIS bergabung dengan Klub Guru Indonesia menjadi KGI DIY. Toh, tujuan organisasi kami sama, yaitu meningkatkan kompetensi guru. Ya sudah, KGI Yogyakarta, rencananya akan diresmikan pada Juni 2009. Kami berharap bisa melibatkan banyak unsur, di antaranya dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.Ya, semoga melalui KGI Yogyakarta ini kami bisa dilatih untuk bisa membuat bahan ajar yang manarik, serta mampu mencari materi lewat internet.
BAHASA & SASTRA
B
ANYAK anggapan bahwa sastra tidak bisa memberikan jaminan masa depan secara intelektual, emosional, dan finansial. Karena itu, tidak banyak orang, terutama pelajar, tertarik dengan sastra. Apalagi, sastra masih dianggap sulit karena bahasanya yang terkadang sulit dipahami dan harus dibaca berkali-kali untuk menangkap maknanya. Ditambah, minat baca atau daya beli masyarakat kita terhadap buku masih masih rendah. Tak bisa dimungkiri, pelajaran bahasa dan sastra di tanah air kita masih dianggap sebagai pelajaran yang kurang begitu penting, yang manfaatnya masih diragukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan anggapan tersebut, tugas mengajar untuk mata pelajaran bahasa dan sastra ini tidak jarang diserahkan kepada guru yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat secara kualititatif. Dalam hal ini, guru yang bersangkutan tidak mempunyai kapasitas atau latar belakang pendidikan bahasa dan sastra (sarjana pendidikan bahasa dan sastra Indonesia). Menurut Effendi Ahmad (1982: 2), apresiasi sastra merupakan kegiatan ”menggauli” karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran dan perasaan dapat tumbuh lebih baik serta lebih kritis terhadap karya sastra. Berdasar pernyataan tersebut, apresiasi sastra di sekolah sebenarnya dapat dilaksanakan secara maksimal karena didukung oleh kurikulum berbasis kompetensi. Meski demikian, apresiasi sastra di sekolah tetap dirasakan masih jauh dari harapan. Para murid kadang enggan mempelajari bahasa dan sastra secara serius. Sebab, mereka tidak melihat adanya manfaat tertentu yang bisa diraihnya dengan menekuni pelajaran dimaksud secara khusus dan serius. Yang memprihatinkan, tidak jarang pula guru cenderung mengejar target ”semu”dalam mengajarkan sastra.Yakni, mengajarkan sastra untuk keperluan ujian agar siswa memperoleh nilai yang baik. Di sini, tidak penting apakah siswa benar-benar menikmati dan memahami karya sastra atau tidak.Yang penting, siswa menguasai dengan baik materi sastra yang akan
EDISI 01/TAHUN 2009
Jangan Bikin Sastra (Jadi) Membosankan mereka dapatkan dari karya sastra. Langkah itu tentu tidak mudah. Apalagi, karya sastra masih terasa asing bagi kebanyakan siswa. Bahasanya kadang tidak mudah dimengerti, tak cukup dibaca sekali. Untuk memahami karya sastra, karya sastra seringkali harus dibaca berkali-kali. terlebih, bagi siswa yang tingkat apresiasi sastranya masih rendah.Tetapi, rendahnya apresiasi siswa Oleh: terhadap sastra tentu saja EKO PRASETYO menuntut guru agar sabar (Jurnalis dan Editor) mengajak siswa menyelam ke kedalaman karya sastra. Lalu, guru merangsang mereka menemukan sendiri makna dan manfaat dari karya sastra itu sendiri. SASTRA SEBAGAI PROSES Baharuddin Iskandar (2007: 24) PEMBELAJARAN YANG MENARIK mengemukakan, bila siswa bisa menemukan Sastra itu sulit dan membosankan? Tidak! makna dan manfaat itu, hasilnya adalah mereka Anggapan seperti ini sering kita dapati di tampak lebih puas dibandingkan makna itu masyarakat, khususnya siswa. Karena itu, guru diberikan oleh guru. Hal tersebut wajar karena memegang peran penting –sebagai garda mereka merasa berusaha, membaca dan depan– dalam mengondisikan agar stigma menghayati karya sastra dengan sungguhbahwa sastra itu membosankan adalah keliru. sungguh, lalu menemukan sesuatu dari karya Maka, guru pun bisa mengolah dan membuat sastra itu. Bagi mereka, itulah hasil jerih payah pelajaran sastra menjadi pelajaran yang mereka sendiri. Mereka merasa mandiri, tidak menarik. Menurut Baharuddin Iskandar (2007: melulu disuguhi oleh guru. 24), pengajaran sastra perlu dibangun dengan Mau tidak mau, metode mengajarkan sastra komunikasi dua arah, antara guru dan siswa. secara konvensional harus ditinggalkan. Guru Tujuannya, agar sastra yang diajarkan terasa tidak melulu mengajarkan sastra dan siswa bermakna dan bermanfaat bagi siswa sendiri. hanya mendengarkan dan menerima secara Dengan cara tersebut, maka siswa mau tidak pasif apa yang diajarkan guru.Tak perlu lagi ada mau ambil bagian dalam proses pembelajaran, kensenjangan atau jarak antara guru dan murid. mencari sendiri makna dan manfaat yang bisa diujikan kelak, terlepas dari apakah siswa membaca dengan baik sejumlah karya sastra. Hal itulah yang menyebabkan proses pembelajaran sastra tidak menarik dan cenderung membosankan. Siswa seringkali merasa terpaksa belajar sastra, tidak bersemangat, bahkan kalau bisa ingin meninggalkannya. Memang, jika guru hanya mengajarkan apa yang diperlukan siswa saat menghadapi ujian, mereka akan kesulitan mengajarkan sastra secara menarik.
10
Hubungan guru dan murid dalam proses pembelajaran sastra haruslah komunikatif, menarik, dan menyenangkan. Keterlibatan siswa dalam memahami dan menikmati karya sastra adalah aspek yang sangat penting dalam proses pembelajaran tersebut. Sekarang ini, sastra Indonesia sedang bergeliat. Banyak penulis muda yang menghasilkan karya-karya sastra yang enak dibaca dan mudah dipahami, sekaligus memberikan inspirasi. Contohnya, Habiburrahman El Shirazy yang terkenal lewat novel Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan lain-lain. Kemudian, ada Andrea Hirata dengan karya inspiratifnya, Laskar Pelangi, Edensor, Sang Pemimpi, dan Maryamah Karpov. Lewat perkembangan karya-karya sastra tersebut, guru hendaknya mampu mengajak siswa Nah, melihat perkembangan karya sastra sekarang ini, hal pertama yang perlu ditekankan adalah membesarkan hati murid. Tidak hanya dengan membaca karya-karya sastra yang enak dibaca dan mudah dipahami, tapi siswa juga bisa kreatif dalam pengaplikasian secara langsung lewat menulis. Karena itu, dalam mengajarkan menulis karya sastra, puisi, atau cerpen, misalnya, guru perlu tahu kemampuan siswa berimajinasi. Jangan sampai guru memaksa siswa berimajinasi di luar batas kemampuan mereka. Biarlah mereka berimajinasi dalam kemampuan mereka. Dengan terus-menerus berlatih, kemampuan mereka berimajinasi pastilah berkembang. Demikian juga guru perlu menimbang masak-masak mengajarkan sastra yang mungkin di luar batas daya tangkap siswa. Dalam hal ini, guru harus benar-benar bekerja keras membuat mereka bisa memahami dan menikmati karya sastra tersebut. Menyampaikan karya sastra yang tidak mampu dipahami siswa, tanpa usaha yang memadai untuk membuat mereka memahaminya, akan membuat siswa menjauhi sastra. Jika ini terjadi, proses pembelajaran sastra tak mampu menarik minat dan bersemi di hati siswa. (*)
Tradisi Menulis Guru yang Dilematis Seru
Oleh: DRS. HARI SUBAGYO, M.M (Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Menganti, Gresik)
G
URU pandai bicara itu biasa. Guru pandai menulis itu luar biasa. Celakanya, yang terakhir ini sangat sedikit jumlahnya. Tidak mengherankan kalau akhirnya kondisi pendidikan kita kurang baik. Karena itu, agar kualitas pendidikan kita makin baik, para guru yang sudah terlihat luar biasa itu harus kita beri penghargaan yang luar biasa pula agar kinerja mereka makin optimal dan yang belum luar biasa terangsang untuk berbuat serupa, segera menjadi guru yang luar biasa kualitasnya. Kemampuan menulis para guru sangat diragukan oleh banyak pihak. Kepiawaian mereka hanya dalam tradisi lisan saja di kelas bukan untuk tradisi tulis. Untuk kebiasaan tulis menulis minat dan produktivitas mereka sangat rendah baik lokal maupun nasional. Produktivitas karya tulis guru yang rendah itu terlihat antara lain dari sedikitnya peminat berbagai lomba karya tulis yang digelar berbagai lembaga maupun media massa. Alasan mereka banyak. Dari awal mereka tidak tertarik membaca dan menulis bahkan tidak tertarik pula mereka menjadi guru. Gaji mereka kecil. Sertifikasi juga masih sedikit yag menikmati. Tugas administrartif terutama
menyangkut tupoksi-nya banyak. Anak-anak di rumah perlu dirawat. Suami/ istri perlu digauli. Nonton televisi tak boleh terlewati. Pola hidup hedonis dan snobis ingin diikuti. Mereka lebih memilih yang tidak berat, termasuk tidak membaca dan tidak menulis. Naudzubillah! Di sisi lain tuntutan wajib menulis bagi guru golongan III tak pernah ada. Kalaupun ada itu pun sekadar menulis perangkat mengajar dan membuat kisi-kisi serta soal yang isinya ya itu-itu saja. Kewajiban membuat karya tulis baru ada pada saat mereka golongan IV.. Itu pun faktanya juga banyak yang “dijahitkan”.Guru yang pernah jadi Juara Pertama LKTI Tingkat Jatim pun tak ada pengharagaan berbeda dengan guru lain. Jangankan penghargaan atau pemberian fasilitas, ucapan selamat pun tak sempat keluar dari mulut atasan yang setiap hari bertemu di sekolah maupun telepon dari pejabat Dinas P dan K baik kecamatan maupun kabupaten. Padahal bukankah guru itu telah mengibar-harumkan nama sekolah dan wilayah binaan mereka? Fakta ini adalah suatu preseden buruk bagi perkembangan tradisi menulis di kalangan guru. Betapa tidak berharganya Sang Juara LKTI itu? Betapa kontradiktifnya fenomena itu? Begitukah cara para pejabat mengapresiasi karya prestatif potensi akademik guru? Secara pribadi mungkin yang bersangkutan tak terlalu risau atas sikap pejabat itu karena nawaitu dia menulis bukan hanya minta dipuji atasan. Dia menulis karena ada yang ingin disampaikan, mengemban perintah Allah, memanjakan proses kreatif dan petualangan intelektual liar-lateral-nya yang setiap saat meronta ingin hadir di hadapan pembaca. Dia juga ingin memuaskan jiwa kembara pikiran-nya yang selalu ingin mendobrak kebekuan sekaligus memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pencerahan dan penyelamatan anak muda bangsa ini. Namun, sekali lagi demi penghargaan terhadap profesi dan prestasi guru, demi pemberian kesempatan dan peningkatan gairah menulis, preseden itu jangan terjadi lagi. Tidak semua guru punya tradisi dan
motivasi kuat dalam hal menulis. Logika yang mereka kembangkan adalah buat apa susah payah menulis kalau penghargaan tidak ada. Beda bila kita menulis untuk harian besar sekaliber Jawa Pos. Selain dapat nama kita so pasti dapat fulus. Karena itu, terima kasih Jawa Pos dan Depdiknas Jatim yang telah berkenan memfasilitasi para guru dalam beropini lewat media ini termasuk penyelenggaraan berbagai semiloka itu. Semoga Allah SWT memberkahi keluarga besar Jawa Pos.Tetapi, untuk sampai ke sana bagi para guru juga tidak mudah. Selain kemampuan harus prima, kompetitor pun berjibun. Karena untuk itu sulit, mendingan kita ngurusi keluarga dan bisnis kita di rumah. Kondisi yang tidak kompetitif ini yang membuat para guru mengambil jalan pintas yang aman. Nyantai saja, nurut saja dan selaksa sikap apatis lain. Toh akhirnya, tak ada penghargaan. Masyaallah! Dilema itulah yang jadi argumentasi kuat mereka bahwa guru itu tidak perlu menulis dan punya kemampuan menulis. Tidak pernah menulis juga tidak pernah badan jadi meriang. Gaji juga lancar tiap bulan. Kalaupun ada yang bisa menulis toh tak ada nilai plusnya. Tugas guru sudah terlalu banyak. Apologi seperti itu tentu saja tidak sepenuhnya benar. Kita harus ingat bahwa kalau kita menanam, kita akan menuai. Kapan kita menuai, itu urusan Allah. Urusan kita adalah menanam dan menanam, menulis dan menulis. Selama jantung masih berdetak, kita wajib menulis selain tetap mengajar dan berbagai kemasan ibadah lainnya. Menulis memang bukan pekerjaan mudah bagi pemula apalagi pemula manula. Namun, bukan berarti itu adalah sesuatu yang sangat sulit dan mustahil kita lakukan kalau kita berkehendak. Jangan bersimpulan tak punya bakat, tak ada keturunan, tak ada waktu dll. Menulis tak butuh bakat.Yang dibutuhkan adakah tekad.Tekad menulis setiap saat dengan “trial and error endless”. Meski sulit awalnya kalau tantangan itu bisa kita atasi jadilah dia peluang. Peluang itu adalah uang. Selain itu dengan menulis kita dapat bersilaturahim dengan banyak pembaca golongan apapun, di manapun dan kapan pun.
Kita bisa mengartikulasikan terompet jati diri dan ide-ide segar cemerlang kita . Kita bisa jadi kebanggaan anak cucu kita dengan karya tulis itu. Karena itu, wahai Saudaraku, Bapak/Ibu Guru yang dimuliakan Allah, sungguh belum terlambat untuk bangun dan bangkit dari tidur panjang tanpa kreasi dan prestasi ini. Mari kita buktikan kata-kata kita. Bukankah Quran sudah mengingatkan,“Sungguh besar kemurkaan Allah apabila kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat!” (QS Ash Shaff:3). Mari kita sadari betapa anak-anak sangat merindukan tulisan para gurunya. Betapa bangganya mereka melihat tulisan Bapak/Ibunya yang bertebaran di berbagai harian dan majalah. Betapa dahsyatnya dampak nasihat Bapak/Ibu nanti dalam meningkatkan minat baca tulis mereka karena kredibilitas Bapak/ibu yang telah meningkat pesat. Wahai Rekan seprofesi, mari kita bulatkan lagi tekad kita untuk jadi guru, ustadz/ ustadzah hingga benar-benar jadi uswah khasanah bagi anak-anak kita. Mari kita bentengi ideologi anak zaman ini dari gelontoran hiburan, info dan virus idelogi setan kapitalis sekuler yang telah meracuni mereka selama ini dengan meningkatkan mentalitas mereka lewat pembiasaan baca tulis yang baik dan benar. Wahai pejabat, yang katanya terhormat, buka mata dan mata hati kalian! Tunjukkan tanggung jawab kalian terhadap perbaikan masa depan bangsa ini! Segeralah lakukan aksi dan terobosan efektif, cerdas dan bermanfaat serta maslahat bagi banyak umat. Wahai Rekan Media, sambutlah para guru kini dan guru kita dulu! Perluas dan perbanyak kesempatan mereka untuk bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dan karateristik mereka! Jangan biarkan Bapak/ Ibu Guru kita hanya sekadar jadi pahlawan tanpa tanda jasa, kelinci coba-coba penguasa, kambing hitam pejabat, komoditas pemuas nafsu politisi dan berbagai predikat tak sedap lainnya. Naudzubillah! Mari kita saling bersinergi untuk kesuksesan dan keselamatan kita mulai hari ini sampai akhir hayat kita masing-masing nanti. Amin. (*)
SOSIAL
EDISI 01/TAHUN 2009
11
Upaya Menanamkan Kejujuran dan Komunikasi yang Sehat Oleh: Setyo Purnomo (teknisi/laboran SMK Muhammadiyah 1 Weleri)
Kejujuran merupakan salah satu aspek dari sekian banyak aspek pendidikan yang harus dimiliki dan dijalani oleh guru dan siswa. Memiliki dan menjalankan kejujuran secara nyata menjadi suatu keharusan. Sebab, di sinilah letak kontrol (kendali) atas segala kebaikan pada diri guru, siswa, dan sekolah secara keseluruhan. Inilah ujung dari segala macam urusan. Bahkan, menurut riwayat, Nabi Muhammad memulai “kepakarannya” dengan satu sikap, yakni jujur, al-amin, yang dapat dipercaya atau jujur.
S
EKOLAH sebagai salah satu kawah candradimuka putra-putri ibu pertiwi menanggung beban amat berat dalam rangka menanam, merawat, dan menjaga nilai kejujuran. Dengan desakan dan impitan pola pikir materialistik yang mengancam dari segala penjuru, tak heran jika kejujuran menjadi komoditas yang semakin langka dan makin jauh dari jangkauan. Saya pernah mengajar di suatu sekolah (SMK) swasta yang jauh dari disebut mampu. Saat itu saya melihat bahwa sistem nilai, di mana segala penilaian diwujudkan dengan nilai, entah angka atau huruf, menjadi salah satu penyebab atau alasan ketidakjujuran atau kebohongan, utamanya pada siswa. Ketakutan mendapatkan nilai jelek menjadi pendorong paling kuat untuk melakukan kecurangan pada saat ulangan atau ujian. Dan hal ini ternyata juga dialami (baca: dilakukan) oleh siswa-siswa yang cukup pintar karena ketakutan kalah nilai. Nilai-nilai kejujuran yang tiap saat disampaikan oleh guru-guru tak ubahnya suara-suara normatif yang semestinya didengarkan, namun tak harus dilaksanakan. Yang lebih menyedihkan bagi saya adalah hal ini sepertinya tidak pernah disikapi secara serius oleh guru-guru lain. Tidak terbayang dalam benak saya, bahwa sekolah ternyata justru melembagakan kebohongan dan kecurangan. Walaupun sering diangkat di dalam rapat, masalah ini tak pernah dibahas secara tuntas, terutama pada aspek pencegahan. Penerapan hukuman yang dilakukan nyaris sama sekali tidak memberikan efek apa pun. Siswa hanya sadar sesaat, setelah itu mereka kembali ke sikap semula. Hal ini kadang diperburuk dengan sikap guru yang pura-pura tidak tahu atas apa yang terjadi. MENGHILANGKAN SISTEM NILAI DI KELAS Dengan mengucap bismillah, saya beranikan diri melawan arus, mencoba mengembalikan nilai kejujuran ini. Dengan mengacu pada asumsi bahwa siswa-siswa selalu mengejar nilai bagus, sebagai pendorong untuk belajar atau mencontek saat ulangan, saya menerapkan mapel tanpa nilai. Saya sampaikan di kelas bahwa mapel saya tidak lagi menghargai nilai. Saya mengobral nilai di mapel saya, bahkan saya gratiskan. Saya masih tetap mengadakan ulangan dan kuis, namun tidak lagi saya nilai sendiri. Nilai tetap ada di buku nilai, namun tak ubahnya hiasan semata. Saya berikan pilihan, yakni mereka boleh meminta nilai berapa pun, asal dalam rentang yang wajar. Karena rentang yang umum dipakai adalah 0 sampai 10, saya tawarkan kepada mereka untuk memilih salah satu dari rentang nilai tersebut. Dalam hati, saya benar-benar berdoa agar siswa-siswa dikembalikan lagi rasa percaya diri dan keingintahuan mereka pada ilmu (kompetensi), yang mampu menganggap bahwa nilai itu tidak mencerminkan sepenuhnya kemampuan yang mereka mampu. Mulanya, siswa-siswa saya kaget dan tidak percaya pada penawaran saya.Walaupun saya mengizinkan meminta nilai, saya mensyaratkan agar mereka ini memohon nilainya secara terang-terangan di depan kelas (di depan teman-teman mereka) lengkap dengan alasan yang logis dan realistis. Misalnya, ada salah satu siswa perempuan yang menyatakan meminta nilai maksimal 7,5 atau 8 saja, tidak mau 8,5 atau 9, apalagi 10. Alasan yang dikemukakan pun logis, walaupun mengagetkan saya. Yakni, kalau dia mendapat nilai dibawah 5, dia malu pada pacarnya. Hehe...mengagetkan, namun juga menyenangkan membuat seseorang berani mengemukakan pendapatnya. Pacarnya tersebut rupanya cukup perhatian pada pencapaian sang kekasih. Ada juga yang menyampaikan bahwa orang tuanya sering menanyakan pencapaiannya sehingga rasanya malu kalau nilainya jelek. Sampai di sini saya justru menemukan efek samping lain yang tidak saya duga, yakni keberanian siswa-siswa saya untuk menyampaikan sebagian masalahnya. Ini bisa dijadikan salah satu petunjuk jika terjadi “sesuatu”. Saya pun menyampaikan pada mereka segala hal yang mendasari tindakan saya ini. Saya sampaikan bahwa bagi saya, menurut penilaian saya, kejujuran adalah modal dasar untuk hidup bermasyarakat, hidup sukses, dalam pencapaian apa pun. Kalau kejujuran
secara sadar sudah dirusak sendiri oleh yang bersangkutan, kepada siapa dia akan meminta? Tidak ada tempat untuk membeli, tidak ada yang menjual, tidak kasat mata, tidak berwujud, namun jika kehilangan yang satu ini, hidup ini tidaklah akan berarti apa-apa. Hidup ini akan hampa, tidak berarti. Sebab, yang dijadikan landasan hidup hanyalah omong kosong, hanyalah “abab”. Yang lebih celaka, tidak ada orang yang tahu selain orang lain. Jadi, pada dasarnya yang dilakukan adalah membohongi diri sendiri secara terus-menerus, sampai pada satu titik, di mana dia tidak tahu lagi siapa jati dirinya. Apakah yang “ini” ataukah yang “itu”. Namun, yang lebih celaka adalah Tuhan
tahu dengan ketidakjujuran. Meski berusaha bersembunyi dari “tatapan mata Tuhan”, itu jelas sia-sia. Jika si pelaku ngotot dalam ketidakjujurannya, dia bisa terancam penyakit jiwa yang teramat berat, yakni tidak percaya akan adanya Tuhan. Ini adalah bencana besar, di mana hidup dan matinya sama sekali tidak berarti. Sebab, kemanusiaannya terenggut sempurna akibat ketidakjujurannya. Itulah yang saya sampaikan kepada mereka. Saya sampaikan ini dengan pelan, tidak berteriak-teriak, namun kelas begitu sunyi, sepi. Ada satu orang siswa perempuan yang terisak pelan. Sampai kemudian saya sampaikan bahwa saya lebih peduli pada pemeliharaan kejujuran kalian dibandingkan nilai kalian. Sebab, kalau sekedar menilai, saya bisa menilai kalian dengan tepat, karena saya kenal betul kemampuan kalian. Dan saya pikir memang demikian adanya, seorang guru yang care pada siswa-siswanya pasti akan tahu batas kemampuan para siswanya. Di antara sekitar 30-an siswa dalam satu kelas, yang benar-benar meminta nilai ternyata tak lebih dari 10 orang. Mereka ini pun saya hargai dalam pilihannya. Hanya, selalu saya sampaikan bahwa bagi mereka yang meminta nilai akan lebih sulit memahamkan kepada orang lain secara jujur bahwa dirinya tidaklah jujur pada pencapaian itu. Di kertas ulangan dan di buku nilai saya yang tertera adalah nilai yang diminta siswa, namun selalu saya sampaikan kalimat, ingat ini adalah nilai tidak jujur. Saya sampaikan berkali-kali juga saat di depan kelas. Satu hal yang saya minta dari mereka, karena nilai sudah bukan masalah lagi, kerjakan dengan jujur tanpa bantuan teman, tanpa mencontek, atau apa pun. Saya sampaikan, mulailah untuk percaya diri, toh nilai bisa diminta berapa pun yang kamu inginkan. Setiap kali ulangan dengan kertas (tertulis), saya selalu mewajibkan siswa-siswa saya untuk menuliskan kalimat pernyataan, setelah jawaban terakhir. Yakni “saya kerjakan ulangan ini dengan jujur, Allah menjadi saksi” atau “Saya kerjakan ulangan ini bekerja sama dengan ..... (nama teman yang diajak kerja sama).” Siswa harus menuliskan hal ini dengan penuh kesadaran akan keadaan dirinya. Saya sampaikan bahwa ini adalah cara saya menolong dan menjaga kejujuran mereka. Saya pun mendatangi beberapa orang tua siswa yang meminta nilai. Saya sampaikan tentang pilihan anaknya dan dampak yang akan dihadapi jika ketidakjujuran ini dipelihara. Bisa diduga bahwa orang tua lebih suka anakanaknya jujur. Jadi, si anak tadi tak mau diberi nilai gratisan lagi. Kurang dari satu bulan, siswa-siswa saya ini sudah tidak mau lagi diberi nilai. Mereka
mengatakan malu pada diri mereka sendiri, bahkan ada beberapa yang tidak bisa berkaca karena malu melihat dirinya sendiri. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Pada akhirnya, di mapel saya, tidak pernah lagi ada ulangan yang perlu ditunggui. Mereka mengerjakan setiap ulangan dengan penuh semangat dan tampak sekali berusaha keras untuk mengerjakan sendiri. Beberapa anak yang over confident bahkan pernah menyatakan ketidaksukaannya saat ulangan dan ditunggui. Dia mengatakan, apakah dirinya dianggap anak kecil yang tidak bisa membedakan baik dan buruk, kejujuran dan kecurangan, sampai perlu ditunggui. Sebagai pribadi, saya sangat bersyukur atas pencapaian ini. Apa yang ditunjukkan siswa-siswa saya saat itu jelas menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sangat mengharapkan bisa berbuat jujur. Namun, kadang sistem tidak memandang aspek-aspek lain. Apakah guru lain tertarik ? Hanya sebagian kecil. Apalagi, guru-guru senior yang sudah punya teaching style sendiri. Mereka menganggap ketidakjujuran murni berasal dari jiwa anak atau siswa sendiri, tidak berhubungan dengan sistem di sekolah. Anjuran dan himbauan adalah usaha maksimal yang bisa diusahakan guru. KRITIKLAH AKU, GURUMU Selama ini guru sering dipandang sebagai profesi suci yang tidak tersentuh oleh siswa. Dalam budaya Indonesia, posisi guru menempati tempat yang sangat terhormat. Saking terhormatnya sampai kadang lupa, kalau guru juga manusia. Yang tak luput dari kesalahan dan ketidaksempurnaan. Namun berhubung profesinya menuntut kesempurnaan sebagai sang pendidik, sudah menjadi kewajiban baginya untuk selalu meningkatkan kemampuan dirinya. Sangatlah beruntung bahwa seorang guru setiap hari berhadapan dengan para siswa yang senantiasa haus dengan siraman pengetahuan dari sang guru. Berangkat dari kesadaran “kesempurnaan guru” ini, saya mengajak siswa-siswa saya, setiap dua minggu untuk melakukan evaluasi cara pengajaran saya selama rentang waktu tersebut. Mula-mula saya mulai dengan bahasa tulis, artinya siswa harus menuliskan kritik dan harapan atas diri saya. Tidak boleh hanya memuji semata. Yang memuji semata, akan mendapatkan hukuman yang cukup berat. Masukan dari mereka ini kemudian saya diskusikan di kelas. Saya coba gali penilaian mereka dengan lebih jelas. Saat ada permintaan atau permohonan yang sulit dilaksanakan, kita akan berdiskusi mencari jalan keluar terbaik. Bagaimana jika nilai sang guru jelek. Semestinya guru mampu bersikap dewasa dengan menyatakan permohonan maaf terlebih dahulu. Saya yakin bahwa para siswa sesungguhnya sadar dan mengerti akan tugas belajar mereka bersama guru. Yang kadang menjadi permasalahan adalah siswa berada pada posisi yang tidak bisa memilih, harus menerima apa pun keadaan gurunya. Inilah yang sebenarnya harus dikomunikasikan siswa dan guru. Nilai jelek yang diberikan siswa adalah sebuah bentuk perhatian siswa kepada gurunya dengan harapan sang guru bersedia berubah untuk makin baik. Saat sang guru dengan legawa menerima penilaian ini dan berani berdiskusi dengan siswa, yang akan terjadi adalah titik temu, simpul-simpul komunikasi yang sehat antara siswa dan guru. Saat ini sudah terjadi dan terbiasa, pemberian materi pelajaran tak lebih dari sekadar ngobrolngobrol belaka namun bertema dan bertujuan jelas. Saat gerbang pengetahuan siswa sudah terbuka, guru akan kewalahan untuk memberikan materi. Saat diskusi sehat tercapai, bisa dipastikan guru akan sibuk belajar untuk menjawab pertanyaan siswa-siswanya. Tidak ada lagi kompetensi yang dipaksakan. Sebab, semuanya berada dalam kerangka kesadaran untuk meningkatkan mutu pribadi masing-
masing yang ujung-ujungnya adalah peningkatan mutu sekolah secara makro. Apakah gambaran ideal ini sulit dicapai? Sama sekali tidak. Sebab, ruang dan waktu untuk komunikasi tidak hanya dari ruang kelas saja, namun bisa saja meluas melewati batas wilayah “kenyataan”. Apakah tidak mungkin siswa mengirimkan e-mail ke gurunya? Mengirimkan pesan lewat facebook? Mengirim SMS? Semuanya serba mungkin. Saat komunikasi sudah sedemikian sehat dan cair, tidak ada lagi kata “tetapi”. Apakah tidak takut siswa akan terpeleset menjadi kurang hormat pada guru? Jelas tidak. Sebab, rambu kesantunan dan kesopanan wajib dijaga oleh guru yang bersangkutan. Guru tetap dituntut mampu mengendalikan siswa, apapun kondisinya. Di manapun adanya guru adalah sang begawan dan siswa adalah cantrik-cantriknya. Saat sang begawan sedemikian bijaksana membuka dirinya untuk dikoreksi demi kemajuan bersama, kehormatan beliau tak akan pernah luntur, yang ada justru kemuliaannya akan semakin bersinar. Siswa-siswa akan melihat gurunya sebagai sosok yang egaliter. Kewibawaan sudah pasti akan mengikuti di kanan kiri beliau sang guru sejati ini. Yang kadang kita lupa adalah di sekeliling kita, guru dengan sadar membangun bentengbenteng yang tebal dan superkokoh, yang nyaris tak terjangkau oleh para siswanya. Ketemu hampir tiap hari, tapi sepertinya jauh sekali, nyaris tak terjangkau. Mau ketemu saja, takut. Kalau kesan takut ini kemudian diperjelas dengan sikap yang kasar, atau bahkan terlalu ringan tangan tanpa alasan, maka adalah sebuah keajaiban jika siswa beliau ini menikmati materi pelajaran dengan baik, tanpa tekanan. Jika sudah demikian, maka kesuksesan pembelajaran menjadi optimal. Saat kritik siswa ini bisa diterima dan menjadi masukan yang konstruktif bagi guru yang bersangkutan, maka sosok teladan itu telah muncul dengan sendirinya. Karena siswasiswanya begitu dekat dan mengagumi sang guru yang dicintai, mereka punya contoh nyata untuk memainkan peran di kehidupan ini. Sosok guru yang digugu dan ditiru. KOMUNIKASI YANG KOMPREHENSIF Peran guru sebagai sumber belajar utama, jelas belum terbantah hingga saat ini. Peran guru di sekolah sangat penting. Guru adalah jantung sekolah. Keberadaan dan kebaikannya menjadi penentu hidup matinya sekolah.
Seiring dengan tuntutan menyampaikan pelajaran sehari-hari, guru juga punya tugas berat namun kadang terlupakan, yakni guru sebagai guru kehidupan bagi para siswanya. Pada umumnya, guru cenderung materi pelajaran semata, hingga terkadang suasana di kelas menjadi begitu membosankan dan waktu satu menit seakan satu tahun saja. Belum lagi guru yang mengandalkan lembar kegiatan siswa (LKS) semata. Kalaupun masuk kelas, jobnya tak lebih hanya mendiktekan tugas atau bahkan mencatat, tanpa pernah mengajak siswa bersama-sama melakukan telaah pelajaran yang sedang diajarkan. Guru berada pada posisi paling strategis dalam membentuk karakter siswa. Intensitas pertemuan yang tinggi dan kualitas pembicaraan yang terjaga akan memberikan kesempatan kepada guru untuk mampu memberikan warna kebaikan pada diri siswa. Sepenting-pentingnya materi pelajaran tidaklah lebih penting daripada materi kecakapan hidup. (*)
EKSAK
EDISI 01/TAHUN 2009
KILAS EKSAK
Menjadikan Pembelajaran
Matematika Menyenangkan Mendengar kata ”Matematika”, kebanyakan orang akan merasakan sesuatu yang tak menyenangkan. Mereka akan membayangkan angkaangka yang rumit dan susah dipecahkan, terbayang rumus-rumus yang sulit dihapal dan dimengerti.
M
ATEMATIKA juga sering dipahami sebagai sesuatu yang mutlak sehingga seolah tidak ada kemungkinan cara menjawab yang berbeda terhadap suatu masalah. Matematika dipahami sebagai yang serbapasti. Siswa yang belajar di sekolah pun menerima pelajaran matematika sebagai sesuatu yang mesti tepat dan sedikit pun tak boleh salah. Sehingga matematika menjadi beban dan bahkan menakutkan. Banyak mitos menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak menyukai matematika. Akibatnya, mayoritas siswa kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan lantaran tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari matematika. Mitos-mitos sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika, di antaranya: 1. Matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini membuat siswa malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat. Sebagai contoh, ada soal berikut,“Basri merakit sebuah mesin 6 jam lebih lama daripada Abrar. Jika bersama-sama mereka dapat merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa lama waktu yang diperlukan oleh Abrar untuk merakit sebuah mesin sendirian?” Seorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat. Sesungguhnya, hanya
sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumusrumus irisan kerucut tidak perlu dihafal. 2. Matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta menunjukkan bahwa matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang mampu berpikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada konsep model matematika, geometri, dan kalkulus. Hampir semua teoriteori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika. 3. Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walau jawaban (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya boleh bermacam-macam. BEMBELAJARAN YANG BERTUJUAN Sehubungan dengan apriori berlebihan terhadap matematika, terdapat beberapa penyebab di antaranya adalah adanya penekanan yang berlebihan pada penghafalan rumus, kecepatan menghitung, metode pengajaran yang otoriter (kurang bervariasi) dalam proses belajar dan mengajar matematika, maka guru matematika memiliki peran penting untuk mengatasinya. Guru matematiklah yang harus mengubah metode pengajarannya tanpa mengenyampingkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan dapat memahami materi matematika yang dipelajarinya dan dapat menggunakannnya pada pelajaran lain atau kehidupan nyata dan bekal untuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Tujuan jangka panjangnya adalah siswa dapat mengambil ”nilai-nilai matematika” dan
12
MATEMATKA Masih Jadi Momok
mengaplikasikannya untuk kehidupan. Nilainilai yang dimaksud adalah penalaran, kedisiplinan, kejujuran, kebertanggungjawaban, kesetiakawanan dan lain-lain. Matematika tidak lagi hanya terfokus pada hitungan aritmatika semata tetapi matematika tetapi lebih kepada penalaran yang menggunakan logika. Matematika bukan sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Belajar matematika pada zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup. Matematika hendaknya harus akrab dengan topik dan persoalan kehidupan sehari-hari (bagaimana anak memaknai matematika). Salah satu cara agar anak cinta pada matematika adalah membiasakan anak menemukan konsep matematika melalui permainan dan suasana yang santai. Siswa mempelajari matematika melalui pengalaman pengajaran yang disediakan oleh gurunya. Sehingga guru harus tahu dan benar-benar memahami matematika yang mereka ajarkan serta memahami bagaimana cara siswanya mempelajari matematika sehingga dapat memotivasi mereka dalam membentuk kebiasaan belajar yang efektif dan efisien. Memang tidak ada suatu standar baku dalam mengajar matematika, tetapi guru perlu mengukur apakah cara mereka mengajar sudah benar-benar efektif sesuai dengan siswa yang dihadapinya pada saat tertentu. Jenjang profesionalitas juga berfungsi sebagai alat untuk membimbing guru-guru yang belum berpengalaman dengan nantinya harus berada di bawah pengawasan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Selain itu jenjang profesionalitas juga mengatur seberapa jauh hak seorang guru dalam memodifikasi cara mengajar, bereksperimen dengan alat bantu pengajar yang baru atau juga dalam memperluas kurikulum yang ada. Selain mengajar, guru juga bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap Ilmiah dan Kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap ilmiah dan kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan siswa. Untuk menetapkan model pembelajaran yang menyenangkan agar tujuan pembelajaran matematika tercapai dengan maksimal, maka harus diupayakan agar siswa lebih mengeti dan memahami materi yang diajarkan dibandingkan harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa ini di antaranya dapat dilakukan dengan cara pendampingan siswa satu per satu atau perkelompok. Penjelasan materi dan contoh penyelesaian soal diberikan di depan kelas secara klasikal, kemudian pada saat siswa mengerjakan latihan guru berkeliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Dengan cara seperti ini, siswa yang memiliki kemampuan yang kurang akan mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan siswa yang pintar. Matematika yang menyenangkan dapat pula disuguhkan dalam bentuk permainan, lagu-lagu yang diciptakan sendiri atau gambargambar yang memadukan angka dengan hewan atau bunga dan buah-buahan. Jika anak salah menjawab jangan pernah memarahi, menghukum atau mencela, tetap berikan pujian dan kemudian mengulangi pertanyaan sambil menjelaskan jawaban yang tepat. Dengan pola pembelajaran seperti itu, tentu matematika bukan lagi momok, melainkan sebuah hiburan yang menyenangkan di dalam maupun di luar kelas. (*)
BANDUNG - Mata pelajaran Matematika masih menjadi momok bagi siswa. Di dalam ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN), hampir tiap sekolah memasang batas standar kelulusan minimal (SKM) sangat rendah. Jauh lebih rendah dari dua mata pelajaran lainnya, yaitu Bahasa Indonesia dan IPA. Matematika diujikan di dalam UASBN pada Selasa (12/5). Banyak guru khawatir, pelajaran ini bisa menjatuhkan siswa. ”Kami khawatir kalau tentukan batas tinggi, siswa bisa tidak lulus. Apalagi, kan ada beberapa siswa yang rawan, tidak teliti mengerjakan,” ujar Teti Hartiwi, guru kelas VI SDN Tikukur II, Bandung. Di sekolah yang sarana prasarananya masih di bawah Sekolah Standar Nasional (SSN) ini, nilai SKM Matematika ditentukan hanya 3,3. Jauh lebih rendah dari dua mata pelajaran lainnya yaitu IPA dengan nilai 4 dan Bahasa Indonesia sebesar 6. Dari hasil pra-UASBN 15 persen dari 38 siswa di sekolah ini capaian nilainya masih mengkhawatirkan, dekat batas kelulusan minimal ini. Berdasarkan ketentuan Pedoman Operasional Standar (POS) UASBN 2009, nilai kelulusan UASBN ditentukan dari masing-masing sekolah. Kelulusan ditetapkan melalui rapat dewan guru yang mencakup nilai minimum tiap mata pelajaran dan nilai rata-rata ketiga mata pelajaran. Kelulusan UASBN ini digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Di SDN Ciujung 3 Kota Bandung, hanya Matematika yang ditetapkan tidak naik batas SKM di tahun ini. Nilainya 4,0. Sementara Bahasa Indonesia dan IPA diputus kan naik masing-masing sebesar 0,5 poin dari tahun lalu.” Nilai ini (Matematika) tidak bisa dinaikkan karena masih ada siswa yang dapat nilai sebesar ini dari hasil pra-UN,” ucap Sumarya, Kepala SDN Ciujung 3. Sekolah dasar unggulan macam SDN Merdeka V-IV pun tidak berani mengambil SKM tinggi. Di sekolah ini, ancang-ancang SKM untuk pelajaran Matematika sebesar 3,75. Tidak jauh berbeda dari tahun lalu. ”Kita juga harus tetap realistis meski dituntut nilai tinggi,” ujar Kepala SDN Banjarsari II Indrawati dari sekolah unggulan lainnya. Di dalam skema Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Matematika dipatok sebesar 66,46 di SDN terfavorit di Kota Bandung ini. Di saat mayoritas sekolah masih mematok nilai kelulusan rendah, SLB A Negeri Kota Bandung justru berani menyamakan standar kelulusan dengan UN. Nilai rata-rata kelulusan 5,5 dengan tidak boleh ada nilai di bawah 4,0. Jadi, kalau ada siswa punya nilai 9 dan 10 pada Bahasa (Indonesia) dan IPA tapi nilainya 3,9, ia tidak lulus UASBN, ucap Amuda, Wakil Kepala SLBA Negeri Kota Bandung. LEBIH BAIK Tahun ini, pembuatan soal Matematika di UASBN juga melibatkan Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI). Menurut Presiden AGMI, Firmansyah Noor, ini adalah sebuah langkah terobosan. Kami dilibatkan dalam proses validasi untuk mencek bahasa, struktur, dan konsep soal. ”Tapi, tanpa mengubah materinya. Pemerintah daerah lebih berani mengakomodasi pihak yang punya kompeten,” ucapnya. Ia meyakini, kualitas soal Matematika UASBN lebih baik dari ujian nasional, baik di tingkat SMP maupun SMA sederajat. Keterlibatan daerah pun lebih banyak, yaitu 75 porsi pembuatan materi soal berada di provinsi sedangkan sisanya di pusat. Berdasarkan hasil pemantauan, kualitas soal Matematika UASBN lebih variatif dengan ragam tingkat kesulitan. (kom)
EKSAK
EDISI 01/TAHUN 2009
Fisika Lebih Menyenangkan
Berlibur Bersama Fisika
Imajinasi lebih utama daripada pengetahuan. Pengetahuan bersifat terbatas. Imajinasi melingkupi dunia. -Albert Einstein-
I
pengajaran tidak jarang didasarkan atas kemampuan mengerjakan soal-soal ujian akhir, bukan pada penguasaan makna fisis dari rumus tersebut. Sebagai contoh, hampir semua orang di kelas tahu hukum kedua Newton, F = m.a, tetapi mungkin tak pernah terbayangkan bahwa rumus tersebut dapat menceritakan mengapa orang-orang gendut lebih suka main tarik tambang daripada lari 100 meter. Kemudian, siapa yang tak mengenal persamaan terkenal Einstein E = mc2? Sayang, sedikit sekali orang yang mengetahui bahwa massa sebuah buku fisika dasar mengandung energi yang dapat membawa suatu wahana antariksa ke bulan! Salah satu penyebab persepsi negatif tentang fisika adalah bahwa ilmu tersebut seringkali diajarkan tanpa penghayatan sehingga terasa menyebalkan. Padahal, melalui fisika kita dapat mengetahui banyak hal. Seorang pelajar yang mulai mempelajari ilmu ini tidak perlu jauh-jauh mengunjungi laboratorium untuk melihat fenomena fisika. Kapan pun dan dimana pun ia dapat berimajinasi (menghayal) tentang lingkungan sekitarnya. Keindahan warna bunga yang tampak oleh mata, musik yang terdengar nyaman di telinga, air terjun yang memikat, aliran angin yang sejuk, adalah sedikit contoh dari fenomena fisika sehari-hari. Penjelasan bahwa setiap warna memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda dan bahwa benda-benda menyerap serta meradiasikan panjang gelombang tertentu sehingga sampai ke mata kita, dapat dibaca dalam buku fisika. Akan tetapi seringkali orang tidak peduli dengan penjelasan itu karena tidak berimajinasi sehingga ia lupa akan keindahan alam dan tidak memiliki rasa ingin tahu. Imajinasi lahir dari lingkungan yang mendukung seseorang agar memikirkan berbagai fenomena di sekitarnya. Jika masyarakat sekitar atau keluarga di rumah tidak menghargai kebebasan berpikir maka daya imajinasi sulit untuk berkembang. Hampir semua fisikawan terkenal adalah orang-orang yang suka berimajinasi dan seringkali dikatakan sebagai pemikir “radikal” karena dianggap aneh oleh lingkungan yang seringkali bersifat dogmatis. Einstein adalah contoh populer dari orang yang suka berimajinasi dan
Kreativitas Guru
GELAS TERTAWA SIAPKANLAH : Paku, gelas stirofom, benang, air LANGKAH KEGIATAN 1. Buat lubang pada bagian tengah dari dasar gelas dengan bantuan paku 2. Masukkan benang melalui lubang tersebut lalu buat simpul pada ujung benang sehingga benang yang sudah dimasukkan tadi tidak lolos kembali. 3. Basahi benang dengan air. Pegang gelas dengan salah satu tangan, pegang benang dengan tangan satunya. APA YANG TERJADI? Terdengar suara yang lucu MENGAPA? Suara adalah getaran. Pada percobaan ini getaran terjadi pada benang yang dihasilkan oleh gesekan tangan. Karena gelas mempunyai ruang kosong maka getaran atau suara yang dihasilkan menjadi lebih keras terdengar. Air gunanya membuat benang lebih mudah meluncur dan menghasilkan getaran saat digesek dengan tangan. Jadi kalau tidak ada air maka suaranya hampir tidak muncul. TANTANGAN - Bagaimana jika gelas stirofom diganti dengan gelas dari bahan lain seperti plastik atau kertas? - Bagaimana jika ke dalam gelas diisi benda-benda kecil seperti pasir atau tepung? - Bagaimana jika benang diganti senar?
KILAS EKSAK FISIKA
dengan Imajinasi TULAH sepatah kata yang pernah dikatakan oleh Einstein. Berbicara tentang fisika dapat menimbulkan tanggapan yang beragam. Bukan gosip lagi kalau fisika merupakan salah satu “hantu” yang ditakuti oleh banyak pelajar, baik itu di tingkat menengah, umum, dan bahkan di perguruan tinggi. Sebagian orang menghafalkan rumusrumus fisika layaknya buku sejarah tanpa menyadari maknanya. Ada juga yang pasrah karena menganggap fisika hanyalah milik orang-orang yang serius, cerdas, gila matematika, dan pada umumnya“kurang gaul”. Bahkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa menjadikan fisika sebagai karier hidup adalah pilihan yang salah karena “masuknya”mudah tapi “keluarnya”susah. Dengan kata lain, menjadi mahasiswa fisika tidaklah sulit tapi lulusnya setengah mati dan kerjanya palingpaling menjadi guru atau kalau beruntung bisa menjadi dosen. Beberapa pelajar mengagumi fisika karena membaca berita mengenai keberhasilan tim olimpiade fisika atau membaca buku tentang kehidupan para ilmuwan besar. Sayang, banyak juga yang hanya sebatas mengagumi tidak sampai menghayati atau mendalami fisika. Seringkali orang yang menguasai fisika dianggap sebagai orang “keren” sekaligus “aneh” karena mau belajar sesuatu yang sulit, padahal kalau jadi pengusaha bisa kaya-raya. Persepsi-persepsi demikian mengakibatkan masyarakat umum cenderung menggemari ilmu lain seperti metafisika. Di saat negaranegara lain berusaha untuk menyadarkan masyarakatnya agar tidak “gatek”alias gagap iptek negara kita melalui beberapa media massa tampaknya bekerja keras meyakinkan masyarakat agar tidak“gagib”atau gagap gaib. Padahal, penyampaian informasi ini menggunakan aplikasi fisika dan elektronika. Singkatnya, menemukan orang yang menyukai fisika bagaikan mencari jarum pentul di dalam tumpukan jerami. Banyak sekali pelajar atau mahasiswa yang sabar menunggu penayangan rumus-rumus fisika di papan tulis, kemudian mengerjakan soal-soal fisika. Dari pengalaman, soal-soal tersebut diselesaikan dengan cara ”gotongroyong” karena hanya sedikit orang yang bisa atau mau mengerjakannya. Keberhasilan
13
mengembangkannya. Ia membayangkan bagaimana seandainya ia dapat bergerak dengan kecepatan cahaya. Pemikiran aneh ini menghasilkan teori relativitas khusus yang sampai kini masih digunakan. Hal yang sama dilakukan oleh Newton. Kalau saja ia tidak suka melamun dibawah pohon apel mungkin hukum gravitasi universalnya tidak ditemukan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Melalui imajinasi, kesadaran untuk mengamati fenomena alam dan membaca buku-buku fisika akan muncul dengan sendirinya. Sebagai contoh, molekul air (H2O) terdiri atas dua buah atom hidrogen dan sebuah atom oksigen. Kita tentu tidak mungkin melihat molekul air dengan mata telanjang. Akan tetapi, kita bisa berimajinasi bahwa molekul-molekul tersebut berukuran kecil sekali sehingga tak tampak. Oleh karenanya, jumlah molekul yang menyusun suatu benda haruslah sangat banyak. Melalui imajinasi kita tergerak untuk mempelajari bahwa satu mol molekul air (yang beratnya sekitar 18 gram) mengandung sekitar 6 x 1023 molekul. Jadi, satu sendok air ternyata terdiri atas sekitar 1022 molekul. Jumlah itu sangatlah besar. Jika seluruh penduduk Indonesia diberi tugas untuk menghitung satu per satu molekul berbeda tiap 5 detik maka itu membutuhkan waktu bermiliar-miliar tahun! Fisikawan tidak membuat rumus-rumus untuk dihafalkan atau ditulis pada telapak tangan. Rumus-rumus dibuat untuk memahami fenomena-fenomena alam dalam bentuk yang ringkas, indah, universal, dan berguna untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut fenomena tersebut. Memang, fisika tidak mungkin terlepas dari matematika. Tanpa definisi matematis, fisika sangat sulit dikembangkan dan dimanfanfaatkan sebagai teknologi. Meskipun demikian, untuk mempelajari dasar-dasar fisika seseorang tidak perlu menjadi “gila” matematika ataupun menjadi serius dan takut tak dapat pacar karena “kurang gaul”. Belajar fisika memang tidak mudah, tapi dengan melepaskan diri dari pemikiran yang dogmatis dan keinginan untuk berpikir bebas, imajinasi akan muncul dan bisa menjadi petualangan yang menyenangkan bagi siapa pun. (fisik@net)
BERLIBUR merupakan keinginan bagi setiap orang. Terutama jika bermain ke lokasi yang menciptakan berbagai adrenaline yang tinggi, seperti Dunia Fantasi. Ketika kita saksikan masing-masing permainan, ternyata semua permainan di sana menggunakan konsep ilmu fisika. Dan hal demikian dijadikan sebagai laboratorium raksasa untuk mempelajari mata pelajaran fisika. Dimulai dengan Roller Coaster. Kendaraan tanpa mesin dan hanya menggunakan semacam ban berjalan (conveyor belt). Lintasan pertama sengaja dibuat lebih tinggi dari puncak bukit (loop), agar pada lintasan-lintasan berikutnya mendapatkan dorongan dari lintasan yang sebelumnya. Gaya Sentrifugal yang dirasakan penumpang bukan hanya pada loop saja, tetapi juga pada belokan-belokan tajam yang dibuat sepanjang lintasan. Alangkah baiknya jika Anda membiarkan tubuh terlempar berlawanan arah lintasan sambil berteriak kencang, jika ke kanan tubuh Anda ke kiri atau bahkan sebaliknya. Selain itu, permainan lainnya adalah Swinging Boat atau Kora-kora. Permainan ini sengaja mengutamakan percepatan maksimum, akibat pergerakan Korakora bagaikan sebuah bandulan. Pada lintasan terbawah terdapat suatu ban yang mendorong Kora-kora selalu berayun dengan sempurna. Berbagai permainan lainnya adalah arena The Swing atau Ontanganting, Bom-bon Car dan lain sebagainya selalu menggunakan konsep fisika. Setelah Anda memahami dan mengetahui lebih lanjut, maka perasaan taku atau pun enggan pada fisika akan terkikis dengan sendirinya. Fisika merupakan ilmu yang menyenangkan, terutama jika dipraktikkan dalam sebuah laboratorium raksasa seperti Dunia Fantasi, Disney Land ataupun Disney World. (Prof.Yohanes Surya, Ph.D/rmb)
Kreativitas Guru
HARMONIKA SATU NADA SIAPKANLAH : 2 Potongan Stik es krim dengan panjang 7 cm, potongan balon ukuran 3 cm x 1 cm, karet gelang LANGKAH KEGIATAN 1. Ikatkan salah satu ujung balon pada ujung stik es krim. Tarik balon dengan kencang dan ikatkan ujung satunya di ujung lain dari stik es krim. Balon menempel rapat di atas stik es krim. 2. Pasang stik es krim satunya di atas balon, sejajar dengan stik es krim yang pertama tadi. Ikat kedua stik es krim supaya tidak lepas. Jadi, balon berada di antara kedua stik es krim. 3. Tiuplah dengan kencang melalui celah antara stik es krim. APA YANG TERJADI? Terdengar suara yang nyaring MENGAPA? Udara yang mengalir melalui tiupan napas membuat potongan balon bergetar atau bergerak naik turun. Getaran balon membuat udara bergetar . Getaran inilah yang kita dengar sebagai suara. TANTANGAN - Bagaimana jika balon ditarik lebih kencang atau lebih longgar? - Bagaimana jika balon diganti potongan plastik tipis?
ENGLISH CORNER
EDISI 01/TAHUN 2009
14
Optimalisasi Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Oleh: Jasman Syah )* - (
[email protected])
P
ERKEMBANGAN sains dan technology akhir-akhir berdampak cukup besar terhadap cara dan gaya belajar siswa. Pesatnya perkembangan Tekhnologi Informasi termasuk didalamnya internet, membuat para pelajar lebih mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Selain itu para guru juga harus bias beradaptasi dengan pesatnya perkembangan tersebut, karena sangat berpengaruh terhadap model dan media pengajaran yang diterapkan di kelas. Pembelajaran Bahasa Inggris yang diterapkan pada level SD sampai PT saat ini semakin terasa maanfaatnya. Manfaat yang dulu dirasakan sebagai kewajiban kurikulum, saat ini sudah semakin bergeser menjadi sebuah media atau alat untuk belajar. Media dan alat belajar yang penulis maksudkan disini adalah bagaimana bahasa Inggris digunakan untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya melalui dunia maya (internet), memahami sumber belajar dalam bahasa Inggris, komunikasi lintas bahasa dengan jutaan orang leat milis, facebook, freindster guna bertukar informasi dan budaya satu sama lain. Sayangnya, segudang manfaat yang dapat dirasaakan dari penguasaan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional tidak sebanding lurus dengan motivasi dan kemauan para siswa kita untuk menguasainya. Mungkin kita pernah bahkan sering mendengar siswa kita mengungkapkan beberapa pernyataan sinis ihwal Bahasa Inggri, seperti Bahasa Inggris adalah bahasa Iblis, bahasa neraka, bahasa susah, tidak konsekwen, bikin bete, bikin ngantuk,, dan sejumlah ungkapan apatis lainnya sering terlontar dari mulut sebagian siswa ihwal pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Suara sumbang seperti itu acap kali terdengar oleh penulis, bahkan pernah terungkap dan dialami oleh penulis sendiri ketika masih duduk di bangku sekolah menengah Apakah benar demikian? Phenomena tersebut menjadi suatu masalaah tersendiri bagi penulis saat ini ketika penulis telah menjadi seorang guru (guru bahasa Inggris) dan kebetulan mengajar di sebuah SLTA yang berada di daerah. Masalah tersebut kemudian menjadi objek kajian yang menantang untuk ditemukan jawabannya mengapa mereka berplilaku seperti itu. Sambil mengajar dan berinteraksii di kelas, seringkali penulis mengamati sambil melontarkan pertanyaan seputar pengalaman mereka belajar bahasa Inggris sebelumnya. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana motivasi dan apresiasi mereka terhadap pelajaran bahasa Inggris. Karena sebagai guru, penulis berupaya mencari formula yang tepat untuk mengajar siswa-siswa dengan kondisi seperti ini, dimana banyak sekali diantara mereka yang kurang memilikimotivasi dalam belajar bahasa Inggris.. Penulis berasumsi bahwa pengalaman seperti ini akan banyak dialami oleh guru dan siswa yang lain terutama di daerah. Lain halnya kalau siswa tersebut berada di perkotaan. Biasanya mereka memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar, tidak terkecuali dalam bahasa Inggris. Hal ini tentu tidak akan menjadi kesulitan bagi guru jika berhadapan dengan siswa seperti ini. Lalu bagaimana dengan guru yang kebetulan mengajar di daerah?. Menjadi guru di daerah apalagi guru bahasa Inggris, matematika, Fisika, dan sejenisnya memiliki tantangan dan hambatan yang tidak ringan. Mulai dari motivasi belajar, faktor lingkungan, ekonomi, sosial, dll adalah sejumlah penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Selain itu, kurangnya sarana belajar yang disediakan pihak sekolah (baca: pemerintah) juga menjadi suatu kendala yang tak terbantahkan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Bila kita sebagai guru menghadapi kondisi seperti itu ada beberapa hal yang mungkian
bisa kita bisa kita lakukan untuk memecahkannya: PERTAMA, sebelum masuk kelas tancapkan kembali niat yang tulus, bahwa kita akan benarbenar mentransfer ilmu yang kita miliki dengan maksimal. Eksistensi kita selama berada di kelas akan memberi manfaat yang tak terhingga buat siswa. Tumbuhkan keyakinan bahwa kita akan menjadi orang yang sangat bermanfaat buat anak didik kita. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk yang lainnya. KEDUA, karena guru memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan belajar mengajar, yang mampu menciptakan “skenario apa pun”,maka sudah selayaknya seorang guru memiliki kepribadian yang kuat, ramah, familier, simpatik, berempati tinggi terhadap setiap kejadian yang menimpa siswa, termasuk kepada siswa yang kurang, baik dalam prestasi akademik maupun dalam motivasinya. Selama ini banyak guru yang memarahi siswa, bahkan menghukumnya apabila ada siswa yang dianggap tidak memperhatikan KETIGA, pada saat warming up atau pemanasan di awal, cobalah kita berdialog dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sangat ringan. Tidak harus melulu dari materi sebelumnya tapi bisa di sekitar kehidupan mereka.Termasuk kita boleh bertanya tentang pacar mereka. Hal ini biasanya akan sangat menarik karena akan memancing perhatian yang penuh, dan yang terpenting diungkapkan dalam bahasa Inggris. KEEMPAT, pada saat pembelajaran berlangsung, kita berusaha menyatu dengan dunia mereka. Dalam arti kita memahami, merasakan, sekaligus mengapresiasi gejolak perasaan mereka. Maka, ketika kita membuat contoh-contoh kalimat, buatlah contoh kalimat yang bernuansa cinta, kasih sayang terhadap lawan jenis yang erat kaitannya dengan dunia mereka, dan disesuaikan dengan situasi local dimana kita mengajar. Contoh kecil, kita suruh siswa menerjemahkan kalimat;“Aku sudah mencintaimu sejak dulu”.Kata-kata seperti ini tentu akan sangat menarik dan boleh jadi membuat penasaran mereka untuk mencoba menerjemahkannya, karena ini realitas dunia mereka. Maka pada saat yang bersamaan kita akan dengan mudah menerangkan materi Tenses Perfect Continuous karena kalimat akan menjadi I have been loving you since ago. Pada writing section, suruhlah siswa untuk menulis surat cinta, ungkapkan dengan jujur gejolak perasaan mereka, dan kita sebagai guru tidak usah tabu berbicara seperti ini, selama diungkapkan dengan bahasa Inggris. Kita berusaha menciptakan suasana seceria dan seseru mungkin sehingga siswa fun with English. KELIMA, terapkan model-model pembelajaran yang variatif, agar para siswa tidak jenuh. Selain itu, manfaatkan media belajar dalam setiap menyampaikan materi ajar kepada mereka. Hal ini dimaksudkan agar materi yang disampaikan cepat dicerna para siswa, dan tentunya akan lebih menarik. KEENAM, jangan pernah bosan untuk selalu memberikan semangat kepada para siswa agar motivasi belajarnya terus meningkat. Selain itu, berikan penjelasan kepada mereka akan pentingnya penguasaan terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa dunia dalam menjalani kehidupan sekarang. KETUJUH, jika mungkin undang Native Speaker untuk berkomunikasi langsung dengan para siswa. Hal ini akan menumbuhkan semangat belajar siswa karena dapat
berkomunikasi langsung dengan penutur bahas asli (native speaker). KEDELAPAN, akhiri setiap pertemuan dengan doa yang tulus dari kita sebagai guru. Semoga ilmu yang baru mereka terima, menjadi bekal yang bermanfaat untuk hidupnya kelak. Siapa tahu dari doa inilah ilmu tersebut akan membawa kemaslahatan dan keberkahan bagi kehidupan para siswa kelak. Tentu, ini hanya sebagian kecil dari strategi pembelajaran bahasa Inggris, karena untuk menuju ideal banyak hal yang dibutuhkan, seperti ketersediaan sarana audio visual, laboratorium bahasa, dll. Untuk mencapai proses pembelajarn yang optimal tidak hanya tanggungjawab guru, tetapi juga siswa/pelajar. Karena itu pelajar juga harus mengimbnagi usaha-usaha guru dengan berusaha menjadi pelajar dan baik. Untuk pembelajar Bahasa Inggris, ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam bahasa Inggris :
1. Menanamkan semangat dan motivasi belajar Banyak orang berhasil karena dimulai dengan kesungguhan dalam belajar. Kesungguhan dalam belajar salah satunya disebabkan oleh adanya motivasi yang tinggi untk menguasai pelajaran tersbeut. Semangat dan motivasi belajar sangat pentung untuk mencapai tujuan utama yaitu pengauasaan terhadap bahasa Inggris;
2. Perbanyak membaca buku, artikel, tulisan dalam bahasa Inggris Ingat, pertama-tama membaca pasti akan ada banyak kosa kata yang kita tidak kenal. Jangan menyerah. Artikan setiap kata dengan bantuan kamus, dan tulis arti kata tersebut di bawahnya. Percaya pada saya, dalam beberapa minggu, anda pun akan berhenti membuka kamus setiap 2 menit dalam membaca tulisan sejenis.
kesayangan. Tulis kosa kata yang anda pelajari di sebuah buku tulis khusus. Dengan begitu kosa kata tidak akan hilang dan anda akan menyadari kemajuan yang telah anda dapat. Bagi mereka yang memiliki akses email mudah, ikutilah milis Oxford English Dictionary yang akan mengirimkan satu kata dan artinya setiap hari.
5. Coba menulis dalam bahasa Inggris Tidak berarti harus langsung menulis karya sastra. Cukup kalimat-kalimat pendek, dan kemudian disusul dengan paragraph pendek. Lalu coba koreksi sendiri tulisan tersebut. Jangan selalu mengandalkan Word Spelling check, karena fungsi ini tidak bisa diandalkan untuk memeriksa kesalahan grammar.. Kuasailah grammar dasar dan ikuti peraturannya dengan telaten. Tidak perlu terburu-buru menulis kalimat yang panjang dan kompleks. Mulai dengan kalimat pendek dengan kosa kata yang simpel. Dengan berjalannya waktu, penguasaan grammar dengan baik dan timbunan kosa kata di bank memori anda, anda pun akan bisa menghasilkan sebuah cerpen atau blog dalam bahasa Inggris.
6. Cari teman ngobrol dalam bahasa Inggris Pasti banyak teman anda yang juga sedang berjuang mempelajari bahasa Inggris, kenapa tidak belajar bareng-bareng? Ajak teman anda untuk meluangkan waktu berbicara bahasa Inggris dengan anda, entah sekedar ngegosip, membaca dialog atau cerita, atau berdiskusi. Kalau malu, cari tempat dan waktu dimana anda tidak akan diganggu, taman kota, lorong kampus atau kamar kost. Kalau enggan, latihan saja sendiri di kamar. Lafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris atau baca novel kesayangan dengan lantang. Dengan melantunkan sebuah lagu kita pun jadi gampang mengingatnya. Sama dengan tulisan, dengan melantunkan sebuah puisi, kita pun akan mengingat bait-baitnya dengan lebih mudah.
7. Artikan lagu kesayangan anda 3. Perhatikan pengucapan kata Memang kadang sangat susah mengucapkan suatu kata bahasa Inggris dengan baik, tapi bukan berarti tidak mustahil. Jangan keras kepala dan mengucapkan suatu kata seperti halnya bahasa Indonesia. Logat tidak akan bisa hilang, tapi usahakan untuk memperhatikan pengucapan.. Untuk ini yang pertama harus dilakukan adalah menguasai penguasaan abjad, dan kemudian perhatikan phonetik yang sering dicantumkan dalam kamus.
4. Perbanyak kosa kata anda Langkah pertama akan memperbanyak kosa kata anda secara tidak langsung, tapi tidak ada salahnya mendedikasikan 15 menit setiap hari untuk belajar kosa kata baru. Bisa dengan mengulang kosa kata yang didapat dari bacaan, berusaha mencerna lirik dalam musik, atau berusaha untuk menangkap dialog dalam film
Setiap orang pasti mempunyai lagu kesayangan. Kalau kebetulan lagu kesayangan anda dalam berbahasa Inggris, kenapa tidak coba diartikan? Akan bisa lebih menghayati lagu tersebut, dan anda pun akan menambah bank kosa kata.
8. Coba menonton film berbahasa Inggris tanpa membaca terjemahan Pertama-tama akan membuat pusing kepala, tapi latihan ini sangat penting. Otak anda pun akan terlatih untuk ter-set dalam bahasa Inggris. Bisa berpikir dalam bahasa Inggris akan membantu ketika anda harus mendengarkan, berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris. *) Penulis adalah guru SMAN 1 Sagaranten Kab. Sukabumi, Ketua Klub Guru Cab. Sukabumi, dan dosen di beberapa PT di Sukabumi
PROFIL
EDISI 01/TAHUN 2009
15
Mampuono, S.Pd.,S.Pd. Juara Asia P acific Innovative TTeacher eacher Competition Pacific
”Di Mana Ada kemauan di Situ Ada Jalan”
B
ERPRESTASI tentu bukan hanya kebanggan siswa atas keberhasilannya di kelas. Citra membanggakan itu juga merupakan hak bagi setiap guru atas prestasinya dalam menciptakan inovasi dalam dunia pendidikan. Sebuah penghargaan bisa pula menjadi titik balik bagi seorang guru ketika menginginkan ’penghargaan lebih’ yang kemudian makin menyejahterakannya. Salah satu sosok guru berprestasi yang mampu menciptakan gairah tersendiri dalam pembelajaran adalah Mampuono, S.Pd.,S.Pd. Ketua Klub Guru Jawa Tengah ini sudah merasakan kebanggaan mengenyam prestasi yang luar biasa. Berbekal pengalaman sebagai juara Microsoft National Innovative Teachers Competition 2007, pria kelahiran 21 Januari 1970 ini mampu menjadi yang terbaik di ajang Asia Pacific Innovative Teacher Competition 2008. Apa dan bagaimana pengalaman rekan guru kita ini? Berikut wawancaranya. Pak Mampu, bisa berbagi pengalaman asyiknya menjadi salah satu guru yang berhasil mengharumkan nama bangsa lewat sebuah perlombaan membuat media pendidikan bertaraf internasional, yang pernah Bapak raih bebera waktu lalu…? MP: Bagi saya berangkat ke LN sebagai wakil dari seluruh guru Indonesia merupakan tugas yang tidak ringan. Pada saat itu saya berangkat bersama Pak Bakrowi dari Balik Papan, Kaltim, Pak Anim Hadi Susanto dari Madiun, Jatim dan saya sendiri dari SMP negeri 18 Semarang, Jateng serta Rima Malfiensy, seorang mahasiswa UNJ. Kita berempat adalah para pemenang lomba Microsoft National Innovative Teachers Competition 2007. Kalau dibilang asyiknya, mungkin benar bahwa pergi ke LN pertama kali tentu asyik dan sulit terlupakan. Tetapi tugas yang tidak ringan telah menanti. Kita harus bisa membuktikan kepada para guru dari negara-negara lain di Asia Pacific bahwa para wakil dari Indonesia juga cukup qualified untuk bersanding dengan mereka. Ingat, mereka juga seperti kita, para pemenang di negaranya masing-masing. Jadi kita harus bekerja keras agar paling tidak salah satu dari kita menjadi pemenang di event Asia Pacific Innovative Teacher Competition 2008 yang dilaksanakan dihotel Sheraton kota Hanoi di Vietnam tersebut. Alhamdulllah rezeki jatuh ke tangan saya. Saya dinyatakan sebagai salah satu yang terbaik. Bagaimana asal muasalnya, sehingga Bapak bisa mewakili lomba tersebut…? MP: Tahun 2007 Microsoft Indonesia mengadakan lomba Microsoft National Innovative Teachers Competition 2007. Saya menjadi salah satu dari lima orang finalis dari seluruh Indonesia yang dundang oleh Microsoft untuk melakukan presentasi di hotel Manhattan Jakarta. Hasilnya, saya dinyatakan sebagai juara ketiga dan akan turut dikirimkan ke even yang sama di tingkat Asia Pasifik. Ada sedikit “kecelakaan” kecil yang saya alami pada waktu itu. Paper yang saya siapkan ketinggalan dan presentasi yang saya siapkan semuanya dalam bahasa Inggris dianulir karena saya harus menyampaikannya dalam bahasa Indonesia. Saya kemudian berusaha memperbaiki kesalahan tersebut untuk persiapan yang lebih baik di tingkat Asia Pasifik. Saya masih ingat komentar salah satu juri yang mengatakan bahwa yang menjadi juara ketiga di tingkat nasional belum tentu tidak bisa menjadi juara pertama di tingkat Asia Pasific. Dan hal itu memacu semangat saya untuk berbuat yang lebih baik. Tentu saja dengan dukungan dari kawan-kawan sesama pemenang yang berangkat dari tanah air. Apa sebenarnya makna dari prestasi tersebut bagi Bapak dan pengembangan pembelajaran inovatif di negeri ini…? MP: Bagi saya prestasi tersebut adalah sebagian dari perjalanan hidup yang mungkin sudah ditakdirkan dari Allah SWT dan harus saya jalani. Saya berharap hal itu bisa memberikan motivasi dan inspirasi tersendiri baik kepada diri saya pribadi, anak didik, maupun teman sejawat bahwa jika kita bersungguh-sungguh maka Tuhan akan memberi jalan sesuai impian kita. Demikian juga hal itu semoga bisa memotivasi kawankawan guru di Indonesia untuk dapat menerapkan pembelajaran yang mengintegrasikan IT secara inovatif.
Sekarang apa kesibukan Bapak pasca menjadi yang terbaik, dan apakah masih terus mengerjakan hal-hal inovatif membuat model pembelajaran…? MP: Prinsip saya, sebagai guru kita tidak boleh berhenti belajar dan berinovasi. Setelah saya menciptakan template multimedia pembelajaran interaktif untuk guru yang bisa di download di http:// www.mampuono.multiply.com, kini saya sedang menciptakan juga template game edukasi yang nantinya bisa dimanfaatkan oleh guru untuk mengajar dengan menggunakan game. Lalu, apakah kawan-kawan guru lain bisa melakukan hal yang sama dengan Bapak? Bisa berbagi tips dan triknya…? MP: Tentu. Saya bukanlah orang yang cerdas. Saya yakin banyak sekali guru yang cerdas dan lebih pintar dari saya. Jika mau mereka sangat mungkin bisa melakukan hal yang lebih dari apa yang saya lakukan. Prinsip saya, rajin pangkal pandai dan bisa karena biasa atau practice makes perfect, serta di mana ada kemauan di situ ada jalan. Tips triknya adalah PTK (Pelajari, Tiru, dan Kembangkan).
Apa yang menurut Bapak kurang dan perlu diperbaiki pada diri seorang guru agar pendidikan di negeri ini sesuai harapan…? MP: Yang pertama dan sangat urgen untuk diperbaiki adalah mindset. Selama ini banyak guru yang cenderung merasa sudah cukup dengan pengetahuan dan skill yang mereka miliki. Dengan begitu mereka lebih banyak menutup diri terhadap perubahan. Oleh karenanya di dalam diri setiap guru kita harus tumbuhkan mindset inovatif dan kemauan untuk berbagi dan berkembang bersama (sharing and Growing Together). Saya rasa kehadiran KGI akan turut memacu perbaikan mindset ini. Kemampuan apa yang mutlak diperlukan oleh seorang guru agar anak didiknya mampu menyerap apa yang disampaikan guru? MP: Kemampuan menguasai materi ajar, kemampuan menyampaikan materi ajar (pedagogis), kemampuan menguasai kurikulum, kemampuan menguasai IT (untuk menyajikan PAIKEM = Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Energik, dan Menyenangkan), kemampuan public speaking, kemampuan human relation, kemampuan menguasai bahasa asing (opsional, jika perlu), dan kemampuan menjadi model yang bisa digugu dan ditiru. Soal menurunya etika dan budi pekerti anak didik yang banyak menjadi sorotan masyarakat, apakah Bapak mempunyai pendapat khusus tentang masalah tersebut…? MP: Tampaknya kemajuan zman memang selalu membawa dampak. Di antaranya adalah munculnya resiko degradasi moral yang dialami anak didik yang secara terus-menerus terjadi. Selama pemerintah bisa mengelola pendidikan yang sesuai dengan cita-cita luhur pendidikan nasional, yakni menciptakan manusia Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur, serta guru, orang tua, dan masyarakat bisa menjadi model yang baik bagi anak didik, saya kira resiko itu bisa diminimalkan.
Bicara mengenai guru era sekarang, apakah menurut Bapak sudah mampu mentransfer ilmu pengetahuannya kepada peserta didiknya…? MP: Jawabannya adalah relatif. Ada sekian juta guru di Indonesia dengan kemampuan menguasai materi ajar, kurikulum dan pedagogis yang beragam. Untuk mengukur keberhasilan sebuah transfer banyak sekali komponen yang terlibat, termasuk di dalamnya input siswa, infrastruktur, guru itu sendiri, dll. Yang jelas penelitian yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan Kelas I SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy) hasilnya masih sangat memprihatinkan. Kemampuan anak-anak kita masih tertinggal jauh dari bahkan dari negaranegara tetangga. Namun begitu kita jangan berkecil hati, kalau anak-anak kita dilatih benar-benar, mereka ternyata bisa berhasil menjadi juara-juara olimpiade mata pelajaran tingkat dunia.
Bapak punya cerita pengalaman menarik dan berkesan selama menjadi guru…? MP: Benar. Ada satu hal yang saya yakini betul, yaitu bahwa seorang murid juara insya Allah bisa dibentuk oleh seorang pelatih atau guru yang pernah menjadi juara. Analogi ini saya ambil dari pembuktian bahwa para juara bulutangkis atau tinju biasanya banyak dibentuk oleh para pelatih yang memang dulunya juara. Maksud saya begini. Saat saya menjadi PNS baru dan ditempatkan di SMPN 18 Semarang tahun 2005, saya mendapati bahwa pada setiap lomba bahasa Inggris, perwakilan dari SMPN 18 Semarang jarang sekali meraih kejuaraan. Saya berpikir kenapa selalu SMP A dan B yang menang? Kenapa bukan SMP 18? Saya yakin bila kita bisa memilih bibit terbaik dan memberinya training terbaik, mereka akan menjadi juara. Dan betul, setelah strategi itu saya terapkan, selama satu tahun pelajaran 2005-2006, dari 8 lomba bahasa Inggris yang kita ikuti, 7 diantaranya membuahkan kejuaraan untuk SMPN 18 Semarang.
BIODATA SINGKAT
Nama : Mampuono, S.Pd.,S.Pd. Tempat, Tanggal lahir : Semarang,21 Januari 1970 Agama : Islam Istri : Nurul Andriyani Anak : (1) Nadiva Andreabella Shazita; (2) Daffa Emirald Akamalpermana; (3) Davin Cheveyo Emirald Akmal Alamat : JL. Menoreh Utara IX Rt 09/I, Sampangan Semarang Telp : Hp. 02470378565 (CDMA); Hp. 085866449380 (GSM) Alamat Kantor : (1) SMPN 18 SEMARANG, Jl. Purwoyoso I/1Semarang; (2) Universitas Dian Nuswantoro Semarang; Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang Pendidikan : - Elementary school: SDN Gebangsari, Genuk Semarang - Junior High School: SMPN 20 Semarang - Senior High School: SMAN 3 Semarang - Chemistry under Graduate, IKIP Semarang, 1995 - English under Graduate, UNNES, 2002 - Animation and Game Tech, Graduate, UDINUS, 2008
Achievements :
- Teaching Chemistry in English Competition, First winner, Central Java, 2004. - Symposium of English Teachers, Best Presenter, Central Java - Multimedia Competition (Chemistry), Silver Medal, 2005, National - Website Competition, Second Winner, 2006, National - Multimedia Competition (Physic), Bronze Medal, 2006, National - Multimedia Competition (English), Bronze Medal, 2006, National - Action Research Compeztition (English), Gold Medal, 2006, National - Microsoft Innovative Teacher Competition (English), Bronze Medal, 2007, National - Microsoft Innovative Teacher Competition (English), Gold Medal, 2008, Asia Pacific - Educational Game Design and Development Competition, , Gold Medal, 2008, National
Email : -
[email protected] -
[email protected] -
[email protected]
Websites: - www.mampuono.6te.net - www.mampuono.multiply.com - www.mampumedia.com
Figur favorit : Prophet Muhammad, President Soekarno Buku Favorit : Al-Qur’an, Ihya’ ulumuddien Makanan Favorit : Tempe goreng Hobby : Speaking English, Creating Multimedia, game and Animation
SAGUSALA (Satu Guru Satu Laptop)
Program Laptop untuk Guru PROGRAM SAGUSALA adalah sebuah program realistis yang dirancang untuk menjawab permasalahan belajar guru agar mereka dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus menjadi Guru Abad 21. Laptop ini akan menjadi one tool for all teacher‘s purposes: Pertama, perangkat laptop ini dapat digunakan sebagai sumber dan alat belajar bagi guru dalam upaya pengembangan diri secara berkelanjutan (sustainable professional development) yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas . Kedua, selain sebagai alat dan sumber belajar laptop ini juga dapat dipakai untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan para guru di seluruh dunia menggunakan materi belajar kelas dunia. Laptop ini akan dapat membuat guru melakukan reformasi baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam cara mengajar. Agar benar-benar bermanfaat bagi guru, laptop dilengkapi berbagai materi pembelajaran yang dibutuhkan guru untuk pengembangan pribadi dan profesionalisme, seperti: Buku Sekolah Elektronik (ratusan buku BSE), Kumpulan soal Ujian Nasional (UNAS), Materi-materi pembelajaran interaktif, Digital Media Learning yang tersedia secara gratis dari berbagai sumber, dan perangkat-perangkat lunak untuk pengolah kata, data dan presentasi.
INFO: Sagusala : Telp. 031.70502007 Fax. 031.8969112 Klub Guru: Telp. 021.78836778 Fax. 021.78847363 Email:
[email protected] Website: www.sagusala.com atau hubungi cabang Klub Guru terdekat di Kota Anda
KLUB GURU
PAKET NOTEBOOK *)
ION - 8400 DL
HP - MINI 1000
HP COMPAQ PRESARIO CQ40-322TU
512 KB L2 Cache, 1.6 GHz, 667 Mhz FSB); Wireless 802.11 BG Network Connection; DDR2 RAM 1 GB , HDD 160GB SATA; Intel® Graphic Media Accelerator 950; Webcam; 1 year waranty; OS XP Home
10”, Intel Atom N270(1.6Ghz) , 1GB RAM, 60GB HDD, 802.11 b/g WLAN,Webcam & mic, Windows XP Home Basic.
14”, Intel Pentium dual core T3400 (2.16Ghz) , 1GB RAM, 250GB,HDD, 802.11b/g WLAN, webcam & mic, Windows Vista Home Basic
ACER-EXTENZA 4630Z-421G16MN
ZYREX-NTS238
Intel® Pentium Dual-Core Mobile Processor T4200, (1 MB L2 Cache, 2.1 GHz, 800 Mhz FSB), Wireless 802.11 BG Network Connection, 14.1" Wide XGA Acer CrystalBrite TFT LCD (200 NIT), DDR2 RAM 1 GB , HDD 160GB, BLUETOOTH, DVD SuperMulti Drive, Acer InviLink Nplfy 2,3 802.11 b/g/Draft-N Wi-Fi Gigabit Ethernet, 5-in-1 Media Reader,Crystal Eye High-Def webcam,OS Windows Vista Home Basic
Intel Pentium Dual Core T2390 (1.86Ghz), Wireless 802.11 b/g Network Connection, DVD-Super Multi, 1GB DDR2 RAM, 160GB HDD SATA, 14.1” WXGA, integrated webcam 1.3MP, 4 in 1 card reader, 10/100 Mbps LAN, 1 year warranty
ZYREX-BEE 106M
AXIOO-PICO DJJ 615
ASUS-EEEPC 701
ASUS-EEEPC 900HA
Intel Atom N270 (1.6Ghz), Wireless 802.11 b/g Network Connection, Intel 945GSE, Card Reader, Integrated webcam 1.3MP, 1 year warranty
1GB DDR2 Memory Visipro DDR2, 533/ 667 MHz - Expandable up to 2GB, 250GB SATA Momentus Seagate, 10/ 100 Mb Base-T Ethernet, Wireless 802.11 b/g, 1.3 MP Video Camera Module, Microsoft Windows XP Home 2003
Intel Mobile CPU, Linux , 7" TFT WVGA, 512 MB DDR II RAM, 4 GB SSD, 0.3 Mega Pixels WebCamera, Ethernet 10/100 Mbps, WiFi 802.11 b/g, Availaible Color : Black and White, Weight : 922 g , Battery: 4 cells
Intel Atom N270, DOS , 8,9" WSVGA, Memory 1 GB DDR II RAM,HDD 160 GB, Ethernet 10/100 Mbps , WiFi 802.11 b/g, 0.3 Mega Pixels WebCamera, Availaible Color : Black, Brown, Blue, Champagne Gold, Weight : 1127 g, Battery : 4 cells
KONTEN
*) produk dan paket sagusala ini dapat berubah sewaktuwaktu tanpa pemberitahuan.
INTERNET
PESONAEDU
BAMBOOMEDIA
PT PESONA EDUKASI merupakan pelopor pengembang Software Pendidikan di Indonesia yang ditujukan untuk Guru/Sekolah dan Orang Tua/Siswa yang telah lama merindukan alat bantu pengajaran yang memiliki simulasi interaktif kelas dunia untuk pelajaran Matematika, Fisika, dan Sains. Disajikan dengan Dwibahasa: Indonesia dan Inggris. Tersedia Versi Ringkas off line per volume per tahun, Versi Lengkap atau Versi Ringkas SpeedyEdu langganan per bulan. Info Klik www.PesonaEdu.com
BAMBOOMEDIA menyediakan materi belajar blog, dilengkapi tutorial yang mudah dipahami, sehingga guru dapat mengoperasionalkan blog dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran. Bamboomedia merupakan alternatif dan pelengkap. Mengemas pengetahuan dan keterampilan dan dan Internet (Computer Based Training/ Learning). INFO bisa disimak di www.bamboomedia.net
INTEL PC BASIC INTEL PC BASIC FOR TEACHER Aplikasi guru mahir berkomputer dan guru pintar ngeblog aplikasi tutorial dari Intel Corporation yang berisikan dasar-dasar pengenalan komputer, penggunaan aplikasi dokumen dasar (berbasis pada Microsoft Windows Vista dan Office), dan pengenalan untuk membuat blog (buku harian online) sebagai panduan Guru untuk dapat menggunakan komputer dengan benar, membuat bahan ajar dan rencana Pembelajaran, dan menulis melalui media elektronik.
KLUB GURU
BLOG.KLUBGURU.COM Sarana paling efektif yang dapat diamanfaatkan oleh para guru untuk membuat blog sebagai sarana pembelajaran berbasis IT atau eLearning, yang menunjang guru dapat berkolaborasi antar-guru (nasional/ internasional) dan benar-benar menggerakkan transformasi pendidikan di Indonesia. Info di www.klubguru.com
SUPERPEDIA RUMAH ILMU INDONESIA
WIKI SUPERPEDIA Ensiklopedia terlengkap yang memuat berbagai informasi dan dapat dijadikan sumber media pembelajaran. Wiki Superpedia merupakan Perintis Kamus Pendidikan Terlengkap di Indonesia. Kunjungi dan manfaatkan fasilitas istimewa ini di http:// superpedia.rumahilmuindonesia.net
demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
TELKOM-SPEEDY
Mobile8-MOBI
SPEEDY adalah produk Layanan internet access endto-end dari PT. TELKOM dengan basis teknologi Asymetric Digital Subscriber Line (ADSL), yang dapat menyalurkan data dan suara secara simultan melalui satu saluran telepon biasa dengan kecepatan yang dijaminkan sesuai dengan paket layanan yang diluncurkan dari modem sampai BRAS (Broadband Remote Access Server)
MOBI atau Mobile Broadband Internet, adalah sebuah layanan mobile internet baru dari Mobile-8. Dengan teknologi EVDO Rev A (3.5G) Anda bisa menikmati hi-speed broadband internet dengan harga yang murah. Dengan MOBILE8-MOBI Anda tak perlu lagi harus ke warnet untuk internetan, karena dengan mobi Anda sudah bisa berinternet kapan pun dan di mana pun Anda berada. Tersedia paket PRA BAYAR maupun PASCA BAYAR dan PAKET MOBI. www.mobile-8.com/mobi