MENULIS KARANGAN BERDASARKAN PENGALAMAN DI SEKOLAH DASAR DAN PEMBELAJARANNYA
Heri Suwignyo
[email protected] Dosen Jurusan Sastra Indonesia UM
Abstrak: Menulis karangan berdasarkan pengalaman penting dan perlu bagi siswa dan guru. Tuntutan terhadap kompetensi itu muncul di sekolah dasar, sekolah menegah pertama, dan sekolah menengah atas. Di SD kelas 5 siswa dituntut mampu menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan. Pengembangan materi pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman perlu diuraikan secara selaras antara jabaran subkompetensi dalam indikator, tujuan, dan materi pembelajaran. Ancangan pembelajaran kompetensi mengarang berdasarkan pengalaman, efektif dilakukan melalui proses menulis. Siswa perlu dilibatkan secara aktif-kreatif melalui kegiatan pra penulisan, penulisan draf atau karangan, perbaikan isi karangan, penyuntingan unsur mekanis karangan, dan pempubliksian karangan final. Kata kunci: menulis, karangan pengalaman, pembelajaran, menulis karangan pengalaman.
Menulis karangan berdasarkan pengalaman penting dan perlu bagi siswa di sekolah. Hal itu dibuktikan dengan dicantumkannya kompetensi tersebut dalam standar isi pembelajaran baik untuk satuan pendidikan dasar maupun satuan pendidikan menengah (KTSP, 2006). Terutama di sekolah dasar menulis karangan berdasarkan pengalaman dapat dijadikan pijakan awal yang mengarah pada kompetensi menulis kreatif. Pemanfaatan pengalaman diri sendiri untuk dijadikan karangan sangatlah mudah diterapkan. Siswa tidak perlu melakukan pengamatan, kegiatan pembacaan, dan wawancara. Setiap siswa tentu memiliki pengalaman berharga yang dapat disusun dan dikembangkan menjadi karangan. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara memilih dan menentukan pengalaman yang menarik untuk dituangkan menjadi karangan yang dibaca oleh orang atau siswa lain. Gejala yang sering tampak di sekolah (baca SD) adalah siswa kurang memperoleh bimbingan dari guru tentang bagaimana cara menulis karangan
berdasarkan pengalaman (hasil refleksi selama ongoing Teqip ke-3, 2012). Siswa cenderung menulis berdasarkan contoh dengan sedikit memperoleh bimbingan. Sebagian besar siswa memang mampu menulis karangan berdasarkan pengalaman, akan tetapi, kualitasnya belum optimal. Kecenderungan demikian tentu tidak dapat dibiarkan terus-menerus. Jangan-jangan, kondisi demikian itu akibat dari ketidakmampuan guru mengarang bedasarkan pengalaman. Atau janganjangan lagi sang guru kurang menguasai strategi dan prosedur pembelajaran menulis atau mengarang pada umumnya atau pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman. Pertanyaan dasarnya adalah apakah memang guru sudah mampu menulis karangan berdasarkan pengalaman? Jika sudah mampu menulis karangan berdasarkan pengalaman bagaimanakah strategi dan prosedur pembelajarannya? Bertolak dari dua pertanyaan dasar itu tulisan ini disusun.
9
10, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
APAKAH DAN BAGAIMANAKAH MENULIS KARANGAN BERDASARKAN PENGALAMAN? Pengalaman adalah barang apa yang telah dirasai (diketahui, dikerjakan dsb.) (KUBI, l976:28). Pengalaman selalu berkaitan dengan waktu, kejadian, dan peristiwa lampau. Untuk siswa kelas 5 SD waktu lampau yang relevan adalah ketika kelas 1 sampai dengan kelas 4. Kejadian
kemalaman tidur, kelamaan bermain, kelelahan menonton acara TV, kelelahan membantu ortu bekerja dsb.
adalah keadaan menjadi sedangkan peristiwa rangkaian kejadian yang memiliki hubungan sebab-akibat. Misalnya, mengantuk di kelas saat jam pelajaran adalah kejadian. Adapun kemalaman tidur, kelamaan bermain-main, kelelahan membantu orang tua (ortu) dsb. adalah unsur penyebab. Jika dirunutkan rangkaian kejadian yang membentuk peristiwa adalah
mengantuk di kelas saat pelajaran
kejadian akibat
unsur/faktor penyebab (kejadian penyebab)
Gambar 1.
Mengarang berdasarkan pengalaman bagi siswa kelas 5 SD efektif dikaitkan dengan kejadian mengesankan ketika masih di kelas 1 s.d. kelas 4. Kejadian yang mengesankan adalah kejadian yang sulit bahkan tidak dapat dilupakan. Kejadian yang telah berlangsung tiga atau empat tahun yang lalu rasanya baru saja terjadi kemarin atau sejam lalu. Sebaliknya, pengalaman yang tidak mengesankan biasanya cepat dilupakan. Secara psikologis/kejiwaan kejadiankejadian yang mengesankan adalah (a) yang pertama atau prime experience dan (b) yang kurang menyenangkan. Misalnya pertama naik pesawat, pertama masuk sekolah, pertama makan bakso dsb. Kejadian kurang menyenangkan cenderung sulit dilupakan, misalnya tersesat di keramaian, tercebur ke sungai, terjatuh dari pohon mangga, dihukum orang tua, dihukum di sekolah, berselisih dengan teman dekat dsb. Pengalaman memang ada yang bersifat internal pribadi dan eksternal dari orang lain. Pengalaman juga dapat bersifat langsung dialami sendiri atau melalui media, misalnya menonton, mendengar, dan membaca.
Lokasi kejadian dapat di mana saja, misalnya di rumah, di lingkungan tempat tinggal, di sekolah, di tempat umum, atau di tempat lain. Jawaban atas pertanyaan bagaimanakah mengarang berdasarkan pengalaman seharusnya dirancang dan dituangkan dalam indikator, tujuan, dan materi pembelajaran. Ketiganya merupakan satu unit isi pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman. Kompetensi dasar (KD) tersebut perlu dilengkapi dengan indikator pencapaian kompetensi, yakni (1) menuliskan pengalaman diri sendiri (yang lucu, seram, menegangkan, aneh, menyenangkan dsb) dengan pilihan kata yang tepat, (2) menuliskan pengalaman diri sendiri (yang lucu, seram, menegangkan, aneh, menyenangkan dsb) dengan menerapkan penulisan ejaan (penulisan huruf besar dan kecil, penulisan kata asli dan serapan, penulisan kalimat berita, tanya, dan perintah). Tujuan pembelajaran dari KD tersebut adalah setelah mengikuti pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman (kondisi/condition) siswa
Suwignyo, Menulis Karangan Berdasarkan Pengalaman dan Pembelajarannya, 11
(subjek/audience) dapat (perilaku/ behavior) (1) menuliskan pengalaman diri sendiri yang lucu dengan penulisan katakata yang menggambarkan suasana lucu dengan tepat (perbandingan/degree), (2) menuliskan pengalaman diri sendiri yang seram dengan penulisan kata-kata yang menggambarkan suasana seram dengan tepat (perbandingan/degree), (3) menuliskan pengalaman diri sendiri yang menegangkan dengan penulisan kata-kata yang menggambarkan suasana tegang dengan tepat (perbandingan/degree), (4) menuliskan pengalaman diri sendiri yang aneh dengan penulisan kata-kata yang menggambarkan suasana aneh dengan tepat (perbandingan/degree), (5) menuliskan pengalaman diri sendiri yang menyenangkan dengan penulisan kata-kata yang menggambarkan suasana senang dengan tepat (perbandingan/degree); (6) menuliskan pengalaman diri sendiri (yang lucu, seram, menegangkan, aneh, menyenangkan dsb) dengan menerapkan penulisan huruf besar dan kecil dengan tepat, (7) menuliskan pengalaman diri sendiri (yang lucu, seram, menegangkan, aneh, menyenangkan dsb.) dengan menerapkan penulisan kata asli dan kata serapan dengan tepat, (8) menuliskan pengalaman diri sendiri (yang lucu, seram, menegangkan, aneh, menyenangkan dsb.) dengan menerapkan penulisan kalimat berita, tanya, dan perintah dengan tepat). Materi pembelajaran untuk mendukung indikator tersebut tidak cukup jika hanya diberikan pengertian dan contoh-contoh. Dalam materi pembelajaran tersebut siswa perlu memperoleh prosedur, langkah-langkah, dan cara-cara mengarang berdasarkan pengalaman (Suwignyo, 2012). Pertama, sebelum menulis (i) memilih dan menentukan jenis atau sifat pengalaman tertentu baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, (ii) mengelaborasi kosakata dan istilah yang sesuai dengan jenis/sifat pengalaman terpilih, (iii) memberikan penampang urutan kejadian secara kronologis. Kedua, saat menulis (i) merangkai kosakata dan istilah yang sesuai dengan pengalaman
terpilih menjadi kalimat dalam penampang urutan kejadian, (ii) menghasilkan karangan berdasarkan pengalaman terpilih. Ketiga, pasca menulis (1) menyunting penggunaan (i) huruf besar dan kecil, (ii) kata asli dan serapan, dan (iii) kalimat berita, tanya, dan perintah; (2) memperbaiki karangan mencakup revisi ketepatan (i) pilihan kata, (ii) ketepatan penggunaan ejaan. Keempat, purna menulis memublikasikan karangan jadi (periksa Bull, l989:10). PEMBELAJARAN MENGARANG PENGALAMAN DENGAN ANCANGAN PROSES MENULIS Tahap Pra Penulisan (Getting it Out) Mengacu pada pembelajaran aktif, siswa tahap ini ditumbuhkan (i) motivasi dan minatnya untuk mengarang berdasarkan pengalaman, (ii) mendorong keberanian siswa mengungkapkan informasi dan perasaannya terhadap pengalaman yang dimiliki, (iii) membantu mereka mengidentifikasi calon pembacanya, dan (iv) menggali harapan atau idealisasi mereka terhadap karangan yang akan disusun. Untuk itu, strategi yang dapat dipilih adalah strategi curah pendapat dan strategi kartu indeks. Strategi Curah Pendapat atau Brainstorming Strategi curah pendapat atau brainstorming sangat tepat digunakan untuk menggali skemata siswa mengenai topik karangan, yakni pengalaman diri sendiri yang mengesankan. Prinsip dasarnya adalah (a) siswa bebas mengungkapkan „apa saja‟ tentang pengalaman diri sendiri, tanpa kontrol yang ketat dari guru apakah pernyataan yang dikemukakan siswa benar/salah, (b) siswa sekadar mendaftar apa saja yang dirasakan dan diketahuinya di papan tulis/dinyatakan secara lisan, (c) perumusannya dapat berupa kata/frasa. Prosedur Pembelajaran Guru membuat empat kolom kosong yang diberi judul pengalaman yang tak kulupakan ketika di kelas 1,2,.3, dan 4 SD.
12, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
Siswa secara individual mengisi secara bergantian kolom-kolom tersebut berdasarkan ingatan, pengetahuan, minat dan kemampuannya. Guru dan murid secara kritis membaca bersama-sama „apaapa‟ yang telah dituliskan di papan tulis. Hasil isian dalam kolom dikelompokkelompokkan berdasarkan jenis dan sifat pengalaman, misalnya yang lucu, seram, menyenangkan dsb. Pengelompokan jenis dan sifat pengalaman ini dilanjutkan dengan penggunaan kartu warna-warni. Dalam pembelajaran menulis strategi demikian lazim disebut strategi kartu indeks karena di dalamnya tertuang sejumlah indeks berupa pertanyaan atau panduan kegiatan siswa. Strategi Kartu Indeks Strategi ini dapat digunakan untuk 5 tujuan, yakni (a) memfokuskan gagasan pada tema karangan, yakni tentang pengalaman yang mengesankan di SD, (b) menjabarkan pengalaman terpilih ke dalam sejumlah kejadian yang berhubungan, (c) menjabarkan kejadian terpilih ke dalam kosakata yang sesuai, (d) merangkai kosakata terpilih menjadi kalimat kejadian, dan (e) memanfaatkan penampang urutan kejadian yang disedia-kan guru. Prosedur Pembelajaran Guru menyediakan dan membagikan 4 kartu indeks dengan warna-warna menarik untuk diisi. Siswa dalam kelompok pengalaman sejenis, mengisi kartu pertama berupa kejadian mengesankan terpilih di kelas 1 s.d. kelas 4 SD. Kartu kedua berupa isian rangkaian kejadian yang saling berhubungan. Kartu ketiga berupa daftar kosakata sesuai dengan rangkaian kejadian dalam kartu kedua, dan kartu keempat berupa rangkaian kosakata untuk membentuk kalimat peristiwa. Dalam setiap kartu guru telah menyediakan panduan pertanyaan atau kegiatan yang dapat diisi langsung oleh siswa baik secara berkelompok maupun secara individual. Panduan pertanyaan atau kegiatan dalam kartu pertama adalah (a) “Kejadian
yang tidak aku lupakan selama di SD adalah di kelas 1, 2, 3, 4, dan 5” (dituliskan salah satu saja), (b) “Nama kejadian tersebut (disebutkan judul kejadian yang menarik). Panduan pertanyaan/kegiatan kartu kedua adalah “Rangkaian kejadian yang aku alami” (disebutkan kejadian pertama ...., kejadian kedua ..., kejadian ketiga dst). Panduan pertanyaan/kegiatan kartu ketiga adalah “Kata-kata mengesankan yang aku gunakan untuk mengungkapkan kejadian pertama, kedua, dan ketiga” (didaftar kosakata sebanyak-banyaknya). Panduan pertanyaan/kegiatan kartu keempat adalah”Kalimat yang aku gunakan untuk mengungkapkan kejadian pertama, kedua, ketiga dst.). Tahap Penulisan Draf (Getting it Down) Fokus tahap ini adalah (i) draf karangan berdasarkan pengalaman ditekankan pada unsur kejadian yang relevan dengan pengalaman terpilih, (ii) unsur kesesuaian kosakata dengan sifat/jenis pengalaman terpilih diperhatikan, dan (iii) unsur mekanis misalnya penerapan ejaan dan tanda baca diabaikan. Mengacu pada fokus tahap pengedrafan ini, peran guru adalah (a) membimbing siswa (i) merangkai kejadian- kejadian yang dituangkan dalam kartu indeks, (ii) mengisikan penampang kejadian dengan memanfaatkan penanda urutan kronologis dan logis, (b) mendorong dan membombong siswa untuk tidak ragu-ragu menuangkan pengalamannya meskipun kejadiankejadian yang dirangkai tampak bertentangan, dan (c) menumbuhkan keyakinan bahwa siswa mampu mengarang dengan menarik berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Strategi yang dinilai tepat adalah strategi dengan model penampang urutan kejadian dan strategi eliminasi. Strategi Penampang Urutan Kejadian Tujuan utama digunakan strategi ini adalah memberikan panduan/kemudahan kepada siswa tentang (a) cara merangkai kejadian dalam peristiwa pengalaman terpilih sesuai dengan urutannya, (b)
Suwignyo, Menulis Karangan Berdasarkan Pengalaman dan Pembelajarannya, 13
menggunakan kata-kata yang sesuai dengan rangkaian kejadian tersusun, dan (c) menggabungkan urutan kejadian dan pengguna-an kosakata untuk satu keutuhan karangan berdasarkan pengalaman diri sendiri yang mengesankan. Prosedur Pembelajaran Guru membagikan bagan penampang urutan kejadian untuk diisi. Siswa secara individual dalam kelompok mengisi bagian-bagian penampang urutan kejadian. Bagian penampang urutan kejadian pertama berisi isian tentang: yang aku alami saat itu ...Perasaanku saat itu... Komentar orang-orang di sekelilingku saat itu. Bagian penampang urutan kejadian kedua beriri isian tentang: yang aku katakan, yang aku lakukan/tidak aku lakukan terhadap komentar orang-orang di sekitarku. Bagian penampang urutan kejadian ketiga berisi isian tentang: akibat, atau akhir dari yang aku lakukan, atau dari yang aku katakan terhadap orang-orang di sekitarku. Strategi Elisitasi Dengan strategi ini siswa dituntut mampu berpikir secara prediktif. Dinyatakan demikian karena guru hanya menuliskan satu bagian dari penampang urutan kejadian selanjutnya siswa melanjutkannya. Pemberian isian bagan yang belum terisi perlu memperhatikan relevansinya dengan tuntutan isi bagian penampang urutan kejadian yang tersedia. Prosedur Pembelajaran Kegiatan guru klasikal. Menuliskan satu bagan penampang kejadian dan menunjukkan berbagai kemungkinan isian pada penampang lanjutan. Kegiatan murid-kelompok. Berdiskusi untuk memberikan kemungkinan isian pada bagan penampang kejadian berikutnya, mendiskusikan kesesuaian isi kejadian dengan bagan penampang urutan kejadian yang disediakan guru. Kegiatan siswaindividual. Memanfaatkan bagan penampang urutan kejadian masing-masing. Mentrasformasikan cara mengisi penampang urutan kejadian dalam penampang
urutan kejadian masing-masing. Menghasilkan draf kasar atau rought draft pengalaman sendiri yang mengesankan. Tahap Perbaikan (Getting it Organized) Setelah menyelesaikan draf, siswa membaca ulang, mengecek ulang untuk menemukan „kelemahan‟ yang ada dalam drafnya. Kelemahan dimaksud tidak berkenaan dengan unsur mekanis (penggunaan ejaan dan tanda baca), tetapi berkenaan dengan kualitas unsur isi kejadian dalam pengalaman serta kesesuaian kosakata dan istilah dengan isi pengalaman yang dituliskan. Untuk keperluan proses perbaikan, siswa memerlukan kelompok menulis yang sekaligus berfungsi kelompok perbaikan. Siswa tidak dapat melakukan perbaikan karangan secara isolatifsendirian. Mereka memerlukan mitra kolaboratif dengan sejawat bahkan guru. Moore (2004) menunjukkan 4 fungsi keberadaan kelompok menulis untuk kepentingan perbaikan. Melalui kelompok menulis, siswa dapat (a) saling menerima tawaran berbagai pilihan perbaikan, (b) saling memberikan sejumlah responsi baik responsi intelektual maupun responsi emosional, (c) saling menunjukkan berbagai kemungkinan perbedaan dalam cara perbaikan, dan (d) saling memperoleh akselerasi dalam perbaikan. Meskipun demikian, dalam praktik perbaikan peran guru tetap penting dan sangat diperlukan. Guru selalu memberikan umpan balik selama perbaikan berlangsung. Dilihat dari subjek pelibatnya, strategi perbaikan dibedakan atas perbaikan kesejawatan dan dengan guru (Eanes, l997). Strategi perbaikan yang dipandang aplikabel adalah strategi kesejawatan dengan pola PSQ (P positive statement atau pernyataan positif, S maksudnya suggestion atau saran-saran, dan Q maksudnya question atau pertanyaan (Suhor, l984). Untuk strategi perbaikan dari guru dilakukan dengan membeikan balikan atau feed back secara lisan dan tulis. Strategi Perbaikan Kesejawatan dengan Pola PSQ
14, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
Strategi ini memiliki tiga unsur, yakni P pernyataan positif, S saran-saran perbaikan, dan Q pertanyaan. Ketiga unsur tersebut dalam realisasinya dilaksanakan selama proses perbaikan dalam kelompok menulis. Untuk itu, siswa dituntut lebih banyak menggunakan strategi komunikasi yang tepat sesuai dengan konteks keberagaman bahasa yang melingkupinya. Tidak jarang atau sering dalam berkomunikasi ketika perbaikan di antara siswa cenderung menggunakan bahasa daerah. Prosedur Pembelajaran Kegiatan guru-siswa klasikal/ kelompok. Memberikan pengantar perbaikan. Yang dijelaskan dalam pengantar adalah (a) unsur karangan yang perlu diperbaiki, (b) penekanan atau fokus perbaikan, (c) tatacara memberikan pernyataan, saran perbaikan, dan pertanyaan kritis untuk perbaikan karangan, (d) memberikan contoh nyata cara perbaikan dengan aktivitas PSQ, (e) memberikan contoh nyata cara penerimaan responsi atas aktivitas PSQ yang signifikan untuk perbaikan atau tidak untuk perbaikan. Kegiatan antarsiswa-kelompok. Siswa (penulis) membacakan drafnya dengan nyaring kepada anggota kelompok menulis selaku pendengar. Selesai pembacaan masing-masing penyimak memberikan pernyataan, saran, dan pertanyaan. Ketiganya bersifat positif, dalam arti mengacu pada hal-hal yang baik dari draf, misalnya bagian draf karangan yang disenangi, yang menarik, yang luar biasa. Siswa penulis memberikan respon, misalnya dengan mengajukan pertanyaan terhadap saran-saran/pertanyaan yang belum dimengerti. Anggota kelompok pendengar memberikan saran bagianbagian mana dari draf penulis yang masih perlu diperbaiki atau disempurnakan. Kegiatan siswa-individual. Merencanakan perbaikan draf, berdasarkan saran, dan balikan dari kelompok menulisnya. Mengulangi proses menulis.
Strategi Perbaikan Berdasarkan Balikan Guru Pada kenyataannya, hasil perbaikan kesejawatan perlu diferifikasi oleh guru. Wujud ferifikasi itu, misalnya berupa balikan atgaunfeed back. Suhor (l984) menyarankan tiga teknik balikan yang dapat dipilih guru, yakni balikan dalam bentuk (a) tertulis, (b) lisan, dan (c) memanfaatkan pojok-pojok menulis. Balikan secara tertulis lazim dilakukan guru, apabila jumlah siswa terlalu banyak, sebab penerapan teknik ini memerlukan waktu lama. Berbeda halnya dengan balikan lisan, melalui cara itu, guru dapat memberikan respon secara langsung terhadap kesulitan yang dialami siswa. Meskipun jumlah siswa kelas relatif banyak, cara kedua ini lebih efisien daripada cara pertama. Balikan lisan tepat dilakukan secara konferensi. Adapun balikan dengan memanfaatkan pojokpojok menulis tepat dipilih kalau dalam kelas menulis terdapat berbagai aktivitas menulis dengan berbagai variasi bentuk karangan. Pada intinya, seluruh strategi perbaikan yang diterapkan guru, serta aktivitas perbaikan yang dilakukan siswa diharapkan dapat menghasilkan karangan yang terorganisasi atau tertata dengan baik. Bentuk perbaikan draf itu sendiri dapat berupa penghilangan, penambahan, penggeseran, pengembangan atau sebaliknya pereduksian atau penyusustan unsur-unsur karangan yang mubazir. Unsur karangan dimaksud terdapat dalam tataran kata, frasa/klausa, kalimat, paragraf atau tataran wacana/teks (Tompkins, l994). Tahap Penyuntingan (Getting it Rigid) Fokus pembelajaran penyuntingan adalah penghalusan draf, yakni penggunaan ejaan dan tanda baca secara tepat dan fungsional. Untuk menghaluskan draf, Tompkins (l994) menyarankan tiga tahapan penyuntingan, yakni (a) distansi atau pengambilan jarak, (b) proofreading, dan (c) menganalisis kesalahan.
Suwignyo, Menulis Karangan Berdasarkan Pengalaman dan Pembelajarannya, 15
Dengan cara distansi, siswa tidak langsung melakukan penyuntingan begitu draf kedua direvisi. Siswa perlu melakukan jeda, jarak dengan draf yang dihasilkan. Cara demikian selain dapat menghinari kejenuhan, juga dapat menumbuhkan kesegaran baru dalam aktivitas penyuntingan. Secara proofreading siswa membaca unsur mekanis draf untuk menemukan kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca. Hasil penemuan kesalahan selanjutnya dikoreksi langsung oleh siswa yang bersangkutan, melalui kelompok penyuntingan, atau meminta balikan dari guru.
menandai kesalahan penerapan ejaan dan baca diukur dari kaidah EYD. Saling mengoreksi kesalahan penerapan ejaan dan tanda baca langsung pada draf. Menuliskan daftar kesalahan ejaan tanda baca (unsur mekanis) beserta saran pembetulan di tepi atau dibalik draf. Menuliskan saran-saran, komentar positif terhadap aspek mekanis draf. Kegiatan siswa-individual. Membaca ulang draf. Merencanakan penyuntingan berdasarkan saran, komentar atau balikan yang dituliskan oleh kelompok sejawat. Melakukan penyuntingan atas draf sendiri.
Strategi Penyuntingan Antarsiswa Sama dengan strategi perbaikan, strategi penyuntingan dapat dilakukan antarsiswa dan oleh guru. Strategi antarsiswa dibedakan atas penyuntingan (i) berpasangan atau editing patners, (ii) berkelompok atau editing group, dan (iii) tim atau editing committees. Sebelum praktik menyunting, guru memberikan panduan penyuntingan yang berisi (i) unsur draf yang perlu disunting, (ii) apa saja yang dicakup dalam penyuntingan, dan (iii) bagaimana melakukan penyuntingan.
Strategi Penyuntingan Berdasarkan Balikan Guru Sama dengan teknik balikan saat perbaikan (revisi), balikan oleh guru saat penyuntingan dapat mengambil bentuk (a) lisan, (b) tulis, dan (c) dengan memanfaatkan pojok-pojok menulis. Implementasinya ketiganyan bersifat kontekstual. Dihunbungkan dengan asesmen atau penilaian, maka feed back guru terhadap unsur mekanis karangan dilakukan pada saat berlangsung proses penyuntingan dan setelah penyuntingan. Untuk itu pada saat penyuntingan, guru perlu menggunakan daftar cek penyuntingan. Melalui alat tersebut dapat diketahui kemajuan, perkembangan, atau kesulitan siswa di biang unsur mekanis karangan. Siswa yang mengalami kesulitan perlu dimotivasi, dibantu, dan dipecahkan masalahnya, sedangkan yang bagus perlu diberi penguatan atau reinforcement (Suwignyo, 2010; Tompkins, 1994). Pada intinya, balikan yang diberikan guru perlu didasari oleh prinsip-prinsip PSQ (Suhor, 1984, Suwignyo, 2010). Dengan positive statement siswa merasa dihargai jerih payahnya, meskipun kualitas hasil karangan mereka belum menggembirakan. Terdapatnya perhatian yang besar dari guru dapat menumbuhkan minat dan motivasi yang tinggi pada diri siswa untuk mengarang. Dengan Q siswa tidak terjebak lekas puas. Sebab itu, siswa tidak perlu takut memperoleh pertanyaan dari
Prosedur Pembelajaran Kegiatan guru-siswa klasikal. Memanfaatkan draf hasil kerja salah seorang siswa sebagai sampel, memasangnya di papan tulis, atau mngopi dan membagikannya ke seluruh kelas. Membaca nyaring kata demi kata, frasa demi frasa, klausa demi klausa, kalimat demi kalimat untuk menemukan kesalahan penulisan huruf, kata, kalimat dalam karangan. Menunjukkan bagian-bagian karangan yang sering mengalami kesalahan ejaan dan tanda baca. Menandai berbagai macam kesalahan yang berhasil ditemukan. Untuk itu, digunakan beberapa tanda penyuntingan. Prinsipnya, penggunaan tanda-tanda baca dan ejaan disenangi siswa. Kegiatan siswa-kelompok. Saling menukarkan drafnya, kemudian membaca dengan diam atau silent reading. Saling
16, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
guru, malahan sebaliknya aktif bertanya berkaitan dengan unsur mekanis draf karangan yang disusunnya (Suwignyo, 2010). Tahap Publikasi (Getting it Publish) Tahap terakhir dari pembelajaran mengarang pengalaman adalah tahap publikasi. Tahap ini dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang dapat ditempuh antar lain dengan (a) memajangnya di pojok-pojok kelas, (b) membacakannya menjelang pulang sekolah, (c) membacakannya di suatu forum yang ditentukan oleh guru-siswa secara bersama-sama, misalnya „festifal baca cerita pengalaman,‟ dan (d) mengoleksinya sebagai data atau dokumen portofolio siswa. SIMPULAN Menulis karangan berdasarkan pengalaman memerlukan dukungan materi, isi, area isi, atau substansi pembelajaran secara memadai. Standar isi pembelajaran menulis karangan RUJUKAN Bull, G. 1989. Reflective Teaching: Using Process and Thinking as Content. Australia: The Book Printer (ARA). Eanes, R. 1997. Content Area Literacy: Teaching for Today and Tomorrow. Albany: Delmar Publisher. Moore, D.W. (Et All). 2004. Developing Readers and Writers in the Content Area: K-12. New York: Longman. Porwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. KTSP, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Puskur. Suhor, Ch. 1994. Thinking Visually about Writing: Three Models for Teaching Composition‟s, K-12. Dalam Christopher J. Thaiss (Ed.),
berdasarkan pengalaman perlu dituangkan secara selaras yang tercermin dalam jabaran indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran. Prosedur pembelajaran mengarang bedasarkan pengalaman efektif dituangkan dengan ancangan proses menulis. Untuk itu, siswa perlu dilibatkan dalam interaksi pembelajaran secara utuh dan menyeluruh. Pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman perlu melibatkan siswa mulai tahap (i) pra penulisan (eksplorasi pengalaman), (ii) penulisan draf (unsur kejadian dalam pengalaman yang relevan), (iii) perbaikan isi draf atau karangan pengalaman, (iv) penyuntingan unsur mekanis karangan pengalaamn, sampai dengan tahap (v) pempublikasian karangan pngalaman. Kemampuan mengembangkan materi dan pembelajaran mengarang berdasarkan pengalaman di kelas 5 SD merupakan salah satu tuntutan keprofesionalan Guru SD sebagai guru kelas.
Speaking and Writing (hlm. 74— 103). Illinois: National Council of Teachers of English. Suwignyo, H. 2010. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Tuban: UNIROW Suwignyo, H dan Anang Santoso. 2012. Materi Pendalaman Bahasa Indonesia SD. Malang: TEQIP edisi revisi. Tompkins, G. E. 1994. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York: Mcmillan College Publishing Company.