BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
MENJUAL PRODUK JASA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI Oleh : Supartini Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ABSTRAK Untuk menjual produk jasa perguruan tinggi swasta (PTS), pengelola harus mampu menonjolkan kelebihan serta keunikan dari produk lembaganya dan membentuk image positif. Penampilan legalitas yang dimiliki seperti BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi), PTS juga harus sehat dengan memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) dan sumberdaya fisik yang memadai. Agar menarik minat calon pengguna jasa dapat ditempuh dengan cara menampilkan produk yang berciri khas (spesifik) dan berkualitas, menentukan harga yang seimbang, saluran distribusi yang tepat serta mengemas informasi dengan menarik, serta promosi. Adapun promosi yang efektif adalah yang tepat waktu, media, tempat dan tepat sasaran. Mengikuti pameran bersama dan bekerjasama dengan sekolah menengah tingkat atas, sistim jemput bola serta menjalin hubungan baik dengan para alumni melalui media lisan (dari mulut ke mulut), akan memperkuat usaha pemasaran tersebut.
I. PENDAHULUAN. Di era reformasi dan globalisasi seperti sekarang ini, persaingan di bidang pendidikan terutama pendidikan tinggi semakin ketat. Dengan adanya SK. Mendiknas Nomor 184/U/2001 tentang Otonomi Perguruan Tinggi, perguruan tinggi dituntut harus mandiri dalam segala hal, baik secara fisik, finansial maupun SDM (baik dosen maupun tenaga administrasinya). Suatu lembaga perguruan tinggi dikatakan sehat apabila memiliki SDM dan sumber daya fisik yang memenhi persyaratan yang diisyaratkan oleh BAN PT. Terlebih dengan adanya Undang Undang Repubik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang secara umum mengaharuskan semua tenaga akademik/dosen harus minimal berijasah S2 baik itu lembaga pendidikan yang memiliki program studi D1, D2, D3 sampai S1. Lembaga perguruan tinggi yang kecil dan memiliki program studi khusus, misalnya Akademi Maritim Yogyakarta (AMY) yang memiliki Program Studi /Jurusan Teknika dan Nautika, selain harus memenuhi standar terkait dengan BAN PT juga harus memenuhi standar IMO (International Maritme Organization) untuk memenuhi persyaratan internasional. Untuk mendapatkan tenaga dosen S2 dan berkopetensi sangat susah, yaitu (Ahli Teknik Tingat I / II atau Ahli Nautika Tingkat I / II). Konsekuensi terhadap sumberdaya manusia tersebut tentu saja harus mendapatkan imbalan/gaji yang layak sebagai seorang dosen. Dengan penghasilan kecil/tidak memenuhi standar, maka berdampak pada kegiatan proses belajar mengajar, selain itu tidak bisa mengajar 16 kali tatap muka dalam satu mata kuliah dan satu semester, mereka juga tidak bisa melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang menjadi kewajiban dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Menurut Koordinator Kopertis Wilayah V Yogyakarta Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyo Sukarto, yang dimuat pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat yang terbit Kamis Pon, 19 Pebruari 2009, beliau mengatakan dosen mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan tugas sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi, namun dalam realita di lapangan masih ada beberapa PTS di Yogyakarta yang belum bisa melaksanakan hal tersebut dengan baik. Pengelola PTS tidak hanya dituntut menjaga eksistensi sebagai institusi pendidikan, namun juga dituntut berkualitas dan dipercaya masyarakat. Di samping kondisi yang dituntut sehat, PTS juga harus bisa bersaing dalam promosi. Maka perguruan tinggi berlomba-lomba dan berkompetisi dalam mempromosikan produknya. Kondisi ini tampak pada kegiatan pemasaran (promosi) yang dilakukan oleh PTS baik melalui media cetak misalnya surat kabar, majalah, brosur, spanduk dan baliho yang terpampang besar di pinggir-pinggir jalan yang strategis maupun melalui media elektronik, (televisi, radio bahkan internet). Dengan sistim jemput bola bagian marketing berlomba mendatangi sekolah-sekolah untuk memberikan informasi dan mengurus pendaftaran serta dengan mengikuti pameran-pameran bersama/publikasi bersama yang dikelola oleh Kopertis maupun pihak EO (event organizer). Tujuannya memberikan informasi mengenai lembaganya, dengan menampilkan kelebihan PTS tersebut misalnya akreditasi BAN PT (A, B atau C) dan lain sebagainya. Semua untuk meyakinkan kepada masyarakat / calon mahasiswa.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Masyarakat sekarang semakin cerdas dan kritis dalam memilih suatu program lembaga pendidikan. Hal ini menarik untuk dicermati, karena mereka berusaha untuk menarik calon mahasiswa dengan menampilkan berbagai kelebihan dan keunikan yang dimiliki. Persaingan terjadi sangat ketat baik secara tersirat maupun tersurat, saat ini di antara para penyelenggara pendidikan tinggi swasta, terutama pada penawaraan atas fakultas atau jurusan yang sama. Lembaga pendidikan tinggi akan menawarkan produknya dengan sasaran pasar tertentu. Misalnya PTS untuk golongan ekonomi atas atau PTS mahal, PTS murah dilihat dari sisi besarnya sumbangan pendidikan, sumbangan sukarela yang harus dibayar oleh calon mahasiswa. Di sisi lain tidak selalu PTS mahal menawarkan produk yang berkualitas tinggi, dan PTS murah tidak selalu remeh / berkualitas rendah. Produk tersebut adalah jasa pendidikan yang akan didapat oleh calon mahasiswa, untuk kelangsungan kegiatan dengan dukungan sarana dan prasarana serta fasilitas yang disediakan oleh pengelola. Definisi produk menurut Kotler (1997, 508) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsikan sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pasarnya. Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler (1997. 549) adalah sebagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu. produksinya dapat atau tidak dapat terkait pada produk fisik. Secara garis besar jasa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu jasa inti, jasa perceptibel, jasa tambahan. 1.1. Jasa Inti adalah jasa pada tingkat mendasar, untuk menjawab pertanyaan : apa yang sebenarnya dibeli oleh calon pengguna jasa, atau kebutuhan apa yang ingin diperolehnya ? Jasa inti lembaga pendidikan tinggi adalah transfer ilmu pengetahuan oleh para dosen dan asisten kepada mahasiswa. 1.2. Jasa perceptibel adalah jasa pendukung yang mampu memberikan kepuasan pada pengguna jasanya, misalnya keunikan/spesifikasi yang mampu ditonjolkan untuk dijual. Jasa perceptibel pada perguruan tinggi adalah program ekstensi yang ditawarkan pada karyawan sebagai sarana peningkatan ilmu sehingga menjadi analis atau peraihan sarjana. 1.3. Jasa tambahan adalah jasa yang mampu memberikan manfaat lebih ataupun keringanan agar kebutuhan dan keinginan pengguna jasa dapat tercukupi. Misalnya kemudahan pembayaran, pengurangan biaya karena prestasi tertentu ataupun tambahan program yang memungkinkan pengguna jasa menyelesaikan waktu studi lebih cepat. Apabila digambarkan ketiga tingkatan jasa tersebut adalah : SPP diangsur 2 kali /semester
Program Pendidikan S1
Jasa Tambahan
Jasa Inti
Program Ekstennsi
Jasa Perseptibel Karakteristik jasa sangat berbeda dengan barang, secara umum dapat dikatakan bahwa menjual jasa lebih sulit dibandingkan dengan menjual barang, sebab pembeli jasa akan merasakan kecewa ataupun puas apabila telah membeli. Pembeli jasa tidak dapat menilai jasa tersebut sebelum membeli/memakainya. Kenyataan ini akan tampak, apabila dilakukan pengkajian kembali apa yang mempengaruhi perilaku pembeli, artinya setiap orang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak sama di dalam perilakunya, sehingga sangat dimungkinkan penilaian setiap orang tidak sama. Sebagai contoh penilaian baik bagi seseorang mahasiswa terhadap perguruan tingginya adalah sangat relatif tergantung lembaga mana yang menjadi pembandingnya, serta melihat bagaimana kemampuan mahasiswa tersebut.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Untuk menghilangkan kesan murah atau mahal, suatu lembaga pendidikan tinggi harus mampu membentuk image atau citra serta memilih program studi / jurusan yang banyak dibutuhkan saat ini maupun masa yang akan datang. Untuk membentuk citra dibutuhkan waktu yang lama, demikian juga keberhasilannya dibutuhkan waktu yang lama pula. Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan kiat-kiat yang mampu memberikan/membawa calon mahasiswa ataupun mahasiswanya untuk mengetahui adanya usaha ke arah sana, misalnya dosen dan karyawan banyak mengikuti seminar, kursus, pelatihan dan terjun ke lapangan maupun mengambil studi lanjut. Usaha ataupun kegiatan untuk membentuk image ini, tidaklah mudah sebab diperlukan adanya profesionalisme kerja maupun dana yang tidak sedikit. Sehingga permasalahan yang muncul adalah bagaimana pemasaran jasa pendidikan tinggi dan membangun image dalam waktu yang relatif singkat ? II. Pembahasan Guna menjawab permasalahan tersebut, tidak bisa lepas dari masalah pemasaran/promosi, manajemen, keuangan maupun sumber daya manusia yang mendukungnya. Namun di dalam pembahasan ini hanya akan difokuskan pada pemasaran saja, serta asumsi lembaga pendidikan tinggi yang sudah berdiri/sudah ada (bukan mendirikan perguruan tinggi baru). Secara umum pemasaran tidak bisa terlepas dari marketing mix, yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi dan promosi/pemasaran. Di dalam makalah ini akan dibahas juga masalah variabel marketing mix secara langsung maupun tidak langsung. Juga dibicarakan masalah image masyarakat terhadap perguruan tinggi yang bersangkutan. Di dalam prakteknya terkadang sangat sulit diketahui manakah variabel yang mendahului image atau marketing mix, karena hubungan antara keduanya bersifat timbal balik. Uraian pembicaraan ditekankan masalah produk, sebab produk inilah yang berperan utama di dalam pembentukan image suatu perguruan tinggi. 2.1. Produk Lembaga pendidikan tinggi adalah penjual jasa, ini yang kadang terlupakan, sedangkan barang (prasarana) merupakan faktor pelengkap dari jasa itu sendiri. Pada dasarnya pembeli memilih lembaga pendidikan adalah membeli jasa serta berharap mampu membentuk citra di dalam dirinya. Jadi jasa yang ditawarkan harus benar-benar mampu dipertanggung-jawabkan. Jasa dimaksud berkaitan dengan dosen dan karyawan sebagi tenaga penunjang. Dosen yang kompeten, professional dan menguasai dalam bidangnya serta mampu mengajar akan sangat membantu dalam menstransfer ilmu pengetahuan serta memotivasi mahasiswa pada proses belajar mengajar. Menurut Buchari Alma (1997, 304) secara umum disampaikan, pandangan mahasiswa terhadap dosen yang baik adalah : 2.1.1. Dosen memiliki kompetensi keilmuan, artinya adalah dosen tersebut memiliki dan menguasai materi yang disampaikan, serta mampu mengekspresikan teori yang disampaikan dalam contoh konkrit. 2.1.2. Penguasaan metode mengajar, maksudnya adalah mampu menerangkan secara lancar, sistimatis serta mudah dimengerti, mampu menguasai kelas yang diajarnya. 2.1.3. Pengendalian emosi artinya dosen harus mampu mengendalikan emosinya, tidak mudah tersinggung, serta mampu melakukan komunikasi dengan mahasiswa secara timbal balik. 2.1.4. Disiplin, dalam arti mampu menerapkan apa yang digariskan tanpa pandang bulu (pilih kasih), bertanggung-jawab terhadap materi yang harus disampaikan serta berwibawa. Setelah faktor tersebut di atas, perlu ditambahkan bahwa seorang dosen harus selalu bersedia mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, dan apabila mungkin melakukan penambahan ilmu dengan cara kursus, terjun ke lapangan, seminar, penataran maupun sekolah lebih lanjut (S2, S3 dsb). Untuk menghasilkan dosen dengan kriteria tersebut tidaklah mudah, namun kenyataan inilah yang harus dihadapi apabila lembaga ingin membentuk image yang baik dan tetap eksis. Konsekwensi logis atas kriteria tersebut adalah seorang pengajar yang memenuhi kriteria akan banyak dibutuhkan oleh lembaga pendidikan lainnya. Artinya untuk menghindari lembaga kesulitan memanfaatkan dosennya sendiri, maka haruslah mendapatkan imbalan yang memadai. Dengan kata lain ada penghargaan untuk dosen yang memenuhi persyaratan tersebut. Di isi lain karyawan secara langsung maupun tidak langsung, akan sangat membantu pembentukan image yang berhubungan dengan pelayananya. Karyawan yang professional akan berusaha bekerja sebaik mungkin, dalam arti memberikan pelayanan cepat, tepat waktu dan bekerja sistematis. Selain itu keramahan dan profesionalisme pada bidangnya akan sangat membantu kelancaran proses belajar mengajar.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Profesionalisme karyawan akan tampak pada saat mereka berhadapan dengan mahasiswa yang harus dilayani. Dalam ilmu pemasaran diistilahkan dengan pemasaran interaktif yaitu menggambarkan keahlian karyawan dalam melayani pengguna jasa. Pengguna jasa menilai kualitas jasa tidak hanya melalui kualitas teknis namun juga kualitas fungsionalnya. Sangatlah tidak adil apabila karyawan ditekankan untuk menerapkan pemasaran interaktif, sedangkan manajer/pimpinan tidak menerapkan pemasaran internal (pimpinan selalu melatih dan memotivasi karyawan agar selalu melayani pelanggan dengan baik) maupun pemasaran eksternalnya (pekerjaan normal yang harus dilakukan oleh pimpinan untuk menyiapkan harga, promosi, maupun kegiatan lain). Jasa memiliki spesifikasi yang berbeda, ciri-ciri jasa tersebut antara lain: 2.1.1. Tidak terwujud artinya produk yang dibeli tidak tampak oleh mata tidak bias diraba maupun dirasakan, sehingga untuk menikmati jasa tersebut seorang calon pengguna jasa harus membelinya terlebih dahulu. Untuk menghindari kekecewaan, maka calon pembeli harus mempercayai penjual jasa. Atas dasar kepercayaan ini diharapkan akan memberikan motivasi positip terhadap kepuasan pembeli. Di sisi lain seorang penjual jasa harus mampu meningkatkan kepercayaan jasa yang dijualnya dengan cara meningkatkan kepercayaan calon pembeli melalui ujud maupun sifat konkritnya. Selain itu menjelaskan secara terbuka manfaat (bukan sekedar ciri-cirinya saja), mengembangkan citra produknya, menujukkan keberhasilannya dengan menggunakan figur mahasiswa/dosen yang mampu mempengaruhi masa. Misalnya : figur dosen ahli dan sudah dikenal masayarakat akan mempengaruhi keputusan membeli, prestasi dan keaktifan mahasiswa akan mendapat nilai tersendiri di mata masyarakat. 2.1.2. Tidak terpisahkan, artinya jasa tidak dapat dipisahkan dengan penyedianya, jasa tidak dapat diletakkan di suatu tempat, tetapi selalu melekat pada si penjual jasa, tanpa kehadirannya jasa tersebut tidak dapat dilakukan. Maksud dari pernyataan di atas adalah nama lembaga akan melekat pada mahasiswa maupun pada alumninya. 2.1.3. Keragaman, artinya jasa sangat beragam, sebab jasa tergantung pada siapa penyedianya, kapan dilakukan, serta di mana dilakukan. Kondisi dan lingkungan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Demikian halnya dengan penyedia yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Contoh, seorang dosen akan merasa senang dan bertanggung-jawab terhadap tugasnya, di lingkungan yang mampu memberikan penghargaan pada dirinya. Dengan sendirinya akan kurang bertanggung-jawab apabila penghargaan terhadap dirinya kurang bahkan tidak ada, misalnya dengan perlakuan yang berbeda (diskriminatif). 2.1.4. Mudah rusak, artinya jasa tidak dapat disimpan, jasa yang diberikan untuk saat ini belum tentu sama dengan yang diberikan besok pagi, karena situasi dan kondisi berubah. Dengan kata lain, jasa hanya dapat diberikan untuk satu kondisi tertentu saja kecuali untuk kondisi khusus yang memang harus dilakukan secara rutin, atau secara terus menerus. Karakteristik jasa professional menurut Cummesson yang dikutip oleh Kotler dan Bloom (1997, 155) adalah sebagai berikut : 2.1.1. Jasa harus disediakan oleh orang-orang yang berkualitas tinggi, harus berupa nasehat, serta titik berat pada pemecahan masalah. 2.1.2. Penyedia professional harus mempunyai identitas, yaitu dikenal di pasar atas spesialisasinya dan dengan nama tertentu seperti arsitek, konsultan manajemen. 2.1.3. Jasa haruslah merupakan penugasan yang diminta oleh pembeli dan ditujukan kepada penjual. 2.1.4. Profesional tersebut harus bebas, bukan pensuplai jasa ataupun barang lain. Untuk membangun image diperlukan waktu serta penanganan secara profesional, artinya tidak akan terbentuk apabila belum ada hasil yang bisa dilihat. Untuk pendidikan tinggi hasil dimaksud adalah tingkat kelulusan dan kemampuan alumni dalam berkiprah di lapangan, keberhasilan alumni akan dinilai oleh masyarakat. Di sisi lain alumni akan membantu yuniornya apabila dimungkinkan, di lingkungan kerjanya. Langkah yang baik tersebut hendaknya dibina dengan berbagai cara misalnya membuat wadah alumni, melakukan komunikasi secara berkala, ataupun berkelanjutan. Alumni mampu membawa nama baik lembaganya maupun sebaliknya. Tentu saja pilihan pertama yang diinginkan oleh setiap lembaga, namun untuk mencapai keberhasilan tersebut dituntut penanganan secara professional. Perlu disadari bahwa untuk dapat membawa nama baik lembaga, perlu adanya kualitas alumni. Kondisi ini harus diciptakan di lingkungan kampus yang sangat dipengaruhi oleh masyarakat kampus itu sendiri. Manajemen harus mampu mengelola secara profesional dan mahasiswa dengan kriteria tertentu harus diterapkan agar mampu membentuk kualitas alumni yang baik.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Di dalam perjalanan membangun image perlu adanya ramuan jasa secara tepat, yang terdiri dari himpunan semua jalur jasa (sesuai bidang) dan jasa individu yang disediakan oleh perusahaan tertentu bagi kliennya. Jalur jasa menurut Kotler dan Bloom (1997, 155), adalah kelompok jasa dalam suatu ramuan jasa, saling berhubungan erat, baik karena jasa tersebut memenuhi kesamaan kebutuhan, kesamaan klien atau dipasarkan melalui jenis saluran distribusi yang sama. Berdasarkan pada pengertian tersebut, program pendidikan dapat dikelompokkan dalam pengertian ini. Sebab kurikulum disusun oleh lembaga akan mengacu pada suatu ramuan yang saling berhubungan untuk mencapai target tertentu. Perincian lebih lanjut dari kurikulum ini adalah sistim Satuan Kredit Semester (SKS). Sistim ini akan menentukan dan mengatur beban penyelenggaraan program lembaga pendidikan. Ketepatan di dalam mengambil jumlah beban studi akan mengarahkan atau mempengaruhi keberhasilan yang ingin dicapai oleh mahasiswa. Namun ramuan ini tidaklah cukup apabila tidak didukung oleh individu-individu yang mampu mengarahkan, dan tenaga pengajar yang ahli dalam bidangnya, untuk menyampaikan materi kepada mahasiswa. Keterkaitan antara mahasiswa dengan pengajar saja tidak akan berhasil dengan baik, apabila tidak didukung oleh proses belajar-mengajar, serta pengadministrasian secara tepat. Menurut Zeithaml dan Berrry yang dikutip oleh Kotler (1995, 559), syarat utama dalam membentuk model kualitas jasa adalah : 2.1.1. Senjang antara harapan pengguna jasa dan persepsi pengelola Harapan pengguna jasa dan persepsi pimpinan lembaga tidak selalu sama, pimpinan beranggapan bahwa pengguna jasa menginginkan lulus, sedangkan pengguna jasa sebenarnya ingin memahami ilmunya dan tidak sekedar lulus, artinya mereka menginginkan pengajarnya adalah orang yang betul-betul menguasai ilmunya, maka kondisi ini akan menimbulkan ketidak puasan. 2.1.2. Senjang antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa Persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa berbeda, pimpinan beranggapan pengguna jasa harus dilayani secepat mungkin, sedangkan pengguna jasa beranggapan yang penting bukan hanya cepat, tetapi apa yang disampaikan benar. 2.1.3. Senjang antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa, pimpinan beranggapan pengajar menyelesaikan materi secara keseluruhan dalam waktu singkat, sedangkan pengguna jasa menghendaki yang penting mengerti serta mampu menerapkan, tidak semua materi harus diberikan, artinya tuntutan dan penyajian yang disampaikan berlawanan. 2.1.4. Senjang antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Penyampaian jasa dan komunikasi eksternal, pimpinan harus memberikan informasi yang jelas, sehingga pengguna jasa tidak merasa dibohongi. Sebagai contoh bahwa fasilitas komputer dan perpustakaan lengkap, pada kenyataanya pengguna jasa meminjam komputer di luar jam kuliahnya tidak diijinkan atau setiap mencari buku di perpustakaan tidak ada. Kondisi ini akan menyebabkan pengguna jasa kurang percaya atas segala informasi yang disampaikan mengandung kebenaran. 2.1.5. Senjang antara jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan Jasa yang diterima dan jasa yang diharapkan sering mengalami perbedaan persepsi, misalnya seorang pengajar bersikap ramah dan baik hati, justru akan dicurigai oleh pengguna jasanya, mereka akan beranggapan adanya indikasi kurang baik ataupun ada sesuatu yang tidak beres. Untuk menghindari kondisi ini, pimpinan harus menyadari nilai pentingnya pelanggan, dengan cara menilai kualitas jasa yang disampaikan atas dasar : 2.1.5.1. Kehandalannya, kemampuan untuk menepati apa yang diinformasikan untuk membentuk kepercayaan. 2.1.5..2. Responsif, kemampuan untuk membantu pelanggan menyelesaikan jasa yang ditawarkan secara cepat. 2.1.5.3. Keyakinan, berusaha menumbuhkan keyakinan dengan penyediaan jasa yang sesuai dengan keahlianya. 2.1.5.4. Empati, memberikan perhatian secara pribadi untuk semua pelanggannya. 2.1.5.5. Berujud, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil serta adanya media komunikasi yang tepat. Pengelola tidak akan mampu mengerjakan semuanya tanpa dukungan dari masyarakat kampusnya. Selain itu pengelola harus selalu mencari informasi, untuk melakukan perbaikan yang seharusnya dilakukan dengan berkembangnya lingkungan, perkembangan teknologi maupun perubahan selera calon pengguna jasanya, kondisi ini sering dilupakan.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Program ini tidak hanya berlaku untuk lembaga yang baru berdiri, namun juga dapat diterapkan oleh lembaga yang mengalami perkembangan sangat lambat. Lembaga yang sudah lama berdiri, bukan berarti selalu yang terbaik, sehingga antisipasi terhadap lingkungan dan persaingan tetap harus diwaspadai. Perlu disadari bahwa yang terbaik tidak selalu menjadi yang terbaik, dan tindakan mempertahankan secara umum akan lebih sulit dari pada membangun apa yang sudah dicapai. Produk yang ditawarkan berupa jasa, dilengkapi dengan fasilitas penunjang (barang), barang yang dimaksud adalah sarana di dalam kegiatan proses belajar mengajar. Jadi disini menyangkut masalah fasilitas yang disediakan lembaga antara lain : ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, komputer, tempat ibadah, fasilitas olah raga, kantin dll. Tidak bisa lepas dari fasilitas ini adalah lingkungan yang mendukung , ruang kuliah memadai, suasana tenang, kenyamanan ruang maupun prasarana di dalam ruang kuliah. Perpustakaan dilengkapi dengan buku-buku up to date dan mampu mendukung kebutuhan mahasiswa, kenyaman ruangan untuk membaca serta fasilitas foto copy sangat dibutuhkan, laboratorium dengan peralatan memadai sesuai dengan program studinya. Komputer tersedia dengan jumlah cukup serta memberikan fasilitas bagi mahasiswa untuk memanfaatkannya diluar jam kuliah. Tempat ibadah, fasilitas olah raga, kantin dan poliklinik sangat membantu terlaksananya proses belajar mengajar, meskipun tidak harus mutlak ada, artinya apabila di luar lingkungan kampus sudah tersedia, dan mudah dijangkau sementara masih dimungkinkan menggunakan fasilitas umum. 2.2. Harga Berapa harga jasa dijual ? di dalam bahasa dunia pendidikan merupakan biaya yang harus dibayar untuk biaya pendididkannya, bisa disebut dengan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), pada umumnya lembaga pendidikan tinggi menerapkan SPP dan sumbangan sukarela (sumbangan gedung dan semacamnya). Besarnya Sumbangan Pembinaan Pendidikan didasarkan pada kualitas pengajarnya maupun fasilitas dan pelayanan yang diberikan. Tentu saja secara umum sumbangan ini akan memberikan gambaran tentang jasa yang akan dibeli oleh calon mahasiswanya. Sedangkan sumbangan sukarela adalah sumbangan yang diberikan calon pengguna jasa , sebagai konsekuensi logis atas keterlibatannya dalam pembangunan fasilitas lembaga pendidikan tinggi tersebut. Sumbangan sukarela sesuai dengan istilahnya, besarnya tidak ditentukan dan biasanya akan terbentuk dengan sendirinya atas dasar image yang ada pada calon mahasiswanya. Apabila calon mahasiswa mempunyai image kurang bagus, dengan sendirinya akan memberikan sumbangan rendah, sesuai dengan persepsinya. Sebaliknya mereka bersedia membayar dengan harga tinggi, apabila mempunyai keyakinan terhadap kualitask produk yang akan dibelinya. Masyarakat menilai menurut persepsinya berapa harga yang tepat untuk jasa yang akan dibelinya. Tanpa disadari harga suatu jasa lembaga tinggi akan meningkat sesuai dengan image yang ditampilkannya, sehingga mampu membentuk segmen pasar tersendiri. Dampak dari kondisi tersebut, pengguna jasa menganggap harga sepadan dengan nilai prestasi yang dicapainya, meskipun masyarakat awam akan beranggapan adanya perguruan tinggi swasta mahal dan perguruan tinggi swasta murah. Menurut Yazid (1999 : 216-217), Unsur-unsur harga jasa mencakup harga yang bersifat moneter mempunyai peranan penting menurut bagian pemasaran untuk mengukur tingkat atau porsi penerimaan dari pengguna jasa, yang berupa SPP dan sumbangan sukarela. Sedangkan untuk harga yang bersifat nonmoneter yang mungkin dipertimbangkan/diperhitungkan oleh konsumen ketika menggunakan jasa mencakup : 2.2.1. Waktu, ini merupakan komoditas utama bagi sejumlah orang dan bagi sese orang yang menawarkan jasa dengan pelayanan yang berbeda kepada setiap individu, tetapi mempunyai keterbatasan waktu, mereka akan memperhitungkan biaya terhadap waktu yang dipergunakan dalam mencari suatu jasa, karena barangkali waktu yang terbuang itu sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain. 2.2.2. Uapaya-upaya yang bersifat fisik, maksudnya biaya untuk melakukan upaya fisik yang diperlukan untuk memperoleh sejumlah jasa bisa saja dimasukkan, khususnya bila penyajian jasa dilakukan secara swalayan. 2.2.3. Biaya sensor, biaya ini bisa dikenakan sehubungan adanya kebisingan, bau yang tidak sedap, aliran udara yang tidak lancar, terlalu panas atau terlalu dingin suatu ruangan, tempat duduk yang tidak nyaman, lingkungan yang terkesan jorok, bahkan rasa yang tidak mengenakan. 2.2.4. Biaya psikologis, biaya ini dikenakan untuk penggunaan suatu jasa tertentu, seperti upaya yang bersifat mental (berfikir), perasaan adanya ketimpangan atau ketidakadilan, bahkan rasa takut. 2.3. Saluran Distribusi
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Saluran distribusi dimaksud adalah usaha pencapaian produk dari produsen ke konsumen. Dalam dunia pendidikan produk berupa jasa, maka yang disampaikan adalah pemberitahuan tentang keberadaan kampus beserta penawaran produknya, sehingga yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah lokasi kampus, pemilihan kampus harus mempertimbangkan banyak faktor. Untuk lembaga tinggi yang sudah dikenal masyarakat lokasi tidak menjadi masalah utama, namun untuk lembaga yang belum dikenal, lokasi memiliki peran penting di dalam mencapai keberhasilan. Lokasi strategis dan mudah dijangkau akan mempunyai nilai tersendiri bagi calon mahasiswanya. Lokasi kampus yang harus berpindah tempat karena perluasan tempat maupun alasan pengembangan harus diantisipasi. Jika lokasi tersebut masih dalam lingkungan kota dan terjangkau oleh angkutan umum, maka permasalahan tidak banyak muncul, namun lokasi yang jauh dari lalu lintas transportasi umum, maka manajemen harus mampu mengantisipasi keadaan ini. Cara yang mungkin dilakukan antara lain dengan membentuk daerah baru, dengan memberikan fasilitas penunjangnya, serta berusaha memberikan / memunculkan keunikan / kelebihan produk yang dijualnya. Langkah ini dimaksudkan untuk menarik calon mahasiswa agar tidak merasa tersaing di lingkungan tersebut ataupun merasa menempuh jarak yang terlalu jauh untuk mencapainya, misalnya membuat program profesi dengan konsentrasi tertentu, membuka program ekstensi dengan persyaratan tertentu, untuk segmen tertentu, memanfaatkan nama pakar untuk tenaga pengajarnya. Penggunaan strategi ini diharapkan mampu membentuk hunian yang akhirnya mampu memunculkan image keberhasilan, memerlukan perjuangan atau pengorbanan, sehingga lokasi bukan menjadi halangan bagi segmen pasarnya. 2.4. Promosi Pengertian promosi secara umum adalah melakukan komunikasi dengan calon pengguna produk melalui berbagai media masa, promosi yang efektif apabila tepat waktu, tepat media, tepat tempat dan tepat sasaran. Ada beberapa cara pelaksanaan kegiatan promosi yaitu periklanan, publisitas, personal selling dan promosi penjualan, kombinasi dari keempat variabel ini disebut dengan promotional mix (bauran promosi). Bauran promosi pada umumnya dilakukan secara formal, namun di dalam kenyataan promosi tidak harus melibatkan kegiatan secara formal, dimungkinkan kegiatan secara informal, artinya tidak direncanakan maupun diprogramkan secara khusus, namun publikasinya muncul di kalangan masyarakat, sehingga publikasi ini bisa berarti negatif maupun positif. Kondisi ini dimungkinkan melalui media lisan, yang diistilahkan dengan mouth to mouth.. Promosi dengan cara seperti ini lebih efektif namun sulit untuk mengendalikannya. Kegiatan promosi secara formal sering dilakukan PTS melalui berbagai cara, misalnya seperti : 2.4.1. Periklanan melalui media cetak antara lain berupa brosur, booklet, buku panduan, pemasangan spanduk, maupun iklan melalui surat kabar dan majalah. Secara tersurat iklan menonjolkan fasilitas, dosen, program maupun status lembaga pendidikan tinggi, sedang periklanan melalui media elektronik, berupa iklan melalui televisi swasta cenderung menekankan pada fasilitas,program maupun pendapat alumni tentang PTS-nya. `2.4.2. Publisitas melalui media cetak maupun elektronik yaitu berupa berita tentang kegiatan insidentil yang dilakukan oleh PTS, misalnya acara wisuda, pembukaan penataran maupun kegiatan seminar dalam skala besarn (tingkat nasional). 2.4.3. Promosi penjualan dilakukan dalam bentuk pemberian beasiswa untuk mahasiswa berprestasi. 2.4.4. Personal selling dilakukan pada periode tertentu saja, terutama pada saat kegiatan peneriamaan mahasiswa baru, cara yang dilakukan adalah penyebaran informasi tentang PTS-nya ke masyarakat umum (lulusan SMU), maupun kemudahan pengurusan pendaftaran. Kegiatan bauran secara formal banyak dilakukan dan dipikirkan oleh manajemen, serta dilakukan secara pereodik, berkaitan dengan kondisi-kondisi tertentu saja, manajemen sering melupakan kegiatan promosi secara informal dan berkelanjutan. Pada umumnya harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut maupun penilaian terhadap promosi yang dilakukan oleh perusahaan jasa. Setelah proses ini berlalu, maka tindakan yang dilakukan oleh pengguna jasa adalah membandingkan antara harapan dan kenyataan yang diterima, untuk mengetahui seberapa tingkat kepuasannya. Konsekwensi dari tindakan ini adalah pengguna jasa akan membeli kembali apabila puas, atau menginformasikan kepuasan ini agar dinikmati oleh orang lain. Sebaliknya apabila tidak puas, maka tindakan yang dilakukan adalah tidak
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
bersedia kembali menggunakan jasa tersebut, informasi yang disampaikan kepada orang lain adalah apa yang diterimanya, akibatnya orang lain juga tidak bersedia menerima/menggunakan jasa tersebut. Kegiatan PTS dapat meningkatkan citra di mata masyarakat, dan akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai ajang promosi guna menarik calon mahasiswa, melalui antara lain : 2.4.1. Kegiatan PTS dapat berupa seminar nasioanal dengan tema/topik bahasan yang menarik, kegiatan ini dis amping melibatkan para dosen, juga dapat melibatkan para pengusaha maupun masyarakat secara umum. Seminar dengan menggunakan sponsor, merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi besarnya pengeluaran dana yang harus ditanggung. Mengundang dosen tamu, baik para ahli maupun praktisi, merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat kampus karena, mampu memberikan wawasan lebih luas bagi para pesertanya. Kegiatan yang dilakukan akan sangat berarti apabila ditindak lanjuti dengan publisitas yang memadai, baik melalui media cetak, maupun media elektronik. Selain seminar, lembaga dapat melakukan pengabdian masyarakat, berupa penyuluhan dan pembimbingan terhadap pengusaha kecil, menengah atau besar yang dilakukan dengan melibatkan tim khusus, anggota tim terdiri atas beberapa orang dosen dan anggota masyarakat. 2.4.2. Kegiatan dosen dapat berupa pengabdian kepada masyarakat secara individual dalam bentuk ceramah atau penyuluhan sesuai dengan bidang ilmu atau keahliannya. Pada pelaksanaan kegiatan, identitas dirinya sebagai dosen PTS berusaha dikenalkan, sehingga masyarakat mengenal tempat kerja dosen yang bersangkutan. Selain itu dosen juga harus melaksanakan kegiatan seminar akademik secara berkala. Hasil karya ilmiah dosen dapat diterbitkan dalam sebuah terbitan berkala (jurnal) yang membawa nama PTS. Dengan demikian diharapkan akan menaikkan citra yang baik sekaligus mempromosikan. 2.4.3. Kegiatanan seminar, pengabdian kepada masyarakat dapat juga melibatkan mahasiswa, sehingga mahasiswa mampu mengembangkan ilmunya melalui kegiatan nyata di dalam masyarakat, kepuasan mahasiswa akan disebar luaskan ke masyarakat serta mampu menarik calon mahasiswa. Di dalam banyak kasus informasi tentang PTS justru disebar luaskan oleh mahasiswa perguruan tinggi yang bersangkutan, selain mahasiswa yang aktif, informasi banyak disebar luaskan oleh para alumni yang sudah merasakan manfaat dari penidikan yang didapatnya. Komunikasi lembaga terhadap alumni perlu dibina, agar informasi yang disebar luaskan adalah informasi terbaru dan positif. Penyampaian informasi ke alumni ini sangat diperlukan dalam rangka mendukung promosi mulut ke mulut. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa, dosen maupun lembaga merupakan pelaksanaan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dan merupakan langkah-langkah pembentukan citra dalam masyarakat, serta merupakan publikasi efektif. Adanya kegiatan nyata merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mempercayakan anaknya dididik pada lembaga yang bersangkutan. Secara tersirat tampak perwujudan kebangggaan orang tua, apabila anaknya berhasil lulus di perguruan tinggi swasta tersebut. III. Kesimpulan. Dengan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat memuaskan pengguna jasa pendidikan tinggi, pengelola harus mampu membuat jasa yang ditawarkan mempunyai keunikan atau kelebihan. Di samping itu memberikan sarana dan prasarana pendukung yang diakui oleh masyarakat, terutama calon pengguna jasa. Tindakan ini diharapkan mampu membentuk image baik terhadap produk yang dijualnya. Kebijakan pembentukan image diharapkan mampu membawa promosi mulut ke mulut akan menjadi lebih efektif. Agar lebih dikenal masyarakat, baik tentang fasilitas, kemampuan tenaga pengajar, kegiatan ilmiah maupun pengabdian kepada masyarakat sering dilakukan. Harapan lembaga adalah masyarakat bersedia mengakui kemampuan hasil jerih payah lembaga di dalam melakukan kegiatan proses belajar mengajar. Strategi yang tepat di dalam penetapan harga akan terbentuk atas dasar persepsi ataupun penilaian calon pengguna jasa dan masyarakat. Namun image yang baik bagi lembaga mampu mengabaikan faktor tersebut, lokasi kurang berpengaruh di dalam pertimbangan pengambilan keputusan calon mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Buchari Alma, 1998, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Alfabeta,
Bandung
Budi Santoso Wignyo Sukarto, Prof. Dr. Ir, Koordinator Kopertis Wilayah V Yogyakarta, Surat Kabar Kedaulatan Rakyat terbitan Kamis Pon 19 Pebruari 2009
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Kotler, Philip, 1995 Manajemen Pemasaran, Buku Dua, Penerjemah Ancella Hermawan, Salemba Empat, Jakarta.
Anitawati
Kotler dan Bloom, 1987, Teknik dan Strategi Pemasaran Jasa Profesional, Bakowatun, Intermedia, Jakarta.
Penerjemah
Yazid, 1999, Pemasaran Jasa, Konsep dan Implementasi, Ekonisia Fak. Ekonomi UII, Yogyakarta. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasioanal Nomor 184/U/2001 Tentang Otonomi Perguruan Tinggi Undang Undang Repubik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen