Sarifa Nursabaha | 169
MENJADI GURU BERKARAKTER DAN PROFESIONAL MELALUI PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBINA MENTAL DI SMA PESANTREN PUTRI AL-MANAWWARAH PANYILI Oleh: Sarifa Nursabaha Guru SMA Pesantren Putri Al-Manawwarah Panyili Email: adinda_ifha@ @yahoo.com Abstrak: One of the main factors that determine the quality of education in a country is a teacher. Master who are in the frontline in creating quality human resources. Teachers dealing directly with students in the classroom through the learning process. In the hands of gurulah will produce quality students, both academically, skills (skills), emotional maturity, and moral and spiritual. Thus, future generations will be produced that is ready to live with the challenges of his time. Therefore, a teacher who has the necessary qualifications, competence and dedication in performing his professional duties. SMA pesantren daughter alManawwarah Panyili is an institution of public education under the auspices of district education offices Bone, although public schools but have these schools implement a system of schools in fostering among hallmark boarding Among the main feature of boarding schools and also at this school is a mosque, boarding, yellow book, chaplain, and students. Schoolgirl concurrently to be students at this school. In shaping the character and professional teachers become principals perform various forms of coaching, either through verbal (advice), writing (letter or written rules such as the vision and mission of the school), and hand (example). Salah satu faktor utama yang menentukan kualitas pendidikan di sebuah negara adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
170 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. SMA pesantren putri al-Manawwarah Panyili adalah sebuah lembaga pendidikan umum yang bernaung di bawah dinas pendidikan kabupaten Bone, meskipun sekolah umum akan tetapi memiliki sekolah ini melaksanakan sistem pesantren dalam pembinaannya diantara ciri khas pesantren Diantara ciri utama pesantren dan juga di sekolah ini adalah mesjid, asrama, kitab kuning, kiyai, dan santri. Siswi sekaligus merangkap menjadi santri di sekolah ini. Dalam membentuk guru menjadi berkarakter dan professional kepala sekolah melakukan berbagai bentuk pembinaan, baik melalui lisan (nasehat), tulisan (surat atau peraturan tertulis seperti visi dan misi sekolah), maupun tangan (teladan). Kata Kunci:
Guru, Berkarakter, Profesional, Kepala Sekolah, pembinaan Mental, SMA Pesantren Putri AlManawwarah
I. PENDAHULUAN Salah satu faktor utama yang menentukan kualitas pendidikan di sebuah negara adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru adalah salah satu komponen manusia dalam proses pembelajaran yang ikut
1
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 40. An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 171
berperan dalam profesinya mengajar.2 Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, tergambar dengan jelas definisi guru sebagai berikut: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membina, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidik formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.3 Guru sebagai pendidik, ia harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Dengan mendidik, guru harus mengembangkan sikap, watak, nilai moral, kata hati/hati nurani anak didik. Dengan mendidik pula, guru harus mampu mengembangkan potensi anak didik menjadi manusia yang memiliki berbagai kecerdasan (Multiple Intelligences)4 sekaligus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Guru sebagai pengajar, harus melaksanakan pembelajaran yang merupakan tugas pertama dan utama. Guru membantu anak didik yang sedang berkembang dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang belum diketahui anak. Menurut Mulyana,
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi III, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 785. 3
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 1 dalam Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-etika (Cet. VII; Yogyakarta: Grha Guru, 2012), h. 93. 4
Multiple Intelligences atau Kecerdasan Majemuk adalah sebuah teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Gardner meliputi 7 kecerdasan yakni: kecerdasan linguistik (berkaitan dengan bahasa), kecerdasan logis-matematis (berkaitan dengan nalar logika dan matematika), kecerdasan spasial (berkaitan dengan ruang dan gambar), kecerdasan musikal (berkaitan dengan musik, irama dan bunyi/suara), kecerdasan badani-kinestetik (berkaitan dengan badan dan gerak tubuh), kecerdasan interpersonal (berkaitan dengan berhubungan antar pribadi, sosial), kecerdasan intrapersonal (berkaitan dengan hal-hal yang sangat pribadi). Lihat Julia Jasmine, Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk Implementasi Multiple Intelligences (Cet. I; Bandung: Nuansa, 2007), h. 14. Sesuai pengembangan penelitian terakhir Multiple Intelligences bertambah menjadi Sembilan kecerdasan yakni; kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2010), h. 236-239. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
172 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
dengan berkembangnya teknologi, merubah tugas guru dari seorang pengajar yang menyampaikan materi pelajaran, menjadi seorang fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar. Guru sebagai pembimbing harus mengetahui apa yang telah diketahui anak sesuai dengan latar belakang kemampuan tiap anak didik serta kompetensi apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Anak didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman dan memiliki kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan. Guru sebagai pengarah, ia selalu berada bersama anak untuk berdiskusi apa yang menjadi cita-cita anak. Guru harus mengarahkannya sesuai dengan potensi yang dimiliki anak. Guru sebagai pelatih, sangat berperan dalam mengembangkan keterampilan anak, baik keterampilan intelektual (berpikir) maupun keterampilan motorik (bersifat fisik) guru sebagai pelatih bertugas melatih anak didik dalam pembentukan kemampuan dasarnya, sesuai dengan potensi masing-masing anak. Guru sebagai penilai bukan hanya menilai kemampuan intelektualnya atau sekedar menilai kemampuan menguasai mata pelajaran, tapi harus juga mampu menilai sampai anak sudah memahami dan melaksanakan nilai-nilai atau norma-norma dalam kehidupan. 5 Guru mengabdikan ilmu dan dedikasinya di lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Sekolah merupakan organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, yang tentunya berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Dikatakan kompleks, karena sekolah merupakan organisasi yang di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya saling keterkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik dan khas, karena sekolah merupakan organisasi yang memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Karena sifatnya yang kompleks dan unik inilah, sekolah sebagai organisasi memerlukan pemimpin yang mampu mengkordinasikan hingga pada level yang lebih tinggi. Pemimpin dalam sekolah adalah kepala sekolah. Maka tidak jarang keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala 5
Lihat Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik I) (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 202. An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 173
sekolah perempuanyang berhasil inilah, kepala sekolah perempuanyang mampu memahami organisasi sekolah sebagai organisasi yang kompleks, unik dan khas, serta mampu melaksanakan fungsi-fungsiya sebagai kepala sekolah perempuanyang bertanggung jawab untuk mempimpin sekolah. II. PEMBAHASAN A. Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional Membicarakan tentang peran kepala sekolah dalam membina mental guru menjadi berkarakter dan professional merupakan hal yang sangat urgen dan mendasar karena karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang”.6 Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Mengingat betapa pentingnya karakter, maka institusi pendidikan dari jenjang Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai karakter melalui proses pembelajaran baik di ruang kelas maupun di luar ruang kelas (ekstra kurikuler). Keberhasilan sekolah mewujudkan siswa berkarakter sangat ditentukan oleh kepiawaian kepala sekolah memimpin dan mengarahkan segenap komponen yang terdapat di lingkungan sekolah seperti guru, pegawai dan siswa. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Keterampilan khusus. Artinya suatu perbuatan atau jabatan disebut profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan berupa pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah pekerjaan atau keinginan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta 6
Lihat Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Cet. I; Jakarata: Kencana, 2011), h. 1. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
174 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
memerlukan pendidikan profesi. Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan memasyarakatkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam, seperti bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Oleh karena itu profesi seseorang yang menggeluti dunia pendidikan, maka mereka akan bergelut dengan dunia mendidik dan mengajar seperti; guru, dosen, dan berbagai profesi lainnya yang berkaitan dengan disiplin ilmu mendidik. Sedangkan Mappanganro, dalam bukunya Pemilikan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa profesionalisme dimaksudkan adalah seseorang yang memiliki komitmen untuk meningkatkan profesi atau keahlian yang dimilikinya secara terus menerus dan tidak terpisahkan dengan pribadinya.7 Menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia. Ia bertanggung jawab tidak hanya menjadikan anak manusia pandai di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga menjadikan peserta didik berkarakter baik. Menuntun peserta didik untuk melakukan berbagai sifat keutamaan seperti jujur, disiplin, peduli, bertanggung jawab, adil dalam berbagai hal, mempunyai visi maju dan berorientasi masa depan agar kelak ketika dewasa memiliki etos kerja8 dalam kehidupan ini. Seorang anak manusia yang pada 7
Mappanganro, Pemilikan Kompetensi Guru (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2010), h. 80. Profesionalisme pada hakikatnya adalah orientasi kerja yang bertumpu pada kompetensi. Dalam Kongres Guru se-Dunia ke-27 Tanggal 26 Juli sampai Tanggal-27 Agustus 1978, masalah kompetensi guru di seluruh negara non-komunis menjadi topik utama yang dibahas secara luas dan mendalam demi kepentingan profesi guru untuk menyongsong hari esok. Seluruh negara peserta dari 57 negara itu sepakat bahwa pendidikan harus dikelola oleh guru yang profesional dalam bidang-bidang tugas kekaryaan pendidikan pada khususnya. Lihat H. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 164. 8
Etos kerja yang profesional menjadi faktor pendukung utama kebangkitan suatu bangsa. Etos kerja adalah bersungguh-sungguh menggerakkan seluruh potensi diri untuk mencapai sesuatu. Seorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, maka ia akan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Bila kita berkaca pada negara-negara maju, etos kerja para penduduknya memberikan dampak positif bagi kemajuan negaranya. Jepang dengan etos kerja Bushido-nya,
----------------------------------An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 175
mulanya tidak mengetahui apa-apa, di hadapan seorang guru dididik untuk memahami kehidupan secara lebih baik dan mengenal dunia. Di pundaknyalah ada tugas dan tanggung jawab keberlangsungan generasi yang lebih cerdas dan berperadaban di masa yang akan datang. Maka, apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk mencari penyebabnya dan mencari jalan keluarnya bersama peserta didik bahkan jika diperlukan melibatkan orangtua peserta didik bukan justru mendiamkannya atau bahkan menyalahkan peserta didiknya. Sikap yang hendaknya tertanam pada diri seorang pendidik (guru) adalah keikhlasan dalam menekuni profesinya, mencintai sepenuh hati pekerjaannya sebagai guru, tidak sekedar menjalankan tugas dan kewajiban mengajar saja melainkan lebih dari itu guru hendaknya membina, melatih, menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas, menganggap bahwa peserta didiknya adalah anaknya sendiri yang sangat membutuhkan pertolongan untuk dapat bangkit dan mandiri dalam berbagai hal. Guru menurut Macmillan dalam Dani Ronnie M, adalah “someone who other people respect and go to for advice about a particular subject” (guru adalah seorang yang dihormati dan tempat meminta nasihat untuk permasalahan-permasalahan tertentu).9 Guru dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya yang demikian kompleks memerlukan berbagai persyaratan khusus menurut Muhammad Ali sebagaimana dikutip oleh Moh. Uzer Usman, antara lain dikemukakan sebagai berikut:
mampu mengubah Jepang yang luluh lantak akibat perang dunia kedua menjadi raksasa ekonomi Asia, kemudian bangsa Jerman juga memiliki etos kerja rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan, hemat, dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, suka menabung dan investasi. Inspirasi negara maju ini menjadi bukti bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh sikap, perilaku,dan nilai-nilai yang diadopsi individuindividu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya. Lihat Tim kreatif UNJ, Restorasi Pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Terdidik Berbasis Budaya (Cet. I; Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2011), h. 35. Lihat pula Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Cet. I; Jakarta: Labmen, 1991), h. 15. 9
Dani Ronnie M, Seni Mengajar dengan Hati Don’t Be A Teacher Unless You Have Love To Share (Cet. I; Jakarta: PT. Gramedia, 2005), h. 18. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
176 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. 3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. 5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.10 Guru yang berhasil menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik disebut guru profesional. Istilah profesional menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah: Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan norma profesi.11 Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa sebuah pekerjaan dikatakan profesional karena memerlukan berbagai keahlian khusus. Dalam kaitan inilah Wina Sanjaya mengemukakan beberapa ciri pokok pekerjaan profesional sebagai berikut: 1. Pekerjaan profesi ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembagalembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas. 3. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang akademik sesuai dengan profesinya, semakin 10
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. X; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 15. 11
An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 177
tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaannya. B. Bentuk-Bentuk Pembinaan Mental di SMA Pesantren Putri alManawwarah Panyili
.
Pembinaan mental dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: 1. Pembinaan dengan lisan. Metode bil lisan adalah suatu cara kerja yang mengikuti sifat dan potensi lisan dalam mengutarakan suatu cita-cita, pandangan dan pendapat tentang suatu hal (Islam). Metode bil lisan atau yang sering disebut metode ceramah adalah menyampaiakan bahan secara lisan oleh kepala sekolah. Di dalam penggunaan metode ini, diperlukan penyampaian contoh-contoh kongkrit, sehingga tidak terkesan hanya wacana. Dengan harapan contoh yang disampaikan dapat memberikan motivasi tersendiri bagi para guru. Seorang kepala sekolah harus pintar mengatur waktu di dalam menyampaaikan pembinaan, sehingga tidak terkesan searah dan otoriter. 2. Tanya jawab. Tanya jawab merupakan salah satu metode penyampaian dengan cara kepala sekolah mendorong guru menanyakan masalah yang belum dimengerti, khususnya terkait dengan tugas perofesionalnya dan kepala sekolah atau sebaliknya guru bertanya maka dalam hal ini kepala sekolah sebagai penjawabnya. Metode ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan introspeksi bagi kepala sekolah sampai dimana daya serap para guru dalam memahami instruksi kepala sekolah. Namun demikian tanya jawab yang dapat dinilai efektif adalah : - Dapat menjawab dengan baik dan jelas. - Dapat menyelesaikan atau menjawab masalah. - Apabila pertanyaan menghendaki jawaban yang bersifat tuntunan praktis, dapat dilaksanakan. 3. Pembinaan dengan tangan (bil yaad). Pembinaan bil yaad (kekuasaan) adalah suatu cara kerja yang mengupayakan terwujudnya segala aturan dalam An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
178 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
kehidupan pribadi, kelompok dan sosial dengan mengikuti cara dan prosedur kerja potensi manusia yang berupa pikiran, hati, lisan dan tangan/fisik yang tampak dalam keutuhan kegiatan operasional. Penekanannya sedikit bicara banyak kerja (amal nyata), oleh karenanya metode ini sangat kompleks dibanding dengan penggunaan metode pembinaan lainnya, sebab melibatkan keteguhan akidah, keutuhan wawasan, ketrampilan menterjemahkan segala bentuk aturan dalam bentuk kongkrit serta kemampuan membaca perubahan keadaan segenap bawahan secara menyeluruh. C. Peran kepala sekolah dalam pembinaan mental guru Untuk mengetahui peran kepala sekolah dalam membina mental guru menjadi berkarakter dan profesional ada beberapa fungsi kepala sekolah yang harus diperhatikan yakni fungsi edukator, fungsi manajer, fungsi administrator, fungsi supervisor, fungsi leader, fungsi inovator, fungsi motivator, serta fungsi figur dan mediator,12 selengkapnya sebagai berikut: !. Fungsi Edukator Dalam menjalankan fungsinya sebagai edukator (pendidik). Kepala sekolah harus memiliki starategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan (para guru dan yang lainnya) di sekolah serta mampu menciptakan iklim yang kondusif, memberikan nasehat kepada setiap warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, serta melaksanakan program akselerasi bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal. 2. Fungsi Manajer Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
12
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Cet. I; Bandung: Alfabetha, 2012), h. 144-164. An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 179
3. Fungsi Administrator Sebagai administrator kepala sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik kepala sekolah perempuan harus memiliki kemampuan mengelola kurikulum, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. 4. Fungsi Supervisor Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyususn program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyususnan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstra kurikuler pengembangan program supervisi perpuatakaan, laboratorium dan ujian. 5. Fungsi Leader Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Selain itu kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. karakter khusus yang dimaksud meliputi sifat-sifat seperti: a. Jujur, b. Percaya diri c. Tanggung jawab d. Berani mengambil resiko dan keputusan e. Berjiwa besar f. Memiliki emosi yang stabil g. Memiliki keteladanan 6. Fungsi Inovator Kepala sekolah sebagai innovator menurut Mulyasa tercermin pada cara-cara dia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptel dan fleksibel. 7. Fungsi Motivator Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
180 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
kependidikandalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar. 8. Fungsi Figur Dan Mediator Kepala sekolah harus mampu mengembangkan pendidikan berkarakter, bermartabat dengan menjadikan dirinya figure dan mediator yang dapat ditiru demi perkembangan masyarakat sekitarnya. D. PENUTUP Dari uraian mengenai peran kepala sekolah dalam membina mental guru menjadi berkarakter dan professional dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang”. Keberhasilan sekolah mewujudkan siswa berkarakter sangat ditentukan oleh kepiawaian kepala sekolah perempuanmemimpin dan mengarahkan segenap komponen yang terdapat di lingkungan sekolah seperti guru, pegawai dan siswa. 2. Profesional adalah pekerjaan atau keinginan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 3. Peran kepala sekolah dalam membina mental guru menjadi berkarakter dan professional ada beberapa fungsi kepala sekolah yang harus diperhatikan dan dilaksanakan secara bertanggung jawab yakni fungsi edukator, fungsi manajer, fungsi administrator, fungsi supervisor, fungsi leader, fungsi inovator, fungsi motivator, serta fungsi figur dan mediator.
An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Sarifa Nursabaha | 181
DAFTAR PUSTAKA Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002. UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 1 dalam Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-etika Cet. VII; Yogyakarta: Grha Guru, 2012. Julia Jasmine, Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk Implementasi Multiple Intelligences Cet. I; Bandung: Nuansa, 2007. Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Cet. II; Jakarta: Kencana, 2010. Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik I) Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2010. Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan Cet. I; Jakarata: Kencana, 2011. Mappanganro, Pemilikan Kompetensi Guru Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2010. H. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Tim kreatif UNJ, Restorasi Pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Terdidik Berbasis Budaya Cet. I; Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2011. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim Labmen, 1991.
Cet. I; Jakarta:
Dani Ronnie M, Seni Mengajar dengan Hati Don’t Be A Teacher Unless You Have Love To Share Cet. I; Jakarta: PT. Gramedia, 2005. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
182 | Menjadi Guru Berkarakter dan Profesional
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional Cet. X; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi Cet. I; Bandung: Alfabetha, 2012.
An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015