MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING
Disusun oleh: IRPAN HIDAYAT
[email protected]
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012 ABSTRAK Irpan Hidayat (2012) “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa MTs Melalui Model Problem Based Learning” Kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah matematika merupakan aspek yang sangat penting dalam belajar matematika. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa diperlukan suatu strategi yang tepat dalam kegiatan pembelajaran agar hasil belajar siswa lebih optimal serta bisa menghapus persepsi negatif siswa terhadap matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model Problem Based Learning. Populasi penelitian ini adalah siswa Madrasah Tsanawiyah, dimana instrumen pengujiannya berupa soal uraian yang memenuhi uji validitas dan reliabilitas yang baik dengan taraf signifikan α = 0,05. Dari keseluruhan proses dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kata kunci : Problem Base Learning, pembelajaran konvensional
PENDAHULUAN Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan global maka peningkatan mutu pendidikan matematika di semua jenis dan jenjang pendidikan harus selalu diupayakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan matematika telah banyak dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan memperbaiki Kurikulum 1994 dengan mengembangkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Rachmawati, 2008:3) yang berlaku saat ini
dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan matematika adalah: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematik dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika. Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah matematika merupakan aspek yang sangat penting dalam belajar matematika. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa diperlukan suatu strategi yang tepat dalam kegiatan pembelajaran agar hasil belajar siswa lebih optimal serta bisa menghapus persepsi negatif siswa terhadap matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model Problem Based Learning. KAJIAN TEORI DAN METODE KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Problem Based Learning
Model Problem Based Learning merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Menurut Boud dan Felleti (dalam Wena, 2010:91) Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis. Hughes (dalam wena 2010:91) menyatakan bahwa Problem Based Learning memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut : a. Belajar dimulai dengan suatu permasalahan. b. Permasalahan yang di berikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa. c. Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu. Aktivitas pembelajaran di arahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada pembelajaran. Menurut Pierce dan Jones (dalam Rachmawati, 2008:13), kejadian yang harus muncul dalam pengimplementasian Problem Based Learning yaitu: 1. Engagment, siswa berperan secara aktif sebagai pemecah masalah, siswa dihadapkan pada situasi
2. 3. 4.
5.
yang mendorongnya agar mampu menemukan masalah dan memecahkannya. Inquiry, siswa bekerja sama dengan yang lainnya untuk mengumpulkan informasi melalui kegiatan penyelidikan. Solution Building, siswa bekerja sama melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian masalah yang disajikan. Debriefing and reflection, siswa melakukan sharing mengenai pendapat dan idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Presentation of finding, siswa menuliskan rencana, laporan kegiatan atau produk lain yang dihasilkannya selama pembelajaran kemudian mempresentasikan kepada yang lain.
Adapun tahapan pelaksanaan model Problem Based Learning di kelas menurut Ismail dan Sudibyo (dalam Rachmawati, 2008:14): 1. Guru memperkenalkan siswa dengan suatu masalah. 2. Guru mengorganisasi siswa dalam kelompok belajar. 3. Siswa melakukan kegiatan penyelidikan guna mendapatkan konsep untuk menyelesaikan masalah kemudian membuat laporan. 4. Siswa merepresentasikannya 5. Diakhiri dengan penyajian serta analisis evaluasi hasil dan proses. Menurut Rumi (dalam Rachmawati, 2008:15), kelebihan dari model Problem Based Learning adalah: a. Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep pada masalah. b. Menjadikan siswa aktif dan belajar lebih mendalam (deep learners). c. Memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan dalam pemecahan masalah. d. Meningkatkan pemahaman melalui dialog dan diskusi dalam kelompok. e. Menjadi pembelajar yang mandiri. B. Kemampuan Pemahaman Matematis Hudoyo menyatakan: “Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa“. Pemahaman menurut Taksonomi Bloom dalam Susilana (2006:35) ada tiga macam pemahaman matematis, yaitu : pengubahan (translation),
pemberian arti (interpretasi) dan pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation). Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi. Sedangkan ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan (application) yang menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
A. Desain Penelitian Pada penelitian ini akan digunakan dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperiman akan mendapat pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning, sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional. Dengan demikian desain eksperimen dari penelitian ini adalah sebagai berikut: A O X O A O O O = tes awal/ tes akhir X = pembelajaran dengan model Problem Based Learning
Jadi berdasarkan pengertian diatas penulis simpulkan bahwa pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna, tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan.. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan memahami.
B. Populasi dan Sampel Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di tempat penelitian akan diadakan. Dari populasi di atas dan berdasarkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih 2 kelas yaitu VIII-A yang menerima pembelajaran Problem Based Learning dan VIII-B yang menerima pembelajaran biasa atau konvensional.
C. Indeks Gain Menurut Opan dalam http://mathstation.org/57/indeksgain, bahwa penghitungan indeks gain bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dalam penelitian ini, indeks gain akan digunakan apabila rata-rata nilai postes kelas eksperimen dan postes kelas kontrol berbeda. Rumus indeks gain (g) menurut Meltzer adalah sebagai berikut: =
−
−
Kriteria interpretasi indeks gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu: Tabel 1 Interpretasi Indeks Gain Indeks Gain Kriteria g ≥ 0,7 Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah METODE DAN DESAIN PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dimana unsur pemilihan secara acak diabaikan. Variabel-varibel penelitian yang dimaksud adalah pembelajaran matematika menggunakan model Problem Based Learning sebagai variabel bebas, dan kemampuan pemahaman matematis MTs sebagai variabel terikat.
C. Prosedur Pengolahan Data 1. Uji Validitas Instrumen Validitas instrumen menurut Suherman (2003: 102) adalah ketepatan dari suatu instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur, sehingga suatu instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur dikatakan memiliki taraf validitas yang baik jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur. Untuk menguji validitas tes uraian, digunakan rumus Korelasi Produk-Moment memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003: 121). 2) Reliabilitas Reliabilitas menurut Suherman (2003: 131) adalah ketetapan atau keajegan alat ukur dalam mengukur apa yang akan diukur. Kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi. Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa satu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut baik atau dapat memberikan hasil yang tetap. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian (Suherman, 2003: 154), interpretasi yang lebih rinci mengenai derajat reabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford, J.P (Suherman, 2003: 139). 3) Daya Pembeda Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk
membedakan antara test yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan test yang tidak dapat menjawab soal tersebut. 4) Indeks Kesukaran Untuk mencari indeks kesukaran (Suherman, 2003:154), untuk melihat sukar tidaknya sebuah butiran soal, pemeriksaannya tergantung daripada sistem penilaian yang kita pakai. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Tes Awal Sebelum pembelajaran dilakukan, kedua kelas diberikan tes awal (pretes). Dari tes tersebut diperoleh data-data yang akan di olah dan di analisis dengan menggunakan bantuan program Minitab 14, yaitu dengan mencari nilai rata-rata dan simpangan baku dari kedua kelas. Dimana hasilnya tampak seperti pada tabel 4.1 Tabel 2 Hasil Data Tes Awal
Kelas
Banyak Siswa
Rata-rata
Simpangan Baku
Eksperimen
30
32,17
7,62
Kontrol
30
29,50
6,74
Setelah diperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku dari kedua kelas, selanjutnya dilakukan uji, yaitu: a. Uji Normalitas Setelah diketahui gambaran data skor tes awal dari kedua kelas, selanjutnya dilakukan uji normalitas terhadap skor tes awal siswa kedua kelas tersebut. Penghitungan uji normalitas data dengan menggunakan bantuan software Minitab 14 dengan menggunakan uji Normality Testdari Shapiro- Wilk. Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Kelas
Siswa
Ratarata
Std. Dev
Eksperimen
30
32,17
7,62 > 100 Ho diterima
Kontrol
30
29,50
6,74 > 100 Ho diterima
P
Interpretasi
b. Uji Homogenitas Setelah kedua data tes awal kelompok kelas kontrol dan eksperimen diketahui berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas varians dengan bantuan Minitab 14 pada taraf signifikasi α = 0,05.
Berdasarkan perhitungan di dapat nilai P > 0,05, maka disimpulkan kedua varian adalah homogen c. Uji Perbedaan Rata-rata Data Tes Awal Karena kelompok sampel berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji rata-rata dengan menggunakan uji t, dari hasil perhitungan dengan bantuan Minitab 14 dengan uji Two Sample T-test Confidence Interfal (CI) maka telah diperoleh hasil pada taraf signifikansi 0,05. nilai P = 0,157 atau P > 0,05 , maka artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang menggunakan pembelajaran PBL dengan konvensional. 2. Analisis Data Tes Akhir Setelah perlakuan diberikan kepada masing-masing kelas, kedua kelas tersebut diberikan tes akhir (postes). Berdasarkan tes akhir yang telah diberikan kepada kedua kelas, diperoleh nilai-nilai yang akan diolah dan dicari rata-rata dan smpangan bakunya, seperti tampak pada tabel 4.2 di bawah.
Kelas
Tabel 4 Data Tes Akhir Banyak Rata-rata Siswa
Simpangan Baku
Eksperimen
30
66,17
6,65
Kontrol
30
59,33
7,85
Setelah diperoleh hasilnya, maka selanjutnya dilakukan uji berikut: a. Uji Normalitas Setelah diketahui gambaran data skor tes awal dari kedua kelas, selanjutnya dilakukan uji normalitas terhadap skor tes awal siswa kedua kelas tersebut. Penghitungan uji normalitas data dengan menggunakan bantuan software Minitab 14 dengan menggunakan uji Normality Testdari Shapiro- Wilk. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan Minitab 14, untuk kedua kelompok adalah P > 0,100, maka dikatakan berditribusi normal. b. Uji Homogenitas Setelah kedua data tes awal kelompok kelas kontrol dan eksperimen diketahui berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas varians dengan bantuan Minitab 14 pada taraf signifikasi α = 0,05.Berdasarkan tabel di atas didapat nilai F= 0,7 dan nilai P > 0,05, yaitu P= 0,37, maka disimpulkan kedua varian adalah homogen
c. Uji Perbedaan Rata-rata Data Tes Akhir Karena kelompok sampel berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji rata-rata dengan menggunakan uji t, dari hasil perhitungan dengan bantuan Minitab 14 dengan uji Two Sample T-test Confidence Interfal (CI) diperoleh hasil pada taraf signifikansi 0,05 nilai P = 0,001 atau P ≤ 0,05 , maka artinya pembelajaran dengan menggunakan Problem BasedLearning lebih baik daripada dengan pembelajaran konvensional. 3. Analisis Data Indeks Gain Berdasarkan analisis data tes awal dan tes akhir, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman siswa dengan pendekatan menggunakan Problem Based Learningdibandingkan dengan pembelajaran konvensional atau dengan kata lain kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan analisis data terhadap indeks gain masing-masing kelas. Gain yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gain ternormalisasi. Dimana hasil indeks gain masing-masing kelas dapat terlihat pada tabel dibawah berikut: Tabel 5 Hasil Analisis Data Indeks Gain Kelas Gain Eksperimen Gain Kontrol
Banyaknya
Rata-rata
Std. Deviasi
30
0,499
0,095
30
0,420
0,111
Berdasarkan tabel di atas jelas terlihat bahwa ratarata gain ternormalisasi kemampuan pemahaman matematis kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol. Dimana rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen lebih besar daripada rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol. Seperti pada data tes awal dan tes akhir, untuk selanjutnya dilakukan pengujian data indeks gain PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah diuraikan di atas, ternyata nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilakukan uji statistik dalam hal ini uji t dua pihak, ternyata terdapat peningkatan pemahaman lebih baik dari siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning daripada pembelajaran konvensional. Karena adanya perbedaan rata-rata antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, maka perlu untuk mengukur besarnya peningkatan dari masing-masing kelas dengan menggunakan indeks gain dari Meltzer.
Setelah pengujian dengan indeks gain, ternyata memang adanya perbedaan peningkatan (gain) dari kedua kelas. Sehingga, dengan melihat perbedaan rata-rata skor tes akhir dan rata-rata skor gain ternormalisasi antara kelas eksperimen (menggunakan Problem Based Learning) dan kelas kontrol (menggunakan pembelajaran konvensional), maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan Problem BasedLearninglebih baik dalam peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa MTs, khususnya MTs. Mashalihul Mursalat Soreang. Pemahaman matematis siswa yang menggunakan Problem Based Learning dengan kegiatan kelompok sedikit lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini bisa terlihat selain dari hasil uji statistik dan uji gain ternormalisasi, tapi disebabkan juga masih kurang adanya aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan kurangnya interaksi antar siswa dan guru secara kooperatif yang disebabkan kemampuan guru masih belum bisa memaksimalkan metode pembelajaran yang diterapkan, khususnya Problem Based Learning. Penggunaan Problem Based Learningdilihat dari keseluruhan nilai hasil pembelajaran dengan kegiatan kelompok memiliki kelebihan dalam hal pemahaman, dimana pemahamannya yang lebih merata kepada setiap siswa, tidak halnya pada pembelajaran konvensional yang cenderung kepada siswa yang memang memiliki dasar pengetahuan matematik yang baik atau yang aktif bertanya kepada guru. Tetapi adapula kekurangan dalam penggunaan Problem Based Learning yang dilakukan oleh peneliti, yaitu masih kurangnya bisa memotivasi komunikasi aktif dalam kelompok, sehingga kelompok benar-benar hidup dalam melakukan pembelajaran matematik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman belajar matematika siswa yang menggunakan Problem Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. SARAN Setelah pelaksanaan penelitian selesai, maka berdasarkan pada hasil yang telah dianalisis datanya terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan, baik bagi peneliti maupun guru:
1.
2.
3.
Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat dijadikan alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa; Untuk memaksimalkan penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning diperlukan waktu yang cukup dan berkesinambungan; Agar dapat terjadinya interaksi dan komunikasi aktif siswa, maka kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dalam kelompok, agar dapat dijadikan alternatif tambahan dalam memaksimalkan metode pembelajaran, terutama dalam model pembelajaran Problem Based Learning
DAFTAR PUSTAKA Opan (2012). Ngobrol Matematika : Indeks Gain. [online] Tersedia di http://mathstation.org/57/indeksgain. Diposkan 15 Januari 2012.
Russefendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rachmawati.(2008). Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP.Skripsi UPI: Tidak di terbitkan. Suherman, E. (2003) Individual Texbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI. Susilana, R (2006). Kurikulumdan Pembelajaran. Bandung: TIM MKDP FIP UPI. Wena, M (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontenporer. Jakarta: BumiAksara.