MENGUNGKAP NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM FESTIVAL MALANG KEMBALI SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA BANGSA
ARTIKEL ILMIAH
OLEH HARTUTIK NURUL KASANAH NIM 209811424292
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN APRIL 2013
MENGUNGKAP NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM FESTIVAL MALANG KEMBALI SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA BANGSA UNCOVERING THE LOCAL WISDOM VALUES IN FESTIVAL MALANG KEMBALI AS AN EFFORT TO PRESERVE THE NATION'S CULTURAL
Hartutik Nurul Kasanah* Suwarno Winarno** Sutoyo** *Jurusan HKn FIS UM, Jl. Semarang 5 Malang 65145 e-mail:
[email protected] **Jurusan HKn FIS UM, Jl. Semarang 5 Malang 65145
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan beberapa hal, yang mencakup asal mula atau historis Festival Malang Kembali, wujud dalam ragam tampilan Festival Malang Kembali, nilai-nilai kearifan lokal dalam Festival Malang Kembali, animo dan persepsi masyarakat terkait acara Festival Malang Kembali, kendala dalam penyelenggaraan dan prospek penyelenggaraan Festival Malang Kembali. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskripstif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Asal mula atau historis Festival Malang Kembali berawal dari prakarsa dan kecintaan Dwi Cahyono dalam mengumpulkan benda-benda sejarah dan dalam rangka arkeologi publik kepada masyarakat yang awalnya di Alunalun Kota Malang dengan pemasangan gambar-gambar, selanjutnya ditetapkan di jalan Ijen pada bulan Mei dan bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, 2) Wujud dalam ragam tampilan Festival Malang Kembali tampak pada gagasan dalam pembuatan acara ini dan ide serangkaian kegiatan didalamnya, aktifitas dan artefak yang disuguhkan selama acara festival berlangsung, 3) Nilai-nilai kearifan lokal dalam Festival Malang Kembali meliputi nilai pendidikan, nilai sejarah, nilai kebudayaan, nilai kesenian, nilai ekonomi, nilai gotong-royong, nilai kepedulian, nilai hiburan dan nilai keindahan, 4) Animo masyarakat terkait acara Festival Malang Kembali selalu meningkat setiap tahunnya dan ada sebagian masyarakat yang menuai persepsi bahwa FMK dua tahun terakhir seperti pasar malam, 5) Kendala dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali adalah kesulitan dalam menentukan tema, banyaknya pedagang kaki lima (PKL), minimnya dana dalam penyelenggaraan festival, masih banyaknya pengunjung yang tidak mematuhi aturan untuk menggunakan pakaian tempo dulu, kurangnya fasilitas umum seperti toilet dan media informasi, dan kurangnya petugas keamanan, 6) Prospek penyelenggaraan Festival Malang Kembali tetap relevan untuk ditampilkan karena memberikan banyak dampak positif pada berbagai pihak sehingga ke depan perlu diadakan kembali sebagai upaya pelestarian budaya bangsa. Kata Kunci: kearifan lokal, pelestarian, budaya bangsa
1
2
ABSTRACT: The purpose of this study is to describe some of the things, which includes the origin of Festival Malang Kembali, a form in a variety of display Festival Malang Kembali, the values of local wisdom within Festival Malang Kembali, interest and related public perception Festival Malang Kembali, constraints in implementation and prospects the Festival Malang Kembali. This study uses a deskripstif qualitative approach. The results showed that 1) the historical origins Festival Malang Kembali originated from a love Dwi Cahyono initiative in collecting objects in the context of history and public archeology to the public initially at Malang Town Square with the installation drawings, will be determined at the Ijen in May and in collaboration with the Department of Culture and Tourism of Malang, 2) Being in a range of display Festival Malang Kembali look at the idea in making this event a series of activities and ideas therein, activities and artifacts that are served during the festival event, 3) the values of local wisdom in Festival Malang Kembali include educational value, historical value, cultural value, artistic value, economic value, the value of mutual cooperation, concern value, entertainment value and aesthetic value, 4) Festival Malang Kembali event-related public interest is increasing every year and there are some people who reap the perception that FMK last two years as the night market, 5) Obstacles in the implementation of Festival Malang Kembali is the difficulty in determining the theme, many street vendors (PKL), the lack of funds in the organization of the festival, there are many visitors who do not comply with the rules for using the clothes of the past, the lack of public facilities such as toilets and media information, and lack of security personnel, 6) prospects remain relevant to the implementation Festival Malang Kembali displayed because it gives a lot of positive impact on the various stakeholders so that the future needs to be held back as an effort to preserve the nation's culture. Keyword: local wisdom, preservation, national culture Latar Belakang Masalah Pelestarian budaya dalam kehidupan masyarakat modern saat ini merupakan suatu hal yang patut mendapatkan perhatian semua pihak, terutama budaya lokal yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah maupun elemen terkait, Festival Malang Kembali (FMK) merupakan salah satu kreasi-inovasi sebagai wujud upaya nyata pelestarian budaya yang ada di Kota Malang. Acara ini dikemas sedemikian rupa sehingga menarik dan mampu menggugah generasi muda untuk mencintai dan ikut andil dalam melestarikan kebudayaan asli Malang. Namun dalam penyelenggaraannya banyak pengunjung yang tidak memahami esensi dan tujuan penyelenggaraan acara ini. Pada penelitian ini penulis meneliti pelaksanaan Festival Malang Kembali yang telah diselenggarakan selama periode 2006-2012 dengan fokus utama pada penyelenggaraan FMK tahun 2012 yang bertema “Malang World Heritage Site”.
3
Landasan Teori
Menurut Supartono, (dalam Kusumohamidjojo, 2009:35), kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil karya cipta manusia.Wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga menurut Koentjaraningrat (dalam wikipedia.org) yaitu : (1) gagasan yaitu berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh (2) aktifitas yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu, sifatnya konkret terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan dan (3) artefak yaitu wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.Menurut Geriya (dalam Sartini, 2004:112) mengemukakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.
METODE
Penelitian tentang “Mengungkap Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Festival Malang Kembali Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Bangsa”, menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatifyaitu berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin. Informasi yang digali lewat observasi dan wawancara terhadap
informan yaitu Panitia Festival Malang Kembali, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dan pengunjung FMK. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Menurut Arikunto (2010:3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif berperan penting dalam keseluruhan tahap penelitian.Kehadiran peneliti di lapangan adalah penyusun rencana kegiatan, melaksanakan penelitian, mengumpulkan data dan melaksanakan wawancara
4
dengan subyek penelitian. Dalam pelaksanaannya peran peneliti disini sebagai pengamat dan pengumpul data dari Festival Malang Kembali, peneliti melakukan pengamatan sendiri secara langsung dengan hadir di lokasi penelitian yaitu Acara Festival Malang Kembali di jalan Ijen, Yayasan Inggil dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dimana peneliti mengamati nilai-nilai kearifan lokal dalam Festival Malang Kembali. Lokasi penelitian adalah di sepanjang jalan Ijen yang merupakan lokasi acara Festival Malang Kembali digelar, Yayasan Inggil yang terletak di Jalan Gajahmada No.4 Malang dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang (Disbudpar) yang bertempat di Perkantoran Terpadu Gedung A Lt. 3 Jalan Mayjen Sungkono.Sumber data utama penelitian ini adalah observasi peneliti di lokasi acara FMK di jalan Ijen, wawancara dengan ketua penyelenggara Festival Malang Kembali yaitu Dwi Cahyono, S.E dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang (Disbudpar) yaitu Ida Ayu Made, S.H., M.Si. dan wawancara dengan pengunjung, oleh karena itu perlu data tambahan yang disebut sebagai sumber data sekunder. Sumber data sekunder berupa dokumentasi dan sumber buku serta sumber tertulis dari arsip yang ada. Data diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang jawaban dalam sebuah penelitian. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data diskriptif yaitu analisis data yang dilakukan untuk menafsirkan atau menginterpretasikan data yang diperoleh, dalam menganalisis data peneliti menggunakan bahasanya sendiri yaitu untuk mengungkapkan hasil penelitian berdasarkan pengetahuan, dari hasil penafsiran tersebut kemudian disusun kesimpulan. Pengecekan keabsahan data untuk memperoleh hasil penelitian kualitatif yang dapat dipercaya semua pihak dan disetujui kebenarannya oleh informan yang diteliti. Adapun teknik yang digunakan peneliti dalam pengecekan keabsahan data adalah sebagai berikut: a) kehadiran peneliti b) ketekunan pengamatan c) tehnik trianggulasi. Tahap-tahap penelitian: 1) tahap orientasi atau pra lapangan, dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan, 2) Tahap persiapan dilakukan pengumpulan data, pengolahandata, analisis data dan selanjutnya menarik kesimpulan, 3) Tahap pelaporan dalam tahap pelaporan ini adalah menyusun hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Asal mula atau historis Festival Malang Kembali Festival Malang Kembali berawal dari prakarsa dan kecintaan Dwi Cahyono dalam mengumpulkan benda-benda sejarah, setelah data terkumpul banyak Dwi berupaya untuk menyebarluaskan dan mengedukasi masyarakat agar tahu tentang sejarah dan budaya Kota Malang tersebut dengan cara yang menyenangkan dan menjadi tempat rekreasi generasi muda sehingga terdorong untuk mempelajari dan melestarikan budaya yang ada di Malang dan harapannya masyarakat bangga dengan budaya yang dimiliki. Pada awalnya lokasi FMK tidak di jalan Ijen melainkan di Alun-alun Kota Malang dengan memasang gambar-gambar atau banner, tetapi karena peraturan daerah maka muncul ide untuk membuat even Festival Malang Kembali bekerjasama dengan Pemerintah Kota Malang dan dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang ditetapkan di jalan Ijen dan dilaksanakan pertama kali pada tahun 2006. Berikut penjelasan Dwi Cahyono selaku ketua Yayasan Inggil terkait sejarah Festival Malang Kembali. Kurang lebih 15 tahun yang lalu saya membuat Yayasan Inggil, sebagai suatu organisasi konservasi budaya, penyelamat budaya-budaya lokal Malang. Awal sejarahnya, yayasan ini berisi sekumpulan orang yang peduli sejarah Malang. Berikutnya 10 tahun yang lalu saya sudah punya data-data yang banyak, kita mendapatkan data-data tersebut dibantu oleh berbagai pihak, termasuk dari Belanda. Namun saya bingung untuk mensosialisasikan ke masyarakat. Kalau kita masuk ke sekolah-sekolah maka akan sangat lama. Gagasan murni Malang Kembali atau MTD itu sebetulnya sebagai sosialisasi fakta-fakta sejarah dan budaya, awalnya bukan di jalan Ijen, awalnya saya bikin di sekitar alun-alun. Waktu itu saya cuma memajang foto-foto sejarah, intinya saya ingin menyadarkan masyarakat kota Malang bahwa kita harus bangga sebagai warga kota Malang, karena banyak fakta-fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Malang itu besar. Seluruh kerajaan besar itu berasal dari Malang, pemerintahan mulai pemerintahan kolonial juga banyak sekali yang muncul di Malang dan itu ada fakta-fakta sejarahnya. Saya ingin mengungkap agar masyarakat Malang tahu, namun ternyata kesulitan. Saat saya memasang fotofoto di alun-alun, orang-orang tidak mau datang, nah kalau datang saja tidak mau makatujuan awal untuk pembelajaran pada masyarakat tidak terpenuhi. Selain itu ada beberapa hal yang pemerintah tidak berkenan, ada beberapa fakta yang saya ungkap yang pemerintah tidak berkenan, sehingga saya dilarang untuk mengadakan acara tersebut disana. Berikutnya muncul ide untuk membuat sebuah even yang menyuguhkan atmosfer Malang Tempo Doeloe untuk pembelajaran dan acara tersebut diselenggarakan di jalan Ijen (Wawancara tanggal 13 Februari 2013).
6
Festival Malang Kembali sengaja diadakan pada bulan Mei dan setiap tahunnya selalu menampilkan tema yang berbeda. Untuk MTD VII digelar tanggal 2427 Mei 2012 dengan tema Malang World Heritage Site menawarkan kesempatan untuk mendalami lebih jauh mengenai kekayaan warisan sejarah budaya Malang dan mewujudkan cita-cita menjadikan Malang sebagai Kota warisan Pusaka Dunia, berikut penuturan dari Dwi Cahyono. Biasanya acara Malang Kembali ini kita adakan bulan Mei karena yang pertama pada bulan Mei itu sebetulnya untuk acara pendidikan maka alternatifnya selesai jadwal ujian, setelah semua ujian selesai dan sudah tidak ada ujian lalu kita adakan. Saat sudah tidak ada lagi beban di sekolah maka mereka belajar disitu. Memang salah satunya dalam rangka HUT Kota Malang. Dan setiap tahun saya bikin tema yang berbeda, sehingga masyarakat bisa belajar sejarah di tema tersebut.Untuk tema di tahun 2012 kemarin itu bukan sekedar tema, kemarin saya sudah mendaftarkan Malang ke UNESCO sebagai kota pusaka dunia (Wawancara tanggal 13 Februari 2013). Diadakannya acara festival Malang Kembali pada bulan Mei karena menunggu berakhirnya ujian para pelajar, sehingga mereka dapat belajar sejarah dan budaya sambil rekreasi dengan mendatangi Festival Malang Kembali, selain itu juga di bulan Mei ini merupakan serangkaian acara dalam memperingati HUT Kota Malang yang tepatnya pada tanggal 1 April. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mariana sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bahwa “diadakan bulan Mei ini karena kaitannya dengan lahirnya Kota Malang tanggal 1 April, jadi masih termasuk serangkaian lahirnya kota Malang” (Wawancara tanggal 13 Februari 2013). Panitia juga sengaja membuat tema yang berbeda di setiap tahunnya, tema acara ini didasarkan pada perjalanan histori Kota Malang. Sebelum penyelenggaraan panitia mengadakan survei yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat Kota Malang mengetahui sejarah Kota Malang, sehingga ada pembelajaran baru yang ditampilkan dalam acara-acara Festival Malang Kembali. Istilah Malang Kembali sebenarnya sama dengan MTD, yang tujuannya adalah sama-sama mengungkap sejarah dan budaya Kota Malang, berikut penjelasan wawancara dengan Bapak Dwi Cahyono. Hak paten kita itu Festival Malang Kembali - Malang Tempo Doeloe, jadi bukan berubah namun orang lebih mengenal Malang Tempo Doeloe, ya sama saja, sebenarnya Malang Kembali itu visi kita dan Malang Tempo Doeloe itu merupakan misi kita yaitu untuk mengembalikan kebesaran kota Malang (Wawancara tanggal 13 Februari 2013).
7
Berdasarkan hasil wawancara dan temuan penelitian maka peneliti berpendapat bahwa ide penyelenggaraan Festival Malang Kembali atau Malang Tempo Doeloe ini merupakan upaya untuk mengedukasi masyarakat dengan cara yang menyenangkan, monumental-menghibur, selain itu juga merupakan bentuk dari arkeologi publik dalam upaya penyebarluasan sejarah dan budaya Kota Malang kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mencintai dan bangga dengan kebudayaan yang dimiliki.
Wujud dalam ragam tampilan Festival Malang Kembali Berdasarkan temuan penelitian bahwa wujud dalam ragam tampilan Festival Malang Kembali tampak pada ide pembuatan festival, ide terkait tampilan yang akan diselenggarakan, dan wujud tersebut juga tampak pada seluruh ragam tampilan yang disajikan pihak penyelenggara baik berupa pertunjukan-pertunjukan kesenian maupun suatu aksi sosial yang melibatkan elemen masyarakat, selain itu juga tampak pada pameran barang antik, stan dan juga makanan khas tempo dulu. Wujud kebudayaan yang ada dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali oleh peneliti diklasifikasikan menjadi 3 wujud yaitu gagasan, aktifitas, dan artefak, hal ini mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (2002). Gagasan merupakan wujud kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak dan tidak dapat diraba atau disentuh.Wujud ini tampak dalam:(a) tujuan penyelenggaraan FMK yaitu untuk penyebarluasan dan pembelajaran sejarah, seni, budaya Kota Malang kepada masyarakat dan upaya mempercepat proses pembelajaran, (b) tema-tema yang diangkat setiap tahun yang berdasarkan perjalanan sejarah Kota Malang dan hasil observasi di lapangan sebelum even FMK berlangsung, (c) ide berbagai macam tampilan yang disuguhkan berdasarkan tema penyelenggaraan,(d) gagasan adanya kegiatan Sekolah Si Boedi yang merupakan suatu gagasan untuk penanaman moral dan budi pekerti pada generasi muda dan (e) Jati Daya (Kerja Bakti Budaya) yang merupakan ide untuk melestarikan benda-benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. Aktifitas merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat yang sifatnya konkret dalam kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan.Dalam hal ini terselenggaranya (a) pagelaran atau pertunjukan kesenian tradisional dan budaya khas Malang, seperti: pertunjukan
8
wayang Topeng Malang, tari topeng, tari kreasi, ludruk, wayang kulit Malangan, (b) permainan tradisional seperti: gobak sodor, egrang, bola bakar, beckthor, ongklek, bangkiak butho,(c) stan tradisi, (d) kampung pembelajaran, (e) lomba-lomba seperti: lomba kostum, lomba mirip artis tempo dulu, lomba karya aransemen, lomba mirip paiton gundul, (f) workshop misalnya: workshop tari topeng, workshop gerabah dan workshop batik, (g) Seminar Internasional Heritage (UNESCO), (h) pembelajaran Sekolah Si Boedi yang dilaksanakan di sekolah-sekolah maupun di area FMK dan (i)kerja bakti dalam kegiatan Jati Daya yang dilaksanakan dibeberapa titik, antara lain: Jalan Kayutangan, Alun-alun Bunder, Alun-alun Kotak, Masjid Jami’, Gereja GPIB Imannuel, Concordia (Sarinah), Bank Indonesia,dan Kantor Kas & Perbendaharaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain yaitu melakukan pengecatan bangunan cagar budaya secarabersama-sama dan sukarela serta pemasangan papan nama (documentary board). Sedangkan artefak merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Dalam hal ini ditampilkannya: (a) berbagai barang kerajinan warga Malang, seperti: keramik Dinoyo, gerabah dan batik, (b) pameran benda-benda kuno (mobil kuno, sepeda antik, motor antik), (c) galeri photo tentang sejarah walikota, sejarah lambang Malang, sejarah nama Kota Malang, sejarah KNIP, dan sejarah Tugu Malang, dan (d) dijajakannya berbagai makanan tradisional khas tempo dulu seperti: cenil, ketan, gatot, jagung, gulali, arbanat, roti moho, kacang godok, arumanis, dan krupuk miler. Berdasarkan tiga wujud kebudayaan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa ketiga wujud tersebut semua tampak dalam acara Festival Malang kembali yang telah diselenggarakan pada tanggal 24-27 Mei 2012 oleh Yayasan Inggil bekerjasama dengan Pemerintah Kota Malang untuk mengedukasi masyarakat terkait sejarah dan budaya Kota Malang.
Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Festival Malang Kembali Berdasarkan hasil temuan penelitian dan hasil wawancara bahwa pada dasarnya dalam acara Festival Malang Kembali terdapat nilai-nilai yang dapat
9
dijadikan pedoman hidup, yaitu nilai pendidikan, nilai sejarah, nilai kebudayaan, nilai kesenian dan nilai ekonomi. Berikut petikan wawancara dengan Ibu Ida Made Ayu SH., M.Si kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bahwa. Untuk kearifan lokal memang tujuan kita memberikan pembelajaran kepada generasi muda bagaimana mereka mencintai kebudayaannya, pertama kalau memang sejarah Kota Malang tidak diketahui oleh mereka minimal kita bisa menggambarkan dari situ, kemudian yang kedua bagaimana mereka agar tahu kondisi sebelumnya, termasuk dari pakaian tempo dulunya seperti apa, jajanan tempo dulunya dan sebagainya (Wawancara tanggal 19 Februari 2013). Dwi Cahyono yang merupakan ketua panitia FMK 2012 juga berpendapat terkait nilai-nilai kearifan lokal dalam acara FMK sebagai berikut. Nilai-nilai kearifan lokalnya ya yang utama adalah pembelajaran untuk masyarakat, mereka bisa tahu sejarahnya Kota Malang berdasarkan tema yang diangkat di tahun itu, kan temanya tiap tahun beda, terus kesenian-kesenian yang ada di Malang, untuk menumbuhkan kecintaan pada budaya Malang (Wawancara tanggal 13 Februari 2013). Selain itu Ibu Endang Tri Rahayu K,SP Kasi Pengembangan Produk Wisata Disbudpar menambahkan bahwa: “Nilai sejarahnya yaitu ditampilkannya suasana tempo dulu, mulai dekorasi panggung, makanan khas kemudian pakaian perang zaman kolonial, benteng, gedung-gedung zaman dulu” (Wawancara tanggal 11 Februari 2013). Pendapat yang lain terkait nilai ekonomi juga disampaikan oleh Ibu Ida Ayu Made SH. M.si kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bahwa. Kalau dari sisi ekonominya kita setiap melakukan even itu kan berupaya meningkatkan perekonomian utamanya UMKM. Untuk meningkatkan perekonomian UMKM itu diberikan fasilitas disana untuk mereka berjualan, karena ini masalah tempo dulu tidak sembarangan yang boleh dijual, ya yang berkaitan dengan makanan-makanan tempo dulu, seperti gulali, cenil, jajan pasar, nasi jagung, sekali mereka berjualan disitu mendapatkan pemasukan 1,5-2 juta, lha jualan jajanan pasar 2 juta kan banyak (Wawancara tanggal 19 Februari 2013). Hal ini sebagaimana pendapat Geriya (dalam Sartini, 2004:112) bahwa kearifan lokal merupakan nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama, dari hasil penelitian nilai-nilai kearifan lokal Festival Malang Kembali diantaranya adalah: (a) nilai pendidikan, (b) nilai sejarah, (c) nilai
10
kebudayaan, (d) nilai kesenian, (e) nilai ekonomi, (f) nilai gotong-royong, (g) nilai kepedulian, (h) nilai hiburan dan (i) nilai keindahan. Nilai gotong royong merupakan cerminan dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial, dalam Festival Malang Kembali tampak dalam kegiatan Jati Daya yang juga serangkaian kegiatan FMK yang pesertanya kurang lebih 1000 orang ikut andil dalam membersihkan dan merawat benda-benda cagar budaya yang ada di beberapa titik, antara lain di Jalan Kayutangan, Alun-alun Bunder, Alun-alun Kotak, Masjid Jami’, Gereja GPIB Imannuel, Concordia (Sarinah), Bank Indonesia, dan Kantor Kas & Perbendaharaan, yaitu dengan mengecat bangunan-bangunan kuno sebanyak 10 bangunan dan juga memasang documentary board pada bangunan tersebut, antusias warga ini tanpa dibayar dan dengan sukarela. Nilai kepedulian ini terlihat dari pihak penyelenggara dalam tujuannya ingin mengedukasi masyarakat utamanya generasi muda agar mengetahui sejarah dan budaya Kota Malang sehingga cinta dan bangga terhadap Kota Malang, selain itu penyelenggara juga peduli terhadap masyarakat, yaitu berupaya meningkatkan perekonomian UMKM dengan menyeleksi stan- stan yang daftar diutamakan pada pedagang-pedagang yang belum memiliki tempat, selain itu nilai kepedulian dalam Festival Malang Kembali 2012 ini tampak dalam kegiatan Jati Daya yaitu kerja bakti budaya dimana masyarakat yang terdiri dari komunitas-komunitas yang mencapai 1000 orang ikut andil dalam pembersihan dan peremajaan kembali benda-benda cagar budaya, selanjutnya juga dipasangkan documentary board pada cagar budaya tersebut dan ini dilakukan secara sukarela oleh semua peserta. Penyelenggara juga peduli akan nilai moral yang semakin luntur dikalangan generasi muda, untuk itu diadakan kegiatan Sekolah Si Boedi baik di sekolah-sekolah maupun ketika even Malang Kembali berlangsung yaitu dengan membuat kelas di dalam replika bangunan Concordia dalam upaya meningkatkan moral dan pembelajaran budi pekerti yang dimiliki bangsa ini dan memang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai hiburan dalam Festival Malang Kembali tampak dengan adanya ragam acara berbagai pertunjukan yang dihadirkan selama even berlangsung, baik acara di pendopo agung, di panggung koes plus, panggung JTV Malang, di zona kampungkampung, dan pertunjukan lomba permainan tradisional yang kesemuanya
11
menampilkan kesenian dan budaya khas Malang dengan musik khas tempo dulu, perputaran film dokumenter maupun berbagai tulisan dan benda-benda khas tempo dulu, Festival Malang Kembali juga merupakan media hiburan masyarakat yang murah, masyarakat bebas masuk dan tidak dikenai tarif untuk membayar, acara ini memang ditujukan untuk masyarakat umum sehingga bisa menikmati aneka tampilan yang disuguhkan. Nilai keindahan ini tampak dalam penampilan pertunjukan yang dirangkai indah dan terkesan tempo dulu seperti makanan, pakaian, aksesoris, kesenian, musik, permainan, tulisan yang dipajang, dekorasi stand dan panggung, sehingga setting yang didapat seperti memasuki ketika zaman dahulu. Seperti halnya pendapat Darmodihanjo (dalam Wahyu, 2002:8) bahwa nilai keindahan bersumber pada unsur rasa manusia dan perasaan (aestheis), sehingga dengan adanya nilai keindahan inilah yang akhirnya membuat Festival Malang Kembali selalu ramai dikunjungi masyarakat
Animo dan persepsi masyarakat terkait acara Festival Malang Kembali Animo masyarakat dalam acara Festival Malang Kembali ini cukup tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya, dan pengunjung terbesar adalah di FMK ke VII yaitu pada tahun 2012. Sebagaimana terlihat dalam gambar bahwa pengunjung memadati area FMK ketika siang hari.
Gambar Animo masyarakat dalam FMK Sumber: Panitia FMK 2012 Pengunjung yang datang dalam Festival Malang Kembali bukan hanya dari Malang saja melainkan dari kota-kota yang lain di Jawa Timur, bahkan juga ada yang dari luar luar negeri, antusias masyarakat ini yang meramaikan Malang dan menjadikan MTD dikenal banyak oleh masyarakat luas, berikut yang disampaikan
12
Dwi Cahyono bahwa “satu hari itu sekitar 500 ribu orang, selama 4 hari totalnya ya sekitar 2 juta orang. Itu lebih besar dari Pekan Raya Jakarta perhari, untuk tiap tahun semakin meningkat” (Wawancara tanggal 15 Februari 2013). Suatu kebudayaan dalam masyarakat pasti banyak menuai persepsi dari masyarakat, baik yang mengikuti ataupun tidak. Seperti halnya kegiatan Festival Malang Kembali yang telah diselenggarakan untuk yang ke tujuh kalinya ini di Kota Malang. Banyak persepsi muncul dari masyarakat terkait acara penyelenggaraan Festival Malang Kembali, beberapa orang menyebutkan bahwa Festival Malang Kembali tidak lebih sekedar pasar malam, salah satunya yang diungkapkan oleh Mahersea Anggriawan yang merupakan salah satu pengunjung FMK bahwa. Seperti dibilang ya seperti pasar malam gitu, cuman dari tahun ke tahun akhirnya berkembang, kemarin yang tahun terakhir ini buka mulai jam 2, ya mungkin karena Pemkot melihat animonya semakin tinggi, ya seperti itu, kalau malam justru obyek-obyek tertentu malah gak kelihatan, terlalu ramai (Wawancara tanggal 3 Februari 2013). Namun berbeda dengan pendapat Sofia Wiragustin yang juga merupakan pengunjung Festival Malang kembali bahwa. Menurut saya MTD itu tidak seperti pasar malam, karena disitu kan gak ada permainan-permainan khas pasar malam, tetapi lebih ke pertunjukan seni budaya Malang, dan orang-orang jualan mengenai barang-barang tempo dulu, jajanan tempo dulu, yang jual pun juga menggunakan pakaian khas tempo dulu (Wawancara tanggal 01 Februari 2013). Dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali yang animo masyarakatnya semakin tinggi, memicu banyak pedagang PKL yang datang untuk ikut meramaikan suasana acara, pedagang-pedagang liar ini pun ikut masuk ke dalam lokasi acara sehingga menimbulkan kesan seperti pasar malam, padahal konsep dari penyelenggaraan FMK ini jelas bukan seperti itu melainkan ingin mengembalikan Malang Kembali sesuai visi penyelenggara.
Kendala dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali Berikut kendala dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali berdasarkan temuan penelitian yaitu: (a) kesulitan dalam menentukan tema, (b) masih banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang masuk dalam lokasi FMK dan susah ditertibkan, (c)
13
minimnya dana dalam penyelanggaraan Festival, dan (d) masih banyaknya pengunjung yang tidak mematuhi aturan untuk menggunakan pakaian tempo dulu. Sebagaimana pendapat dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Ayu Made S.H.,M.Si. selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bahwa. Kendalanya ya PKL itu utamanya, kan orang-orang yang berjualan secara liar disitumenggelar dagangannya, pada saat kita kondisikan stan itu mereka kan gak ada, tapi mereka menyamar sbagai pengunjung, tempatnya kan terbuka kayak gitu, kemudian pengunjung yang tidak memakai pakaian tempo dulu, pada saat di lokasi mereka kita himbau untuk memakai pakaian tempo dulu namun kenyataannya sebagian besar belum yang menggunakan (Wawancara tanggal 19 Februari 2013). Berikut pernyataan Bapak Dwi Cahyono, ketua penyelenggara FMK terkait kendala bahwa. Kendala yang utama ya menentukan tema, menentukan tema-tema pendidikannya, setiap tahun tema ini kan berubah. Untuk tahun 2012 kemarin kita mengambil tema Malang World Heritage Site, jadi mendalami tentang kekayaan warisan sejarah budaya Malang dan mewujudkan cita-cita menjadikan Malang sebagai kota warisan pusaka dunia, kedua biaya karena kita mengadakan ini biaya sendiri. Pemerintah mengeluarkan dana 650 juta untuk kegiatan mereka sendiri seperti kostum, stan pemkot dan lain-lain, kita mengadakan ini tanpa APBD (Wawancara tanggal 13 Februari 2013). Adapun kendala menurut peneliti saat kehadiran di lokasi adalah : (a) banyaknya pengunjung yang tidak memakai pakaian tempo dulu sehingga mengurangi suasana tempo dulu; (b) kurangnya fasilitas umum seperti toilet, media informasi sehingga mengurangi kenyamanan pengunjung; (c) kurangnya petugas keamanan sehingga terjadi tindak kriminal di lokasi FMK, misalnya pencopetan. Terkait kendala tersebut pihak penyelenggara sudah berupaya mengantisipasi, namun ketika di lapangan banyak hal yang tidak sesuai dengan konsep.Untuk itu perlunya kesadaran dan tanggung jawab semua pihak, sehingga acara dapat berjalan dengan lancar dan nilai-nilai kearifan lokal dapat tersampaikan kepada masyarakat.
Prospek penyelenggaraan Festival Malang Kembali Berdasarkan temuan penelitian prospek penyelenggaraan Festival Malang Kembali tetap relevan untuk diadakan secara berkelanjutan karena merupakan salah satu media menanamkan pembelajaran sejarah dan budaya Kota Malang pada
14
masyarakat dengan cara yang menyenangkan, masyarakat juga merespon dengan penuh antusias dan mendukung dalam penyelenggaraan even ini selanjutnya. Untuk tahun 2013 ini tidak diselenggarakan karena berbagai pertimbangan dari pihak penyelenggara. Berikut penjelasan singkat dari wawancara dengan Bapak Dwi Cahyono bahwa. Tahun depan ada, namun untuk tahun ini kita tidak bikin karena peran pemerintah Kota kurang, sekarang ini pemerintah tidak menjaga komitmennya, saya membuat Malang Kembali terus dia harusnya menjaga PKL, parkirnya bagus, satpol PP nya bagus, seharusnya bisa menjaga itu, ternyata membiarkan. Sementara ini saya stop dulu sampai betul-betul mereka berperan dengan baik, berjanji berperan dengan baik, nanti akan kita adakan kembali, untuk temanya nanti ya kita gali lagi (Wawancara tanggal 13 Februari 2013). Berdasarkan wawancara penyelenggaraan FMK akan diadakan pada tahun 2014 dan selanjutnya akan dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Bu Ida selaku kepala Disbudpar menyampaikan bahwa. Acara ini sangat bagus ya, sayangnya untuk tahun ini tidak ada karena berbagai pertimbangan, Pak Dwi itu minta 2 tahun sekali, berarti tahun depan, tapi tidak tahu nanti temanya apa yang diangkat, yang mana fokusnya, selain itu kita mendorong kalau bisa Pak Dwi membiayai sendiri gitu, sementara ini kan masih ada sport dari dinas, dari APBD walaupun tidak sebesar yang pertama, karena biayanya untuk itu memang mahal, kan propertinya, risetnya itu kan membutuhkan biaya, dan pengalaman mencari sponsor juga tidak gampang(Wawancara tanggal 19 Februari 2013). Peneliti menyimpulkan bahwa acara Festival Malang Kembali memberikan banyak dampak positif kepada berbagai pihak, bagi masyarakat yaitu sebagai pendidikan mengenal sejarah dan budaya Kota Malang secara menyenangkan, bagi pedaganguntuk meningkatkan usaha dan promosi, maupun elemen yang terkait di dalamnya, karena banyak terdapat nilai-nilai kearifan lokal maka sudah seharusnya even tersebut perlu dilestarikan. PENUTUP Kesimpulan
Mengacu pada temuan penelitian dan pembahasan mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam Festival Malang Kembali sebagai upaya pelestarian budaya bangsa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Asal mula atau historis Festival Malang Kembali
15
Berawal dari prakarsa dan kecintaan Dwi Cahyono dalam mengumpulkan benda-benda sejarah dan keinginan untuk menyebarluaskan dan mengedukasi masyarakat agar tahu tentang sejarah dan budaya Kota Malang FMK diawali dengan pemasangan gambar-gambar atau banner replika sejarah di alun-alun Kota Malang Adanya peraturan daerah, memunculkan ide untuk membuat even Festival Malang Kembali bekerjasama dengan Pemerintah Kota Malang yang ditetapkan di jalan Ijen Alasan penetapan jalan Ijen dikarenakan jalan Ijen meninggalkan jejak sejarah Kota Malang dan saat ini lokasi tersebut ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, disamping tempatnya yang strategis FMK sengaja diagendakan pada bulan Mei karena sebagai bagian dari rangkaian acara ulang tahun Kota Malang tanggal 1 April dan mengakomodasi sekolahsekolah pada saat selesai ujian sekolah. 2. Wujud dalam ragam tampilan Festival Malang Kembali: a. Gagasan Tampak dari sudut pandang tujuan penyelenggaraan,ide dalam tema-tema yang diangkat setiap tahun, ide berbagai macam tampilan yang disuguhkan dalam penyelenggaraan FMK, gagasan Sekolah Si Boedi dan ide Jati Daya (Kerja Bakti Budaya). b. Aktifitas Tampak pada pagelaran kesenian tradisional dan budaya khas Malang, permainan tradisional, stand tradisi, kampung pembelajaran, lomba-lomba, workshop, Seminar Internasional Heritage (UNESCO), kegiatan Sekolah Si Boedi dan aksi kerja bakti sosial dalam kegiatan Jati Daya (Kerja Bakti Budaya). c. Artefak Tampak ditampilkannya berbagai barang kerajinan warga Malang, pameran benda-benda kuno, tampilan benda-benda bersejarah, dan tampak pada makanan tradisional khas tempo dulu selama acara berlangsung. 3. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Festival Malang Kembali Nilai-nilai kearifan lokal dalam Festival Malang Kembali adalah: (a) nilai pendidikan, (b) nilai sejarah, (c) nilai kebudayaan, (d) nilai kesenian, (e) nilai
16
ekonomi, (f) nilai gotong-royong, (g) nilai kepedulian, (h) nilai hiburan dan (i) nilai keindahan. 4. Animo dan persepsi masyarakat terkait acara Festival Malang Kembali Animo masyarakat terkait acara Festival Malang meningkat setiap tahunnya, pengunjung yang datang dalam Festival Malang Kembali bukan hanya dari Malang saja melainkan dari kota-kota yang lain di Jawa Timur, bahkan juga ada yang dari luar negeri. Persepsi yang muncul dari masyarakat dalam temuan penelitian adalah beberapa orang menyebutkan bahwa Festival Malang Kembali dua tahun terakhir ini seperti pasar malam, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pengunjung sehingga mereka tidak dapat menikmati suguhan yang ditampilkan dalam even tersebut, namun beberapa masyarakat yang lain merespon acara ini penuh antusias karena berkaitan dengan pembelajaran sejarah dan budaya Kota Malang. 5. Kendala dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali Beberapa kendala dalam penyelenggaraan Festival Malang Kembali adalah: (a) kesulitan dalam menentukan tema, (b) banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang masuk dalam lokasi FMK dan susah ditertibkan, (c) minimnya dana dalam penyelanggaraan festival, (d) masih banyaknya pengunjung yang tidak mematuhi aturan untuk menggunakan pakaian tempo dulu, (e) kurangnya fasilitas umum seperti toilet dan media informasi, dan (f) kurangnya petugas keamanan. 6. Prospek penyelenggaraan Festival Malang Kembali Festival Malang Kembali telah memberikan dampak yang positif diberbagai hal seperti pembelajaran sejarah, penanaman nilai-nilai kearifan lokal dan pelestarian budaya bangsa, selain itu juga berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah Kota Malang, maka ke depan kegiatan ini perlu diadakan kembali dan dilestarikan dengan kemasan, tampilan dan penyelenggaraan yang lebih baik lagi. Saran Bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan evaluasi untuk penyelenggaraan berikutnya terkait dalam rangka meningkatkan kualitas acara, selain itu diharapkan agar kontribusi, kerjasama
17
dan partisipasi lebih ditingkatkan lagi dalam menyukseskan acara tersebut. Bagi Yayasan Inggil, hasil penelitian ini hendaknya bisa dijadikan referensi untuk penyelenggaraan FMK selanjutnya sehingga menjadi lebih baik lagi, baik terkait muatan nilai-nilai kearifan lokal yang diangkat dalam festival tersebut maupun dari sisi penyelenggaraan. Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini hendaknya dapat menumbuhkan kecintaan terhadap sejarah, budaya dan kesenian Kota Malang serta dapat membangkitkan perasaan memiliki dan bangga terhadap kebudayaan daerah melalui even Festival Malang Kembali.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat, 2002.PengantarAntropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kusumohamidjojo, B. 2009.Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra. Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebagai Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat. Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Universitas Negeri Malang. 2010.Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, Edisi Kelima. Malang: UM PRESS. ---------, 2013.Arkeologi publik.(Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/ arkeologi), diakses 10 Februari 2013. ---------,2012. Wujud budaya.(Online), (http://id.wikipedia.org/wujud budaya. html), diakses 21 Desember 2012.