Mengonsumsi Makanan Organik Sebagai Tindakan Etis Terhadap Lingkungan Hidup Erin Septiani Program Studi Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Abstrak Skripsi ini merupakan kajian etis terhadap makanan organik dan makanan transgenik berdasarkan teori etika lingkungan hidup dari Aldo Leopold yang bernama Land Ethic. Dalam Land Ethic Leopold mengatakan bahwa suatu tindakan itu etis jika memiliki kecenderungan untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas, dan tidak etis jika memiliki kecenderungan yang sebaliknya. Berdasarkan sudut pandang tersebut, penulis mencoba menguraikan dan membukikan bahwa kegiatan mengonsumsi makanan transgenik bukanlah tindakan yang tidak etis terhadap lingkungan hidup. Sebagai solusi etis untuk mengatasi masalah ini, penulis menyarankan agar kita sebagai pelaku moral segera beralih mengonsumsi makanan organik.
Kata kunci
: makanan organik, makanan transgenik, Aldo Leopold, Land Ethic, integritas,
stabilitas, keindahan, biokomunitas, etis, pelaku moral.
Abstract This is an ethical analysis about organic and transgenic food which is based on living environment theory from Aldo Leopold named Land Ethic. In Land Ethic, Leopold said that a thing is right when it tends to preserve the integrity, stability, and beauty of biotic community, it is wrong when it tends otherwise. From that point of view, writer tries to demonstrate that consuming transgenic food it is not an ethical act toward living being. As an ethical solution for this, writer promotes moral agent to consume organic food immediately. Keywords : Organic food, transgenic food, Aldo Leopold, Land Ethic, integrity, stability, beauty, biocommunity, ethical, moral agent. 1 Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
2
I.
PENDAHULUAN Nilai intrinsik merupakan hal yang sakral bagi setiap organisme, dan makanan yang sehat memiliki peran yang vital dalam menjaga hal tersebut. Makanan yang sehat di sini dapat diartikan sebagai makanan yang bernutrisi lengkapseimbang, dan tidak mengandung zat yang dapat mengganggu kelancaran fungsi pada dan antar bagian-bagian tubuh. Namun industri makanan saat ini seringkali mengabaikan unsur kesehatan pada makanan yang diproduksinya, terutama industri makanan transgenik. Makanan transgenik merupakan makanan yang menggunakan atau mengandung ‗organisme transgenik‘ atau ‗Genetically Modified Organism’ (GMO). Makanan ini sering disebut juga sebagai ‗GM foods‘ (Genetically Modified foods) karena berasal dari organisme yang telah dimodifikasi susunan genetiknya melalui teknologi rekayasa genetika atau ‗frankenfoods’ karena dianggap berasal dari organisme yang tidak dapat dikendalikan seperti monster yang diciptakan oleh Dr. Frankenstein dalam novel Mary Shelley. Sebagian besar organisme transgenik yang dibudidayakan untuk industri makanan adalah tumbuh-tumbuhan. Misalnya jagung yang toleran terhadap hama serangga (Bt corn), kedelai yang toleran terhadap herbisida (GR soybean), dan tomat yang proses pembusukannya lambat (Flavr Savr tomato). Selain tumbuh-tumbuhan ada juga organisme transgenik yang berupa hewan dan bakteri, misalnya babi yang diberi gen untuk menyerap fosfor (Enviropig) dan bakteri Escherichia coli yang telah disisipi gen pertumbuhan sapi dan dijadikan hormon sintetik rbGH (recombinant bovine Growth Hormone). Sejak kemunculannya, organisme-organisme transgenik maupun zat-zat kimia sintetik yang mendukungnya mendapat sambutan baik di kalangan pengusaha makanan, sebab keduanya dijanjikan dapat meningkatkan produktivitas dan memberikan profit yang besar bagi pihak pengusaha oleh perusahaan bioteknologi yang mengkomersilkannya. Masalah muncul ketika para ilmuan dan aktivis lingkungan menemukan bahwa organisme transgenik (GMO) dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada lingkungan hidup. Misalnya pada manusia, susu yang dihasilkan dari sapi yang disuntik bakteri transgenik ternyata dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kanker payudara, paru-paru, usus, dan prostat. Sedangkan sapi yang disuntik bakteri transgenik itu sendiri dapat mengalami gangguan reproduksi, gangguan metabolisme, infeksi organ dalam, dan kematian dini. Menurut penulis, menciptakan penderitaan maupun merekayasa susunan genetik organisme merupakan suatu Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
3
tindakan yang tidak etis, apalagi jika motifnya hanya untuk memperoleh profit (keuntungan komersil) yang sebesar-besarnya. Rekayasa genetika merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap nilai intinsik organisme asli, yang mana hal tersebut dapat menghancurkan integritas biodiversitas alam liar (wilderness) yang menjadi keindahan dan kunci bagi keberlanjutan ekosistem. Manusia yang memiliki kemampuan lebih dari spesies-spesies yang lain, seharusnya mampu menggunakan kelebihannya tersebut untuk melindungi, bukannya melecehkan nilai intrinsik spesies lain. Semakin besar kebebasan yang dimiliki manusia terhadap spesies lain, seharusnya diartikan sebagai semakin besarnya kewajiban atau tanggung jawab manusia terhadap spesies lain tersebut. Menurut Aldo Leopold (1887-1948), nilai intrinsik setiap organisme merupakan hal yang harus dihormati terlepas dari kepentingan manusia terhadapnya. Tidak peduli apakah organisme tersebut dapat memberikan nilai komersil atau tidak. Memberikan perlindungan nilai intrinsik di sini merupakan kewajiban bagi setiap pelaku moral kepada subjek moral. Hak subjek moral untuk mendapatkan perlindungan nilai intrinsik ini disebut dengan hak biotik (biotic right). Dalam konsep etika barunya yang bernama ―Land Ethic‖ Leopold menjelaskan bahwa perlindungan kita terhadap hak biotik organisme tanpa mementingkan aspek ekonomisnya merupakan hal yang penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem lahan, karena sebagian besar organisme yang berfungsi untuk menjaga ekosistem justru tidak memiliki nilai komersil. Dalam pemikiran Leopold, menjaga keberlangsungan ekosistem lahan sama dengan menjaga keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, karena manusia dan ekosistem adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Namun kegiatan ‗menjaga‘ tersebut menurutnya akan sulit dilakukan apabila manusia masih memandang lahan sebagai komoditas belaka, bukan sebagai subjek moral yang harus diperlakukan secara etis. Oleh karena itu dalam Land Ethic-nya, Leopold mencoba untuk memperluas batasan subjek moral atau komunitas moral, dari yang tadinya hanya meliputi komunitas manusia saja menjadi biokomunitas secara keseluruhan (lahan). Perluasan batasan moral tersebut diusahakannya dengan menumbuhkan simpati manusia terhadap lahan.
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
4
Konsekuensi yang diinginkan oleh Leopold dari perluasan subjek moral ini adalah tumbuhnya rasa cinta dan hormat manusia terhadap lahan, sehingga manusia dapat memperlakukan lahan secara bertanggung jawab. Bentuk tanggung jawab itu diwujudkan dengan cara mengkonservasi kesehatan lahan dan biodiversitas alam liar. Jika manusia dapat memenuhi tanggung jawabnya tersebut, maka relasi yang dijalani oleh manusia dan lahan akan membentuk keseimbangan. Keseimbangan atau stabilitas merupakan hal yang penting untuk mempertahankan keberlanjutan (sustainability). Jadi jika manusia dan lahan dapat menjalin hubungan yang seimbang, maka keduanya akan mampu bertahan dalam jangka panjang. Makanan merupakan energi, suatu kebutuhan vital yang harus dipenuhi secara terusmenerus oleh setiap organisme untuk mempertahankan keberlanjutan hidupnya. Ketersediaan makanan bagi setiap organisme di sini sangat bergantung pada kerjasama dan kompetisi sehat antar organisme tersebut dalam mempertahankan keberlanjutan, bukan dominasi atau penaklukan oleh organisme tertentu terhadap organisme-organisme lainnya. Berdasarkan pemikiran Leopold, sistem produksi dan konsumsi makanan yang etis terhadap lingkungan hidup adalah sistem produksi dan konsumsi makanan organik, sedangkan yang tidak etis adalah sistem produksi dan konsumsi makanan transgenik. Penjelasan mengenai hal tersebut lebih lanjut akan penulis uraikan lebih lanjut.
II.
LANDASAN TEORI .
2.1. Riwayat Hidup Aldo Leopold
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
5
Aldo Leopold (Burlington, Iowa, 11 Januari 1887 - 21 April 1948) merupakan seorang filsuf, ilmuan, ahli hutan, professor di University of Winconsin, dan bapak konservasi alam liar yang sangat berpengaruh dan dihormati di dunia internasional. Pada usia muda Ia mendalami ketertarikannya di bidang ornitologi (ilmu yang mempelajari burung) dan sejarah alam di Burlington. Setelah menyelesaikan studinya di The Burlington High School, Leopold melanjutkan studinya ke The Lawrenceville preparatory college di New Jersey, Sheffield Scientific preparatory forestry courses di Yale, dan Yale forestry School – sekolah kehutanan pertama di United States. Leopold lulus dengan gelar master pada tahun 1909, lalu bergabung dengan U.S. Forest Service dan mendapat jabatan sebagai pengawas Carson National Forest pada tahun 1912. Pada tahun 1924 Ia menjabat sebagai direktur asosiasi U.S Forest Products Laboratory di Winconsin dan kepala peneliti di Institution of the Forest Service sekaligus. Pada tahun 1933 Ia ditunjuk sebagai pengajar manajemen perburuan di University of Winconsin, dan jabatan ini dipegangnnya hingga akhir hidupnya. Sepanjang hidupnya Leopold telah menulis lebih dari 350 artikel yang sebagian besar membahas masalah ilmiah dan kebijakan. Ia meninggal akibat serangan jantung saat menolong tetangganya memadamkan kebakaran.
2.2. The Land Ethic: Sebagai Konsep Etika Baru dalam Memandang dan memperlakukan lahan Land ethic merupakan rumusan etika baru yang dibuat Leopold untuk mengubah cara pandang dan perlakuan manusia terhadap lahan. Melalui etikanya ini Ia ingin merubah cara pandangan manusia terhadap lahan, dari yang tadinya lahan dipandang sebagai objek yang statis dan mekanis menjadi subjek moral yang hidup dan dinamis, dari lahan yang tadinya dipandang sebagai komoditas menjadi lahan yang dipandang sebagai komunitas. Semua ini dilakukannya agar manusia dapat merubah perilakunya terhadap lahan, dari yang tadinya berperan sebagai penakluk menjadi anggota biasa yang memiliki rasa hormat terhadap lahan tersebut. ―In short, a land ethic changes the role of Homo sapiens from conqueror of the land-community to plain member and citizen of it. It implies respect for his fellow-members, and also respect for the community as such.‖(1) 1.
Ibid., Hal. 204
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
6
Dalam Land ethic ini Leopold merumuskan bahwa suatu tindakan itu etis jika cenderung untuk mempertahankan integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Dan tidak etis bila memiliki kecenderungan yang sebaliknya. ―A thing is right when it tends to preserve the integrity, stability, and beauty of the biotic community. It is wrong when it tends otherwise.‖(2)
Biokomunitas dalam hal ini merupakan subjek moral dalam etika Leopold. Dalam hal ini Leopold tidak bermaksud untuk menggantikan seluruh konsep etika yang ada dengan maksimnya. Ia hanya memperluas batasan subjek moral yang dulunya hanya mencangkup komunitas manusia menjadi biokomunitas secara keseluruhan. ―All ethics so far evolved rest upon a single premise: that the individual is amember of a community of interdependent parts. His instincts prompt him to compete for his place in that community, but his ethics promt him also to cooperate (perhaps in order that there may be a place to compete for). The land ethic simply enlarges the boundaries of the community to include soils, waters, plants, and animals, or collectively: the land.‖(3)
Meskipun manusia dan lahan sama-sama diposisikan sebagai subjek moral, hal ini tidak berarti bahwa pelaku moral boleh mengorbankan kepentingan manusia demi kebaikan lahan, ataupun sebaliknya. Konsekuensi yang diinginkan oleh Leopold dari perluasan subjek moral ini adalah terciptanya hubungan yang mutual dan seimbang antara manusia dengan lahan, demi kebaikan manusia dan lahan itu sendiri dalam jangka panjang. ―Conservation is a state harmony between man and land.‖(4) Dengan kata lain, land ethic itu sebenarnya mengizinkan kita untuk menggunakan lahan demi memenuhi kepentingan kita, selama kita dapat menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan lahan yang kita gunakan tersebut. Atau selama kita dapat mempertahankan keberlanjutan dan biodiversitas alam liar. Inilah yang disebut dengan pendekatan concentric circle, kewajiban terhadap human beings tidak selalu melupakan kewajiban terhadap ekosistem. Land ethic tersebut ditumbuhkan Leopold dengan memberikan gambaran tentang posisi manusia di alam, yang terangkum dalam penjelasan piramida lahan (the land pyramid). 2. 3. 4. 5.
Ibid., Hal. 224 Ibid., Hal. 204 Ibid., Hal. 207
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
7
Berikut ini merupakan bagan yang penulis buat untuk menggambarkan Land Ethic secara umum:
ANTROPOSENTRIS EKONOMISENTRIS
LAND ETHIC
EKOSENTRIS yang berorientasi
yang berorientasi INGIN MENGUBAH POLA PIKIR DAN PERAN MANUSIA
PENAKLUK LAHAN
dari
menjadi
MEMPERLUAS BATASAN SUBJEK MORAL
diusahakan dengan demi terciptanya hubungan
dari
ANGGOTA BIOKOMUNITAS BIASA
KOMUNITAS MANUSIA
dengan menumbuhkan simpati
menjadi
yang mutual, seimbang, dan berkelanjutan antara
MANUSIA
dengan
SUBJEK MORAL
BIOKOMUNITAS SECARA KESELURUHAN (LAHAN)
RASA CINTA, HORMAT, DAN TANGGUNG JAWAB TERHADAP LAHAN LAHAN ditumbuhkan dengan memberikan pemahaman tentang
merupakan SUMBER ENERGI
MEKANISME LAHAN (LAND PYRAMID)
yang terus mengalir melalui diwujudkan dengan upaya melindungi
SIRKUIT BIOTIK
KESEHATAN LAHAN
BIOKOMUNITAS
NILAI INTRINSIK ORGANISME-ORGANISME ASLI (BIODIVERSITAS ALAM LIAR)
merupakan
dijaga oleh
INTEGRITAS ORGANISME YANG BERAGAM JENIS DAN JUMLAHNYA
dirusak oleh
menjaga KERJASAMA DAN KOMPETISI YANG SEHAT
ALIRAN ENERGI TETAP BERJALAN LANCAR DAN STABIL (SEHAT)
PENAKLUKAN ATAU DOMINASI
Bagan I. Gambaran Land Ethic SecaraUmum Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
8
III.
TINJAUAN ETIS DALAM MENGONSUMSI MAKANAN TRANSGENIK DAN ORGANIK
Untuk menentukan etis tidaknya suatu tindakan, penulis berpatokan pada prinsip etis dari Land Ethic Leopold yang mengatakan bahwa suatu tindakan itu etis jika memiliki kecenderung untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas, dan tidak etis jika memiliki kecenderungan yang sebaliknya. ―A thing is right when it tends to preserve the integrity, stability, and beauty of the biotic community. It is wrong when it tends to otherwise.‖(5) Dalam hal ini mengonsumsi makanan organik dapat dikatakan sebagai tindakan etis jika mengonsumsi makanan organik terbukti memiliki kecenderungan untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa agrikultur menurut pendekatannya terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe agrikultur konvensional dan agrikultur ekologis (agrikultur organik di sini termasuk ke dalam kategori agrikultur ekologis). Berdasarkan hal ini, jenis makanan yang dihasilkan melalui agrikultur juga terbagi menjadi dua, yaitu jenis makanan konvensional dan makanan organik. Makanan konvensional merupakan jenis makanan yang dihasilkan melalui sistem agrikultur konvensional yang menggunakan teknologi modern dalam mengelola lahannya. Sedangkan makanan organik merupakan jenis makanan yang dihasilkan melalui sistem agrikultur organik yang menggunakan pemahaman ekologi dalam mengelola lahannya. Makanan transgenik di sini sudah pasti masuk ke dalam kategori makanan konvensional, tapi makanan konvensional belum tentu makanan transgenik. Makanan konvensional baru dapat disebut sebagai makanan transgenik jika makanan tersebut menggunakan atau mengandung organisme transgenik (Genetically Modified Organism) hasil rekayasa genetika. Makanan konvensional dan makanan transgenik keduanya sama saja, samasama dihasilkan dari agrikultur konvensional yang menerapkan sistem pertanian monokultur dan menggunakan kimia sintetik. Namun produksi makanan transgenik di sini memiliki efek destruktif yang lebih parah daripada makanan konvensional biasa. Karena sebagian besar makanan yang diperdagangkan untuk kita konsumsi merupakan hasil agrikultur konvensional, maka besar kemungkinan bila kita tidak memilih makanan organik, mau tidak mau yang akan kita konsumsi adalah makanan konvensional. Bahkan bisa jadi yang kita konsumsi itu adalah makanan konvensional-transgenik yang biasa penulis sebut dengan 5.
A Sand County Almanac (New York: Aldo Leopold, 1949) Hal. 224
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
9
istilah ‗makanan transgenik‘ atau ‗GM food‘ (Genetically Modified food) dan ‗frankenfood‘. Di Amerika sendiri hampir dapat dipastikan jika konsumen tidak membeli makanan organik maka yang akan mereka konsumsi adalah makanan transgenik, walaupun tidak ada keterangan pada kemasan produk yang mengatakan bahwa makanan tersebut menggunakan atau mengandung organisme transgenik. ―American consumers who do not buy organic foods are almost certainly eating some GM foods, although they have no way of knowing which of the foods they buy contain modified ingredients.‖(6) Sebagaimana yang telah penulis terangkan pada bab III, metode-metode yang diterapkan dalam memproduksi makanan trasngenik ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius pada lahan maupun manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan mengonsumsi makanan transgenik, sama saja kita mendukung eksistensi agrikultur konvensionaltransgenik dan kekerasan-kekerasan yang dibuat olehnya, yang mana objek kekerasan itu adalah lingkungan dan diri kita sendiri. Pada bab II penulis telah menerangkan bahwa kekerasan yang dibuat oleh manusia kepada lingkungan akan berbalik pada manusia itu sendiri. Kekerasan di sini dapat diartikan sebagai suatu tindakan memaksa sesuatu untuk melakukan pilihan atau bekerja di luar kemauannya, kondisi alamiahnya, atau kapasitas alaminya. Kekerasan merupakan suatu pelanggaran terhadap nilai kekebasan. Namun pada agrikultur konvensional-transgenik, kekerasan-kekerasan terhadap biokomunitas (lahan) yang dikenal dengan istilah eksploitasi ini sudah biasa terjadi. Leopold mengatakan bahwa eksploitasi seperti yang dilakukan oleh agrikultur konvensional-transgenik ini mungkin tidak akan menyebabkan matinya ekosistem lahan, dalam hal ini ekosistem lahan akan terus berjalan, namun dengan kapasitas pelayanan yang lebih kecil dan untuk kompleksitas yang lebih kecil. Dengan kata lain, jika ekploitasi agrikultur konvensional-transgenik terus dibiarkan, kualitas lingkungan hidup kita akan terus menurun dan rantai makanan kita akan terus memendek. Pada saat itu, seleksi alam yang berjalan akan semakin keras, dan hanya spesies-spesies yang paling mampu beradaptasi saja yang dapat bertahan hidup. Pada saat itu juga mungkin kita tidak akan dapat menyaksikan lagi keindahan alam yang disajikan oleh spesies-spesies yang memiliki kemampuan adaptasi rendah seperti fenomena migrasinya kupu-kupu monarch. 6.
A Food Standarts Australia New Zealand, Report on the Review of Labelling of Genetically ModifiedFoods, Desember2003, www.foodstandarts.gov.au/_srcfiles/GM_label_REVIEW%20REPORT%20_Final%203_.pdf, sections 9-10. Sebagaimana yang dikutip oleh Peter Singer dan Jim Mason dalam Going Organic. The Ethics of What We Eat (2006). Hal. 188
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
10
Hidup dalam kualitas keindahan yang rendah tentu bukan hal yang kita inginkan, apalagi hidup, yang hanya sekedar untuk mempertahankan diri dari kerasnya seleksi alam. Hidup yang bermakna adalah hidup yang bebas dan dapat dinikmati, bukan hidup dalam kekerasan atau sekedar untuk dilewati. Namun hidup yang seperti itu mau tidak mau akan kita terima nantinya jika kita terus mengonsumsi makanan trangenik. Biaya yang harus kita keluarkan saat membeli makanan transgenik memang relatif murah jika dibandingkan dengan makanan organik dan konvensional biasa, namun perlu kita ingat bahwa yang menyebabkan murahnya harga makanan transgenik di sini adalah kekerasan, pemerasan, monopoli, dan subsidi pemerintah yang tidak adil. Agrikultur konvensionaltransgenik yang biaya operasionalnya tidak disubsidi oleh pemerintah, terbukti mengalami kerugian ekonomi yang besar. Bahkan di India, hingga tahun 2012 tercatat ada 284.694 kasus petani lokal yang bunuh diri. Menurut Vandana Shiva, penyebab aksi bunuh diri tersebut adalah rasa tertekan yang disebabkan oleh kegagalan petani dalam meningkatkan hasil panen atau mengontrol hama, serta mahalnya royalti benih transgenik dan kimia sintetik yang permintaannya terus meningkat. Kita juga perlu mengingat bahwa penyakit dan kerusakan lingkungan yang harus kita sembuhkan akibat mengonsumsi makanan transgenik membutuhkan biaya yang sangat mahal, bahkan, belum tentu terbayar dengan uang. Apa yang dicitrakan oleh industri makanan transgenik dengan harga produk yang murah sesungguhnya adalah kelimpahan palsu (deceptive exuberance) yang hanya akan menangguhkan kekerasan di masa depan. Menukar kesehatan, kebebasan, keindahan, dan kebahagiaan manusia serta lingkungan jangka panjang yang tidak ternilai harganya dengan keuntungan komersil yang tidak seberapa dalam jangka pendek, tentu bukan keputusan yang bijak. Lain halnya jika kita mengonsumsi makanan organik. Mengonsumsi makanan organik merupakan keputusan yang bijak, karena makanan tersebut dihasilkan dari sistem agrikultur yang jauh dari praktek-praktek kekerasan. Dalam agrikultur tersebut, kesehatan manusia dan lingkungan untuk jangka panjang begitu dihargai dan dijaga. Vandana Shiva sendiri mengatakan bahwa agrikultur organik merupakan satu-satunya cara yang aman untuk memproduksi makanan tanpa merusak kesehatan lingkungan dan manusia.
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
11
―Our 25 years of experince in Navdanya shows that ecological, organic farming is the only way to produce food without harming the planet and people’s health.‖ (7)
Selain aman, produksi makanan melalui agrikultur organik juga lebih menjamin dan efisien dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia dari segi kuantitas daripada berburu, karena sumber penghasil makanan dalam hal ini lebih terkendali. Jika manusia harus berburu untuk menghasilkan makanan, bisa-bisa manusia akan mengalami krisis makanan suatu saat nanti, karena manusia terus melakukan konsumsi terhadap makanan dalam skala besar setiap harinya, sementara kemampuan alam liar untuk menghasilkan makanan kembali cenderung lambat. Ketika berburu manusia juga belum tentu berhasil mendapatkan makanan yang mereka inginkan secara etis, sebab bisa saja organisme misalnya rusa yang ditembak tidak langsung mati seketika di tempat, melainkan kabur setelah tertembak lalu hidup tersiksa di alam liar hingga kematiannya. Jika ditinjau dari Land Ethic Leopold, produksi makanan melalui agrikultur organik sudah pasti etis, karena metode yang dipraktekan dalam agrikultur ini memiliki kecenderungan untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Mengonsumsi produk organik dalam hal ini juga merupakan suatu tindakan yang etis karena turut mendukung usaha agrikultur organik untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Namun dengan catatan, bahwa konsumsi yang kita lakukan terhadap makanan tersebut tidak berlebih-lebihan. Menjaga integritas dan stabilitas biokomunitas di sini sebenarnya artinya sama saja dengan upaya untuk menjaga kesehatan atau keberlanjutan ekosistem, sedangkan menjaga keindahan biokomunitas dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga keunikan atau keragaman alamiah ekosistem (biodiversitas alam liar). Anggota biokomunitas pertama yang dapat kita lindungi dengan mengonsumsi makanan organik adalah diri kita sendiri, selanjutnya petani organik, dan lingkungan. Seperti halnya organisme asli, petani organik juga merupakan bagian dari biokomunitas atau sirkuit energi yang harus dilindungi keberadaannya, karena selain petani organik memiliki hak hidup mereka juga memiliki peran yang vital dalam mengkonservasi lahan. Tanpa jasa petani organik, manusia dengan populasi yang sepadat ini mungkin akan sangat sulit untuk memperoleh makanan yang sehat dan berkelanjutan. 7.
“Myths About Industrial Agriculture” (Vandana Shiva, 7 September 2013).
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
12
Mengonsumsi makanan organik, akan lebih efektif untuk mempertahan petani organik jika kita dapat membeli makanan yang mereka hasilkan secara langsung. Dengan membeli langsung, kita tidak hanya dapat menyelamatkan petani organik dari dominasi para tengkulak dan industri yang dapat menghambat atau mematikan aktifitasnya, melainkan kita juga dapat memperoleh makanan organik yang keasliannya terjamin. Sebagaimana yang dikatakan Leopold, ketersediaan makanan sangat bergantung pada kelancaran energi yang berasal dari kerjasama yang seimbang dan kompetisi yang sehat antar bagian-bagiannya. Dominasi oleh spesies-spesies tertentu di sini justru dapat merusak keseimbangan dan menyebabkan krisis makanan. Masalah kelaparan yang terjadi di dunia saat ini menurut penulis juga tidak sebabkan oleh kurangnya kuantitas makanan, melainkan disebabkan oleh dominasi dan privatisasi sumber dan akses untuk memperoleh makanan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memperoleh profit yang sebesar-besarnya, misalnya pihak industri bioteknologi dengan melakukan monopoli benih-benih tanaman. Dalam hal ini, industri tersebut menguasai dan menyembunyikan bibit-bibit tanaman asli yang dapat diperbaharui, kemudian mereka memaksakan pasar benih agar hanya menjual bibit-bibit tanaman transgenik yang telah mereka hak patenkan dan tidak dapat diperbaharui. Sehingga, para petani tidak memiliki pilihan lain selain membeli benih tanaman transgenik dan kimia sintetik pendukung yang mereka jual seumur hidup petani. Jika petani tidak lagi memiliki uang yang cukup untuk membayar royalti benih tanaman transgenik atau membeli kimia sintetik yang penggunaannya semakin meningkat, maka tamatlah riwayat petani. Monopoli benih-benih tanaman yang dilakukan oleh perusahaan bioteknologi ini merupakan bentuk kekerasan eksternal negatif terhadap petani, karena petani dalam hal ini dipaksa untuk membeli benih tanaman transgenik di luar kemauannya dengan meniadakan pilihan lain yang ada. Pada kasus ini, tidak hanya petani saja yang menjadi objek kekerasan pihak industri, organisme-organisme asli lainnya pun juga. Organisme yang paling dirugikan dengan adanya monopoli benih ini adalah tanaman-tanaman asli yang benihnya tidak diberi hak biotik untuk hidup samasekali, begitu juga dengan organisme-organisme yang bergantung hidup pada tanaman tersebut. Nasib tanaman-tanaman transgenik juga sebenarnya tidak kalah buruk, karena kebebasan mereka untuk mengekpesikan keunikan alamiah telah dicabut selamanya. Menurut penulis benih-benih tanaman transgenik itu sendiri bukanlah solusi untuk meningkatkan potensi lahan dan mengentaskan kelaparan dunia sebagaimana yang dipromosikan
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
13
oleh produsen benih tanaman transgenik selama ini. Karena politik yang dijalankan oleh tanaman transgenik dan produsen yang menciptakannya adalah politik dominasi, pemerintahannya korup dan otoriter. Pertumbuhan ekonomi yang diberikan oleh industri akan selalu berbanding terbalik dengan kesejahteraan subjek moral lingkungan hidup. Semakin banyak keuntungan komersil yang dihasilkan, maka akan semakin menurun tingkat kesejahteraan organisme-organisme dalam biokomunitas. Pertumbuhan ekonomi yang sehat harusnya dapat berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan biokomunitas. Industri makanan transgenik justru akan menurunkan potensi lahan dan memperparah kelaparan, karena energi biokomunitas yang seharusnya dibiarkan tersebar dan mengalir pada setiap anggota biokomunitas untuk menghasilkan makanan sendiri, malah dikuasai sendiri olehnya untuk menghidupi anggota-anggota biokomunitas ―buatan‖ tertentu yang dapat memberikan keuntungan komersil yang besar namun tidak dapat mengembalikan energi yang dikonsumsinya kembali dalam bentuk yang dapat digunakan oleh anggota biokomunitas lainnya. Penanaman organisme transgenik hanya akan menguras energi dan menghasilkan limbah beracun bagi biokomunitas, sebab nutrisi yang diserapnya akan berubah menjadi racun bagi yang lain. Sehingga, jika organisme transgenik ditanam secara intensif, biokomunitas akan sakit dan mengalami defisit energi. Membuat biokomunitas sakit sama saja dengan menurunkan potensi lahan, sedangkan membuatnya defisit energi sama saja artinya dengan membuatnya krisis makanan. Hal yang harus kita lakukan untuk meningkatkan potensi lahan dan mengentaskan kelaparan dunia saat ini sebenarnya adalah membuka akses bagi setiap anggota biokomunitas asli untuk menghasilkan, bertukar, dan mengonsumsi makanan sesuai kapasitasnya masing-masing. Dalam hal ini, kebutuhan-kebutuhan vital seperti air, tanah, udara, tidak boleh didominasi dan diprivatisasi oleh anggota biokomunitas tertentu, melainkan harus dijadikan sebagai sarana umum yang dijaga dan dapat diakses bersama. Peningkatan potensi lahan dan pemenuhan akan makanan membutuhkan politik demokrasi—dari biokomunitas, oleh biokomunitas, dan untuk biokomunitas. Dalam hal ini biokomunitas yang demokratis harus menghargai dan memberikan ruang kebebasan pada setiap anggotanya untuk hidup, berekspresi, dan meregulasi dirinya sendiri (self-regulating). Manusia yang secara kodratiah memiliki kebebasan lebih dibanding spesies lain, seharusnya mampu menggunakan kelebihannya untuk melindungi hak-hak anggota biokomunitas lainnya, dan
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
14
mengarahkan anggota-anggota biokomunitas lainnya tersebut agar dapat saling bekerjasama dan berkompetisi secara sehat melampaui batas-batas identitas mereka untuk mengekalkan jaringanjaringan hidup bersama. Sistem produksi makanan yang memilki kecenderungan untuk menjalankan biokomunitas yang demokratis menurut penulis adalah agrikultur organik, bukan agrikultur konvensionaltransgenik. Oleh karena itu yang seharusnya kita andalkan untuk meningkatkan potensi lahan dan mengentaskan masalah kelaparan dunia adalah komunitas petani organik, bukan industri makanan transgenik. Menurut penulis, produktifitas makanan organik yang masih rendah di beberapa lahan tertentu sebenarnya bukan dikarenakan oleh ketidakmampuan lahan (biokomunitas) organik untuk menghasilkan kuantitas makanan yang banyak. Melainkan dikarenakan oleh rendahnya daya dukung lingkungan sekitar dan petani terhadap lahan tersebut. Kurangnya keahlian petani dalam mengelola biokomunitas untuk menghasilkan makanan, dan persediaan bahan-bahan organik yang sulit didapat akibat kontaminasi dan monopoli industri makanan transgenik merupakan beberapa penyebab dari rendahnya daya dukung tersebut. Vaclac Smill sendiri mengatakan bahwa kemampuan biokomunitas yang ada saat ini sebenarnya mampu untuk menghasilkan makanan yang lebih dari cukup tanpa mengandalkan industri makanan transgenik. ―Vaclac Smill has concluded that the world can produce enough food for a population of 9 billion people—the point at which some experts expect the world’s population to level off around 2050—without using GM foods.‖ (8)
IV.
KESIMPULAN Makanan merupakan kebutuhan vital bagi setiap mahluk hidup (organisme) untuk
bertahan hidup. Ketersediaan makanan menurut Leopold bergantung dari kerjasama antara lahan dengan manusia. Kerjasama dalam hal ini artinya bukan hanya lahan saja yang bekerja untuk manusia, manusia juga harus bekerja untuk lahan dengan cara menjaga kesehatan dari lahan tersebut. Lahan di sini bukan sekedar tanah melainkan sumber energi yang terus mengalir melalui 8.
Vaclac Smil. 2001. Feeding the World: A Challenge for the Twenty-First Century, Cambridge, Mass, MIT Press. Hal. 315. Sebagaimana yang dikutip oleh Peter Singer dan Jim Mason dalam Going Organic. The Ethics of What We Eat (2006). Hal. 195.
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
15
sirkuit air, tanah, dan seluruh mahluk hidup. Integritas unsur biotik menurut Leopold di sini memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga stabilitas energi. Semakin kompleks keragaman organisme, maka akan semakin stabil lahan tersebut. Kesehatan lahan dalam hal ini merupakan keadaan di mana sirkulasi energi dalam lahan dapat berjalan dengan lancar dan stabil. Hal ini mengandaikan sirkuit-sirkuit abiotik dan biotik yang mengalirkan energi dapat menerima, mentransfer, dan melepaskan energi dengan baik. ‗Baik‘ dalam hal ini berarti sirkuit-sirkuit tersebut dapat bekerja secara kooperatif. Manusia dalam pemikiran Leopold juga termasuk sirkuit energi, oleh karena itu manusia harus kooperatif terhadap sirkuit-sirkuit lain (air, tanah, dan organisme-organisme lain yang tergabung menjadi lahan) agar ketersediaan energi (makanan) untuk mempertahankan eksistensinya tetap terjaga. Land Ethic yang digagas oleh Leopold ingin menumbuhkan rasa cinta dan hormat manusia terhadap lahan. Untuk menumbuhkan rasa cinta dan hormat tersebut Leopold memberikan gambaran mekanisme biologis lahan yang disebut sebagai piramida lahan (Land Pyramid). Land Pyramid memberi penjelasan tentang cara kerja sirkuit energi dalam lahan seperti yang telah penulis uraikan di atas. Dengan mengenalkan Land Pyramid kepada manusia sebagai pelaku moral, Leopold berharap agar: 1. Lahan dapat dijadikan dan diperlakukan sebagai subjek moral juga seperti komunitas manusia. Maksudnya di sini, lahan dapat lebih dihormati dan diperlakukan secara bertanggung jawab. Bentuk penghormatan dan tanggung jawab tersebut terwujud dalam upaya manusia untuk menjaga kesehatan lahan dan melindungi nilai intrinsik organisme untuk hidup dan berkembang secara alamiah terlepas dari kepentingan ekonomi mereka. Semua itu menurut Leopold berguna untuk menjaga keberlanjutan hidup manusia dan lahan dalam jangka panjang.
2. Pandangan alam tentang manusia terhadap lahan berubah:
Dari yang tadinya lahan dipandang sebagai objek mekanis, statis, dan bagiannnya saling terpisah (separated) menjadi lahan yang dipandang sebagai subjek yang hidup, dinamis, dan bagiannya saling terhubung (interconnected) dan saling bergantung (interdependent) satu sama lain.
3. Perlakuan manusia terhadap lahan berubah: Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
16
Dari yang tadinya berperan sebagai penakluk yang berada di atas dan di luar lahan, menjadi anggota biasa dalam lahan yang memiliki rasa hormat terhadap lahan.
Dari yang tadinya lahan diperlakukan sebagai komoditas, menjadi lahan yang diperlakukan sebagai komunitas yang memiliki nilai intrinsik untuk hidup dan berkembang secara alamiah terlepas dari kepentingan manusia.
Selain memberi penjelasan tentang Land Pyramid, Land Ethic Leopold juga memberikan maksim etis yang berbunyi: ―suatu tindakan itu etis jika memiliki kecenderungan untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Dan tidak etis jika memiliki kecenderungan yang sebaliknya.‖ Berdasarkan maksim ini penulis melakukan tinjauan etis terhadap makanan organik dan transgenik yang dihasilkan dari agrikultur darat. Berdasarkan tinjauan yang dilakukan oleh penulis, metode yang diterapkan oleh agrikultur penghasil makanan organik memiliki kecenderungan untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas—oleh karena itu etis. Sedangkan metode yang diterapkan oleh agrikultur penghasil makanan transgenik memiliki kecenderungan yang sebaliknya—oleh karena itu tidak etis. Tindakan ―mengonsumsi makanan organik‖ di sini juga termasuk tindakan etis karena turut mendukung usaha agrikultur organik untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan biokomunitas. Menjaga integritas dan stabilitas biokomunitas sebenarnya artinya sama saja dengan upaya untuk menjaga kesehatan atau keberlanjutan ekosistem, sedangkan menjaga keindahan biokomunitas dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga keunikan atau keragaman alamiah ekosistem (biodiversitas alam liar). Pihak yang berkonflik dalam makanan transgenik dan organik adalah pihak industri yang berorientasi antroposentris-ekonomisentris dan komunitas organik yang berorientasi ekosentris. Kepentingan yang dikejar oleh pihak industri adalah profit (keuntungan komersil) untuk segelintir manusia dalam jangka pendek, sedangkan kepentingan yang diperjuangkan oleh komunitas organik adalah nilai intrinsik untuk biokomunitas secara luas dan jangka panjang. Nilai intrinsik yang dimaksud di sini yaitu nilai yang berharga pada dirinya sendiri untuk hidup dan terus hidup secara bebas dan sehat. Pada industri makanan trasgenik, nilai intrinsik pada komunitas manusia maupun non-manusia dilupakan demi keuntungan komersil yang sebesarbesarnya. Namun, pada komunitas organik, nilai tersebut begitu dihargai dan dikonservasi, karena dapat mempertahankan keberlanjutan dan keindahan biokomunitas. Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
17
DAFTAR PUSTAKA
Bertilsson, Göte dkk. 2008. Energy Analysis of Organic and Conventional Agricultural Systems. Organic Crop Production – Ambitions and Limitations: 173-188. Burnie, Geoff dkk. 2004. Botanica: The Illustrated A-Z of Over 10.000 Garden How to Cultivate Them. NSW: Random House Australia Pty Ltd.
Plants
and
Comstock, Gary L. (Ed.). 2010. Life Science Ethics. USA: Springer Netherlands. Davis, Bernard dkk. 1968. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. USA: W.B. SAUNDERS COMPANY. Erhart, Eva dan Wilfried Hartl. 2010. Compost Use in Organic Farming. Genetic Engineering, Biofertilisation, Soil Quality and Organic Farming: 311-345. Erhart, Eva dan Wilfried Hartl. 2010. Soil Protection Through Organic Farming: A Review. Organic Farming, Pest Control and Remediation of Soil Pollutants: 203-226. Koch, Bernhard A. (Ed.). 2008. Economic Loss Caused by Genetically Modified Organisms: Liability and Redress for the Adventitious Presence of GMOs in Non-GM Crops (Tort and Insurance Law). Germany: SpringerWienNewYork. Leopold, Aldo. 1949. A Sand County Almanac. New York: Oxford University
Press.
Lichtfouse, Eric. (Ed.). 2006. Farming for Food and Water Security: Sustainable Agriculture Reviews. VOL 10 New York: Springer. Lichtfouse, Eric. (Ed.). 2009. Sociology, Organic Farming, Climate Change and Soil Sustainable Agriculture Reviews. VOL 3 New York: Springer.
Science:
Nelson, Gerald C. (Ed.). 2001. Genetically Modified Organisms in Agriculture: Politics. USA: Academic Press.
Economics and
Parker, Philip M.. 2005. The 2006-2011 World Outlook for Organic Foods. San Group International.
Diego: ICON
Reichle, Ingeborg. 2009. Art in the Age of Genetic Engineering. Art in the Age of Technoscience: Genetic Engineering, Robotics, and Artificial Life in Contemporary Art: 121-144. Sato, Kyoto. 2013. Genetically Modified Food in France: Symbolic Transformation and The Policy Paradigm Shift. M. A. Martens (Ed.). Safety evaluation of genetically modified food: 477- 478 Singer, Peter dan Jim Mason. 2006. The Ethics of What We Eat: Why Your Food Choices Matter. New York: Rodale.
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014
18
Smith, Jefrey M. 2003. Seeds of Deception: Exposing Industry and Government Lies About the Safety of the Genetically Engineered Foods You're Eating. Canada: Yes! Books.
ARTIKEL Environmental Working Group. ―EWG‘s 2014 Shopper‘s Guide To Avoiding GE Food‖ dalam http://www.ewg.org/research/shoppers-guide-to-avoiding- ge-food, diunduh pada 19 Februari 2014, pukul 22.29 WIB. Mercola, Joseph. 2013. ―GMO Agriculture and Chemical Pesticides are Killing the Bees‖ dalam http://www.globalresearch.ca/neonicotinoid-pesticidesongoing-death-of-thebeas-epa-slapped-with-lawsuit/5334816, diunduh pada 19 Februari 2014, pukul 12.05 WIB. Mercola, Joseph. 2014. ―Cut Flowers—A Major Yet Little-Known Source of Toxic Pesticides‖ dalam http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2014/02/11/cutflower- pesticides.aspx, diunduh pada 18 Februari 2014, pukul 13.45 WIB. Shiva,
Vandana. 2012. ―Myths About Industrial Agriculture‖ http://www.navdanya.org/blog/?p=666, diunduh pada 9 Maret 2014, pukul WIB.
Shiva,
Vandana. 2012. ―GOLDEN RICE-MYTH NOT MIRACLE‖ http://seedfreedom.in/golden-rice-myth-not-miracle/, diunduh pada 29 April pukul 11.16 WIB.
dalam 08.11 dalam 2014,
Shiva, Vandana. 2013. ―Seed Monopolies, GMOs and Farmer Suicides in India – A response to Nature‖ dalam http://www.navdanya.org/blog/?p=744, diunduh pada 25 Mei 2014 pukul 16.37 WIB.
Universitas Indonesia Mengonsumsi makanan..., Erin Septiani, FIB UI, 2014