MENGHITUNG LAMANYA MASA PENAHANAN DALAM RUU KUHAP Oleh : Siti Aminah1
Dalam dua minggu terakhir, media massa, baik cetak maupun elektronik memuat berita terkait pembahasan RUU KUHAP di DPR RI. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdapat duabelas issue yang akan melemahkan KPK, salah satunya adalah lamanya masa penahanan oleh penyidik yang hanya lima hari. Karenanya, KPK meminta pemerintah untuk menarik RUU tersebut dari DPR RI. Tulisan singkat ini, akan mencoba meninjau secara singkat lamanya masa penahanan dalam RUU KUHAP dengan dibandingkan dengan UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, dan menilainya
dari
standar
hukum
HAM
Internasional.
Dengan
membaca
dan
memperbandingkannya, maka kemudian kita dapat menilai benarkah lamanya masa penahanan dalam RUU KUHAP akan melemahkan pemberantasan korupsi ?
Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan/ Peradilan Tanpa Penundaan Yang Tidak Semestinya (Speedy Trial) Pada awalnya, UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP dinilai sebagai karya agung Bangsa Indonesia. Hal ini, dikarenakan sebagai karya bangsa sendiri, mampu menggantikan HIR warisan Belanda, juga karena asas-asas yang terkandung didalamnya paralel dengan instrumen hukum internasional. 2 Secara khusus sistem ”due process law” telah dijadikan model dalam KUHAP 1
Peneliti pada The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), anggota Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP). Komunikasi melalui
[email protected] 2
Hal ini bisa kita temui dalam prinsip-prinsip KUHAP yaitu seperti asas legalitas,asas keseimbangan, asas praduga tak bersalah, prinsip pembatasan penahanan, asas ganti rugi dan rehabilitasi, penggabungan pidana dengan tuntutan ganti rugi,asas unifikasi, prinsip diferensiasi fungsional, prinsip saling koordinasi, asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan dan prinsip peradilan terbuka untuk umum
yang membawa konsekuensi pada hubungan pihak-pihak dalam proses peradilan pidana. Tersangka/ Terdakwa diakui dan dijaminnya hak-haknya dan menjadi hal yang fundamental Namun demikian, dalam kenyataannya KUHAP saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Oleh karenanya diperlukan peninjauan ulang atas nilai-nilai dan standardstandar fair trial yang ada didalamnya. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan global yang menuntut proses penegakan hukum yang cepat (speedy trial), penegakan asas ‘imparsialitas’ sesuai dengan prinsip presumption of inocence dan melemparkan jauh-jauh sikap dan citra penegakan hukum yang bercorak prejudice, penerapan advsersarial system sesuai asas beyond reasonable doubt, dan menjadikan nilai-nilai HAM sebagai ideologi universal dalam penegakan hukum 3. Dan pada tatanan implementasi, nilai-nilai KUHAP yang telah sejalan dengan nilai-nilai HAM tidak berhasil diwujudkan. Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), yang membawa konsekuensi untuk mengharmonisasi peraturan perundang-undangan yang belum sesuai dengan nilai kedua konvenan tersebut. Karena itu kemudian Pemerintah Indonesia mengagas pembaharuan KUHAP. Salah satu point penting dalam konteks perlindungan tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah asas peradilan yang cepat (speedy trial)4. Pasal 14 Ayat 3 huruf c ICCPR menyatakan bahwa setiap orang berhak “untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya”. Ketentuan ini menandakan pentingnya hak atas persidangan yang menghasilkan keputusan akhir dan tanpa penundaan yang tidak semestinya. Proses peradilan pidana yang cepat dan sederhana merupakan tuntutan logis dari setiap tersangka dan Terdakwa. Asas ini dimaksudkan untuk mengurangi sampai seminimal mungkin penderitaan tersangka atau terdakwa. Dalam kaitan itu peradilan cepat (speedy trial,), bertujuan untuk 5:
3
Yahya Harahap; Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2003. 4
Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Kehakiman No. 4 Tahun 2004; Dalam KUHAP misalkan : Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4), 28 ayat (4), dan Pasal 50 KUHAP 5
Joseph J. Senna-Lary Siegel, dari Andi hamzah, Introduction to Criminal Justice, St. Paul, New York-Los Angeles- san Fransisco : West Publishing Company, 1979 hal 295 dalam DR. Mien
1) Memperbaiki kredibilitas pengadilan dengan jalan mempersiapkan saksi-saksi secepat mungkin untuk memberi keterangan 2) Mengurangi kekhawatiran terdakwa dalam menghadapi pengadilan dan juga untuk menghindari penahanan 3) Untuk menghindari meluasnya hal hal terkait mengadili sendiri oleh umum (pre trial publicly) dan sikap-sikap pejabat yang serba menduga-duga yang akan mempengaruhi hak terdakwa untuk pengadilan yang fair. 4) Untuk menghindari penundaan yang akan berdampak pada kesanggupan terdakwa dalam membela diri Maka konteks lamanya masa penahanan dalam sistem peradilan pidana, harus ditempatkan dalam pelaksanaan azas speedy trial tersebut.
Perbandingan Masa Penahanan Dalam KUHAP dan RUU KUHAP Salah satu issue utama terkait asas speedy trial adalah masalah penahanan. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, pejabat yang berwenang berwenang melakukan penahanan dan penahanan lanjutan Secara kumulatif untuk lamanya penahanan dan penahanan lanjutan berjumlah 400 hari 6, sedangkan untuk perpanjangan penahanan istimewa di tambah 300 hari. Lamanya masa penahanan ini bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, menimbulkan ketidakpastian hokum bagi tersangka/terdakwa dan berpotensi melanggar hak-hak tersangka/terdakwa. Lamanya masa tahanan di Indonesia telah membawa pada pelanggaran hak-hak tersangka terdakwa, khususnya penyiksaan. Hal ini nampak dari hasil penelitian LBH Jakarta mencatat 81,1% dari 639 responden di Jakarta yang mengaku mengalami penyiksaan ketika diperiksa polisi. Selain masalah terjadinya penyiksaan, lamanya masa penahanan dan alasan penahanan menjadi area tawar menawar antara tersangka/terdakwa dengan Aparat Penegak Hukum (mafia Rukmini,S.H., M.S., Perlindiingan HAM melalui Azaz Praduga Tidak Bersalah dan Azaz perssamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia hal 76 6
Pasal 24 (1) s/d 28 (2) KUHAP
hukum). Demikianhalnya, penahanan dianggap menjadi keharusan bagi tersangka/terdakwa, tanpa mempertimbangkan kondisi khusus tersangka/terdakwa (hamil,menyusui,sakit atau renta), atau terhadap kasus-kasus ringan. Dampak lain yang tidak diperhitungkan dalam kebijakan penahanan adalah over capacity dari rutan, yang tentunya menjadi potensi tersendiri untuk terjadinya pelanggaran HAM. Lamanya masa penahanan ini diakui pula oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin bahwa masa penahanan di Indonesia adalah yang terlama di dunia. 7 Terkait masalah penahanan dalam RUU KUHAP, terdapat sejumlah isu krusial terkait penahanan, yaitu (i) Penentuan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup; (ii) masa penahanan; (iii) tempat penahanan; (iv) syarat penahanan; dan (v) tata cara penahanan.
8
Dan
berikut tabel perbandingan lamanya masa penahanan antara KUHAP dan RUU KUHAP. Tabel 1 Lamanya Masa Penahanan Perbandingan KUHAP dan RUU KUHAP TINGKAT PEMERIKSAAN Penyidik Perpanjangan (dg ijin JPU
Penuntut Umum Perpanjangan (dg ijin Ka PN
Jumlah sd disidangkan 7
KUHAP
TINGKAT PEMERIKSAAN TAHAP PENYIDIKAN 20 hari Penyidik (Pasal 60) 40 hari Perpanjangan,seijin JPU (pasal 60 ayat 2) Perpanjangan,seijin HPP (Pasal 60 ayat 6) Perpanjangan,seijin Ka PN (Pasal 80 ayat 8 huruf a) TAHAP PENUNTUTAN 20 hari Penuntut, seijin Ka PN (Pasal 80 ayat 8 huruf b 30 hari Perpanjangan, seijin Ka PN (Pasal Pasal 80 ayat 9) Perpanjangan lanjutan,Ka PN (Pasal 80 ayat 9)) 110 hari Jumlah sd disidangkan
RUU KUHAP
5 hari 5 hari 20 hari 30 hari
30 hari 30 hari 30 hari 150 hari
http://www.loveindonesia.com/news/id/news/detail/86250/menkumham-masa-penahanan-di-ri-terlamadi-dunia 8 Selanjutnya baca Erasmus A.T. Napitupulu, S.H. Penangkapan dan Penahanan dalam Rancangan KUHAP FACT SHEET, www.kuhap.or.id
Pengadilan Negeri Perpanjangan (dg ijin Ka PT) Pengadilan Tinggi Perpanjangan Mahkmaah Agung Perpanjangan TOTAL SD KASASI
PENGADILAN TK.PERTAMA 30 hari Pengadilan 60 hari Perpanjangan I Perpanjangan II PENGADILAN TK.BANDING 30 hari Pengadilan Tinggi 60 hari Perpanjangan PENGADILAN TK.KASASI 50 hari Mahkamah Agung 60 hari Perpanjangan 400 hari TOTAL SD KASASI
30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 60 hari 390 hari
Dari tabel diatas, secara umum tidak ada perbedaan jumlah yang mencolok antara KUHAP dan RUU KUHAP. Misalnya, untuk tahap penyidikan, antara KUHAP, dan RUU KUHAP,
lama masa penahanan adalah sama yaitu maksimal 60 hari. Dan untuk sampai
disidangkan di persidangan tingkat pertama, RUU KUHAP justru menjadi lebih lama yakni 150 hari, dibandingkan KUHAP yang hanya 110 hari. Lantas, apa yang membedakan lamanya masa penahanan di tingkat penyidikan ? Setidaknya terdapat tiga perebdaan, yaitu : Pertama, kewenangan menahan dari penyidik hanya 5 (lima) hari.
Pembatasan
kewenangan menahan penyidik ini untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak tersangka/terdakwa, dan adanya kontrol terhadap proses pemeriksaan di tingkat penyidikan. Dalam waktu lima hari, tersangka harus sudah dihadapkan kepada hakim -dalam hal ini hakim pemeriksa pendahuluan- yang akan menilai pemenuhan hak-hak tersangka dan mekanisme penyelesaiannya. Pembatasan waktu ini, menuntut penyidik untuk bekerja secara professional, mencegah terjadinya penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, meminimalisir terjadinya penyiksaan, dan mencegah menjadikan wewenang menahan sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Jumlah lima hari ini, bertambah dari jumlah 2 (dua) hari pada draft RUU KUHAP sebelumnya, dengan pertimbangan letak geografi Indonesia yang berbeda-beda. Kedua, pengintegrasian kerja-kerja system peradilan pidana, yakni polisi, jaksa dan hakim. Posisi penyidik kepolisian dalam RUU KUHAP diposisikan sebagai assisten dari jaksa penuntut umum, karenanya JPU memiliki kewajiban untuk terlibat sejak awal dan ijin perpanjangan lima hari berikutnya dimiliki oleh JPU;
Ketiga, Adanya kontrol dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP). Yaitu, jika waktu 10 (sepuluh) hari belum cukup, perpanjangan penahanan dapat dimintakan ijin kepada HPP. HPP dalam memeriksa permohonan perpanjangan penahanan, maka ia harus menilai : 1) tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka; 2) Apakah hak-hak tersangka dilanggar ? dan 3) Apakah diperlukan perpanjangan penahanan/tidak 9. Terkait tindak pidana yang disangkakan, HPP bisa menilai apakah tindak pidana yang disangkakan sudah tepat/tidak, dan apakah penyelesaiannya harus melalui pengadilan, atau cukup dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan. 10 Untuk hak-hak tersangka, dengan dihadapkan langsung tersangka kepadanya, HPP dapat menilai dan mengkonfirmasi apakah hak-hak tersangka dilanggar atau tidak. Pada fase ini, HPP idealnya dapat menilai apakah telah terjadi kekerasan, penyiksaan, tidak mendapat bantuan hukum atau pelanggaran lainnya. Dan jika terjadi yang demikian, HPP dapat segera merekomendasikan penyelesaian dan pemenuhan hak-hak
tersangka pada tahap awal ini.
Sedangkan untuk menilai apakah perlu dilakukan perpanjangan penahanan, merujuk Pasal 59 ayat (5) alasan dilakukannya penahanan adalah jika tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan :(i) melarikan diri; (ii) merusak dan menghilangkan alat bukti dan/atau barang bukti; (iii) mempengaruhi saksi; (iv) melakukan ulang tindak pidana; dan (v) terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan tersangka atau terdakwa11. Walau kelima alas an tersebut masih membutuhkan diskusi terkait indicator untuk setiap alasannya, namun adanya pihak ketiga yang menguji penahanan ini akan menjadikan kasus kasus seperti pencurian sandal, kakao, atau perkelahian remaja dapat diselesaikan langsung, dan tidak membebani proses pengadilan. Demikianhalnya, tersangka dengan kebutuhan khusus, seperti tersangka perempuan yang hamil, menyusui atau memiliki balita dapat dialihkan jenis penahanannya. 12 Proses yang menghadapkan langsung tersangka/terdakwa kepada hakim, adalah salah satu mekanisme pengawasan penggunaan kekuasaan negara terhadap warganya. Melalui proses ini pula, diharapkan sistem peradilan pidana lebih transparan dan akuntabel. Dengan melihat kewenangan HPP yang akan 9
PAsal 60 Ayat (4) RKUHAP RKUHAP menawarkan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan untuk kasus-kasus dengan ancaman dibawah 7 tahun 11 Pasal 59 Ayat (5) RKUHAP 12 Sayangya RKUHAP hanya menyebut jenis tahanan Rutan (Pasal 64 RKUHAP) dan menghilangkan jenis tahanan rumah dan tahanan kota. 10
menilai alasan-alasan penahanan, maka mekanisme ini tidaklah perlu dikhawatirkan jika penyidik telah memiliki alasan penahanan yang sesuai dengan hukum. Dari uraian diatas, dengan demikian, pada tingkat penyidikan, lama masa penahanan adalah 60 hari, tingkat penuntutan adalah 90 hari. Sehingga baik SPP secara umum, maupun khusus (seperti KPK) memiliki waktu 150 hari untuk mempersiapkan sidang pertama, pada pengadilan tingkat pertama. Dan kita telah menyaksikan bagaimana profesionalitas KPK dalam menanggani kasus kasus korupsi, dan dalam waktu yang disediakan KUHAP (110 hari) saat ini mampu menghadapkan terdakwa ke persidangan. Kinerja yang efektif, efisien dan profesional KPK tersebut, seharusnyalah yang didorong dilaksanakan dalam SPP yang umum. Namun, disisi lain lebih panjangnya masa penahanan sebelum persidangan dibandingkan KUHAP saat ini, dalam pandangan penulis adalah bertentangan dengan asas speedy trial, dan belum menggambarkan pandangan bahwa penahanan harus menjadi upaya terakhir. (SAT)