JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta
1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, berlaku. Hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara pidana di Indonesia. Hukum yang mengatur keseluruhan proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan, acara pemeriksaan, banding di Pengadilan Tinggi, sampai kasasi dan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Pada awalnya KUHAP lahir dengan semangat untuk mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang sama di depan hukum, melalui jaminan perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa. Hal ini dapat kita temui dalam asas-asas yang diberlakukan KUHAP, yaitu : 1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. 2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undangundang. 3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, dtahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau dihadapkan di muka pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. 4. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan atau dikenakan hukuman administrasi. 5. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya rngan serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat pengadilan. 6. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata dberikan untuk kepentingan pembelaan atas dirinya. 7. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum.
8. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa. 9. sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. 10. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan Asas-asas tersebut, memberikan perlindungan terhadap tersangka dan terdakwa serta menempatkan mereka dalam kedudukan yang berderajat, yang memiliki harkat martabat sebagai manusia. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi berbagai bentuk pelanggaran hak-hak tersangka dan terdakwa. Seperti pencabutan BAP oleh saksisaksi, penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, penangkapan yang tidak sah hingga rekayasa kasus. Disisi lain, telah terjadi perkembangan hukum Hak Asasi Manusia, yang menjadikan KUHAP harus diharmonisasi dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, khususnya Konvensi Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Anti Penyiksaan. Karenanya kemudian pemerintah Indonesia, merancang perubahan KUHAP, yang saat ini tengah dibahas di DPR RI. Tulisan ini akan menganalisa hak tersangka/terdakwa di dalam KUHAP, pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dan masukan terhadap Rancangan KUHAP.
2. HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DI DALAM KUHAP DAN BENTUK-BENTUK PELANGGARAN Hak tersangka dan terdakwa di dalam KUHAP diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Berbagai aspek dari hak seorang tersangka dan terdakwa dilindungi oleh KUHAP, diantaranya yaitu : 1. Hak untuk mendapat pemeriksaan serta pengadilan yang cepat. Jaminan ini untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seseorang di dalam tahanan dan tidak adanya kepastian hukum, perlakuan sewenangwenang dan tidak wajar dari aparat negara. Pengaturan ini dimaksudkan pula agar peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (speedy trial). 2. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Keterangan yang bebas dari seorang tersangka atau terdakwa sangat mempengaruhi putusan yang diambil oleh hakim atas kasus yang menimpa dirinya. Oleh karena itu, seorang tersangka atau terdakwa harus dijamin bebas dari tekanan, paksaan, siksaan serta rasa takut dari berbagai pihak dalam proses pemeriksaan. 3. Hak untuk didampingi penasehat hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. 4. Hak diberikan penasehat hukum oleh Negara secara Cuma-cuma untuk mendampingi tersangka atau terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan. 5. Hak untuk berkomunikasi dengan penasehat hukum 6. Hak mengajukan saksi/ahli
7. Hak atas tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,dituntut atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Pengaturan yang hampir dapat dikatakan sebagai perlindungan yang komprehensif terhadap seorang tersangka atau terdakwa tersebut, dalam pelaksanaannya terjadi berbagai bentuk pelanggaran, yang menyebabkan kontra produktif dengan semangat awal pembuatan KUHAP sendiri. Berdasarkan pengalaman LBH Jakarta, tercatat bahwa pelanggaran hak-hak tersangka dan terdakwa dilakukan baik oleh polisi, jaksa, maupun hakim. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran tersbut adalah sebagai berikut : 1. Proses pemeriksaan yang berlangsung lama. KUHAP memberikan kewenangan kepada pejabat terkait untuk melakukan penangkapan dan penahanan di setiap tingkat pemeriksaan. Selama proses pemeriksaan tersebut, masa tahanan seseorang dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan proses pemeriksaan. Namun, lamanya masa penahanan dalam KUHAP menyebabkan penyidik tidak segera melakukan proses pemeriksaan. Akibatnya, terjadi pelanggaran dan perlakuan sewenang-wenang, seperti ketidakpastian kapan kasus akan disidangkan, penyiksaan dan merampas kemerdekaan tersangka/terdakwa untuk hal-hal yang dapat dilakukan dengan cepat. 2. Intimidasi dan penyiksaan untuk mendapatkan keterangan. Penyiksaan menjadi salah satu metode yang digunakan untuk mendapat keterangan dari tersangka atau terdakwa. Metode ini melanggar hak tersangka/terdakwa untuk memberikan keterangan secara bebas. Keterangan yang diberikan dibawah ancaman,intimidasi dan penyiksaan tersebut akan mempengaruhi pengambilan keputusan hakim. Penelitian LBH Jakarta menemukan bahwa 83,65% dari 367 responden atau setara dengan 307 responden menyatakan saat berada di tingkat kepolisian telah mengalami kekerasan dan penyiksaan saat penangkapan, BAP dan Penahanan. Kondisi ini diperparah dengan tidak berjalannya pengawasan terhadap kinerja para penegak hokum. 3. Pelanggaran hak bantuan hokum. Hak untuk mendapat bantuan hukum dan hak untuk didampingi oleh penasehat hukum tidak diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum yang merupakan amanat dari konstitusi justru dianggap mempersulit kerja penyidik. Modus yang dipergunakan penyidik adalah meminta tersangka menandatangani penolakan didampingi penasehat hukum. 4. Terhambatnya akses komunikasi dengan pengacara. Perlakuan yang tidak memperbolehkan tersangka atau terdakwa untuk bertemu dan berkonsultasi dengan penasehat hukum juga sering terjadi. Akses komunikasi antara tersangka atau terdakwa hanya pada saat tersangka atau terdakwa diperiksa oleh pejabat terkait. Hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja penasehat hukum dalam melakukan pembelaan terhadap tersangka atau terdakwa. 5. Tidak ada Jaminan Untuk Mengajukan Saksi atau Ahli. Tidak ada jaminan terhadap pelaksanaan hak untuk menghadirkan saksi atau ahli yang diminta oleh tersangka atau terdakwa. Pejabat terkait dapat menerima atau menolak permintaan untuk menghadirkan saksi atau ahli tanpa pertimbangan yang jelas.
6. Sulitnya menuntut ganti rugi akibat penangkapan dan penahanan yang tidak sah melalui mekanisme praperadilan. Selain merupakan lembaga yang melekat pada Pengadilan Negeri setempat, praperadilan juga menggunakan mekanisme pengadilan cepat terhadap tuntutan ganti rugi oleh tersangka atau terdakwa yang dilanggar haknya. Sampai sejauh ini, masih sangat langka kasus tuntutan ganti rugi yang dimenangkan oleh lembaga praperadilan, padahal dalam kasus tersebut sudah sangat jelas bukti-bukti adanya pelanggaran terhadap eturan-aturan di dalam KUHAP.
3. REVIEW ATAS HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DI DALAM RUU KUHAP (Draft 2012) Dalam draft RUU KUHAP 2012, hak tersangka dan terdakwa diatur dalam pasal 88 sampai dengan pasal 102. Berikut adalah hak-hak tersangka dan terdakwa di RUU KUHAP, dan usul perubahan sesuai dengan kerangka hokum HAM Internasional. No
1
Prinsip Fair Trial
RUU KUHAP
Usul Perubahan
(draft 2012) Speedy Pasal 88 Ayat (1), (2), (3), (4), Mempersingkat proses penahanan Trial/pemeriksa (5), (6), (8) hingga pemeriksaan di Pengadilan an dan Negeri (maksimal 120 hari) pengadilan cepat
2
Hak untuk Pasal 90 Ayat (1), (2), (3) memberikan keterangan secara bebas
Miranda rules /right to silent dan mendapatkan pendamping hukum Dimasukan poin-poin CAT dalam KUHAP Akibat hukum dari pelanggaran hak tersangka/terdakwa
3
Right to Pasal 27 ayat (1) dan (2) counsel/hak atas didampingi Pasal 92 penasehat hukum Namun masih ada pembatasan terhadap tersangka yang diancam dengan hukuman di atas 5 tahun dalam Pasal 93 Ayat (1).
Dihapuskan pembatasan ancaman hukuman maksimal 5 tahun untuk bisa mendapatkan penasehat hukum;
Pasal 93 Ayat (3) aturan tentang penolakan bantuan hukum rentan, dimanfaatkan Polisi untuk mempersulit
Dihapuskan ketentuan yang menyatakan hak atas penasehat hukum tidak berlaku jika tersangka menyatakan menolak;
akses bantuan hukum 4
5
Hak untuk Pasal 94 berkomunikasi dengan Pasal 100 Ayat (1), (2), (3) penasehat hukum Equality of Pasal 101 arms/hak mengajukan saksi/ahli
6
Right to appeal/ Tersebar hak banding hukum
7
Hak atas Pasal 102 tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi
di
bagian
Harus ada mekasimme kontrol atas pemeriksaan surat yang diduga disalahgunakan; Harus ditambahkan Hakim seharusnya tidak dapat membatasi jumlah saksi/ahli; sanksi kepada penyidik yang tidak mau menghadirkan saksi/ahli yang diminta oleh tersangka/terdakwa terminologi menguntungkan tersangka atau terdakwa seharusnya dirubah dengan “untuk menjernihkan fakta”
upaya Pasal 191 Ayat (3) mencantumkan hak terdakwa setelah mendengarkan pembacaan putusan. Seharusnya hak mengajukan upaya hukum diakomodir dalam Bab Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa Jika diperlukan, Terdakwa harus didengar keterangannya dalam proses banding Jaminan memperoleh salinan putusan yg dibanding.
Tuntutan ganti kerugian atas penangkapan/penahanan tidak sah harus diperluas bukan hanya untuk tersangka dan terdakwa saja melainkan juga untuk terpidana Terdakwa yang diputus bebas tetap dapat melakukan tuntutan ganti kerugian akibat penangkapan dan penahanan yang sah ataupun yang tidak sah (Pasal 128 Ayat (5) RUU KUHAP), seharusnya mekanismenya diatur dalam RUU KUHAP;