Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
LAPORAN PROYEK
Proyek Kerjasama antara Kemitraan (PGRI) dan Yayayan LBH Indonesia Nomor: Rev-2 PR-01816
“Menggagas Peran TNI dan Badan Intelijen Dalam Sistem Negara Demokrasi” o Banjarmasin (Kalimantan Selatan), 9 – 10 Maret 2004 o Makassar (Sulawesi Selatan), 14 – 15 April 2004 o Surabaya (Jawa Timur), 13 – 14 Oktober 2004 o Jakarta, 30 November 2004
Yayasan LBH Indonesia Desember 2004
0
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
BIN Dephan RI HAM LBH PGRI Polri RUU Semiloka TAP MPR TNI UU UUD YLBHI
: Badan Intelijen Negara : Departemen Pertahanan Republik Indonesia : Hak Asasi Manusia : Lembaga Bantuan Hukum : Partnership for Governance Reform in Indonesia : Kepolisian Republik Indonesia : Rancangan Undang-undang : Seminar dan Lokakarya : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat : Tentara Nasional Indonesia : Undang-undang : Undang-undang Dasar : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
i
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4.
Pelaksanaan Kegiatan Semiloka……………………………………………………. Aturan Pelaksana yang Dimandatkan UU TNI…………………………………….. Rumusan Kelompok RUU Intelijen ……………………………………………….. Daftar Berita Peliputan Kegiatan Semiloka dan Public Expose Hasil-hasil Semiloka YLBHI – PGRI…………………………………………………………………….
ii
Hal. 4 6 15 26
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4.
Komposisi Peserta Semiloka di Banjarmasin, Kalimantan Selatan………………….. Komposisi Peserta Semiloka di Makassar, Sulawesi Selatan………………………... Komposisi Peserta Semiloka di Surabaya, Jawa Timur……………………………... Komposisi Peserta Seminar di Jakarta………………………………………………
iii
Hal. 10 14 17 19
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Lampiran Jadwal Acara………………………………………………………. Daftar Peserta Semiloka di Banjar Masin, Kalimantan Selatan…………………… Daftar Peserta Semiloka di Makassar, Sulawesi Selatan…………………………… Daftar Peserta Semiloka di Surabaya, Jawa Timur………………………………… Daftar Peserta Seminar di Jakarta…………………………………………………
iv
Hal. 29 30 33 36 39
DAFTAR ISI
Daftar Singkatan dan Istilah………………………………………………………………... Daftar Tabel……………………………………………………………………………….. Daftar Gambar………………………………………………………….…………………. Daftar Lampiran …………………………………………………………………………... Daftar Isi Kata Pengantar………………………………………………………….....………………. PENDAHULUAN………………………………………………………………. UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………….. I. DESAIN PROGRAM……………………………………………………………. A. LATAR BELAKANG……………………………………………………… B. KONTEK POKOK PERSOALAN………………………………………... B.1. Kebijakan……………………………………………………………… B.2. Kelembagaan…………………………………………………………… B.3. Aspek Budaya…………………………………………………………... B.4. Addendum Konteks Pokok Persoalan………………………………….. B.4.1. UU TNI………………………………………………………….. B.4.2. RUU Intelijen……………………………………………………. C. TUJUAN SEMILOKA……………………………………………………... C.1. Tujuan Umum………………………………………………………….. C.2. Tujuan Khusus…………………………………………………………. D. METODE…………………………………………………………………... E. PELAKSANA PROGRAM………………………………………………… F. PESERTA DAN NARASUMBER………………………………………….. F.1. Peserta………………………………………………………………….. F.2. Narasumber ……………………………………………………………. G. TEMPAT DAN WAKTU PENYELENGGARAAN………………………. II. DISKURSUS DI EMPAT KOTA……………………………….……………….. A. BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN……………………………. A.1. Prosesi Semiloka………………………………………………………... A.2. Hasil-hasil Semiloka …………………………………………………… B. MAKASSAR, SULAWESI SELATAN……………………………………... B.1. Prosesi Semiloka………………………………………………………... B.2. Hasil-hasil Semiloka ……………………………………………………. C. SURABAYA, JAWA TIMUR………………………………………………. C.1. Prosesi Semiloka………………………………………………………... C.2. Hasil-hasil Semiloka ……………………………………………………. D. D.K.I. JAKARTA…………………………………………………………... C.1. Prosesi Semiloka………………………………………………………... C.2. Gagasan-gagasan dalam Seminar ……………………………………….. III KAMPANYE PUBLIK: MENGGAGAS PERAN TNI DAN BADAN INTELIJEN DALAM SISTEM NEGARA DEMOKRASI…………………… IV. CATATAN PENUTUP…………………………………………………………..
v
Hal. i ii iii iv v vi 1 2 3 5 5 5 5 6 6 6 7 8 8 8 8 8 8 8 8 9 10 10 10 11 13 13 14 17 17 17 18 18 19 25 28
Kata Pengantar
L
aporan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountability) project manager untuk proyek kerjasama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI), dengan nomor proyek: Rev-2-PR-01816.
Laporan ini disusun kedalam 4 bab. Bab I mendeskripsikan desain program, mencakup latar belakang; konteks pokok persoalan tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI)/UU TNI dan RUU Intelijen; tujuan diselenggarakannya Seminar dan Lokakarya (Semiloka) di 4 kota besar; metode pelaksanaan kegiatan; deskripsi tentang peserta dan narasumber serta pemilihan tempat dan waktu penyelenggaraan Semiloka. Selanjutnya bab ke-2 akan dimuat prosesi Semiloka di 3 tempat: Banjarmasin (Kalimantan Selatan); Makassar (Sulawesi Selatan); Surabaya (Jawa Timur) dan seminar di Jakarta. Dalam bab ini juga dideskripsikan hasil-hasil Semiloka di 4 kota tersebut. Bab ke-3 merupakan hasil pendokumentasian YLBHI terhadap upaya kampanye publik “menggagas” penyempurnaan ke-2 RUU/UU TNI dan RUU Intelijen. Dalam bab ini dimuat sejumlah liputan dan pemberitaan media cetak dan elektronik seputar kegiatan Semiloka, beserta gagasan-gagasan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan. Bab terakhir merupakan catatan penutup yang memuat sejumlah hal yang perlu dikemukakan, termasuk pelajaran yang dapat diambil dari penyelenggaraan program secara keseluruhan. Jakarta, Desember 2004 A. Patra M. Zen Project Manager Wakil Ketua Yayasan LBH Indonesia
vi
YAYASAN LBH INDONESIA
MENGGAGAS PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN BADAN INTELIJEN DALAM SISTEM NEGARA DEMOKRASI
PENDAHULUAN
Y
ayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Indonesia sejak lama telah melaksanakan berbagai program promosi dan kampanye tentang perlunya reformasi di sektor keamanan dan pertahanan Negara. Ditahun 2004, program kerja semacam ini didukung pendanaannya, antara lain oleh Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI). Kerjasama dua lembaga ini dimulai sejak ditandatangani Project Cooperation Agreement No. Rev-2 PR-01816 pada 12 Januari 2004 untuk melaksanakan seri seminar dan lokakarya (Semiloka) di 4 kota besar di Indonesia, masing-masing Semiloka di: Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Makassar, Sulawesi Selatan; Surabaya, Jawa Timur, dan sebuah seminar di Jakarta. Program kerjasama ini diberi tajuk: “Menggagas Peran Tentara Nasional Indonesia dan Badan Intelijen Dalam Sistem Negara Demokrasi”. Sejak ditandatangi kesepakatan kerjasama tersebut, berbagai perubahan dan perkembangan situasi nasional terjadi. Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih para anggota parlemen dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan ditengah periode program Semiloka. Begitu juga, Rancangan Undangundang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden ditengah periode program ini. Pelaksanaan Semiloka di Banjarmasin, dilaksanakan pada 9 – 10 Maret 2004 dengan bekerjasama dengan Komisi Hak Asasi Manusia Kalimantan Selatan. Berikutnya: di Makassar, bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar pada 14 – 15 April 2004; di Surabaya, bekerjasama dengan LBH Surabaya pada 13 – 14 Oktober 2004. Seri terakhir pelaksanaan program ini, dilakukan dengan melaksanakan sebuah seminar di Jakarta pada 30 November 2004. Berkaitan dengan program tersebut, YLBHI juga melakukan berbagai aktivitas untuk mendukung keseluruhan program, antara lain: penyelenggaraan diskusi publik di Jakarta; penyelenggaraan kegiatan ‘public expose’ hasil-hasil semiloka di Jakarta pada 5 Agustus 2004, yang bertujuan untuk memaparkan hasil-hasil semiloka yang telah dilaksanakan, termasuk memaparkan rekomendasi-rekomendasi yang diajukan oleh masyarakat. Sebuah position paper disusun oleh YLBHI1 untuk keperluan lobby dan kampanye, menyampaikan aspirasi masyarakat, terutama terhadap proses pembahasan dan isi RUU TNI. YLBHI juga melaksanakan konferensi pers secara reguler untuk mempresentasikan gagasan-gagasan dan sebagai bentuk laporang pengawasan terhadap proses pembahasan RUU TNI. Jika disandingkan Undang-undang (UU) No. 34/2004 tentang TNI dengan RUU sebelumnya, dapat dilihat beragam perubahan yang substansial, fundamental dan signifikan. Tentu masih ada kritik dan ketidakpuasan terhadap UU ini, bahkan ada pihak yang berencana mengajukan judicial review UU ini di Mahkamah 1 Lihat Daniel Hutagalung dan Munarman. “TNI Belum Menanggalkan Doktrin Politik. Pemaparan Hasil-hasil Seminar dan Lokakarya tentang Rancangan Undang-undang Tentara Nasional Indonesia”. Laporan YLBHI No. 7 Agustus 2004.
1
YAYASAN LBH INDONESIA Konstitusi. YLBHI menilai, segala upaya segenap komponen masyarakat sipil dan juga para anggota DPR dan pejabat Pemerintah yang telah berupaya untuk mendorong TNI menjadi tentara yang profesional, patut dihargai. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas petunjuk dan karunia-Nya selama penyelenggaraan program. Banyak pihak telah membantu kesuksesan program seri Semiloka yang dilaksanakan YLBHI bekerja sama dengan PGRI, yang tentu tidak dapat disebutkan satu per satu. Haturan terima kasih dan penghargaan yang tinggi, Kami sampaikan kepada pihak PGRI: H.S. Dilon, Direktur Eksekutif; Dr. Adrianus Meliala, senior adviser; Yoke Octarina Soedarbo MA, programme manager, dan Bernadette Lois Widyastuti, project controllel manager, serta Gwi-yeop son, Deputy Resident Representative United Nations Development Programme di Jakarta. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih dihaturkan kepada para narasumber yang telah meluangkan waktunya hadir dalam kegiatan Semiloka – disusun berdasarkan abjad nama serta posisi dan jabatan disusun pada saat kegiatan dilaksanakan: Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Widjojo (Mantan Kepala Staf Teritorial TNI); Ammirudin Al Rahab (Koordinator Program ELSAM); Dr. Aswanto (Dosen Universitas Hasanuddin); Marsekal Madya Dr. Bijah Subiyanto (Deputi Kepala Badan Intelijen Negara); Dedi Prihambudi, S.H. (Direktur LBH Surabaya); Dr. Eddy Prasetyono (Peneliti di CSIS); Effendi Choiri (Anggota Komisi I DPR-RI); Jenderal TNI Endriartono Hartarto (Panglima TNI); Letkol. (Purn) Djuanda (Intelijen); Hasanuddin, S.H. (Koalisi Masyarakat Sipil Kalsel); Dr. Juwono Sudarsono (Menteri Pertahanan); Drs. Mohammad Asfar, M.A (Staf Pengajar Universitas Airlangga); Marsda. TNI Pieter L.D. Wattimena, SIP, M.M (Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Departemen Pertahanan RI); Syaifuddin, S.H., M.H. (Dosen Universitas Lambung Mangkurat); Brigjen TNI Sugeng Widodo (Kabiro. Hukum Departemen Pertahanan); Usman Hamid, S.H. (Kordinator KontraS); Wawan. H. Purwanto (Pengajar Institut Intelijen Indonesia). Penghargaan dan ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Ibrahim Ambong, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang telah menghadiri dan menjadi narasumber dalam kegiatan ‘public expose’ Hasil-hasil Semiloka pada 5 Agustus 2004 di Jakarta. Kami mengaturkan terima kasih kepada Dewan Pembina Yayasan LBH Indonesia, khususnya kepada Dr. Adnan Buyung Nasution; Mas Achmad Sentosa, LL.M; Frans Hendra Winata, MH., serta rekan-rekan di Badan Pengurus YLBHI: Munarman SH, Ketua Badan Pengurus; Robertus Robet MA, Wakil Ketua; Daniel Hutagalung, MA, Direktur Riset; Daniel Panjaitan, LL.M, Direktur Advokasi; Rita Novella, Kepala Keuangan; Eli Salomo, Staf Informasi dan Dokumentasi; Sari Armeni; Labora Siahaan; Giyono dan; Sakidi. Penghargaan dan ucapan terima kasih dihaturkan kepada panitia lokal penyelenggaraan Semiloka – posisi dan jabatan disusun pada saat kegiatan dilaksanakan – di Banjarmasin: Drs. Abdul Razak SH, Wakil Ketua Komisi HAM Kalimantan Selatan; M. Budaeri, Sekretaris Jenderal Komisi HAM Kalsel dan Indah Ruhnawati. Panitia lokal di Makassar: Hasbi Abdullah, Pjs. Direktur LBH Makassar; Adnan Buyung Aziz, Pjs. Direktur LBH Makassar Zulkifli, Anwar SH. dan Chairuddin, SH. Panitia lokal di Surabaya: Dedi Prihambudi, Direktur LBH Surabaya; Muji Kartika Rahayu, Icha dan Helmi Koesdiana. Ucapan terimakasih juga diucapkan kepada Muin Fahmal, MH; Marwan Mas, MH; Fadli Andi Natsir dan Muhammad Rusli (LBH Perbindo); Ammirudin (LBH Pos Palopo); serta para jurnalis dan wartawan yang telah meliput dan memberitakan kegiatan public Semiloka di 4 kota dan kegiatan public expose hasil-hasil Semiloka di Jakarta.
2
YAYASAN LBH INDONESIA
BAB I DESAIN PROGRAM A. LATAR BELAKANG
P
Perpindahan tampuk jabatan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari rezim Orde Baru yang dijabat Soeharto ke para penggantinya2 tidak secara otomatis menghantarkan rakyat menikmati demokrasi dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Salah satu faktor penyebab yakni tidak berjalannya reformasi, baik dilevel kebijakan dan politik keamanan. Dalam perkembangannya, terdapat milestones dalam politik keamanan negara. Sebut saja, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI. Dalam TAP ini dinyatakan, demokratisasi TNI (Sic) merupakan sebuah tuntutan reformasi dan tantangan masa depan.3 Demikian juga TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri), merupakan tonggak penting melihat perkembangan politik keamanan di negeri ini. Namun demikian, TAP ini bukan tanpa cela. Jika dicermati, kedua TAP ini masih lowong tanpa ketegasan adanya norma supremasi sipil - norma yang juga tidak dapat diketemukan dalam Buku Putih Pertahanan yang disusun Departemen Pertahanan Republik Indonesia (Dephan RI). Berkaca dari perkembangan kebijakan pertahanan, gerakan pro-demokrasi setidaknya telah mendapat arus balik dan ganjalan dari negara. Paska aksi reformasi 1998, rakyat menjadi saksi ditetapkannya Undang-undang (UU) No. 9/1998 tentang Kebebasan Menyampaikan pendapat di Muka Umum. Beberapa bulan kemudian, Rencana Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB); RUU Keselamatan dan Keamanan Negara, dan RUU Keadaan Darurat, muncul diatas permukaan. Sejumlah aktivis mengkritik tegas RUU tersebut. Kritik yang dikemukakan seperti rencana pembentukan Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) dan Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum (DPKSH). Menariknya, dalam kasus RUU Keselamatan dan Keamanan Negara, Menteri Kehakiman sendiri tidak mengetahui bahwa RUU ini dipersiapkan sudah lama dan tiba-tiba usulan pembuatannya muncul dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).4 Selain RUU tersebut, pihak Dephan sempat mengemukakan bahwa lembaganya tengah membahas dan mencoba merumuskan tiga RUU sebagai pelengkap UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara yakni: RUU Komponen Cadangan; RUU Komponen Pendukung dan; RUU Latihan Dasar Keprajuritan.5 Dalam konteks ini dijelaskan, komponen pertahanan negara diklasifikasikan menjadi tiga kelompok komponen utama. RUU TNI yang disusun oleh Markas Besar (Mabes) TNI dan Dephan merupakan regulasi berkaitan dengan komponen utama pertahanan negara. Sementara untuk komponen pendukung akan diusulkan RUU tentang Pendidikan dan Kewarganegaraan. Disektor keamanan, muncul juga rencana pengajuan RUU Intelijen.
Pada saat desain program ini dirumuskan, jabatan Presiden masih dipegang Megawati Soekarnoputri. TAP MPR No. VI/MPR/2000. Konsideran Menimbang huruf a. 4 Kompas, 29 Juli 1999. “RUU Keselamatan dan Keamanan Negara. Kembalikan Kekuatan Militer.” 5 Tempo Interaktif. 6 September 2002. “Departemen Pertahanan Siapkan Tiga Rancangan Undang-undang.” Lihat juga UU No. 3/2002, pasal 1. 2 3
3
YAYASAN LBH INDONESIA Yayasan LBH Indonesia, mempunyai perhatian terhadap rencana pengajuan dan penetapan produk perundang-undangan dibidang keamanan, terutama RUU TNI dan RUU Intelijen. Perhatian ini disebabkan, adanya kekhawatiran organisasi, terhadap bahaya ketentuan RUU ini terhadap perkembangan demokrasi dan pemenuhan HAM. Dari akar paling bawah, kekhawatiran berhulu pada fakta konflik komunal yang muncul, problem sosial yang ada dan perjuangan rakyat atas hak dan pengelolaan sumber-sumber ekonomi berpeluang untuk berhadapan kembali dengan rezim seperti di masa lalu yang mengedepankan pendekatan kekerasan dan kekuatan militer serta kerja-kerja brutal lembaga intelijen. Padahal, boleh dikatakan militer Indonesia termasuk intelijen sangat sulit menjadi obat penyembuh dan berfungsi menjadi pemecah kebuntuan dan pendamai konflik yang terjadi. Dalam konteks ini, Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah artikelnya menyatakan: “Ambilah dua contoh, kondisi Ambon yang tidak membaik, meskipun tidak kurang dari 17 batalyon TNI dan ribuan anggota Polri telah ditugaskan mengatasi konflik di Maluku dan Maluku Utara… Demikian pula untuk Aceh, saya dan teman-teman, termasuk pimpinan TNI dan Polri, melakukan kajian dan analisis kritis mengapa setelah 26 tahun berjalan konflik bersenjata di Aceh, belum juga ditemukan solusi yang tepat. Setelah kita mengkaji pengalaman sejarah Indonesia di dalam mengatasi berbagai gerakan pemberontakan di masa lalu serta mengkaji pengalaman banyak negara yang menghadapi gerakan separatisme dan insurgensi yang di dalam penumpasannya tidak selalu mengedepankan cara militer…”6
Merujuk pandangan Soesilo tersebut – pada saat menjabat sebagai Menteri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) – dapat dibilang, bukan saatnya lagi aparatus keamanan termasuk intelijen diberikan posisi dan tempat sebagai ujung tombak pemecah problem-problem kenegaraan dan kemasyarakatan. Terpenting saat ini, melibatkan secara penuh dan adil partisipasi masyarakat dalam mengurus masalah-masalah yang dihadapi. Dorongan untuk mereformasi kebijakan dan politik keamanan di Negara ini mesti terus dilakukan oleh semua pihak dengan mengingat fakta terdapat setidaknya faksi administrasi yang sangat menginginkan model-model kekuasaan otoriter kembali hidup. Di samping itu, mendorong reformasi di tubuh lembaga keamanan dan institusi militer menjadi tantangan besar untuk mencapai profesionalisme yang bekerja secara bersih, efektif dan efisien. Tantangan paling dekat, tak lain pembentukan UU TNI dan Intelijen yang berkesesuaian dengan prinsip-prinsip demokrasi, HAM dan hukum yang berkeadilan. Untuk mencapai tujuan ini, tentu saja diperlukan peran bersama, tak terkecuali TNI dan Lembaga Intelijen. Atas dasar pemikiran pentingnya melakukan dialog publik dalam proses pembentukkan RUU ini, Yayasan LBH Indonesia bekerjasama dengan Kemitraan untuk Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di Indonesia (Partnership for Governance Reform in Indonesia), akan menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) bertema: “Menggagas Peran TNI dan Badan Intelijen Dalam Sistem Negara Demokrasi”. Kegiatan ini direncanakan dilaksanakan di 4 kota penting di Indonesia: Banjarmasin, Makassar, Surabaya dan Jakarta. Tabel 1 Pelaksanaan Kegiatan Semiloka No. Waktu Penyelenggaraan Tempat Penyelenggaraan 1. Banjarmasin, Kalimantan Selatan 9 – 10 Maret 2004 2. Makassar, Sulawesi Selatan 14 – 15 April 2004 3. Surabaya, Jawa Timur 13 – 14 Oktober 2004 4. D.K.I. Jakarta 30 November 2004
6
S.B. Yudhoyono, “Tantangan Politik, Keamanan, dan Perdamaian Tahun 2003”. Kompas. 6 Januari 2003.
4
YAYASAN LBH INDONESIA B. KONTEKS POKOK PERSOALAN Mereformasi kebijakan dan politik keamanan bukan sesuatu yang sulit, namun diperlukan perjuangan bersama antar semua komponen di dalam masyarakat dan lembaga-lembaga Negara. Kerjasama sedemikian diperlukan untuk mereformasi dan mencarikan solusi terhadap beberapa pokok-pokok persoalan kebijakan dan politik keamanan di negeri ini, sebagai berikut: B.1. Kebijakan Belum berjalan hubungan sipil-militer yang sehat menjadi salah satu penyebab kekacauan dan tersumbatnya demokratisasi dan pemenuhan HAM di negara ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan tengah dibahas tidak mendorong terciptanya kondisi ini. Dari dua kebijakan yang tengah disiapkan – RUU TNI dan RUU Intelijen – dapat ditangkap gejala dan dapat dilihat gambaran potensi bahaya bagi prinsip demokrasi dan HAM. Dalam rencana kebijakan-kebijakan ini militer dan apparatus intelijen telah melampaui batas-batas ketentuan dan standar-standar demokrasi dan HAM yang telah ditetapkan sebelumnya seperti termuat dalam Konstitusi, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 beserta amandemennya, dan juga hukum positif yang berlaku. Problem di tingkat kebijakan yang patut menjadi perhatian juga, yakni belum terumusnya sebuah blue print atau grand strategy tentang pengembangan dan strategi pertahanan Negara – yang semestinya disusun oleh Departemen Pertahanan. Problem dasar ini menyebabkan rakyat tidak mengetahui rumusan-rumusan penilaian ancaman yang hendak ditanggulangi dan kapabilitas pertahanan yang hendak dicapai – paling tidak untuk 25 tahun mendatang dengan pembagian periode jangka pendek dan menegah. Peristiwa kejahatan pemboman di Kuta Bali merupakan satu bukti konkrit ketiadaan rumusan penilaian ancaman yang seharusnya dimiliki Negara. Sehingga, pola-pola penanggulangannya pun bersifat reaktif dan melulu dilakukan dengan pendekatan represif. Semestinya grand strategy seperti ini yang disusun terlebih dahulu sebelum melangkah pada pembahasan kebijakan seperti RUU TNI dan RUU Intelijen. Sebagai contoh, dalam hal pengaturan intelijen, RUU ini semestinya merujuk pada penilaian kapabilitas dan ancaman yang ada. Sehingga, perdebatan yang muncul bukan sekedar apakah Badan Intelijen Negara (BIN) punya wewenang untuk melakukan penangkapan – seperti dimuat dalam RUU Intelijen – tetapi misalnya, seperti apa postur dan struktur serta pengembangan kelembagaan intelijen di Indonesia. Dengan dasar pemikiran seperti ini, bisa jadi malah lembaga semacam BIN tidak diperlukan di negeri ini. Begitu juga, pada saat pembahasan RUU TNI, energi yang dimiliki untuk pembahasan RUU ini akan lebih bermanfaat dialokasikan kepada pembahasan stuktur pertahanan, sistem persenjataan termasuk pemeliharaan dan proses modernisasi persenjataan. Perbincangan seperti ini akan lebih mudah jika kita memang telah memiliki sebuah grand strategy. B.2. Kelembagaan Seperti lembaga-lembaga Negara dan birokrasi pada umumnya, institusi militer masih perlu dibenahi dalam hal: kualitas kerja dalam mengemban fungsi dan wewenangnya. Problem inefesiensi, inefektivitas dan korupsi mesti perlu diselesaikan, selain problem bisnis dan fungsi non-militer (dwifungsi). Begitu juga institusi kepolisian juga menghadapi problem yang sama: inefisensi, inefektivitas dan korupsi serta ketidakprofesionalan melaksanakan fungsinya. Merujuk pada kompilasi data Yayasan LBH Indonesia, setiap tahun terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kedua institusi ini.
5
YAYASAN LBH INDONESIA B.3. Aspek Budaya Problem budaya ditubuh militer dan kepolisian menyangkut masalah prilaku aparat. Sebagai contoh, kebiasaan dan perilaku yang represif kepada masyarakat yang dilakukan selama masa Orde Baru masih dapat dijumpai dalam keseharian hingga sekarang. Meskipun di sana sini sudah dilakukan upaya perubahan, namun pada prakteknya perilaku aparat yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan masyarakat masih terjadi. Jargon “polisi sebagai pengayom masyarakat”, pada prakteknya tidak terlaksana. Sementara, jargon “militer tidak berdwifungsi” juga masih jauh panggang dari api dalam kehidupan sehari-hari. B.4. Addendum Konteks Pokok Persoalan B.4.1. UU TNI Pada 30 September 2004 lalu, Rapat Paripurna DPR RI telah menyetujui RUU TNI menjadi UU. Tidak kurang 29 aturan pelaksana dimandatkan oleh UU TNI, termasuk UU yang mengatur kewajiban prajurit sukarela dan prajurit wajib yang telah berakhir dinas keprajuritannya untuk diwajibkan aktif kembali dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang. Selanjutnya, aturan pelaksanaan ini, ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya UU ini (pasal 75 ayat (1) Tabel 2 Aturan Pelaksana yang Dimandatkan UU TNI No. 1.
Pasal 13 ayat (10)
2.
14 ayat (4)
3.
27 ayat (3)
4. 5. 6. 7. 8. 9.
28 ayat (2) 29 ayat (2) 30 ayat (2) 31 ayat (2) 32 ayat (2) 33 ayat (3)
10.
34 ayat (3)
11.
38 ayat (2)
12.
40 ayat (2)
13. 14. 15. 16.
41 ayat (2) 42 ayat (2) 44 ayat (2) 45
17.
46 ayat (2)
18.
47 ayat (6)
Perihal Tata cara pengankatan dan pemberhentian Panglima Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan Susunan, sebutan dan keselarasan pangkat Persyaratan untuk menjadi prajurit Pendidikan untuk pengangkatan prajurit Pendidikan perwira Pendidikan bintara Pendidikan tamtama Pengangkatan perwira, bintara dan tamtama Tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah prajurit dan perwira Kode Etik Prajurit dan Kode Etik Perwira Penggunaan pakaian seragam, atribut, perlengkapan dan peralatan militer Pengembangan kemampuan prajurit Kenaikan pangkat Kenaikan pangkat luar biasa Pengangkatan dan pemberhentian jabatan selain Panglima dan Kepala Staf Angkatan Jabatan tertentu dalam struktur TNI yang dapat diduduki pegawai negeri sipil Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi
6
Aturan Pelaksana Keppres Keppres Keputusan Panglima Keputusan Menteri Pertahanan Keputusan Panglima Keputusan Panglima Keputusan Panglima Keputusan Panglima Peraturan Pemerintah Keputusan Panglima Keputusan Panglima Keputusan Panglima Keputusan Panglima Keputusan Panglima Peraturan Pemerintah Keputusan Panglima Keputusan Panglima Peraturan Pemerintah
YAYASAN LBH INDONESIA
19.
50 ayat (5)
20.
51 ayat (3)
21. 22.
55 ayat (3) 56 ayat (2)
23.
58 ayat (4)
24.
59 ayat (2)
25.
60 ayat (2)
26. 27.
61 ayat (2) 62 ayat (2)
28. 29.
63 ayat (3) 76 ayat (2)
koordiantor bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional dan mahkamah aguang Kebutuhan dasar prajurit dan prajurit siswa, rawatan dan layanan kedinasan, rawatan kedinanas keluarga prajurit dan penghasilan layak secara rutin tiap bulan untuk prajurit aktif Rawatan dan layanan purnadinas meliputi pensiun, tunjangan bersifat pensiun, tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan Pensiun dini Hak prajurit yang gugur dan tewas diberikan kepada ahli warisnya Pernyataan hilang atau pembatalan pernyataan hilang prajurit dalam melaksanakan tugas Pemberhentian prajurit selain berpangkat Kolonel dan Perwira Tinggi Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, setiap prajurit sukarela dan Prajurit Wajib yang telah berakhir dinas keprajuritannya dapat diwajibkan aktif kembali Pemakaian tanda jasa kenegaraan prajurit Pemberhentian prajurit secara tidak hormat Perkawinan, perceraian dan rujuk Tata cara dan ketentuan pengambilalihan seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola TNI oleh Pemerintah
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Keputusan Panglima Keputusan Panglima Undang-undang
Keputusan Presiden Peraturan Pemerintah Keputusan Panglima Keputusan Presiden
Tentu kontroversi terus berlanjut, sejumlah komentator malah merencanakan permohonan pengujian UU TNI di Mahkamah Konstitusi. Yayasan LBH Indonesia memandang bahwa diskusi merespon UU TNI ini perlu terus dilakukan, termasuk mengkritisi dan merekomendasikan substansi aturan pelaksana yang dimandatkan UU ini. B.4.2. RUU Intelijen Tidak tertutup kemungkinan, pembahasan RUU Intelijen akan dilakukan oleh DPR periode 2004 – 2009. Berulang kali rencana pembahasan dilontarkan. Brigjen TNI Sugeng dari Dephan yang menjadi pembicara Semiloka di Banjarmasin sempat menyatakan bahwa RUU ini memang direncanakan untuk dibahas. Sementara dimedia, kita dapat mengetahui rencana pembentukkan UU Intelijen telah dihembuskan kalangan DPR, setidaknya sejak 2001. Pada saat itu Ketua Komisi I DPR RI Ibrahim Ambong mengemukakan rencana pembentukkan UU Intelijen7. Pejabat yang kerap menyampaikan
7
Lihat antara lain Detikcom, 10 Oktober 2004.
7
YAYASAN LBH INDONESIA perlunya UU ini antara lain AM Hendropriyono, Kepala BIN. Hendro pernah UU Intelijen bertujuan untuk mengatur “apa yang bisa diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh intelijen”8. C. TUJUAN SEMILOKA C.1. Tujuan Umum: “Meningkatnya partisipasi masyarakat luas dalam mengkritisi RUU TNI dan RUU Intelijen”. C.2. Khusus: 1. “Terfasilitasi peran serta dan aspirasi masyarakat dalam proses pembahasan RUU TNI dan RUU Intelijen; 2. Terfasilitasinya penyusunan position paper sebagai bahan masukan dalam proses penyusunan RUU TNI dan RUU Intelijen yang ada.” D. METODE Kegiatan Seminar dan lokakarya ini akan menggunakan metode: ceramah umum, curah pendapat, diskusi kelompok, serta role play sehingga peserta dapat memahami serta mendalami materi secara lebih menyeluruh. Semiloka dilaksanakan 2 hari: 1 hari dilakukan seminar (dialog publik) dan 1 hari dilaksanakan lokakarya (diskusi terbatas). E. PELAKSANA PROGRAM Penyelenggara kegiatan ini adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bekerjasama dengan organisasi non-pemerintah (Ornop) di 4 kota besar yang dipilih sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan Semiloka. F. PESERTA DAN NARASUMBER F.1. Peserta Peserta Seminar (dialog publik) sebanyak 100 orang, berasal dari praktisi hukum (advokat), anggota TNI dan Polri, birokrat sipil, akademisi di Perguruan Tinggi, aktivis organisasi masyarakat sipil, termasuk: organisasi buruh, organisasi petani, organisasi perempuan, organisasi mahasiswa, organisasi masyarakat (Ormas), serta kelompok masyarakat adat. Peserta Semiloka juga ditujukan untuk politisi partai politik, anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan peserta lokakarya (diskusi terbatas), diikuti 25 orang, dipandu oleh 2 orang fasilitator (expert). F.2. Narasumber Narasumber berasal dari pejabat TNI, pejabat intelijen, pimpinan DPR, akademisi, pakar dan pengamat militer dan intelijen serta aktivis organisasi masyarakat sipil.
8
Lihat Media Indonesia, 19 September 2004.
8
YAYASAN LBH INDONESIA G. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan Semiloka dilaksanakan di 3 kota: Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Makassar, Sulawesi Selatan; Surabaya dan Jawa Timur, serta penyelenggaraan seminar di Jakarta.
9
YAYASAN LBH INDONESIA
BAB II DISKURSUS DI EMPAT KOTA
A. BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN A.1. Prosesi Semiloka Yayasan LBH Indonesia bekerjasama dengan Komisi Hak Asasi Manusia (Komisi HAM) Kalimantan Selatan menyelenggarakan kegiatan seminar dan lokakarya pada 9 – 10 Maret 2004 di Hotel Istana Barito, Banjarmasin Kalimantan Selatan. Dalam kegiatan seminar, hadir 5 orang narasumber yakni, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Widjojo (Mantan Kepala Staf Teritorial TNI); Robertus Robert, MA (Pengamat Politik dan TNI); Hasanuddin, S.H. (Koalisi Masyarakat Sipil Kalsel); Syaifuddin, S.H., M.H. (Dosen Universitas Lambung Mangkurat) dan Munarman (Ketua Yayasan LBH Indonesia). Peserta dalam kegiatan seminar pada 9 Maret 2004, tidak kurang dari 100 orang dari berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintahan, termasuk instansi TNI dan kepolisian. Sementara, peserta lokakarya (focus group discussion) berjumlah 29 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing membahas RUU TNI dan RUU Intelijen. Dalam kegiatan lokakarya, draft RUU TNI yang dibahas adalah draft versi Departemen Pertahanan, 3 Februari 2003, draft RUU TNI versi Kementerian Politik dan Keamanan. Sementara draft RUU Intelijen yang digunakan: versi 25 Januari 2002 dan versi 5 September 2003.
Gambar 1 Komposisi Peserta Semiloka di Banjarmasin
12%
3% 4%
Pem erintahan Kepolisian TNI Masyarakat Sipil
81%
Kegiatan seminar dimulai pukul 10.00 WITA. Sebelumnya, acara dibuka dengan pengantar dari A. Patra M. Zen, selaku project manager, mewakili YLBHI dan Budaeri, mewakili Komisi HAM Kalimantan Selatan. Sessi pertama yang membahas RUU TNI menghadirkan 3 narasumber: Agus Widjojo, Robertus Robet dan Hasannudin, dimoderatori Budaeri. Sedangkan sessi kedua, menghadirkan 2 narasumber: Munarman dan Syaifuddin, dimoderatori oleh Daniel Hutagalung. Keesokan harinya, lokakarya dihadiri 29 peserta yang dibagi kedalam 2 kelompok: kelompok RUU TNI dan kelompok RUU Intelijen, yang masing-masing difasilitasi Munarman dan Daniel Hutagalung. Setelah diskusi kelompok, dilaksanakan diskusi pleno yang dipimpin oleh 2 orang perwakilan peserta. Sebagai rangkaian terakhir kegiatan Semiloka, dilaksanakan konferensi pers,
10
YAYASAN LBH INDONESIA mempresentasikan hasil-hasil yang dicapai dalam Semiloka, dihadiri oleh wartawan media cetak dan media elektronik, antara lain: Kalimantan Pos dan Televisi Republik Indonesia, stasiun Banjarmasin. Seminar 1 hari telah menghasilkan rumusan tentang problem-problem umum dalam masing-masing RUU. Selanjutnya, lokakarya yang dilaksanakan, selain telah berhasil menguraikan dan mengidentifikasi masalah, juga telah memunculkan rekomendasi-rekomendasi penting bagi penyempurnaan kedua RUU. Dilevel lokal, informasi tentang kegiatan tersebut, dan kampanye tentang kedua RUU dicapai dengan publikasi dan liputan kegiatan oleh media cetak dan media elektronik lokal, antara lain Televisi Republik Indonesia, stasiun Banjarmasin.
A.2. Hasil-hasil Semiloka Narasumber seminar dan para peserta lokakarya telah mengkritisi, berdebat dan mengajukan argumen untuk perbaikan sekaligus penyempurnaan RUU TNI dan RUU Intelijen. Dalam lokakarya, kelompok RUU TNI beberapa hal yang mengemuka, sebagai berikut:
Pertama, rumusan dalam RUU TNI yang masih dianggap perlu dijelaskan lebih detail, seperti: (1) sampai sejauh mana wewenang Presiden terhadap TNI?; (2) sampai sejauh mana wewenang TNI, termasuk wewenang Panglima TNI; serta (3) apakah yang menjadi alasan bagi penyelenggaraan ‘wajib militer’? Kejelasan wewenang ini perlu dirumuskan, termasuk dalam hal kewenangan mengangkat Panglima TNI, Kepala Staf, pejabat TNI dan seterusnya. Dalam konteks kewenangan, terdapat pembahasan pasal 19 ayat (1), dengan opsi: rumusan pasal ini diubah redaksionalnya, dan opsi lain: dihapus sama sekali, sehingga kekhawatiran penggunaan pasukan TNI oleh Panglima TNI untuk tujuan illegal seperti coup dapat dihapus. Kedua, rumusan pasal dalam RUU TNI yang masih multi-tafsir, diantaranya istilah ‘keamanan nasional’, ‘keselamatan bangsa’ dan ‘obyek vital nasional’. Demikian juga, rumusan pasal dalam RUU TNI yang dianggap memberikan ‘blanko kosong’ kepada TNI untuk dapat menafsirkan sendiri pasal yang bersangkutan, seperti pasal 5 ayat (1), yang menyangkut tentang ‘menjaga keutuhan wilayah’; dan pasal 5 ayat 2 huruf (d) tentang ‘mengamankan obyek vital nasional’. Dalam konteks ini, para peserta lokakarya sempat membahas usulan dan argumen bentuk-bentuk pengamanan, yang sebaiknya diklasifikasikan ke 2 bentuk, yakni: bentuk pengamanan permanen dan non-permanen, dengan menetapkan kriteria situasi (keadaan). Ketiga, rumusan pasal dalam RUU TNI yang dapat menimbulkan kerancuan tafsir, seperti pasal 60 tentang peradilan militer, meliputi yurisdiksi peradilan militer, tindak pidana militer dan tindak pidana umum, serta masalah penyelidikan dan penyidikkan. Keempat, rumusan pasal dalam RUU TNI belum menggunakan bahasa hukum yang berperspektif gender, sebagai contoh rumusan ‘prajurit siswa’. Penggunaan kata ‘siswa’ hanya merepresentasikan lakilaki (maskulin), padahal perempuan juga dapat menjadi prajurit TNI. Kelima, sejalan dengan prinsip demokrasi, TNI seharusnya diposisikan dibawah ‘otoritas politik’.
Namun, terdapat argumen, bahwa UUD 1945 beserta amandemennya, tidak menjelaskan apa yang disebut dengan ‘otoritas politik’ sehingga dalam praktik terjadi ambiguitas dan ambivalensi dalam praktik. Dalam konteks ini, ‘otoritas politik’ bisa ditafsirkan menjadi ‘Presiden’ atau “Dewan Perwakilan Rakyat’.
11
YAYASAN LBH INDONESIA Keenam, tentara atau militer sebagai institusi harus tegas diatur tidak boleh berbisnis, dengan konsekwensi kesejahteraan prajurit juga harus ditingkatkan, termasuk dana operasional yang mendukung tugas TNI. Selanjutnya rekomendasi yang diajukan para peserta diskusi kelompok, sebagai berikut: 1. Merevisi pasal-pasal baik yang sifatnya substansi, maupun redaksional RUU TNI, seperti: a. menggunakan bahasa hukum yang berspektif gender; b. menggunakan bahasa hukum yang rigit sehingga tidak memberikan peluang multi-tafsir, serta memberikan penjelasan yang tegas; 2. Usulan-usulan konkret tentang beberapa pasal, yang sebaiknya dirumuskan dalam sidang pleno: a. Kriteria/penjelasan: ‘keamanan nasional’; b. Kriteria/penjelasan: ‘keselamatan bangsa’; c. Kriteria/penjelasan: ‘keutuhan wilayah’; d. Kriteria/penjelasan: ‘obyek vital nasional’; 3. Untuk menjelaskan mengenai kriteria “obyek vital nasional” diatur dalam perundang-undang dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres). 4. Pasal 19 dihapuskan, dan ditempatkan dalam tata aturan perundangan lain, yang mengatur wewenang Panglima TNI dalam penggunaan kekuatan TNI atau rumusan ayat 1 Pasal 19 tetap, dengan penambahan kalimat “…..dengan persetujuan Presiden”. 5. Diberikan penjelasan yang lebih detail terhadap ayat-ayat yang menyebutkan : “diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. 6. Pasal 24 ayat (1) mengenai wajib militer, ditambahkan dengan rumusan pasal yang menjelaskan dasar kebutuhan Negara. 7. Pasal 60 tentang Peradilan Militer tidak jelas dalam ayat-ayat penjelasannya, dan tidak memiliki konsistensi dalam hal tindak pidana militer dan umum, termasuk penyidikan, dan tidak adanya koherensi antara ayat (1) sampai ayat (4). Pasal ini harus dirumuskan dengan mengacu pada perundang-undangan yang lain. Sebagai tambahan, beberapa catatan yang dihasilkan dari diskusi pleno peserta lokakarya sebagai berikut: 1. Perlu ada kejelasan mengenai definisi “prajurit siswa” dalam perspektif gender, sehingga kalau dimungkinkan diperlukan perubahan istilah misalnya dengan menggunakan istilah “siswa/siswi” atau istilah lain yang tidak bernuansa bias gender, dalam pasal 1, dan pasal-pasal selanjutnya 2. Mengenai pasal 19, terdapat argumen bahwa pasal 19 kemungkinan merupakan analisa teknis dan strategis dalam perspektif TNI, termasuk pertimbangan situasi kontijensi, di mana Presiden dinilai tidak efektif dalam mengeluarkan kebijakan/perintah pengerahan kekuatan TNI. 3. Terhadap pasal 60, seharusnya dirumuskan prajurit militer tunduk pada peradilan militer dalam hal tindak pidana militer, dan tunduk pada yurisdiksi peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum. Dalam pembahasan RUU Intelijen, isu dan tema yang dibahas dalam diskusi kelompok, sebagai berikut: 1. Pembahasan tentang kerangka paradigmatik, mencakup: azas, filosofis, perumusan, kelembagaan, fungsi dan wewenang, serta dampak dan implikasi, antara lain: a. Apa yang mendasari dibuatnya UU tersebut (urgensi dan asumsi)? b. Apakah UU ini menjadi UU Pokok (payung) bagi seluruh badan intelijen yang ada dan/atau yang akan dibentuk oleh UU ini? 2. Pembahasan pasal per pasal:
12
YAYASAN LBH INDONESIA a. b. c. d.
e. f. g. h.
Azas: sebaiknya memuat jaminan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan prinsipprinsip demokrasi, yang dimuat dalam konsideran ‘menimbang’, dan konsiderans ‘mengingat’ (memuat pasal 30 UUD 1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM); Sebaiknya mengatur secara khusus “Badan Intelijen Negara”, sehingga judul UU diubah dan perihal BIN dimasukkan juga dalam konsideran menimbang; Perlu rumusan kewenangan lembaga intelijen dikaitkan dengan lembaga (Negara) yang lain, termasuk hubungan antara ‘komunitas’ intelijen (inter-departemen); Pasal-pasal disingkronkan dengan aturan lain, seperti: UUD 1945, pasal 30 yang memuat doktrin Sishankamrata, mencakup kekuatan inti (TNI dan Polri) serta kekekuatan pendukung (rakyat); UU No. 3/2002 tentang Pertahanan, pasal 7 memuat ancaman militer dan non-militer. Pasal 2 diberikan penekanan: Pancasila dan UUD 1945; Seharusnya badan intelijen dan aparat intelijen tidak memiliki kewenangan yudisial, seperti melakukan penangkapan; Pasal 11 konsepsi ‘ancaman nasional’ diperjelas, sementara beberapa pasal 26 hingga pasal 32 dihapus; Tentang organisasi intelijen disesuaikan dengan rumusan dan konsepsi ‘ancaman nasional’.
3. Tentang visi RUU TNI, rumusan ketentuan Pancasila dan UUD 1945, terdapat argumen dari peserta lokakaya untuk dihapus, sehingga tidak menjadikan keduanya terlalu sakral. Disamping itu, sebaiknya juga digunakan istilah ‘integritas nasional’ dalam rumusan RUU Intelijen. Kedepan, badan intelijen, sebaiknya diposisikan dibawah Departemen Pertahanan dan bertanggungjawab kepada Menteri Pertahanan, dan dalam penyelenggaraan operasi intelijen bersifat non-partisan. Selanjutnya, rekomendasi dari peserta diskusi kelompok, sebagai berikut: 1. Pasal 26 hingga pasal 32 dihapus, karena bertentangan dengan tugas-tugas yudisial dari kepolisian; 2. Badan Intelijen Negara secara strukural ditempatkan di bawah Departemen Pertahanan, dengan demikian hubungan badan intelijen dengan Presiden secara administrasi melalui Menteri Pertahanan; 3. Hubungan langsung badan intelijen dengan DPR dihapus; 4. Rumusan ketentuan pidana, ditentukan batas minimum (5 tahun) dan maksimum (seumur hidup). Beberapa catatan yang dihasilkan dalam diskusi pleno yang membahas RUU Intelijen, sebagai berikut: 1. Rumusan pasal harus diperuntukkan dan dipertimbangkan bagi kepentingan bangsa dan negara, tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. 2. Badan intelijen merupakan instrumen untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, sehingga harus tunduk pada otoritas politik, dalam hal ini Presiden, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada lembaga eksekutif.
B. Makassar, Sulawesi Selatan B.1. Prosesi Semiloka Yayasan LBH Indonesia bekerjasama dengan salah satu kantor cabangnya, LBH Makassar, menyelenggarakan kegiatan Semiloka pada 14 – 15 April di Hotel Marannu, Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam kegiatan seminar, hadir 6 narasumber yakni, Dr. Aswanto (Dosen Universitas Hasanuddin); Brigjen TNI Sugeng Widodo (Kabiro. Hukum Departemen Pertahanan); Daniel Panjaitan, LL.M
13
YAYASAN LBH INDONESIA (Direktur Advokasi YLBHI); Usman Hamid, S.H. (Kordinator KontraS); Ammirudin (Koordinator Program ELSAM), serta Munarman, S.H. (Ketua YLBHI) Peserta dalam kegiatan seminar pada 14 April 2004, mencapai lebih dari 95 orang dari berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintahan. Sementara, peserta lokakarya (focus group discussion) berjumlah 28 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing membahas RUU TNI dan RUU Intelijen.
Gambar 2 Komposisi Peserta Semiloka di Makassar
8%
6%
86%
Pem erintahan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Partai Politik
Masyarakat Sipil, selain Partai Politik
Kegiatan seminar dimulai pada 9.00 WITA, dengan pengantar dan paparan singkat tentang maksud dan tujuan, jadwal acara dan teknis kegiatan, oleh A. Patra M. Zen sebagai project manager, mewakili YLBHI dan kata sambutan dari Hasbi Abdullah, selaku Pejabat Sementara Direktur LBH Makassar. Selanjutnya, acara seminar dilaksanakan mulai pukul 9.10 WITA. Empat narasumber memberikan presentasi di sessi RUU TNI, yakni: Aswanto, Sugeng Widodo, Daniel Panjaitan dan Usman Hamid. Selanjutnya di sessi RUU Intelijen, menghadirkan 3 narasumber: Munarman, Sugeng Widodo dan Ammirudin. Keesokan harinya, lokakarya sehari dilaksanakan, dan rangkaian kegiatan diakhiri dengan konferensi pers. Informasi tentang kegiatan tersebut, dan kampanye tentang kedua RUU dicapai dengan publikasi dan liputan media Harian Pedoman Rakyat; Ujung Pandang Ekspress dan Harian Fajar.
B.2. Hasil Rumusan Semiloka Para peserta seminar dan lokakarya RUU TNI mengidentifikasi beberapa masalah yang ada dalam draft RUU TNI, sebagai berikut: 1. Masih terdapat persoalan menyangkut peradilan; 2. Problem tata aturan perundang-undangan: belum terlihat singkronisasi dan harmonisasi dengan UU lain, seperti UU Pertahanan; 3. Belum ada penjelasan yang tegas antara fungsi pertahanan dan keamanan; pemisahan peran TNI dari bidang sosial dan politik; penghapusan bisnis militer dan penghapusan komando territorial. 4. RUU ini malah memunculkan masalah dalam ‘hubungan sipil dan militer’; kewenangan Presiden dan Panglima TNI; Secara lebih rinci, peserta diskusi kelompok menyatakan hal-hal sebagai berikut:
14
YAYASAN LBH INDONESIA Pertama, dalam konsideran ‘menimbang’ harus dimuat rumusan arah profesionalisme TNI;
konsideran huruf (a) tentang tujuan nasional, sebaiknya dihapus dan digabung dengan rumusan konsideran huruf (b). Dalam konsiderans menimbang, rumusan TNI sebagai penegak hukum mesti dihapus atau dirubah.
Kedua, rumusan pasal RUU TNI secara substansial masih ditujukan kepada ‘keamanan internal’
(internal security) yang menjadi lingkup fungsi kepolisian. Seharusnya fungsi TNI yang profesional ditujukan untuk ‘keamanan eksternal’ (external security), dalam situasi khusus dapat difungsikan menghadapi gangguan ‘keamanan internal’, yakni adanya perlawanan bersenjata. Dalam konteks profesionalisme TNI maka rumusan pasal-pasal dalam RUU TNI ditujukan agar TNI bekerja sebagai alat Negara; secara institusi memberikan arahan kebijakan yang professional serta tunduk dibawah otoritas sipil. Selain itu, kriteria profesional juga mensyaratkan rumusan RUU TNI menghapus praktik bisnis militer (pasal 14 huruf (g)) dan fungsi teritorial.
Ketiga, rumusan pasal 19 dihapus karena bertentangan dengan supremasi sipil. Diperlukan perubahan struktur TNI, diposisikan dibawah Menteri Pertahanan. Keempat, rumusan pasal 24 tentang wajib militer sebaiknya dihapus, dengan alternatif lain perlu ketentuan mengenai keadaan yang memungkinkan mobilisasi penduduk sipil dan/atau wajib militer.
Kelima, ketentuan bab VII dalam RUU TNI sebaiknya diatur selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah.
Keenam, rumusan pasal 57 tentang perkawinan dihapus, dengan alternatif merujuk pada UU tentang Perkawinan. Ketujuh, harus diperjelas dan dibedakan yurisdiksi peradilan militer dengan peradilan umum serta
kedudukan peradilan militer dalam sistem peradilan nasional. Selanjutnya, perlu dimuat rumusan asas dan tujuan – direkomendasikan dalam Bab II, mencakup soal akuntabilitas, kepastian hukum, dan keadilan. Sementara, dalam pembahasan RUU Intelijen, RUU ini ditolak dalam artian harus ada RUU Baru. Peserta diskusi kelompok RUU Intelijen merumuskan tiga pokok bahasan, yakni: konsepsi/tematik; critical points dan rekomendasi, sebagaimana terlihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 3 Rumusan Kelompok RUU Intelijen CRITICAL POINTS
KONSEPSI/TEMATIK
Rumusan hukum dengan kewenangan judisial- represif
Potensial melanggar kebebasan individu
Due Process Of Law Demokrasi dan HAM
Kondisi Politik
Bias dengan kepentingan kekuasaan
Visi
15
REKOMENDASI Tidak perlu ada kewenangan pro-justisia Berdasarkan prinsip negara demokratis – kontrol dari otoritas politik Harus menghargai dan menghormati HAM: kebebasan-kebebasan sipil (civil liberites) Ditujukan untuk membangun kesejahteraan rakyat
YAYASAN LBH INDONESIA Untuk kepentingan politik luar negeri Konsepsi keamanan (security): - eksternal - internal
Paradigma Intelijen
Terlalu berorientasi ke dalam
Gagal merumuskan kebutuhan akan keamanan nasional (national security) dan ancaman nasional Kewenangan justisial yang luar biasa Tumpang tindih dengan hukum lain seperti: UU tentang Perbankan (Bab VI: 26-34) (Bab V: 20) Justru menjadi lembaga kontrol parlemen (pasal 38) Mekanisme pertanggung jawaban tidak jelas (pasal 5) Budget (anggaran)
Bab I Pasal 1 (multi interpretasi) Bab II 1. tidak menunjukkan secara tegas fungsi-fungsi internal dengan BIN (pasal 4) 2. Pertanggung jawaban (Pasal 5) 3. keanggotaan tidak jelas (pasal 7)
16
Orientasi eksternal Lebih difokuskan pada intelijen dengan sasaran negara lain Teknologi intelijen harus lebih canggih sebagai negara modern perlu lembaga intelijen konsep RUU BIN tidak mencerminkan perlunya intelijen terutama dilihat dari : - landasan filosofis dari RUU yang diajukan; - landasan yuridis tidak mencerminkan keutuhan hukum di wilayah Indonesia substansi yang dimuat dalam RUU tersebut terdapat banyak kalimat yang multi interpretasi (abstrak) yang tidak boleh menjadi kalimat UU tidak memuat beberapa hal yang semestinya dimuat sebagai upaya pencapaian tujuan BIN yaitu: (1) keanggotaan; (2) struktur tidak jelas karena itu perlu dibuat RUU baru tentang intelijen yang secara substansial memuat: landasan filosofis dan yuridis yang jelas berdasarkan prinsip negara demokratis akuntabilitas dan kontrol parlemen penghormatan HAM: tidak melanggar civil liberty tidak bias pada kepentingan kekuasaan internal security lebih difokuskan dan diorientasikan pada kesejahteraan rakyat dan human security lebih fokus pada eksternal security
YAYASAN LBH INDONESIA
C. Surabaya, Jawa Timur C.1. Prosesi Semiloka YLBHI bekerjasama dengan LBH Surabaya, menyelenggarakan Semiloka di Hotel J.W. Marriot Surabaya, pada 13 – 14 Oktober 2004. Saat penyelenggaraan Semiloka, RUU TNI sudah mendapat persetujuan bersama DPR dan Presiden untuk ditetapkan menjadi UU pada 30 September 20049 – dalam perkembangannya menjadi UU No. 34 Tahun 2004, disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 16 Oktober 2004. Peserta seminar mencapai lebih dari 100 orang berasal dari perwakilan organisasi masyarakat sipil dari Jawa Timur, khususnya dari Surabaya dan Malang. Peserta juga berasal dari kalangan pemerintahan, pejabat TNI dan kepolisian.
Gambar 3 K ompos is i Pes erta di Surabay a 3% 2% 0%
Pemerintahan K epolis ian T NI M as y arakat Sipil
95%
Seminar tersebut menghadirkan 9 narasumber: dalam sesi pertama membahas UU TNI hadir: Effendi Choiri (Anggota Komisi I DPR-RI); Drs Mohammad Asfar, M.A (Staf Pengajar Universitas Airlangga); Marsda. TNI Pieter L.D. Wattimena, SIP, M.M (Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Departemen Pertahanan RI); Brigjen TNI Sugeng Widodo, S.H, M.Si, M.H. (Kepala Biro Hukum Departemen Pertahanan RI), serta Robertus Robet, M.A (Wakil Ketua YLBHI). Selanjutnya, sessi ke2 yang membahas RUU Intelijen, narasumber yang hadir: Letkol. (Purn) Djuanda (Intelijen); Wawan. H. Purwanto (Pengajar Institut Intelijen Indonesia); Munarman, S.H.; (Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia) dan; Dedi Prihambudi, S.H. (Direktur LBH Surabaya). Selanjutnya, kegiatan lokakarya diikuti 30 peserta yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing mengkritisi UU TNI dan RUU Intelijen. Acara seminar dibuka pukul 10.00 WIB oleh A. Patra M. Zen dan Muji Kartika Rahayu, mewakili LBH Surabaya. Sessi pertama, dimoderatori oleh Daniel Hutagalung dan sessi ke-2 dipandu oleh Muji Sidang paripurna dipimpin Soetardjo Soerjogoeritno, Wakil Ketua DPR asal FPDIP. Sidang dihadiri 239 orang dari 496 anggota DPR RI . Sidang ditunda hingga 1 jam, disebabkan untuk mencapai kuorum jumlah anggota DPR yang seharusnya hadir sebanyak 249 orang. Rincian daftar hadir peserta sidang paripurna: 72 dari 153 anggota FPDIP; 55 dari 119 anggota FPG; 26 dari 57 anggota FPP; 21 dari 55 anggota FKB; 13 dari 41 anggota FR; 35 dari 38 FTNI/Polri; 10 dari 13 anggota FPBB; 5 dari 11 anggota FKKI, dan: 2 dari 9 anggota FPDU. Dalam sidang paripurna tersebut hadir Hari Sabarno, Menko Polkam Ad Interim merangkap Mendagri; Suprihadi, Sekjen Departemen Pertahanan, dan Mayjen TNI Albert Inkriwang mewakili Panglima TNI. RUU ini mendapat persetujuan bersama, setelah ke-9 fraksi di DPR RI menyampaikan pandangan akhir terhadap RUU. 9
17
YAYASAN LBH INDONESIA Kartika Rahayu. Sementara lokakarya, difasilitasi oleh Daniel Hutagalung dan Munarman. Kegiatan 2 hari ditutup dengan acara konferensi pers yang dihadiri media lokal.
C.2. Hasil-hasil Semiloka Semiloka yang diselengarakan, menghasilkan sejumlah pokok pikiran sebagai berikut: UU TNI yang beberapa waktu lalu disetujui DPR dan Presiden memang masih mengundang perdebatan. Namun demikian, secara umum UU ini telah memberikan sebuah pedoman posisi, peran dan fungsi TNI saat ini dan masa depan. Kritik yang muncul yakni: 1. Dalam UU TNI yang baru konsep Komando Teritorial (Koter) yang berubah di mana hanya daerah-daerah yang dikategorikan “rawan konflik” dan daerah-daerah perbatasan yang masih memungkinkan diberlakukannya model Koter. Kritik yang muncul adalah sejauh mana tingkat Koter dapat diterapkan, pada daerah-daerah setingkat kabupaten, maka Koter yang diterapkan bisa dilakukan oleh tingkat Korem (Komando Resort Militer), sehingga harus dibuat aturan yang ketat dan rigid mengenai tingkat kebutuhan dan luasnya wilayah Koter. 2. Untuk wilayah-wilayah yang bukan dikategorikan “rawan konflik” dan bukan wilayah perbatasan, maka fungsi Kodam, Korem, Koramil, Komando Armada, Pangkalan Utama (angkatan laut, angkatan udara), dan seterusnya diubah menjadi fungsi pertahanan yang bisa dalam bentuk divisi-divisi maupun batalyon-batalyon, namun fungsi-fungsi yang selama ini sama dengan fungsi pemerintahan (daerah) dihapuskan. 3. Bisnis yang selama ini dikelola oleh intitusi-intitusi, yayasan-yayasan, perusahaan-perusahaan di bawah institusi TNI akan diserahkan kepada pemerintah, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah untuk kemudian diatur apakah akan dikelola oleh pemerintah atau diserahkan kepada sektor swasta. 4. Panglima TNI bukan lagi bagian dari kabinet, melainkan di luar kabinet, karena kebijakankebijakan pertahanan akan sepenuhnya dipegang oleh Departemen Pertahanan, sementara Panglima TNI berfungsi sebagai penanggungjawab pelaksana pengerahan pasukan, dan pembinaan prajurit dalam hal keorganisasian dan kemampuan keprajuritan. 5. Selanjutnya UU tersebut ini telah memandatkan tidak kurang dari 29 peraturan pelaksanaan. Karenanya dianggap penting dan perlu untuk mengawal proses pembahasan dan penetapan aturan pelaksana tersebut sehingga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia.
Kedua, RUU Intelijen dikritisi pada sejumlah point, diantaranya: 1. Paradigma intelijen harus ada keseimbangan antara civil liberties dan security. 2. Intelijen dibatasi kewenangannya tidak masuk dalam wilayah yang bersifat yudisial. 3. Fungsi utama intelijen adalah memberi informasi kepada otoritas politik untuk digunakan dalam rangka pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan kepentingan nasional.
D. Jakarta D.1. Prosesi Seminar Seminar di Jakarta, pada 30 November 2004 di Hotel Gran Melia, menghadirkan 8 narasumber: Jenderal TNI Endriartono Hartarto (Panglima TNI), Dr. Juwono Sudarsono (Menteri Pertahanan), Effendi Choirie (Anggota Komisi I DPR), dan Robertus Robet, M.A. (Wakil Ketua YLBHI) – yang berbicara di sessi UU TNI; selanjutnya Dr. Eddy Prasetyono (Peneliti di CSIS), Marsekal Madya Dr.
18
YAYASAN LBH INDONESIA Bijah Subiyanto (Deputi Kepala Badan Intelijen Negara), Letkol (Purn.) Juanda (intelijen) dan Munarman, Ketua Badan Pengurus YLBHI – yang mempresentasikan gagasan-gagasannya di sessi ke2: RUU Intelijen. Kegiatan seminar, dimulai pukul 10.00 WIB, dibuka oleh A. Patra M. Zen, sekaligus menjadi pemandu acara. Dalam kegiatan ini, Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution, Ketua Dewan Pembina YLBHI, hadir memberikan kata sambutan. Adnan dalam kesempatan ini menyatakan, saat ini perlu membangun negara yang sudah lemah, dan perlu untuk membangun dialog termasuk mengadapi masalah peran TNI dan Intelijen. Menurunya, dari dialog tersebut akan muncul adu argumentasi yang diharapkan menjadi kristalisasi pemikiran yang jernih untuk kepentingan kita semua, bangsa dan negara. Selanjutnya, kata sambutan disampaikan H.S. Dillon, Direktur Eksekutif PGRI. Dillon menyampaikan peran PGRI dalam mendorong reformasi sektor keamanan, termasuk turut memberikan dukungan pendanaan terhadap YLBHI untuk menyelenggarakan seri semiloka di 4 kota. Menurutnya, upaya mereformasi TNI agar professional perlu terus dilakukan. Dalam hal pembahasan RUU Intelijen, menurut Dillon, yang kita inginkan adalah badan intelijen yang turut membangun ketahanan nasional dengan intelligence, bukan dengan violence. Menurut Dillon, saat ini paling penting dapat menjalin kemitraan yang efektif untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat, termasuk harkat dan martabat prajurit, dan diharapkan TNI kembali pada fitrahnya sebagai pembela rakyat. Di sessi pertama, pembahasan UU TNI dimoderatori Ammiruddin Al Rahab, peneliti pada Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Sedangkan sessi ke-2, dimoderatori oleh Eli Salomo, Staf Informasi dan Dokumentasi YLBHI.
Gambar 4 Kompilasi Peserta S eminar di J akarta 4% 3% 8%
Pemerintahan Kepolis ian T NI
85%
M as yarakat Sipil
Kegiatan seminar dihadiri sejumlah media cetak dan elektronik (televisi dan radio), termasuk peliputan di mediaonline: seperti situs TNI, situs Markas Besar TNI AD dan situs Departemen Pertahanan RI.
D.2. Gagasan-gagasan dalam Seminar Sejumlah gagasan muncul dalam seminar sebagai berikut: Juwono Soedarsono 1. Tentang tugas dan fungsi Dephan menurut UU Pertahanan Negara dan UU TNI. Dephan bertugas untuk menyusun kebijakan strategi dan pengelolaan anggaran pertahanan dalam arti
19
YAYASAN LBH INDONESIA luas. Sebagian tugas DEPHAN adalah untuk melayani TNI dalam hal pemenuhan anggaran termasuk anggaran pertahanan dan anggaran belanja tambahan di mana diperlukan oleh Mabes dan Panglima TNI. Sementara, tugas-tugas yang bersifat pengerahan dan operasi adalah tugas Panglima dan Mabes TNI. 2. Terdapat 6 unsur demokrasi yang dianggap penting: (1) sistem perwakilan dengan kepartaian yang berfungsi dengan baik; (2) sistem pemilihan yang berlaku umum yang bersifat universal; (3) sistem check and balance, antara yudikatif dan legislatif, saling mengimbangi secara baik dan wajar; (4) sistem pengawasan terhadap korporasi; (5) free and independence media; (6) “effective civilian in controlling all war delivery and other security services” – yang menjadi salah satu tugas Departemen Pertahanan. 3. Demokrasi politik hanya bermakna kalau dilandasi dengan demokrasi ekonomi. Selama itu belum terpenuhi kita belum pantas untuk membanggakan diri sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Karenanya harus ada pengisian tentang demokrasi. 4. Menteri Pertahanan bersama-sama Panglima TNI bertekad agar the civil service and military menjadi public goods. Pelayanan publik untuk pertahanan keamanan supaya segala sesuatu bisa berjalan dengan baik untuk kepentingan reformasi politik, reformasi politik, rehabilitasi ekonomi dan rekonsiliasi sosial (3R). TNI dan Polri diharapkan menjadi kerangka umum dari public goods yang memberi rasa aman dan kenyamanan. Marilah kita menghilangkan traumatrauma tentang peran TNI dan intelijen di masa lampau, itu disimpan saja sebagai suatu catatan sejarah, marilah kita memberi kesempatan untuk TNI dan Polri yang sekarang ini untuk melangkah maju menjadi penjaga dari peranan publik yang namanya defence and security. Endriartono Sutarto 1. Dalam kehidupan demokrasi yang sehat, dipenuhi dua poin penting yakni: pertama, setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan haknya, tetapi dalam dia mendapatkan haknya maka dia berkewajiban untuk menghormati hak orang lain Kedua, adalah bagaimana setiap warga negara itu mematuhi aturan yang dibuat oleh negara yang aturan itu dibuat secara demokratis. Kalau aturan itu dibuat secara demokratis artinya bahwa aturan itu sudah disepakati sebagai suatu aturan yang akan ditaati oleh semua warga negara maka setiap warga negara harus wajib untuk mentaatinya dan harus melakukannya. Dengan catatan bahwa aturan itu sebelum disahkan harus dibuat dengan demokratis, kalau ini sudah berjalan dua poin tadi maka baru kehidupan demokrasi itu benar-benar berjalan dengan sehat. 2. Walaupun pada awalnya RUU TNI tersebut mengundang demikian banyak tanggapan kontroversial ditengah masyarakat namun akhirnya kita syukuri bahwa UU No 34 Tahun 2004 akhirnya dapat disahkan. 3. Dalam pasal 3 tentang kedudukan TNI dinyatakan dalam pengerahan dan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Hal ini sesuai dengan pemahaman secara utuh bahwa undang-undang TNI mengacu kepada UUD 1945 dan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. UUD 1945, pasal 10 menyatakan, Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pasal 30 ayat (3) menyatakan TNI ini terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara yang bertugas dan seterusnya. Kemudian UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pasal 18 ayat (1) menyatakan, Panglima memimpin Tentara Nasional Indonesia, dan ayat (4) menyatakan Panglima bertanggung jawab kepada Presiden. UU TNI menempatkan TNI berada dibawah Presiden sesuai dengan kedua dasar hukum tersebut. Bahwa kalau memang bangsa ini sesuai dengan sistem yang dianutnya berkehendak bahwa memang TNI itu harus dibawah Departemen Pertahanan, itu adalah sesuatu yang harus kita
20
YAYASAN LBH INDONESIA
4.
5.
6.
7.
terima, namun di dalam kita mengimplementasikannya jangan kita hanya melihat suatu tatanan yang ideal semata tanpa kita melihat apakah tatanan yang ideal nanti akan menghasilkan sesuatu yang positif, apabila tidak di dukung oleh suatu realita yang ada di masyarakat. TNI benar-benar secara serius ingin lepas dari suatu kehidupan politik praktis, yang itu sudah digulirkan dari sejak awal reformasi dalam suatu perencanaan yang kita namakan sebagai paradigma baru TNI. Sebagai contoh, TNI telah membuktikannya pada Pemilu kemarin, dimana TNI menjaga netralitas. Kalau kita dari permukaan luar, semua orang mengatakan mereka punya consern agar TNI tidak berpolitik praktis, tetapi pada prakteknya dapat dirasakan bagaimana keinginan dari para partai politik ini untuk tetap mendapatkan dukungan dari TNI di dalam mereka mendapatkan Pemilu. Kemudian pasal 3 ayat (2) UU TNI menyatakan, kebijakan pertahanan serta dukungan administrasi TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Hal ini juga telah sesuai dengan tugas Menteri Pertahanan sebagai pembantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara dan menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara, termasuk merumuskan kebijakan umum penggunaan TNI dan komponen pertahanan lainnya, menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan rekruitmen, pengelolaan sumber daya nasional serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan. Sedangkan Panglima TNI menyelenggarakan operasi militer, pembinaan profesi dan kekuatan TNI serta memelihara kesiapan dan kesiagaan nasional dan penggunaannya dipertanggung jawabkan kepada Presiden. Pasal 7 UU TNI menyatakan TNI bertugas melaksanakan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Pasal ini dalam pembahasannya di DPR mengundang banyak perdebatan. Pada dasarnya, operasi militer untuk perang. Definisi perang adalah sesuatu konflik antara dua negara yang bisa menjadi konflik terbuka yang dari konflik terbuka, dengan menggunakan kekuatan angkatan perang. Sementara yang tidak terkait dengan negara lain, itu yang kita katakan sebagai operasi militer selain perang. Di Aceh walaupun kita melaksanakan operasi militer, itu bukan operasi militer untuk perang tetapi operasi militer selain perang karena yang kita lakukan walaupun itu pertempuran tapi bukan suatu pertempuran bagian dari peperangan karena peperangan adalah antara dua negara. TNI dalam melakukan tugasnya seperti yang dimuat dalam perundangan-undangan bergantung pada hasil keputusan politik. Sebagai contoh, sejauh keputusan politik belum mengatakan adanya suatu pemberontakan di daerah, maka TNI tidak akan melakukan operasi militer. TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN. Hal ini sudah ideal, dan seharusnya.
Effendi Choirie 1. Institusi TNI harus legowo dengan kemauan otoritas sipil. Jangan memperdebatkan lagi otoritas sipil itu yang mana dan siapa 2. TNI sebagai komponen utama pertahanan. Sistem pertahanan kita memang sudah dinyatakan dalam pasal 30 UUD 1945, tetapi harus diuraikan dalam UU. Negeri ini harus bicara secara tuntas soal sistem pertahanan negara kita. DPR merasakan belum selesai pembicaraan tentang hal ini. Buku Putih Pertahanan, yang disusun Dephan, tampaknya belum komprehensif. Harus dirumuskan buku pertahanan baru, yang tidak boleh hanya dipahami oleh elitenya saja, tidak hanya dipahami oleh DPR dan eksekutif saja, tapi dipahami juga oleh rakyat, masyarakat harus terlibat dalam konteksnya. 3. Soal pertahanan, sudah diatur dalam UU, namun ternyata tidak ideal. Dalam konteks ini, saya setuju dengan usulan Menhan, bahwa harus ada revisi untuk beberapa pasal dalam undangundang pertahanan. 4. Secara relatif, kalau TNI menjalankan sepenuhnya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, maka TNI telah melakukan peran positif, peran strategis bagi demokrasi kita. Mengapa?
21
YAYASAN LBH INDONESIA Pertama, di sana jelas bahwa di dalam poin menimbang dia harus taat atau tunduk pada otoritas politik. Selanjutnya, yang juga penting, TNI tidak boleh lagi berbisnis. Kita harapkan ini diimplementasikan betul. 5. Selanjutnya, terdapat larangan TNI untuk tidak berpolitik, meskipun tidak dicantumkan langsung atau tidak langsung tetapi semangatnya tidak berpolitik. Dilarang berpolitik secara langsung dan tidak langsung dalam konteks praktis. Di sana sebetulnya ada kelanjutannyadi dalamnya termasuk mereformasi, merumuskan kembali struktur TNI, postur dan organisasi TNI. Kita tidak bisa kita percaya begitu saja dengan struktur mulai dari Babinsa sampai Pusat atau Mabes sampai Babinsa. Karenanya, semangat di dalam UU TNI harus dilakukan atau harus disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan strategi pertahanan. 6. TNI bukan menjadi institusi sendiri, yang kadang-kadang berhadapan dengan Departemen Pertahanan. Ini artinya tidak taat kepada sipil. Kita usulkan dalam UU TNI supaya TNI terintegrasi di dalam Departemen Pertahanan, yang berarti seluruh komponen pertahanan itu berada di dalam Departemen Pertahanan. TNI berada di dalamnya, selain nanti ada komponen cadangan dan komponen pendukung. Tentu agak berbeda institusi TNI di dalam Departemen Pertahanan dengan komponen-komponen yang lain. Mungkin agak berbeda, karena TNI merupakan komponen utama dan mungkin ada keistimewaan. Namun seperti apa formatnya, mari kita diskusikan bersama, termasuk konteks efektivitas, efisiensi, manajemen pertahanan supaya lebih efektif dan lebih efisien. Robertus Robet 1. Terdapat keperluan reformasi politik keamanan di dalam tubuh TNI. Mengapa ini perlu? Kita perlu mengenang kembali tuntutan yang berkembang atau aspirasi-aspirasi yang berkembang sebelumnya ketika reformasi ini bergulir. Kalau saya boleh membawa ingatan kita ke masa lalu saya kira ada tiga gagasan pokok yang diajukan orang pada waktu itu dalam kerangka kebutuhan untuk sesuatu perubahan untuk politik keamanan: (1) aspirasi yang dikemukakan oleh kaum modernis, bahwa problem suatu kekuatan politik seperti tentara itu menjadi ekspansif otoritarian dan bagian dari politik yang despotif itu, itu lebih disebabkan oleh alasan-alasan ketidakmampuan mereka mendisiplinkan diri, membangun suatu pola dasar aktifitas yang profesional dan sebagainya; (2) aspirasi atau kritik yang dikemukakan oleh kaum kulturalis. Kaum kulturalis mengatakan bahwa tentara perlu diubah dalam konteks tentara dunia ketiga, karena alasan yang diakibatkan atau problem-problem yang diakibatkan oleh keterkaitan kultur dengan pola patronisme, seperti misalnya pendapat Ben Anderson yang menyatakan Soeharto membangun pola hubungan kekuatan antara dirinya dengan tentara seperti Raja Jawa Mataram dengan prajurit-prajuritnya, sehingga dengan begitu tentara bisa digunakan seenaknya, semau kekuasaan pada waktu itu; (3) argumen atau kritik atau aspirasi yang dikeluarkan kaum strukturalis. Kaum strukturalis mengatakan bahwa munculnya suatu tentara sebagai sesuatu kekuatan yang mendominasi aspek kehidupan sosial masyarakat pada waktu itu, itu lebih disebabkan karena kekosongan dari golongan menengah masyarakat kita. Kekosongan itu dimulai dalam konteks Indonesia ketika kita memasuki masa kemerdekaan. Jadi begitu negara Indonesia merdeka tidak muncul kalangan menengah yang kuat seperti misalnya di Perancis atau di Eropa. Justeru yang muncul menjadi kekuatan adalah tentara, kaum teknokrat dan kaum birokrat didikan Belanda. Ketika mereka yang menguasai negara, tidak muncul suatu negara yang demokratis di Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, yang muncul adalah suatu kekuasaan politik yang represif dari ini terus berkembang hingga sekarang. 2. Dalam perdebatan RUU TNI, kurang muncul perdebatan aspek ideologi. Perdebatan lebih pada hal-hal yang sifatnya teknis dan prosedural. Perlu dipertanyakan lebih lanjut, apakah sistem perundangan saja bisa melakukan perubahan-perubahan kultural ditubuh TNI? Tentu saja tidak mampu. Karenanya perlu kita tegaskan di sini adalah dalam kerangka membangun suatu politik keamanan yang kompatibel dengan demokrasi.
22
YAYASAN LBH INDONESIA 3. Saat ini kita membutuhkan sebuah konsep diera transisi: konsep republikanisme. Dalam konsep ini, demokrasi saja memang tidak cukup. Itu yang pertama. Tapi yang kedua, yang kita butuhkan adalah suatu working active republic, dimana komunitas bangsa itu memang harus memiliki akar dan identitas yang kuat sebagai bangsa dan setiap orang itu merasa terlibat di dalamnya. Diperlukan integrasi sosial yang kuat, yang harus diimbangi dengan satu partisipasi politik yang kuat dari active citizen. Juanda 1. Untuk menyusun atau membuat legal draft dari RUU intelijen, diperlukan pengetahuan umum yang mendalam tentang sejarah Intelijen atau filosofi Intelijen. Dalam sebuah buku yang ditulis Zulkifli, dimuat pengertian dasar dari intelijen, yaitu sebetulnya berkaitan dengan konsep kekuatan, yakni kekuatan negara dan bangsa. Intelijen adalah perlengkapan negara yang berperan sebagai pemegang peran utama dan pemegang saham terbesar dalam pertahanan negara. Jadi Intelijen yang akan mengukur analisis kekuatan, kelemahan, ancaman. 2. Fungsi-fungsi intelijen yang dikembangkan ketika jaman Orde Baru yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Sementara teori yang dikembangkan oleh Zulkifli yakni fungsi pengamatan, pengawasan wilayah, penyelamatan rakyat dari bahaya dan fungsi pencegahan. Tugas pokok Intelijen semua sama saja spionase, sabotase, subversif. 3. Dalam konteks berpikir secara Intelijen, draft RUU ini memakai pendekatan yang low level, karena mendekati masalah hanya pada situasi keamanan tertentu. Misalnya, karena sekarang lagi ‘laku’ terorisme, seolah-olah itu saja, padahal urusan intelijen negara itu tidak seperti itu. Bijah Subiyanto 1. RUU intelijen ini, ibarat keranjang yang masih banyak sekali lubangnya dan lubangnya sangat besar. Seperti teknologi yang sebetulnya merupakan kekuatan dari Intelijen di jaman moderen, itu justru sama sekali tidak disinggung. 2. Jangan diulangi sejarah intelijen di zaman dulu, ‘main tangkap’ dan tidak ada pengawasan yang cukup. Hal inilah yang bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. Tujuan pokok intelijen adalah early warning system. 3. Mengenai kedudukan Badan Intelijen Negara, dalam draft RUU dinyatakan setingkat menteri. Terpenting adalah badan intelijen harus bebas politik, non-partisan mulai dari organisasi, kedudukan politik organisasional sampai orang-orangnya. 4. Pada dasarnya organisasi intelijen adalah organisasi dinas rahasia, maka perlu diatur diluar ketentuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sifatnya terbuka. Intelijen, letak kekuatan sebenarnya pada ‘kesembunyiannya’ itu. Kesembunyian memang kadang-kadang bisa dibantu oleh teknologi tapi kadang-kadang tidak. Kesembunyiannya itu harus di dukung dengan mekanisme pembinaan karir. Kalau diatur seperti pegawai negeri yang biasa, mana ada yang tersembunyi semua terbuka. 5. Penyelidikan, penggalangan dan pengamanan itu hanya kegiatan bukan fungsi. Sistematik kerja intelijen, bergerak mulai dari yang paling bawah, dari mulai yang paling negatif sampai yang paling positif. Pengertiannya adalah kalau kita melihat atau menyelidiki suatu komunitas atau apa saja, itu harus mulai dari apa potensi-potensi ancaman yang ada dari diri dia sampai pada potensi-potensi positifnya. Jadi lebih imbang. 6. Intelijen ekonomi kita itu harus kuat. Kita itu bukan saja dikerjain oleh orang kita sendiri tapi oknum-oknum asing. Jadi saya selalu menyampaikan beberapa laporan, kenapa Intelijen ekonomi kita tidak jalan karena banyak sekali intelijen asing ‘mengintelin’ kita di bidang ekonomi seperti di Jawa Tengah atau Jawa Barat. Memang namanya bukan Intel tapi dia melaksanakan fungsi Intelijen. 7. Intelijen bukan alat pemerintah tapi alat negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari segenap ancaman. Oleh karena itu fungsinya adalah preventif.
23
YAYASAN LBH INDONESIA Eddy Prasetyono 1. Mencari informasi seperti dilakukan intelijen butuh kreativitas, bukan menunjukkan sosok intelijen sebagai monster atau sesuatu yang menakutkan. UU intelijen perlu dirumuskan untuk mengembangkan intelligent community secara luas. 2. Fungsi intelijen pada dasarnya hanya 2, yang menjadi kunci dari semua kegiatan keamanan nasional (national security): (1) mengumpulkan informasi, dan (2) menganalisa informasi. Berdasarkan hal ini, maka intelijen tidak mempunyai hak untuk melakukan eksekusi dengan alasan apapun, termasuk melakukan penangkapan. 3. Fungsi kontrol terhadap intelijen dapat dilakukan oleh parlemen. Di negara-negara yang menganut sebagian besar fungsi hukum kontinental misalnya di Eropa daratan, biasanya meletakkan fungsi kontrol pada parlemen, sedangkan model Inggris itu biasanya diserahkan kepada pengadilan, mereka yang akan melakukan pengecekan apakah kontrol terhadap fungsi intelijen itu bisa dibenarkan. 4. Perlu sebuah framework untuk membentuk dan membangun organisasi intelijen. Organisasi intelijen bukanlah dinas rahasia. Organisasi Intelijen dapat diklasifikasikan 2 kategori: (1) orang yang betul-betul melakukan pekerjaan atau agen rahasia dari sebuah badan Intelijen, dan (2) Staf biasa saja. Di Amerika itu sering mengatakan: “saya Stafnya CIA”. Hal ini tidak menjadi persoalan karena terdapat pembagian kategori ini. Di Indonesia, aturannya sama sekali tidak membedakan, semua dianggap dinas rahasia. 5. Dengan demikian RUU Intelijen perlu mengatur: organisasi, fungsi, framework kerja dan pembatasan kekuasaan, apa yang menjadi wewenang dan fungsi intelijen, serta mengatur metode operasi, mengatur apakah operasi atau tugas yang dijalankan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, prinsip-prinsip hak asasi manusia dan sebagainya. Munarman 1. Sebuah badan atau suatu institusi Intelijen merupakan instrumen pemerintahan, dan di negara manapun itu pasti ada. Karenanya, perlu diberikan mandat yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau ada penyimpangan dari mandat yang diinginkan. 2. Draft RUU Intelijen lebih mirip menciptakan sebuah polisi rahasia dibandingkan dinas rahasia. Perbedaannya yang penting, jika intelijen menjadi polisi rahasia, maka terdapat kecenderungan menjadi alat dari rezim politik tertentu. Hal inilah yang selama ini terjadi, sehingga terjadi penculikan, penangkapan, penyiksaan dan penyadapan yang sifatnya untuk kepentingan rezim yang berkuasa. Dibutuhkan rumusan ruang lingkup, mandat aktivitas dan tujuan dari suatu badan intelijen dan fungsi intelijen itu sendiri. 3. Kepala badan intelijen sebaiknya ditempatkan tidak selevel menteri karena nantinya akan sulit ketika periode menterinya habis berarti harus berganti lagi, padahal sebenarnya fungsinya bukan melayani kabinet tersebut tapi dia menjaga negara yang eksistensinya lebih lama pada suatu rezim pemerintahan. 4. Fungsi intelijen perlu ditempatkan dalam spektrum keamanan yang lebih luas dari ancaman state and non-state actors, yang bersifat fisik dan non-fisik. Pada dasarnya intelijen menciptakan early warning system untuk ancaman terhadap state security dan human security. 5. UU Pertahanan itu sebenarnya dapat menjadi UU induk dari sejumlah regulasi yang sifatnya sangat teknis yaitu undang-undang Intelijen, Imigrasi, TNI. Saat ini kita ada Dewan Pertahanan Nasional, tetapi ini apakah difungsikan untuk menganalisis atau mengambil keputusan terhadap informasi yang diberikan oleh Intelijen, tidak terjawab dalam UU Pertahanan. Sehingga semuanya menjadi sektoral dan divisionil yang terpisah-pisah. Untuk mengintegrasikan semua hal inilah, menjadi agenda perbaikan di sektor keamanan kita ke depan.
24
YAYASAN LBH INDONESIA
BAB III KAMPANYE PUBLIK: MENGGAGAS PERAN TNI DAN BADAN INTELIJEN DALAM SISTEM NEGARA DEMOKRASI
U
paya YLBHI mempengaruhi proses pembahasan sebuah RUU sudah menjadi ‘tradisi’ sejak lama. Dalam konteks UU TNI, sosialisi dan kampanye publik dilaksanakan Badan Pengurus YLBHI sejak 2002, bekerja sama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) di sejumlah kota besar seperti Palu, Manado, Surabaya, Bandung, Kupang, Medan dan di Jakarta. Program seminar dan lokakarya yang diselenggarakan YLBHI bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI) merupakan rangkaian program kerja Badan Pengurus dibawah program utama: advokasi kebijakan. Sebagai bentuk monitoring dan evaluasi kampanye, Bab IV ini akan mendeskripsikan sejumlah gagasan yang muncul dari rangkaian kegiatan YLBHI, yang diliput dan diberitakan di media cetak dan elektonik. Bab ini disusun untuk memberikan dasar penilaian dan indikator dari aktivitas kampanye publik yang berkaitan dengan RUU/UU TNI dan RUU Intelijen.
Media Kalimantan Post, 9 Maret 2004 10 mengangkat isu pembenahan TNI dari aspek kualitas kerja, fungsi dan wewenangnya. Problem inefesiensi, inefiktivitas dan korupsi, problem bisnis dan fungsi non-militer (dwifungsi) TNI perlu dicegah dencan cara merumuskan aturan yang detail dalam RUU TNI. Media ini juga mengutip pernyataan Drs. Abdul Razak, SH, Wakil Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Kalimantan Selatan – partner YLBHI dalam penyelenggaraan Semiloka di Banjarmasin – yang mengungkapkan pengalaman kebiasaan dan prilaku represif TNI dimasa lalu. Dimedia ini, Abdul juga menyatakan tujuan penyelenggaraan Semiloka di Banjarmasin. Pada 10 Maret 2004, Media ini juga memberitakan kesimpulan yang dirumuskan para peserta lokakarya antara lain tentang kebutuhan merumuskan substansi kedua RUU agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.11 Di edisi 10 Maret 2004, Kalimantan Post mengutip pernyataan Munarman, Ketua YLBHI, Drs. Abdul Razak SH dan Muhamad Budairi, MH, Sekretaris Jenderal Komisi Hak Asasi Manusia Kalimantan Selatan. Di Makassar, harian Pedoman Rakyat 15 April 200412 mengangkat isu ketidakjelasan pembatasan konsep pertahanan dan konsep keamanan dalam RUU TNI. Mengutip pernyataan Dr. Aswanto, pengajar di Universitas Hasanuddin, dinyatakan bahwa ketidakjelasan batasan ini menyebabkan wewenang TNI dan Kepolisian masih tumpang tindih dalam rumusan RUU. Selain mengutip Aswanto, Pedoman Rakyat juga mengutip sejumlah pernyataan dari para pembicara Semiloka yang lain seperti Brigjen TNI Sugeng Widodo, Kepala Biro Hukum Departemen Pertahanan; Daniel Panjaitan, LL.M, Direktur Advokasi YLBHI. Diedisi 16 April 2004, Pedoman Rakyat13 mengangkat isu perlunya perombakan total RUU Intelijen. Harian ini mengutip pernyataan A. Patra M. Zen, project manager Semiloka dan Hasbi Abdullah, Pjs. Direktur LBH Makassar.
Kalimantan Post, 9 Maret 2004. “Institusi Militer Masih Perlu Dibenahi” Kalimantan Post, 11 Maret 2004 “Kewenangan TNI/Intelijen Jangan Langgar HAM dan Demokrasi” 12 Pedoman Rakyat, 15 April 2004 “Masih Kabur Batasan Pertahanan dan Keamanan dalam RUU TNI” 13 Pedoman Rakyat, 16 April 2004. “YLBHI Minta Diajukan RUU Intelijen Negara yang Baru” 10 11
25
YAYASAN LBH INDONESIA Harian Pagi Ujung Pandang Ekspres14 memberitakan keberadaan RUU TNI yang sudah di Sekretariat Negara. Harian ini mengutip pernyataan Daniel Panjaitan yang mengungkapkan kelemahankelemahan RUU TNI. Sementara Harian Fajar edisi 16 April 200415 memuat berita Semiloka YLBHI – Kemitraan di Makassar. Harian ini dalam 2 hari berturut-turut meliput kegiatan Semiloka, diedisi 18 April 2004, harian ini mengangkat isu pasal 19 RUU TNI yang dianggap berpotensi memberikan peluang TNI untuk melakukan kudeta.16 Diedisi 18 April harian ini mengutip pernyataan-pernyataan dari narasumber Semiloka: Dr. Aswanto, Daniel Panjaitan dan Sugeng Widodo. Selanjutnya di edisi 19 April 2004, Harian Fajar mengangkat isu kelemahan RUU Intelijen, dengan mengutip sejumlah pernyataan dari narasumber dan perwakilan peserta Semiloka17 Tabel 4 Daftar Berita Peliputan Kegiatan Semiloka dan Public Expose Hasil-hasil Semiloka YLBHI - PGRI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Judul dan Media “Institusi Militer Masih Perlu Dibenahi” Kalimantan Pos, 9 Maret 2005…………………………………………………... “Kewenangan TNI/Intelijen Jangan Langgar HAM dan Demokrasi” Kalimantan Pos, 11 Maret 2004……………….......................... “Masih Kabur Batasan Pertahanan dan Keamanan dalam RUU TNI” Pedoman Rakyat, 15 April 2004……………………................ “Reformasi TNI masih Dipertanyakan” Ujung Pandang Ekspres, 15 April 2004………………………………………………... “YLBHI Minta Diajukan RUU Intelijen Negara yang Baru” Pedoman Rakyat, 16 April 2004…………………………… “Semiloka YLBHI – Kemitraan Partnership” Fajar, 16 April 2004.. “Strategi TNI dan Intelijen dalam Sistem Negara Demokrasi (1). Pasal 19, TNI Berpotensi Lakukan Kudeta” Harian Fajar, 18 April 2004…………………………………………………………... “Strategi TNI dan Intelijen dalam Sistem Negara Demokrasi (2). Tolak RUU BIN dan Tiga Pasal RUU TNI” Harian Fajar, 19 April 2004…………………………………………………………... “Ketua Komisi I DPR Setuju Hapus pasal Doktrin dan Kekaryaan” Kompas Online, 5 Agustus 2004 di www.kompas.com/utama/news/0408/05/155832.htm “RUU TNI Diminta Hilangkan Doktrin TNI Mangunggal dengan Rakyat” Tempointeraktif 4 Agustus 2004 di www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/08/05/brk,200408 … “DPR Setuju Pasal-pasal Dwifungsi TNI Dihapus” TVRI Siaran Nasional News Online 6 Agustus 2004 di www.tvri.co.id/print.php?berita=7193 “Fraksi PKB Ajukan RUU TNI “Tandingan”. Konsep Dwifungsi Dihapus”. Suara Merdeka Online 9 Agustus 2004 di www.suaramerdeka.com/harian/0408/09/nas08.htm “Panglima TNI Hadiri Seminar Menggagas Peran Strategis TNI dan Intelijen Dlm Negara Demokrasi” Tentara Nasional Indonesia, 30 November 2004 di www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=166 …………………….. “Panglima TNI Hadiri Seminar Menggagas Peran Strategis TNI dan Intelijen Dlm Negara Demokrasi” Markas Besar TNI AD, 30 November 2004, di: www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=611 .. “Untuk Penegakan Demokrasi, TNI Harus Legowo Diatur Otoritas Sipil” Eramuslim Online, 30 November 2004, di: www.eramoslem.com/br/ns/4b/15450,1,v.html “Menhan: Idealnya Polri di Bawah Depdagri dalam Tiga Tahun Mendatang” Republika Online, 30 November Ujung Pandang Ekspres, 15 April 2004 “Reformasi TNI masih Dipertanyakan” Fajar, 16 April 2004. “Semiloka YLBHI – Kemitraan” 16 Fajar, 18 April 2004. “Pasal 19, TNI Berpotensi Lakukan Kudeta” 17 Fajar, 19 April 2004. “Tolak RUU BIN dan Tiga Pasal RUU TNI”. 14 15
26
YAYASAN LBH INDONESIA 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
2004, di: www.repbulika.co.id/ASP/Online_detail.asp?id=179750&kat... “TNI Lepas Bisnis Militer Asal APBN Direalisasikan” Detikcom, 30 November 2004 …………………………………………………….. “TNI Siap Lepaskan Bisnisnya Jika Dijamin Kesejahteraan oleh Negara” Detikcom, 30 November 2004, di: www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2004/bulan/........... “TNI Siap Lepaskan Bisnisnya Jika Dijamin Kesejahteraan oleh Negara” Elshintacom. 30 November 2004………………………………… “Panglima TNI: TNI Akan Menyerahkan Semua Bisnis Militernya pada Pemerintah” Eramuslim Online, 30 November 2004, di: www.eramoslem.com/br/ns/4b/15464,1,v.html ……………. “BIN Boleh Adakan Senjata Untuk Kepentingan Dinas” Tempo Interaktif, 30 November 2004. www.tempointeraktif.com …… “TNI Harus “Legowo” Turuti Otoritas Sipil” Kompas, 1 Desember 2004……………………………………………… “Menhan: Idealnya Polri di Bawah Mendagri dalam Tiga Tahun Mendatang” Departemen Pertahanan RI Onlie, 1 Desember 2004, di: www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=6196 “Idealnya, 2007 Polri di Bawah Depdagri” Media Indonesia Online, 1 Desember 2004, di www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004120102283516 “Menhan: Idealnya Polri Dibawah Depdagri” MI Online, 1 Desember 2004, di: http://www.i2.co.id/news/media_latestnews.asp?id=52592 “Penertiban Bisnis Militer Bakal Tingkatkan Kesejahteraan Prajurit” Media Indonesia Online, 1 Desember 2004, di: www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=52587................................................ “Bisnis Militer Diatas Rp 5 Milyar Akan Diterbitkan” Modus Online, 1 Desember 2004 di: www.modus.or.id/polkam/militer.html ................. “BIN Tak Boleh Miliki Wewenang Penangkapan” Sinar Harapan Online, 1 Desember 2004, di: www.sinarharapan.co.id/berita/0412/01/nas01.html ................. “Intelijen Tidak Perlu Ditakuti. Bijah Subijanto: Lembaga Intelijen Harus Diberikan Otoritas dan Kewenangan Tapi Perlu Dikontrol” Modus Online, 1 Desember 2004, di: www.modus.or.id/polkam/bijah.html ................
Peliputan media, tentu saja sangat luas saat YLBHI menyelenggarakan Seminar di Jakarta. Hal ini berkaitan antara lain para narasumber dan peserta yang hadir. Bisa dikatakan narasumber dan peserta yang hadir dalam kegiatan ini menjadi ‘magnet’ sekaligus berdampak positif bagi kerja kampanye publik YLBHI mengemukakan gagasan-gagasan yang berkaitan dengan UU TNI dan RUU Intelijen.
27
YAYASAN LBH INDONESIA
BAB III CATATAN PENUTUP
M
enyelenggarakan kegiatan semacam seminar, lokakarya dan beragam aktivitas lobby dan kampanye untuk mempengaruhi proses penetapan perundang-undangan telah melahirkan jenis aktivitas yang ditekuni organisasi masyarakat sipil, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesisa (YLBHI) sejak lama. YLBHI menilai kegiatan seri Semiloka, yang didukung pendanaannya oleh PGRI, telah memberikan banyak inspirasi sekaligus memunculkan sejumlah gagasan brilian bagi reformasi disektor keamanan. Tentu perubahan substansi RUU TNI sebelum ditetapkan menjadi UU No. 34 Tahun 2004, merupakan hasil dari ikhtiar bersama seluruh elemen bangsa yang bercita menjadikan TNI yang profesional, sebagai alat Negara yang mampu memastikan dan menjamin keselamatan bangsa dan kepentingan rakyat Indonesia. Selama kurang lebih 10 bulan, sejak ditandatanginya project agreement antara YLBHI dan PGRI dan UNDP pada 12 Januari 2004 hingga pelaksanaan Seminar di Jakarta pada 30 November 2004. Beragam aktivitas dilakukan YLBHI dan organisasi-organisasi lainnya untuk mengawal proses pembahasan RUU TNI. Saat ini, ikthiar pun tidak berhenti, sejumlah pekerjaan rumah tetap dikerjakan. Pekerjaan yang terus dilakukan, paling tidak untuk mencapai titik terdekat sebuah kondisi ideal dimana prinsip-prinsip demokrasi dan penghargaan hak asasi manusia menjadi pertimbangan utama dalam membangun TNI. Demikian juga halnya, dalam membangun sebuah postur organisasi intelijen Indonesia. Melaksanakan ikhtiar tersebut tidak selalu berjalan dengan mudah. Tantangan tidak saja muncul dari persoalan yang sifatnya substansial rumusan pasal per pasal perundang-undangan, namun tantangan yang dalam praktik seringkali dihadapi berasal dari problem-problem yang sifatnya ideologis serta masalah struktural dan kultural. Gagasan-gagasan ideal yang muncul tidak mudah dapat diterima dengan berbagai alasan. Dalam konteks penyelenggaraan seri Semiloka ini, tantangan bahkan muncul dengan sifat yang lebih teknis – dimana seringkali lekas dilupakan, seperti: memastikan alur administrasi dan sumber daya untuk menopang kegiatan dengan lancar; memastikan komunikasi antar semua pihak yang terlibat dan dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan Semiloka, termasuk memastikan kehadiran para narasumber yang dalam kegiatan seminar, melayani peserta atau memilih tempat pelaksanaan kegiatan, dan seterusnya. Sebagai ilustrasi, tidak mudah memilih tempat penyelenggaraan seminar di hotel mewah berbintang 5, jika peserta yang diharapkan hadir berasal dari konstituen YLBHI – LBH, para petani, buruh, nelayan dan kaum miskin perkotaan: dimana terdapat kasus peserta seminar tidak diperbolehkan masuk hotel oleh pihak manajemen hotel, hanya karena dianggap berpakaian tidak pantas dan memakai sendal jepit. Secara keseluruhan, tantangan yang muncul selalu dicarikan solusinya. Namun, muncul kekurangan tentu saja dimungkinkan. Hal ini diambil sebagai pelajaran yang sangat bermanfaat untuk perbaikan kedepan.
28
Lampiran 1:
Jadwal Acara Waktu Selasa, 9 Maret 2004 8.00 – 9.00 9.00 – 12.00 12.00 – 13.00 13.00 – 16.00 16.00 – 16.15 16.15 – 17.00 Rabu, 10 Maret 2004 9.00 – 12.00
Aktivitas
Keterangan
Registrasi Peserta Dialog Publik tentang RUU TNI
Panitia Narasumber dan Peserta
Istirahat Dialog Publik tentang RUU Intelijen Coffee break Pembacaan hasil dialog Seminar
Panitia Narasumber dan Peserta Panitia Expert
Diskusi Kelompok tentang RUU TNI Diskusi Kelompok tentang RUU Intelijen 12.00 – 13.00 Istirahat 13.00 – 15.00 Diskusi Pleno 15.00 – 15.15 Coffee break 15.15 – 15.30 Perumusan Pokok-pokok masukan untuk RUU TNI dan Intelijen 15.30 – 16.00 Konferensi Pers tentang RUU TNI dan RUU Intelijen Sumber: Term of Reference Semiloka
29
Fasilitator Fasilitator Panitia Perwakilan peserta Panitia Moderator Fasilitator dan Perwakilan peserta Semiloka
Lampiran 2: Tabel Daftar Peserta Seminar dan Lokakarya Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 9 – 10 Maret No 1.
Lembaga Asal Peserta
Nama
Lembaga/Institusi
Badrul Aim Zanuri Al-Afif
BLHI Kalimantan
2.
A. Husaini NMM, SHi
BLHI Kalimantan
3.
Hendrawati, S.H.
BPPI
4.
Drs. Hamdani
BPPI
5.
Iberamsyah, S.H.
BPPI
6.
Drs. A. Misbahruddin
BPPI
7.
Hj. Laila, S.H
BPPI
8.
Dra. Hartinisingsih
BPPI
9.
Lisna Kartika Sari
Kanwil Depkeh dan HAM Kalsel
10.
Slamet Riyanto
DPRD Provinsi Kalsel
11.
Lusia Lali Wungya, S.H.
Kanwil Depkeh dan HAM Kalsel
12.
Drs. Alimun Hakim
Disdikkot
Priyono Yustiarso
Polda Kalsel
14.
Husni Tamrin, S.H.
Polda Kalsel
15.
Drs. Norman
Polda Kalsel Direktorat Intelkam Prodok
13.
16.
Pemerintahan
Kepolisian
TNI
Syarifuddin Tarigan, SH
17.
H. Sambas, S.H.
OTMIL I-06
18.
H. Puar Junaidi, S.Sos
Mapancas
19.
Ruddy P.M
Intelijen Korem 101 Antasari
H.M. Kustan Basri
Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (Unlam)
Drs. Apriansyah, M.Si
Fisip Universitas Lambung Mangkurat
Dra. Hj. Soefinah Js., M.M
Pusat Studi Gender Unlam
Syaifuddin, S.H. MH
FH. Unlam
24.
Irwan Jonathan
Fakultas Ilmu Administrasi Univ. A. Yani
25.
Dra. Dina Hermina, M.Pd
IAIN Antasari
26.
DR. Wahyu, M.S.
Pusat Sosiologi-Antropologi Unlam / Yayasan Pendidikan Banjarmasin
27.
Dra. Hj. Masyithah Umar, M.Hum
Fakultas Syariah IAIN Antasari
28.
Drs. H.M. Fahmi Al Amruzi, M. Hum
LKBHI-IAIN
29.
Ahmad Junaidi
Uniska Banjarmasin
30.
Drs. Qamal Adnan, M. Si
Fakultas Ilmu Administrasi Univ. A. Yani
20. 21. 22. 23.
Masyarakat Sipil: Akademisi; Mahasiswa; Wartawan/Jurnalis; Organisasi Profesi; Organisasi Masyarakat; Organisasi NonPemerintah / LSM; Lainnya
30
31.
Dra. Erna Suryani
Fakultas Ilmu Administrasi Univ. A. Yani
32.
Juhriyansyah Dalk, M.Kom
IAIN Antasari
33.
Dr. H. Muh. Hasyim, MA
IAIN Antasari
34.
Karlie Hanafi Kalianda
Penasehat Hukum
35.
Mukhtaryahya Daud, S.H.
Ikadin
36.
Marudut Tampubolon, S.H., M.M., M.H.
Ikadin Banjarmasin
37.
Pudjiastuti
LPA
38.
Wiwi
BKOW Kalsel
39.
Syamsul Ramleh
Gerindo
40.
Sukhrohadi
LP3I
41.
Hasanuddin
LK3
42.
Murhanawaty Sy
LKBH-UWK
43.
Yurliani
LKBH-UWK
44.
Sumantri
Jaringan HAM Kalsel
45.
Yanuaris Frans
LBH Banjarmasin
46.
Maryono, S.Sos., MSi
Gempar
47.
Syafrian Noor H.B.
Ormas Kappera
48.
Noor Baity Rahmi
LPMA Borneo Selatan
49.
Dewi Novitasari
Jari Borneo Bagian Timur
50.
Arief Furqon
Yayasan Air
51.
Sjachrawany
DPP FSPI Kalsel
52.
M. Syarbani Haida
Irde - YBI
53.
Abdurrahman Hasan
PWM Kalsel
54.
Dra. Hj. Nurul Amirullah
Wakil Ketua DPD-HWK
55.
Sumarko, S.E.
Jaringan Kota
56.
Abdul Wahid
Yadah
57.
Rifky Adha
Yadah
58.
Muhammad, H.S.
FKPMS Kotabaru
59.
Sohibul Fadillah
YLBHN
60.
Agustianur
LKLP Kalimantan Selatan
61.
Eka Yuliansyah
KOMPAK Kalsel
62.
Samsul Rami
Poksika Kalsel
63.
Ihsan W
LSM-Prakin Kalsel
64.
Isra Ramli
LK3 Banjarmasin
65.
Widyaning T. Nita
LSM Banjarbaru
66.
Ahmad Riyadi, S.Psi
Lembaga Kontrol Sosial Kotabaru
67.
Bierhasani R. Wilady
BEM Fisip Unlam
68.
Agus Wahyudi
BEM FISIP Unlam
69.
Hairullah
BEM Fak Syariah IAIN Antasari
70.
Rita Widiyana Wati
Fak. Syariah IAIN Antasari
71.
Yulida Safitri
Fak Syariah IAIN Antasari
72.
Ilham
Fak. Syariah
31
73.
Eva Mayasari
BEM AMIK Banjarmasin
74.
Nur Afiat
75.
Rony Abdiguna
76.
Rabiyatul Adawiyah
AMIK
77.
Sri Yulianty Hefny
AMIK
78.
Fahruzi
BEM AMIK Banjarmasin
79.
Fitri Maulidah
Aktivis Mahasiswa
80.
Fadaryan
Aktivis Mahasiswa
81.
Fiat
82.
Ruzianur
BEM AMIK
83.
Heriyanto
BEM AMIK
84.
Andre Saputra
85.
Ayu Lestari
86.
Renny Wahyuni
87.
Rahmadi Ma
88.
Fitriana Syifa
89.
Muhammad Yasir, S.H
Pemuda Muhammadiyah
90.
Noor Apain, B.
Pemuda Muslim Kalsel
91.
Lutfian Noor
DPD AMPI
92.
Hulman Siahaan
Massa Post Biro Kalsel
93.
Yusnan
RRI Banjarmasin
94.
Harruddin
Pers RRI
95.
Lili
Kalimantan Post
96.
Fajerin S
RRI Banjarmasin
97.
Sofyan sulaiman
Swasta
98.
Suhadi
Swasta
99.
Akhmad, S.Pd
100.
Azud
BEM AMIK BEM AMIK
32
Lampiran 3: Tabel Daftar Peserta Seminar dan Lokakarya Makassar, Sulawesi Selatan, 14 – 15 Maret 2004 ASAL PESERTA NO 1. 2. 3. 4. 5.
NAMA PEMERINTAHAN, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemerintah Daerah
Rusman Medjang Andi Patawari, MH AKBP.Pudyo H Kombes Pol. Yose Rizal Mahfud Mannan, SH
6.
Mansjur Nasution, SH
7. 8.
Abd. Gaffar, SH Zulkiflie M, SH
LEMBAGA Polda Sulsel Polda Sulsel Polda Kapolwiltabes Kejati Sul Sel Pengadilan Tinggi Makassar Kabag. Hukum Pemkot Pemda
JABATAN
Kasat Intelkam
Asisten Intelijen Hakim Tinggi/Humas
Staf Bag. Hukum
PARTAI POLITIK 9. 10. 11. 12.
Rini Savitri Nurdin Nur Fadillah M, SH, MH Na'ma Abbas, SE Rusmin, S. SH
13. 14. 15. 16.
Andi Syahrir, SH Andi Ahmad Agung A. Exwar A. Iqbal Asnan
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
MASYARAKAT SIPIL, organisasi/komunitas masyarakat adat, akademisi, mahasiswa, wartawan / jurnalis / reporter, organisasi profesi, organisasi non-pemerintah / LSM, Serikat Buruh, organisasi Tani, Lainnya.
A. Muin Fahmal, H. Abd. Haris Hamid, SH Abdul Azis, SH Abdul Latief, SH Abdul Rahman Abdullah R Agus Salim A.Md
24.
Ahmad Rustam
25. 26. 27.
Ahmad Subair Ajieb Albar
28.
Alim Israk
29.
Ama
30.
Amir
31.
Amir Ilyas
DPC PNBK DPW PKB PBR PAN DPW PBB Sulsel PPP PB IPMIL Raya
FH Univ 45
STAN PINRANG UPEKS KIPP BEM FAK HUKUM 45 Makassar Serikat Sapu Makassar BLPM LAPAN FNPBI Aliansi Masyarakat Adat Masyarakat Laelae BEM KEMA FH UNHAS
33
Fungsionaris Sekretaris Biro Litbang Wakil Ketua Wakil bendahara Sek. Executive Sekjend Dosen Pembantu Dekan III Pengacara Akademisi Koordinator Reporter Sekretaris
Ketua Umum Ketua Akademisi Staf Anggota Koordinator Divisi Litbang Masy. Adat Pengurus
32.
Amiruddin K.A
LBH PALOPO DPD SP. Pariwisata Reformasi SulSel
Ketua
33. 34.
Andi Anshar, SE Andi Natsif
35. 36.
Andre Angel
Radio Merkurius Top FM WHB
Reporter
37. 38. 39.
Anselmus A. Yasiku, SH Arfah Tjolleng, SH Arkam Jalil
FOSMIS
Ketua Umum
H. Tata Neg & Adm Neg FH UMI
Sekretaris Akademisi
40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
Askari Razak, Sh, MH Asnani Hamid, SH Aswar Hasan Azhar Arsyad Basri Oner Bogel Djaya Eko, SE
KPPSI Sulsel Ornop Sulsel LKBH Univ. 45 WALHI 68 H FP2
Koordinator Sekretaris Deputi Direktur Reporter
48. 49.
Elvianus Kawengian Fadli Andi Natsif
Pedoman Rakyat FH Univ 45
Kepala Desk Hukum Akademisi
50.
FORPEMIB
Ketua umum
51.
Fahrizal Bachmid H.A. Amiruddin DG. Sitaba
ketua Umum
52. 53. 54.
Harapan Kanna Herman Humaerah
ASPEK V LBH Ujung Pandang
55. 56. 57.
Ian Idha Irham
Radio SPFM Aliansi Masyarakat Adat GPK POKJA FOSIS
58. 59.
Irianto Madjid, SE Irwan Muin
FP2 (Forum Pemerhati Pendidikan) Ornop-LKPMP
60.
Ishak Ngeljaratan
61.
J. Jhodi Pama'tan
62.
Jasmi, S.Ag
63. 64.
Jubir Junardi
65.
M. Amir S
Makassar Intelektual Law Lembaga Perlindungan Hak-hak Sipil Makasaar BEM FH UMI YAPTA-U Tomas Pulau Lae-lae
34
Ketua Bagian Humas
Badan Pekerja Reporter Koordinator Divisi Litbang
Anggota ORMAS Koordinator divisi Anti Korupsi
Direktur Wasekum Isu-isu Strategis Staf Masyararakat Adat
66.
Mansyur Semma, Msi. Drs
FISIP UNHAS
Dosen
67.
Marwan Nas, SH, MH
FH Univ 45
Dosen
68. 69.
Muh. Anshar Muh. Azkari, SH
FPRT
Sekretaris
70. 71. 72.
Perak Institute
Staf Divisi Advokasi dan Investigasi Advokat
73. 74.
Muh. Darwis Muh. Hamka Hamzah Muh. Taufik K Muhammad Ibrahim Halim Muhammad Rusli
75. 76. 77. 78. 79.
Muhiddin Nasir Mukhlis Amang Hady Mukhtar Guntur K Mustajib Niswati
80.
P. Pice Jehali
81. 82. 83. 84. 85. 86.
R. Chandrayana. F, SH Rakhmatiah Riswansyah M Romi L Rosmawati Rasyid Sri Rahayu
87. 88. 89.
Subair Tarsan Hannas, SH Wahida Baharuddin Upa
90. 91.
ESEL YLBH Perbindo DPD. F.SP. KEP Harian Fajar PB SPBI BLPM PERSADHA LBH Rakyat DPD SP KAKUTINDO YPDA SCFM 90,9 FM
Reporter Direktur Eksekutif Wakil Sekretariat Reporter Ketua Umum Staf Konselor Koordinator Pengurus Sekum Sekretaris
HMI Yay. Hatiarivia LKBN ANTARA
Media
GPK
Ketua
Wahidin Ar-Raffany Wahyuni
CGPA Radio Qomary
92.
Yardi
93.
Yasser S. Wahab
94.
Zulkarnaen Yusuf
UKPM-UH DPD IPHI SulSel Aliansi Suara Petani
Koordinator Reporter Wakil Sekretaris periode 2004-2005
95.
Zulkifly Samsudin
Komite Pendidikan
35
Pengurus Koordinator Program
Ketua Koordinator divisi Advokasi Pengurus
Lampiran 4: Daftar Peserta Seminar dan Lokakarya Surabaya, 13-14 Oktober 2004
NO 1. 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10
NAMA A. Burhan Novianis Aris Djoko Mulyono, SH. AKBP Ahmad Rosadi Aan eko Widiarto Ach. Shadiq Affan Agnes Agus Yunianto Alfian Rohman Rosyid, SH
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Aman Haris Andi Andi Haryadi Ani Anisah Susanti Ansorul Huda Aru Armando Athorilah Aud Rahman Bagaskoro Azis Bahwono Erwantoro Bambang Sugiri Bany Hasto Novianto Budi S Choirul Anam Dandik Katjasungkana Deddy Prihambudi Denny Andhika Dewi Handayani Ema Kemalawati, SH
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Erwin Nur Rif'ah F. Hermawan P Fanty Kusuma N Herman Suryokumoro Hotimah Ika Marthahayu Imam Mahdi Irul Istiqfar Ade Noordiansyah Khoirul Anwar
41
Khoirul anwar
JABATAN Anggota Sersan Kepala KASAT NARKOBA Anggota Koordinator Ketua Umum Reporter Wakil Direktur Sekjen Pengurus Komisariat Staf Ketua Presidium Advokasi Kebijakan Bidang PA Kabid PTKP Staf Sekretaris Presiden Dosen Anggota Wartawan Koordinator Jawa Timur Direktur Reporter Sekretaris Divisi Advokasi Sekretaris Wartawan Anggota Dosen Ketua Umum Divisi Advokasi Anggota
Koordinator investigasi & Monitoring Wakil Presma
36
INSTITUSI/JABATAN HMI Pamekasan BATIK KODAM V BRAWIJAYA POLWILTABES SURABAYA LSPM Bojonegoro PPOTODA Rahmi HMI cab. Bangkalan LSPM Bojonegoro Kompas/Reporter LBH SURABAYA LePPI Fak. Hukum Univ. Muhammadiyah Malang KAKMI LBH Malang Wastra Indah GMNI SURABAYA HMI Bangkalan / LPM Voice of Law HMI-Surabaya LBH SURABAYA Kabinet Unijoyo Bangkalan PUSHAM Universitas Trunojoyo BEM FH UNAIR FH Universitas Brawijaya Rakyat Miskin Kota Detik.com Jaringan Pemantau Peradilan Malang IKOHI Direktur LBH Surabaya SCFM GPP Aliansi Perempuan Indonesia JEMBER Puan Amal Hayati SONORA LHMI FH Universitas Brawijaya KOHATI cab Bangkalan PAHAM JAM UNAIR BEM Univ. Muhammadiyah Malang BLM-FH UNAIR JPPM BEM Univ. Muhammadiyah Malang
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
Khotif Marjuki Ludfy B Lukman Hakim Lutfi Garjito Luthfi JK M. Agus Nurlaili M. Faidul Aliim Romas M. Fathoni D M. Subchan M. Syaiful Aris Maratus Solicha (Lili Said) Ma'ruf Syah Masrukhin Moh. Al Faris, SH Mohammad Asfar Muh. Yusuf Putra/Ocep Nadi Mulyadi Najih
Pers Mahasiswa External Relation Director Menteri Internal Anggota Koordinator Anggota Kabid PAO Mahasiswa Reporter Divisi Legal Reform Reporter Koordinator BP Anggota Sekum Dosen Staf Anggota
60
Nisa
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Nur Nur Hadi Nurani Paring Purnomo Satriyo P Qori Laili K R. Arif Sulaiman Ratno Rhido Jusmadi Ria Angin Ridjal A.R Rio Priawan Roni Hidayat
74 75 76 77
Room Rosdiansyah Sofi Sofyan Effendi
Anggota Wartawan Ketua Koordinator Komunikasi
78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Sri Sulistyani Sulaiman Suminah Sunan Piyantoro Suwandaru Syafak Syafiatoen Noer Taufiq sholeh Teguh Umal Choir Vronika Wari Wawan
Anggota Staf divisi MP3 Anggota Wartawan Anggota Anggota Koordinator tim LD Sekretariat Pengurus Staf Sekretaris Anggota Presidium Anggota
Kepala Kantor Anggota Wasekum PA Asisten Staf Program Anggota Mahasiswa Komisariat
37
BEM UNIJAYA Radio KOSMONITA 92.5 BEM Univ. Negeri Malang PUSHAM UNAIR Malang Corruption Watch LMND Jember HMI cab Bangkalan GMNI-Bangkalan SUARA INDONESIA/Reporter LBH SURABAYA RRI PRO 2 FM MARAK'S LSPM Bojonegoro Jaringan Pemantau Peradilan Malang FISIP UNAIR LBH SURABAYA PMII-Bangkalan DEKAN Univ. Muhammadiyah Malang Koalisi Perempuan Indonesia JATIM KEL. INDEPENDEN LBH Malang PRD JEMBER AVEROUS (Pusat Studi Filsafat) HMI-Malang MP3 Mahasiswa UM Jember SPMI JEMBER YPSDI Aliansi Perempuan HMI Kom Hkum Unair Mahasiswa UM Jember Komisariat Hukum Univ. Brawijaya/ PTKP HMI Hukum BEM ITN Republika PUSHAM Universitas Trunojoyo BEMU - Univ. Muhammadiyah malang GEMAK JJW PEREMPUAN SADAR TEMPO IDS-MALANG Jember LD JEMBER PMII Rakyat Miskin Kota ELPAS MP3 Wastra Indah BEM Univ. Airlangga
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
Yanuar Yuli ahmada Yusuf Arief U Zainal Arifin Zainuddin Maliki Zulchaidir Adiwijaya Hendro M Rudi Aris Atok Aribowo Nurul Arba'ati, Spi Achmad Subchan
Litbang Reporter Koordinator Anggota Rektor Staf Anggota Wartawan Staf Staf Anggota Sekretaris Anggota
LPM MANIFEST HARIAN SURYA KOMAHI UMAIR MPM Univ. Muhammadiyah Surabaya IMPAS PUSHAM Universitas Brawijaya REPUBLIKA LBH SURABAYA LBH SURABAYA KPU JATIM Fraksi Keadilan Sejahtera (DPRD II) DPRD JATIM
38
Lampiran 5: Tabel Daftar Peserta Seminar Jakarta, 30 Nopember 2004 No.
Nama
Lembaga
1
Irfan Saefudin
Dirbinlidrim Puspom
2
Gunaryono, SH
Dispen Brimasar
3
Didi W
Polri
4
Rasdullah
UPC
5
Darpan
UPC
6
Wanda Andhika
Pasca Sarjana UI
7
Ecoline Situmorang
PBHI
8
Bhatara Ibnu Reza
Imparsial
9
Mira
10
Miftahul anam
NDI Forum Pers Mahasiswa Jakarta
11
Ari
ABN P
12
Roberto Hutabarat
The Asia Foundation
13
Wahyu
Elsam
14
Ahmad Hambali
LPHAM
15
Ridha Saleh
WALHI
16
Ajeng
IKJ
17
Yulian
Metro TV
18
Ade Siboro
The Jakarta Post
19
Adam Wahab
Pasca Sarjana UI
20
M. Jokay CA
aktivis
21
Arie
KPP PRD
22
Lukman Hakim
PJs. Ketua Umum PRD
23
Sukri Abdurahman
LIPI
24
Hendra Nazif
UI
25
Basrowi CH
Dephan
26
Haris A
Kontras
27
MZ. Ridho
UI
28
M. Nasrullah
UI
29
A. Malik Haramain
PB PMII/KETUM
30
Sugiarto A. Santoso
YAPPIKA
31
Sri R
UI
32
M. Fadli
YLBHI
33
Mugiyanto
IKOHI
34
IKOHI
Mugiyanto
35
Umar
Korban G30S
36
Ari
Berantas
37
Fx. Supiarso
WRC
38
Mubditio
Modus. Or.id
39
39
Hari
Modus. Or.id
40
Sugeng & bilal
TVRI
41
Stephanus K
Sonora
42
Rizal. Maslam
Detik Com
43
Helmi
Proaksi
44
Teguh
Elshinta
45
Nofel
Eramuslim
46
Toldin
Investor Daily
47
Sunariah
Tempo TNR
48
Dimas
Koran Tempo
49
Wisnu
Kompas
50
Luthfillah
Pasca Sarjana UI
51
Ikhwanul
Pasca Sarjana UI
52
Yerry Niko
VHR
53
Melly febrida
Detik Com
54
Nijam M.
Reformasi
55
Oki
LATIVI
56
Ika
RCTI
57
Fitrio
Tempo Interaktif
58
Emmy
Sinar Harapan
59
Deby
Sonora
60
Sukwan
Indosiar
61
Novie dodo
Star radio
62
Ryo
Jakarta News FM
63
Tria
Harian Merdeka
64
Dea
VHR
65
Moenanto
Warta Kota
66
Andi Lala
Trijaya Fm
67
Aliansi Timur
Eddy Pilliang
68
Wulan sari
Pilars
69
Indra Jaya Piliang
CSIS
70
Pokja Papua
Udin
71
Yoke Octarina
Kemitraan
72
HS. Dillon
Kemitraan
73
Nur
Kemitraan
74
Donny Ardyanto
YLBHI
75
Eli Salomo
YLBHI
76
Adnan Buyung Nasution
ABN P
77
Frans Hendrawinarta
Lawyer
78
Deon
Pro2 FM
79
Muadwan
Masyarakat
80
Adrianus Meliala
Kemitraan
81
Cuntoko
BALITBANG HAM
82
Abilio osorio
Abilio Osorio
83
Joao Meco
Joao Meco
40
84
APD Aziz
Dephan
85
P. Mawir
Hukum Dephan
86
Ketut Mu
Mabes TNI
87
Kum Kum
Puspen TNI
88
Anam
TNI
89
Pieter Watimena
Dephan
90
Ramelan
TNI
91
Sugeng Widodo
Dephan
41