INTELIJEN NEGARA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: SANGIDUN 104045201526
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
INTELIJEN NEGARA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: SANGIDUN NIM: 104045201526
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum
Masyrofah. S.Ag., M.Si
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi
yang
berjudul
“INTELIJEN
NEGARA
DALAM
PERSPEKTIF
KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Februari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Konsentrasi Ketatanegaraan Islam).
Jakarta, 17 Februari 2009 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM. NIP. 150 210 422 PANITIA UJIAN
1. Ketua
: Asmawi, M.Ag.
(…………………………........)
NIP. 150 282 394 2. Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag.
(……………………………...)
NIP. 150 282 403 3. Pembimbing I: Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. (…………………………….) NIP. 150 274761 4. Pembimbing II: Masyrofah. S.Ag., M.Si.
(.……..……………………..)
NIP. 150 318 256 5. Penguji I
: Dr. Rumadi, M.A.
(…………………………….)
NIP. 150 283 352 6. Penguji II
: Sri Hidayati, M.Ag. NIP. 150 282 403
(…………………………….)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Februari 2009
Sangidun
KATA PENGANTAR
ا ا ا
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah, Rabb al-‘izzati, Dzat Yang Maha Rahman dan Rahim, yang senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis selama belajar untuk meraih cita-cita. Salawat dan salam dimohonkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, serta para sahabatnya yang telah memberikan inspirasi bagi penulis untuk belajar politik ketatanegaraan Islam. Skripsi yang berjudul “Intelijen Negara Dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam” ini adalah penelitian tentang bagaimana kagiatan, hukum,dan kedudukan Intelijen negara dalam ketatanegaraan Islam dan Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kalau penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat : 1) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2) Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
3) Asmawi, M.Ag., Ketua Program Studi Jinayah Siyasah dan Sri Hidayati, M.Ag., Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang tanpa henti memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. 4) Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum dan Masyrofah.S.Ag. M.Si yang membimbing penulis untuk teliti, cermat dan akurat dalam menulis skripsi ini, hingga berkali-kali harus direvisi. Semoga apa yang telah diajarkan mendapat balasan dari Allah Swt. 5) Kepada Dr. Rumadi, M.A dan Sri Hidayati M.Ag, sebagai penguji skripsi ini yang telah memberikan kritik konstruktifnya. Penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam. 6) Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan. 7) Kepada Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kepala Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah DKI Jakarta, Perpustakaan Umum Islam Iman Jama’, Kepala Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, dan seluruh karyawannya yang telah menyediakan berbagai literatur yang mendukung penyusunan skripsi ini.
ii
8) Kepada teman-teman kelas Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah, Program Studi Jinayah Siyasah, Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Persatuan Umat Islam Jakarta (HIMA PUI Jakarta), Serumpun Mahasiswa Riau (SEMARI) UIN Jakarta, Asosiasi Pelajar
Islam Sumatera Barat
(ASSALAM SUMBAR), Ikatan Pelajar Mahasiswa Kumabara Utama (IPMKU), serta sahabat-sahabat penulis, terimakasih atas segala jalinan persahabatan yang telah memberikan warna bagi kehidupan penulis. 9) Ucapan terimakasih dan doa kepada yang terhormat, keluarga besar Wangsa Dikarya, Ayahanda Jamalin Badruddin bin Hasan Ma`ruf dan Ibunda Sutirah binti “Guru” Sungkono, Kakanda Al-Saidi, S.T., Siti Asiyah, S. Pt dan Siti Muasyiroh, serta Adinda Rofiq el-Rahman, Ngasiq el-Rahman dan Maslahuddin, atas ‘senyum’ motivasinya serta dukungan moral maupun material kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan untuk semuanya dengan yang lebih baik Akhir kalimat, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam khazanah keilmuan bagi kita semua. Jakarta, 30 Januari 2009 M 03 Safar 1430 H Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………………....................1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah…………………………………………….....9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………………….10 D. Review Studi Terdahulu…………………………………………………………....11 E. Kerangka Konseptual………………………………………………………………13 F. Metode Penelitian…………………………….…………………………………….15 G. Sistematika Penulisan………………………….…………………………………...17
BAB II MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA A. Pengertian Intelijen Negara…………………………………………………….......20 B. Sejarah Intelijen Negara Indonesia………………………………………………...22 1. Masa Kerajaan Hindhu-Budha………………………………………..........23 2. Masa Kerajaan Islam………………………………………………….........25 3. Zaman Penjajahan Belanda…………………………………………….......27 4. Zaman Pendudukan Jepang………………………………………………...29
iv
5. Pasca Kemerdekaan……………………………………….……………......30 C. Organisasi dan Jenis Intelijen Negara……………………………………………...33 1. Organisasi Intelijen Negara………………………………………………...33 2. Jenis Intelijen Negara………………………………………………………34 D. Tugas dan Fungsi Intelijen Negara……………………………………….………...37 E. Intelijen dalam Lembaga Negara…………………………………………………..41 1. Intelijen TNI………………………………………………………………..41 2. Intelijen POLRI…………………………………………………………….44 3. Intelijen KPK……………………………………………………………….52 4. Intelijen Kejaksaan…………………………………………………………54
BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM A. Sejarah Intelijen Dalam Islam (Pra Kenabian)………………………….…….........57 1. Pengertian Intelijen dalam Islam…………………………………………...57 2. Praktik Intelijen Pada Masa Pra-Kenabian …………………….………….58 B. Praktik Intelijen Pada Masa Nabi Muhammad Saw………………….……………59 1. Jenis-jenis Intelijen Pada Masa Nabi Saw…………………………………61 2. Patroli dari Badar sampai ke Uhud………………………………………...67 3. Patroli dari Uhud sampai ke Hudabiyah…………………………………...68 4. Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab………………………………….69
v
5. Pakta Pertahanan Hudaibiyah………………………………….……….......71 C. Perkembangan Intelijen Pasca Nabi Muhammad Saw………………….……….....72
BAB IV INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM A. Hukum Aktivitas Intelijen (Tajassus)………………………………………….......83 B. Sanksi Atas Tindakan Intelijen (Tajassus)…………………………………….......92 C. Analisis Kedudukan Intelijen Negara dalam Ketatanegaraan Islam dan Indonesia………………………………………...............................................108
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………...…………...119 B. Rekomendasi………………………………………………………..………….....120 DAFTARPUSTAKA……………………………………………………….……………122 LAMPIRAN
58 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ”Intelijen1 ada seumur dengan keberadaan manusia.” Idiom ini menjadi satu pembenaran untuk menegaskan keberadaannya. Intelijen tidak hanya dibutuhkan oleh negara-negara yang secara definitif sudah merdeka, tetapi juga badan-badan perjuangan kemerdekaan seperti Ireland Republic Army (IRA) di Irlandia Utara, Pathani Union Liberation Organisastion (PULO) di Thailand Selatan, Macan Tamil di Srilangka dan lain sebagainya. Badan-badan perjuangan kemerdekaan tersebut memiliki juga fungsi-fungsi ke-Intelijen-an untuk menopang keberhasilan perjuangannya. Bahkan negara-negara yang sudah maju dalam bidang pertahanan dan keamanan masih tetap mengembangkan dinas intelijen, seperti Uni Soviet yang mengembangkan Komitet Gosudarstvennoi Bezopasnosti (KGB) atau Komite Keamanan Negara Pemerintah Soviet, yang secara resmi bertanggung jawab pada Kabinet Soviet. Dalam sejarahnya,
KGB
semula
lembaga
dengan
nama
Vecheka
(Vserossiiskaya
Chrezvychainaya Komissiya po Borbe s Kontrrevolyutsiei i Sabotazhem) (1917-1922)2 yang artinya Komisi Khusus Orang Rusia untuk melawan Kontra-Revolusi dan Sabotase3. Lembaga intelijen lainnya adalah CIA (Central Intelligence Agency), sebuah dinas rahasia Amerika Serikat yang dibentuk pada tanggal 18 September 1947 dengan 1
Intelijen secara singkat dapat dirumuskan sebagai perkiraan. Dalam arti luas, Intelijen berarti Informasi terpercaya untuk digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999), h 52. 2
Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara, http://www.gaulislam.com/ngintip-dunia-Intelijen/NgintipDuniaIntelijen. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008. 3 Sabotase berasal dari bahasa Perancis “sabot”, semacam sepatu kayu yang dipakai oleh masyarakat bawah di beberapa negara Eropa. Sabot ini dianggap sebagai simbol pemberontakan para petani dan pekerja yang revolusioner, dengan aksi menginjak-injak atau melempar sepatu-sepatu kayunya ke mesin pabrik pada masa revolusi Perancis. Dalam perkembangannya saat ini, sabotase dimaknai sebagai bentuk perang subversive. Biasanya berupa tindakan fisik dalam menghancurkan mesin-mesin militrer musuh atau mesinmesin ekonomi. Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999), h 393.
59 ditandatanganinya NSA (National Security Act), pada era perang dingin dengan Uni Soviet. Tugas-tugas CIA lebih pada kontra-intelejen. 4 Kini, CIA menangani peredaran drugs, organisasi kejahatan internasional, perdagangan senjata gelap, kontra-teroris setelah serangan 11 September 2001 yang menghancurkan gedung WTC. 5 Sedangkan Kerajaan Inggris sudah memiliki dinas rahasia sejak tahun 1909 yang dibangun oleh Duke of Wellington, Arthur Welleskey untuk
mengantisipasi
perkembangan politik, militer dunia, serta keamanan Inggris Raya, dibentuklah Secret Intelligence Service atau MI6.6 Israel juga mengembangkan Mossad sebagai lembaga yang memiliki misi penyamaran dan kontra-teroris.7 Fokus dari operasi Mossad adalah dunia Arab dan organisasiorganisasi Arab (dan Islam) di seluruh dunia. Mossad juga bertanggung jawab atas pemindahan warga Yahudi keluar dari Syria, Iran dan Ethiopia. Agen-agen Mossad juga banyak disusupkan dalam pembentukan sejumlah negara komunis di Barat dan PBB.8 Dalam konteks Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan kegiatan Intelijen sudah ada sejak masa kerajaan Hindu-Budha yang tertua di Nusantara, kegiatan Intelijen pada masa itu dikenal dengan Telik Sandi, Weri, Bleter, Kecee yang menjadi mata-mata kerajaan untuk mengawasi kerajaan lainnya. Pada masa penjajahan Belanda fungsi intelijen masuk dalam Dinas Reserse Umum, yang dibentuk pada 1920-an, terpisah dari Dinas Polisi Umum. Sedangkan kegiatannya adalah memata-matai kegiatan politik, daripada kegiatan kriminal lainnya. Hal ini
4
Kontra-Intelijen adalah usaha-usaha yang terorganisasi untuk melindungi keterangan-keterangan khas berharga bagi organisasi Intelijen lawan. Lihat Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Ibid, h 334. 5
Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara.
6
Ibid. Kontra-Teroris adalah usaha-usaha untuk mengumpulkan informasi-informasi sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan preventif untuk menghadang serangan teror. 7
8
Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara.
60 menandakan bahwa pergerakan nasional anak negeri pada saat itu menjadi satu target dari kerja dan fungsi intelijen Belanda.9 Ketika Jepang berkuasa di Indonesia, peran dan fungsi ke-Intelijen-an berubah. Menariknya, Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia membangun fungsi keIntelijen-an tidak menyatu dengan Pemerintahan Militer. Pemerintahan Penjajahan Jepang mengembangkan fungsi kepolisian, yang berorientasi pada pembangunan keamanan dalam negeri (Kamdagri) yang lebih menitikberatkan pada kegiatan preventif. 10 Pada masa perjuangan kemerdekaan aktivitas keintelijenan di badan-badan perjuangan juga marak dan aktif, metode telik sandi, yang digunakan dalam proses pengintaian juga digunakan untuk mengawasi dan memata-matai aktivitas Belanda dan Jepang ketika itu. Hanya saja polanya lebih sederhana, hal ini disebabkan selain sarana dan prasana yang kurang memadai juga SDM yang masih terbatas hanya dengan memanfaatkan masyarakat umum yang bersimpati bagi perjuangan kemerdekaan. Adapun pencetus dan pemimpin pertama lembaga intelejen negara, Zulkifli Lubis dan R. Moch. Oemargatab, yang ketika itu bernama Badan Istimewa, sebagai cikal bakal Badan Intelejen Negara (BIN) dan Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), sebagai organisasi keintelijenan polisi pertama, yang sekarang dikenal dengan Intelpam Polri. 11 Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia, masalah penataan kelembagaan menjadi salah satu prioritas bagi transisi demokrasi yang tengah berjalan. Kelembagaan politik yang menjadi satu dari pilar bagi liberalisasi politik pasca kejatuhan Orde Baru membuktikan bahwa hal tersebut tidak mudah. Penataan kelembagaan politik memberikan satu garansi bagi mulusnya proses demokrasi transisional dan reformasi yang diharapkan.
9
Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam Polri, http: //muradi.wordpress.com/ 2007/01 /06 /Intelijennegara-dan-intelikam-polri/. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008. 10 Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam polri. 11
Ibid
61 Permasalahan yang muncul kemudian adalah setelah delapan tahun reformasi berjalan, ternyata belum semua kelembagaan politik dan negara tertata dan sesuai dengan nilai dan prinsip demokrasi. Salah satunya adalah komunitas Intelijen, khususnya lembaga intelijen negara dan intelijen Polri yang sampai saat ini, ruang lingkup dan batasan-batasan mengenai wilayah kerja dari masing-masing intelijen tersebut belum secara jelas diatur. Bahkan berulang kali, baik lembaga intelijen negara, dalam hal ini Badan Intilejen Negara (BIN), dan intelijen keamanan, yakni intelkam Polri masih saling tumpang tindih.12 Hal di atas menyebabkan Badan Intelijen Negara (BIN), yang ditunjuk pemerintah sebagai lembaga Intelijen yang mengkoordinatori semua lembaga dan komunitas intelijen, kurang maksimal dalam memposisikan perannya. Bahkan terkadang karena merasa menjadi koordinator dari komunitas intelijen tersebut, kerap kali BIN bertindak superior dan mem-by pass banyak pekerjaan yang menjadi lahan bagi komunitas intelijen lainnya. Walapun istilah intelijen sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia, namun masih banyak dinilai sebagai momok yang sangat menakutkan, identik dengan penculikan, sabotase, spionase,13 propaganda,14 dan operasi, Intelijen juga represif guna melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Persepsi keliru masyarakat atas pengertian, makna, fungsi dan peran Intelijen sebagai ilmu, kegiatan, maupun intelijen sebagai organisasi, mengakibatkan rasa takut pada masyarakat, larinya modal keluar negeri, enggannya investor menanamkan modal dan lain sebagainya. 15
12
Muradi, Intelijen Negara dan Intelikam Polri. Spionase adalah bagian dari upaya Intelijen untuk menyelidiki secara diam-diam segala aktivitas dari negara-negara lain untuk dapat memastikan kekurangannya dan gerakan-gerakan yang terkait dengan Intelijen yang sangat diperlukan oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan. Jadi spionase secara singkat adalah usaha secara rahasia untuk mendapatkan suatu rahasia yang dijaga ketat oleh lawan. Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, Ibid., h 236. 13
14
Propaganda merupakan sarana utama peperangan politik (menurut orang-orang Inggris). Sedangkan orang-orang Jerman menyebut perang intelektual dan di Amerika Serikat dimaknai sebagai perang psikologis atau operasi moral. Secara umum, propaganda adalah usaha-usaha yang terorganisasi untuk menyebarkan ide-ide doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip untuk maksud tertentu. 15
Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, Ibid, h 12-13
62 Pada masa Orde Baru ada sebuah sebutan klimaks dari kegiatan operasi intelijen, yaitu “dipetruskan dan dikarungkan.”16 Selain itu penculikan dan penangkapan terhadap aktivis organisasi masyarakat yang barbasis agama, sosial atau politik yang berseberangan dengan pemerintahan menjadi trauma yang sangat mendalam bagi anak bangsa, terutama umat Islam yang dipandang sebagai kekuatan dan banyak melahirkan gerakan separatis dan gerakan disintegrasi bangsa Indonesia pada masa lalu.17 Berkaca dari operasi intelijen di negara-negara di dunia tampaknya ada kesamaan, bahwa sebagai tindakan preventif yang dilakukan secara represif oleh dinas intelijen negara hanya berujung pada penciptaan ketakutan dan kesengsaraan rakyat, terlebih dengan lahirnya Undang-undang Antiterorisme, Badan Intelijen Negara (BIN), mempunyai kewenangan yang sangat luas, yaitu menangkap, menahan, memeriksa, menggeledah, serta mencegah orang sebagai upaya memberikan perlindungan dan keselamatan negara. Dari beberapa pasal di atas tampak jelas bahwa negara melalui BIN mempunyai kewenangan yang sah secara konstitusi untuk melakukan aktivitas memata-matai rakyatnya sendiri guna mencari orang-orang yang diduga mengancam keselamatan negara. Adapun intelijen yang ada dalam negara Islam (Islamic State) juga selalu menakutkan masyarakat. Intelijen dalam Islamic State biasa dikenal dengan Mukhbar (Informan). Institusi ini menjadi tangan kanan penguasa untuk memata-matai rakyatnya sendiri, seperti halnya pada masa Syah Iran, yang dikenal dengan polisi rahasia “Savak”. 18
16
Pada tahun 1980-an sewaktu keamanan di anggap rawan dan polisi kewalahan dilancarkan Aksi yang di sebut “Petrus” penembakan misterius, dimana para pelaku tindakan kejahatan murni di tindak dengan ditembak langsung dan dan korban di masukan karung sehingga lahirlah istilah pada saat itu “dikarungkan”. 17
A. Bakir Ihsan, Pergulatan Islam dan Militer di Indonesia (Sebuah Fenomena 1990-an), dalam Jurnal Politik, Akses TNI di Persimpangan Jalan, (Jakarta: Yayasan Akses, Vol.1, No.03, 2001), h. 199 18
Muhammed al-Caff, Perang Nuklir Militer Iran, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008), h. 12
63 Persoalannya kemudian, bagaimana hukumnya aktivitas memata-matai rakyat yang notabene adalah kaum Muslim? Padahal Allah Swt telah melarang aktivitas memata-matai (tajassus), baik yang dilakukan oleh individu terhadap individu Muslim lainnya, maupun oleh negara terhadap individu kaum Muslim.
%&' !"⌧$ ()&*+ 012 3 ,-./ ()&*+ < 6 78 9:::; 78 4565./ C< DE B A412 3 >?*412@3 MNO%E %>LL+ 7J*FK IE 5*F HE */T B H☺R1)S!L?LK P6N (\]^ YZMW[ 4VWL TI./ B “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)”
Ayat di atas melarang berprasangka buruk, termasuk menyangka orang atau pihak tertentu sebagai ‘teroris’ serta melarang aktivitas memata-matai masyarakat dengan dalih apa pun. Aktivitas tajassus (memata-matai) dalam hal apa saja. Dengan kata lain, dengan tujuan apapun haram hukumnya memata-matai masyarakat kaum Muslim maupun ahlu dzimmah.19 Termasuk memata-matai adalah menyadap pembicaraan, mencuri, mendengar dan mencari-cari kesalahan. Selain itu, kecurigaan tanpa bukti nyata bisa terkategori perdurhakaan terhadap amanah kaum Muslimin. Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu Umamah menyatakan bahwa: “Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka”.20 Kiranya lembaga intelijen negara menjadi sangat menarik untuk dikaji, karena selain masih banyak orang yang mempunyai persepsi keliru terhadap apa itu intelijen, yang menjadikan aparat intelijen seperti makan buah “Simalakama”, bertindak salah, tidak 19
Pramiati, Mewaspadai RUU Intelejen, http://hidayatullah.com/index.php?Option=Com content&task=view&id=144&Itemid=64. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008 20 Aris Solikhah, Tajassus, http://www.mailarchive.com/ ppiindia@yahoo groups. html com/ msg33743. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
64 bertindak pasti lebih salah lagi. Selain itu juga karena
masih sedikit orang yang
mengakaji lembaga intelijen negara terutama dalam perspektif ketetatanegaraan Islam. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis menyusun tulisan ini untuk skripsi Program Strata Satu pada Konsentrasi Ketatanegaraan Islam Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penelitian ini berjudul ‘‘Intelijen Negara dalam Perspektif
Ketatanegaraan
Indonesia dan
Ketaatanegaraan Islam.’’
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah agar lebih terfokus, mendalam dan nilai ilmiahnya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, penulis membatasi permasalahan pada lembaga intelijen negara dalam ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan Islam. Karena berdasarkan dinamikanya, intelijen selalu mengalami perubahan, mulai dari aktivitas kerja, hukum sampai dengan lembaganya. Dari pembatasan di atas, persoalan yang hendak dijawab oleh penulis adalah : 1. Bagaimana hukum intelijen Negara? 2. Bagaimana kedudukan lembaga intelijen Negara di dalam ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan Islam? 3. Bagaimana peranan lembaga intelijen Negara dalam memelihara stabilitas kemanan Negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penulis mengambil tema Institusi Intelijen Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam, dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui hukum intelijen Negara.
65 2. Untuk mengetahui kedudukan lembaga intelijen negara dalam perspektif ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam. 3. Untuk mengetahui peranan lembaga intelijen Negara dalam memelihara stabilitas keamanan Negara. Manfaat dari penelitian ini terletak pada dua hal dasar yaitu : a. Teoritis akademis, yakni sebagai nilai akademis dari hasil penelitian yang dapat disumbangkan untuk khazanah keilmuan. b. Praktis pragmatis, yaitu sebagai kontribusi positif bagi kehidupan umat manusia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan penulis terhadap khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan Studi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah) terutama di bidang Pertahanan dan Keamanan Negara serta memberikan kontribusi positif bagi kelangsungan hidup umat manusia.
D. Review Studi Terdahulu Sejumlah penelitian tentang intelijen dalam berbagai perspektif memang sudah dilakukan. Hanya saja yang secara spesifik merupakan tinjauan Intelijen negara adalah karya Abdul Muhid dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tahun 2005, dalam skripsinya yang berjudul Stretgi Perang dalam Islam : Kajian Kritis Atas Kebijakan dan Strategi Nabi dalam Peperangan. Dalam literatur ini dijelaskan bagaimana penggalian informasi dilakukan oleh Nabi berikut dasar-dasar strategi peperangan mulai dari persiapan, termasuk pengintaian pada pihak lawan sampai sistem patroli demi keamanan negara. Pada skripsi ini jelas berbeda dengan apa yang penulis kaji. Karena penulis mengkaji intelijen dari dua perspektif, yaitu dalam ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan Islam. Sedangkan karya Abdul Muhid hanya sebatas mengkaji aktivitas intelijen sebagai instrumen dalam perang yang dilakukan oleh Rasulullah.
66 Selain skripsi, literatur mengenai intelijen Negara juga didapatkan penulis dalam buku : 1) Karya Jend. Pol. (Purn) Drs. Kunarto, Intelijen : Pengertian dan Pemahamannya, yang mengkaji tentang sejarah Intelijen di Indonesia dan teknik operasi dalam mendapatkan berita yang akurat sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Karya ini juga berbeda dengan skripsi penulis. Karena dalam skripsi ini penulis mengedepankan analisa intelijen negara dari sisi hukum, kedudukan dan aktivitas intelijen negara dari sisi tatanegara Indonesia dan tatanegara Islam. Selain itu, penulis juga menyinggung beberapa intelijen negara dalam dunia Islam, seperti Iran. 2) Buku karya Deby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya Pada Masa Rasulullah Saw. Dalam buku ini dijelaskan tentang fungsi militer sebagai alat untuk menjaga kedaulatan, harkat, martabat bangsa dan Negara yang bersifat internal maupun eksternal. Perbedannya dengan skripsi ini nadalah Deby tidak menjelaskan bagaimana hukum melakukan aktivitas intelijen dan kedudukannya dalam sebuah negara. 3) Jono Hatmodjo, penulis buku Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), menerangkan Intelijen secara umum dalam tataran teoritis. Perbedaan karya ini dengan kajian penulis adalah Jono Hatmodjo tidak membahas hukum dan kedudukan intelijen negara dalam praktis. Sedangkan penulis membahas dari dua sisi, yaitu intelijen dalam tataran teoritis dan praktis sekaligus. E. Kerangka Konseptual Pada
dasarnya
intelijen
merupakan
kebutuhan
bagi
setiap
negara
untuk
mempertahankan eksistensinya baik secara internal dan eksternal dari serangan musuh. Intelijen juga merupakan instrumen untuk memenangkan perang tanpa perang (to win a
67 war without a war). Sedangkan untuk Indonesia, sesuai dengan Preambule UUD 1945 dan Pancasila, intelijen adalah instrumen untuk memenangkan perdamaian tanpa perang (to win peace without a war). Oleh karenanya, di Indonesia, ilmu ini diabdikan untuk kepentingan bangsa (the universal of social conscience of man) yang lebih bersifat preventif dan persuasif agar dapat mendeteksi gejolak sosial di seluruh wilayah negara yang dapat membahayakan kedaulatan negara.21 Henderson berpendapat bahwa dalam semua abad, semua kaum intelek itu lebih memperhatikan diri sendiri dalam peperangan untuk meminimalisir resiko.22 Menurut Matthew B. Ridgway (KASAD AS) menilai, intelijen yang memadai merupakan dasar fundamental untuk mengkalkulasikan resiko, merumuskan tindakan, membangun fasilitas, material dan jasa, mengalokasikan sumber daya serta mengendalikan jalannya pelaksanaan tugas. Demikian juga pemikiran yang berkembang di TNI-POLRI. Hanya saja di lingkungan TNI, pengertian Intelijen dibagi menjadi :23 Pertama, intelijen sebagai produk. Kedua, intelijen sebagai organisasi. Ketiga, intelijen sebagai kegiatan. Namun ciri dasar intelijen adalah upaya mengumpulkan mengelola dan menggunakan bahan informasi tetap menonjol.24 Namun di sisi lain, ilmu intelijen diabdikan pada kepentingan penguasa. Begitu juga dengan negara-negara Komunis-Sosialis, seperti Rusia dan Republik Rakyat China (RRC), dimana ilmu intelijen diabdikan kepada Revolusi-Sosial yang digariskan oleh kepemimpinan diktator proletariat untuk menumbangkan sistem Kapitalisme. Bagi Thaliban atau aliran Islam ekstremist, ilmu intelijen diabdikan pada misi sakral untuk menunjang kebangkitan Islam (baca: jihad). Sebab dengan jihad mereka percaya
21
Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), halaman sampul
22
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h 48
23
Lihat Lampiran Eksistensi dan Penampilan Intelijen Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, h. l 49
24
68 dapat menghapus kedzaliman di dunia yang disebabkan oleh sistem demokrasi kapitalisme yang dianut oleh Amerika Serikat dan negara Barat pada umumnya. 25 Dasar intelijen sebagai instrumen negara dalam kategori jihad, juga terdapat dalam lembaran sejarah Islam yang secara dramatis terjadi pada abad ke VII M yakni pada permulaan dakwah Muhammad saw (periode Makkah).26 Dalam kurun waktu 13 tahun, Nabi tidak pernah berhenti mendapatkan intimidasi, ancaman teror dan berbagai rencana pembunuhan yang bertubi-tubi oleh orang-orang kafir Quraisy, seperti yang dilakukan Suraqah dan Umar sebelum masuk agama Islam.27
F. Metode Penelitian Salah satu tahapan yang urgen dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan metodologi yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap fenomena dan mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran realitas yang terjadi sesungguhnya. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian hukum normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.28 Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumenter. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu :29 25
Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. sampul pendahuluan. 26
Debby M. Nasutiaon, Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Peranannya Pada Masa Rassulullah Saw, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta , Cet II, 2003), h 63 27
Heri Sucipto, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003), h 40 28
Soerjono Soekamto dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Sinagkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), cet. VII h. 13
69 Pertama, sumber data primer, meliputi Keppres Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No. 52 Tahun 2005 dan Keputusan Presiden (Keppres) No. 62 Tahun 2003, tentang Perubahan Struktur Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)- (BIN) serta KUHP (kitab Undang-undang Hukum Pidana). Kedua, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti, rancangan perundang-undangan, hasil penelitian dan hasi karya dari kalangan hukum. Ketiga, bahan hukum tersier, yakni bahan
yang memberikan
petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset pustaka (library research) yakni proses pengidentifikasian secara sistematis penemuan-penemuan dan analisa dokumen-dokumen yang
membuat informasi berkaitan dengan masalah
penelitian.30 4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula pecandraan yang sistematis, faktual dan akurat menganai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi yang diteliti. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) yaitu menguraikan data melalui katagorisasi, perbandingan dan pencarian sebab akibat, baik menggunakan analisis induktif maupun metode deduktif.
29 30
Soerjono Soekamto dan Sri Mujdi, Ibid., h 24 Consuelo G. Sevilla (dkk), Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), cet I, h. 37
70 Sedangkan pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.”
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab. Adapun setiap bab merupakan spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu, yang terdiri dari: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan tentang dasar pemikiran yang menjadi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan yang menjelaskan alur berfikir penulis. BAB II MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA Dalam sub babnya akan dibahas tentang pengertian intelijen, kemudian dilanjutkan dengan sejarah intelijen Indonesia, mulai dari zaman kerajaan Hindu dan Budha, kerajaan Islam sampai pada zaman Belanda, Jepang dan Kemerdekaan. Selanjutnya tentang organisasi dan jenis intelijen Negara dan diakhiri dengan tugas dan fungsi intelijen Negara, serta intelijen dalam lembaga Negara. BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM Pada bab ini penulis menguraikan sejarah intelijen dalam Islam (Pra Kenabian), mulai dari pengertian intelijen dalam Islam, praktik intelijen pada masa Pra-Kenabian, praktik intelijen pada masa Nabi
Muhammad Saw.
Berikutnya adalah jenis-jenis intelijen pada Masa Nabi Saw yang meliputi; 1). Patroli dari Badar sampai ke Uhud. 2). Patroli dari Uhud sampai ke
71 Hudabiyah. 3). Pengaturan Patroli setelah Perang Ahzab. 4). Pakta Pertahanan Hudaibiyah dan terakhir perkembangan intelijen pasca Nabi Muhammad Saw BAB IV INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM Dalam bab ini meliputi pembahasan tentang hukum aktivitas intelijen (Tajassus), sanksi atas tindakan intelijen (Tajassus) dan analisis kedudukan intelijen Negara dalam ketatanegaraan Islam dan Indonesia. BAB
V PENUTUP Dalam bab lima ini, penulis membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.
72 BAB II MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA
A. Pengertian Intelijen Negara Suatu pengertian yang paling otentik adalah, pengertian secara etimologis yang terdapat dalam kamus dan Ensiklopedi31. Dari pengertian etimologis itulah kita dapat menginterpretasi pengembangan yang tidak terlalu jauh dari arti dasarnya. Kata intelligent menurut Habeyb, merupakan kata yang berasal dari bahasa Belanda dengan arti cerdas, cerdik dan pandai. Kata intellegentie juga diartikan sebagai daya yang menyesuaikan diri dengan keadaan baru, memanfaatkan alat berfikir untuk kecerdasan pikiran.32 Sedangkan Jhon Echols dan Hasan Sadli mengartikan kata inteligent dengan kecerdasan dan intelegensi. Sedangkan intelligentsia berarti kaum terpelajar atau cerdik pandai dan kata intelligible diartikan dapat dimengerti, jelas terdengar dan terang (Phone Call).33 Manurut Peter Salim kata intelligence yang pertama diartikan dengan kecerdasan, human being has much greater intelligence than any other animal (manusia memiliki tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari binatang apapun). Kedua, berita atau keterangan, Secret intelligent atau keterangan rahasia. Ketiga, diartikan sebagai Dinas rahasia, she works in intellijen for the CIA (dia bekerja pada CIA). 34
31
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999), h. 19
32
Habeyb, kamus popular, (Yogyakarta: Dian Yogyakarta 1999), cet. IX. h. 149
33
Jhon Echols dan Hasan Sadli, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta, PT Gramedia, 1995) cet XXI. h.
326 34
Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modrn English Press.1987), cet III. h. 978-979
73 Selain pengertian intelijen secara harfiah di atas, terdapat juga berbagai pengertian intelijen yang dirumuskan oleh para ahli intelijen dengan menambahkan berbagai ketentuan yang didasarkan pada pengalaman masing-masing selama menghayati kehidupan dan seluk beluk intelijen.35 Menurut Allen Dulles dalam bukunya The Creft Of Intelijen, intelijen adalah sesuatu yang berkaitan dengan segala hal yang harus diketahui sesegera mungkin
untuk
menunjang setiap inisiatif tindakan. Kemudian Ladislas Frigo mengartikan kata intelijen dengan kemampuan untuk memahami dan mengelola pemikiran dan hakikatnya intelijen adalah informasi yang dikomunikasikan atau informasi yang tidak bertahan lama dalam pikiran seseorang. 36 Jika dilihat dari instansi, maka intelijen didefinisikan sebagai
informasi yang
didevaluasi, yaitu informasi yang dapat dipercaya dan memiliki kredibilitas. Kalau dilihat dari fungsi dan aktifitasnya, intelijen adalah kegiatan yang terorganisasi untuk mengumpulkan informasi.37 Sedangkan definisi intelijen yang berkembang di Angakatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dibagi menjadi tiga kelompok38 yaitu: Pertama, intelijen sebagai
35
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya ., h. 46
36
Lihat Lampiran Skema Dasar Makna Intelijen
37
Emon Rivai Arganata, Intelijen Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 21-24
38
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 48
74 produk.39 Kedua, Pengartian intelijen sebagai Organisasi. 40 Ketiga pengertian intelijen sebagi tindakan.41
B. Sejarah Intelijen Negara Indonesia Dalam literatur Jawa kuno (masa kerajaan Majapahit) istilah intelijen dikenal dengan istilah Weri, Bleter dan Kecee serta telik sandi. Telik sandi digunakan aparat resmi dari keprajuritan kerajaan, atau pada zaman sekarang seperti upaya-upaya “Sandi Yudha” yang memiliki fungsi utama meninjau situasi medan dan lokasi serta kekuatan musuh. Sedangkan Weri, Bleter, dan Kecu digunakan untuk pekerjaan sejenis spionase, sabotase, propaganda atau provokasi pada masa seakarang. 42 1. Masa Kerajaan Hindu-Budha Jawa Tengah merupakan pusat kebudayaan pertama dan tertua di Indonesia. Tepatnya di sekitar pegunungan Dieng sejak abad 6-7 M telah berdiri kerajaan Kalingga yang bercorak Hindu. yang di kemudian hari menjadi cikal-bakal kerajaankerajaan di Nusantara43 Pada saat itu peradaban Hindu dan Budha saling menunjukan eksistensinya dengan gelar peperangan dan didukung armada yang besar dan teknik militer lebih maju kerajaan yang bercorak Budha mampu menahan. Hal ini menyebabkan lambat laun peradaban Hindu menjadi tenggelam dan akhirnya terjadi simbiose yang cukup
39
Hasil penelitian dan pengolahan dari data, fakta dan keterangan atau informasi yang di perlukan oleh seorang pemimpin sebagai bahan pengambilan keputusan. 40
Intelijen sebagai alat untuk mencapai tujuan dengan menggerakan kegiatan sesuai dengan fungsi dan peranannya serta memberikan Informasi sesuwai dengan tuntutan pimpinan yang berwenang dan bertanggung jawab. 41
Intelijen adalah sebagai tindakan yang mengarah pada upaya merncukupi kebutuhan pimpinan akan bahan informasi. 42 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 462-463 43
Ibid, h. 459-460
75 serasi. Simbiose tersebut dilukiskan dengan peninggalan candi-candi Hindu seperti Candi Loro Jongrang, Prambanan dan Borobudur. Pada abad 13-14, terjadi sebuah pergeseran peradaban Kerajaan Jawa ke Kediri, Jawa Timur, yaitu Kediri Kahuripan yang selalu berperang dan menumpahkan darah sesama keluarga, yang kemudian melahirkan kerajaan Majapahit dan puncak kejayaannya di bawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai patihnya. Dalam pencapaian keemasan itu tercatat tekad dan kesanggupan Maha Patih Gajah Mada yang tertuangkan dalam “Sumpah Palapa.”44 Selain itu Maha Patih Gajah Mada berhasil membangun dan menyusun kekuatan militer yang besar dan kuat.”45 Satu demi satu wilayah seperti Philipina, Vietnam, Kamboja, Thailand Selatan, dan Malaysia pun dapat ditaklukkan. Salah satu peperangan yang melegenda adalah perang melawan Kerajaan Pajajaran yang merupakan kerajaan besar dan sulit ditaklukkan. 46 Namun akhirnya terpaksa digunakan tipu
muslihat dan teknik intelijen yang diawali dengan misi
diplomasi dengan melamar putri Diah Pita Loka untuk dipersuntung raja Hayam Wuruk. 44
Isi sumpah Palapa adalah: Tidak akan berhenti Prihatin (Meninggalkan Kenikmatan Dunia) sebelum mampu menyetukan Nusantara 45
Gajah mada membentuk dan membenagun paukan keamanan kerajaan dan sebuan-serbuan keluar secara terpisah. Untuk pengamanan internal Gajam mada membentuk “ Bayangkara”, yang dilandasi dengan ikrar “Catur Prasetya”(1) Satya Haprabu (Setia kepada Negara dan Raja), (2) Hanyeken Musuh (mengenyahkan Musuh-musuh masyarakat), (3) Ginaung Pratidina(mengagungkan negara) dan (4) Tan satrisna (Tidak terikat trisna pada sesuatu). Samapai saat ini Bayangkara adalah perwujudan POLRI dan ikrar catur prasetya masih relefan sebagai dasar tekad perjuangan dan unutk itulah Catur Presatya dijadikan Karya POLRI. Lihat: Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 461 46
Kerajaan Pajajaran di pimpin oleh seorang Raja, Prabu siliwangi denga Gelar sri badungga maharaja, dan merupakan Kerajaan yang sanagt maju di bidang Agraris, setiap panen samapai 1000 kapal hasil Bumi di jual ke eropa dan maladewa. Rakyatnya makmur dan sejahtra dan bebas dari upeti (Pajak). Hal tersebut juga dapat kita jumpai di dalammkitab Waruga Jagad dari sumedang dan kitab pqanca kaki dari Ciamis. Dalam kitab tersebut di gunakan kata Gemuh pakuan untuk menunjukan bagaimana Makmurnya Pajajaran. Selain itu Pajajaran adalah Krajaan Pajajaran Memiliki armada tempur yang kuat Seperti pasukan gaja yang terlatih, Ribuan pasukan Kuda, dan prajurit Kavileri yang siap dengan Formasi tempur. Lihat: Setia Hidayat dan N Syamsuddin Ch Haesy, Sangkakala Pajajaran: Upaya Awal Mengeja dan Menyingkap Makna Rumpaka, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. 2004), h. 19
76 Melalui lamaran ini, berarti Kerajaan Pajajaran harus mengantarkan putri Diah Pita Loka ke Majapahit. Sayangnya, sesampainya di Bubat, pasukan Pajajaran dihadang
oleh
pasukan
Majapahit
dengan
permintaan
agar
mereka
“mempersembahkan” putri Diah Pita Loka kepada Hayam Wuruk. Seluruh pembesar kerajaan Pajajaran marah. Tanpa berpikir taktis, mereka bertekad agar lebih baik mati berkalang tanah daripada menyerahkan sang putri, dan akhirnya terjadilah perang yang dimenangkan oleh Majapahit . Pada dasarnya peristiwa di atas merupakan trik intelijen yang dideskripsikan oleh Gajah Mada dengan memancing keluar pasukan Pajajaran menuju Majapahit dengan seluruh pembesar kerajaan hanya untuk upacara perkawinan. 2. Masa Kerajaan Islam Para ahli sejarah tidak mempunyai kesepahaman dalam menentukan kapan Islam pertama kali masuk ke Indonesia, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan buktibukti sejarah yang mereka temukan. Paling tidak ada tiga teori kapan masuknya Islam ke Indonesia yaitu Teori Gujarat,47 Teori Makkah48 dan Teori Persia49. Dalam perkembangannya, Islam di Indonesia menjadi sentra kekuasaan yang membentang sepanjang pantai Utara seperti Gresik, Tuban, Demak dan Banten. Disinilah kemudian akhir kekuasaan kerajaan Majapahit, oleh kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah (putra mahkota Raja Brawijaya). Kemenangan kerajaan Demak
47
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. ( Perureula) tahun 1292. (Lihat: Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mahzab Negara: kritik atas politik Hukum Islam di Indonesia , (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 108 48
Teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung (Lihat: Azyumardi Azra, Islam di Asia tenggara, Pengantar Pemikiran”, Dalam Azra (ed.), Perspektisf Islam asia tenggara, (Jakarta , YOI, 1989), h. xi 49
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. (Lihat: Azyumardi Azra, Ibid).
77 atas kerajaan Majapahit menandai kebangkitan kerajaan Islam dan awal keruntuhan kerajaan Hindu dan Budha, sekaligus terusir dari Jawa Timur dan terkosentrasi di Pulau Bali.50 Peperangan kerajaan Demak dan Majapahit, diawali dengan penetrasi Islam ke peradaban Hindu, sampai para bangsawan dan pembesar kerajaan terpengaruh kuat oleh Islam dan membentuk hegemoni dan mendapat dukungan rakyatnya. Pengkondisian di atas tidak kalah hebatnya dengan yang terjadi pada masa modern, ketat, keras dan kadang kejam. Namun masih terbatas spionase, subversif serta sabotase. Adapun operasi intelijen saat itu masih dalam bentuk primitif. Seperti peristiwa pergeseran pusat kekuasaan dari Demak ke Pajang, dimana Raja Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menantu Raja Demak terakhir menghadapi Haryo Penangsang, penguasa daearah Jipang.
Karena kesaktian dan kekuatan kedua
penguasa relatif seimbang, keduanya lalu menggunakan trik intelijen untuk menghindari perang frontal dan terbuka. Selain itu, digunakan juga jalur diplomasi, melalui para ulama maupun para wali, seperti Sunan Kudus. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Sultan Agung saat berkuasa di Blambangaan (Banyuwangi-Jawa Timur) yang tidak bersedia tunduk dan patuh terhadap Mataram. Para agen-agen spionase di wilayah ini juga melakukan hal yang sama, yakni dengan melaporkan bahwa Blambangan telah menyiapkan diri menghadapi Mataram. Dalam menjalankan misi operasi intelijen, Sultan Agung juga berusaha memikat putri Mataram, Sidah Mirah yang telah mengaguminya saat ia menyamar sebagai punggawa kerajaan. Terkahir yang dilakukan oleh agen intelijen Mataram ditutup dengan provokasi yang mengisahkan bahwa orang-orang Mataram memiliki kemampuan membuat 50
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 462
78 perlengkapan persenjataan,
termasuk
peluru
meriam.
Walaupun
nyali raja
Blambangan tidak menciut, namun hal ini memaksanya untuk berfikir seribu kali, mencari cara menagalahkan Mataram. 3. Zaman Penjajahan Belanda Pada abad ke XVII, Belanda pertama kali masuk ke Indonesia dan menjadikan selat Malaka sebagai pintu gerbangnya. Setelah melakukan pengauasaan atas pelabuhan dan memonopoli perdagangan, timbullah perlawanan terutama dari rajaraja dan penduduk pribumi. Diantaranya adalah Sultan Agung dari Mataram yang menggempur pertama
pusat kekuatan Belanda di Jayakarta (Jakarta). Pada penyerangan
Sultan
Agung
hanya
menghitung
jumlah
kekuatan
lawan
tanpa
memperhitungkan teknologi modern persenjataan Belanda dan hasilnya gagal. Begitu juga pada penyerangan kedua dan ketiga dimana Belanda lebih siap mengantisipasi, melalui perkiraan intelijen yang akurat dan baik. Setelah wafat, Sultan Agung digantikan oleh Amangkurat I, yang terkenal sebagai raja paranoid. Sebagai raja, ia bersongkokol dengan Belanda dalam memberikan informasi dan petunjuk untuk melakukan operasi intelijen dengan nama operasi “Bersih Lingkungan”51 yakni menimbulkan kekacauan besar dan suasana chaos, apabila operasi gagal. Dari aspek intelijen, maka dapat diperoleh gambaran bahwa intelijen Belanda lebih memiliki keunggulan dalam memprediksi dan membaca kemampuan lawan. Belanda mengembangkan kemampuan aparat intelijen dengan merekrut polisi penjajahan yang bertugas pokok Counter Intelijence, untuk mendeteksi keadaan dan kondisi serta potensi perlawanan masyarakat. Data-data dari intelijen itulah Belanda mampu membendung dan mematahkan setiap perlawanan masyarakat yang masih bersifat kedaerahan seperti perang yang dilancarkan pengeran Diponegoro (Jawa 51
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 471
79 Tengah), Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat), Tengku Umar dan Cut Nyak Dien (Aceh), Sultan Hasanuddin (Sulawesi) serta Pattimura (Maluku) selama tiga setengah abad lamanya. Belanda juga mampu mengintensifkan kebijakan Cultur Stelsel atau tanam paksa sebagai upaya menutupi kas yang telah digunakan sebagai ongkos perang. Atas kesengsaraan itulah produk intelijen yang disetujui untuk dilaksanakannya politik etis atau politik balas budi. Belanda kemudian menjalin kerjasama dengan para pangreh praja yang difungsikan sebagai jaringan “Telik Sandi”, dengan kemampuan dan kewenangan dalam counter Inteligence, counter spionase, serta menjaga keamanan dan menegakkan kekuasaan Belanda. Pada perkembangannya, secara tidak resmi Voor Inlandsche dan Cheneesche Zaken difungsikan sebagai badan intelijen bagi pemerintah kolonial Belanda, dan baru pada tahun 1920 Belanda mendirikan Politieke Inlictingen Dienst (PID) sebagai dinas intelijen resmi dan di bawah pemerintah dalam negeri Belanda, yang bertujuan memata-matai pergerakan nasional Indonesia. 4. Zaman Pendudukan Jepang Kedatangan Jepang ke Indonesia sebenarnya dipicu dari kebutuhan akan banyak bahan baku alat perang, personil perang dan logistik untuk menyokong Perang Asia Timur Raya. Semua itu dibungkus dengan hukum perang yang penuh dengan kecurigaan dan kewaspadaan yang tinggi dan hasilnya kekejaman dan perampasan hak-hak rakyat, lebih dashyat dari penjajahan Belanda. Intelijen Jepang yang bertugas sebagai counter spionase berklasikasi sebagai Polisi Rahasia bernama Ken Pe Tai yang berfungsi memelihara keamanan dan ketertiban. Bahkan Jepang saat itu juga dapat menggempur markas besar AS pada Perang Dunia II di Pearl Harbour tanpa diketahui oleh intelijen AS.
80 Pada zaman pendudukan Jepang, pontesi intelijen perorangan Indonesia dilakukan dengan mendengarkan radio sekutu dan komunikasi dari mulut ke mulut agar prediksi ke depan dapat dilakukan. Pada saat itu nampak jelas bahwa perang intelijen perorangan atau mengadu kecerdasan untuk memperoleh keunggulan tidak terkoordinasi dengan baik. Walapun masing-masing hanya mengejar informasi dan berupaya mengolah serta mengevaluasi sendiri atau dengan kawan-kawan.52 5. Pasca Kemerdekaan Setalah pada tanggal 17 Agustus Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerderdekaan RI, tidak serta merta cengkraman penjajah lepas dari bumi pertiwi. Bahkan setelah detik-detik proklmasi suasana semakin mencekam. Karena NICA (Nederland Indies Civil Administration) membonceng sekutu pada 08 September 1945 dengan alasan Jepang menyerah kepada sekutu bukan kepada Indonesia. Sehingga dua tahun pertama pemerintahan RI selalu diguncang berbagai pertempuran.53 Sejalan dengan itu, pemerintah tetap melengkapi alat perlengkapan negara54 sampai pada masa tiga tahun berikutnya (1947-1949) yang masih diwarnai perjuangan berupa pertempuran membangun kemantapan kehidupan bernegara. Mengingat intelijen pada saat itu masih belum tertata dengan baik, maka pertempuran intelijen sangat hebat. Di lain pihak, intelijen juga selalu aktif melihat gerak langkah Belanda dengan jelas. Melalui ketajaman intelijen, pasukan gerilya di 52
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 482
53
Insiden bendera di Surabaya (19/09/1945), pertempuran lima hari di Semarang (15/10/1945), serangan Umum 10 November di Surabaya (10/11/1945), perang Amabarawa (21/11/1945), pertempuran medan Area (10/12/), Karawang-Bekasi (19/12/1945), bandung lautan api (23/03/1946)pereng Puputan Bargarana di Bali (29/11/1946)pembantaian oleh westerling (07/12/1946) dan lain-lain, Lihat Kunarto, Ibid., h. 484 54
Setelah proklamasi (17-08-1945), pengesahan UUD (18-081945), BKR ditetapkan menjadi TKR (05-10-1945), pengangkatan panglima TKR (18-12-1945 ). Pembentukan cabinet I, II, dan III, mendirikan akademi militer, mendirikan perguruan tinggi Gajah mada, BNI 46, TNI AU, Polisi di keluarkan dari Depdagri, penerbitan Uang RI, Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 484
81 bawah komando Jendral Soedirman tidak dapat dihancurkan oleh Belanda dengan teknik perang gerilya. Selanjutnya, taktik Devide et Impera juga diberlakukan pada masa demokrasi liberal (1950-1959) yang ahnya enam bulan dengan usulan intelijen Belanda. Indonesia dalam hal ini akhirnya menyadari bahwa RIS (Repuplik Indonesia Serikat), merupakan bagian upaya pelestarian strata politik pecah belah yang sewaktu-waktu bisa menjadi “bom waktu”. Kemudian pada masa demokrasi terpimpin, terjadilah konfrontasi dengan Malaysia, yang dipertegas dengan Dwi Kora (Dwi komando Rakyat) pada 03 Mei 1964) yang kemudian menjadi perang terbuka. Dalam hal ini, Malaysia yang dibantu oleh intelijen Inggris luput menilai bahwa pasukan RI mempunyai semangat juang yang tinggi dan berani mati. Perkembangan selanjutnya adalah masa kelahiran Orde Baru (Orba) yang ditandai dengan peristiwa perebutan kekuasaan atas perintah RI oleh PKI (G 30 S/PKI). Surat perintah sebelas Maret (Supersemar) adalah alat yang memberikan kekuasaan penuh kepada Jendral Soeharto menumpas kekuatan PKI sampai ke grass root, menangani masalah sosial politik, ekonomi dan budaya secara simultan, sehingga membuahkan hasil yang luar biasa.. Melalui dukungan ABRI, Soeharto semakin menjadi Orba mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi peristiwa huru-hara Malari pada 15 Januari 1974, yang dapat diatasi dengan sistem Intelijen yang kuat. Ia juga membentuk KOPKAMTIB (Komando Keamanan dan Ketertiban) pada 03 Maret 1969 yang bermakna operasi intelijen diperkuat dan dipertajam. Pada tahun 1971 diadakan pemilihan umum kedua bagi bangsa Indonesia yang dimenangkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI). Melalui operasi intelijen yang intensif, kemenangan ini dapat merubah keadaan 180 derajat dengan menjadikan
82 Golkar
sebagai pemenag dan mengantarkan Soeharto pada suksesi pelantikan
presiden pada 24 Maret 1973 dimana sampai lima pemilu berikutnya pola operasi yang sama terus ditingkatkan.
C. Organisasi dan Jenis Intelijen Negara 1. Organisasi Intelijen Negara Dengan dibentuknya badan istimewa yang dipimpin oleh Zulkifli Lubis55 maka dimulailah titik awal sejarah organisasi intelijen Negara yang ketika itu menginduk kepada Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bermetamorfose menjadi TNI. BKR, pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) yang menginduk pada kementrian pertahanan, ketika RI dipindahkan ke Yogyakarta dan mempunyai akses langsung kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya BRANI membentuk FP (Field Preparation), dengan tugas, sabotase, passwar, penggalangan, perlawanan terhadap Belanda, penyusupan ke pihak lawan hingga penyelundupan sejata, sebagai Intelijen tempur dan territorial. Saat ini Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Intelijen. Kepala BIN periode 2004-2009 adalah AM Hendropriyono yang digantikan oleh Mayjen (Purn) Syamsir Siregar. Adapun struktur organisasi BIN telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 52/2005. BIN dalam hal ini dipimpin oleh seorang Kepala yang 55
Dalam memoarnya, zulkifli mengaku merekrut 40 pemuda, kebanyakan perwira pete Gyigu, sebelum terjun kelapangan, mereka ia bekali dengan latiahan informasi militer, sabotase, dan psywar. Zulkifli lubis adalah bekas perwira peta, dan memdapatkan pendidikan intel dari Sienen Dojo sebuah lembaga pengemlengan pemuda, Jepang. Selain itu zulkifli juga pernah menjadi intel di satuan militer Jepang di singapura. Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya.., h. 526
83 merupakan jabatan setingkat Menteri. Kepala BIN dibantu oleh seorang Wakil Kepala, satu Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama, satu Inspektorat Utama (dikepalai oleh seorang Inspektur Utama), dan lima Deputi, 1). Deputi Bidang Luar Negeri, 2). Deputi Bidang Dalam Negeri, 3). Deputi Bidang Kontra Intelijen, 4). Deputu Bidang pengolahan dan produksi, 5). Deputi bidang teknologi) serta lima orang Staf Ahli 1). Staf Ahli Bidang Politik, 2). Staf Ahli Bidang Ekonomi, 3). Staf Ahli Bidang Hukum, 4). Staf Ahli Bidang Sosial Budaya, 5). Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan)56 2. Jenis Intelijen Negara Intelijen dapat dibedakan menurut jenisnya, yaitu, pertama; intelijen militer, tujuannya adalah mengumpulan dan pengolahan (processing), menyebarkan info tentang dinas angkatan bersenjata negara musuh. Subjek sasarannya adalah militer musuh yang potensial dan militer negara lain atau negara tetangga yang dapat mempengaruhi keamanan negara kita dengan persiapan lapangan (field preparation)57 Kedua, intelijen politik, bertujuan mengumpulkan informasi berkenaan dengan negara-negara asing dan kemungkinan pengaruhnya terhadap hubungan internasional. Dalam hal ini negara pertama mempunyai kepantingan (interest) untuk memproses informasi dan penyeberaannya (distribution) dengan subyek sasaran: pertama, kebijakan dasar (basic policy) meliputi fakta-fakta tentang pendukung yang ada di negara tersebut, bentuk masyarakat dan sejarah, tradisi dan watak nasional negara. Kedua, bentuk pemerintahan (rezim) meliputi organisasi pemerintahan negara, pejabat negara, studi organisasi dan birokrasi.
56
57
Lihat: Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 52/2005.
Persiapan lapangan (filed reparation) adalah studi tentang daerah daqn wilayah di mana oprasioprasi militer terhadapa musuh dapat dilakukan atau dianggap penting bagi kekuatan militer kita unutk mencapai suatu tujuan. Lihat; Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (intelligence as a Science.,h. 84.
84 Ketiga, politik luar negeri, ruang lingkup sasarannya adalah yang melindungi kepentingan nasional ditinjau dari sudut geografi, ekonomi, ideologi, serta metodemetode dan tradisi diplomasi nasional, serta faktor-faktor di dalam negara yang mempengaruhi perencanaan dan perumusan dan pelaksanaan polilik luar negeri, seperti kelompok penekan (pressure group). Ketiga, intelijen ekonomi. Tujuannya adalah: pertama, mencari informasi hingga batas mana, dengan cara apa faktor potensi militer mempengaruhi politik luar negeri. Kedua, menyingkap kerawanan ekonomi negara sasaran dan menganalisis kelemahan yang dapat dimanfaatkan apabila terjadi perang lewat sabotase dan sebagainya. Ketiga, mencari informasi apakah negara yang sedang dipelajari mempunyai kemampuan untuk menyarang negara lain dengan kemampuan ekonominya. Keempat, dalam masa perang, intelijen ekonomi harus dapat memperkirakan ketahanan ekonomi menghadapi peperangan (pemboman, blokade, embargo dan sebagainya) terhadap negara sasaran terutama potensi militernya Keempat, intelijen geografi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memproses informasi yang bekenaan dengan suatu wilayah negara sasaran, Informasi yang didapat digunakan secara langsung untuk perencanaan militer, baik dalam tingakat strategis, operasional maupun teknis. Subyeknya adalah: pertama, daerah aktuil atau daerah berpotensi dari negara sasaran, yaitu melingkupi topogari, jalan-jalan dan hubungan lalu-lintas baik darat, laut, mapun udara, bukit-bukit strategis, pusat komunikasi, sumber air dan faktor-faktor topografi yang mempengaruhi setiap bentuk perang. Kedua, sasaran-sasaran sabotase (pusat-pusat penduduk, instalasi industri, pusat syaraf
pemerintah, pusat ekonomi, watak-watak mental yang khusus pada
penduduk dari berbagai daerah dan sebagainya) seperti udara atau cuaca mempengaruhi operasi militer.
yang
85 Kelima, intelijen teknologi dan ilmiah (scientific), dengan tugas sebagai pengumpul, pemproses dan penyebaran informasi yang menyangkut subyek-subyek ilmiah dan teknologi yang lambat laun akan menjadi bagian penting di masa mendatang. Ruang lingkup utamanya adalah bidang elaktronik, computer sains, bidang biologi, senjata perang konvensional, baik senjata perang biologi maupun kimia, dan alat perlengkapan
seperti wereles, cable, internet, teleprinter, photo
metric, infrared, remote control devices. Keenam, intelijen biografi yang berfungsi sebagai pengumpul,
pemproses
informasi dan penyebarannya (dissemination) yang berhubungan dengan pribadi pemimpin pemerintah Negara asing yang dapat mempengaruhi keamanan dan politik luar negari negara sasaran dengan subyek riwayat hidup, karakter, kesanggupan, perwatakan dan pendidikan. Selain itu mengumpulkan informasi tentang visi politik dan kepercayaan, kedudukan pribadi, titik kelemahan yang dimanfaatkan melalui metode-metode klandestin58 dengan memanfaatkan sumber terbuka dan sumber tertutup yang digunakan untuk mengetahui titik kelemahan.
D. Tugas dan Fungsi Intelijen Negara Pada dasarnya semua tingkatan intelijen mempunyai tiga tugas dan fungsi yang sama dan bersifat universal,59 yang itu meliputi penyelidikan inteligence),60 pengamanan
58
Klandestin adalah semua kegiatan atau tindakan rahasia deangan tujuan mengalahkan musuh tanpa menyebabkan perang terbuka termasuk di dalamnya sabotase dan perang urat syaraf. Lihat; Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 58. 59
Lihat Lampiran Skema Kerja Intelijen Sebagai Suatu Aktivitas dan Anatomi Intelijen Sebagai Knowledge 60
Dalam penyelidikan Intelijen mengunakan rumusan standar W5+H (What, Who, When, Where, Why, How). Jawaban-jawaban dari rumusan pertanyaan tersebut berupa indikator-indikator dan keterangan (Baket) yang harus dicek dan ricek. Lihat; Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science)., h 15
86 (security),61 dan penggalangan (prerconditing). Perbedaannya hanya terletak pada luas dan skala kegiatan intelijen tersebut yang dipengaruhi oleh sasaran dan kegunaannya.62 Semua tugas dan fungsi di atas bertujuan untuk menggagalkan ancaman terhadap kedaulatan negara, keselematan bangsa dan integritas wilayah negara melalui pengamatan secara terus menerus dan bersifat sistematik
terhadap potensi-potensi yang bisa
menimbulkan ancaman.63 Dalam melakukan aktivitasnya, intelijen menjalankan tugasnya secara kontinyu, berlanjut dan berulang dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan keterangan, pengolahan keterangan, penyampaian dan penggunaan untuk mendapatkan Intelijen yang berkaitan dengan ancaman dan atau peluang ancaman. Proses kinerja intelijen64 ini harus dipahami dan dikuasai oleh setiap aparat intelijen untuk
dapat
menyediakan
dan
memberikan
intelijen
yang
aktual
kepada
komandan/pimpinan sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk itulah tugas intelijen dimulai
dengan
perencanaan,
pengumpulan
keterangan,
pengolahan,
kemudian
penyampaian dan penggunaan yang ditindaklanjuti dengan evaluasi akhir. 65
1. Perencanaan
61
Dalam fungsi Intelijen sebagai pengamanan (security) dikenal security pasif (negartif) dan security aktif (Positif). Security pasif (negatif) berarti melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan. Baik dalam kegiatan operasi Intelijen terbuka maupun operasi Intelijen tertutup (klandestin) secara depensif. Sekuritas pasif mempunyai unsure sebagai berikut: a) Concleament (menyembunyikan laporan sumber). b). Klasifikasi (tingkat kerahasiaan laporan). c). Kepercayaan atas sumber. d). Komponen-komponen evaluasi. e). Perubahan dalam penilaian kepercayaan dan f). Karakter baket (informasi). Adapun security Aktif (positif) adalah sikap melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan dengan melakukan oprsasi Intelijen secara opensif (terbuka atau tertutup) 62
Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science)., h. 3
63
Bijah Subijanto, Restorasi Intelijen: Memperkuat Sistem Korporat, Memperkokoh Sistem Nasional, (Jakarta: Jatidiri, 2004), h. 4 64
65
Lihat Lampiran Lingkaran Intelijen (Intelijen Cycle)
Nurdin, Pengertian Intelijen, http://empiris-homepage.blogspot.com/2008/02/tekhnik-intelijen.html. Artikel diakses pada 10 Agustus 2008.
87 Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk merumuskan kebutuhan dari keinginan pimpinan/komandan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok di lapangan, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan sistematis. Tahap perencanaan dilakukan oleh staf intelijen setelah menerima petunjuk/perintah dari komandan/pimpinan atau tugas yang dicari sendiri. Tahap ini sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pokok. 2. Pengumpulan keterangan Dalam proses pengumpulan keterangan, intelijen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kegiatan Intelijen Adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan secara rutin dan terus menerus yang dilaksanakan semua satuan didasarkan suatu tata kerja yang tetap. b. Operasi Intelijen Adalah segala usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang terencana dan terarah untuk mendapatkan keterangan atau menciptakan/merubah kondisi yang dikehendaki dan atau untuk melawan jaring intelijen lawan untuk kepentingan pengamanan. Untuk mendapatkan keterangan yang tepat guna dan tepat waktu maka diperlukan taktik dan teknik dalam pengumpulan keterangan yang tepat yang disesuaikan dengan keadaan sasaran dan akses terhadap sasaran. Taktik ini meliputi matbar, wawancara, interogasi, penjejakan, penyusupan, pengintaian dan penyadapan. Sumber keterangan bisa berasal dari satuan sendiri maupun di luar yang berpedoman kepada nilai kepercayaan yang terdiri dari perorangan, organisasi, naskah, barang dan kegiatan. 3. Pengolahan
88 Kegiatan pengolahan adalah bahan keterangan yang telah diterima diolah melalui proses pencatatan, penilaian dan penafsiran, sehingga bahan keterangan yang awalnya masih merupakan bahan mentah ditransformasikan menjadi intelijen. Tahap akhir dari proses ini adalah mengambil kesimpulan dari hipotesis-hipotesis yang dikembangkan. 4. Penyampaian dan Penggunaan Penyampaian dan penggunaan merupakan tahap/langkah akhir dari roda perputaran intelijen, yang telah disusun dalam bentuk produk intelijen untuk disampaikan kepada pengguna. Agar dapat dipergunakan maka produk intelijen yang telah disusun harus tepat waktu dan dapat menjawab tuntutan tugas. 5. Evaluasi Akhir Evaluasi akhir adalah untuk mengetahui sejauh mana hambatan-hambatan yang dialami dilapangan dari rangkaian proses intelijen tersebut. Evaluasi berkaitan dengan penilaian atas proses berulang dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan keterangan, pengolahan keterangan, penyampaian dan penggunaan untuk mendapatkan intelijen yang berkaitan dengan ancaman dan atau peluang ancaman.
E. Intelijen dalam Lembaga Negara Selain Badan Intelijen Negara (BIN), Indonesia juga memiliki intelijen dalam beberapa lembaga negara, antara lain: 1. Intelijen TNI Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando markas besar Tentara Nasional Indonesia.66 BAIS bertugas untuk menyuplai berbagai analisis inteljen dan strategis
66
Lihat Lampiran Struktur Organisasi Mabes TNI, TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Departemen Pertahanan RI (PER/01/M/VIII/2005)
89 yang aktual maupun perkiraan ke depan-biasa diseut jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang-kepada Panglima TNI dan Departemen Pertahanan.67 BAIS berawal dari Pusat Psikologi Angkatan Darat (PsiAD) milik Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) untuk mengimbangi Biro Pusat Intelijen (BPI) di bawah pimpinan Subandrio, yang banyak menyerap PKI.68 Di awal Orde Baru, Dephankam mendirikan Pusat
Intelijen Strategis
(Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PsiAD yang sebagian besar dilikuidasi ke dalamnya.69 Pusintelstrat dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani. Pada era ini, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang bernamaSatgas Intelijen Kopkamtib. Badan inilah yang di era Kopkamtib berperan penuh sebagai Satuan Intelijen Operasional yang kewenangannya sangat superior.70 Pada tahun 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh Panglima ABRI.71 Sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil Kepala dan pada tahun 1986 untuk menjawab tantangan, keadaan BIA diubah menjadi BAIS. Perubahan ini berdampak pada restrukturisasi organisasi yang harus mampu mencakup dan emnganalisis semua aspek strategis pertahanan keamanan dan pembangunan nasional. Namun belum lagi restrukturisasi dilaksanakan, terjadi lagi perubahan, dimana BAIS
67
Nurhadi Purwosaputro, Pro Kontra Koter, Republika, 26 November 2005
68
Zaedan K, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
69
Badan Intelijen Strategis, http://id.wikipedia.org/wiki/Badan _Intelijen_Strategis
70
Zaedan K, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
71
BAIS dipimpin oleh seorang perwira tinggi berbintang dua. Mereka yang pernah menjadi Kepala BAIS (KaBAIS) diantaranya adalah: 1) Brigadir Jendral TNI L.B. Moerdani, 2) Letnan Jendral TNI Tyasno Sudarto, 3) Marsekal Madya TNI Ian Santoso, 4) Mayor Jendral Mar Muhammad Lutfie, 5) Mayor Jendral TNI Syafnil Armen, SIP, SH, MSc. Lihat, TNI: Tanggapan untuk IMparsial, 21 November 2006.
90 dikembalikan menjadi BIA, yang artinya secara formal lembaga ini hanyamelakukan operasi intelijen militer.72 Jabatan Kepala BIA kemudian tidak lagi dirangkap oleh Panglima ABRI. Perubahan kembali dari BAIS menjadi BIA, dapat dianggap sebagai bagian dari kapanye de-Benisasi (menghilangkan pengaruh L.B. Moerdani). Kekuatan politik dominan di era akhir tahun 1980-an berpendapat bahwa BAIS masih berada dalam pengaruh L.B. Moerdani yang pada waktu telah pensiun. Isu berkembang subur, karena sampai tahun 1987 L.B. Moerdani masih memiliki ruang di kompleks BAIS (Tebet-Jakarta Selatan) dan sering tidur di sana.73 Pada tahun 1999, BIA kembali menjadi BAIS TNI
dan Markas Komandonya terletak di kawasan Tebet, Jakrta
Selatan. BAIS memiliki satuan militer yang disebut Satuan Induk Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang bermarkas di Cilandek-Bogor-Jawa Barat. Selain itu, aparat intelijen memiliki peranan yang sangat penting dan sangat menentukan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok komando. Fungsinya sebagai mata dan telinga satuan, baik dalam pengamanan tubuh maupun dalam penggalangan terbatas di lapangan merupakan acuan dasar bagi pengambilan keputusan pimpinan. Karenanya keakuratan data dan informasi yang disajikan oleh aparat intelijen harus dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mendapatkan keakuratan data intelijen yang dapat dipertanggungjawabkan seperti ini, tentunya harus di dukung oleh tingkat analisis yang tajam. Pemantapan tugas-tugas intel yang berkaitan dengan antisipasi kelompokkelompok radikal, baik kelompok radikal kanan, kelompok radikal kiri dan kelompok radikal lainnya, juga diberikan pada anggota TNI sebagai pembekalan untuk
72 73
Zaedan K, Ibid. Badan Intelijen Strategis, http://id.wikipedia.org/wiki/Badan _Intelijen_Strategis
91 mengantisipasi adanya berbagai kelompok-kelompok radikal yang dinilai dapat merbmbahayakan kedaulatan negara secara internal. Untuk itu, dalam tubuh TNI, sangat diperlukan berbagai latihan yang sesuai dengan perkembangan situasi yang aktual dan obyektif terhadap sasaran nyata. Penyelenggaraan gladi pemantapan tugas satuan intel ini juga dilaksanakan secara simultan oleh Denintel, tim Intelrem, unit tim Inteldim dan diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas guna terciptanya stabilitas keamanan yang diharapkan. 2. Intelijen POLRI Setelah lebih dari tiga puluh tahun, intelijen Polri74 mengalami masa kegelapan, momentum pemisahan Polri dari TNI menjadi titik pijak untuk menata kembali lembaga intelijen keamanan tersebut. Harapan agar Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri memiliki tugas dan fungsinya layaknya Special Branch di Inggris ataupun Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), yang menjadi cikal bakal intelijen Polri masih kuat mengakar. PAM memiliki tugas pokok yang meluas dan melebar, tidak fokus hanya pada intelijen kriminalitas, ataupun intelijen dengan keamanan dengan ‘k’ kecil. Baintelkam Polri yang (sementara) diatur integral dalam Keputusan Presiden (Perpres) No. 70 tahun 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Kepolisian Negara RI Pasal 21 memang masih membuka ruang bagi kemungkinan tugas pokok yang meluas dan melebar. Akan tetapi, sejalan dengan penataan organisasi Polri agar sinergis dengan prinsip dan nilai demokrasi serta HAM, maka Baintelkam Polri secara bertahap menjadi intelijen yang membantu tugas pokok Polri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2002, Tentang Polri. 75
74
Lihat Lampiran Struktur Organisasi POLRI Muradi, Intelkam Polri dan Negara Demokratik, http://muradi.wordpress.com/ 2007/06/19/intelkampolri-dan-negara-demokratik/. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009. 75
92 Beradasarkan Perpres tersebut, maka tugas pokok dan fungsi satuan intelijen keamanan adalah sebagai berikut:76 a) Tugas Pokok Sebagai mata dan telinga kesatuan Polri yang berkewajiban: 1. Melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat. 2. Mengidentifikasi ancaman, gangguannatau hambatan terhadap Kamtibmas (Kemanan dan ketertiban masyarakat). 3. Melaksanakan pengamatan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam masyarakat di bidang Ipoleksosbudhankam (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan) bagi kepentingan yang membahayakan masyarakat khususnya dalam kegiatan kontra intelijen 4. Menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan dalam masyarakat bagi pelakasanaan tugas Polri. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Intelkam memiliki unit kerja sebagai berikut: a. Unit Bidang Sosial Ekonomi b. Unit Bidang Sosial Budaya c. Unit Bidang Keamanan d. Unit Bidang Politik e. Unit Jihandak (Perijinan Senjata dan Bahan Peladak) f. Unit Undercover g. Unit POA (Pengawasan Orang asing) b) Fungsi
76
Kompol Antonius Dwi .Hs.Sik,, Satuan Intelikam Keamanan, http://www.jaksel. metro. polri. go.id/index.php? option=com.content&task=view&id=81&Itemid=89.Diakses pada tanggal 12 Februari 2009.
93 Pengamanan dan penggalangan untuk keperluan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian, terutama penegakan hukum, pembinaan Kamtibmas, serta keperluan tugas bantuan pertahanan dan kekuatan sosial. Direktorat Intelijen dan Keamanan 1. Direktorat Intelkam Polda (Intelijen Keamanan-Polisi Daerah)77 adalah badan pembantu dan pelaksanaan pada tingkat Mapola bertugas melaksanakan pembinaan fungsi intelijen dan pengamanan Kepolisian (Intelpampol) dalam lingkungan Polda serta menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi tersebut, yang bersifat regional/terpusat pada titik daerah, dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasuonal pada tingkat kewilayahan dalam lingkungan Polda. 2. Dit Intelkam bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian baik sebagai bagian dari kegiatan satuansatuan atas maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan operasional Polda dan peringatan dini bagi seluruh jajaran Polda serta memberikan pelayanan administrasi & pengawasan senjata api/bahan peledak, orang asing dan kegiatan sosial/politik masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 3. Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud,
Dit
Intelkam
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a) Pembinaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian dan kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Dit Intelkam dalam lingkungan Polda. b) Penyelenggaraan
kegiatan
operasional
intelijen
keamanan
guna
terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early
77
Organisasi Intelijen Keamanan POLRI di Tingkat POLDA.
94 warning) termasuk melalui pemberdayaan seluruh personel dalam mengemban fungsi intelijen c) Pengumpulan,
penyimpanan
dan
pemutakhiran
biodata
tokoh
formal/informal organisasi sosial/masyarakat/politik/pemerintah d) Penyelenggaraan dokumentasi dan penganalisaan terhadap perkembangan lingkungan strategik serta penyusunan produk intelijen baik untuk kepentingan pimpinan maupun untuk mendukung kegiatan operasional intelijen e) Penyusunan perkiraan intelijen keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan f) Pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak dan kegiatan sosial / politik masyarakat dan surat keterangan rekaman kejahatan (SKKRK/criminal record) kepada masyarakat
yang
membutuhkan serta melakukan
pengawasan/pengamanan atas pelaksanaannya 4. Dit Intelkam dipimpin oleh Direktur Intelkam, disingkat Dir Intelkam, yang bertanggung jawab kepada Kapolda dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolda 5. Dir Intelkam dibantu oleh Wakil Dir Intelkam, disingkat Wadir Intelkam, yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam.
Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi Direktorat Intelejen dan Keamanan
95 1. Subbagrenmin (Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi) adalah unsur pelaksana dan pelayanan staf pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir Intelkam. 2. Subbagrenmin bertugas merumuskan/menyiapkan rencana/program kerja & anggaran termasuk rencana dan administrasi operasional&pelatihan dan menyelenggarakan pelayanan urusan administrasi, urusan ketatausahaan dan urusan dalam dan pelayanan keuangan Dit Intelkam. Termasuk pembinaan fungsi Intelkam dalam lingkungan Polda. 3. Subbagrenmin
dipimpin
oleh
Kepala
Subbagrenmin
disingkat
Kasubbagrenmin yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wadir Intelkam. Bagian Analisis Dit Intelkam 1. Bag Analisis adalah unsur pelaksana staf pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir Intelkam. 2. Bag Analisis bertugas mengumpulkan data / informasi dari media masa / sumber lainnya dan melakukan analisis terhadap setiap perkembangan keadaan yang perlu mendapat perhatian pimpinan serta menyusun perkiraan intelijen keamanan dan menyajian hasil analisis termasuk mendokumentasikan Produk Intelijen dan Literatur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan fungsi Intelkam. 3. Bag Analisis dipimpin oleh Kepala Bagian Analisis, disingkat Kabag Analisis yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wadir Intelkam. 4. Kabag Analisis dalam melaksanakan tugas keawajibannya dibantu oleh : 1) Kepala Sub Bagian Produksi disingkat Kasubbag Produksi 2) Kepala Sub Bagian Dokumentasi & Literatur disingkat Kasubbag Satuan Operasional Dit Intelkam
96 a. Sat Opsnal adalah unsur pelaksana pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir Intelkam. b. Sat Opsnal bertugas menyelenggarakan kegiatan operasional Intelijen keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning) termasuk pengumpulan biodata tokoh formal/informal organisasi sosial masyarakat/politik/pemerintah dan pengawasan/pengamanan orang asing, senjata api dan bahan peledak dan kegiatan sosial/politik masyarakat.
c. Sat Opsnal dipimpin oleh Kepala Sat Opsnal disingkat Kasat Opsnal yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas seharihari berada dibawah kendali Wadir Intelkam. d. Sat Opsnal terdiri dari sejumlah unit yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Unit disingkat Kanit. e. Jumlah Sat Opsnal pada Dit Intelkam dan jumlah unit pada masing-masing Sat Opsnal disesuaikan dengan tipe dari masing-masing Polda dan pembagian tugasnya diatur lebih lanjut oleh Dir Intelkam sesuai arahan Kapolda. Seksi Pelayanan Administrasi Dit Intelkam a. Si Yanmin adalah unsur pelayanan administrasi pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir Intelkam. b. Si
Yanmin
bertugas
memberikan
pelayanan
termasuk
pengawasan
administrative dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak kegiatan sosial/politik masyarakat dan surat keterangan rekaman kejahatan (SKRK/Kriminal record) bagi masyarakat yang membutuhkan.
97 c. Si Yanmin dipimpin oleh Kepala Si Yanmin, disingkat Kasi Yanmin yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas seharihari dibawah kendali Wadir Intelkam. 3. Intelijen KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)78 Sejak terjadinya pemerasan saksi atas kasus korupsi PT Industri Sandang, satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKP Suparman dipenjara. 79 Belajar dari kasus tersebut, lembaga antikorupsimemperkuat fungsi pengawasan internal dengan menerapkan sistem untuk mendorong adanya wistle blowing internal. Menurut Ketua KPK Antasari Azhar, ada beberapa orang yang ditunjuk dan dilatih khusus untuk melakukan tugas pengawasan. Intel KPK juga dididik di tempat khusus dan dilantik langsung oleh pimpinan dan praktis, para pegawai tidak akan tahu siapa saja mereka.80 Awal mulanya mengapa harus ada intelijen dalam tubuh KPK adalah ketika tim KPK turun ke daerah, pada saat yang sama ada tim palsu yang mengatasnamakan anggota KPK juga. Karena itu, para pejabat harus berhati-hati. Jika ada pemerasan yang mengatasnamakan KPK, sebaiknya pihak yang diperas melaporkan ke lembaga antikorupsi tersebut. Bahkan Wakil Ketua KPK Bidang Pengawasan Chandra M. Hamzah menyerukan siapa pun yang mengaku pegawai KPK dan meminta uang harus ditangkap.
78
Kemungkinannya
ada
dua,
mungkin
bukan
orang
KPK
yang
Lihat Lampiran Struktur Organisasi KPK
79
Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi, http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009. 80
Ibid.
98 mengatasnamakan KPK. Mungkin pegawai KPK, itu juga salah. Tangkap saja, tegasnya.81 Selain membentuk intelijen, KPK juga memiliki kewenangan untuk menyadap sarana komunikasi termasuk
telepon genggam (handphone)
dan
merekam
pembicaraan sesuai Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 harus dimaknai dengan teknologi canggih. Idealnya KPK dalam waktu dekat ini juga melengkapi lembaganya dengan teknologi investigasi dan tenaga kompetensi semacam fraud auditor. Fraud auditor KPK harus menguasai beberapa teknik investigasi, antara lain; teknik penyamaran atau teknik penyadapan dan teknik wawancara. Dalam konteks ini diperlukan perangkat lunak seperti Computer Assisted Audit Tools (CAAT) dan SDM yang kredibel sehingga bisa bersinergi dengan vendor dan operator selular seperti GSM, CDMA dan lain-lain.82 Begitu pula, alat pelindung atau anti penyadapan juga sudah banyak ragamnya serta juga mudah didapat di pasar. Seperti halnya radio frequency detector yang dapat melindungi seseorang dari tindak penyadapan dan rekaman kamera tersembunyi. Benda seukuran gantungan kunci itu mudah dan praktis dioperasikan, serta memiliki lampu indikator dan bunyi beep yang akan menyala bila ada frekuensi yang digunakan oleh kamera penyadap, penyadap suara dan penyadap telepon yang sedang beraksi. Proses penyadapan KPK semakin kompleks dengan sistem telepon yang bersifat digital murni. Sebab semua koneksi akan dapat terpantau ID-nya (baik di pesawat penelpon maupun penerima). Sehingga antar keduanya dapat saling mengetahui bila percakapannya tidak aman. Bahkan ada pula yang sudah menggunakan telephone
81
Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi, http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009. 82
Anonim, Dikhawatirkan Terjadi Pengerdilan Institusi KPK http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=1085&Itemid=. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009.
99 scrambling system yang memungkinkannya ID pesawat telepon tidak bisa dilacak dari tempat lain karena seolah-olah berpindah terus atau bisa jadi menggunakan ID nomor telepon lain yang tidak aktif. Oleh karena itulah pada saat ini banyak orang beralih ke sistem global system for Mobile-communication (GSM), code division multiple access (CDMA); personal communication system (PCS) berteknologi digital yang jauh dikenal lebih aman dari berbagai
teknologi penyadapan.
Tentunya
laboratorium antikorupsi
mampu
“menjebol” teknologi di atas. Karena secanggih apapun teknologi komunikasi yang dibuat tentunya memiliki kekurangan. 4. Intelijen Kejaksaan Pada dasarnya dalam lembaga kejaksaan, telah ada struktur intelijen kejaksaan. 83 Namun jika diukur dengan konteks sekarang, keberadaan intelijen di dalam lembaga tersebut sudah tidak sesuai lagi, dalam arti diperlukan pembenahan dan pembaharuan. Apalagi kapasitas yang ada saat ini sudah tidak memadai lagi untuk mengantisipasi berbagai jenis dan modus kejahatan tersebut. Seperti halnya jenis kejahatan dan modus operandi yang kian canggih mengharuskan aparat intelijen segera menyesuaikan kapasitas kelembagaan dan personal. Sebut saja terorisme, illegal logging, money laundring dan cyber crime. Selama ini tampak bahwa kinerja satuansatuan intelijen belum dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam mendukung misi organisasi. Untuk itu, perlu disusun program strategis intelijen kejaksaan agar sejalan dengan kebutuhan dan tantangan. Salah satu yang menjadi fokus perhatian pembaharuan adalah restrukturisasi organisasi intelijen Kejaksaan.84
83
Lihat Lampiran Struktur Organisasi Kejaksaan Republik Indonesia Anonim, Organisasi Intelijen Yustisial Kejaksaan Perlu Direstrukturisasi http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=13948&cl=Berita. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009. 84
100 Selama ini kebaradaan intelijen dalam lembaga kejaksaan masih didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999. Ketentuan ini masih mengacu pada UU Kejaksaan 1991. Padahal, yang berlaku sekarang adalah UU No. 16 Tahun 2004. Sebenarnya, Kejaksaan pernah memiliki Pusat Operasi Intelijen (Pusopsin). Advokat LMM Samosir pernah menduduki jabatan ini semasa masih bertugas di Kejaksaan
Agung.
Tetapi kemudian dibubarkan karena ditengarai
banyak
disalahgunakan. Aparat intelijen diduga berlindung di balik kewenangannya menyelidiki tindak pidana korupsi untuk memeras. Akibanya, muncul kesan negatif terhadap Pusopsin. Munculnya kesan miring itu diakui juga oleh Muchtar Arifin (Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel)). Jaksa kelahiran Aceh, Mei 1949, ini berharap struktur yang baru harus bisa mengantisipasi kelemahan dan penyimpangan yang muncul sewaktu Pusopsin masih berdiri. Namun ia belum bisa memastikan apakah model Pusopsin akan dihidupkan atau mencari struktur yang lebih fleksibel. Masalah ini masih harus dikaji bersama tim independen pembaharuan Kejaksaan. Intelijen Kejaksaan merupakan bagian dari lembaga intelijen nasional. Di Kejaksaan, intel yustisial antara lain melakukan penyelidikan awal terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi. Jajaran intel pula yang akan menjadi clearing house terhadap barang-barang cetakan atau ajaran yang dianggap membahayakan negara. Masalahnya, terkait dengan barang cetakan seperti buku, aparat intelijen dihadapkan pada semangat reformasi yang memunculkan banyak jenis buku. Buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI”, karangan dr Tjiptaning Proletariati atau sebuah buku karangan Imam Samudera, terpidana terorisme, sempat masuk clearing house. Tetapi hasilnya hingga kini tak jelas.
101
BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
A. Sejarah Intelijen Dalam Islam (Pra Kenabian) 1. Pengertian Intelijen dalam Islam Dalam literatur Islam, intelijen merupakan sinonim dari tajassus, yang berarti mengorek-orek suatu berita. 1 Secara bahasa, bila dikatakan jassa al-akhbar wa tajassaha”, artinya adalah mengorek-orek suatu berita. Jika seseorang mengorekorek berita baik berita umum maupun rahasia, maka ia telah melakukan aktivitas tajassus (spionase). 2 Sedangkan orang yang melakukan perbuatan tajassus disebut jassus. Selain itu, kata tajassus (memata-matai) yang berasal dari kata ‘Jassa’ dapat diartikan menyentuh dengan tangan. Yajussuhu-Jassan berarti menyentuh dengan suatu sentuhan. Jassasy-Syakshu bi ainaihi, berarti seseorang yang menyelidiki
1
Suatu aktivitas dapat digolongkan sebagai perbuatan tajassus (spionase) jika didalamnya ada unsur mencari-cari berita, baik berupa berita rahasia maupun berita umum, namun apabila suatu berita bisa didapatkan secara alami tanpa perlu mengorek-orek (tafahhahu) atau tanpa memerlukan aktivitas tajassus, misalnya hanya sekedar mengumpulkan, menyebarkan dan menganalisa suatu berita maka tidak termasuk ke dalam kategori perbutan tajassus (spionase). Seperti redaktur koran atau wakil-wakil kantor berita. Namun apabila profesinya digunakan sebagai media melakukan tajassus, maka orang tersebut disebut jassus (mata-mata). Orang tersebut disebut mata-mata, bukan karena posisinya sebagai redaktur koran yang mencari berita, akan tetapi karena aktivitas mata-mata yang dilakukan dengan menyeru sebagai wartawan sudah masuk kategori aktivitas sponase (tajassus). Lihat: Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, (Tangerang: Ar-Rahman Media, 2006), h. 203-204 2
Fauzan al-Anshari, Ibid., h. 202
57
102
dengan panca inderanya agar suatu masalah menjadi jelas. 3 Kata jassa juga berarti menyentuh dengan tangan, mengandung pengertian meminta sambil menyentuh. Sebagian besar kitab fiqh menyebutkan, makna al-jasus adalah mata yang pada dasarnya adalah mata-mata (spionase). Definisi al- jassus atau spionase dalam ensiklopedi Islam adalah selalu bergandengan dengan kalimat ain (mata). Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa at-tajassus adalah mencari dan memeriksa berita dan informasi rahasia yang dimiliki musuh dengan menggunakan perangkat spionase. 2. Praktik Intelijen Pada Masa Pra-Kenabian Dalam sejarah peradaban manusia, batu dan kelompok intelijen merupakan senjata utama bagi manusia untuk mempertahankan kelompoknya dari serangan dan gangguan kelompak lain. Seperti yang dilakukan Nabi Nuh As, melakukan suatu bentuk modern dari suatu aktivitas intelijen dalam bentuk pengintaian dari udara dengan mengirimkan burung Merpati untuk melihat apakah permukaan air telah berkurang pada
permukaan
bumi, yang
kemudian berkembang
menjadi
penginderaan jarak jauh, menggunakan teknologi yang lebih canggih, yaitu satelit pada zaman sekarang. 4
3
Nurdin, Pengertian Intelijen, http://empiris-homepage.blogspot.com/2008/02/tekhnikintelijen.html. Artikel diakses pada 10 Agustus 2008. 4
h. 273
Jono Hatmojo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelijen as a Scince), ( Jakarta: Balai pustaka, 2003),
103
Selain itu Nabi Musa pun telah membuat perkembangan dan kemajuan dinas rahasia di bawah pimpinan Oseha Bin Nun dalam perjalanannya ke tanah Harapan dalam bentuk penyelidikan yang suci, untuk dapat mengecek adanya janji Tuhan 5 . Selain Nabi Nuh As dan Nabi Musa As, orang Mesir kuno juga telah mengorganisir dinas-dinas intelijen berabad-abad sebelum Kristus, walaupun dalam beberapa hal seperti counter intelijen dalam praktiknya masih sederhana dan kurang sempurna. Hal ini pun tidak luput dari kritikan Sir Basil Thomson, dengan ungkapan sebagai berikut, “kalau Pharau Memptah kala itu sudah mempunyai dinas Intelijen yang efesien, maka pasti tidak perlu terjadi pengungsian keluar negeri.” 6
B. Praktik Intelijen Pada Masa Nabi Muhammad Saw Dalam diri dan kehidupan Nabi Muhammad Saw terdapat teladan yang sempurna dalam setiap lini kehidupan yang menjadi tuntutan bagi umat manusia. 7 Demikian hebat perannya dalam berbagi aspek kehidupan tanpa terkecuali di bidang militer. Namun sayangnya mayoritas manusia mengenal sosok Nabi hanya sebagai pemimpin spiritual. Muhammad Saw adalah guru pertama ilmu militer dalam Islam yang membuat rencana strategi perang, gerakan taktis dan operasi militer. Beliau menjalankan
5
Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999)., h. 66 6
7
Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Ibid.
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. II, h. 1
104
rencananya dan mencapai tujuannya dengan kecepatan dan keberhasilannya yang besar, mengalahkan musuh dengan kecakapan, kearifan dan kecerdikan, dengan strategi perang dan mengomandoi pasukannya untuk mematahkan taktik serangan musuh. Semua gerakan strategis dan operasi taktisnya selalu didasarkan pada realitas dan kebutuhan praktis serta informasi yang telah diolah oleh intelijen. Sehingga strategi perang selalu berada di luar jangkauan pengertian musuh. Dalam setiap peperangan, Nabi Saw selalu menjalankan aktivitas intelijen terlebih dulu untuk mengetahui kekuatan dan strategi musuh. Dengan begitu, akan diperoleh informasi tentang titik-titik kelemahan mereka, seperti yang dilakukannya ketika akan menghadapi tentara kafir yang tiga kali lebih besar dari jumlah pasukan muslim di lembah Badar. 8 Peran Intelijen pun teruji saat perang Khandaq. Hal tersebut terbukti ketika kaum kafir Quraisy sudah merencanakan penyerangan dengan sangat matang dengan pasukan jauh lebih besar serta senjata lengkap. 9 Namun Muhammmad Saw beserta tentara Islam mampu bertahan dari serangan orang kafir Quraisy, atas dasar laporan-laporan intelijen Islam yang berhasil menyusup ke jantung pertahanan lawan. Ketika Muhammad Saw medapatkan informasi dari intelijen muslim bahwa pihak musuh telah bergabung dengan satu tujuan menyerang kaum muslimin di Madinah,
8
9
Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah, (Jakarta: HTI Press, 2002), cet. VII, h 86-87
Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka AlKausar, 2005), h. 396
105
beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya. Atas usulan dan pertimbangan dari Salman al-Farisi, dikeluarkanlah kebijakan membangun parit yang mengelilingi kota Madinah untuk melindungi kota Madinah serta menghancurkan mental pasukan kafir Quraisy. Peristiwa tersebut dikenal dengan parang Khandaq (Parit) 10 . Menurut.H.G Walls tindakan di atas adalah tindakan yang paling sportif dalam sejarah dunia, bagaimana tentara yang besar jumlahnya menyusut tanpa terjadi suatu perkelahian dan akhirnya angkatan perang Makkah yang besar itu dapat dikalahkan tanpa melepaskan satu anak panah pun. 11
1) Jenis-jenis Intelijen Pada Masa Nabi Saw Secara garis besar satuan intelijen pada masa Rasullah Saw, dapat di bagi menjadi dua yaitu, pertama intelijen pengintaian (mata-mata) dan kedua intelijen tempur.
10
Salman al-Farisi Abu Abdullah dikenal dengan Salman al-Khair, ia berasal dari Ram Harmuz sebuah daerah di Persia. Dalam sebuah riwayat menyebukan bahwa agar kaum mauslimin menggali parit mengelilingi Madinah, juga bisa dimanfaatkan menghambat musuh yang akan melalukan penyerangan. Salman berkata “Kami di tanah Persia, jika kami takut dengan pasukan berkuda, maka kami akan menggali parit”. Atas dasar pertimbangan ini maka Nabi Saw mengambil kebijakan yang tidak popular yaitu menggali parit dan hasilnya luar biasa. Intelijen kaum musyrik tidak dapat mendeteksi strategi yang dirancang oleh Rasulullah. Sehingga perang Khandaq dimenangkan oleh kaum muslimin. (Lihat: Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005), h. 174 11
Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h 65-67
106
a) Intelijen Pengintaian Intelijen pengintaian merupakan satuan kecil (terdiri dari 20 orang atau kurang) yang ditunjuk khusus oleh Rasulullah untuk menemukan informasi tentang pasukan musuh, perlengkapan senjata, gerakannnya dan rencananya. Informasi tersebut diperlukan sebagai bahan yang akan dianalisa dan hasilnya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan bagaimana, di mana, dan kapan harus melancarkan operasi militer terhadap musuh. 12 Intelijen pengintaian pada masa Nabi Saw dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : _ Intelijen pengintai yang tidak dipersenjatai, yaitu intelijen yang hanya mempunyai tugas mengumpulkan informasi tentang musuh, tidak terlibat dalam pertempuran. Sehingga dalam operasinya dilaksanakan dengan cepat dan sesegara mungkin tanpa terlibat dalam pertempuran. _ Intelijen pengintai yang dipersenjatai, yang mempunyai tugas memantau dan mengawasi gerakan musuh, memeriksa tindakan permusuhan, atau mengawal daerah yang tak bertuan atau batas negara. Satuan intelijen tersebut boleh terlibat dalam pertempuran. b) Intelijen Tempur Satuan intelijen tempur lebih besar bila dibandingkan dengan intelijen pengintai, yaitu sekitar 15-30 Orang. Dinamakan intelijen tempur karena selain 12
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 120
107
mendapat tugas mengumpulkan informasi tentang musuh juga diperintahkan untuk melakukan pertempuran dengan pasukan musuh demi tercapanya tujuan. Tujuan intelijen tempur pada masa Rasulullah, selain menjalankan tugas kontra intelijen dengan menjaga perbatasan negara terhadap penyusupan musuh, juga menjalankan fungsi sabotase dengan menutup sumber logistik dan persediaan musuh serta melibatkan musuh dalam pertempuran selagi musuh belum dapat menyiapkan diri dengan baik untuk berperang. Dua jenis sistem operasi intelijen membantu membentuk suatu sistem komunikasi yang kuat, yang dapat memberi informasi pada Nabi Saw tentang segala kejadian pada suku dan daerah perbatasan di sekitar Madinah. Selain mengadakan pos pengintai, Nabi Saw secara rutin melatih intelijen Islam dengan ilmu militer, isyarat rahasia dan pesan rahasia. 13 . c) Pengaturan Operasi Intelijen Seiring menigkatnya tekanan dan sikap permusuhan kaum kafir Quraisy tehadap kaum muslimin, sehingga Nabi dan sahabatnya mengharuskan meninggalkan rumah, keluarga dan Ka`bah untuk hijrah ke Madinah. Namun sampai Madinah pun kaum kafir Quraisy tidak membiarkan Muhammad dan sahabatnya hidup dalam ketenangan. Hal tersebut tercermin dari isi surat pembesar kafir Quaraisy yang dikirim kepada Abbdullah bin Abayya, dimana isi surat tersebut menyatakan sikap 13
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 125-126
108
dengan diterimanya Muhammad dan rombongannya, berarti penduduk Madinah telah
memberikan perlindungan kepada penjahat. Abdullah bin Abayya
diperintahkan membunuh Muhammad dan sahabatnya atau mereka akan menyerang Madinah dan membunuhnya bersama Muhammad. Selain itu kaum kafir Quraisy pun gencar mengirim mata-mata untuk mencuri informasi tentang keberadaan Muhammad dan sabahat serta masyarakat Madinah. Selain mata-mata meraka juga banyak menugaskan kelompokkelompok kecil suku Qurasiy yang bergerak di sekeliling Madinah, bahkan terkadang sangat dekat dengan Madinah. Sikap permusuhan yang selalu ditunjukkan oleh kafir Qurasiy membuat Muhammad Saw tidak merasa aman dan tenang, bahkan dalam keadaan tidurpun para sahabat menyandang senjata yang siap digunakan apabila ada serangan mendadak. Dalam situasi yang serba sulit ini, Muhammad Saw, memulai menyusun dan mendisiplinkan pengikutnya, dimulai dengan shalat lima waktu dan puasa yang selanjutnya dididik menjadi mesin yang bergerak cepat dan mampu menghadapi setiap keadaan dan medan. Selain itu para prajurit juga dilatih dengan berbagai kemahiran militer dan untuk memenuhi perintah pimpinannya dan bekerja di bawah satu komando. 14
14
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 121
109
Menurut Afzalur Rahman, pada saat itu Madinah merupakan sebuah bentuk Negara Islam yang kecil dan Muhammad Saw sebagai kepala negara pertama, selain dikenal sebagai negarawan dan pemimpin agama, Muhammad Saw juga terkenal sangat mahir di bidang militer terutama dalam merumuskan strategi operasi militer. Hal tersebut banyak ditunjang oleh pengetahun Muhammad Saw terhadap geografi Makkah dan Madinah. 15 Untuk melindungi negara dan segenap rakyatnya dari musuh yang senantiasa mengrongrong kedaulatan dan eksistensi Negara Madinah, maka dikeluarkanlah kebijakan diantaranya menyusun sistem patroli untuk dapat mengetahui posisi musuh, gerakan, rencana dan kekuatan senjata meraka. Untuk itu, Rasulullah mengirim satuan patroli pengintaian dengan berbagai kekuatan kurang lebih 15-30 personil. Sedangkan satuan patroli tempur berkekuatan sekitar 50 sampai 500 personil.
Patroli tempur ditugaskan di
daerah sekeliling Makkah dan Madinah, serta daerah strategis lainnnya, seperti Saudi Arabia.
15
Sejak usia muda Muhammad Saw sudah mengenal dengan baik lembah dan bukit-bukit di Madinah, karena lembah (celah-celah bukit) merupakan jalan utama Muhammad Saw dan rombongan ke Syria dalam misi dagang. Dan wilayah Timur Madinah-pun dikenal dengan baik, yang telah dilihatnya pada waktu kunjungan ke Basrah. Dengan pengetahuan geografi Makkah dan Madinah yang baik, Muhammad Saw menyadari arti penting wilayah dan militer. Bahkan mauhammad Saw sendiripun melakukan perjalanan dengan kafilah Quraisy melalui jalan yang berbukit dan sulit ini. Oleh karena itu tidak menjadi hambatan baginya untuk melakukan sistem patrolinya sendiri. (Lihat: Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer,. h. 124-125
110
Operasi intelijen ini dikenal sebagai operasi Sarayah dan Ghazawat. Nah ketika Muhamad sendiri menyertai setiap patroli, maka dinamakan Ghazwat dan kalau dikepalai oleh orang lain dinamakan Sariyah. d) Pengaturan Patroli Intelijen Sebelum Perang Badar. Sebelum terjadi Perang Badar, Muhammad Saw mengirim empat kali patroli Sariyah, dan empat kali mengirim patroli Ghazwat. Pasukan patroli Sariyah pertama dikenal dengan Sariyah pinggir laut. Patroli ini terdiri dari 30 orang di bawah komando Hamzah bin Abu Muthalib yang dikirim ke tepi pantai untuk mengumpulkan informasi tentang gerakan suku Quraisy, di bawah komando Abu Jahal. Kedua, Sariyah Rabey. Patroli ini beranggotakan 60 orang di bawah komando Rabey, Ubaidah bin Harith, yang dikirim untuk memperhatikan kaum Quraisy di bawah komando Ikrimah bin Abi Jahal di daerah sekitar Madinah. Patroli ini menempuh route pergi mealui Hijaz sampai ke Saniah al-Murah. Ketiga, Sariyah al-Kharrar. Patroli ini hanya diikuti kaum Muhajirin ynag berjumlah 6 orang di bawah pimpinan Said bin Abi Waqqash dengan tujuan yang sama. Patroli ini diawali dengan perputaran wilayah yang melewati Hijjaz yang berputar ke al-Kharrar. Mereka melakukan perjalanan di malam hari dan bersembunyi di siang hari. Keempat, Sariyah Nakhla. Patroli ini dilakukan pada tahun ke-2 H, di bawah komando Abdullah bin Jahsh dengan membawa 12 prajurit serta sepucuk surat yang tidak boleh dibukanya selama dua hari dalam
111
perjalanan. Setelah dua hari dalam perjalanan ia membuka surat itu dan membacanya yang berisi perintah untuk mengumpulkan informasi dan larangan untuk terlibat dalam pertempuran. Sebelum bergerak menuju lembah Badar, Nabi terlebih dahulu mengirimkan dua mata-mata yang mendahuluinya untuk mengetahui arah pergerakan kafir Quraisy. Sedangkan pasukan Ghazawat sebelum parang badar adalah; Ghazawah AlAbwa atau Waddan, Gzawah Buwat, Ghazawah Zul Al-Ushairah, Gzawah Safawan Badar Ula.
2) Patroli dari Badar sampai ke Uhud Meski tentara Quraisy mengalami kekalahan yang sangat besar di lembah Badar, namun tidak mematahkan semangat mareka untuk tetap memerangi Nabi Muhammad dan pengikutnya. Bahkan kekalahan tersebut dijadikan sebagai motivasi untuk dapat bangkit membangun kekuatan dan membalas kekalahan di perang Badar. 16 Karena Nabi mengetahui perkembangan tentara Quraisy, maka beliau tidak sedikitpun
menjadikan kemenangan di perang Badar mengundurkan kesiagaan
terhadap kemungkinan
serangan mendadak
ke wilayah Islam. Bahkan Nabi
meningkatkan kesiagaan dan terus mengirim patroli pengintai tempurnya untuk
16
Taqiyuddin an-Nabhani, Daulah Islamiyah, Penerjemah, Umar Faruq, dkk, (Jakarta: HTI Pres, 2007), cet. II, h. 84
112
mengawasi gerakan musuh dan menjaga perbatsan negara Islam dengan mengirim dua kali patroli Sariyah, yaitu Sariyah Ghalib bin Abdullah Laisi dan sariyah alQaradha serta empat kali patroli ghzawat, yaitu ghazawah al-Kudri, ghazawah alSawiq, ghzawah Zul Amar melawan Ghafalan, ghazwah Burhan (al-Furu) melawan bani Salim.
3) Patroli dari Uhud sampai ke Hudabiyah Kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud membawa kemunduran dan banyak korban. Selain membawa kesulitan bagi negara Madinah juga memberikan pukulan terhadap reputasi militer dan politiknya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya suku di sekeliling Madinah yang dulu netral atau bersahabat dengan kaum muslimin, berbalik
memusuhi dan menjadi sekutu aktif kaum Quraisy.
Sedangkan lainnya menjadi mata-mata mereka dan menimbulkan ancaman yang serius terhadap keamanan dan pertahanan pusat Negara Islam 17 . Dalam
keadaan kritis
ini,
Rasulullah
mencari
jalan
keluar
dengan
mengintensifkan patroli dan ekspedisi, dengan tujuan mengetahui perkembangan dalam kota Madinah dan sekitarnya. Selanjutnya Rasulullah membuat garis pertahanan depan untuk menghadapi serangan mendadak
dari luar atau
pengkhianantan dari dalam kota oleh suku Yahudi. Hal ini juga dilakukan untuk
17
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 133
113
menggertak penduduk sekeliling Madinah bahwa Negara Islam mampu sepenuhnya untuk mempertahankan kedamaian dan ketertiban dalam wilayahnya serta memulihkan kekuasaan dan kewibawaan yang hilang. 18 Dari Uhud sampai Hudaibiah, paling tidak tercatat delapan kali Nabi mengirim empat kali patroli sariyah dan empat kali patroli ghazwat. Patroli Sariyah pertama adalah sariyah Qatan atau Abu Salamah al-Makhzumi. Kedua, sariyah Abdullah bin Unais, ketiga sariyah al-Mundhir bin Amir, dan keempat sariyah Raji’. Sedangkan ghazwat yang pertama adalah ghazwah Badar al-Maw`d atau al-Sughra, kedua ghazwah Dal al-Riqa, ghazwah Daumat al-Jandal, ghazwah Bani Musthaliq atau alMuraisi.
4) Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab Perang Khandaq atau perang Ahzab, 19 merupakan salah satu fase pemisah dalam peperangan-peperangan yang dilakuan oleh kaum Muslimin, antara perang dengan posisi yang bertahan (defensif) dengan posisi dimana kaum muslimin mengambil posisi sebagai penyerang (ofensif).
18
19
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 133.
Disebut dengan nama Ahzab, karena berkumpulnya musuh Islam dari berbagai kalangan, yaitu dari kalangan masarakat Quraisy dan masyarakat Yahudi yang akan menyerang kota Madinah. Berkenaan dengan waktu terjadinya peristiwa tersebut, masih terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ibnu Khaldun terjadi pada bulan Syawal, tahun ke-5 H, menurut riwayat Ibnu Umar dan ulama lain mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke-6, setelah Hijriah; 55 bulan setelah Nabi Hijrah. (Lihat: Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 169
114
Tumpulnya penyerangan pasukan koalisi mengakibatkan tidak tertembusnya benteng pertahanan kaum muslimin. Seiring dengan mundurnya pasukan koalisi, maka menandai berakhirnya kaum musyrikin Quraisy melakukan penyerangan terhadap daerah kaum muslimin serta sebagai titik dimulainya kaum muslimin melakukan peperangan dengan cara menyerang pihak lawan. 20 Sekarang yang dihadapi kaum muslimin bukan lagi gangguan keamanan, melainkan perluasan kekuasaan di daerah-daerah. Oleh karena itu, maka perlu membentuk dinas rahasia yang tetap untuk memperoleh segala macam informasi tentang kegiatan berbagai suku yang telah ditundukkan, tetapi masih bermusuhan dengan pemerintah Islam pusat dan mengirim pasukan ekspedisi ke daerah sekeliling untuk menjaga perdamaian dan ketertiban. Oleh karena itu, Nabi masih mempertahankan kebijakan patrolinya untuk mencapai tujuan kedua ini, dimana beliau lima belas kali mengirim pasukan patroli sariyah. 21 Selain itu, Nabi juga dua kali mengirim pasukan patroli ghazawat 22
20
Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 176
21
Sariyah al-Qurata, Sariyah Ukhkashah bin Mihsan al-Asadi, Sariyah Dul Qassah, Sariyah bani Thalabah atau Abu Ubaidah al-Jarrah, Sariyah Zaid bin Harithah, Sariyah al-Jamum melawan Bani Sulaim, Sariyah Zaid bin Harits melawan al-Taraf, sariyah zaid bin Haritsah melawan Hismah, Sariyah Wadi al-Qura, Sariyah Umm Qirfah di Wadi al-Qura, Sariyah Abdullah bin Atiq melawan Abu Rafi, Sariyah Abdullah bin Ruwahah melawan Usair Ibn Razim, Sariyah al-Uraniyins, Sariyah Amir bin Umayyah, Sariyah Fadak. 22
Ghazawah Bani Lihyan (6 H), dengan tujuan menghukum penduduk Raji yang telah membunuh 10 pendakwah muslim. Dan Ghazwah al-Ghabah dengan tujuan mengejar Uyinah bin Hist yang telah merampas unta Muhammad dan membunuh putra Abu Dzarr
115
5) Pakta Pertahanan Hudaibiyah Pada
bulan
Zulkaidah
tahun
ke-6
H,
Rasulullah beserta
1400
rombongan menuju Madinah dengan tujuan melakukan umrah. Selain mengenakan baju ihram, Nabi dan sahabat juga membawa binatang qurban, sebagai tanda bahwa mereka datang untuk mengunjungi Ka’bah. Namun pihak Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah, sepakat untuk menghalang-halangi kaum muslimin memasuki Ka`bah. Dengan adanya penolakan dari pihak Quraisy, maka masing-masing kelompok mengirimkan utusannya dan menghasilkan enam butir kesepakatan. 23 Setelah pengesahan persetujuan damai, Muhammad Saw dan para sahabatnya membawa binatang ternak dan menyembelihnya serta mencukur rambut. Walapaun beberapa syarat perjanjian perdamaian kelihatannya sangat merugikan kaum muslimin dan banyak para sahabat yang tidak senang bahkan marah atas syarat yang merendahkan Rasulullah, tetapi Rasulullah sangat puas dengan tercapainya perjanjian tersebut untuk mengurangi terbunuhnya kedua belah pihak dan memberikan waktu kepada orang Quraisy untuk berfikir.
23
Isi perjanjian Hudabiah: 1) tidak ada perang selama 10 tahun. 2) Nabi Muhammmad akan kembali tahun ini dengan sahabatnya, akan datang tahun berikutnya untuk mengunjungi Ka`bah, beliau akan tinggal selama tiga hari dengan pedang yang disarungkan. 3) tidak akan ada pencurian dan perilaku yang kurang pantas. 4) siapa pun yang ingin membuat pakta dengan Nabi Muhammad dengan membuat suatu perjanjian dengannya dapat melakukannya. 5) siapa pun yang datang pada Muhammmad tanpa izin pengawasannya akan kembalikan dan siapa pun diantara sahabat Muhammad yang datang pada pihak Quraisy tidak akan di kembalikan. 6) kafilah dagang Quraisy yang sering melewati Madinah tidak akan digangggu. Lihat: Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 147-148.
116
Perjanjian Hudaibiyah praktis
mengakhiri permusuhan antara orang kafir
Quraisy dengan orang Muslim. Walaupun demikian Muhammmad Saw tetap tidak mengurangi kewaspadaannnya terhadap kegiatan, baik terbuka maupun yang tersembunyi, aktual maupun potensial dari pihak musuh.
Oleh karena itu,
Muhammmad Saw sepenuhnya menyadari sikap musuhnya, dan tidak lalai untuk melanjutkan sistem patrolinya.
C. Perkembangan Intelijen Pasca Nabi Muhammad Saw Dalam sejarah paradaban manusia, tercatat banyak sekali pejabat negara dalam menjalankan tugas kenegaraannya meninggal karena dibunuh oleh lawan politiknya, pemberontak maupun masyarakat yang kurang puas dengan kebijakan-kebijakan politiknya. Nabi Muhammmad sendiri pun dalam permulaan dakwahnya (periode Makkah). 24 Selama kurang lebih 13 tahun tidak luput dari berbagai intimidasi, ancaman teror dan berbagai rencana pembunuhan yang bertubi-tubi oleh orang-orang kafir Quraisy, seperti yang dilakukan Suraqah dan Umar sebelum masuk agama Islam25 . Setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw, kepemimpinan umat Islam diamanahkan kepada Abu Bakar (632-634 M). Dalam waktu kepemimpinannya yang
24
Debby M Nasution, “Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Perananya Rassulullah Saw”, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), cet, II, h. 63 25
Pada Masa
Heri Sucipto, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003)., h. 40
117
relatif singkat, ia banyak disibukkan dalam perang
Riddah 26 .
Dengan berbekal
informasi yang telah dikumpulkan oleh Intelijen, Khalifah Abu Bakar dapat memadamkan pemberontakan dengan kearifan dan pengampunan, sehingga dapat menyatukan kembali suku-suku di Arabia. 27 Setelah wafatnya Khalifah Abu Bakar, Umar bin khatab didaulat sebagai Khalifah ke dua umat Islam (634-644). Di bawah kepemimpinan Umar bin Khatab, bidang militer mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan komandonya, pasukan Islam melakukan perluasan wilayah, sampai ke Irak, Syria dan Mesir. Selain itu pasukan Islam pun mampu mengalahkan pasukan Persia dalam perang Qadisiyyah (637 M), Perang Yarmuk (369) di Palestina Utara, serta menaklukkan seluruh Syria, Palestina, dan Mesir pada tahun 641. 28 Dibalik kesuksesan Umar bin Khatab mengorganisir militer, terutama di peperangan menghadapi musuh Islam, namun khalifah Umar bin Khatab gagal memfungsikan dinas Intelijen untuk mengatisipasi segala kemungkinan yang terjadi di dalam negeri. Hal ini terbukti ketika Umar bin Khattab meninggal ditikam oleh Abu Lu`lu`ah, seorang
26
Perang Riddah adalah perang melawan kemurtadan dan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian besar suku Badui yang tergabung oleh konfederasi Islam. Ini murni bersifat politik dan ekonomis. Setelah wafanya Nabi Saw (632 M), perjanjian mereka hanya berlaku dengan Nabi Muhammad Saw dan tidak dengan penerusnya. Sebagai pembenaran dari pemberontakan itu, para pemimpin pemberontak sering mengaku sebagai Nabi dan mengarang wahyu. (Lihat: Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: el-Banin Media, 2008), h. 36 27
Karen Armstrong, Ibid., h. 36
28
Ibid.., h. 38-39
118
Majusi, budak Mughirah Ibn Syu’bah, ketika sedang menunaikan shalat Subuh di Masjid pada tahun 13 H. 29 Hal ini juga terjadi pada Khalifah Usman Bin Affan, ketika para Intelijen gagal mengantisipasi al-Ghafiri dan Sudan bin Hamran dalam perencanaan pembunuhan terhadap Khalifah Usman. 30 Berikutnya, pada zaman tabi’in (pengikut). Dari sekian banyak variasi bentuk intelijen dan militer peninggalan peradaban Islam, adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan, seperti yang terjadi pada zaman Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir. 31 Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung hampir dua abad lamanya, antara tahun 909 M hingga 1171 M. Nama Fatimiyah yang mereka pakai adalah sebagai ‘klaim’ bahwa penguasa dinasti ini adalah keturunan Nabi Muhammad Saw dari Fatimah. Mereka terpaksa memakai tentara bayaran ini sebagai intelijen dan militer, agar dapat memusatkan pemerintahannya di Mesir yang merupakan penganut Syiah Ismailiyah. Sebab saat itu pengikut Syiah adalah kelompok minoritas, karena mayoritas penduduk Mesir menganut Islam suni. Tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyah ini juga dipakai sebagai jalan keluar untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir yang memang tidak suka
29 M. Yusuf al-Kandahlawy, Kehidupan Para Sahabat Rasullah Saw, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), jilid II, h. 27 30
Harapandi dan Mansur, Pendidikan Politik: Arkeologi Genesis Sistem Politik dan Administrasi Pemerintahan Islam Masa Khulafah Al Rasidun , (Jakarta: Pustaka Irfani, 2005), h. 53 31
Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008
119
kepadanya. Selain itu, juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan. Adapun tentara bayaran ini adalah resimen kulit hitam atau Zawila yang direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad. 32 Puncak prestasi dari legiun bayaran yang berfungsi sebagai intelijen dalam militer dinasti Fathimiyah ini adalah ketika mereka berhasil menguasai pusat Dinasti Abbbasiyah, di kota Baghdad pada tahun 1058 M. Salah satu hasil rampasan perang yang sempat didapatkan sebagai tanda takluk dari penguasa Baghdad saat itu adalah sebuah jubah peninggalan Nabi Muhammad Saw. 33 Berikutnya ada tahun 1300 M, Kekhalifahan Utsmani kian memperluas kekuasaannya ke seantero jagad. Eropa pun berhasil ditaklukkan kerajaan yang awalnya berpusat di barat laut Anatolia itu. Kesuksesan Utsmani menguasai wilayah ini ditopang teknologi militer modern dan tercanggih di zamannya. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II, Kerajaan Utsmani bahkan sudah mulai mengembangkan senjata meriam. Teknologi meriam yang dikembangkan pada era kejayaan Utsmani tersebut terbilang paling mutakhir. Pengembangan teknologi 32
Ketika menaklukan Mesir, seorang Khalifah Fatimiyah, memerintahkan Jauhar Jauhar alShaqaly membangun kota baru, yang diberi nama Kairo. Bahkan mantan budak yang juga intelijen ini mendirikan sebuah perguruan tinggi Islam terbesar di dunia, yaitu Al-Azhar di Kairo. Perguruan ini pada berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar yang dibangun pertamakali pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H atau pada bulan April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H / 976 M. (Lihat Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008). 33
Ruswandi, Ibid.
120
senjata ini dilakukan menyusul terjadinya Perang Salib I. Saat itu umat Islam terutama Turki berperang melawan pasukan tentara Salib (crusader). 34 Keberhasilan Turki dalam menguasai hampir sebagian dunia dan menancapkan kekuasaannya di Eropa tidak lain berkat bantuan sederet desainer dan insinyur yang mumpuni di bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur yang bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddni Usta. Bahkan tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Artinya secara tidak langsung, orang-orang inilah yang menjadi jasus (mata-mata) khusus dalam bidang militer saat itu. Tentu dengan bergabungnya orang-orang miskin yang tak puas dengan kebijakan Byzantium ini sangat menguntungkan pihak Turki Utsmani karena dengan mudah menyusupkan mereka pada pihak lawan, terutama Eropa untuk menaklukkan Konstantinopel,-ibu kota Byzantium. Dengan demikian pasukan tentara Utsmani mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh. Pada era Khalifah Mamluk bidang militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Salahudin, kemajuan bidang militer juga mengalami perkembangan pesat. Mulai dari keberhasilan menaklukkan Yerusalem 35 dengan penggunaan panah, mesin-mesin perang saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Adanya menara pengintai di sini menunjukkan, intelijen pada saat itu telah digunakan untuk 34
Heri Ruslan, Teknologi Militer Khilafah Ustmani, Harian Republika; Rabu, 12 Maret 2008
35
Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008
121
melihat sejauh mana aktivitas dan kelemahan lawan. Selain berperan sebagai pengintai, intelijen pada saat itu juga memiliki kemampuan taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Adapun pada masa Sultan Saljuk: Malikiyah juga telah membentuk jasus matamata, kurir dengan komposisi etnik dalam pasukan. Selain itu, mereka juga diajarkan kemampuan militeristik perang, seperti taktik menangani sandera, persiapan senjata, dan peralatan untuk berperang. Berikutnya adalah masa perkembangan intelijen dalam negara Islam pasca runtuhnya Turki Utsmani pada 24 Oktober 1924. Berakhirnya kekuasaan Utsmani, membawa dampak yang luar biasa dalam sejarah dunia Islam. Karena banyak dari berbagai negara yang tergabung dalam kekhalifahan, akhirnya keluar dan memilih menjadi nation state (Negara bangsa). Begitu juga dengan berbagai Negara di Timur Tengah. Berdasarkan alasan-alasan politik dan suku bangsa Timur Tengah mencakup Negara-negara Afrika, seperti Libya, kefanatikan agama dan rasial menjadi salah satu penyebab revolusi yang saling susul menyusul. Begitu juga yang terjadi di Iran, Irak, Al-Geria, Kuwait, Maroko, Tunisia dan negara-negara lain juga melaksanakan metode yang sama dan untuk alasan yang sama, walapun dalam skala yang lebih kecil. 36
36
Syaelendra, Mengungkap Polisi Rahasia Sedunia, (Jakarta: Progress, 2004), h. 162-163
122
Pada Perang Dunia II meletuslah dua elemen kekuatan yang sama-sama berselingkuh dengan Reza Pahlavi: Inggris dan Jerman. Reza Pahlavi kebingungan menentukan pilihan. Para ahli strategi menyarankannya agar bersikap netral dan Inggris punmarah. Dibantu Rusia, pasukan Inggris menginvasi Iran pada 1941 dan mencopot paksa mahkota Reza Pahlevi. Selanjutnya Inggris mengangkat Muhammad Reza Pahlevi untuk melanjutkan kekuasaan sang bapak. Muhammad Reza Pahlavi menunjukkan ketaatan yang lebih tulus. 37 Saat Muhammad Reza Syah berbangga karena Iran dijuluki sebagai The Bridge of Victory oleh Pasukan Sekutu, Khomeini mempublikasikan hasil-hasil kuliahnya tentang pelbagai isu polemis berjudul Kasyf al-Asrar (Kunci Pembuka Rahasia). Dalam buku ini, dia membidik Barat, terutama Inggris dan AS, sebagai penyebab penderitaan Iran secara khusus dan dunia Muslim secara umum. Dia juga menceritakan kelahiran Israel dan bahaya jangka panjangnya bagi keamanan Timur Tengah. Awal 1950, sejumlah intelektual nasionalis menuntut hengkangnya pasukan asing dari tanah Iran. Di hadapan Parlemen (yang sejak Era Qajar diberi nama Majlis), Dr. Mohammad Mossadeq, mengajukan mosi tidak percaya terhadap kekuasaan Muhammad Reza Pahlavi. Tahun 1951, Badan Intelijen Inggris menggamit Amerika Serikat, dan meyakinkan Presiden Eisenhower bahwa Mossadeq beraliansi dengan Partai Komunis Tudeh di Iran.
37
Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, http://www.al-shia.org/html/id/olama/index.php?n=2. Artikel diakses pada tanggal 15 Januari 2009.
123
Eisenhower menyetujui operasi intelijen di bawah CIA untuk menggulingkan Mossadeq dan memulihkan kekuasaan Muhammad Reza Syah Pahlavi yang pro-Barat. Operasi Intelijen ini bertumpu pada mobilisasi sebanyak mungkin demonstran antiMossadeq. Ibukota Tehran rusuh. Penjarahan terjadi di mana-mana. Ribuan pemuda pro dan anti-Mossadeq mati di jalanan. AS dan Inggris menyogok militer untuk berpihak pada Syah. Pasukan pro-Syah menyerbu dan membombardir kediaman Sang Perdana Menteri. Mossadeq menyerah pada 19 Agustus 1953. Mohammad Reza Pahlavi kembali berkuasa dengan jiwa yang lebih otokratis dan membabi buta dalam melaksanakan sekularisasi yang diikuti dengan personalisasi negara. Di bawah bendera Sazman-I Ittila’at va Amniyat-i Kesyvar (Badan Intelijen dan Keamanan Negara, yang belakangan lebih tenar dengan nama singkatannya, SAVAK), Syah mengikis habis semua suara sumbang tentang dirinya. Di setiap sudut Iran, ada telinga dan mata SAVAK yang siap memperhatikan, melaporkan dan menindak si tertuduh tanpa pengadilan dalam bentuk apapun. AS gencar menekan rezim Shah Pahlevi untuk memberlakukan perubahan di semua bidang sesuai kemauan Washington. Imam Khomeini menangkap sinyal bahaya besar di balik perombakan gaya AS ini. Langkah-langkah rezim Pahlevi hanya akan membuka jalan bagi AS dan Israel untuk menguasai Iran. Imam Khomeini gencar mengingatkan semua pihak untuk menyadari bahaya dari langkah-langkah Shah. Rezim melakukan pembalasan atas gerakan Imam dengan sebuah tindakan yang brutal.
124
Tentara dan dinas keamanan (SAVAK) tanggal 22 Maret tahun 1963, bertepatan dengan
peringatan
Shahadah
Imam
Ja’far
Shadiq
(as),
dikerahkan
untuk
menyerang madrasah Feiziyah di Qom, tempat Imam Khomeini mengajar. Banyak pelajar agama yang gugur Shahid dalam peristiwa itu. Sejak saat itu, bagi Khomeini, rezim yang berkuasa telah melangkah terlalu jauh dari pakem yang selama ini berkalu bagi raja-raja Iran. Khomeini dan murid-muridnya tak bisa lagi membiarkan sikap keterlaluan ini. Khomeini juga menyebutkan adanya konspirasi besar untuk mengubur semangat Islam, persis sebagaimana yang dihadapi Imam Husein di hari Asyura. Syah telah bekerjasama dengan kekuatan AS dan Israel untuk memberangus semua jejak Islam. Dia mengancam Syah agar tidak bermain-main dengan kemuliaan Islam. Dia membongkar pesan SAVAK yang umum diketahui telah dilatih oleh agen-agen MOSSAD dan CIA supaya para mullah tidak bebicara tentang tiga hal: Syah, Israel dan bahaya terhadap Islam Inilah babak baru perlawanan Khomeini yang dikenal dengan Gerakan 15 Khordad. Ceramah panjang Khomeini yang berisi bahan-bahan baru seputar konspirasi internasional yang belum pernah didengar khalayak sebelumnya ini telah mengalir ke segenap urat hadirin. Ribuan salinan rekaman ceramah ini disebar ke semua penjuru Iran pada malam itu juga.
125
Keesokan harinya, Syah meminta kepala SAVAK, Mayjen Hasan Pakravan, untuk mengambil tindakan tegas dan keras. SAVAK akhirnya menjebloskan Khomeini di penjara Qasr selama 19 hari. Tapi dia bukan sendirian. Ayatullah Hasan Thabathaba`i Qomi dan Muhammad Taqi Falsafi, orator ulung asal Tehran, juga digiring ke rumah tahanan. Dengan menahan Khomeini, rezim Syah sebenarnya meresmikan dirinya sebagai pemimpin oposisi dari kalangan agamawan. Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan kaburnya Bakhtiar ke luar negeri, kekuasaan Shah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya berdiri pemerintahan baru dengan sistem Republik Islam. Sejak kemenangan revolusi Islam hingga 2 Juni 1989 (hari wafat Imam Khomeini) terjadi banyak peristiwa penting di Iran yang menunjukkan betapa Amerika Serikat (AS) memusuhi pemerintahan Islam ini. Kelompok pemberontak sayap kanan atau kiri di Iran yang berusaha menumbangkan pemerintahan Islam didukung secara penuh, baik secara politik maupun finansial, oleh Barat dan Timur. Berbagai makar dan tipu daya dalam skala besar dilakukan oleh adidaya Barat dan Timur untuk menggulung pemerintahan Islam di Iran. Namun di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, semua tipu daya itu dapat digagalkan dan pemerintahan Islam di Iran tetap berdiri kokoh hingga sekarang. Sampai saat ini SAVAK masih difungsikan oleh rezim pemerintahan Ahmadinejad sebagai contra spionase dan berfungsi sebagai pengamanan (security) yang dikenal
security pasif (negatif) dan security aktif (Positif). Security pasif (negatif) berarti melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan. Baik dalam kegiatan operasi Intelijen terbuka maupun operasi Intelijen tertutup (klandestin) secara depensif. Sekuritas pasif mempunyai unsur sebagai berikut: 38 a) Concleament (menyembunyikan laporan sumber). b). Klasifikasi (tingkat kerahasiaan laporan). c). Kepercayaan atas sumber. d). Komponen-komponen evaluasi. e). Perubahan dalam penilaian kepercayaan dan f). Karakter baket (informasi). Adapun security aktif (positif) adalah sikap melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan dengan melakukan operasi intelijen secara opensif (terbuka atau tertutup).
38
2003), h. 3
Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka,
120
BAB IV INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
A. Hukum Aktivitas Intelijen (Tajassus) Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, aktivitas Intelijen dalam hukum Islam bisa haram, jaiz, dan wajib, ditinjau dari siapa yang menjadi target dari aktivitas Intelijen. 85 Menurutnya aktivitas tajassus yang ditujukan kepada kaum muslimin adalah haram. Pendapat tersebut didasarkan kepada Firman Allah Swt QS. Al-Hujuraat (49):12
%&' !"⌧$ ()&*+ 012 3 ,-./ ()&*+ < 6 78 9:::; 78 4565./ C< DE B A412 3 >?*412@3 MNO%E %>LL+ 7J*FK IE 5*F HE */T B H☺R1)S!L?LK P6N (\]^ YZMW[ 4VWL TI./ B “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)”
Sebagian mufassirin, seperti Abu Raja’ dan al-Hasan, membacanya dengan “tahassasuu” (dengan ha’ bukan dengan jim). Al-Akhfash menyatakan, bahwa makna keduanya (tajassasuu dan tahassasuu) tidaklah berbeda jauh. Sebab, tahassasuu bermakna al-bahtsu ‘ammaa yaktumu ‘anka (membahas/meneliti apa-apa yang tersembunyi bagi kamu). Ada pula yang mengartikan, bahwa tahassasuu, adalah apa yang bisa dijangkau oleh sebagian indera manusia. Sedangkan tajassasuu adalah memata-matai sesuatu. Ada pula yang menyatakan, kalau tajassasuu itu adalah aktivitas mata-mata yang
85
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, (Beirut: Dar al-Ummah, 1994), h. 212
121 dilakukan oleh orang lain, atau dengan utusan, sedangkan tahassasuu, aktivitas mata-mata yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Sedangkan Imam Qurthubi, mengartikan firman Allah, di atas dengan, “Ambillah halhal yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslimin. Yakni, janganlah seorang diantara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya, setelah Allah SWT menutupnya (auratnya)”. Pendapat Imam Qurthubi juga di kuatkan dengan hadist Nabi Saw: “Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat kerusakan”. (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).86
ا# وذا' ان, ! " # ا ا$ "ا آ% , ا ا ا ا ور: ل ذآ إذ آن,8 آ# ا:( و) ل# ا ا$ا آ450 )إ: ﺙؤ/0 ول,*+ , ن#ن ا-. ,") أ )<= ا! ن وا! ت "?ﻥA !5 ! )ل إذ:ل. , : ; ا4" )9 " # ! أن8 اذن ) وإن, وان: ; ا4" )9 " # ! أن8 ? ﺙ/0 ?ذن ا. (4 '. وا ها إ, ﺥ . 8E ). 8 ﻥاD “Allah berfirman: Hai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian buruk sangka terhadap orang-orang mukmin, begitu juga sebaliknya, karena sesungguhnya buruk sangka tidak dapat dibenarkan. Allah berfirman: (Menajuhlah kalian dari prasangka yang buruk), dan tidak berfirman: Semua prasangka itu buruk, maka artinya orang mukmin diizinkan untuk berprasangka buruk (memata-matai) kepada sebagian mereka dengan tujuan yang baik. Kemudian Allah berfirman: Jika kalian mendengar ada prasangka buruk terhadap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan yang baik, maka itu adalah kebohongan yang nyata. Maka Allah mengizinkan kepada orang mukmin berburuk sangka kepada sebagian orang mukmin atas sebagian yang lain atas tujuan kebaikan dan Allah berfirman: jika apa yang dikatakannya tidak meyakinkan”.
Sama halnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
E ,4E " L M E ,IE) " زر9! ﺙ ﺽ,شE " /E! ﺙ إ, 9+! و اE " ﺡﺙ ا8 4 اE ,I!8 ب وا" أD" " د وا!امO! و " اE " ة و$ " ﻥ= وآ40 .(<ه)" )روا ا" داوود. اس أ. I4 اT5" إذا اO "إن ا:) ل8 و8E “Abu Umamah telah menceritakan kepadaku,, dari Sa’id bin Amr al-Hadlramy, diceritakan dari Isma’il bin ‘Iyasy, diceritakan dari Dham-dham bin Zar’ah dari Syarih bin ‘Ubaid, dari Jabir bin Nufair, dari Katsir bin Marrah dan Amr bin Aswad dan Miqdam bin Ma’d kerabat dari Abi Umamah, dari Nabi Saw yang telah bersabda: Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka.” [HR. Abu Dawud].87
86
Abi Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan an Ta’wili Ay al-Qur’an, Juz 26, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 134 87 Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud, Jilid 4, (Kairo: Dar alHadits, tt), h. 274.
122 Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia, seperti Rasulullah Saw: “Diantara hal yang menyempurnakan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan masalah-masalah yang tak memiliki sangkut paut dengan dirinya.” (HR.Tirmidzi). Dalam hadits Ibnu ‘Abbas ra meriwayatkan dari Rasulullah Saw: “Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya maka kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari Kiamat.” (HR. Thabarani). Hadits-hadits di atas menunjukkan, betapa aktivitas-aktivitas Intelijen seperti mengintip, menyadap pembicaraan orang lain dan mengorek-ngorek berita, menguping pembicaraa orang lain, sangat tegas di larang oleh Islam. Padahal, aktivitas-aktivitas ini merupakan bagian terpenting dari aktivitas spionase. Oleh karena itu, menurut Taqiyyuddin an-Nabhani aktivitas memata-matai seorang muslim hukumnya adalah haram secara mutlak.88 Bahkan lebih jauh, ia juga mengungkapkan bahwa Islam menolak bukti yang diperoleh dengan jalan spionase. Tidak seperti tradisi hukum Barat yang biasa menggunakan detektif atau mata-mata untuk mencari-cari bukti kriminal dengan jalan menyadap telepon dengan berbagai metode spionase yang menyimpang (electronic surveillance). Aktivitas memata-matai di atas adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu terhadap individu yang lain maupun terhadap sekelompok masyarakat, dan sama sekali bukan merupakan aktivitas memata-matai yang dilakukan oleh intelijen negara. Pada sisi lain, ada sebagian orang berpendapat bahwa spionase yang dilakukan oleh badan-badan intelijen negara adalah boleh. Sebab, spionase yang dilakukan oleh Negara akan membawa kemaslahatan bagi Negara. Namun ada juga yang berpendapat bahwa 88
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, (Beirut: Dar al-Ummah, 1994), h. 212
123 aktivitas semacam ini tidak disandarkan kepada dalil syara’. Mereka hanya bertumpu kepada maslahat untuk membangun pendapatnya; misalnya spionase untuk memonitoring aktivitas rakyat yang berpotensi melakukan makar terhadap negara, menggali keadaan rakyatnya lebih dalam lagi, dan lain-lain. Namun perlu diingat, bahwa maslahat tidak berarti sama sekali untuk membangun hukum syara’. Seorang muslim diwajibkan untuk hanya ber-tahkim (berhukum) dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah Swt, bukan ber-tahkim dengan maslahat yang bersifat temporal dan berubah-ubah.89 Dalam tradisi hukum Islam, bukti yang didapat dari jalan spionase tidak boleh dijadikan bukti di sidang pengadilan. Dalilnya adalah riwayat dari al-A’masy bin Zaid, ia menceritakan bahwa al-Walid bin ‘Uqbah dihadapkan kepada Ibnu Mas’ud dan dituduh ketahuan terdapat tetesan khamr di jenggotnya. Ibnu Mas’ud berkata:
:/. ا ا" < د: ل, W ز " وهE ,V!EO اE ,I ﺡﺙ أ" و,I4M " " اD""ﺡﺙ أ \ ?ﺥ " )رواM # إنD و,Z<[5 اE ان ﻥ: ا4E ل. , ﺥ! ا5+ X نY. ها .(ا"ا دوود “Abu Bakar telah menceritakan kepadaku dari Abi Syaibah, telah menceritakan kepadaku Abu Mu’awiyah dari A’masu, dari Zaid bin Wahhab berkata: Datanglah Ibnu Mas’ud dan berkata: Ini Fulan Jenggotnya telah basah oleh arak, maka berkatalah Abdullah: Kita dilarang memata-matai, tetapi bila terdapat bukti yang tampak, kita akan menggunakannya.”90
Adapun terhadap kafir dzimmiy yang menjadi warga negara di Daulah Khilafah, maka kedudukan mereka setara dengan kaum muslimin. Sehingga seorang muslim dilarang memata-matai mereka.91 Adapun memata-matai kafir harbiy (kafir yang harus diperangi), baik kafir harbiy haqiqiy, maupun hukman, hukumnya adalah jaiz (boleh) bagi seorang muslim, atau sekelompok kaum muslimin. Namun wajib bagi negara (Daulah Khilafah), baik kafir harbiy yang berada di dalam Daulah Khilafah Islamiyyah, maupun yang berada di negaranya sendiri. 89
Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, (Jakarta: Arrahmah Media, 2006), h 206.
90
.Abu Dawud bin Sulaiman al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abu Dawud, Jilid 4, (Kairo: Dar El-Hadits, tt), h 274; lihat pula, Abu Ameenah Bilal Philips, Tafseer Soorah Al Hujurat; Menolak Tafsir Bid’ah (Elyasa’ Bahalwan (pentj)), (Surabaya: Andalus Press, 1990), h.151 91
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah., h. 212
124 Dalil yang menunjukkan adanya larangan di atas adalah riwayat yang disebut dalam Sirah Ibnu Hisyam, bahwa Nabi Saw pernah mengutus ‘Abdullah bin Jahsiy bersama 8 orang dari kalangan Muhajirin. Kemudian Rasulullah Saw memberikan sebuah surat kepada ‘Abdullah bin Jahsiy, dan beliau saw menyuruhnya agar tidak melihat isinya. Ia boleh membuka surat itu setelah berjalan kira-kira 2 hari lamanya. Selanjutnya mereka bergegas pergi. Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, barulah ‘Abdullah bin Jahsiy membuka surat, dan membaca isinya, dimana isi surat tersebut adalah, “Jika engkau telah melihat suratku ini, berjalanlah terus hingga sampai kebun korma antara Mekah dan Tha’if, maka intailah orang-orang Quraisy, dan kabarkanlah kepada kami berita tentang mereka (orang Quraisy).” Dalam surat tersebut, Rasulullah Saw memerintah ‘Abdullah bin Jahsiy untuk memata-matai orang Quraisy, dan mengabarkan berita tentang mereka kepada Rasul. Akan tetapi, beliau Saw memberikan pilihan kepada para shahabat lainnya untuk mengikuti ‘Abdullah bin Jahsiy, atau tidak. Rasulullah Saw juga mengharuskan ‘Abdullah bin Jahsiy untuk terus berjalan hingga sampai ke kebun kurma antara Mekah dan Tha’if, dan memata-matai orang Quraisy. Riwayat ini menyatakan bahwa Rasulullah Saw, telah meminta shahabat untuk melakukan aktivitas spionase, yakni wajib bagi ‘Abdullah bin Jahsiy. Namun shahabat yang lain diberi dua pilihan, ikut bersama ‘Abdullah bin Jahsiy atau tidak. Dengan demikian, tuntutan untuk melakukan spionase bagi amir jama’ah, yakni ‘Abdullah bin Jahsiy (dinisbahkan kepada negara) adalah pasti, sehingga hukumnya wajib, sedangkan bagi kaum muslimin tuntutan tidak pasti, sehingga hukumnya jaiz (boleh). Hadits ini menunjukkan kepada kita, bahwa hukum memata-matai kafir harbiy adalah wajib bagi negara, sedangkan bagi kaum muslimin adalah jaiz. Begitu juga dengan surat al-Hujuraat [49]: 12, dengan jelas dan tegas menunjukkan keharaman melakukan aktivitas tajassus (spionase). Sebab dalam ayat tersebut disebutkan, “wa laa tajassasuu” (dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
125 (tajassus)). Ayat ini berlaku umum untuk semua tajassus, kecuali ada dalil syara’ yang mengkhususkan. Sedangkan maslahat tidak bernilai sama sekali untuk men-takhshish (mengkhususkan) atau apapun namanya terhadap keumuman ayat ini. Walhasil, pendapat yang menyatakan bahwa aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya dibolehkan dengan alasan maslahat, merupakan pendapat yang bathil dan telah terbukti kelemahannya. Oleh karena itu, aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara secara mutlak. Sedangkan bolehnya seorang muslim, atau kafir dzimmiy, memata-matai kafir harbiy hakiki, maupun kafir harbiy hukman, merupakan pengkhususan dari keumuman pengertian surat al-Hujuraat [49] ayat 12 tersebut. Sebab ada dalil yang menunjukkannya, yakni sunnah Rasul. Adapun dalam hukum ketatanegara Indonesia, kewenangan melakukan aktivitas Intelijen adalah lembaga-lembaga Intelijen Negara, seperti halnya Badan Intelijen (BIN). Namun di Indonesia tidak hanya terdapat BIN (Badan Intelijen Negara). Karena selain itu ada badan-badan intelijen yang di kendalikan Tentara Nasional Indoneisa (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI). Jaksa Agung Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga sipil laninya. Sedangkan masyarakat umum atau sipil tidak dibenarkan melakukan aktivitas intelijen baik terhadap negara republik Indonesia baik dengan tujuan unutuk diri sendiri organisasi atau negara lain. Adapun agen intelijen dihadapan hukum sama halnya dengan masyarakat sipil. Artinya, dalam hal ini berlaku asas, seluruh warga Negara memiliki persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Dalam menajalaskan tugasnya, intelijen juga dilindungi oleh undang-undang selagi aktivitasnya maih dalam kewenangan dan batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang, seperti dalam pasal 50 KUHP: barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. Artinya, walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk
126 melaksanakan ketentuan undang-undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana. Selain itu, jika intelijen melakukan aktivitasnya karena menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, juga tidak dianggap melanggar hukum. Hal ini berdasarkan pasal 51 KUHP: barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Keluasan dalam undang-undang ini adalah seseorang dapat melaksanakan undang-undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam hukum Islam, Intelijen yang sedang melakukan tugas juga dilindungi dengan hukum jinayah. Artinya, hukuman terhadap intelijen dihapuskan karena melaksanakan kewajiban bagi pihak yang berwajib (Kepala Negara), untuk menjamin keamanan dan keselamatan Negara.92 Pembelaan hukum dalam hal ini sebagai alasan pembenaran (mahkum fih) karena berdasarkan kepentingan umum, amar ma’ruf nahi munkar, berdasarkan al-Qur’an al-Maidah [5] ayat 2 dan hadits Rasulullah Saw:
َُِ اْ َِبM َc8 اcَ إِنc8ُا اc ِﺙْ)ِ وَاْ ُْوَانِ وَا-َْ ا8َE َْى وََ َ َوَﻥُاc5ِ _ وَا4َْ ا8َE وَ َ َوَﻥُا “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah (5): 2)
eX5< ' ن-. <ﻥ84. eX5< ) ن-. ," T8. " T ع انX5. اD )D رأ .(!ن )روا ا"ا داوودf اg وذا' اﺽ484. “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, kemudian ia dapat mengubahnya dengan tanganya, maka ia hendaklah mengubah dengan tangan. Kalau tidak dapat dengan tangan, maka hendaklah dengan lisannya. Kalau tidak dapat maka dengan hatinya, dan ini adalah iman yang selemahlemahnya.”93
Berdasarkan al-Qur’an dan hadits di atas, maka hukum melakukan aktivitas intelijen Negara dalam Islam mendapatkn jaminan dan legal. Mengapa demikian? Amar ma’ruf
92
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 164
93
Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud., h. 479
127 nahi munkar adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Pembelaan ini sekaligus memberikan teladan kepada masyarakat agar berdiri atas dasar hukum dan tidak melanggarnya. Jika agen intelijen melakukan ativitas melebihi dari kewenangannya, maka tidak ada jaminan hukum lagi. Dapat juga dijatuhkan sanksi hukum.
B. Sanksi Atas Tindakan Intelijen (Tajassus) Apabila tajassus dilakukan kafir harbiy baik hakiki, maupun hukuman, maka sanksinya adalah bunuh, bila diketahui bahwa ia adalah mata-mata, atau telah terbukti bahwa ia adalah mata-mata. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari dari Salamah bin al-Akwa’, bahwa “Seorang mata-mata dari orang-orang musyrik mendatangi Rasulullah Saw, sedangkan orang itu sedang safar. Lalu, orang itu duduk bersama dengan para shahabat Nabi Saw, dan ia berbincangbincang dengan para shahabat. Kemudian orang itu pergi. Nabi Saw berkata, “Cari dan bunuhlah dia!” Lalu, aku (Salamah bin al-Akwa’) berhasil mendapatkannya lebih dahulu dari para shahabat yang laih, dan aku membunuhnya.”94 Imam Muslim juga meriwayatkan dengan pengertian senada namun dengan lafadz berbeda. Sedangkan dalam riwayat Abu Na’iim dalam al-Mustakhraj, dari jalan Yahya alHamaniy, dari Abu al-‘Umais, “Ketahuilah, bahwa dia adalah mata-mata”. Hadits ini menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah Saw telah menetapkan, bahwa ia adalah mata-mata, kemudian beliau Saw berkata, “Cari, dan bunuhlah dia.” Ini menunjukkan, bahwa thalab (permintaan) dari Rasul adalah thalab yang pasti, sehingga sanksi bagi kafir harbiy yang mematai-matai kaum muslimin, adalah dibunuh tanpa perlu komentar.
94
Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, (Jakarta: Arrahmah Media, 2006), h 210.
128 Ketentuan ini berlaku umum untuk semua kafir harbiy, baik kafir mu’ahid, musta’min, atau bukan mu’ahid dan musta’min.95 Bila tajassus dilakukan oleh kafir dzimmiy, maka sanksi yang dijatuhkan kepadanya perlu dilihat. Jika pada saat ia menjadi kafir dzimmiy disyaratkan untuk tidak menjadi mata-mata, dan bila ia melakukan spionase dibunuh, maka sanksi bila kafir dzimmiy tadi melakukan tindak tajassus, maka hukumnya dibunuh sesuai dengan syarat tadi. Namun bila saat ia menjadi kafir dzimmiy tidak disyaratkan apa-apa, maka Khalifah boleh menetapkan sanksi bunuh terhadapnya, atau tidak, bila ia melakukan tajassus. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi Saw telah memerintahkan untuk membunuh seorang kafir dzimmiy, yakni mata-matanya Abu Sofyan (Furat bin Hayyan), kemudian sekelompok orang Anshor mendatangi Furat bin Hayyan, lalu dia (Furat bin Hayyan) berkata, “Saya muslim!”. Kemudian para shahabat berkata, “Dia telah bersumpah
menjadi
seorang
muslim.”
Kemudian
Rasulullah
Saw
bersabda:
“Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Hadits ini menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah Saw memerintahkan para sahabat untuk membunuh kafir dzimmiy yang melakukan tindak spionase (tajassus). Namun demikian, hal ini hanya berhukum jaiz (boleh) bagi imam, tidak wajib seperti sanksi terhadap kafir harbiy bila menjadi matamata. Dalil yang menyatakan bahwa sanksi bunuh terhadap kafir dzimmiy jaiz (boleh) dan tidak wajib, adalah hadits di atas tidak memiliki qarinah (indikasi) yang bersifat jaazim (pasti). Walhasil, hadits di atas thalab-nya menjadi tidak pasti (ghairu jaazim). Ada qarinah yang menunjukkan bahwa thalab pada hadits itu tidak pasti (ghairu jaazim) yakni, nash hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak langsung membunuh Furat bin Hayyan, sekedar mengetahui bahwa ia adalah mata-mata, padahal kafir harbiy yang 95
Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 211-212.
129 disebutkan dalam hadits Salamah bin al-Akwa’, Rasulullah Saw langsung memerintah untuk membunuhnya sekedar setelah ditetapkan bahwa ia adalah mata-mata, dengan Rasulullah Saw bersabda kepada kaum muslimin, “Cari dan bunuhlah dia!” Dalil ini menunjukkan, bahwa beliau tidak langsung membunuhnya, padahal Rasulullah Saw mengetahuinya bahwa ia adalah kafir dzimmiy, dan ini tampak jelas dari lafadz hadits, “dan dia adalah (kafir) dzimmiy, dan seorang mata-mata”, yakni bahwa dia (Furat bin Hayyan) telah diketahui oleh beliau Saw. Ini juga tampak jelas dari ucapan Rasulullah Saw, “dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Atas dasar itu, Rasulullah Saw telah berkata kepada kafir harbiy yang melakukan tindak tajassus, “Cari dan bunuhlah dia!”96 Sedangkan untuk Furat bin Hayyan beliau Saw sekedar memerintahkan untuk membunuhnya, namun tidak memerintahkan kaum muslimin untuk mencarinya. Ini menunjukkan dengan jelas, ada perbedaan antara kedua riwayat tersebut; riwayat Salamah bin Akwa’ dengan Furat bin Hayyan. Terhadap kafir harbiy, maka tuntutan untuk membunuh bila mereka melakukan tindak spionase, adalah tuntutan yang pasti (thalab jaazim), sedangkan tuntutan untuk membunuh kafir dzimmiy, bukanlah tuntutan yang pasti (ghairu jaazim). Ini menunjukkan bahwa membunuh mata-mata dari kalangan kafir dzimmiy, atau tidak, hukumnya adalah jaiz (mubah). Adapun bila seorang muslim memata-matai kaum muslimin dan kafir dzimmiy untuk kepentingan musuh, maka ia tidak dibunuh. Sebab, Rasulullah Saw telah memerintah untuk membunuh kafir dzimmiy (bila mereka melakukan tindak spionase), namun ketika ia menjadi muslim, maka hukuman bunuh itu dibatalkan. Rasulullah Saw telah memerintahkan untuk membunuh Furat bin Hayyan, seorang kafir dzimmiy sekaligus sebagai mata-mata, namun ketika para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, dia telah bersumpah 96
menjadi
seorang
muslim.”
Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 212.
Kemudian
Rasulullah
Saw
bersabda:
130 “Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Walhasil, ‘illat dibatalkannya hukum bunuh, karena ia telah menjadi seorang muslim. Imam Bukhari meriwayatkan, “Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Rasulullah saw mengutusku, juga Zubeir, dan Miqdad bin al-Aswad. Rasulullah Saw bersabda, “Pergilah sampai ke kebun Khakh, dan di sana ada sekedup, dan didalamnya ada wanita yang membawa surat, maka ambillah surat itu.” Kemudian kami berangkat dengan menaiki kuda, hingga sampailah kami di kebun itu, kami menjumpai sekedup. Kami berkata, “Keluarkan suratnya!” Wanita itu menjawab, “Saya tidak memiliki surat.” Kami berkata, “Sungguh, engkau keluarkan suratnya, atau kami akan singkap baju kamu!” Kemudian wanita itu mengeluarkan surat itu dari gelung rambutnya. Kemudian kamu memberikan surat itu kepada Rasulullah Saw ketika di dalamnya tertulis, “Dari Hathib bin Abiy Balta’ah kepada penduduk Mekah. Dan ia mengabarkan sebagian perintah Rasulullah Saw.” Rasulullah Saw berkata, “Apa ini, wahai Hathib?” Hathib berkata, “Jangan tergesa-gesa terhadapku, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku (berbuat semacam ini) untuk keluargaku di Mekah. Sedangkan orang-orang yang bersama anda, yakni orangorang Muhajirin mereka memiliki kerabat dekat di Mekah yang bisa melindungi keluarga dan hartanya, sedangkan aku tidak. Maka aku melakukan hal ini, agar mereka bisa melindungi kerabatku di Mekah. Aku tidak melakukan ini untuk kekafiran, dan aku tidak murtad, dan aku tidak ridla dengan kekafiran setelah Islam.” Rasulullah Saw bersabda, “Benarlah engkau!” ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk memenggal leher orang munafiq ini!” Rasulullah Saw bersabda, “Dia adalah orang yang ikut di perang Badar, dan engkau tidak mengetahui bahwa Allah telah memulyakan ahli
131 badar,” kemudian beliau Saw bersabda, “Kerjakan, apa yang engkau kehendaki, kalian telah aku maafkan!”97 Hadits ini menceritakan bahwa Hathib bin Abi Balta’ah telah memata-matai kaum muslimin, dan Rasulullah Saw tidak membunuhnya. Ini menunjukkan, bahwa bila seorang muslim melakukan tindak tajassus, maka ia tidak dijatuhi sanksi bunuh. Tidak bisa dikatakan, bahwa hadits ini hanya khusus untuk ahli Badar, sebab, ‘illat penafian hukuman bunuh bagi Hathib bin Abi Balta’ah, karena ia adalah ahli Badar. Tidak bisa dikatakan demikian, sebab, walaupun nash ini berfaedah pada ta’lil (‘illat), dan walaupun redaksi nash tersebut menunjukkan bahwa riwayat tersebut mengandung ‘illat, akan tetapi, hadits riwayat Imam Ahmad dari Furat bin Hayyan dimana hukuman bunuh telah dibatalkan kepadanya karena ia masuk Islam; dan sebelumnya ia seorang kafir dzimmiytelah menafikan ‘illat pada hadits riwayat Imam Bukhari di atas. Riwayat Imam Ahmad ini sekaligus telah menempatkan “‘illat” pada hadits riwayat Bukhari tersebut, sebagai sifat dari sebuah fakta saja-bukan sebagai ‘illat, sebab, Furat bin Hayyan bukanlah ahli Badar. Imam Ahmad meriwayatkan hadits itu dari jalan Sofyan al-Tsauriy. Tidak bisa dikatakan seperti itu, sebab, Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dari Sofyan Bisyr bin al-Sariy al-Bashariy, dan dia termasuk orang yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dengan demikian hadits ini sah sebagai dalil.98 Walhasil, riwayat Imam Ahmad tersebut diatas bisa digunakan sebagai dalil, bahwa sanksi atas seorang muslim yang melakukan tindak tajassus, tidaklah dibunuh. Namun, ia diberi sanksi sebagaimana ketetapan yang dijatuhkan oleh Khalifah maupun qadliy. Aktivitas tajassus yang dilakukan oleh seorang muslim kepada kaum muslimin lainnya, bukan untuk kepentingan musuh, namun sekedar memata-matai saja, maka syara’
97
Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 214. 98 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 214.
132 tidak menetapkan sanksi tertentu atas aktivitas tersebut. Sanksi bagi seorang muslim yang mematai sesama muslim adalah saksi ta’ziiriyyah yang kadarnya ditetapkan oleh seorang qadliy.99 Sedangkan aktivitas tajassus dalam tata hukum di Indonesia bertujuan untuk melindungi rahasia Negara, yakni informasi publik yang untuk waktu tertentu tidak dapat disampaikan kepada publik karena dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional. Informasi tersebut “disimpan” untuk waktu tertentu dan baru disampaikan kepada publik setelah melewati waktu tersebut. Prinsipnya adalah bahwa semua informasi publik, termasuk informasi yang dimiliki negara, adalah milik publik. Sebagai suatu pengecualian tentu sifatnya harus terbatas dan limitatif dan berlaku pada jangka waktu tertentu saja. Agar pengecualian tersebut tetap menjadi satu kesatuan dan tidak bertentangan dengan hak atas informasi sebagai prinsip utama, maka sudah sewajarnya dibuat dalam satu produk hukum. Oleh karena itu, sanksi pidana lebih ditekankan kepada pejabat publik yang bertanggungjawab untuk mengelola rahasia negara, bukan kepada masyarakat umum, meski rakyat memiliki hak untuk mengetahui segala hal tentang penyelenggaraan negara yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat (kepentingan publik). Hal ini sekaligus sebagai pertanggungjawaban lembaga-lembaga penyelenggara negara kepada publik yang telah memberikan kekuasaan dan kewenangan melalui konstitusi kepada organ-organ negara. Untuk menjaga rahasia Negara, tidak terlepas transparansi dan kontrol sosial yang dapat memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan.disinilah kenapa kenapa peran Intelijen dalam sebuah Negara menjadi penting. 100
99
Taqiyyuddin al-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah., h. 218. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h.161-162 100
133 Salah satu alasan utama perlunya keberadaan rahasia negara adalah adanya ancaman eksternal (external threat approach) yang dipandang dapat mengganggu kepentingan keamanan nasional.101 Hal ini dilakukan untuk menjaga pertahanan Negara yang merupakan sarana diplomasi untuk mencegah (detterent) kekuatan luar melakukan intervensi atau agresi. Dalam konteks itu maka setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi publik, kecuali informasi yang merupakan rahasia negara, yaitu: Informasi di bidang Pertahanan dan Keamanan yang meliputi: a. Sistem intelijen strategis; b. Pangkalan data strategis; c. Pusat komando dan perencanaan operasi militer; d. Kekuatan militer yang akan digunakan dalam gelar penindakan; e. Sistem komunikasi strategis; f. Dukungan logistik operasi; g. Spesifikasi persenjataan; h. Perintah operasi dan taktik militer. Sedangkan sanksi bagi orang yang membocorkan rahasia Negara, seperti di China dan Iran adalah hukuman mati. Namun di Indonesia, hukumannya cukup variatif, sesuai dengan Pasal 113-129 KUHP, dimana hukuman penjara sampai batas maksimal 20 tahun atau semurur hidup bahkan hukuman mati.102
101
Edy Prasetyono, Rahasia Negara dan Hubungan Internasional, Makalah Disampaikan pada FGD “Menyoal Kerahasiaan Negara Secara Komprehensif Dalam Sistem Negara Demokratik”, Imparsial, Jakarta, 9-10 Februari 2006. h. 1 102 Mengenai pasal-pasal dalam KUHP di atas, terkait dengan sanksi dalam membocorkan rahasia negara, sampai saat ini belum mengalami revisi.
134 Adapun sanksi yang tercantum dalam pasal 113-129 adalah : a. Pasal 113, ayat (1), dijelaskan bahwa siapapun yang dengan sengaja, mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambargambar atau benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, maka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan pada ayat (2), meyebutkan, jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah, atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. b. Pasal 114, sipapaun yang menyebabkan surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 113, dimana ia memiliki kewajiban untuk menyimpan. Akan tetapi kemudian diketahui orang atau pihak lain yang tidak berwenang mengetahui, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. c. Pasal 115, siapa saja yang melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 113, kemudian membuat atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian atau pamong praja, dalam hal benda-benda itu ke tangannya, diancam dengan pidana penjara palling lama tiga tahun. d. Pasal 116, apabila terjadi permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana diamksud dalam pasal 113 dan 115, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun.
135 e. Pasal 117, siapapun diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa tanpa wenang. 1) Dengan sengaja memasuki bangunan Angkatan Darat atau Angkatan Laut, atau memasuki kapal perang melalui jalan yang bukan jalan biasa; 2) Dengan sengaja memasuki daerah, yang oleh Presiden atau atas namanya, atau oleh penguasa tentara ditentukan sebagai daerah tentara yang dilarang; 3) Dengan sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau mangangkut gambat potret atau gambar tangan maupun keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain mengenai daerah seperti tersebut dalam pasal ke-2, beserta segala sesuatu yang ada disitu. f. Pasal 118, siapapun diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sembilan ribu rupiah, jika tanpa wewenang, sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau petunjukpetunjuk lain mengenai sesuatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan tentara. g. Pasal 119, lebih jauh diterangkan bahwa siapa saja dapat diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun: 1) Barang siapa memberi pondokan kepada orang lain, yang diketahuinya
mempunyai
niat
atau
sedang
mencoba
untuk
mengetahui benda-benda rahasia seperti tersebut dalam pasal 113, padahal tidak wenang untuk itu, atau mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui letak, bentuk, susunan, persenjataan, perbekalan, perlengkapan mesin, atau kekuatan orang dari bangunan
136 pertahanan atau sesuatu hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan tentara; 2) Barang siapa menyembunyikan benda-benda yang diketahuinya bahwa
dengan
cara
apapun
juga,
akan
diperlukan
dalam
melaksanakan niat seperti tersebut pada ke-1. h. Adapun pada pasal 120, jika kejahatan tersebut pasal 113, 115, 117, 118, 119 dilakukan dengan akal curang seperti penyesatan, menyamakan, pemakaian nama atau kedudukan palsu, atau dengan menawarkan atau menerima, membayangkan atau menjanjikan hadiah, keuntungan atau upah dalam bentuk apapun juga, atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka pidana hilang kemerdekaan dapat diperberat lipat dua. i.
Pasal 121, siapapun yang oleh negara ditugaskan pemerintah untuk berunding dengan suatu negara asing, dengan sengaja merugikan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
j.
Dalam pasal 122, seseorang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika : 1)
Barang siapa dalam masa perang yang tidak menyangkut Indonesia, dengan sengaja melakukan perbuatan yang membahayakan kenetralan negara, atau dengan sengaja melanggar suatu aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah, khusus untuk mempertahankan kenbetralan tersebut;
2)
Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah guna keselamatan negara.
k. Pada pasal 123, seseorang warga Negara Indonesia yang dengan suka rela masuk tentara negara asing, pada hal ia mengetahui bahwa Negara itu sedang perang
137 dengan Negara Indonesaia, atau akan menghadapi perang dengan Indonesia, diancam dalam hal terakhir jika pecah perang, denga pidana penjara paling lama lima belas tahun. l.
Terakhir, pada pasal 124, disebutkan bahwa : 1)
Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja memberi bantuan kepada musuh atau merugikan negara terhadap musuh, diancam dengan pidana penjara lima belas tahun.
2)
Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu atau paling lama dua puluh tahun jika si pembuat : a) Memberitahukan atau memberikan kepada musuh peta, rencana, gambar, atau penulisan mengenai bangunanbangunan tentara; b) Menjadi mata-mata musuh, atau memberikan pondokan kepadanya.
3)
Pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun dijatuhkan jika si pembuat : a) Memberitahukan
atau
menyerahkan
kepada
musuh,
menghancurkan atau merusakkan sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian daripadanya, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu untuk menggenangi air atau karya tentara lainya yang
138 direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis tau menyerang; b) Menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara, pemberontakan atau desersi dikalangan Angkatan Perang. m. Pasal 125 menyebutkan bahwa permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 124, diancam dengan pidana paling lama enam tahun. n. Sedangkan pada pasal 126, seseorang ancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun barang siapa dalam masa perang, tidak dengan maksud membantu musuh atau merugikan negara sehingga menguntungkan musuh, dnegan sengaja: 1) Memberikan
pondokan
kepada
mata-mata
musuh,
menyembunyikannya atau membantunya melarikan diri; 2) Menggerakkan atau memperlancar pelarian (desersi) prajurit yang bertugas untuk Negara. o. Selanjutnya, dalam pasal 127, menyebutkan; 1) Barang siapa dalam masa perang menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa diserahi mengawasi penyerahan barang-barang, membiarkan tipu muslihat itu. p. Pada pasal 128, juga dijelaskan; 1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 104, dapat dipidana pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 no. 1-5. 2) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal-pasal 106-108, 110-125, dapat dipidana pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 no. 1-3.
139 3) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 127, yang bersalah dapat dilarang menjalankan pencarian yang dijalankannya ketika melakukan kejahatan itu, dicabut hak-hak berdasarkan pasal 35 no. 1-4, dan dapat diperintahkan supaya putusan hakim diumumkan. q. Adapun pasal 129, terkait dengan pidana-pidana yang berdasarkan terhadap perbuatan-perbuatan dalam pasal-pasal 124-127, diterapkan jika salah satu perbuatan dilakukan terhadap aturan yang bersangkutan dengan negara sekutu dalam perang bersama.
C. Analisis Kedudukan Intelijen Negara dalam Ketatanegaraan Islam dan Indonesia Intelijen Negara seperti yang telah diulas oleh penulis di atas, memiliki peran dan posisi yang sangat menentukan. Bukan hanya dalam menjaga stabilitas dalam negeri tetapi sekaligus menjaga kedaulatan Negara dengan barganining position tertentu. Dalam Islam, intelijen Negara dilakukan dalam rangka memperoleh informasi sekaligus mengelabui musuh dengan memanipulasi informasi juga. Artinya, informasi yang diperoleh akan dikelola, dianalisa dan dilemparkan kembali menjadi wacana. Strategi ini digunakan untuk melihat sisi psikologis lawan dengan menggunakan cara yang sama. Teori inilah yang akhirnya berkembang menjadi teori konspirasi yang digunakan oleh Intelijen diberbagai belahan dunia. Sebagai contoh teori konspirasi ini adalah Perang Khandaq,103 dimana Rasulullah mengutus Nu’aim bin Mas’ud dari kalangan musyrikin yang memeluk Islam di hadapan Rasulullah Saw untuk kembali ke tengah-tengah pasukan musuh agar memecah belah bala tentara musuh. “Di antara kita, engkau adalah satu-satunya orang yang dapat
103
Abu Fikri, Spionase Ala Islam, http://www.gaulislam.com/spionase-a-la-islam/. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008.
140 melaksanakan tugas itu. Bila engkau sanggup, lakukanlah tugas itu untuk menolong kita. Ketahuilah bahwa peperangan sesungguhnya adalah tipu muslihat.” Dengan perintah ini, akhirnya Nu’aim pergi mendatangi Yahudi Bani Quraidlah dan meyakinkan mereka untuk tidak terlibat dalam peperangan melawan kaum muslimin sebelum mendapat jaminan dari Quraisy berupa beberapa orang terkemuka sebagai sandera, supaya kaum Quraisy tidak mundur dari peperangan meninggalkan mereka sendirian menghadapi kaum muslimin. “Engkau telah memberikan pendapat yang amat baik,” kata para pemimpin Yahudi Bani Quraidlah. Kemudian Nu’aim mendatangi pemimpin-pemimpin Quraisy. Pada mereka Nu’aim menceritakan kalau Yahudi Bani Quraidlah menarik pasukannya. Mereka juga secara diam-diam telah membuat kesepakatan dengan Muhammad untuk menculik beberapa pemimpin Quraisy dan Ghathafan untuk diserahkan pada Muhammad dan dibunuh. Nu’aim juga berpesan agar mereka tidak menyerahkan seorang pun pada mereka. Misi Nu’aim berhasil, akhirnya pasukan Yahudi Bani Quraidlah meninggalkan peperangan sehingga kekuatan musuh berkurang. Dari kisah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa posisi Intelijen kemudian menjadi wajib untuk menjaga stabilitas negara dari rongrongan musuh. Akan tetapi di sisi lain, Intelijen negara dalam Islam diharamkan melakukan aktivitas spionase bagi warganya, baik dari kalangan muslim ataupun kafir dzimmi. Meskipun dengan alasan mencegah terjadinya kejahatan. Hal ini didasarkan pada QS.al-Hujurat (49), ayat 12 dan hadits dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya kami telah dilarang untuk melakukan tajassus. Akan tetapi, jika kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyele-wengan maka kami pasti akan menghukumnya.”104
104
Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ats as-Sajistani al-Azdari,.Sunan Abi Dawud., h. 274
141 Di samping Hadits ini, masih ada beberapa hadits yang menegaskan larangan aktifitas memata-matai, seperti mengintip, menyadap pembicaraan orang lain, dan mengorekngorek berita, menguping pembica-raan orang lain. Larangan tajassus bukan hanya yang dilakukan sesama warga, tapi juga yang dilakukan penguasa kepada rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya pemimpin itu, jika mencari keraguan (sehingga mencaricari kesalahan) dari rakyatnya, berarti ia telah merusak mereka (HR Ahmad). 105 Salah satu sumbangan terbesar Rasulullah Saw dalam peradaban manusia, khususnya bidang intelijen Islam adalah dimana saat beliau berperan sebagai kepala Negara, sekaligus pemimpin perang dengan segala strateginya. Nah, dalam strategi inilah Rasulullah Saw sering mengutus para sahabatnya menjadi Intelijen untuk melakukan spionase atas pihak lawan. Meski begitu, Rasulullah tetap memberikan catatan tersendiri106 dalam melakukan aktivitas tajassus ini. Pertama, posisi intelijen harus dibawah komando pemimpin/komandan perang (jika dalam keadaan perang). Dalam hal ini Rasulullah Saw menerapkan pendidikan kedisiplinan individu, agar tidak menimbulkan kekacauan. Kedua, seorang intelijen harus menepati janji. Artinya, seorang Intelijen harus amanah, memberikan informasi secara kontinyu dan tidak membocorkan rahasia Negara. Ketiga, seorang intelijen harus menghargai warga sipil. Ini adalah salah satu bukti, dimana Rasulullah Saw sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Orang-orang yang netral seperti warga sipil, oleh beliau tidak masuk dalam daftar orang yang harus ‘dicurigai’. Keempat, dalam melakukan aktivitas tajassus, seorang Intelijen juga tidak diperbolehkan melanngar pakta perjanjian damai yang telah disepakati.
105
106
Ibid.
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta: Amzah, 2006), cet. II, hal. 133
142 Kelima, seorang intelijen dapat melakukan perlawanan dalam rangka pembelaan diri, jika dirinya berada pada posisi yang membahayakan. Posisi intelijen dalam Islam terus mengalami perubahan fungsional sampai pada masa berakhirnya kekaisaran Ottoman Turki pada tahun 1924. Hingga kini, dengan pecahnya Khilafah Islamiyah menjadi Negara kebangsaan (nation state) aktivitas tajassus tetap diberlakukan oleh berbagai Negara di dunia, Timur sampai Barat. Bahkan di Iran sendiri, posisi intelijen menjadi informan pemerintah untuk mengetahui bagaimana kondisi rakyat secara riil di lapangan. Sehingga penguasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu Intelijen Iran juga berfungsi menjaga rahasia Negara dari serangan intelijen asing. Sedangkan posisi intelijen dalam hukum tata Negara Indonesia sendiri, juga terus mengalami perubahan. Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia, masalah penataan kelembagaan, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi salah satu prioritas bagi transisi demokrasi yang tengah berjalan. Penataan kelembagaan politik, termasuk BIN memberikan satu garansi bagi mulusnya proses demokrasi transisional dan reformasi yang diharapkan. 107 Permasalahan yang muncul kemudian adalah setelah delapan tahun reformasi berjalan, belum semua kelembagaan politik dan Negara tertata dan sesuai dengan nilai dan prinsip demokrasi. Salah satunya adalah komunitas Intelijen, khususnya lembaga intelijen Negara (BIN). Sampai saat ini, ruang lingkup dan batasan-batasan mengenai wilayah kerja dari masing-masing intelijen tersebut belum secara jelas diatur. Bahkan berulang kali, baik lembaga intelijen Negara (BIN) dan intelijen keamanan, yakni Intelkam Polri masih saling tumpang tindih, serta minim koordinasi karena sistem intelijen memang belum ada bentuknya dan tidak ada satu pun aturan. Sampai saat ini, Indonesia belum punya undang-undang Intelijen secara resmi dan aturan main yang jelas. Sehingga Intelijen sering memunculkan polemic, untuk apa, siapa
107
Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam Polri, http: //muradi. wordpress.com /2007/01/06/Intelijennegara-dan-intelkam-polri/. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008.
143 dan mengapa BIN bekerja. Apakah intelijen mengabdi untuk institusi negara republik Indonesia, kepada rakyatkah atau pada kekuasaan? Pertanyaan inilah yang kemudian menimbulkan wacana publik, ketika Indonesia ikut dalam pakta penandatanganan UU Terorisme Internasional di Amerika Serikat pada tahun 2001. Dalam kondisi politik global, terutama setelah Peristiwa 11 September 2001, pasca runtuhnya Gedung WTC, AS, melalui George W Bush, langsung menabuh genderang perang terhadap Islam, dengan memproklamirkan the Crusade (Perang Salib), yaitu istilah yang khusus digunakan raja-raja Kristen Eropa untuk memerangi kaum Muslim pada abad pertengahan. Pada tanggal 20 September 2001, Bush yunior menebar ancaman ke seluruh dunia: Every nation in every region, now, has a decision to make either you are with us, or you are with the terrorist (Setiap negara di wilayah mana saja, sejak saat ini, harus memutuskan apakah bersama kami, yaitu AS, atau bersama teroris, yaitu Islam dan kaum Muslim).108 Sejak saat itu, kondisi politik global mengimbas terhadap kondisi politik regional, bahkan nasional. Dengan ultimatum AS pula, seluruh negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, diharuskan menentukan sikapnya, apakah bersama AS ataukah bersama ‘teroris’ (baca: pihak yang mengancam eksistensi dan kepentingan AS). Tidak terkecuali, dunia Intelijen pun diharuskan memilih, apakah bersama AS ataukah bersama ‘teroris’. Keberpihakan Indonesia sudah jelas. Ini dibuktikan dengan kunjungan Megawati ke Washington seminggu setelah Peristiwa 11 September. Pada saat itu Indonesia memperoleh carrot (wortel, suatu istilah buatan AS, berupa bantuan militer atau keuangan terhadap negara-negara yang mendukung AS).
108
Pramiati, Mewaspadai RUU Intelijen, http: //hidayatullah.com/index.php? option=com_ content &task = view&id=144&Itemid=64. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008.
144 Pada perkembangan berikutnya lahir RUU intelijen yang tidak terlepas dari adanya kepentingan global AS. Para penguasa negeri-negeri Muslim pada akhirnya menjadi operator dari kepentingan AS, berikut intelijennya. Karena itu, tidak aneh apabila visi, klausul, maupun obyek dari pasal-pasal RUU Intelijen diarahkan pada pihak-pihak yang oleh AS didefinisikan sebagai ‘teroris’. Jika pasal-pasal itu juga bisa digunakan untuk menjaga penguasa dari kursi kekuasaannya, dengan memukul lawan-lawan politiknya, hal itu adalah implikasi lain yang bersifat sekunder. Ketidakkonsistennya Indonesia dalam bidang intelijen Negara juga terlihat dari adanya beberapakali revisi Keppres (Keputusan Presiden) sejak tahun 2001 sampai 2003, tentang posisi lembaga pemerintah non departemen, termasuk BIN. Perubahan posisi BIN dalam Keppres No. 62 Tahun 2003, tentang perubahan Keppres No. 110 Tahun 2001, menyebutkan BIN memiliki struktur diberbagai lembaga Negara dari tingkat pusat sampai daerah. Secara umum, tugasnya adalah merumuskan, melaksanakan dan melakukan operasi kebijakan di masing-masing bidang tersebut. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa, BIN sebenarnya tidak memiliki posisi yang kuat di Indonesia, karena tidak memiliki landasan hukum (UU) yang tetap dan tugas yang professional dalam rangka menjaga dan melindungi Negara di tengah percaturan global. Selain itu, dengan adanya kejelasan mengenai posisi intelijen diharapkan ada langkah preventif yang bisa memberikan rekomendasi kepada aparat penindak, yaitu kepolisian atau TNI. Untuk itu, seharusnya DPR menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat UU khusus mengenai posisi intelijen negara (BIN). Di sisi lain, reorganisasi dalam tubuh BIN harus segera dilakukan oleh pemerintah. Reorganisasi ini adalah upaya menggabungkan seluruh Intelijen bidang pertahanan ke dalam BAIS (Badan Intelijen Strategis) dan pembentukan BIN (Badan Intelijen Negara) yang mengkoordinasi keseluruhan, apakah itu crimes intelligent, war intelligent, atau subversi intelligent. Namun di sisi lain, yang
145 masih meragukan adalah, apakah hasil pekerjaan intelijen ditindaklanjuti oleh pihak eksekutif (kepolisian dan TNI). Tetapi yang jelas, intelijen negara harus berkoordinasi dengan pihak penindak, yaitu TNI dan Polri.109 Sayangnya, meskipun BIN telah ditetapkan dalam Keppres, laporan intelijen masih terbatas pada yang diajukan oleh lembaga Intelijen nasional, misalnya laporan intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN).110 Artinya tidak bisa laporan tersebut menjadi landasan awal dalam proses Peangadilan.
Karenanya, sudah seharusnya pemerintah
segera mengeluarkan Perpu atau UU Intelijen untuk mengatur kewenangan lembagalembaga intelijen yang tersebar, termasuk lembaga intelijen yang dimiliki angkatanangkatan dalam TNI maupun departemen-departemen. Dalam UU intelijen itu perlu pula diatur soal badan intelijen mana yang diberi kewenangan mengeluarkan informasi untuk keperluan penyidikan. Kebutuhan akan UU Intelijen Negara memang sangat mendasar mengingat posisi Intelijen Negara sebagai;111 Pertama, dinas lembaga strategis. Yaitu, sebagai struktur kedinasan yang mengkhususkan diri pada upaya perolehan informasi sebagai dasar acuan pemutus kebijakan politik. Untuk itu harus ada pemisahan struktural pada tataran domestik dan luar negeri, antara intelijen sipil dan militer serta penegakan hukum. Kedua, sebagai dinas tataran operasional. Yakni, intelijen sebagai bagian dari sistem peringatan dini Negara dan sistem pertahanan Negara yang memungkinkan pembuat kebijakan memiliki kewaspadaan dini (foreknowledge). Peringatan dini adalah berfungsi sebagai pengumpul, pengolah dan penilai informasi yang berkaitan dengan sumber-
109
110
Deddy Sinaga, Intelijen Harus Perkuat Landasan Hukum, Harian Tempo Interaktif, 7 Januari 2009.
Anonim, Wakil Menlu Inggris Baronnes Amos: Perpu Antiterorisme Dinilai Sangat Positif, Harian Kompas, 22 Oktober 2002. 111 Aleksius Jemadu, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara, (Jakarta: PACIVISDepartemen Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Indonesia, 2005), h. 6-10
146 sumber ancaman terhadap keamanan nasional. Sedangkan bagian dari sistem pertahanan Negara adalah untuk menghasilkan pusat data melalui analisa strategis mengenai motif, tujuan, identitas, struktur organisasi, sumber dukungn, kelemahan dan sumber ancaman yang potensial. Ketiga, posisi intelijen sebagai dinas tataran taktis. Yaitu, sebagai intelijen positif dan agresif. Intelijen positif adalah terkait dengan tugas pengumpulan data yang bernilai strategik, kemudian dianalisa dengan teknik identifikasi (assessment). Sedangkan intelijen agresif adalah menyangkut tugas kontra intelijen dan kontra spionase, yaitu suatu kegiatan intelijen yang bertujuan mengungkapkan kegiatan sejenis yang dilancarkan pihak asing. Kegiatan intelijen secara taktis inilah yang kemudian dibagi berdasarkan pada operasi Intelijen. Adapun pertimbangan perlunya landasan hukum akan intelijen Negara Indonesia adalah; Pertama, bersifat strategik dan substantif, yaitu adanya kebutuhan mendesak (urgent) untuk
mengembangkan
intelijen
Negara
yang
professional
dalam
mengatasi
berkembangnya ancaman terhadap keamanan nasional (national security). Kedua, bersifat politik. Yaitu menempatkan tindakan dan kedinasan intelijen Negara dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia yang memungkinkan adanya transparansi dana kuntabilitas keseluruhan sistem intelijen Negara. Adapun sistem Intelijen Negara adalah; (1) spesialisasi fungsi antar berbagai aktor Intelijen, (2) mekanisme koordinasi antar berbagai aktor intelijen, (3) pengumpulan, pengolahan dan penilaian informasi tentang ancaman terhadap keamanan nasional secara obyektif. Ketiga, pertimbangan hukum. Yakni menghendaki adanya pengaturan lebih tegas tetapi terbatas terhadap kewenangan spesifik intelijen. Kewenangan ini meliputi;112 a. Hakekat dan tujuan intelijen Negara 112
Aleksius Jemadu, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara., h. 6-10
147 b. Ruang lingkup intelijen Negara c. Tugas, fungsi dan wewenang intelijen Negara d. Organisasi dan prinsip pengaturan kedinasan intelijen Negara e. Pembiayaan kegiatan dan dinas intelijen Negara f. Mekanisme pengawasan terhadap kegiatan dan dinas intelijen Negara Berdasarkan uraian di atas, maka secara spesifik kedudukan intelijen Negara dalam tatanegara Indonesia adalah sebagai lembaga non departemen, yang dipimpin oleh seorang ketua dan berkedudukan setingkat menteri. Landasan hukum Intelijen Negara sampai saat ini adalah Keppres No. 62 tahun 2003, perubahan atas Keppres No. 110 tahun 2001 tentang Unit Organisasi Lembaga Pemerintah Non Departemen. Selain itu, BIN juga menjadi dinas pada tataran strategis, operasional dan taktis. Oleh karenanya, jika dianalisa, maka kedudukan lembaga intelijen Negara baik dalam tatanegara Islam maupun tatanegara Indonesia, sama-sama berada dibawah kepala Negara (presiden), bertugas sebagai menjaga rahasia Negara dan melindungi serangan intelijen asing. Sedangkan perbedaannya, dalam Islam pada masa itu tidak memiliki lembaga struktural. Akan tetapi pada masa sekarang, di Negara Islam, seperti Iran, kini lembaga intelijennya sudah memiliki struktural dalam lembaga pemerintahan, yang disebut dengan Shavaak. Sama halnya dengan Indonesia yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintah non departemen.
148
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah mengkaji berbagai literatur dan menganalisa tentang intelijen Negara dalam perspektif ketatanegaraan Indonesia dan Islam, maka penulis menyimpulkan: 1. Dalam literatur Islam, intelijen merupakan sinonim dari tajassus yang berarti mengorek-ngorek suatu berita. Hukum tajassus bisa haram, jaiz (boleh), dan wajib, ditinjau dari siapa yang di mata-matai. Aktivitas memata-matai seorang muslim hukumnya adalah haram mutlak. Adapun memata-matai kafir harbiy (kafir yang harus diperangi), baik kafir harbiy haqiqi,
maupun
hukman,
hukumnya adalah jaiz (boleh) dan wajib bagi negara (Daulah Khilafah). Sedangkan hukum Intelijen Negara dari perspektif ketatanegaraan Indonesia adalah boleh,
dengan
alasan
kemaslahatan
bagi
negara. Badan yang
berwenang melakukan aktifitas intelijen adalah lembaga-lembaga negara diatur dalam undang-undang. 2. Kedudukan intelijen Negara Indonesia (BIN) sebagai lembaga Pemerintah Non departemen, sesuai dengan Keppres No. 52/2005.
Adapun dalam Islam,
kedudukan intelijen Negara berada di bawah Amirul Jihad.
119
149
3. Dalam menjaga stabilitas keamanan Negara, intelijen dapat berperan dalam mengambil tindakan preventif dan persuasif agar dapat mendeteksi gejolak sosial di seluruh wilayah negara yang dapat membahayakan kedaulatan Negara. Selain itu intelijen Negara juga berperan menjaga dan melindungi rahasia Negara dari intelijen asing.
B. Rekomendasi Berdasarkan uraian penulis dan berbagai literatur, serta melihat kebutuhan yang semakin mendesak akan adanya lembaga intelijen negara yang menjaga kedaulatan negara, maka penulis melalui skripsi merekomendasikan; 1. Segera menyusun regulasi politik (undang-undang) tentang intelijen Negara berdasarkan pertimbangan strategik substantif, politis dan hukum. 2. Menempatkan aktivitas dan kedinasan intelijen Negara dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia yang memungkinkan adanya transparansi dana akuntabilitas keseluruhan sistem intelijen Negara. 3. Mengembalikan fungsi intelijen Negara sebagai penjaga rahasia negara dan melindungi negara dari serangan intelijen asing, bukan sebagai lembaga politik non departemen. 4. Membuat garis koordinasi yang jelas antara BIN dengan dinas intelijen di setiap lembaga negara, seperti TNI, POLRI, Kejaksaan, KPK dan lain sebagainya.
150
5. Membentuk mekanisme pengawasan bagi dinas intelijen yang memungkinkan pemerintah untuk; 1) mendapatkan informasi tentang pelaksanaan fungsi Intelijen, 2) mengendalikan operasi intelijen yang bersifat khusus, 3) mengatur kerjasama intelijen dengan pihak asing/Internasional dan 4) mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang. 6. Menjadikan intelijen Negara yang merupakan instrumen pertahanan keamanan Negara dalam kajian keilmuan siyasah dauliyah, sebagai salah satu mata kuliah pada konsentrasi Ketatanegaraan Islam di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
151
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim Abi Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan an Ta’wili Ay al-Qur’an, Juz 26, (Beirut: Dar El-Fikr, TT)
Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud, Jilid 4, (Kairo: Dar El-Hadits, TT)
Ameenah Bilal Philips, Abu, Tafseer Soorah Al Hujurat; Menolak Tafsir Bid’ah (Elyasa’ Bahalwan (pentj), (Surabaya: Andalus Press, 1990)
Amstrong, Karen, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: el- Banin Media, 2008)
An-Nabhani, Taqiyuddin, Al-Daulah Al-Islamiyah, (Jakarta: HTI Press, 2002)
Al-Caff, Mohammed, Perang Nuklir Militer Iran, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008)
Al-Kandahlawy, M. Yusuf, Kehidupan Para Sahabat Rasullah Saw Jilid II, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993)
Azra, Azyumardi, Islam di Asia Tenggara, Pengantar Pemikiran, Dalam Azra (ed.), Perspektisf Islam Asia Tenggara, (Jakarta: YOI, 1989)
Al-Anshari, Fauzan, Awas Operasi Intelijen, (Tangerang: Ar-Rahman Media, 2006)
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005)
119
152 1 20
Echols, Jhon dan Hasan Sadli, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta,, PT Gramedia, 1995) Gilad, Benjamin dan Tomor Gilad, The Bussines Intellijen Syistem, (New York: Ammako, 1998)
Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005)
Hidayat, Setia dan N Syamsuddin Ch Haesy, Sangkakala padjajaran: Upaya awal mengeja dan menyingkap makna Rumpaka, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. 2004)
Harapandi dan Mansur, Pendidikan Politik: Arkeologi Genesis Sistem Politik Dan Administrasi Pemerintahan Islam Masa Khulafah Al Rasidun, (Jakarta: Pustaka Irfani, 2005)
Hatmodjo, Jono, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka, 2003)
Habeyb, Kamus Popular, (Yogyakarta: Dian Yogyakarta 1949)
Ihsan, A. Bakir, Pergulatan Islam dan Militer di Indonesia (Sebuah Fenomena 1990-an), dalam Jurnal Politik, Akses TNI di Persimpangan Jalan, (Jakarta: Yayasan Akses, Vol.1, No.03, 2001)
Jemadu, Aleksius, et.al., Reformasi Intelijen Negara, (Jakarta: PACIVIS-Friedrich Ebert Stiftung, 2005)
__________________, Delapan Reformasi Intelijen dalam Konteks Konsolidasi Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: PACIVIS, 2005)
153 1 21
Kunarto, Jend. (Purn)., Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999) Khaner, Larry, Intelijens Kompetitif. (Jakarta: PT Perhenlindo. 1998)
Nasution, Debby. M., Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Perananya Pada Masa Rassulullah Saw, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta, cet II, 2003)
Naufal, Ahmad, Perang Isu dalam Islam, Pent. Yudian Wahyudi Asmin, (Solo: Pustaka Mantiq, 1990)
Rivai Arganata, Emon, Intelijen Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998)
Sucipto, Heri, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003)
Soekamto, Soerjono dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Sinagkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet. VII, 2003)
Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern English Press.1987)
Sevilla, Consuelo G. (dkk), Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993)
Subijanto, Bijah, Restorasi Intelijen: Memperkuat Sistem Korporat, Memperkokoh Sistem Nasional, (Jakarta: Jatidiri, 2003)
Syakir, Mahmud, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005)
154 1 22
Syaelendra, Mengungkap Polisi Rahasia Sedunia, (Jakarta: Progress, 2004)
Ramadhan, Syamsuddin, Tajassus (Spionase), (Bogor: Al-Azhar Press, 2003)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Departermen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka 1990)
Wahid, Marzuki dan Rumadi, “Fiqh Mahzab Negara: kritik atas politik Hukum Islam di Indonesia,” (Yogyakarta: LKiS, 2001)
Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Menguak Tabir Hitam Intelijen Indonesia, (Jakarta: PACIVIS-2006)
Wulan, Alexandra Retno, et.al., Negara, Intel dan Ketakutan, (Jakarta: PACIVIS, 2006)
Sumber Naskah Peraturan Perundangan
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), (Bandung: Rineka Cipta: 2005)
Undang-undang RI No. 27 Tahun 1999, tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No. 52 Tahun 2005
Keputusan Presiden (Keppres) No. 62 Tahun 2003, tentang Perubahan Struktur Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)- (BIN)
155 1 23
Sumber Naskah Akademik dan Makalah
Anggoro, Kusnanto, Keamanan Nasional, Pertahanan Negara dan Ketertiban Umum, Makalah Pembanding Seminar Hukum Pembangunan Nasional VIII, (Bali: Hotel Kartika Plaza, 14 Juli 2003)
Jemadu, Aleksius, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara, (Jakarta: PACIVIS-Departemen Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Indonesia, 2005)
MD, Mahfudh, Sistem Pertahanan Keamanan dalam Perspektif Indonesia Baru, Naskah Pidato Pada Pembukaan Lokakarya dalam Rangka Memperingati Satu Tahun Berdirinya The Habibie Center (Jakarta; The Habibie Center, 21 Nopember 2000)
Prasetyono, Edy, Rahasia Negara dan Hubungan Internasional, Makalah Disampaikan pada FGD “Menyoal Kerahasiaan Negara Secara Komprehensif Dalam Sistem Negara Demokratik”, Imparsial, Jakarta, 9-10 Februari 2006
Sukma. Rizal, Postur Pertahanan Indonesia, Makalah Pada Pengantar Diskusi Untuk FGDProPatria CIS, (Jakarta: CSIS, 5 Februari 2003)
Widjojo, Agus, Wawasan Masa Depan Tentang Sistem Pertahanan Keamanan Negara, (Jakarta: The Habibie Center, 21 Nopember 2000)
Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Kertas Kerja Rahasia Negara, (Jakarta: PACIVIS, 2006)
Sumber Media Harian
Anonim, Wakil Menlu Inggris Baronnes Amos: Perpu Antiterorisme Dinilai Sangat Positif, Harian Kompas, 22 Oktober 2002
156 1 24 K, Zaedan, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
Purwosaputro, Nurhadi, Pro Kontra Koter, Republika, 26 November 2005
Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika, 08 April 2008 Ruslan, Heri, Teknologi Militer Khilafah Ustmani, Harian Republika, 12 Maret 2008
Sinaga, Deddy, Intelijen Harus Perkuat Landasan Hukum, Harian Tempo Interaktif, 7 Januari 2009
Sumber Data Elektronik
Anonim, Spionase, http://id.wikipedia.org/wiki/Spionase. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi, http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009
Anonim, Dikhawatirkan Terjadi Pengerdilan Institusi KPK, http://www. komisiyudisial. go.id/index.php?option=isi&task=view&id=1085&Itemid=. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009
Anonim, Organisasi Intelijen Yustisial Kejaksaan Perlu Direstrukturisasi http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=13948&cl=Berita. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari 2009
Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, http://www.al-shia.org/html/id/olama/index.php?=2. Artikel diakses pada tanggal 15 Januari 2009
Dwi, Antonius, .Hs.Sik,, Satuan Intelikam Keamanan, http://www.jaksel. metro. polri. go.id/index.php? option=com.content&task=view&id=81&Itemid=89.Diakses pada tanggal 12 Februari 2009
157
Fikri, Abu, Spionase Ala Islam, http://www.gaulislam.com/spionase-a-la-islam/. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008
Gunawan, Iwan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara, http://www.gaulislam.com/ngintip-dunia-Intelijen/NgintipDuniaIntelijen. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
Muradi, Itelijen Negara dan Intelikam Polri, http: // muradi. wordpress. com/2007 /01 /06/ Intelijen-negara-dan-intelikam-polri/. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
_____, Intelkam Polri dan Negara Demokratik, http://muradi.wordpress.com/ 2007/06/19/intelkam-polri-dan-negara-demokratik/. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009 Nurdin, Pengertian Intelijen, http: //empiris -homepage. blogspot. com/ 2008/02/ tekhnikintelijen.html. Artikel diakses pada 10 Agustus 2008
Pramiati, Mewaspadai RUU Intelejen, http: //hidayatullah. com/index.php? Option=Com content&task=view&id=144&Itemid=64. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
Solikhah, Aris, Tajassus, http://www.mailarchive.com/ ppiindia@yahoo groups. html com/ msg33743. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
158
159
STRUKTUR ORGANISASI INTELEJEN KEAMANAN POLRI DI TINGKAT POLDA
160
161
162