MENGEMBALIKAN HAK KONSERVASI HUTAN ADAT CEREKANG: REFLEKSI PEMEKARAN KABUPATEN LUWU TIMUR
Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2014 KERTAS 2014 Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Disusun oleh: HIDSAL JAMIL
135020100111028
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MALANG 2014
0
Pendahuluan Beberapa pemerintahan di berbagai negara tak terkecuali Indonesia telah melakukan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah sarat dengan domain pemekaran daerah yang diperjelas sejak terbitnya UU Otonomi Daerah tahun 1999 dan PP Pemekaran Daerah tahun 2000. Hasil empiris menunjukkan bahwa kesuksesan desentralisasi dan otonomi daerah telah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan sektor publik, dan telah berhasil mengakomodasi dari tekanan kekuatan-kekuatan politik. Sebaliknya, ketidaksuksesan desentralisasi dan otonomi daerah telah mengancam stabilitas ekonomi dan politik serta mengganggu penyediaan pelayanan publik.1 Lebih lanjut, parameter keberhasilan suatu kebijakan tidak selalu terkait dengan aspek ekonomi dan politik. Akan tetapi, hal
yang terpenting yakni
pengimplementasian kebijakan tersebut bermuara pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di mana dapat dicapai melalui kebijakan yang senantiasa mendukung kesinambungan sumber daya alam yang tersedia. Namun, celakanya hal tersebut justru sering terlupakan pasca penerapan desentralisasi dan otonomi daerah bahkan acapkali terperangkap pada parameter keberhasilan yang terbilang mainstream dan mengukuhkan posisi negeri ini sebagai korban pembangunan teknologi modern dan paradigma ilmu pengetahuan yang menjadi dasar raison d’etre pembangunan tersebut. Kesinambungan sumber daya alam berikutnya dapat dispesifikasikan salah satunya dengan melihat kondisi sumber daya kehutanan. Hal tersebut tak berlebihan dengan jargon yang sering dimunculkan ke permukaan, “Hutan sebagai paru-paru dunia” karena hutan dapat memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Di samping itu, hutan dapat memberi penghidupan bahkan kesejahteraan jika dimanfaatkan dengan baik lewat sumber daya nabati, satwa hidup dan sumber daya alam lainnya. Berikutnya, hutan sangat erat dengan disposisi masyarakat adat tak terkecuali masyarakat adat Cerekang. Dengan potensi hutan yang sangat vital tersebut, sangat besar kemungkinan 1
Bird, R.M. and F. Vaillancourt, Eds. (1998). Fiscal Decentralization in Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge, Cambridge University Press. 1
eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di dalamnya dan seringkali
terjadi
perampasan
wilayah
masyarakat
adat,
salah
satunya
memunculkan konflik antara masyarakat adat Cerekang dengan PT. PUL (Prima Usaha Lestari) terkait investasi tambang melalui isin usaha pertambangan yang diberikan oleh PEMDA Lutim (SK Bupati bernomor 64A Tahun 2010) K5.2 Oleh sebab itu, pengembalian hak konservasi hutan Adat Cerekang merupakan salah satu bentuk penyelamatan sumber daya kehutanan dan kesinambungan masyarakat Cerekang. Pengembalian hak konservasi perlu dipertimbangkan dikarenakan hutan bukan saja dimaknai sebagai objek yang memiliki nilai ekonomi yang potensial, lebih dari itu hutan dimaknai sebagai eksistensi bahwa masyarakat adat Cerekang sejak jauh sebelumnya telah memiliki keterikatan emosional terhadap hutan. Isi Masyarakat Adat Cerekang dan Hutan Adat Masyarakat adat Cerekang adalah masyarakat yang bermukim di Desa Manurung tepatnya di sekitar Sungai Cerekang (Gambar.1). Bahkan keberadaan masyarakatnyapun jauh melampaui usia berdirinya Kabupaten Luwu Timur yang notabene merupakan Daerah Tingkat II yang melingkupi Dusun Cerekang, Desa Manurung. Desa Cerekang didirikan di lokasi yang sekarang bernama Dusun Cerekang pada 1930-an ketika pemerintah kolonial Belanda membangun jalan raya antara Palopo dan Malili.
Sumber : Profil Pengelolaan Tutupan Vegetasi Kabupaten Luwu Timur 2013 Gambar 1. Foto Hutan Adat “Karama” Cerekang
2
Data Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas AMAN, Data tahun 2013 diambil dari www.mongabay.co.id 2
Ekosistem di sekitar Dusun Cerekang terdiri dari ekosistem alami (berupa hutan, kebun, ladang, pekarangan, tambak dan sawah). Sebagian kawasan hutan di Desa Manurung merupakan hutan adat, yang terletak di kiri dan kanan Sungai Cerekang dan lebih dikenal dengan nama Hutan Keramat Cerekang.
Hutan Adat
Cerekang terdiri dari beberapa tipe ekosistem, yaitu hutan dataran rendah, hutan tepi sungai (riverine), rawa air tawar, rawa payau dengan vegetasi nipah (Nypha fruticans) dan mangrove. Formasi mangrove di daerah ini memiliki 24 jenis flora, di antaranya adalah Rhizophora spp., Bruguiera spp., Sonneratia spp., Avicennia spp., Xylocarpus spp., dan Ceriops tagal (CCICD dan PSL Unhas, 1992). Hutan begitu sangat penting bagi masyarakat adat Cerekang karena menurut mereka kawasan hutan
merupakan titipan Tuhan yang tak dapat diganggu
manusia, bila tak ingin menerima bencana, seperti persepsi normatif yang sering kita dengar namun kadangkala terabaikan. Selain itu, ada pula Pangngale’ (hutan) yang boleh dimanfaatkan pada tahun 2003 tercatat 567 keluarga, 430 diantaranya menggantungkan hidupnya pada perkebunan dan 104 pada perikanan, sementara 110 termasuk anggota keluarga yang terampil dalam membuat atap nipa yang mana diperoleh dari hasil hutan ini. Pemekaran Kabupaten Luwu Timur dan Visi Agroindustri 2015 Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten baru sebagai pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara. Secara definitif Kabupaten Luwu Timur berdiri pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2003 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 3 Maret 2003. Kabupaten Luwu Timur yang terbentang dari Kecamatan Burau di sebelah barat hingga Kecamatan Towuti di sebelah timur, membujur dari Kecamatan Mangkutana di sebelah utara hingga Kecamatan Malili di sebelah selatan. Selama 11 tahun sejak berdirinya, Luwu Timur mengalami kemajuan pembangunan yang tergambarkan lewat Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 104 miliar, 73% diantaranya diperoleh dari sektor pertambangan pada tahun anggaran 2012, jauh lebih signifikan daripada sektor pertanian diantaranya 80% penduduknya menggantungkan hidup pada sektor tersebut . Pada akhirnya untuk menyikapi fenomena tersebut, muncul konsep agroindustri yang dijabarkan
3
melalui Visi Agroindustri 2015 yang salah satu kebijakannya yakni revitalisasi pertanian dan perkebunan khususnya komoditas unggulan daerah yang menjadi basis Agroindustri tentu sangat rawan bagi keberlanjutan hutan adat Cerekang . Berkaca pada pengalaman sebelumnya kebijakan di sektor pertambangan lewat SK Bupati Nomor 64A Tahun 2010 memunculkan konflik antara masyarakat adat Cerekang dengan PT. PUL (Prima Usaha Lestari). Tentu dengan peralihan dimensi pembangunan ke sektor pertanian menimbulkan konsekuensi dari revitalisasi pertanian berupa pembukaan lahan baru. Dengan kebijakan tersebut juga bisa jadi mendorong perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertanian untuk “berlomba-lomba” mencari lahan baru yang kualitas tanahnya subur lewat pelonggaran izin yang diberikan pemerintah daerah dan bisa jadi di masyarakat Cerekang sendiri terjadi pergeseran orientasi adat menuju ke orientasi ekonomi yang semu, akibatnya menimbulkan konflik baik kalangan masyarakat adat Cerekang dengan pihak eksternal maupun kalangan internal yang tentu tidak diinginkan. Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengembalian Hak Konservasi Hutan Masyarakat Adat Cerekang Dengan adanya putusan MK yang membatalkan frasa dan ayat di dalam UU kehutanan yakni : menghapus kata “negara” didalam pasal 1 UU kehutanan menjadi berbunyi “hutan adat adalah hutan yang berada didalam wilayah masyarakat adat”. Lalu pasal 4 ayat (3) UU kehutanan bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Lalu Pasal 5 ayat (1) UU kehutanan bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”. Tak lepas dari itu, dengan adanya putusan tersebut belum sepenuhnya menjamin legitimasi masyarakat adat Cerekang terhadap hutan adat Cerekang. Oleh sebab itu, tindakan konkret yang perlu dilakukan yakni pembicaraan lanjutan pada forum musyawarah
yang
mempertemukan
para
pemangku
kepentingan
guna
4
mengakomodir fungsi stakeholder yang ada. Aspek yang perlu dikaji pada forum tersebut antara lain: (1) Pemetaan kawasan hutan Aspek ini begitu urgen karena dengan adanya putusan MK tersebut maka otomatis spesifikasi hutan yang sebelumnya masih mengasosiasikan hutan adat sebagai bagian dari hutan negara harus dipisahkan. Penentuan batasan-batasan wilayah ini sangat penting untuk menghindari sengketa dikemudian hari. (2) Penentuan Rule and Role Peraturan sebagai acuan bertindak seharusnya bersifat mengikat dan memaksa. Dengan konsekuensi seperti itu, peraturan harus pula memiliki derivasi yang sifatnya menjamin adanya kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut didapatkan melalui penentuan hak dan kewajiban pemerintah beserta komponen masyarakat lewat pembentukan UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat sebagai amanat Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Begitu juga agar segera melakukan revisi atau pembentukan UU Kehutanan yang baru, mengingat UU Kehutan ini sudah 7 kali di Judicial review ke MK dan beberapa pasal yang sentral seperti kawasan hutan, penguasan kawasan, hutan adat, hak masyarakat sudah mengalami perubahan. (3) Evaluasi kebijakan Peninjauan kembali sangat diperlukan agar dapat mengetahui peraturan daerah apakah telah sesuai pada koridornya dengan mengarah pada putusan yang baru, jangan sampai peraturan daerah yang diterbitkan jauh menyimpang dari amanat konstitusi. Oleh sebab itu, penataan ulang kebijakan sebelum digulirkannya Visi Agroindustri 2015 Kabupaten Luwu Timur. Adapun komponen-komponen yang berperan dalam musyawarah yakni birokrat, teknokrat dan masyarakat adat Cerekang. Selanjutnya, birokrat yang terdiri dari Pemerintah (pusat dan daerah) , DPR RI, DPRD Luwu Timur serta instansi terkait sebagai inisitor sehingga tidak timbul kesenjangan hak dan kewajiban serta saling mengayomi baik antarlembaga birokrat maupun dengan unsur masyarakat. Birokrat sesegera mungkin melegitimasi sekaligus membina masyarakat. Berikutnya, pesran teknokrat sebagai konseptor merupakan upaya menuju perumusan konsep pembangunan yang ideal dan mensosialisasikan penanganan
5
hutan berkelanjutan. Pada substansinya, akademisi menyodorkan gagasan implementatif yang tetap mempertimbangkan aspek kesetaraan hak dan kewajiban baik untuk pemerintah maupun masyarakat adat Cerekang. Selain itu, dengan adanya peran akademisi memperjelas peranan yang dijalankan oleh masingmasing pihak dengan pertimbangan aspek historis.
Birokrat Pemerintah, DPR RI, DPRD Kabupaten dan lintas instansi yang terkait
Akademisi Pakar kehutanan Pakar hukum, Sejarawan
Inisiator
Masyarakat Adat Cerekang
Konseptor
Aspirator
Forum Musyawarah Pemetaan Kawasan Hutan, Penentuan Rule and Role dan Evaluasi Kebijakan Pembinaan dan Proteksi Hak Masyarakat Adat
LitBang dan sosialisasi penanganan hutan
Internalisasi nilai adat dan kesadaran terkait kelestarian hutan
Model Konstruksi Pengembalian Hak Koservasi Hutan Sumber : Ilustrasi Penulis Gambar 2. Forum Musyawarah dan Skema Pengembalian Hak Koservasi Hutan Adat Cerekang Masyarakat adat Cerekang sebagai aspirator pun bukan hanya dimaknai sebagai objek pembangunan. Lebih dari hal itu, potensi yang dimiliki masyarakat untuk mengelolah
sumber
daya
alam
perlu
diangkat
dan
diberdayakan.
Pemberdayaannyapun bukan sekedar melepas begitu saja tangung jawab pemerintah. Akan tetapi, masyarakat adat dengan internalisasi nilai dan kesadarannya bersama dengan pemerintah dan teknokrat bersinergis untuk menjamin kelangsungan sumber daya kehutanan
6
Penutup Kesejahteraan dan pembangunan yang partisipatif sebagai gawean dari desentralisasi sepertinya akan menjadi wacana yang utopis tanpa adanya pemberdayaan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat utamanya terhadap sumber daya kehutanan. Oleh sebab itu, pemerintah , masyarakat adat Cerekang serta stakeholder terkait dapat bersinergis agar dapat mencapai tujuan desentralisasi yang positif yang dapat berdiri linear dengan kesinambunagan sumber daya alam salah satunya dengan mengembalikan hak konservasi hutan adat
masyarakat
Cerekang
sehingga
pada
akhirnya
menjadi
fondasi
keberlangsungan pranata sosial-budaya, ekologis dan ekonomi. DAFTAR PUSTAKA AMAN. 2013. Data Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas AMAN. Jakarta. Anonymous.
2013.
Setelah
Hutan
Adat
Bukan
Huan
Negara.
http://www.alamsumatera.org. 7 Juni 2014 (09.58). Chemonics International Consulting Division (CICD) and Pusat Studi Lingkungan (PSL) UNHAS. 1992. Sustainable Mangrove and Coastal Zona Management Project Sulawesi. ADB and Government of Indonesia. Ujung Pandang. Gunawan, Hendra. 2005. Desentralisasi: Ancaman dan Harapan Bagi Masyarakat Adat. Center for International Forestry Research. Bogor. Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. 2013. Profil Pengelolaan Tutupan Vegetasi Kabupaten Luwu Timur. Luwu Timur Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. 2010. Selayang Pandang dan Data Statistik Luwu Timur. http://luwutimurkab.go.id. 7 Juni 2014( 13.56). Shiva, Vandana. 1997. Bebas Tanpa Pembangunan. Buku Obor. Jakarta. Silaya, Th dan Hatulesila. 2008. Penguatan Hak Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan . http://www.irwantoshut.com. 7 Juni 2014 (19.10).
7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama lengkap
: Hidsal Jamil
2. Tempat dan tanggal lahir
: Karebbe, 9 Mei 1995
3. Perguruan tinggi
: Universitas Brawijaya
4. Jurusan/Fakultas
: Ilmu Ekonomi/FEB
5. Nomor ponsel
: 085399246589
6. Email
:
[email protected]
7. Nama akun sosial media
: Hidzal Jamil (Facebook), @HidzalIzal
8. Alamat Rumah
: Jl.Kertoleksono 42, Ketawanggede,Malang Jawa Timur atau Jl.Poros Malili-Soroako 48, Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
9.
Karya ilmiah yang pernah dibuat: “Penerapan Konsep Syirkah dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dan Kelautan Guna Mewujudkan Kesejahteraan Bagi Nelayan Indonesia”
10. Penghargaan
:-
8