Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Nico Harjanto, PhD
Rajawali Foundation Disampaikan pada Diskusi Bulanan FORMAPPI bertema “Mengawal Proporsional Terbuka” pada hari Kamis, 12 Januari 2012
Varian Sistem Pemilu governability Plu rality S ystem s 1. Plu ra lity S ystem i n S M Cs (f irstpa st-the -p ost/ FPT P)
representativeness M ixed S yst em s 1 . M ixe d-me mbe r M ajoritarian ( M M M )
2. M a jority -Plu ra lity in SM Cs 3. Plu ra lity S ystem d eng a n pe rw a kilan mi norita s ( te rma suk SN T V ) 4. Plu ra lity S ystem i n M M Cs 5. Plu ra lity S ystem d eng a n d af ta r urut p rop orsiona l (terma suk ju ga Se g me nted Sy stem )
2. M ix ed-m emb er Proportiona l ( M M P)
Pro po rtion al S ystem s 1. PR in M M C s: da ftar tertu tup a ta u daf tar te rbu ka 2. Com pe nsatory PR wi th T hreshold 3. P erso nali zed PR wi th T hreshold 4. S ing le Tra nsfe ra ble V ote (S T V) S yste m 5. PR mu rn i
Se la in i tu , d iken al juga ada ny a Block V ote, Alte rn ativ e V ote , the T wo Round S yste m. Ke teran ga n: S M C - S ing le-me mbe r Co nsti tuency ; M M C - M u lti-m em be r Constitue ncy ; PR - P rop ortion al Repre se nta ti on; S N TV - S ing le Non -tra nsfe ra ble V ote Sy stem Diola h d ari N ohle n, 20 00: 180; Sh uga rt a nd Watte nbe rg , 200 1
Sistem Pemilu PR •
Sistem pemilu PR: – – – –
•
Keunggulan: – – – – –
•
berbasis partai politik atau pengelompokan politik (aliansi, koalisi, grouping). rasionalitas: mendekatkan perolehan suara kontestan pemilu dengan perolehan kursi di lembaga legislatif. mensyaratkan multi-member constituencies (MMC) yaitu kursi jamak di setiap dapil. lebih memastikan adanya “descriptive representation,” yaitu perwakilan yang wajar untuk berbagai kelompok penting di masyarakat (Hannah Pitkin, 1967)
memastikan proporsionalitas antara perolehan suara dan kursi serta tidak akan membuang suara terlalu banyak, kecuali ada parliamentary threshold yang tinggi mendukung perwakilan yang representatif karena minoritas dan kelompok-kelompok terpinggirkan memiliki peluang yang cukup tinggi untuk dapat memperoleh kursi. mendorong orang-orang yang memiliki ideologi politik yang sama untuk mendirikan partai memajukan parpol siap dengan kandidat, program, dan kemampuan kampanye di hampir semua distrik pemilihan. PR terbuka mendukung “populist conception of fairness” (Adrian Blau, 2005) karena pemilih yang pada akhirnya menentukan siapa wakilnya, bukan petinggi partai, berdasar suara terbanyak.
Kelemahan: – – – – –
cenderung mendorong terbentuknya pemerintahan koalisi atau kohabitasi. cenderung menyebabkan fragmentasi kepartaian sulit meminta pertanggungjawaban dari partai atau wakil rakyat karena mereka senantiasa bisa saling melempar tanggung-jawab (akibat hubungan tiga pihak: pemilih, partai, dan wakil rakyat). dapat mengakomodasi kekuatan-kekuatan yang dapat merusak tatanan demokrasi sendiri. cenderung rumit dan pelaksanaan pemilu lebih mahal
Sistem Proporsional Terbuka: Tantangan dan ekses •
Kompetisi inter- dan intra-party lebih tajam, biaya kampanye tinggi, ongkos politik mahal money politics, black campaign
•
Kompetisi makin individual liberalisasi persaingan, konflik horisontal
•
Partai politik kurang berperan deparpolisasi, era konsultan politik
•
Kurang bersahabat dengan perempuan, kandidat minoritas, kelompok marginal, dan kandidat miskin political capital aristokratisasi politik
•
Mendorong pragmatisme politik, uang mengalahkan ideologi materialisme politik
•
Terlalu banyak pilihan, terlalu sedikit informasi dan interaksi jalan pintas tradisional, transaksional, atau abstain
Perlukah Mundur ke Sistem PR Tertutup? TIDAK 1 •
Legislative elections work best when they offer opportunities for multiple winners, and thus afford voters an array of viable options. Voters under low-magnitude open-list systems are better able than those in other systems to identify and hold their representatives accountable (Carey and Hix, “The Electoral Sweet Spot: Low Magnitude Proportional Electoral Systems,” 2011: 395).
•
Chang and Golden “Electoral Systems, District Magnitude, and Corruption” (BJPS, 2007): korupsi lebih rendah di negara-negara dengan Sistem PR terbuka dibandingkan dengan Sistem PR tertutup, tapi yang rata-rata district magnitude-nya di bawah 10 kursi. Sebaliknya, jika dengan district magnitude yang tinggi (di atas 20 kursi), “open-list systems are associated with more corruption.”
•
Untuk mengurangi pilihan yang terlalu banyak, district magnitude di buat yang moderat (kecuali daerah padat penduduknya), party magnitude diperkecil (bisa dikompensasi party list), dan penciutan jumlah kontestan (barrier to entry ditinggikan)
•
Kekacauan dan kerumitan dalam Pemilu 2009 lalu karena perubahan aturan main pada saat proses sudah berjalan penyelenggara gagap, kontestan tidak siap, kandidat kurang waktu sosialisasi
•
Sistem PR terbuka membuat oligarki partai tidak dominan partai sentralistik, kurang akuntabel, kepemimpinan individual vis-à-vis preferensi publik
Perlukah Mundur ke Sistem PR Tertutup? TIDAK 2 •
Dengan waktu persiapan yang cukup, inter- dan intra-party competition dapat lebih kompetitif, sehat dan tidak sekedar transaksional partai dan kandidat harus menggarap dapil, aksi nyata, rekam jejak
•
Pengalaman buruk PR terbuka 2009 menjadi pelajaran mahal di 2014 koordinasi kampanye, pembagian wilayah konstituensi, penguatan mesin politik, penciptaan sukarelawan, dll menjadi kebutuhan
•
PR terbuka membantu semua parpol untuk memiliki mesin pemenangan pemilu yang banyak, relatif mandiri antar unitnya, dan cost-efficient di tingkat lokal bagi parpol. DPP Parpol dituntut peran koordinasi dan kampanye yang capital intensive di pusat.
•
Jika masalahnya adalah melemahnya parpol, maka ada empat faktor yang bisa dimodifikasi: besaran legislatif, besaran district magnitude, formula alokasi kursi, dan struktur balloting dan aspek pemberian suaranya (Rein Taagepera, 2007).
•
Aspek balloting kurang dieksplorasi untuk memajukan kompetisi antar kandidat dan melindungi kandidat pilihan partai single marking dalam kartu suara, daftar kandidat terbatas di setiap dapil untuk representasi gambar parpol.
•
USULAN KONKRET MODIFIKASI KARTU SUARA DAN PEMBERIAN SUARA: – – –
setiap pemilih hanya menandai sekali, di gambar partai atau nama kandidat akumulasi suara partai Partai menyiapkan daftar calon sekitar 2-3 calon di setiap dapil. Jika partai mendapat kursi, dan gambar parpol mendapat suara terbanyak, maka kandidat di daftar calon parpol nomor urut satu berhak atas kursinya. Kursi berikutnya ke suara terbanyak kedua, dan seterusnya. jumlah nama di kartu suara lebih sedikit, parpol dapat menyiapkan kader-kader potensialnya, kampanye DPP untuk menandai gambar parpol ada gunanya, kandidat di daerah dapat lebih bebas memperkenalkan dirinya.