Mengapa Reformasi Protestanisme Gagal? NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015
Oleh, Uskup Mar Nicholas H Toruan, CKC
Gereja Nasrani Indonesia (GNI) Keuskupan Nasrani Katolik Ortodoks Rasuli Kudus dan Satu
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015
"Terberkatilah mereka yang melaksanakan mitzvoth-Nya; sehingga mereka berlayak mendapatkan pohon kehidupan, dan boleh masuk kedalam melalui pintu-pintu gerbang kota.” Wahyu 22:14 (Pshitta).
''Dan engkau akan tahu kebenaran; dan kebenaran itu akan membebaskan engkau.” Beshora Yokhanan 8:32 Pshitta. ''UmatKu dirusak karena kurangnya pengetahuan… melihat kamu telah melupakan Torah Alahamu, Aku juga akan melupakan anak-anak keturunanmu.” Hosea 4:6 JPS
‘‘. . . inilah mereka yang memelihara mitzvoth Alaha, dan beriman kepada Yeshua.'' Wahyu 14:12 Pshitta
Ini tampaknya kebanyakan Orang-orang Kristen arus utama tidak bisa menangkap betapa pentingnya Hari Sabat Kudus Alaha sepanjang sejarah gereja. Contohnya, apa peran Sabat yang dimainkan dalam Reformasi? Para Reformator dengan sengit sekali menolak hari ketujuh Sabat dan karena penolakan mereka untuk menerima itu sebagai suatu bagian artikel pemberontakan melawan Gereja Katolik Roma. Mereka serta merta menolak istirahat Sabat dari Kitab Suci. Mereka mengklaim mengikuti hanya sabda Tertulis (Alkitab), dan menolak Tradisi-tradisi Gereja. (Catatan: Tapi anehnya, Perayaan ''Hari Minggu'' – ''Hari Tuhan'' atau ''Perayaan Hari Kebangkitan'' adalah Tradisi Rasuli – Gereja, juga?) Martin Luther adalah orang yang tidak kukuh pendiriannya mempertahankan Kebenaran dalam banyak hal. Dia dengan bangga sekali mengklaim mengikuti hanya Kitab Suci (ideologi
Page 2- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Sola Scriptura). Dia menyatakan telah membuang “semua” Tradisi-tradisi. Dia dan Reformator lainnya ditantang pada Konsili Trente oleh Uskup Agung dari Reggio. Dia berkata semua klaim mereka menghapuskan tradisi adalah “bohong” selama mereka masih mempertahankan Hari Minggu.
Catatan: tidak itu saja; kaum Protestantisme masih merayakan Natal tanggal 25 Desember sebagaimana tradisi Katolik Roma lakukan, Hari Jumaat Agung, Pentakosta dan sistem kalender, serta semua sistem gerejawi Katolikisme. Sebutan nama Tuhan “Yesus Kristus” dan berbagai istilah-istilah teologia dan sistem konsep berteologia, dll. Semua ini adalah tradisi-tradisi Roma Katolik!.
Penolakan hari Ketujuh (Sabat) juga adalah suatu Tradisi Suci yang dilembagakan oleh Gereja. Perubahan ini dalam hari ibadat penyembahan tidak ada diketemukan dalam Kitab Suci, selain hanya tradisi Romanisme dan Kekristenan (Ortodoks Timur) yang anti-Yahudi dan keagamaan Yudaisme. Kebenaran Sabat Tak Terbantahkan, Tetapi Ditolak oleh Martin Luther Hampir tak dikenal oleh kebanyakan literatur Kristen orang yang bernama Andreas Rudolph B.Carlstadt, pembela Hari Ketujuh (Sabat). Dia lahir di Carlstadt, Bavaria, pada tahun 1480 dan wafat di Basel, Switz erland, pada 25 Desember 1541, pada usia 61 tahun. Carlstadt adalah teman pribadi dan rekan sekerja Martin Luther tetapi dengan keras menentang Martin Luther perihal penolakannya terhadap Hari Sabat. Carlstadt merayakan Hari Ketujuh dan mengajarkan penghayatannya. D’Aubigne mengatakan bahwa Martin Luther sendiri mengakui Carlstadt adalah orang yang lebih tahu dalam belajar pengetahuan Iman (Fifield's History. Reference book ten, page 315).
Penolakan Hari Sabat pada Konsili Trente segera lumpuh dengan kemajuan Reformasi. Kaum Protestan dan Para Reformator Protestan akan bertanggungjawab pada Hari Penghakiman terhadap ketidaksetiaan mereka pada waktu itu ketika seluruh Gereja Roma telah mengubah seluruh tradisi. Pada titik ini marilah kita merujuk Dr.Dowling yang dikenal luas itu. Dalam tulisannya “Sejarah Romanisme”, buku ke-2, pasal 1, dia berkata: “Alkitab, dan hanya Alkitab saja, adalah
Page 3- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Agama kaum Protestan.” Selanjutnya, agama ini, “tidak” … tidak ada acuan perkiraan perihal ini dari Protestan asli karena tidak diketemukan dalam Alkitab…” Namun jika suatu doktrin yang dikemukakan bagi penerimaannya, dia bertanya, “Apakah hal itu diketemukan dalam sabda yang terilham? Apakah hal itu diajarkan oleh Maran Yeshua Msikha atau Para Rasul-Nya”? Itu tak jadi soal apakah kebenaran itu diketemukan pada folio bau apak dari naskah visi kuno dari abad ke-3 atau 4 M., atau apakah hal itu muncul dari otak encer pelihat modern abad ke-19 M. Jika hal itu tidak diketemukan dalam Kitab Suci maka klaim semacam itu bisa diterima sebagai suatu artikel shahadat keagamaan. Dia yang menerima doktrin tunggal dengan hanya otoritas tradisi, dengan demikian melangkah turun dari Puncak Batu Protestan, menyimpang dari lajur Protestantisme yang memisahkan diri dari Kepausan Roma Katolik dan tidak memberikan alasan mengapa dia harus tidak menerima semua doktrin-doktrin awal dan seremonial Romanisme. Lagi, Gavassi pakar sejarah bangsa Italia mengatakan, “Banjir kekafiran mengalir kedalam Gereja, membawa semua sampah adat-istiadatnya, praktek dan berhalaberhala.”(Gavazzi’s Lectures, hal. 290). Mengutip pernyataan lainnya yang berotoritas, Dr. White, uskup dari Ely: “Perayaan hari Ketujuh telah dikumandangkan pada masa Martin Luther oleh Carldstadt” (Treatise of the Sabbath, hlm.8). Dan dari Sear’s Life of Luther, hlm.402: “Carldstadt menganut otoritas Ilahi Sabat dari Perjanjian Lama.” Sebenarnya, Luther berkata (dalam bukunya “Menentang Nabi-nabi Angkasa Raya”): “sebenarnya, jika Carlstadt menuliskan lebih lanjut tentang Sabat, maka Hari Minggu akan harus memberi jalan, dan Sabat – maka akan bisa dikatakan, Hari Sabtu – harus dirayakan kudus.” Carlstadt berkata: “Jika melihat seremonial-seremonial Gereja, semuanya itu harus ditolak karena tidak ada landasan Alkitabiahnya.” Sebaliknya Martin Luther berkeyakinan berbeda, “Apa saja yang tak bertentangan dengan Kitab Suci adalah pantas dilakukan.” “Tidak begitu,” kata Carlstadt, “kita terikat pada Alkitab, dan tidak satu orangpun boleh memutuskan sesuai hasil perenungan pikiran kata hatinya sendiri.” (Sear’s Life of Luther, hlm.401-402). “Hal itu tidak bisa disangkal bahwa dalam banyak hal Carlstadt menghormati jauh lebih maju dari pada Luther, dan tak diragukan Reformasi itu berhutang banyak sekali kepada dia meskipun dia tidak tenar.” (Mc Clintok and Strong’s Cyclopedia, Vol.2, hlm.123). referensi pada paragraf berikut ini diambil dari “Sejarah Sabat” oleh Andrews. Lihat Edisi ketiga, 1887: Page 4- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 “Dari Katolik (Roma) pengajaran pembenaran oleh karya perbuatan baik, dll., Martin Luther melawan dengan berseberangan paham yang ekstrim dari pembenaran TANPA PERBUATAN BAIK (hanya Iman saja, “sola fide”, sebagai antitesis terhadap tesis Romanisme). Ide ini menyebabkan dia menyangkali Surat Kiriman Yakobus yang terilham, sebab Yakobus (Ya’aqub) berkata, ‘Iman, jika iman itu tidak punya Perbuatan, iman semacam itu mati.’ (Yakobus 2:26). Ini membuat sikap Luther menolak keras Sabat Kristen sejati.” Bacalah apa yang Draper katakan: “pada penghujung akhir hayat Luther pada waktu itu tampaknya seolah-olah tidak ada prospek kekuasaan kepausan kecuali kehancuran total. Namun, hingga sampai sekarang tahun 1930, di luar dari 300 juta orang Kristen, lebih dari separuh berhutang persekutuan kepada Roma (1967: umat Islam 500 juta, Roma Katolik 550 juta, paling sedikitnya).
Tampaknya daya pikat Reformasi berhenti bergerak maju. Roma tidak bisa memeriksa laju perkembangan umatnya tetapi bahkan mendapatkan kembali porsi yang hilang darinya.” (Intellectual Development, Volume 2, page 216). Keunggulan Protestan Hampir Menang, Tetapi Kalah, Mengapa? Kita kembali pada Konsili Trente (diadakan di bagian utara Italia, dan berlangsung dari tahun 1545 hingga 1563 M), kita harus mengutip pendapat penulis lainnya, G.E.Fifiel, D.D, dalam traktat yang terkenal itu, Asal Usul Hari Minggu sebagai Festival Kristen (?) (diterbitkan oleh American Sabbath Tract Society, Seventh Day Baptist Church). Kutipan dari Dr. Fifield: “Pada Konsili Trente, dipanggil oleh Gereja Roma untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan oleh Reformasi, pada awalnya tampak kemungkinan bahwa Konsili itu akan mendeklarasikan perubahan doktrin-doktrin dari pada sikap melawan arus kaum Protestan, sungguh luar biasa kesan yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran Luther dan reformator lainnya.” Utusan Paus menulis kepadanya bahwa ada “Tendensi kuat untuk membuang semua tradisi, dan menjadikan Kitab Suci sebagai standar satu-satunya.” Pertanyaan diperdebatkan hari demi hari, hingga sampai pada titik temu akhir. Akhirnya, Archbishop dari Reggio membalikkan sikap Konsili menentang Reformasi dengan argumentasinya sebagai berikut: “Orang-orang Protestan mengklaim berdiri hanya di atas Alkitab saja; mereka mengaku berpegang hanya kepada Kitab Suci saja sebagai standar iman. Mereka menjustifikasi pemberontakan mereka dengan lempar batu sembunyi tangan bahwa Gereja telah murtad dari sabda tertulis dan mengikuti tradisi. Sekarang kaum Protestan mengklaim bahwa mereka berdiri hanya di atas Kitab Suci saja itu adalah BOHONG.”
Page 5- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Mengapa Klaim Luther itu Merupakan Kebohongan? “Pengakuan mereka memegang Kitab Suci saja sebagai standar iman adalah bohong. Bukti: Sabda Tertulis secara eksplisit memerintahkan perayaan hari ke-7, yakni Hari Sabat, tetapi Protestantisme menolaknya. Jika mereka sungguh berpegang pada Kitab Suci saja sebagai standar, mereka pastilah merayakan Hari Sabat sebagaimana hal itu diperintahkan dalam Kitab Suci. Namun mereka tidak saja hanya menolak merayakan Sabat seperti yang diperintahkan dalam sabda tertulis, tetapi justru melawan perintah Tuhan dengan mengadopsi dan mempraktekkan perayaan Hari Ibadat Minggu saja, pada hal justru mereka tahu itu adalah tradisi Gereja.” Dalam Alkitab tidak ada perintah untuk mengingat dan menguduskan Hari Pertama, yang adalah Hari Minggu. Hari Minggu memang secara Tradisi Rasuli adalah “Hari Kebangkitan Maran Yeshua yang kita harus peringati sebagai Perayaan Kemenangan Iman dengan Bangkitnya Yeshua pada hari Ketiga. Ini menjadi Tradisi Hari Raya Gereja Rasuli, tetapi bukan mandat yang Alaha perintahkan, kecuali kita mengingat sebagai hari kemenangan. Sekaligus juga, kita nyatakan ibadah Perayaan Hari Minggu tidak ada kait mengait dengan Perayaan Dewa Matahari sebagaimana banyak difitnahkan oleh orang-orang yang picik pengetahuannya. Secara kebetulan Hari Minggu memang perayaan ibadat Dewa Matahari – Mithra, tetapi tidak ada kaitannya dengan Kebangkitan Maran, pada hari ketiga Bangkit. Ini dua kejadian yang sangat berbeda dan dua keyakinan yang bertolak belakang. Jika kita melihat masalah Hari Ibadah, maka muncul pertanyaan hari apa yang tak dirayakan sebagai hari ibadah pada agama-agama lain? Semua siklus tujuh hari sudah diisi oleh peribadatan agama lain. Jadi jika kebetulan jatuh harinya sama bukan berarti Kekristenan mengadopsi ibadat Minggu berhala. Persoalannya jauh berbeda. Kekristenan merayakan Hari Minggu adalah Perayaan Hari Kebangkitan Yeshua dari alam maut (Yokhanan 2:22), dan Perayaan Hari Minggu adalah Tanda Kemenangan Iman (1 Korintus 15:14). Jemaat Awal Yahudi – Nasrani tetap merayakan Hari Ketujuh – Sabat sebagai MANDAT MarYAH Alaha yang merupakan perintah universal sebagaimana terdapat dalam 10 Perintah Musa yang berlaku selama-lamanya sebagai Torah Moral Abadi yang Tak Dihapuskan (Keluaran 20:1-17). Hari Ketujuh adalah mandat atau amanah untuk mengingat dan menguduskan Hari ketujuh sebagai peringatan Dunia Lama: Enam Hari Alaha menciptakan langit dan bumi bagi manusia, sehingga dengan demikian kita mengingat bahwa alam semesta ada Penciptanya. Sehingga kita tidak akan berkata “tidak ada Alaha.” (Mazmur 53:2) itulah sebabnya MarYAH Alaha bersabda, ''Ingat dan Kuduskanlah Hari Ketujuh – Sabat… (Keluaran 20:8; Ibrani 4:1-16).
Dengan mengingat dan menguduskan Sabat kita tidak akan jatuh dalam dosa berhala dan menyembah ilah-ilah lain selain Dia sang Pencipta itu sendiri. Di mana Ia telah memberitahukan Nama Kudus-Nya: “Asher Ehyeh Asher” yang disimpulkan dalam huruf Ibrani, Yod-He-Waw-He (YHWH) dalam Keluaran 3:14, Nama-Nya telah diberitahukan sehingga ditegaskan agar menyembah Alaha Ehad: ''Shema Israel Page 6- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 MarYAH Alahon MarYAH Echad.'' (Dengarlah wahai Israel, MarYah Aalaha kita, MarYah itu Ehad). – Ulangan 6:4. Melalui bangsa Israel kita mengenal Alaha yang benar dan tepat sehingga keselamatan itu datangnya dari bangsa Yahudi. (Yokhanan 4:22).
Oleh karena Keselamatan datangnya dari bangsa Yahudi, sehingga kita harus dan wajib mengikuti Iman Yudaisme Alkitabiah, termasuk 10 Perintah YHWH dalam Dua Loh Batu yang dibawa Musa yang dalam salah satu butir dari sepuluh perintah ada perintah “Ingatlah dan Kuduskanlah Hari Ketujuh…” Ini wajib dilaksanakan bagi mereka yang percaya Yeshua sebagai Juruselamat sebab Yeshua sendiri merayakan Sabat dan begitupun Para Rasul dan Para Murid serta Jemaat Awal. Sabat merupakan Perintah Ilahiah yang tak bisa ditawar-tawar bagi orang percaya, kecuali mereka beragama Hindu – Buddha, Islam, Tao, dll tidak ada kewajiban merayakan Sabat, namun, sepanjang masih berasal dan berakar dari Yudaisme maka Sabat tak bisa dicabut darinya, kecuali sekte Kekristenan sesat yang mengikuti ajaran Setan-setan (Yokhanan 8:44).
Persoalan Hari Minggu berbeda kasus dengan Hari Sabat: Hari Minggu bukan mandat dari Alaha secara langsung, tetapi devosi orang percaya terhadap fakta sejarah Iman bahwa Mshikha bangkit pada Hari Pertama (Yokhanan 20:1-10), ini adalah tepat seperti ucapan Yeshua sendiri yang Ya dan Amin bahwa Ia aka nada dalam perut bumi 3 hari tiga malam = 72 jam (Mattai 12:40) dengan disalibkan Hari Rabu Petang dan bangkit Sabtu petang menurut kalender perhitungan waktu Yahudi yang adalah hari pertama. Kebangkitan Hari Pertama diperingati sebagai Hari Maran (Yom d’Maran Kadisha) oleh Jemaat Awal Nasrani Yahudi dengan Tanda Pemecahan Roti dan Minum Anggur (Perayaan Qurbana) sebagaimana Maran Yeshua perintahkan pada Para Rasul-Nya (Lukas 22:19-20). Kebiasaan Perayaan Qurbana ini dilakukan pada Hari Minggu – Hari Pertama sebab Bangsa-bangsa non-Yahudi dan kaum Nasrani Yahudi tidak bisa melakukannya di Sinagoga pada waktu itu karena adat istiadat ini tidak umum dilakukan di Sinagoga Yahudi, kemudian Bangsa-bangsa lain yang belum bersunat tidak bisa masuk Sinagoga. Sehingga ibadat Qurbana pada Hari Pertama setelah Sabat disebut perpanjangan Ibadah Havdallah (Penutup Sabat) yang bisa dilakukan sejak jam 18.00 sampai besok pagi hari Minggu jam 10 pagi atau sampai petang, jam 18.00 sebelum hari ke-2 (Senin). Ibadat Minggu sebenarnya disebut “Ibadat Havdallah” (Penutup Sabat). Kebiasaan ini pada akhirnya bergeser dari pelaksanaan hari Sabtu Malam Minggu menjadi Minggu Pagi bagi kalangan Bangsa-bangsa Non-Yahudi yang berbahasa Yunani. Kemudian setelah abad ke-3 dan 4 Masehi, ibadah Minggu menjadi ibadat menetap dan setelah konsili Nikea tahun 325 M., muncul anti-Semitisme sehingga melahirkan Anti-Sabat dan pada akhirnya Jemaat – jemaat Non-Yahudi tidak lagi merayakan Sabat dan Minggu sekaligus tetapi hanya Hari Minggu saja untuk membedakan Jemaat Yahudi dan Kristen. Tetapi kaum Nasrani Yahudi tetap merayakan Sabat dan Minggu sebagai Tradisi Iman Alkitabiah. Sabat sebagai Hari Page 7- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Ketujuh, yakni siklus hari terakhir dalam sepekan dan Minggu hari pertama dalam siklus sepekan sebagai pembuka dalam siklus pekan.
Hari Minggu, juga dimaknai sebagai Hari Penciptaan Mikro-kosmos (Jagat kecil) baru dalam diri Yeshua, sebagai Manusia Baru. Hari Pertama identik dengan Penciptaan. Sebagaimana Hari pertama Alaha menciptakan Terang (Kejadian 1:3). Dalam Mshikha sang terang itu (Yokhanan 8:12) telah menciptakan terang bagi semua umat manusia, di mana Kemanusiaan Lama diubah-muliakan (transfigurasi) dengan Tubuh Kemanusiaan Baru (Roma 6:4-6). Dengan merayakan Hari Minggu, di mana kita merayakan Qurbana kadisha (Perjamuan Tuhan), maka kita tahu bahwa melalui Tubuh dan Darah Maran kita terjadi pemanunggalan (Yokhanan 6:48-58; 17:23) sehingga kita adalah Manusia Ciptaan Baru.
Inti Perayaan Hari Minggu adalah Perayaan Perjamuan Tuhan, di mana kita manunggal bersama dengan Dia sehingga kita menjadi Tubuh-Nya dan Dia menjadi kepala (Efesus 1:22-23). Dengan demikian merayakan Hari Minggu itu adalah penting. Tetapi ada juga Jemaat Nasrani yang tak merayakan Minggu sebab Perjamuan Kudus (Qadisha Qurbana) sudah dilaksanakan pada Hari Sabat, ini tak jadi masalah sebab Sabtu dan Minggu sudah disatukan sekaligus, sebab inti Sabat adalah Perayaan Sabda dan inti hari Minggu adalah perayaan Qurban. Keduanya saling kait mengait jika minggu disatukan kepada Sabat tidak masalah tetapi Sabat dirayakan hari Minggu adalah salah besar! Sebab Minggu bukan Hari Sabat, sementara Minggu tidak menekankan “Hari” tetapi PERAYAAN dalam wujud “Qurbana” sehingga Hari Sabat tak bisa dipindahkan ke Hari Minggu. Tetapi Perayaan Qurbana pada Minggu bisa dipindahkan kepada Hari Sabat sebab ini adalah bentuk Perayaannya, bukan harinya yang dipindahkan. Tetapi idealnya harus berdiri sendiri Hari Sabat, perayaan Hari mengingat dan menguduskan dan Hari Minggu Perayaan Tubuh dan Darah Mshikha…
Oleh karena itu, sangat menyesatkan jika ada Kekristenan mengajarkan bahwa Sabat telah dihapuskan diganti dengan Hari Minggu adalah penyesatan dan dusta sebab tidak ada Perintah Alaha yang mengatakan demikian, tidak juga ada bukti referensi Kitab Suci dan Tradisi Rasuli dan tidak pernah ada Wahyu Alaha mengatakan demikian, kecuali perintah-perintah manusia saja! (Mattai 15:7-9). Adalah tradisi ajaran sesat yang berasal dari ajaran-ajaran manusia seperti yang diucapkan Mshikha, ''… yang Satu harus Dilakukan dan yang lain jangan Diabaikan.'' (Lukas 11:42-46).
Konsekuensi, klaim Kitab Suci saja sebagai standar menjadi gagal dan doktrin Kitab Suci dan Tradisi sebagai hal pokok justru semakin diperkuat, kaum Protestantisme itu sendiri menghakimi dirinya sendiri (pepatah Indonesia, “meludah ke langit terpercik muka sendiri”). Lihat, Hasil-hasil Konsili Trente, Pengakuan Iman Augsburg dan Page 8- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Esiklopedia Britannica, artikel tentang Konsili Trente. Pada argumentasi ini, faksi pendukung yang berdiri Hanya Alkitab saja akhirnya menyerah kalah, dan Konsili segera dengan Suara Bulat Mengutuk Protestantisme, dan semua gerakan Reformasi. Segera setelah itu diundangkan dekrit peraturan yang keras untuk mencegah laju perkembangannya. Hasil-hasil Reformasi Sekarang buah apa yang dihasilkan Reformasi? Marilah kita mendengar apa yang Myers katakan: “Hasil dari pemberontakan, sangat luas sekali, adalah perpisahan dari Gereja Roma Katolik dari Bagian Utara, atau bangsa-bangsa Teutonik, yakni, Jerman Bagian Utara, bagian negeri – negeri Switzerland dan Netherland (Belanda), dan Denmark, Norwegia, Swedia, Inggris dan Skotlandia. Bangsa-bangsa Roma, yakni; Italia, Francis dan Spanyol bersama dengan Keltik Irlandia, yang menganut Gereja Kuno.” Tentang hasil spiritual dari pemberontakan itu penulis sama – sama berkata: ''Dari sudut pandang spiritual atau keagamaan, pemutusan diri ini dari bangsa-bangsa Bagian Utara Eropa dari ikatan-ikatan sebelumnya menyatukan mereka kepada kekuasaan kekaisaran gerejawi Roma dimaksudkan sebagai suatu transfer dari persekutuan mereka. Dan akhirnya disimpulkan, kemudian satu setengah Kekristenan Barat hilang dari Roma Katolik.''
Dari hal ini kita melihat Gereja Roma diserang oleh para Reformator, pada suatu masa tampak seolah-olah dikalahkan. Tetapi Gereja Roma Katolik dipulihkan kembali! Para reformator telah mengadakan pukulan telak terhadap Kepausan. Sayangnya, para reformator itu sendiri terbelenggu kuat kepada penyembahan berhala Hari Minggu, Hari Romanisme, dan Tradisi-tradisi Kepausan lainnya justru secara tak sadar merangkak masuk dalam jiwa Protestantisme sehingga seorang teolog dari Russia, Aleksey Stepanovich Khomyakov (Russian: Алексе́ и Степа́ нович Хомяко́ в, 18041860) mengatakan: ''Semua Protestan adalah Paus-paus Terselubung'' (All Protestants are Crypto-Papists).Setiap tokoh rohaniawan Protestan adalah seorang Paus bagi komunitasnya sendiri, yang menentukan arah kebijakan sendiri baik itu dogma, doktrin, dan moral gereja serta menciptakan tradisi-tradisinya sendiri. (Sumber; traktat yang ditulis oleh: Raymond Clark, D.D) Tuhan Atas Hari Sabat Barangkali inilah salah satu batu sandungan terbesar terhadap Kekristenan pada umumnya, pemahaman mereka tentang betapa penting perayaan Sabat.
Page 9- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 Sekarang, faktanya ada banyak kelompok yang merayakan Hari Sabat, sebab hal ini jelas diperintahkan dalam 10 Perintah, mengingat Hari Sabat dan memelihara hari itu Kudus. Namun di Barat, kekecualian ini agaknya disalah mengerti dalam makna istilah bahasa hukum (legalisme), seperti halnya kebanyakan orang berpikir dalam benaknya bahwa ide kewajiban merayakan hari Sabat telah ditolak digantikan dengan Hari Minggu (hari Pertama).
Satu Hari, yang dihormati sebagai Hari Kudus bagi semua orang percaya, yakni Hari Ketujuh (Sabat) tak pernah dibatalkan oleh Mshikha, Para Rasul (Shlikhim), Para Murid (Talmidim), Gereja Kudus atau oleh orang-orang percaya dari Tanah Suci atau dari Timur.
Hanya para ahli teologi Barat yang membidani tragedi “Teologi Lahir Cacat” (misbegotten theology) yang lahir tanpa Hari Sabat. Mereka akan mempertanggungjawabkan perbuatan mal-praktek ini kepada Mar-Yah (TUHAN ALAHA) karena kebencian mereka terhadap Hari Kudus yang telah ditetapkan-Nya. Tetapi ini harus disampaikan kepada orang-orang dunia modern, mereka ini telah dimanjakan dengan cerita bohong selama ribuan tahun, ini tak mudah merubah mereka sekejap mata. Sulit memprogram ulang seseorang dan membawa mereka menyelami diri sendiri masuk kedalam kebiasaan buruk atau kebohongan mereka karena mereka mendengar apa yang benar. Anda bisa saja bercerita kepada perokok atau orang yang kecanduan alkohol bahwa prilaku mereka ini adalah tak sehat akan tetapi mereka tidak akan otomatis merubah kebiasaan buruknya itu hanya disebabkan mereka telah mendengar kebenaran. Bagi umat Nasrani Katolik Ortodoks kita memahami Iman melalui Tiga Pilar: 1. Kitab Kudus (Kadisha d’Ketava) 2. Tradisi Kudus (Kadisha d’Masora) 3. Wahyu Kudus (Kadisha d’Gilyana)
Melalui Ketiga Pilar inilah kita mengadakan pendekatan terhadap semua aspek Iman kita yang harus mengekplorasi topik ulasan kita ini. Mari kita mulai dengan belajar Pilar Kitab Kudus:
“Ingatlah Hari Sabat, peliharalah Hari itu Kudus, jagalah tetap kudus. Kamu harus bekerja enam hari lamanya, dan kerjakan semua pekerjaanmu, tetapi Hari Ketujuh adalah hari Sabat bagi Mar-Yah Alahamu. Janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, kamu, maupun putramu, juga putrimu, hambamu laki-laki, bahkan hambamu perempuan, maupun ternakmu, ataupun orang asingmu yang berada dalam pintu-pintu gerbangmu; enam hari lamanya Mar-Yah Page 10- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 menciptakan langit dan bumi, samudera raya, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan beristirahat pada Hari Ketujuh; Itulah sebabnya Mar-Yah memberkati Hari Sabat, dan membuat Hari itu kudus.” (Keluaran 20:8-11.) “Saat Yeshua sedang berjalan pada hari Sabat di ladang dan Para MuridNya (Talmidim) menjadi lapar, dan mulai memetik bulir biji-bijian (gandum) untuk dimakan. Akan tetapi ketika orang-orang Farisi melihat mereka maka mereka berkata kepada Dia “Lihatlah! Murid-murid-Mu (talmidim) sedang melakukan perbuatan yang dilarang pada Hari Sabat.” Tetapi Dia berkata kepada mereka: Tidakkah kalian baca apa yang telah dilakukan Daud saat dia lapar, dan mereka yang ada bersama dia? Bagaimana pula dia yang masuk ke dalam Bait Alaha, dan makan roti sajian yang ada di atas altar dari Mar-Yah, yang tak boleh dimakan oleh dia, atau orang-orang yang ikut bersamanya, kecuali hanya bagi imamimam? Atau tidakkah kalian baca pada Torah, bahwa imam-imam di Bait Suci melanggar Hari Sabat, dan tanpa disalahkan? Tetapi Aku berkata kepada kalian, bahwa ada orang yang melebihi dari Bait Suci di sini. Namun jika kamu akan telah tahu maksudnya ketahuilah bahwa yang Kukehendaki adalah belas kasih, dan bukan korban sajian, maka kamu tak akan mengutuk mereka yang tak bersalah. Karena sang Tuhan Sabat adalah Anak Manusia.” (Mattai 12; 1-8)
“Kemudian Yeshua bersabda kepada Murid-murid-Nya: “Jika semua kamu tidak menjauhkan diri dari perkara dunia ini, kamu tak akan bisa menemukan Kerajaan; apa bila kalian tidak memelihara Sabat sebagai Sabat, kalian tak akan melihat sang Bapa.” (Injil Mar Thoma. 4:14)
“Tetapi janganlah membiarkan puasamu dilaksanakan sama dengan harihari orang-orang munafik, karena mereka berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Sebaiknya, tradisi kita berpuasa pada hari Rabu dan Erev Sabat (Jumat). Dan sebisa mungkin, pada hari Rabu kamu harus berpuasa dari makanan yang tidak mengandung susu dan pada Hari Jumat kamu harus menghindari dari semua bahan makan yang mengandung daging. Puasa kita dimulai dari terbitnya mata hari dan diakhiri saat mata hari terbenam. (Sefer Limudah. 8:1) “Oleh sebab itu, marilah kita dengan rasa takut, sementara ada janji teguh masuk kedalam perhentian-Nya (Sabat), diantara kamu harus didapati masuk kedalam perhentian (Sabat) itu. Karena bagi kita juga diberitahukan, dan juga kepada mereka: tetapi sabda yang mereka telah dengar tidak dimanfaatkan oleh mereka dengan baik, sebab tidak Page 11- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 bercampur dengan iman mereka yang mendengarnya. Tetapi kita, yang telah percaya, sungguh masuk kedalam perhentian. Tetapi sebagaimana Dia katakan, karena Aku telah bersumpah dalam murka-Ku, bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam perhentian-Ku: sebab lihatlah, karya perbuatan Alaha telah ada dari dasar dunia. Seperti yang Dia katakan tentang Sabat, Alaha beristirahat pada hari ketujuh dari semua pekerjaanpekerjaan-Nya. Dan di sini lagi, Dia berkata, mereka tidak akan masuk kedalam peristirahatan-Ku. Oleh sebab itu, sebab ada suatu tempat, kemana satu dan lainnya masuk; dan mereka orang-orang yang lebih awal, kepada mereka yang pemberitahuan telah dibuat, mereka tidak masuk, sebab mereka tidak percaya: kembali Dia menetapkan hari yang lain, lama setelah itu; seperti dituliskan di atas, bahwa Daud berkata, Hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, jangan keraskan hatimu. Sebab jika Joshua, anak dari Nun, telah memberi mereka istirahat, Dia tidak berbicara setelah itu tentang hari yang lain. Oleh karena itu, ini telah ditetapkan, bahwa Umat Alaha wajib merayakan Sabat. Karena Dia yang telah masuk ke dalam perhentian-Nya, telah juga beristirahat dari pekerjaan-pekerjaanNya, seperti Alaha lakukan dari-Nya. Oleh karena itu, marilah kita berjuang keras masuk kedalam perhentian itu; agar kita jangan terperosok jatuh, dengan meniru perbuatan mereka yang tidak percaya.” (Ibrani 4:1-11).
Maka kita lihat pada Pilar Pertama bahwa Mar-Yah mengajar Anak-anak Israel tentang Hari Sabat adalah Hari Perhentian dan setiap orang diharapkan untuk memelihara Hari ini. Mshikha memberitahukan bahwa Dia adalah Tuhan dari Sabat dan karena hanya MarYah yang telah menciptakan Sabat bisa jadi Tuhan dari Sabat. Mshikha, sang Anak Manusia adalah Mar-Yah. Dia tak pernah berkata Dia meniadakan Sabat! Mshikha dalam sabda-sabda-Nya sendiri, menegaskan bahwa siapapun yang tak memelihara Hari Sabat tak akan melihat wajah Alaha!
Surat kepada Bangsa-bangsa yang disebut dalam kitab Limudah (Didakhe) kita diberitahukan bahwa orang-orang percaya harus berpuasa pada hari Rabu dan Jumat yang disebut Erev Sabat, hari persiapan bagi Sabat. Dalam Kitab Ibrani kita diingatkan bahwa Umat Alaha diharapkan untuk merayakan Sabat. Mari kita bergerak maju lagi kepada Pilar Kedua dari Iman, Tradisi Kudus:
”Jika seorang individu yang telah dimikvehkan dalam rumusan yang tepat, setelah diberikan bukti luas mengenai Sabat dan perayaan Hari Kudus, Page 12- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 menolak dengan sengaja peraturan-peraturan Alkitabiah ini, si selebran (Imam) berkewajiban melindungi Qadishoth- qadishoth (sakramensakramen kudus) dari orang tersebut untuk tidak melecehkannya dan wajib tak dilayani secara sakramental. Akan tetapi, apa bila si individu itu sudah mengerti benar dan mengakui dengan hati jujur dan tulus, orang tersebut diperbolehkan ambil bagian Qurbana Kudus.” – Misnah Nasrani
Bagi mereka individu yang tak bisa ambil bagian Qurbana Qadisha selama Sabat (Jumat Petang atau Hari Sabtu) harus berusaha sebisa mungkin agar berlayak ambil bagian Perjamuan Korban Kudus (Qurbana) pada Hari Minggu: ”Aku menyatakan bahwa aku tak akan pernah meniadakan Torah dari Alaha. Aku akan selalu menjadi seorang Pengamal Torah, mencurahkan perhatian bagi ibadah Sabat sebagai yang diberikan untuk umat manusia sepanjang masa.” ”Apa bila ada orang mengajarkan bahwa Hari Ketujuh bukan sebagai Hari Sabat dan bahwa Sabat telah dibatalkan dalam Kitabkitab Suci Perjanjian Baru, biar orang itu diberi kesempatan bertobat, dan jika tidak ada kedapatan pertobatan sungguh-sungguh diwujudkan biarlah orang itu di kutuk (anathema).” – Misnah Nasrani Jika ada orang mendukung Ekumenisme beserta lembaga-lembaga yang tidak menghormati Keilahian Mshikha, tidak merayakan Hari Sabat dan bukan Pengamal Jalan Torah, biar orang tersebut diberikan kesempatan bertobat, dan jika tak didapati pertobatan yang sungguh-sungguh terwujud biarlah orang itu dikutuk.” – Misnah Nasrani
Maka kita belajar dari Pilar Kedua seperti yang ditegaskan oleh Tahta Musa, Sanhedrin Rasuliah, bahwa seseorang yang telah dimikvehkan dalam Tiga Aspek (Alahota), namun tidak merayakan Sabat dan Hari Kudus (Hari Pertama), rohaniawan-rohaniawan tak melayankan Qadishoth-qadishoth bagi mereka. Dewan keuskupan menyatakan apa bila Qurbana tidak diterima pada Hari Sabat maka kemudian mereka harus menerima hal ini pada Hari Pertama (Minggu). Sumpah Setia dari Jemaat Kudus menghendaki individu berjanji selalu sebagai Pelaku Jalan Torah dan ini termasuk Memelihara Hari Sabat.
Anathema – anathema dari Jemaat Kudus menegaskan bahwa seseorang dijatuhkan hukuman anathema jika mereka mengajarkan bahwa Hari Ketujuh bukan Hari Sabat, atau Sabat telah dihapuskan dalam Brith Chadasha (Perjanjian Baru), atau bahkan mendukung jaringan terkait dengan kelompok-kelompok ekumenis yang mempercayai hal ini! Ini sangat serius bagi Jemaat Kudus dan juga bagi setiap Orang Percaya. Akhirnya, kita belajar dari Pewahyuan Sabda dari Pilar Ketiga: Page 13- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 “Sabat diberikan bagi umat manusia. Kita beristirahat pada Hari Sabat – anda laksanakan mulai dari Jumat Petang hingga tenggelamnya mata hari Sabtu petang. Jangan menodai Hari Sabat kita, karena Hari ini diberikan sebagai Hari Kudus dari masa zaman dahulu. Aku tahu bahwa Hari Sabat bukan adat istiadat dari semua orang (bangsa) untuk mempraktekkan yang disebut Ritual Hari Ketujuh petang dan siang. Inilah apa yang Aku katakan padamu ini dalam kebenaran: Kamu harus menyalakan 2 Batang Lilin sesaat waktu sebelum mata hari terbenam pada Hari Jumat petang dan kemudian kamu menyalakan Sebatang Lilin pada Hari Sabtu petang sesaat waktu setelah mata hari terbenam. Ritual ini telah ada sebagai bagian Jemaat-Ku sejak zaman Musa dan Hari Sabat itu Bapa-Ku yang memberikannya kepada Kaum Israel untuk dipraktekkan dengan setia sebagai pengingat akan penciptaan dan Pemeliharaan Alaha (Providence).” “Ada sekumpulan manusia yang telah mengubah dan memutuskan akar Torah dari Jemaat-Ku, khususnya mereka yang mengklaim sebagai kaum Petrus Si Rasul-Ku, tetapi keluarga dalam garis keturunan Yakobus dan Thomas tetaplah ini dan perayaan-perayaan Ibadah Hari Kudus lainnya dalam rangka menghormati Aku dan Sabda Bapa-Ku. Tanamkan kata-kata ini dalam hatimu, praktekkan sabda-Ku. Rayakan Sabat Hari Ketujuh-Ku, karena Aku adalah sang MarYah dari Hari Sabat.” – Kumpulan Mistikisme
Mshikha, dalam Wahyu-Nya, menjelaskan kepada kita bahwa Sabat untuk semua orang untuk sepanjang masa. Dia dengan jelas memaparkan kapan saat Sabat mulai dan kapan Sabat berakhir. Dia menjelaskan Sabat telah diberikan kepada Anak-anak Israel untuk mengenangkan mereka tentang Penciptaan dan segala sesuatu yang mereka miliki berasal dari Mar-Yah. Mshikha menyingkapkan kepada kita bahwa orang-orang jahat yang mengklaim untuk melayani Dia memelintir ekspresi dari Iman Kudus pada Kekristenan umumnya dengan menghilangkan pengenangan Sabat. Dia menjelaskan bahwa Orang-orang Percaya di Tanah Suci dan di Timur tetap merayakan Sabat bagi kehormatan Dia dan menjaga sang sabda Alaha.
Tiga Pilar menunjukkan suatu terawang pikiran dan hati bahwa Sabat adalah wajib bagi semua umat manusia dan Mshikha mewajibkan perayaan Sabat dari semua mereka yang mengklaim megasihi Dia dan melayani Dia. Semua ini menuntun kepada satu Pesan: Ingatlah hari Sabat dan jagalah Sabat itu Kudus! Jika anda tidak merayakan Sabat sekarang, inilah waktunya mulai, jika anda menolak pengajaran-pengajaran dari Mar-Yah, sang Anak Manusia, Para Rasul-rasulNya (Shlikhim), dan Murid-murid-Nya (talmidim), Gereja Kudus-Nya dan Sabda-Nya bagi engkau hari ini dan seterusnya, buanglah ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Tanah Suci, jauhilah ahli-ahli teologia yang sedikit sekali pengetahuannya atau berminat pada Komunitas Nasrani, jadilah yakin bahwa anda sudah mengenali karakter mereka dan anda jangan mempersekutukan diri anda sendiri dengan mereka Page 14- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:05/GNI/A/Pel.Umum/II/2015 sebab anda telah berjanji taat pada diri anda sendiri bukan saja kepada kepada MarYah dan bukan saja hanya kepada Tuhan atas Hari Sabat.
UNTUK KALANGAN SENDIRI!!! Untuk memperbanyak MATERI PENGAJARAN GNI ini dipersilahkan untuk meminta izin tertulis:
[email protected] 0813.19190730 021.70403378 www.nasraniindonesia.org
Page 15- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015