Mengapa Kita Akrab Dengan Kemiskinan? Written by Friday, 17 September 2010 06:53
Dalam kesempatan diskusi antara Dirjen Kemsos dengan Anggota Komisi VIII, antara lain mengatakan saat ini ada 17 kementerian dan lembaga yang menangani masalah kesejahteraan sosial, termasuk kemiskinan dengan anggaran 65 triliun. Namun masih banyak persoalan kemiskinan yang belum tertuntaskan.
Secara bersamaan juga pembentukan kemiskinan dalam angka statistika menunjukkan 32,02 juta jiwa atau lebih kurang 13,33% dari jumlah penduduk bangsa kita. Tentu masyarakat dan bangsa ini akan terus dan terus bertanya, apa yang salah dalam bangsa ini sehingga negara yang kaya akan SDA dan SDM ini selalu akrab dengan kemiskinan dan kebodohan.
Memang kalau kita bicara kemiskinan tentu kita harus bicara tentang kebodohan atau keterbelakangan. Karena bagaimanapun kemiskinan dan kebodohan ini selalu berjalan paralel dalam perjalanan kehidupan dalam suatu negara.
Untuk kita tidak terlalu menjadi bangsa yang putus asa dalam mengatasi kemiskinan ini, mungkin kita perlu membuat suatu "Grand Design" yang baru dalam arti kata, kita jangan menjadi bangsa yang selalu berbicara tentang orang miskin. Tetapi mari kita bicara tentang orang kaya apalagi mereka yang terlalu kaya.
Mengapa miskin
Miskin tentunya sesuatu yang relatif, walaupun ada norma yang bersifat universal yaitu, dilihat dari kemampuan memenuhi kebutuhan hidup minimum. Masing-masing negara memiliki standar tertentu sesuai tingkat kemajuan bangsa dan negaranya. Tetapi kemiskinan dari suatu bangsa adalah akibat dari adanya anak-anak bangsa lainnya yang terlalu kaya.
Contoh yang kongkrit baru baru ini kita mengetahui adanya sejumlah dana yang ditemukan dalam deposit box dari satu bank yang jumlahnya terlalu fantastis mencapai lebihkurang 74 M. Sementara diberitakan yang memiliki kekayaan tersebut adalah seorang pegawai Gol. III/A. Inilah yang kita katakan karena ada yang terlalu kaya. Kalau kita berhitung secara matematika
1/5
Mengapa Kita Akrab Dengan Kemiskinan? Written by Friday, 17 September 2010 06:53
berapa jiwa/keluarga yang bisa dientaskan dari kemiskinan oleh dana tersebut, ini baru kelas bawah. Bagaimana dengan kekayaan mereka para pejabat negara dari golongan menengah ke atas.
Apakah ada undang-undang yang melarang untuk seseorang menjadi kaya? Tentu tidak, karena kitapun tidak perlu mendidik bangsa ini menjadi orang yang cemburu kepada kekayaan orang lain. Kaya itu wajar orang yang gigih bekerja tentu bakal kaya. Tetapi terlalu kaya ini yang harus kita pertanyakan.
Siapapun tau bahwa roti pembangunan bangsa ini cukup besar, tetapi pendistribusiannya yang tidak benar sehingga ada yang oleh sistim dia dibenarkan mengambil lebih banyak, sehingga ada yang kebagian terlalu kecil, dan bahkan tidak kebagian, menjadi si miskin yang selalu kita perjuangkan.
Elit politik, elit pemerintahan selalu lantang bicara tentang memperjuangkan masyarakat yang miskin. Tetapi saya katakan sekali lagi, bukan di sana akar permasalahannya. Mari kita lupakan membahas mereka-mereka yang kita katakan miskin dan memperjuangkan listrik gratis, berobat gratis dan yang serba gratis untuk yang miskin. Ini tentu tidak mendidik, bahkan melecehkan mereka-mereka yang secara kebetulan miskin.
Apakah mereka mau menjadi orang miskin? Apakah perbuatan atau kemelasan mereka yang membuat mereka menjadi miskin? Tentu tidak! Ada mereka yang 24 jam bekerja terus menerus tetapi masih termasuk karyawan miskin. Lantas dimana kesalahannya? Mari kita bicara mereka yang terlalu kaya. Hanya dengan sistem yang benar bangsa ini akan merasakan keadilan.
Sistem membuat kesenjangan
Secara kita tidak menyadari banyak sistem pendistribusian roti pembangunan bangsa ini yang harus kita benahi sehingga tidak terus kita menciptakan kesenjangan demi kesenangan.
2/5
Mengapa Kita Akrab Dengan Kemiskinan? Written by Friday, 17 September 2010 06:53
Pada akhir-akhir ini kita akrab dengan istilah renumerasi sebagai suatu upaya perbaikan kesejahteraan di jajaran Pegawai Negeri maupun BUMN. Siapapun setuju dengan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan. Apakah itu renumerasi atau istilah lain, tetapi yang penting jiwa dari pemberian itu dengan sistem yang benar. Tidak seperti apa yang kita baca dalam pemberitaan media TV/surat kabar yang secara rinci menjelaskan bagaimana besaran dari renumerasi yang diterima oleh pegawai keuangan menunjukkan angka bagi seorang Sekjen tingkatan yang tertinggi di Kementerian menerima lebih kurang 59,5 juta rupiah, ini terus secara berjenjang ke bawah sesuai pangkat dan jabatan Rp. 1, 75 juta. Ini yang kirta maksudkan sistem pendistribusian yang tidak adil pada akhirnya membuat kesenjangan baru.
Mungkin karena renumerasi ini bersifat tunjangan kita bisa meniru apa yang berlaku di TNI-Polri yaitu uang lauk pauk dari prajurit terendah sampai dengan Panglima TNI menerima jumlah yang sama. Kita harus buat sistem yang sehat tidak terlalu mencederai hak-hak para bawahan.
Untuk kementerian kalau ada renumerasi mungkin ratio yang terbaik adalah dibagi dalam sepuluh golongan. Kalau golongan tertinggi menerima 59,5 juta atau 60 juta, sedangkan pegawai terendah menerima 3 juta atau 5% dari yang tertinggi. Ratio ini juga diterapkan dalam banyak perusahaan swasta, bahwa gaji pegawai rendah itu tidak kurang dari 5% dari gaji Direktur/Pejabat tertinggi.
Tetapi kalau renumerasi karena sifatnya tunjangan untuk ratio itu seharusnya tidak 1:20 tetapi cukup 1:5, karena kelebihan dari para pejabat itu sudah dibayar dalam bentuk uang jabatan, dll. Ini perlu kita ingatkan agar renumerasi-renumerasi generasi baru di kementerian yang baru tidak lagi salah kaprah.
Mari kita hargai, bahwa serendah apapun jabatan seseorang di lingkungan organisasi/kantor/lembaga/kementerian mereka adalah sub sistem yang mendukung sistem di kementerian tersebut.
Perbaikan kesejahteraan aparat
3/5
Mengapa Kita Akrab Dengan Kemiskinan? Written by Friday, 17 September 2010 06:53
Dalam keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah saat ini dihadapkan kepada perbaikan kesejahteraan PNS maupun TNI-Polri. Disinilah perlu suatu keberanian yang bijak untuk menentukan skala prioritas bagi aparat pemerintahan, terutama kepada Polri dan TNI. Karena bagaimanapun ke-2 institusi aparat pemerintahan ini adalah lembaga yang selalu berhadapan langsung dengan kejahatan narkoba, perjudian, penyelundupan.
Jangan sampai mereka tidak perduli dengan kejahatan pada aspek kejahatan ini, bahkan di antara mereka ada yang terlibat, sehingga tidak menutup kemungkinan bisnis ini sulit untuk kita berantas dari kehidupan keseharian masyarakat kita. Tentu siapapun tau bahwa resiko bisnis ini cukup berat tetapi cukup menjanjikan dari hitung-hitungan materi. Apalagi bagi mereka yang tidak peduli lagi masalah moral.
Bagaimanapun kesenjangan-kesejahteraan pada aparat pemerintahan baik TNI/Polri akan berdampak kinerja dalam pelayanan masyarakat dan bahkan lebih jauh lagi. Terjadinya pungutan-pungutan liar atau KKN oleh aparat, yang semua ini berdampak kepada kehidupan biaya tinggi karena semua urusan harus dengan pengeluaran biaya ekstra.
Jadi kalau ingin mengurangi kemiskinan anak-anak bangsa ini jawabannya "Mari Kita Benahi Kesejahteraan PNS dan TNI Polri Melalui Sistem Gaji Yang Terpadu Bagi Seluruh PNS, Yang Menerima Gaji/Honor dari APBN/APBD". Bagaimanapun kesejahteraan aparat pemerintahan PNS/Polri memiliki korelasi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Berkurangnya pengutipan liar dan tidak resmi, akan mengurangi biaya hidup tinggi.
Gaji PNS/TNI-Polri, BUMN dan BUMD harus dirumuskan secara nasional dan tidak ada lagi tunjangan-tunjangan atas kebijakan institusi/kementerian. Gaji harus berdasarkan: Golongan/Pangkat. Masa Kerja, Jabatan. Jangan sampai terjadi Tunjangan Jabatan untuk golongan jabatan yang sama, yaitu Eselon II di TNI-Polri dan Eselon II di Kementerian/Pemerintahan berbeda seperti saat ini.
Kalau di TNI-Polri mungkin menerima 1,2 juta sebulan, sedangkan di PNS Rp. 2,5 juta. Hal seperti ini tidak boleh terjadi, membuat kesenjangan. Apalagi adanya berbagai tunjangan di BUMN dan BUMD dan jumlah yang lebih besar dari gaji pokok.
4/5
Mengapa Kita Akrab Dengan Kemiskinan? Written by Friday, 17 September 2010 06:53
Inikan sesuatu yang aneh, yang namanya tunjangan secara filosofi tidak boleh lebih besar dari gaji pokok. Kesenjangan sesama PNS/TNI-Polri, BUMN dan BUMD ini sangat sungguh nyata. Tetapi tidak ada upaya pembenahan secara nasional. Walaupun nanti dalam pembenahan ada yang harus menerima menurun, tetapi semua ini harus berani kita lakukan untuk menghindari kesenjangan yang terjadi, apalagi aparat sesama pemerintahan. Karena semua itu akan berdampak kepada pungutan-pungutan liar kepada masyarakat, pada pelayanan masyarakat apakah itu IMB, STNK-PBB, Surat Kelakuan Baik, Surat Ijin Usaha, dll. Pemerintah harus serius untuk menata sistem gaji PNS dan Polri-BUMN dan BUMD agar tidak menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan.***** (Bachtiar Sonar Siregar, SE, MBA : Penulis adalah pengamat masalah social )
5/5