MENGAMBIL KEPUTUSAN SESUAI FIRMAN TUHAN
MENGAMBIL KEPUTUSAN SESUAI FIRMAN TUHAN MEMILIH DENGAN BIJAK DALAM ZAMAN YANG PENUH PILIHAN
HADDON W. ROBINSON
Decision-Making by the Book Original © 1991 by SP Publications, Inc. This edition © 1998 by Haddon Robinson. All rights reserved. MENGAMBIL KEPUTUSAN SESUAI FIRMAN TUHAN Memilih dengan Bijak dalam Zaman yang Penuh Pilihan Haddon W. Robinson Alih Bahasa: Tim Penerjemah Tim Penyunting: Heri Marbun, Dwiyanto Penata Letak/Rancang: Jane Selomulyo, Mary Chang Desain Sampul: Groft Design, Jane Selomulyo, Mary Chang Foto Sampul: Corbis Penyelaras Bahasa: Bungaran Gultom, Natalia Endah Edisi Bahasa Indonesia diterbitkan dan didistribusikan oleh: PT Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com
[email protected] Bacaan Alkitab dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974, Cetakan ke-23 Tahun 2003 ISBN 978-1-62707-259-5 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Cetakan Pertama: September 2014
Daftar Isi Pendahuluan / 9 1. Mencari Kehendak Allah / 13 2. Pengambilan Keputusan dan Firman Tuhan / 37 3. Kebebasan untuk Memutuskan / 49 4. Tunduk pada Kehendak Allah yang Berdaulat / 59 5. Tunduk pada Kehendak Moral Allah / 73 6. Dimotivasi oleh Kasih / 83 7. Mengenal Kekuatan Anda / 97 8. Menimbang Keadaan / 107 9. Mencari Nasihat yang Bijak / 125 10. Peran Pewahyuan / 139 11. Prinsip-Prinsip Umum / 149 12. Yang Harus Diwaspadai dalam Memutuskan / 157
Buku ini saya persembahkan Kepada tiga rekan sepelayanan saya Nancy Hardin Alice Mathews Lori Seath yang secara konsisten, menahan kreativitas saya dan juga bersikeras bahwa, satu kata hanya bisa dieja dengan satu cara saja.
Ucapan Terima Kasih Saya berterima kasih kepada • para anggota studi Alkitab pria di Denver. Mereka mendorong saya untuk mengajar tentang cara mengambil keputusan dan mengatakan bahwa mereka sangat tertolong oleh pelajaran yang diberikan. • Steve Rabey, yang menyunting transkrip buku ini dan mendesak saya untuk menyelesaikan naskahnya. • Phil Murdy dan Rebecca Thompson, yang mengerahkan tenaga mereka untuk hasil akhir buku ini. • para dosen, bagian administrasi, dan staf dari Denver Seminary, yang telah menolong saya jatuh bangun belajar dalam pengambilan keputusan––dengan mengoreksi keputusan saya yang salah dan melaksanakan yang baik.
Pendahuluan Seorang wartawan yang sedang menyelidiki industri pengolahan jeruk di Florida masuk ke sebuah gudang dan melihat seorang pria sedang menyortir jeruk. Ketika jerukjeruk itu berjatuhan dari ban berjalan, ia harus memasukkan jeruk-jeruk berukuran besar di suatu lubang penampungan yang besar, jeruk-jeruk yang kecil ke dalam lubang yang kecil, dan jeruk-jeruk yang sudah rusak di lubang lainnya. Si wartawan terus memperhatikan pria itu melakukan pekerjaannya yang luar biasa membosankan itu sampai ia sendiri pun tidak tahan lagi. Akhirnya, ia bertanya kepada pria tersebut, “Apakah Anda tidak bosan? Bagaimana Anda bisa tahan bekerja seharian hanya memasukkan jeruk-jeruk ke lubang-lubang itu?” “Anda tidak sepenuhnya mengerti,” kata pria itu. “Dari waktu saya datang hingga saya pulang, semuanya berpusat pada keputusan, keputusan, dan keputusan!” Si pria dengan jeruk-jeruknya itu menggambarkan suatu hal yang penting: Hidup terdiri dari banyak keputusan. Sebagian merupakan keputusan kecil, sebagian lagi keputusan besar. Namun, dari awal sampai akhir, sepertinya hidup itu tidak lepas dari keputusan, keputusan, dan keputusan. Kita harus memutuskan apakah kita akan bangun pada pagi hari. Setelah membuat keputusan besar itu, kita memutuskan yang akan kita makan untuk sarapan. Kemudian, kita harus memutuskan baju yang ingin kita kenakan hari itu. Tidak lama setelah itu, kita harus memutuskan 9
10 Mengambil MengambilKeputusan KeputusanSesuai SesuaiFirman FirmanTuhan Tuhan
menu makan siang. Setelah makan siang, kita memutuskan kegiatan yang akan kita lakukan pada petang hari. Malam hari memaksa kita memutuskan untuk menonton TV atau tidak, dan jika menonton, apa yang harus ditonton? Terakhir, kita memutuskan untuk tidur, dan mempertimbangkan untuk makan kue dan minum susu sebelum merebahkan diri.
Beragam Keputusan Besar dalam Masa yang Sulit Sebagian besar dari kita menghadapi keputusankeputusan rutin tadi dengan mudah. Namun, hidup ini sering menghadapkan kita pada banyak keputusan lebih besar yang menghadang dan membingungkan kita. Keputusankeputusan besar itu begitu penting, sehingga ketika kita membuat keputusan tersebut, hidup kita pun dibentuk olehnya. Keputusan-keputusan itu dimulai sejak masa remaja, ketika kita memutuskan yang akan kita lakukan ketika dewasa nanti. Kita harus memutuskan apakah kita akan kuliah atau tidak. Jika kita memutuskan untuk kuliah, jurusan dan mata kuliah apa yang akan kita pilih? Setelah lulus, kita harus memutuskan untuk langsung bekerja atau berkuliah di jenjang yang lebih tinggi. Sementara itu, kita mungkin juga harus memutuskan apakah kita akan menikah dan siapa orang yang akan kita nikahi nanti. Jika kita hidup pada abad ke-18, sebagian dari keputusan di atas mungkin lebih mudah diambil ketimbang pada zaman sekarang. Anak seorang pandai besi kemungkinan besar akan melanjutkan usaha ayahnya. Seorang anak perempuan akan memikul tanggung jawab untuk mengasuh rumah tangga, sama seperti ibunya dan neneknya. Ruang lingkup pada abad tersebut hanya terdiri dari suatu komunitas kecil dan kota-kota kecil di sekitarnya, sehingga seseorang tidak
Pendahuluan
11
memiliki banyak pilihan lawan jenis yang dapat menjadi pasangan hidupnya. Kini semuanya jauh berbeda. Lahan pekerjaan jauh lebih beragam. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan, sekarang jauh lebih rumit dibandingkan beberapa abad lalu. Dan berkat perangkat teknologi seperti telepon dan pesawat terbang, yang memungkinkan kita menyeberangi lautan dalam hitungan menit atau jam, para pria dan wanita masa kini dapat bertemu dengan ratusan—bahkan mungkin ribuan—orang tiap tahunnya. Pada tahun 1970, Alvin Toffler menulis bukunya Future Shock (Guncangan Masa Depan). Dalam buku yang mengguncang dunia itu, Toffler menawarkan sebuah istilah atas keadaan suram yang telah dirasakan oleh banyak dari kita. Ia menyebutnya banjir pilihan. Kita bisa melihat contoh banjir pilihan itu di mana saja—di TV, banyak saluran bersaing untuk menarik perhatian kita, dan di rak-rak supermarket, banyak merek makanan ringan menggoda kita untuk merogoh kocek. Dalam salah satu contohnya yang paling tajam, Toffler mengutip sebuah penelitian tentang banjirnya pilihan dalam pasar otomotif. Seorang ahli komputer duduk di depan komputer dan memasukkan setiap ragam mobil yang ada— bentuk rangka, warna, dan aksesoris. Setelah komputer memprosesnya selama beberapa detik, hasilnya sangat mengejutkan: para konsumen di Amerika bisa memilih satu dari 25 juta jenis mobil yang berbeda—padahal memilih mobil seharusnya menjadi keputusan yang cukup mudah! Kita tidak saja berusaha mengambil keputusan yang sulit di tengah kerumitan yang luar biasa besar, tetapi kita juga terus-menerus mendengar tentang pentingnya
12
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
keputusan kita dan akibat jangka panjang yang dihasilkannya. Para pria dan wanita dalam masyarakat kita menghadapi banyak pilihan penting dalam beragam masalah seperti aborsi, kelaparan di dunia ketiga, perang nuklir, lingkungan hidup, dan rekayasa genetika. Keputusan kita semakin lama semakin jauh bergulir hingga mempengaruhi tidak hanya diri kita sendiri, tetapi juga hidup seorang anak yang belum dilahirkan, keluarga kita, gereja kita, atau bahkan dunia kita.
Rindu akan Bimbingan Saya sering menjadi pembicara dalam beragam konferensi, gereja, dan seminar setiap tahunnya. Dan satu pertanyaan yang terus ditanyakan orang-orang kepada saya adalah, “Bagaimana saya bisa mengetahui kehendak Allah?” Dengan semua kerumitan, tekanan, dan keputusan dalam hidup, tidak heran orang-orang prihatin akan hal itu. Kita ingin langsung berbicara dengan Allah. Dengan demikian, kita bisa mengetahui kehendak Allah untuk segala sesuatu, dari karier yang patut dikejar sampai sepatu yang cocok untuk dikenakan. Sayangnya, kebanyakan orang membiarkan kerinduan mereka akan bimbingan membawa mereka pada caracara berbahaya dalam mencari kehendak Allah. Dalam buku ini, kita akan mencari tahu yang Allah katakan tentang bimbingan dan pengambilan keputusan. Selama pembahasan ini, kita mungkin saja menemui sejumlah kejutan dengan melihat cara-cara buruk yang pernah kita gunakan untuk mengambil keputusan. Harapan saya, di akhir buku ini, kita akan memiliki gambaran yang lebih jelas tentang pengambilan keputusan agar kita mendapatkan pilihan yang terbaik.
1
Mencari Kehendak Allah “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah Tuhan, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.” (Ulangan 18:10-12)
M
anusia acap kali merancang beragam cara untuk mencari kehendak Allah. Sebagian menggunakan papan Ouija. Sebagian konsultasi ke “dukun” gerakan Zaman Baru, yang mengaku sebagai perantara untuk mendapatkan nasihat dari orang-orang bijak yang telah lama mati. Sebagian melempar koin. Dan sebagian pemimpin gereja yang sudah canggih, memanfaatkan program komputer yang dapat menguji probabilitas. Mereka berpendapat bahwa Allah menghendaki mereka untuk menggunakan teknologi dalam mencari kehendak-Nya. Namun, mencari kehendak Allah tidak dimulai pada abad ke-20. Sepanjang perjalanan sejarah, manusia selalu berusaha mendapatkan bimbingan ilahi dalam hidup mereka. Para pengikut agama-agama kafir di zaman kuno mempunyai minat yang besar untuk mencari tahu kehendak para dewa. Leo Oppenheimer, dosen di fakultas Studi Timur Dekat di Universitas Chicago, memperkirakan sekitar 90 persen isi catatan dalam huruf paku yang berasal dari bangsa Sumeria, Asyur, dan Babel berhubungan dengan tenung––suatu upaya untuk memahami kehendak para dewa dalam membuat keputusan penting (Ancient Mesopotamia, Universitas Chicago, 1964). Orang-orang di zaman kuno menggunakan beragam cara untuk mengerti pikiran para dewa. Sebagian dari mereka mempelajari organ hati, dengan anggapan bahwa pusat pikiran berada di perut, bukan di kepala. Dalam ritual tenung tersebut, para imam akan membunuh seekor binatang. Saat tubuh binatang itu masih hangat, mereka membelah perutnya, memotong hatinya, dan melalui pergerakan yang dihasilkan organ hati binatang itu, mereka dapat mengetahui isi pikiran para dewa. Bahkan, banyak batu tulis yang berisi 15
16
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
catatan mengenai cara mempelajari isi perut sebagai sarana peramalan ditemukan di sebuah perpustakaan di kota kuno Asyurbanipal, Asyur. Zaman sekarang, kita tidak lagi percaya pada kuasa mistis dari perut binatang, meskipun adakalanya kita seakan berpikir menggunakan perut daripada logika otak kita! Namun, warisan dari kepercayaan kuno itu tetap bertahan dalam bahasa Inggris, terutama ketika seseorang menggunakan kata “gut” (isi perut) dan berkata, “they made a gut decision” (mengambil keputusan berdasarkan firasat) atau “just felt it in their gut” (punya firasat tertentu). Sebagian orang lainnya di dunia kuno mengacu pada bintang-bintang. Ilmu perbintangan, yang kita kenal sekarang dengan astrologi, muncul pertama kali sekitar abad ke-5 atau abad ke-6 SM di Persia. Para ahli astrologi membagi langit dalam beberapa rasi, dan menurut hari dan waktu kelahiran seseorang, ia memiliki tempat dalam salah satu rasi tersebut. Ketika bintang-bintang bergerak, ada saatnya bintang orang itu berada pada posisi yang bisa membawa keberuntungan baginya. Masa itu menjadi waktu yang paling baik bagi para raja untuk meresmikan perjanjian antarkerajaan, bagi prajurit untuk pergi bertempur, dan bagi para pengusaha untuk menetapkan perjanjian dagang. Sebagian orang lagi di Yunani dan Romawi kuno berkonsultasi dengan para peramal. Para peramal itu adalah imam pria atau wanita yang dianggap memiliki kemampuan ilahi untuk mengetahui isi pikiran para dewa dan meramalkan masa depan. Yang sebenarnya mereka miliki adalah keahlian khusus dalam memberikan jawaban yang umum tetapi terdengar spesifik. Sebagai contoh, jika seorang pemimpin militer meminta nasihat kepada peramal apakah ia harus
Mencari Kehendak Allah
17
pergi bertempur atau tidak, peramal itu kemungkinan akan berkata seperti ini: “Pergilah, dan sebuah pasukan yang besar akan dikalahkan.” Si pemimpin akan melihat itu sebagai pertanda baik untuk pergi ke medan pertempuran. Jika ia menang, ia yakin si peramal telah memberinya nasihat yang baik. Sebaliknya, jika ia kalah dalam pertempuran dan kembali kepada peramal tersebut, si peramal mungkin akan berdalih, “Bukankah sudah kukatakan, jika Paduka pergi ke medan pertempuran, ada pasukan besar yang akan dikalahkan. Pasukan Paduka adalah pasukan yang besar, dan seperti yang Paduka alami sendiri, pasukan Paduka itulah yang dikalahkan.” Seorang peramal yang memberikan ramalan sesat dan membuat raja-raja kalah perang rasanya tidak akan hidup lama. Namun demikian, praktik meminta nasihat dari peramal itu bertahan hingga ratusan tahun lamanya, sampai para panglima, raja, dan pengusaha menyadari ada sesuatu yang tidak benar dengan cara tersebut.
Diamnya Alkitab Setelah kita memahami minat bangsa-bangsa di zaman kuno terhadap beragam praktik tenung, kita akan terkejut ketika mengetahui bahwa dalam Perjanjian Lama, ajaran Yesus, maupun surat-surat Perjanjian Baru, sama sekali tidak memberi langkah-langkah yang dapat kita ambil untuk mengetahui kehendak Allah. Seperti yang telah kita lihat, diamnya Alkitab bukanlah karena praktik tenung tidak menjadi perhatian besar pada zaman itu. Justru sebaliknya, tenung menarik perhatian besar dari agama-agama kafir saat itu. Mungkin itulah salah satu alasan bahwa Allah, dalam
18
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
firman-Nya, melarang tenung dan praktik-praktik serupa. Bacalah yang Allah katakan kepada umat-Nya: “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejiankekejian inilah Tuhan, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.” (Ulangan 18:10-12)
Orang Kristen yang Bertenung Sebagai orang Kristen di abad ke-20, kita tentunya tidak akan membuka isi perut binatang untuk mencari kehendak Allah. Namun sayangnya, banyak pengikut Kristus di zaman modern ini turut mencari bimbingan dengan cara-cara yang sangat mirip dengan pertenungan. Saya memiliki seorang sahabat yang mengatakan bahwa jika ia ingin mencari tahu kehendak Allah, ia akan duduk di kursi malasnya, menjernihkan pikirannya dari berbagai macam hal, dan meminta Allah mengarahkannya. Sahabat saya itu percaya bahwa pikiran pertama yang muncul dalam pikirannya itulah yang diberikan Allah. Saya tidak mempermasalahkan seseorang untuk duduk dan berpikir dalam menggumuli suatu keputusan. Namun ketika kita menyamakan perasaan batin kita dengan pewahyuan Allah, kita sedang bermain-main dengan tenung.
Mencari Kehendak Allah
19
Sebagian orang melakukan “rolet alkitabiah” untuk mencari bimbingan Allah dalam proses mereka mengambil keputusan. Dengan jari yang menyusuri halaman-halaman Alkitab, mereka bermaksud untuk mendapat bimbingan dari firman Tuhan. Jika ada ayat yang menarik perhatian ketika memindai halaman tertentu, mereka percaya itulah yang ingin Allah sampaikan kepada mereka. Sebagian lainnya memainkan “rolet alkitabiah” dengan membiarkan Alkitab terbuka secara acak pada suatu perikop atau ayat tertentu dan meyakini bagian yang terbuka tersebut sebagai suara Allah. Ada sebuah kisah yang sudah ada sejak dahulu dan bertahan lama bukan hanya karena kelucuannya, tetapi juga karena pesannya. Kisah itu tentang seorang pria yang berusaha mencari kehendak Allah dengan memanfaatkan Alkitab. Ia cukup menutup mata, membuka Alkitabnya, dan meletakkan jarinya di atas suatu perikop. Ketika ia membuka mata, dibacanya ayat dari Matius 27: “Pergi dari situ dan menggantung diri.” Pria tersebut merasa ayat itu tidak memberi jawaban atas masalahnya, jadi ia kembali menutup matanya dan membuka Alkitabnya ke perikop yang lain. Ia membuka mata dan membaca perkataan Yesus dalam Lukas 10: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Rasanya bukan itu juga yang ia cari, jadi ia mencoba sekali lagi. Ia menutup mata, membuka Alkitab, dan membaca pernyataan dalam Yohanes 2:5: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” Ada hikmah yang bisa diambil dari kisah menggelikan itu. Banyak orang memperlakukan Alkitab sebagai buku sihir dan dengan demikian bersentuhan dengan pertenungan. Oleh karena itu, mereka membuat keputusan yang buruk, dan bahkan, lebih parahnya lagi, mereka menggunakan Alkitab dengan cara yang tidak berkenan di mata Allah.
20
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
Metode lain yang digunakan orang Kristen yang berniat baik untuk mencari kehendak Allah adalah dengan menggunakan “kotak janji”. Anda pasti pernah melihat kotak-kotak janji yang dijual di banyak toko buku Kristen. Kotak janji itu berisi kartu-kartu yang memuat ribuan ayat ––yang kebanyakan dikutip terlepas dari konteksnya. Bagi banyak orang Kristen yang tulus hati, kotak-kotak janji itu terkadang dimanfaatkan sebagai alat untuk bertenung. Seorang tokoh Kristen terkenal pernah menghadapi krisis. Istrinya sekarat di ruang perawatan intensif di sebuah rumah sakit. Suatu pagi ketika sedang sarapan sebelum berangkat ke rumah sakit, ia melihat sebuah kotak janji di atas meja dapur. Ia mengambilnya dan mengeluarkan secarik kartu yang berbunyi, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yohanes 11:25). Terkesima dengan janji dalam ayat tersebut, ia meletakkannya kembali ke tempatnya dan meraih kartu kedua yang berbunyi, “Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatanperbuatan Tuhan” (Mazmur 118:17). Orang itu begitu yakin Allah telah berbicara kepada-nya. Dengan semangat dari inspirasi yang baru didapatnya, ia pergi ke rumah sakit dengan sukacita dan keyakinan bahwa Allah akan menguatkan istrinya dan memulihkan kesehatannya kembali. Ia bersaksi kepada para perawat istrinya bahwa Allah akan melakukan mukjizat. Pagi berikutnya, sang istri meninggal dunia. Tidak saja hati pria itu hancur, nama Tuhan pun dihujat di rumah sakit tersebut. Orang-orang yang mengamati rangkaian peristiwa yang ganjil itu bisa menyimpulkan––bahwa pria itu adalah seorang yang fanatik agama atau Allah telah mengingkari janji-Nya.
Mencari Kehendak Allah
21
Menjawab Kegalauan Ketika kita semakin gusar dengan hasil dari kotak janji dan gelisah oleh kurangnya petunjuk yang gamblang dari Alkitab mengenai kehendak Allah yang spesifik untuk kita, kita pun sering mengadopsi teori yang kita canangkan sendiri dalam membantu kita menemukan rencana besar Allah. Orangorang terus bertanya bagaimana mereka dapat mengetahui kehendak Allah, dan sepertinya sebagian meyakini pertanyaan itu mempunyai jawaban yang mudah. Ketika saya masih muda, nasihat untuk menghadapi suatu keputusan penting seperti, “Siapa pasangan hidupku?” diberikan dengan leluasa melalui pertemuan santai dalam suatu kamp pemuda. Pada zaman sekarang, orang-orang rela membayar mahal untuk mengikuti konferensi kaum lajang dengan sesi khusus membahas topik pacaran. Namun jawaban terhadap pertanyaan tentang pasangan hidup itu tetap saja, “Allah akan memilih yang terbaik bagi mereka yang menyerahkan pilihan tersebut ke dalam tangan-Nya.” Jawaban itu terdengar masuk akal pada saat saya menanyakannya. Namun, saya tetap mempertanyakan bagaimana caranya saya bisa mengenali wanita yang sudah dipilih Allah bagi saya. Apakah wanita itu menata rambutnya secara khusus atau ia membawa sebuah Alkitab yang sangat besar? Atau akankah saya melihat sebuah tanda––katakanlah sebuah sambaran petir yang menghasilkan inisial nama kami yang terjalin pada sebuah gambar hati? Sayangnya, untuk pertanyaan yang semakin spesifik, jawabannya justru semakin kabur. Ketika saya masih di seminari, seorang dosen saya biasa berkata, “Allah selalu berbicara dengan cukup jelas kepada hati yang rela mendengar.” Itu juga terdengar seperti nasihat yang
22
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
sangat baik. Hati saya rela, atau setidaknya saya rela untuk merasa rela. Namun, yang tidak dijelaskan kepada kami adalah cara hati yang rela itu mendengar. Akankah ada firasat yang terasa begitu kuat atau mungkin suatu perasaan teduh dalam hati saya yang rela ini? Kemudian, saya menjumpai teori “menembak jitu” dalam mencari kehendak Allah. Orang yang menganut pandangan itu membayangkan adanya suatu kisaran berisi kemungkinan pilihan-pilihan yang berkenan kepada Allah, tetapi tujuan utama seseorang haruslah “menembak jitu” kehendak Allah yang posisinya tepat di tengah. Mereka biasa berkata, “Tak cukup hanya berada pada kisaran kehendak Allah; yang seharusnya Anda inginkan adalah berada di pusat kehendak Allah.” Biasanya, mereka yang berada di pusat kehendak Allah adalah orang Kristen yang memiliki profesi dalam pelayanan—para pimpinan seminari, pendeta, dan terutama misionaris. Kemudian, orang yang berada tepat di lingkaran luar dari pusat kehendak Allah itu adalah para staf seminari dan usahawan yang mendukung pelayanan para pendeta dan misionaris. Sesudah itu ada orangorang yang berada pada lingkaran yang lebih luar lagi. Mereka adalah orang yang beribadah di gereja tetapi tidak terlalu terlibat dalam pelayanan seperti yang lainnya. Terakhir, ada orangorang yang berada di luar kisaran ini sama sekali. Orang-orang yang malang itu tidak mengetahui kehendak Allah dan tidak memiliki kesempatan untuk kembali mencapai pusat kehendak Allah. Yang mengherankan, teori “menembak jitu” itu diajarkan seolah-olah otoritas Alkitab mendukungnya. Namun pertanyaan, Bagaimana saya dapat mengetahui kehendak Allah? adalah pertanyaan yang wajar dan karena orang Kristen sungguh-sungguh menanyakannya, banyak pemimpin umat merasa harus menyediakan jawabannya.
Mencari Kehendak Allah
23
Tiga Kehendak Allah Salah satu alasan di balik kebingungan ini, terletak pada rancunya maksud dari penggunaan istilah kehendak Allah. Sangat wajar para filsuf menuntut kita untuk menerangkan istilah yang kita gunakan. Setelah menerangkan yang kita maksudkan, istilah kehendak Allah benar-benar memiliki makna yang beragam.
Kehendak Allah yang Berdaulat Terkadang Alkitab berbicara mengenai kehendak Allah yang berdaulat. Yang dimaksud adalah tujuan Allah dari sejak kekekalan di masa lalu hingga kekekalan di masa depan, yang dengannya Dia menentukan segala sesuatu yang akan terjadi. Itulah yang dimaksud Paulus ketika menulis, “Di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan—kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya” (Efesus 1:11). Intinya, Paulus ingin mengatakan bahwa sejarah sesungguhnya adalah kisah Allah dan Dialah yang menulis alur ceritanya. Para teolog kadang menyebut itu sebagai kehendak Allah yang tersembunyi atau kehendak rahasia Allah karena Dia tidak selalu menyatakannya kepada umat-Nya. Adakalanya kita bisa melihat sekilas penyataan kehendak-Nya ini. Sebagai contoh, orang-orang Yahudi tahu dari zaman Perjanjian Lama bahwa Mesias akan dilahirkan di Bethlehem di Yudea. Namun, kita mengetahui hal itu dengan melihat ke belakang. Kita membaca buku-buku sejarah untuk mengulas peristiwa yang telah terjadi, bahkan dengan itupun kita tidak bisa memastikan sepenuhnya bahwa kehendak Allah yang berdaulat telah ditafsirkan dengan tepat.
24
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
Allah memiliki suatu kehendak yang berdaulat, dan Dia memilih untuk menyatakan sebagian dari kehendak-Nya itu kepada kita. Namun, kita telah bertindak lancang ketika terlalu mudah menyamakan kehendak kita––atau tindakan dari gereja, organisasi, atau gerakan kita––dengan kehendak Allah. Kebanyakan dari kehendak Allah yang berdaulat itu tersembunyi dari kita dan terselubungi dalam misteri dan keagungan.
Kehendak Moral Allah Tingkat kedua dari kehendak Allah adalah kehendak moral Allah. Kita mengetahui sebagian besar darinya–– atau setidaknya yang Allah ingin kita ketahui––karena disingkapkan kepada kita dalam Alkitab. Kitab Suci memberi tahu kita apa saja yang Allah ingin kita percayai dan bagaimana Allah ingin kita bersikap. Itu adalah kehendak moral Allah, dan itu sangat jelas.
Kehendak Individual Allah Masih ada tingkat ketiga dari kehendak Allah yang dipercaya banyak orang: kehendak individual Allah. Inilah yang biasa kita maksudkan ketika bertanya, “Bagaimana saya bisa mengetahui kehendak Allah?” Mengenai kehendak individual Allah ini, kita sepertinya percaya bahwa di surga, Allah telah menggambarkan suatu peta atas seluruh jalan hidup kita, dan kita perlu melihat gambar itu agar bisa mengambil keputusan sesuai dengan yang Allah kehendaki bagi kita. Kenyataannya, Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa Allah bahkan memakai orang ateis dan orang tidak percaya, yang jelas-jelas tidak mencari kehendak Allah untuk
Mencari Kehendak Allah
25
menggenapi kehendak Allah. Ketika berbicara pada Hari Pentakosta tentang kematian Kristus di Yerusalem, Petrus berkata kepada pendengarnya, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka” (Kisah Para Rasul 2:23). Kematian Kristus yang keji di atas salib telah direncanakan sejak kekekalan lampau, dan ketika para prajurit Romawi menyalibkan-Nya, mereka melakukannya bukan atas kesadaran bahwa mereka sedang menggenapi kehendak Allah. Allah menggenapi kehendak-Nya yang berdaulat melalui setiap manusia. Dia telah menyingkapkan kepada kita kehendak moral-Nya. Namun, Dia tidak selalu menyatakan kehendak individual-Nya yang spesifik kepada kita. Dia mungkin saja menyatakannya pada waktu-waktu tertentu bagi sebagian orang Kristen, tetapi kita tidak mendapati adanya bukti alkitabiah yang kuat mengenai hal tersebut. Sayangnya, hal itu tidak menghentikan sikap orang Kristen yang mencoba untuk menempatkan kehendak individual Allah sejajar dan sama alkitabiahnya dengan kehendak Allah yang berdaulat dan kehendak moral-Nya.
Menyalahgunakan Sarana Utama Kita Dalam usaha kita untuk memahami kehendak Allah, kita bahkan sering menyalahgunakan Alkitab. Meski Kitab Suci merupakan sarana utama bagi kita untuk menemukan kehendak Allah, sejumlah buku mengenai topik itu telah salah menerjemahkan, salah menerapkan, atau mengabaikan konteks sejumlah ayat Alkitab untuk mendukung teori mereka sendiri. Mari kita lihat beberapa perikop yang umumnya disalahgunakan.
26
Mengambil Keputusan Sesuai Firman Tuhan
Salah satu perikop yang sering disalahterapkan adalah Amsal 3:5-6. Alkitab versi Terjemahan Baru berbunyi, “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari mengakhiri ayat 6 dengan frasa, “maka Ia akan menunjukkan kepadamu cara hidup yang baik.” Para ahli sering menafsirkan ayat-ayat itu dengan pengertian bahwa kita akan mendapat pengarahan yang spesifik bagi keputusan-keputusan yang kita buat sehari-hari. Namun bukan itu yang dimaksud oleh sang penulis kitab tersebut. Ayat 6 hanya menjanjikan bahwa Allah akan membuat jalan kita rata atau lurus. Amsal 11:5 menggunakan kembali frasa yang sama: “Jalan orang saleh diratakan oleh kebenarannya, tetapi orang fasik jatuh karena kefasikannya.” Dengan kata lain, orang fasik berakhir pada kehancuran, tetapi jalan orang yang saleh menyerupai jalan raya yang lurus. Lihat juga Amsal 4:18-19: “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.” Singkatnya, perikop itu mengatakan bahwa jika Anda berjalan dalam hikmat Allah, Anda tidak akan tersandung dan jatuh; tetapi orang fasik menjalani hidup dalam kegelapan. Orang fasik bahkan tidak tahu yang membuatnya tersandung, karena mereka tidak bisa melihat semua jerat yang ada di sepanjang jalannya. Dalam konteks kitab Amsal, sarana untuk mengenal Allah adalah melalui firman-Nya (lihat Amsal 2).