9
FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
MENENTUKAN KARAKTERISTIK KEPUASAN MAHASISWA SEBAGAI PELANGGAN INTERNAL MELALUI APLIKASI ANALISIS FAKTOR Edi Kusnadi*) Abstract: Satisfaction of student is a situation where desire and expectation requirement of student fulfilled. While a service assessed to gratify when the service can fulfill student expectation and requirement or if quality of high service. Factor analysis is one of the appliances to determine characteristic from satisfaction of the student. In this article is studied by about dimension or characteristic from quality of service a higher education and also stages analyze factor and its limitation. Although procedure analyzes complicated factor, but this technique remains to represent reliable technique to reduce data. Keywords: student satisfaction, quality of service, factor analysis.
Pendidikan tinggi di Indonesia selama ini dianggap sebagai suatu kegiatan sosial, karena hasil pendidikan tidak dapat dinilai dengan uang. Sedangkan, pengelolaan pendidikan di institusi perguruan tinggi membutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang baik serta membutuhkan dana yang cukup besar. Karena itu, pengelolaan institusi pendidikan sebagai organisasi sosial untuk mencukupi kebutuhannya masih harus disubsidi oleh pemerintah. Pada kenyataannya, mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Sisi lain yang juga harus diterima oleh pendidikan tinggi sebagai prospek dan tantangan nasional adalah banyaknya pengangguran tenaga terdidik lulusan perguruan tinggi. Payaman Simanjuntak (2002) mengungkapkan bahwa angka pengangguran di negara kita meningkat 2,1 juta setiap tahun, di antaranya adalah pengangguran terdidik. Rentetan masalah yang dikaitkan dengan pengangguran antara lain tingginya tingkat pengangguran terdidik, rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja kita, rendahnya daya serap sektor formal, dan kurang seriusnya pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Akar dari masalah pengangguran antara lain adalah tidak adanya visi dan arah yang jelas pada konsep pembangunan pendidikan nasional. Di samping itu, rendahnya efisiensi internal seperti lamanya masa studi yang melampaui waktu standar yang ditetapkan. Dikemukakan oleh Raharjo (1997) bahwa pada jenjang pendidikan tinggi, rata-rata
waktu penyelesaian studi program sarjana mencapai 5,5 tahun, sedangkan menurut ketentuan adalah 8 semester (4 tahun). Lebih lanjut dikemukakan oleh Raharjo bahwa rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan sering dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya pengangguran terdidik yang dewasa ini cenderung meningkat. Eksistensi pendidikan tinggi di Indonesia bisa menjadi ancaman kelangsungan berbangsa bila masih dikelola dengan cara konvensional dan tidak profesional. Data statistik menunjukkan sekitar 80% lulusan pendidikan tinggi (S1) lokal tidak mendapat tempat dalam dunia kerja dan berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. Menurut Harsono (2008) pendidikan tinggi di Indonesia belum dikembangkan secara strategis untuk menjawab tantangan dunia kerja yang berkembang cepat. Pendidikan tinggi kita belum mempunyai konsep yang jelas dalam menggiatkan kepentingan pendidikan dengan kebutuhan industri atau dunia kerja yang semakin global (Media Indonesia , 6 Maret 2000). Reformasi bidang pendidikan harus mengubah paradigma pengelolaan pendidikan di Indonesia berubah dari manajemen sosial ke arah manajemen bisnis. Sebagaimana dikemukakan oleh Harsono bahwa pertimbangan bisnis dalam penyelenggaran pendidikan tinggi di Indonesia adalah sebuah realitas (Harsono, 2008). Tujuan utamanya adalah menghasilkan pelanggan (maha siswa dan orangtuanya serta para stakeholders lainnya) puas dan setia terus menggunakan bisnis
*) Edi Kusnadi adalah dosen STAIN Metro Lampung 9
10 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
itu. Oleh karena itu, memberikan mutu pelayanan bidang akademis yang tinggi dan pelayanan nonakademis yang prima adalah keharusan untuk kesuksesan suatu institusi pendidikan. Mahasiswa sebagai Pelanggan Internal Lewis dan Smith (1994) mengemukakan bahwa pelanggan pendidikan tinggi terdiri dari (1) pelanggan internal akademik (mahasiswa, fakultas, program studi/jurusan), (2) pelanggan internal administratif (mahasiswa, pegawai, unit/ divisi pelayanan), (3) pelanggan eksternal langsung (sekolah, industri, universitas lain), dan (4) pelanggan eksternal tidak langsung (parlemen, masyarakat luas, badan akreditasi, alumni, donor). Di dalam sistem pendidikan tinggi (baik PTN maupun PTS), pelanggan adalah entitas atau pribadi paling penting dalam organisasi. Di dalam tulisan ini, khusus dibahas tentang kepuasan pelanggan internal yakni mahasiswa. Kepuasan mahasiswa adalah pemenuhan kebutuhan dan harapan mahasiswa. Menurut Oliver dalam Supranto (2001), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang instansi atau perusahaan. Kepuasan mahasiswa itu relatif, tergantung apa kebutuhan dan harapan dari mahasiswa itu sendiri. Semakin tinggi kebutuhan dan harapan mahasiswa maka semakin sulit untuk mencapai kepuasan. Misalnya, jurusan Ilmu Pendidikan atau Tarbiyah, segmen pasarnya adalah orang yang berminat menjadi mahasiswa bidang pendidikan (calon guru), sedangkan pelanggan yang harus dilayani oleh jurusan pendidikan adalah mahasiswa pada prodi ilmu pendidikan sebagai pelanggan internal. Kemudian setelah minat terpenuhi menjadi maha siswa, maka pelanggan internal punya harapan dan belajar mengenai pendidikan dengan baik, selanjutnya
pelanggan eksternal pun akan mempunyai harapan yang sama. Kepuasan mahasiswa adalah suatu keadaan di mana keinginan, harapan dan kebutuhan mahasiswanya dipenuhi. Sedangkan suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mahasiswa. Jadi keterkaitan antara kepuasan mahasiswa dengan mutu pelayanan adalah bila mutu pelayanan berkualitas atau tinggi maka kepuasan mahasiswa akan meningkat atau tinggi pula. Dengan kata lain, mahasiswa akan puas atau sangat puas bila kualitas atau mutu pelayanan dapat dipercaya, dapat diandalkan dan teruji. Kepuasan mahasiswa dan kualitas pelayanan seolah-olah merupakan sekeping mata uang yang tak terpisahkan di antara keduanya. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk organisasi pendidikan seperti jurusan atau program studi dapat dimunculkan berbagai pertanyaan (a) seberapa jauhkah tingkat kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan internal terhadap pelayanan bidang akademis? (b) bagaimanakah tingkat kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan internal terhadap pelayanan bidang nonakademis? (c) bagaimanakah karakteristik atau konstruk dari suatu instrumen pengukur kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan internal? (d) apakah mahasiswa sebagai pelanggan internal puas dengan kualitas pelayanan dalam bidang akademik? (e) apakah mahasiswa sebagai pelanggan internal puas dengan kualitas pelayanan dalam bidang nonakademik? Karakteristik Kepuasan Mahasiswa Mengukur kepuasan mahasiswa menggunakan suatu ukuran subjektif atau soft measures sebagai indikator mutu atau kualitas. Ukuran ini disebut lunak (soft), sebab ukuran-ukuran ini berfokus pada persepsi dan sikap daripada hal-hal yang konkret yang disebut kriteria objektif. Oleh karena berfokus pada persepsi dan sikap maka alat pengukur yang digunakan dapat berupa kuesioner kepuasan mahasiswa yang dapat diukur melalui mutu atau kualitas pelayanan dari institusi pendidikan tinggi tersebut. Mutu merupakan suatu istilah yang dinamis yang terus bergerak; jika bergerak maju dikatakan mutunya bertambah baik, sebaliknya jika bergerak mundur dikatakan mutunya merosot. Mutu dapat berarti superiority atau excellence yaitu melebihi standar umum yang berlaku. Sesuatu dikatakan bermutu jika terdapat kecocokan antara syarat-
11 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
syarat yang dimiliki oleh benda atau jasa yang dikehendaki dengan maksud dari orang yang menghendakinya. ldrus, et al. (2000) mengemukakan: "…the fitness purpose as perceived by the customer", misal-nya, mutu proses belajar cocok dengan apa yang diharapkan oleh mahasiswa, makin jauh melampaui apa yang diharapkan makin bermutu, jika terjadi sebaliknya, makin tidak bermutu. Langkah pertama mengukur kualitas pelayanan adalah mengidentifikasi karakteristik kualitas pelayanan. Daftar karakteristik ini dapat digeneralisasi dalam berbagai cara dengan menggunakan berbagai sumber informasi. Salah satu cara adalah mencari literatur seperti jurnal yang mungkin memuat dimensi mutu jasa. Penelitipeneliti seperti Parasuraman, et. al., (1985) menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diuraikan dengan dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur sepuluh dimensi, ternyata pelanggan hanya dapat membedakan 5 dimensi ServQual. Menurut Parasuraman, et al., (1988) bahwa ke 10 dimensi tersebut memberi kesan yang saling tumpang-tindih satu sama lain. Lima dimensi mutu pelayanan adalah nyata (tangible), andal (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy). Lebih lanjut tentang dimensi ini dapat dibaca dari publikasi pada kualitas pelayanan jasa oleh Zeithaml, et. al., (1990). Karakteristik pertama dari kualitas pelayanan menurut konsep ServQual ini adalah tangible karena suatu jasa tidak dapat dicium dan tidak dapat diraba, maka tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Mahasiswa akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan. Kedua, dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari pendidikan tinggi dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswanya. Ada dua aspek dari dimensi ini yakni (1) kemampuan perguruan tinggi untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan, dan (2) seberapa jauh perguruan tinggi memberikan pelayanan yang akurat atau tidak error. Ketiga, responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang dinamis. Harapan mahasiswa terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Dimensi keempat dari 5 dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan pelanggan adalah assurance, yaitu dimensi jaminan kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusaha-
an dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya diri pada para maha-siswa. Berdasarkan beberapa riset, ada 4 aspek dari dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan. Kelima, empati yang dipersepsi kurang penting dibandingkan dengan reliability dan responsiveness di mata kebanyakan mahasiswa. Empati ini berkaitan dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari Maslow. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal yang primer seperti kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan dikejar oleh manusia yaitu kebutuhan akan ego dan aktualisasi diri. Dua kebutuhan terakhir inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empati. Agak berbeda berkaitan dengan karakteristik pelayanan, Kotler (1994) mengemukakan terdapat empat karakteristik utama, yaitu (1) intangibility (tidak berwujud), artinya tidak dapat dilihat, diraba, dirasakan, didengar, atau dibaui sebelum dibeli; (2) inseparability (tidak dapat dipisahkan), artinya produksi dan konsumsinya dilakukan secara bersamaan; (3) variability (berubah-ubah), artinya tergantung ketersediaan; dan (4) perishability (tidak dapat disimpan), karena tidak memiliki daya tahan. Lebih lanjut Kotler (1994) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah "...the level of a person's felt state resulting from comparing a product's perceived performance (outcome) in relations to the person's expectation". Hal ini menegaskan bahwa kepuasan mahasiswa adalah suatu kondisi yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari perbandingan antara hasil yang diharapkan atas suatu produk/jasa dengan kenyataan yang diterima. Jadi, kepuasan mahasiswa tergantung pada kesesuaian antara prestasi jasa atau tingkat kualitas pelayanan yang dibeli dengan harapan mahasiswa. Seberapa jauh kesesuaian itu akan membentuk suatu tingkat kepuasan yang dapat dikategorikan atas: tidak puas, puas, dan sangat puas. Pertama, mahasiswa akan merasa tidak puas bilamana tingkat kualitas pelayanan jasa lebih rendah dari harapan mahasiswa. Kedua, mahasiswa akan merasa puas bilamana tingkat kualitas pelayanan jasa sesuai dengan harapannya. Ketiga, mahasiswa akan merasa sangat puas bilamana tingkat kualitas pelayanan jasa melebihi harapannya. Langkah selanjutnya dalam menentukan karakteristik dari kualitas pelayanan adalah me-
12 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
ninjau kembali komponen-komponen dari institusi pendidikan tinggi itu sendiri seperti (1) hardware yang meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium, peralatan praktikum, perpustakaan dan sebagainya; (2) software yang mencakup kurikulum, program pengajaran, sistem pembelajaran, dan sebagainya; (3) brainware yang meliputi dosen, ketua program, ketua jurusan dan siapapun yang berkaitan dengan pendidikan; (4) netware yang berkaitan dengan jaringan dan kerjasama antar dosen atau lembaga lain atau industri dan sebagainya dan (5) dataware yang mencakup data-data seperti jumlah mahasiswa, jumlah dosen, jumlah lulusan, dan sebagainya. Pertanyaannya adalah apakah kelima komponen ter-sebut telah ada dan meliputi kualitas pelayanan yang telah diberikan? Dari gabungan karakteristik kualiatas pelayanan dan kriteria objektif dari komponenkomponen di atas dapat disusun butir-butir kuesioner yang kemudian dibuatlah kuesioner kepuasan mahasiswa yang siap diedarkan dan direspons oleh mahasiswa. Kuesioner kepuasan mahasiswa dapat diukur dengan skala lima, misalnya skor 1 adalah sangat tidak puas, skor 2 adalah puas, skor 3 adalah netral, skor 4 adalah puas, dan skor 5 apabila maha-siswa merasa sangat puas. Responden yang mempunyai kepuasan dengan skor 5 adalah kelompok yang paling banyak memberikan rekomendasi kepada orang lain, sedangkan skor 4 cenderung loyal, tetapi tidak memberikan reko-mendasi kepada orang lain. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kepuasan Mahasiswa Pengukuran kepuasan mahasiswa merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila mahasiswa merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Jadi tujuan mengukur kepuasan mahasiswa adalah untuk (1) mempelajari persepsi mahasiswa, (2) menentukan kebutuhan, keinginan, dan harapan mahasiswa, (3) menutup kesenjangan antara pandangan institusi terhadap keinginan mahasiswa dengan keinginan sesungguhnya dari mahasiswa, (4) memeriksa apakah peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasan mahasiswa sesuai dengan harapan institusi, (5) mempelajari bagaimana institusi melakukan pelayanan dan apa yang harus dilakukan kemudian,
dan (6) menerapkan proses perbaikan berkesinambungan. Adapun manfaat dari pengukuran mutu pelayanan dan kepuasan mahasiswa dapat diringkas sebagai berikut (1) pengukuran menyebabkan institusi memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkannya menjadi pelayanan yang prima kepada mahasiswa, (2) pengukuran dapat dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan institusi menuju kualitas yang semakin baik dan kepuasan mahasiswa yang meningkat, (3) pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana atau institusi, (4) pengukuran memberi tahu kepada institusi apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan kepuasan mahasiswa serta bagaimana harus melakukannya, dan (5) pengukuran memotivasi institusi untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Analisis Faktor sebagai Alat untuk Menentukan Karakteristik Kepuasan Mahasiswa Analisis faktor dapat digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis mengenai eksistensi konstruk-konstruk atau kalau tidak ada hipotesis yang dipersoalkan untuk menentukan karakteristik konstruk dalam kelompok variabelvariabel. Suatu konstruk merupakan suatu atribut atau karakteristik yang disimpulkan dari riset. Menurut definisi yang komprehensif yang disarikan oleh Stapleton (1997), analisis faktor adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah metode dan disain untuk menganalisis interkorelasi dalam seperangkat variabel atau objek (sebagai hasil) konstruksi beberapa variabel hipotesis (atau objek) yang disebut faktor. Suryanto (1988) mengemukakan bahwa analisis faktor merupakan kajian tentang kesaling-tergantungan antara variabel-variabel, dengan tujuan untuk menemukan himpunan variabel-variabel baru yang lebih sedikit jumlahnya daripada variabel semula dan yang menunjukkan mana di antara variabel-variabel semula itu sebagai faktor-faktor persekutuan. Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna menganalisis saling hubungan di antara variable-variabel dan menjelaskan saling hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. Oleh karena prosedur yang kompleks
13 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
maka metode ini harus dilakukan dengan bantuan komputer untuk menilai apakah butir-butir yang beragam dalam suatu survei memiliki kebersamaan dalam suatu faktor atau skala. Analisis faktor menganalisis sejumlah variabel dari suatu pengukuran atau pengamatan yang didasarkan pada teori dan kenyataan sebenarnya dan menganalisis interkorelasi (hubungan) antarvariabel tersebut untuk menetapkan apakah variasi-variasi yang tampak dalam variabel tersebut berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variasi yang ada pada variabel. Jadi pada prinsipnya analisis faktor digunakan untuk mereduksi data, yakni proses untuk meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor dengan bantuan program komputer. Analisis faktor banyak digunakan khususnya dalam riset pemasaran dan bisnis yang melibatkan banyak variable (multivariate) yang saling berhubungan. Malhotra (1996) menyebutkan beberapa contoh penggunaan analisis faktor dalam riset pemasaran, yaitu (1) untuk menentukan segmentasi pasar dalam mengidentifikasi kelompok-kelompok konsumen yang mempunyai karakteristik sama, (2) untuk menentukan dan mengidentifikasi karakteristik sensitifitas harga bagi konsumen, (3) untuk menentukan posisioning suatu produk dibandingkan dengan produk lain, (4) untuk menentukan brand yang mempengaruhi pilihan konsumen, dan (5) untuk mengetahui kebiasaan suatu media dalam menentukan target pasarnya. Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menentukan apakah suatu perangkat variabel dapat digambarkan berdasarkan faktor atau dimensi yang lebih kecil daripada jumlah variabel dan menunjukkan karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh masing-masing faktor tersebut, atau sejauh mana instrumen mengukur sifat atau konstruk teoretik tertentu. Melalui analisis faktor akan dapat dilihat apakah spesifikasi kemampuan yang dikembangkan secara teoretik telah sesuai dengan teori atau konsep yang digunakan setelah dilakukan uji coba di lapangan. De Vaus (1991) mengemukakan langkahlangkah yang harus ditempuh dalam prosedur analisis faktor, yakni (1) memilih variabel yang akan dianalisis, (2) ekstraksi awal seperangkat faktor, (3) ekstraksi akhir seperangkat faktor dengan rotasi, dan (4) menyusun skala untuk digunakan analisis lanjut. Ada empat langkah dasar
untuk melaksanakan analisis faktor yaitu (1) pengumpulan data dan menganalisis matriks korelasi, (2) ekstraksi solusi faktor awal, (3) rotasi dan interpretasi, dan (4) menyusun skala atau skor faktor untuk menyusun analisis lanjut. Lebih lengkap langkah-langkah analisis dalam diagram pada Gambar 1 adalah sebagai berikut. Masalah penelitian: variabel mana sajakah yang dilibatkan? Jelas variabelnya yaitu kepuasan siswa sebagai pelanggan internal yang dalam hal ini dapat diukur melalui kualitas pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa. Berapa banyak variabel yang dilibatkan? Minimal bila tiap karakteristik ada tiga butir atau item. Bagaimanakah mengukur variabel tadi? Dengan menggunakan kuesioner karena merupakan soft measures yakni pengukuran persepsi atau sikap. Berapakah ukuran sampelnya? Menurut Supranto (2001), banyak sampel atau responden adalah 5 sampai 10 kali jumlah item, misalnya dalam satu kuesioner dimuat 15 butir, banyaknya responden yang harus mengisi kuesioner antara 75 orang sampai dengan 150 orang. Matriks korelasi: bagaimanakah matriks korelasi terbentuk? Apa sajakah persyaratan yang harus dipenuhi? Ekstraksi faktor: apakah metode yang digunakan? Berapakah jumlah faktor yang terbentuk? Rotasi: jenis rotasi apakah yang dipakai? Bagaimanakah menginterprestasikannya? Pemberian nama faktor yang pada umumnya subjektif menurut peneliti. Gambar 1. Diagram Alir Langkah-langkah dalam Analisis Faktor Masalah Penelitian Variabel mana yang dilibatkan? Berapa banyak variabel? Bagaimana variabel diukur? Ukuran sampel? Matriks Korelasi Ekstraksi Faktor Metode? Jumlah Faktor? Rotasi Matriks faktor sebelum rotasi? Jumlah faktor? Matriks faktor setelah rotasi? Interpretasi faktor? Pemberian Nama Faktor
Ada dua pendekatan dalam analisis faktor yakni (1) pendekatan eksploratori (exploratory
14 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
faktor analysis) melalui metode principal component analysis (PCA), dan (2) pendekatan konfirmatori (confirmatory faktor analysis) melalui metode analisis maximum likelihood (ML). Analisis faktor dapat digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis mengenai eksistensi konstruk (confirmatory analysis) atau bila tidak ada hipotesis untuk mencari konstruk dalam kelompok variabel-variabel (exploratory analysis). Analisis faktor eksploratori digunakan untuk mengeksplorasi data dalam menentukan jumlah atau hakikat faktor yang terdiri dari kovariasi antara di atas. Faktor dapat digambarkan seperti pada variabel ketika peneliti apriori, tidak mempunyai keadaan yang cukup untuk membentuk hipotesis tentang sejumlah faktor berdasarkan data (Connie D. Stapleton, 1997). Pendekatan ekploratori digunakan untuk melihat berapa banyak faktor yang dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan di antara seperangkat indikator dengan cara mengamati besarnya muatan faktor atau untuk mencari konstruk dalam kelompok variabel-variabel. Pendekatan ini mengasumsikan tidak adanya pengetahuan teoritis yang digunakan untuk prosedur dalam melakukan ekstraksi faktor. Oleh sebab itu, prosedur ekstraksi yang dilakukan semata-mata hanya didasarkan pada data empirik dan kriteria matematik. Pendekatan ini dimanfaatkan sebagai alat untuk mencari hubungan empirik terhadap faktor teoretik. Sementara itu analisis faktor konfirmatori merupakan model pengujian teori sebagai lawan metode pengujian umum seperti analisis faktor eksploratori (Connie D. Stapleton, 1997). Pendekatan konfirmatori digunakan untuk menguji apakah jumlah faktor yang diperoleh secara empiris sesuai dengan jumlah faktor yang telah disusun secara teoretik atau menguji hipotesishipotesis mengenai eksistensi konstruk. Juga untuk menjawab pertanyaan apakah jumlah faktor yang telah berhasil diekstraksi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara indikator secara signifikan. Melalui pendekatan konfirmatori ini dapat diperoleh kesesuaian goodness of fit test yang signifikan dan dapat digunakan untuk mengestimasi parameter populasi melalui sampel statistik. Secara umum uji kesesuaian goodness of fit adalah Uji χ2. Dari uraian di atas tentang pendekatan eksploratori dan konfirmatori dapat dibuat sebuah tabel rangkuman perbedaan antara kedua pendekatan tersebut (Stapleton, 1977).
Tabel 1. Perbedaan antara Teori Pendekatan Analisis Faktor Ekploratori dan Konfirmatori Teori Pendekatan Analisis Faktor Ekploratori Heuristik, berdasarkan teori lemah Menentukan sejumlah faktor Menentukan apakah faktor-faktor tadi berhubungan atau tidak Variabel bebas memuat semua faktor
Teori Pendekatan Analisis Faktor Konfirmatori Berdasarkan teori dan/ atau pengalamaan yang kuat Sejumlah faktor ditetapkan secara apriori Faktor-faktor tadi berhubungan atau tidak Variabel diteteapkan memuat faktor khusus
Langkah-langkah Penentuan Karakteristik dari Kepuasan Mahasiswa Karakteristik kepuasan mahasiswa secara konstruktif dan empirik dengan menggunakan analisis faktor dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut. 1. Matriks korelasi yang digeneralisasikan untuk semua butir (sebagai variabel) dan membentuk urutan koefisien korelasi satu sama lain. Koefisien korelasi tersebut secara geometris merupakan fungsi cosinnus (Child, 1989; Harman, 1978). Pada matriks ini dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut. (a) Kaiser-Meyer-Olkin Measures of Sampling Adequacy (KMO MSA) merupakan suatu indeks untuk membandingkan koefisien korelasi sampel (yang diobservasi) koefisien korelasi parsial, dengan kriteria berdasarkan Norusis (1986) bahwa KMO MSA ≥ 0,90 adalah sangat memuaskan ≥ 0,80, memuaskan ≥ 0,70, harga menengah ≥ 0,60 cukup, ≥ 0,50 kurang memuaskan, dan di bawah 0,50 tidak dapat diterima. (b) Bartlett test of sphericity (χ2) untuk menguji hipotesis bahwa apakah matriks korelasi yang terbentuk merupakan matriks satuan atau matriks identitas dengan H0: ρ = Ivxv lawan H1: ρ ≠ Ivxv adalah matriks identitas berorde vxv, dengan rumus χ2 = {1/6 (2v+5) - (n-1)} In [Mvv], di mana v = jumlah variabel atau butir, n = jumlah sampel, dan [Mvv] adalah determinan matriks korelasi dengan derajat kebebasan dk = 1/2v (v- 1). (c) Anti Image Correlation (AIC) dengan kriteria measures of sampling adequacy (MSA) ≥ 0.50 (Singgih Santoso, 2003). 2. Dengan pendekatan Principal Componen Analysis (PCA) sebagai pendekatan eksploratori, diekstraksi dari matriks korelasi di-
15 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
peroleh faktor dengan beberapa kriteria sebagai berikut. (a) Communalities sebagai varians faktor bersama. (b) Nilai skor karakteristik (eigenvalues) dengan persamaan karakteristik [Mvv– λI] =0 (Mudjiarto dan Krips,1995) determinan matriks korelasi dikurangi λ kali matriks identitas sama dengan 0, dengan V>1 sebagai aturan Kaiser-Guttman yang merupakan faktor (Loehlin, 1987). (c) Scree plot merupakan diagram yang menunjukkan bagaimana kecenderungan penurunan eigenvalues, dan dipakai untuk menentukan secara subjektif banyaknya faktor yang dapat dipakai. 3. Kemudian faktor dirotasi dengan rotasi varimax dalam rangka memaksimalkan hubungan antar variabel dengan beberapa iterasi atau putaran. Metode varimax dipilih dengan tujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi di mana dalam satu kolom nilai yang ada sebanyak mungkin mendekati nol. Hal ini berarti di dalam setiap faktor tercakup sesedikit mungkin variabel. Butir pernyataan akan digugurkan bila pada rotasi muatan faktor kurang dari 0,30 (<0,30) dan lebih besar dari -0,30 (>-0,30) (Cohen dan Manion, 1998) atau muatan terbesar ada di dua faktor sekaligus atau butir-butir tersebut mengukur lebih dari satu dimensi teoretik (Tjalla, 1999). 4. Pemberian nama faktor yang terbentuk (biasanya secara subyektif). 5. Selanjutnya diekstraksi kembali dengan metode konfirmatori menggunakan tekhnik kebolehjadian maksimum (maximum likelihood/ML) yang merupakan metode untuk mengestimasi parameter bahwa sampel berdistribusi normal multivariat, untuk menentukan kesesuaian model faktor dengan goodness of fit test. Goodness of fit test berupa χ2 dengan derajat kebebasan dk = 1/2 {(v –f)2 – v – f} (Harman, 1998), di mana v = jumlah faktor yang terbentuk (λ > 1). Semua proses analisis faktor biasanya menggunakan software komputer seperti misalnya SPPS for Windows Version 13.0, SAS, Minitab dan lain-lain. Keterbatasan Di dalam usaha menentukan karakteristik
dari kepuasan mahasiswa dengan menggunakan analisis faktor diakui adanya beberapa keterbatasan, antara lain sebagai berikut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan analisis faktor adalah untuk menentukan beberapa buah faktor sebagai karakteristik sedemikian rupa sehingga data multivariat dengan komponen yang cukup banyak dapat dijelaskan atau dipelajari dengan memakai data berdasarkan beberapa faktor terpilih. Sekiranya data yang memuat v buah variabel yang cukup besar, maka akan ditentukan f buah faktor dengan f yang jauh lebih kecil dari v. Dengan kata lain, data dalam ruang yang berdimensi v akan dirubah menjadi data berdimensi ruang f. Untuk melakukan hal ini dengan sendirinya diperlukan beberapa asumsi. Inilah yang membuat analisis faktor terlalu rumit, walau pun prosedur analisis faktor tetap merupakan teknik mereduksi data yang ampuh. Seperti telah dikemukakan, analisis faktor mencoba menemukan hubungan sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain sehingga dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Oleh karena melibatkan banyak variabel sebagai konsekuensi dari metode multivariat, maka perhitungan jauh lebih kompleks dibandingkan analisis yang hanya menggunakan satu atau dua variabel. Jadi analisis faktor ini akan sangat sulit diaplikasikan jika tanpa menggunakan komputer. Dengan kata lain hampir semua perhitungan multivariat tidak dapat atau sulit sekali jika dilakukan secara manual. Meskipun teknik analisis faktor banyak dianjurkan oleh para ahli guna menentukan karakteristik suatu variabel, tetapi pengukuran penggunaan teknik ini memiliki keterbatasan berkaitan dengan subjektivitas peneliti dalam menentukan penggunaan metode untuk mengekstraksi maupun merotasi faktor serta juga dalam pemberian nama faktor yang bersangkutan atau faktor yang ditentukan. Selain itu diperlukan banyak sekali respponden agar hasilnya andal (5 s/d 10 kali jumlah butir). Keterbatasan analisis faktor lainnya adalah terletak pada muatan faktor yang kadangkadang tidak tepat pada faktor yang dimaksud atau salah tempat (misplace) faktor.
16 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 1, SEPTEMBER 2008
Bahkan mungkin saja dalam satu faktor hanya ada satu butir pernyataan atau variabel atau bahkan tidak ada satu pun butir pernyataan yang diestimasikan.
PENUTUP
Pengukuran kepuasan mahasiswa merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang baik, lebih efisien dan lebih efektif. Hal ini sangat esensial terutama dalam menyediakan pelayanan publik di era globalisasi dan reformasi birokrasi saat ini. Kepuasan mahasiswa melalui peningkatan kualitas pelayanan hanya akan berhasil jika ada komitmen menyeluruh, dan komitmen ini harus mulai dari atas. Analisis faktor hanya merupakan salah satu cara atau alat untuk mengetahui dan menentukan karakteristik atau dimensi dari kualitas pelayanan guna meningkatkan kepuasan mahasiswa. Dari seluruh elemen civitas akademika dituntut pelayanan sepenuh hati dangan kesungguhan sikap yaitu kegairahan, progresivitas, proaktif dan positif dari orang-orang yang bertanggung jawab memberikan pelayanan tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Child, D. 1989. The Essentials for Factor Analysis. London: Holt, Rinewart and Winston, Cohen, L. and Manion. 1998. Research Methods in Education. London: Routledge. De Vaus, D. A., 1991. Surveys in Social Research. Sydney, NSW: Allen & Unwin Pty. Ltd. Harman, H. 1998. Modern Factor Analysis. Chicago: The University of Chicago Press. Harsono. 2008. Model-model Pengelolaan Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ldrus, N. et al. 2000. Quality Assurance, Jakarta: Diretorat General of Higher Education. Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran, alih bahasa. Jaka Wasana. Jakarta : Erlangga. Lewis, R. G. and Smith, D. H. 1994. Total Quality in Higher Education. Delray Beach , FL : St. Lucia Press. Loehlin, J. C. 1987. Latent Variable Models: An Introduction to Factor Path, and Structural Analysis. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Media Indonesa, 6 Maret 2000. Lulusan Perguruan Tinggi Berpotensi Menimbulkan Kerawanan, hlm 6. Malhotra, N. K. 1996. Marketing Research. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc. McDonald, R.P. 1985. Faktor Analisis and Related Methods. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Mudjiarto, R. dan Krips, F. J. 1995. Matematika Fisika 1. Bandung: Penerbit ITB. Norusis, M. J. 1986. SPSS/PC+ Advanced Statistics. Chicago: SPSS Inc. Parasuraman et.al. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and its Implications for Future Research. Journal of Marketing. _______, 1988. SERVQUAL: A multiitem scale for measuring consumer perceptions of service quality. Journal of Retailing. Rahardjo, M. Dawam (ed.), 1997. Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional, PT. Intermasa, Jakarta Santoso, Singgih. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Simanjuntak, Payaman. 2002. Konsep pendidikan Tak Jelas, Penganggur Terdidik Meningkat. Suara Pembaruan, April, 2002. Stapleton, Connie D. 1997. Basic Concepts and Procedures of Confirmatory Faktor Analysis.(http://ericae.net/fit/tamu/Cfa.htm January, 1997). Accessed on Nov 2, 2008. _______, 1997. Basic Concepts in Exploratory Faktor Analysis (EFA) as a Tool to Evaluate Score Validity: A right brained approach."http://ericae.net/ft/tamu-/Efa.htm. Accessed on Oct 5, 2008. Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta. Suryanto. 1988. Melode Statistika Multivariat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tjalla, A. 1999. "Pengujian Validitas Instrumen dengan Analisis Faktor," Jurnal Ilmiah Psikologi. Zeinthaml et al. 1990. Delivering Quality, Service Balancing Custonict Perceptions and Expectations. New York: The Free Pr.