Tata Ibadah dan Pengantar Tema Khotbah
Dalam Rangka Hari Doa Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia 2015
”Meneguhkan Kebersamaan dalam Mengemban Tanggung jawab” (Ulangan 1:12, TB)
1
Penerjemahan Perjanjian Lama
Bahasa Tagulandang Tagulandang adalah salah satu dari tiga pulau utama di wilayah Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, dan Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara. Pulau ini dapat ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan dari Manado dengan kapal cepat. Menurut hasil sensus tahun 2010, Pulau Tagulandang bersama dengan Siau dan Biaro dihuni oleh sekitar 60 ribu penduduk yang mayoritasnya merupakan anggota sejumlah gereja. Dalam catatan sejarah, kekristenan sudah merambah ke wilayah ini sejak pertengahan abad ke-17 dan sampai sekarang kekristenan itu terasuh baik lewat kehadiran sejumlah denominasi dan organisasi gerejawi, terutama Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) yang memang hadir di seluruh desa dengan total 38 jemaat lokal dan 2 bakal jemaat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat berkomunikasi dengan bahasa Tagulandang, sebuah dialek dari bahasa Sangir. Selain oleh masyarakat yang diam di Tagulandang dan Biaro, bahasa ini juga digunakan oleh sekitar 40 ribu warga yang berasal dari pulau ini yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia (terutama Jakarta, Surabaya, dan Manado).
2
Melayani umat dengan memakai bahasa yang ‘akrab’ di hati mereka adalah kerinduan gereja yang hadir di daerah ini. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan ini, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bekerja sama dengan Badan Pekerja Sinode GMIST dalam mengupayakan penerbitan Buki Susi: Pudadiandi Ko Wuhu, Perjanjian Baru (PB) ke dalam bahasa Tagulandang. Pekerjaan penerjemahan ini sudah berlangsung sejak tahun 2009 lalu. Puji Tuhan, bertepatan dengan ibadah syukur Hari Doa Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia (United Bible Societies – UBS), 15 Mei 2014 telah diluncurkan Perjanjian Baru di dalam bahasa Tagulandang. Dalam ibadah syukur yang dilaksanakan di GMIST Efratha Haasi, Tagulandang tersebut, Tonni Supit, SE., MM., Bupati Sitaro dalam sambutannya berucap, “masyarakat penutur bahasa Tagulandang harus segera memiliki Alkitab lengkap. Karena dalam kehidupan saat ini yang serba tidak pasti, masyarakat sangat membutuhkan Firman Tuhan sebagai dasar pegangan hidupnya.” Semangat Bupati Sitaro disambut baik oleh pimpinan jemaat yang hadir dalam ibadah agar kerjasama ini dilanjutkan untuk menyelesaikan penerjemahan Perjanjian Lama (LAI) bahasa Tagulandang, sehingga masyarakat Tagulandang secepatnya dapat memiliki Alkitab dalam bahasa ibu mereka. Harapan ini disambut baik oleh LAI. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengetuk pintu hati Saudara untuk dapat bersama-sama menghadirkan Alkitab dalam bahasa Tagulandang. Mari kita wujudkan mimpi dan kerinduan umat Tuhan di Tagulandang. Dukungan berbagai pihak, baik berupa dana maupun doa, sangat diharapkan demi kelancaran pekerjaan ini. Untuk itu, mari kita doakan agar seluruh umat Tuhan di tanah air ikut terbeban menopang rencana penerjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Tagulandang ini.
B i a y a y a ng di but uhkan:
Penerjemah Rp. 362.474.000,
Pengetik
Rp. 48.360.000,-
Perjalanan/Cheking Rp. 336.000.000,
Administrasi/peralatan
Rp. 41.300.000,-
Sosialisasi
Rp. 78.813 400,-
Total Biaya Rp. 866.947.400,-
3
”Meneguhkan Kebersamaan dalam Mengemban Tanggungjawab” (Ulangan 1:12, TB)
Kilas balik penuh arti Nats yang menjadi acuan untuk tema tahunan LAI 2015 diambil dari bagian pengantar kitab Ulangan (pasal 1-4). Kitab terakhir dalam Torah ini memiliki ciri khas yang mudah diamati. Musa, tokoh yang memimpin umat Israel dalam perjalanan keluar dari Mesir, berbicara kepada mereka dengan mengenang peristiwa-peristiwa yang mereka alami bersama Tuhan. Akan tetapi, kali ini Musa berbicara di Moab, seberang Sungai Yordan di hadapan Tanah Perjanjian (Ul. 1:1, 5). Umat telah meninggalkan Horeb, nama khas yang digunakan dalam kitab Ulangan untuk Sinai (1:6). Jika di Horeb, Tuhan menyatakan diri dan menyampaikan firman-Nya dengan perantaraan Musa, kini Musa bertindak sebagai pengajar yang menguraikan Torah kepada generasi baru dalam situasi baru. Menariknya, ia menggunakan kata ganti orang pertama jamak “kita” untuk generasi baru yang menggantikan generasi lama yang kebanyakan sudah meninggal di gurun (1:35). Dengan cara kilas balik, generasi baru itu juga “hadir” di Horeb menyaksikan dan mendengarkan Tuhan berfirman (“TUHAN Allah kita, telah berfirman kepada kita”, 1:6). Itu sebabnya kata “hari ini” yang digunakan sekitar lima puluh kali menjadi istilah yang penting dalam kitab Ulangan (mis. 5:3). Musa dalam kitab Ulangan menegaskan, apa yang telah dinyatakan Tuhan dimaksudkan bukan hanya bagi “kita” tetapi juga “bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya , supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini” (29:29). Dengan kata lain, dalam refleksi penulis kitab Ulangan, masa lalu tidak hanya tinggal sebagai kenangan, melainkan merupakan landasan untuk merajut masa kini dan masa depan sesuai dengan visi perjanjian yang telah diikat dengan Allah para leluhur mereka.
Satu dalam keyakinan dan komitmen
Mengapa mereka perlu mengingat “ulang” sejarah perjalanan mereka bersama Tuhan? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menarik benang merah dalam babak-babak yang telah mereka jalani bersama Tuhan. Sekalipun Torah telah disampaikan di Sinai/Horeb (Keluaran 20), respon mereka sela-
4
ma pengembaraan di gurun menunjukkan betapa sulitnya menjaga komitmen mereka kepada perjanjian Tuhan. Berdasarkan pengalaman lampau, Musa dalam kitab Ulangan kembali mengingatkan dan memperhadapkan mereka kepada pilihan antara berkat dan kutuk (Ulangan 11:26-28; 30.1520). Berkat dijanjikan untuk hidup dalam ke-taatan akan firman Tuhan; kutuk bagi ketidaksetiaan dan kedurhakaan terhadap Tuhan.
Dalam visi kitab Ulangan, tanah perjanjian yang serba menjanjikan itu adalah sekaligus tanah yang menawarkan banyak godaan. Karena itu, Musa dalam kitab Ulangan mengingatkan berkali-kali agar mereka jangan sampai melupakan Tuhan, apalagi beralih kepada ilah-ilah lain (mis. 8:11-18). Mereka juga diingatkan agar tidak menganggap masuk-nya mereka ke tanah perjanjian sebagai hasil perjuangan mereka sendiri (9:4-5). Mereka telah dipilih Tuhan berdasarkan perjanjian anugerah-Nya dengan para leluhur mereka, bukan karena kualitas istimewa yang mereka miliki (7:7-8).
Keyakinan dan komitmen untuk beribadah dan mengabdi kepada Tuhan yang satu-satunya, itulah pilar yang menopang hidup mereka di tengah-tengah arus pengaruh dunia sekitarnya. Dalam praktiknya, umat Yahudi yang saleh hingga kini mengungkapkan pengakuan iman akan Tuhan yang esa untuk menyegarkan dan meneguhkan kembali dasar-dasar keberadaanNya sebagai umat perjanjian Tuhan.
Kebersamaan yang saling memberdayakan
Kesatuan dalam iman dan komitmen demikian kepada Tuhan niscaya tidak hanya dialami dalam ruang-ruang ibadah resmi. Dalam kenyataannya ada beragam tantangan dan masalah yang menuntut tanggapan umat. Sejarah umat bersama Tuhan yang membawa mereka keluar dari Mesir mengetengahkan sebuah contoh nyata. Bagaimana memimpin umat yang jumlahnya mencapai 600.000 orang sampai ke Tanah Perjanjian (Keluaran 12:37)? Tidak terbayangkan berapa jumlah makanan, air, dan berbagai kebutuhan logistik yang perlu disediakan. Watak mereka pun merupakan tantangan tersendiri. Bukankah Musa sering merasa frustrasi menghadapi bangsanya sendiri sebagaimana nyata dari keluh kesahnya di hadapan TUHAN (32:9)? Bersama Tuhan, peluang untuk menetap di tanah yang berlimpah susu dan madunya sungguh terbuka lebar-lebar. Namun, tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan impian tersebut juga luar biasa besar. Betapapun besarnya karisma Musa, ia pasti mengalami kesulitan untuk mengelola semuanya sendirian, seperti yang diakuinya: “Seorang diri aku
5
tidak dapat memikul tanggung jawab atas kamu” (Ulangan 1:9). Kenangan historis ini mengingatkan kita kembali kepada nasihat Yitro mertuanya sewaktu melihat betapa beratnya beban yang dipikul Musa karena berusaha menangani sendiri semua persoalan yang dihadapkan kepadanya (Keluaran 18:13-23). Pekerjaan itu terlalu berat dan tak mungkin dilakukan seorang diri saja (ayat 17-18). Jalan keluar yang di-sarankannya adalah berbagi tugas dan tanggung jawab kepada mereka yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, yang diperlukan sesungguhnya adalah kemitraan dan kebersamaan yang saling menopang dan memberdayakan. Prinsip yang sangat wajar dan masuk akal tetapi kerap kali dilupakan. Pengalaman Musa tidak hanya berdimensi pribadi. Ada dimensi komunal yang juga relevan bagi umat Tuhan dalam kehidupan dan pelayanan. Tuhan telah menjadikan Kanaan sebagai milik umat-Nya, tetapi mereka tetap harus berjuang bersama, bahu-membahu untuk memperolehnya. Mereka yang berhasil menetap di sebelah timur Yordan kelak tidak boleh melupakan visi kebersamaan agar turut berjuang bersama saudara-saudara mereka yang masih harus menyeberang untuk merebut tanah itu (Ulangan 3:18-20).
Kesetiakawanan itulah yang menopang dan menguatkan umat bersamasama pada waktu harus menghadapi berbagai situasi yang membutuhkan tanggapan dalam kebersamaan. Itulah juga prinsip dasar yang kita temukan kelak dalam Perjanjian Baru. Rasul Paulus, misalnya, tak jemu-jemunya mengingatkan agar saudara-saudara seiman berjuang sehati sejiwa demi berita Injil (Filipi 2:3-4).
Kebersamaan dan kemitraan kita di nusantara
Dengan jumlah penduduk sebanyak 251,160,124 jiwa (data akhir 2013), Indonesia menduduki posisi keempat terbanyak di dunia (setelah China, India, dan Amerika Serikat). Kalau kekuatan dan kelebihan sebuah negara bisa ditakar dari jumlah penduduknya, maka Indonesia boleh berbangga dengan posisi di peringkat keempat ini. Sayangnya, takarannya tidaklah selalu seperti itu. Data PBB 2012 menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan ke 121 dengan pendapatan per kapita US$ 3,335, jauh di bawah beberapa negara tetangga di wilayah Asia Tenggara (Singapura: 13, Brunei: 24, Malaysia: 67, Thailand: 93, dan bahkan Timor Leste: 101). Jumlah penduduk yang besar bisa menghadirkan tantangan tersendiri bagi sebuah negara. Indonesia dengan wilayah seluas 1.990,250 km2 (urutan ke-
6
13 terluas di dunia) dan populasi keempat terbesar di dunia bergumul dengan bagaimana membuat tantangan ini dapat menjadi peluang untuk kehidupan yang lebih baik dalam semua aspek. Bagaimana mengelola potensi jumlah penduduk yang besar, wilayah yang luas, keragaman masyarakat, kekayaan sumber daya alam adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh bangsa ini demi kehadirannya yang lebih berarti bagi segenap rakyat sesuai harapan para pendiri bangsa ini. Walaupun pastilah berbeda situasinya, kompleksitas persoalan bangsa ini mengingatkan kita kepada tantangan yang telah dilalui umat Israel dalam visi menuju Tanah Perjanjian. Pilihannya adalah berjalan sendiri dan menanganinya sendiri-sendiri, atau menempuh jalan bersama dan merajut kebersamaan yang saling membangun dengan segala komponen bangsa. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dan para mitranya yang ditempatkan di hamparan yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai Talaud, tentu menyadari betapa pentingnya pilihan strategis ini. Dengan segala peluang dan tantangan yang terhampar di nusantara nan luas ini, situasi yang tergambar dalam kenangan akan tokoh Musa memberi inspirasi tentang arti kebersamaan dalam mengemban tanggung jawab pelayanan bersama-sama. Jumlah penduduk yang terus bertambah, tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat jelaslah menghadirkan tantangan pelayanan yang luar biasa besar. Namun, sewajarnya tantangan besar ini pun menghadirkan peluang besar untuk mewujudkan kerinduan akan hadirnya firman Tuhan “bagi semua orang dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami”. Seperti halnya Musa, visi seluas itu dan tanggung jawab sebesar itu tak mungkin dipikul LAI sendiri. Dibutuhkan kerjasama dan kerja keras dalam kebersamaan untuk mewujudkannya bersama-sama agar firman kehidupan itu tetap menjadi sumber inspiratif bagi kehidupan lahir batin yang sungguh bermakna di tengah-tengah bangsa yang majemuk ini. Tidak hanya kini dan di sini, tetapi juga menuju Tanah Perjanjian abadi.
7
TATA I BADA H H A R I DOA A LKI TA B Adaptasi dari Liturgi Ibadah Minggu Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud – GMIST PERSIAPAN −− Jemaat berdoa secara pribadi/bersaat teduh.
−− Majelis yang bertugas sebagian menyambut jemaat di pintu masuk dan yang lainnya mengecek kelengkapan peribadatan. −− Majelis yang bertugas berdoa di konsistori.
PENGANTAR IBADAH (oleh salah satu Majelis) “Pada hari ini kita bersyukur karena boleh bersama-sama melaksanakan Ibadah dalam rangka HARI DOA ALKITAB (HDA) LEMBAGA ALKITAB INDONESIA (LAI). Kita melihat bagaimana kuasa Tuhan berkarya di tanah air kita, Indonesia, negeri yang kita cintai dan banggakan, melalui kemitraan gereja dan LAI sehingga penerjemahan, pencetakan dan pendistribusian Alkitab masih terus dilaksanakan. Kita berdoa supaya semua umat dapat memiliki Alkitab yang bisa mereka baca dan pahami setiap hari, dan pada akhirnya mengalami hidup baru di dalam Kristus.
Minggu ini kita beribadah menggunakan Liturgi Ibadah Minggu Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST), liturgi yang dipakai oleh umat kristiani di daerah Sangir, Talaud, Siau dan Tagulandang di wilayah Kepulauan Sulawesi Utara. Pada saat ini, umat Tuhan di Tagulandang masih bergumul supaya mereka bisa memiliki Alkitab lengkap dalam bahasa ibu mereka, karena mereka baru memiliki dan membaca Perjanjian Baru dalam bahasa Tagulandang, yang terbit tahun 2014. Untuk mewujudkan harapan tersebut, kita diajak untuk bersama-sama mengambil bagian mendoakan penerjemahan Perjanjian Lama yang membutuhkan waktu 10 tahun dan mencukup-kan kebutuhan biaya penerjemahan sebesar Rp. 866.947.400,melalui kantong persembahan kita hari ini. Tuhan yang Mahabaik kiranya menolong dan memberkati seluruh persembahan dan pelayanan kita bersama untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Selamat beribadah, Tuhan Yesus memberkati.” (Berdiri)
8
Jemaat menyanyikan KJ 17: 1, 2, 4 “Tuhan Allah Hadir ”
(Sementara nyanyian berlangsung, seorang majelis jemaat mengantar Pelayan Firman ke mimbar)
TAHBISAN DAN SALAM PF
: Sekarang, ibadah ini ditahbiskan,
PF+J
: Amin
: Salam jumpa, Saudara – saudara.
PF
“Dengan nama Bapa, Putra dan Roh Kudus”
: (mengangkat tangan kanan)
Jemaat : (mengangkat tangan kanan)
: Syalom, Tuhan beserta kita.
9
NAS PEMBIMBING : “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2) Menyanyikan KJ 13 : 1-4 “Allah Bapa Tuhan”
10
( Duduk )
MENGHAYATI HUKUM TUHAN : PF
: Mari kita memeriksa kehidupan kita masing – masing dalam sorotan hukum Tuhan, sebagaimana tercatat dalam 1 Petrus 3: 8 – 12.
Semua Majelis :
”Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara – saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya … Hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:”Siapa yang mau mencintai dan mau melihat hari – hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan – ucapan yang menipu. Ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.” Jemaat :
Sebab mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat.” PENGAKUAN DOSA DAN BERITA PENGAMPUNAN : (Berdiri) PF
: Setelah kita mendengar hukum Tuhan, kita pun menyadari ternyata kita tidak dapat mentaatinya secara utuh. Sebab, itu mari kita rendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengaku segala dosa kita kepada-Nya. Kita berdoa……..(PF menuntun jemaat dalam doa pengampunan dosa).
Jemaat: (Usai berdoa, jemaat menyanyikan NKB 14:1-4 ”Jadilah Tuhan, KehendakMu”)
11
PF
: Sesungguhnya, Tuhan itu mengasihi manusia ciptaan–Nya. FirmanNya menegaskan kepada kita tentang hal itu. “Barang siapa Kukasihi, Ia Kutegor dan Kuhajar; Sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah” (Wahyu 3:19; atau yang lain). Oleh sebab itu, barangsiapa menyatakan pertobatannya dan bertekad memperbaharui kehidupanya, kami selaku hamba Yesus Kristus memberitakan : dosamu telah diampuni di dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Amin.
Jemaat: Haleluya, Terpujilah Tuhan yang berkenan mengampuni segala dosa kita!
12
(Jemaat saling berjabat tangan sebagai tanda sukacita menerima pengampunan). Menyanyikan KJ 436 : 1 – 2 ”Lawanlah Godaan”
(Duduk)
13
14
PEMBERITAAN FIRMAN : PF
: - Jemaat menyanyi PKJ 15 “Kusiapkan Hatiku Tuhan” - Pembacaan Alkitab (oleh seorang Majelis Jemaat) - Berkhotbah.
PENGAKUAN IMAN RASULI : (Berdiri) PF
: Mari kita mengucapkan pengakuan Iman Rasuli dengan penuh kesungguhan.
PF + Jemaat : Aku percaya kepada Allah,…..dst.
(Duduk)
PELAYANAN PERSEMBAHAN Seorang Majelis : (ambil posisi di mimbar kecil)
Saudara – saudara, berdasarkan catatan Yohanes 3:16, Bapa Sorgawi telah mengasihi kita dengan menganugerahkan keselamatan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya melalui Kristus Yesus, Tuhan kita. Dengan beriman kepada Yesus Kristus, kita tidak akan mengalami hukuman kekal melainkan beroleh hidup yang kekal. Inilah kemurahan dan anugerah Tuhan yang sungguh mahal nilainya. Kita yang berdosa ini, beroleh keselamatan tatkala kita percaya dan menaati-Nya.
Pada hari ini, kita juga diajak untuk menjadi pembawa Kabar Keselamatan bagi mereka yang rindu memiliki Alkitab tapi belum memilikinya sampai hari ini. Karena itu, mari kita nyatakan tanda kepedulian kita melalui persembahan syukur sambil menyanyi dari PKJ 146 ”Bawa Persembahanmu” (Berdiri)
15
(Petugas mengambil pundi dan menjalankan persembahan. Usai mengedarkan pundi persembahan petugas pundi menghadap meja persembahan/mimbar sambil memegang pundi, bersama Pelayan Firman yang telah turun dari mimbar. (Doa Persembahan oleh seorang Majelis) Menyanyi KJ 299 : 1 ”Bersyukur Kepada Tuhan”
16
(Duduk)
DOA UMUM Pelayan Firman: Dalam kitab 2 Tawarikh 7:15, Tuhan bersabda, “Sekarang mata-Ku terbuka dan telinga-KU menaruh perhatian kepada doa dari tempat ini.” Jemaat
: Ya Tuhan, dengarlah doa kami !
Pelayan Firman : (berdoa) Doa syukur
Doa permohonan Doa Bapa Kami
Menyanyi KJ .413 : 1 – 2 ”Tuhan Pimpin Anak-Mu”
17
BERKAT
(Berdiri)
Jemaat
: Menyanyi lagu “Amin”
Pelayan Firman: Sampaikanlah salam kasih Tuhan bagi setiap orang percaya, hiduplah sesuai dengan Firman-Nya dan terimalah berkat-Nya,”Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, Pengasihan Bapa Sorgawi dan persekutuan dengan Roh Kudus menyertai saudara sekalian.
SAAT TEDUH (Duduk) (Jemaat duduk sejenak dan berdoa secara pribadi. Setelah Pelayan Firman turun dari mimbar, seluruh jemaat menjumpai Pelayan Firman dan berjabat tangan dengannya sebagai ungkapan terima kasih atas pelayanannya dan tanda jalinan kasih persaudaraan).
18