336
MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
_ _ _ _ _ _ _ _Oleh : Ujang Bahar, S.H. _ _ _ _ _ _ __ .
."
.
Di dalam Naskah Garis-garis Besar Haluan Negara yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Tap. MPR. No. III · MPR/1983 mengenai pem bangunan hukum antara lain menyebutkan "Dalam Pembangunan dan Pembinaan Hukum akan dilanjutkan usaha untuk meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum Nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan · antara lain mengadakan kodifikasi ser· ta unifikasi Hukum di bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat." Pembaharuan dan Pembinaan hukum nasional tersebut dalam hukum tata negara kita mutlak diperlukan dan harus mendapat prioritas utama khususnya hukum perundang-undangan, oleh karena ilmu hukum perundangundangan (Wet Giving Recht) dip andang sedemikian rupa keadaannya dan dirasakan teramat sulit disebabkan:
1. Tidak adanya suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan sejak proklamasi kemerdekaan sampai dewasa ini; 2. Terdapatnya bebetapa jenis perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial Belanda dan J epang dahulu yang masih berlaku oleh karena adanya Pasal II aturan peralihan UUD. 1945, yang sesungguhnya peraturan tersebut · bukan saja
berbeda bahkan bertentangan dengan maksud Un dang-Un dang Dasar 1945 itu sendiri; 3. Demikian juga peraturan perundangan pada periode pertama kefata negaraan kita tahun 1945 sid tahun 1950 dan masa berlakunya UUDS.195d; 4. Yang teramat sulit adalah periode ketata negaraan sewaktu kembali ke UUD. 1945 sampai dengan awal kebangkitan Orde Baru tahun 1966, di mana pengertian Un dang-Un dang , dan perundang-undangan sedemikian kaburnya, sehingga akibatnya: a. kita tidak mengetahui lagi tingkat perundang-undangan; b. materi suatu perundang-undangan, dan hal-hal apakah yang seharusnya dimasukkan ke dalam suatu perundang-undangan. itulah salah satu dasar diadakannya sidang-sidang umum MPRS tahun 1966 yaitu untuk mengembalikan kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD. 1945 dan peninjauan kembali produk-produk legislatif dan produkproduk perundang-undangan lainnya. Sampai sekarangpun belum ada suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan kit a, sehingga bagi seorang Administrator dalam pemerintahan akan sangat sukar buku perundang-undangan yang ada sebagai dasar tindakannya, sehingga dalam prakteknya kita dapat melihat •
337
Janji MPR
dan rnerasakan sendiri antara satu departemen dengan departernen Jain, antara satu bidang dengan bidang Jain, antara satu instansi dengan instansi lain, bahkan an tara satu Direktorat • Jenderal dalarn satu departernen pun dapat rnenggunakan surnber perundang an yang berbeda bahkan bertentangan, sehingga kebijaksanaan dan keputusan yang diarnbilnya dapafberbeda untuk . rnasalah yang sarna. Dernikian juga rnenenai jenis peraturan dan tingkatannya yang rnenjadi dasar hukurn dari tindakan (Law of Bases and Action) rnenjadi tidak jelas bahkan kabur sarna sekali sehingga rnasing-rnasing departernen rnernbuat kebijaksanaan sendiri-sendiri atas tindakannya. Contoh : Kebijaksanaan Prona dari Departemen Dalarn Negeri, kebijaksanaan Pernutihan iuran TV Departernen Parpostel, kebijaksanaan pernutihan Akte kelahiran dari Pernda DKI J aya, bahkan baru-baru ini ada pula kebijaksanaan pengarnpunan pajak. ~ernuanya ini rnerupakan kebijaksanaan (Beleid) tanpa jelas dasar •
rintahan berdasarkan atas sistern konstitusi (hukurn dasar) , tidak bersifat absolutisrne (kekuasaan yang tidak terbatas). Dernikian pe.rijelasan urn urn Undang-undang Dasar 1945 tentang sistern pernerintahan negara yang dianut Indonesia. Bertitik tolak akan hal ini rnaka yang pertama dan terutarna harus diperbaharui sehingga jelas kedudukannya, dan diketahui oleh apa. . . ratur negara adalah tata urutan dan tingkatan perundang-undangan. PERUNDANG-UNTING KA T AN DANGAN HINDIA BELANDA Di dalam hukum ketata negaraan lama zaman Hindia Belanda dahulu jenis dan tingkatan perundang-undangan pada umurnnya dapat dibagi : 1. UUD (Ground Wet) Karena Hindia Belanda tidak dipandang sebagai suatu Negara, maka yang dirnaksud dengan UUD (Ground Wet) di sini adalah kerajaan Belanda (Nederland) di mana Hindia Belanda sebagai tanah jajahannya tennasuk di dalamnya, disamping jajahan lain seperti Suriname di Afrika;
•
u hukurn perundang-undangan salah satu bagian yang terpenting yang harus dipelajari dan rnutlak diketahui oleh sernua aparatur negara, baik dalarn bidang legislatif, eksekutif rriaupun yudikatif oleh karen a dalam negara hukurn RI segal a tindakan dan keputusan yang akan diambil dalarn bidang pernerintahan rnestilah berdasar kan Hukurn Tata Negara, dan salah satu surnber hukurn yang utarna dari Hukurn Tata Negara adalah perundang-undangan itu sendiri, di samping hukurn kebiasaan , hukurn internasional dan lain-lain. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukurn (rechtstaat), perne-
2. I.S. (Indische Staats Regeling) Hindia Belanda sub sistem dari sistem ketata negaraan Belanda rnaka ditetapkanlah IS sebagai UUD, yang merupakan sumber tertib hukurn dan surnber perundang-undang an di dalam rne.rijalankan pemerintahan ,. 3. Wet (Undang-Undang) Sebagai tingkat ketiga dari penipdang-undangan. Demikian juga dengan Ordonantie yang merupakan produk Gubernur Jenderal dan Volksraad di Hindia Belanda. 4. Peraturan Urnum Pemerintahan (Regerings Verordening) • Tingkatan perundang-undangan ini Juli 1984
•
338
berada di bawah Ordonantie dan materinya sebagai peraturan-peraturan pelaksana dari Wet dan Ordonantie tadi. 5. Ditingkat Pemerintah Daerah, distrik-distrik dan Pemda-pemda · setempat dibuat pula Peraturan Daerah (Locaal Vorordening) yang mengeluarkan bennacam-macam verordening-verordening. Inilah jenis dan tingkatan perundang-undangan zaman Hindia Belanda yang secara eksplisit masih berlaku sampai saat in) oleh karena adanya aturan peraJihan UUD 1945. Di dalam teori Hukum Tata Negara dikenal dua macam · pendapat ten tang perlu tidaknya aturan peraJihan: a. Yang setuju, Perlu . ada aturan peralihan yang memperlakukan peraturan lama, sekalipun buatan penjajah supaya tidak terdapat kekosongan hukum dan kevacuman hukum (vacuum van het recht) dan sambil berjalan perundang-undangan itu dicabut, dirubah atau ditambah disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan kesadaran hukum masyarakat; b. Yang tidak setuju, Dengan alasan memperlakukan peraturan lama, apalagi buatan penjajah atau musuh sarna maksud dan tujuannya dengan menerima tindakan musuh yang mengakibatkan akan mengecilkan arti prokIamasi kemerdekaan itu sendiri. Pengikut dan penganut teori ini menganjurkan sejak negara itu merdeka, maka hukumnya haruslah hukum baru produk negara itu sendiri, supaya arti kemerdekaan itu jelas dan tujuan negara nyata.
Te~ri kedua ini tidak dianut oleh negara kita, mengingat kemerdekaan yang diperoleh trielalui perjuangan sen-
Hukum dan Pembangunan
jata dan perebutan kekuasa~ dari musuh. Pada waktu proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 modal kita hanya semangat dan tekad merdeka, serta belum siap untuk menghasilkan produk hukum berupa UU dan perundang-undangan, apalagi yang senafas dan sejiwa dengan kesadaran hukum masyarakat. Tetapi yang dianut adalah teori pertama yang membenarkan dan menyetujui adanya aturan peralihan dengan menempatkannya pada Pasal II aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Segala Badan Negara dan peraturan yang masih ada .masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini." PasaI II aturan peraIihan ini daIam hukum ketata negaraan sangat merugikan kita, sebab dengan adanya pasaI inilah maka sebagian dari materi, jenis dan tingkatan perundang-undangan zaman Hindia Belanda tersebut masih berlaku, sekalipun maksud pembuatan dan terjadi serta kegunaannya berbeda bahkan bertentang an dengan maksud dan tujuan Negara RI untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan MPRS sendiri sebagai lembaga pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini pada waktu itu mengambil dan menyamakan jenis dan tingkatan perundang-undangan Hindia Belanda terse but dengan jenis dan tingkatan perundang-undangan RI melaIui Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 tanggaI 5 Juti 1966 ten tang "Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia" dengan penempatan tata urutan perundangan berupa : a. Undang-Undang Dasar 1945. b. Ketetapan MPR; c. Undang-Undang, Perpu; . d. Peraturan Pemerintah; . •
339
Janji MPR
tertinggi Negara pemegang kedaulat an rakyat (pasal 1 ayat 2 dan pasal 2 ayat 1 UUD. 1945), maka Ketetapan yang dihasilkannya tidak termasuk jenis perundang-undangan. Oleh karena itu GBHN yang dihasilkannya tidak termasuk jenis perundangan. GBHN merupakan sumber hukum setelah UUD untuk melengkapi UUD itu sendiri yang pelak- . sanaannya ditinjau paling sedikit lima tahun sekali, apakah masih relevan atau tidak.
e. Keputusan Presiden; f. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti : - Peraturan Menteri, - Instruksi Menteri, - dan lain-lainnya. APAKAH TATA URUTAN PERUNDANGAN DALAM TAP MPRS NO. XXjMPRSj 1966 ini SUDAH TEP AT? Pengertian perundang-undangan dalam tat a hukum RI yang berdasarkan UUD. 1945 yaitu Produk-produk legistatif sebagai badan perundang-undangan untuk menyelenggarakan lebih lanjut kehidupan bernegara. Apabila dilihat pasal 5 ayat 1 jo pasal 20 ayat 1 UUD. 1945 maka badan perundangan kita adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, dan dalam hal-hal tertentu, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dalam keadaan daruratjbahaya (Nood) maka ' badan perundangan tersebut untuk tingkat pertama cukup Presiden saja, sehingga dergar. demikian : a. Undang-Undang Dasar 1945, tidak termasuk dalam jenis Undang-Undang, tetapi merupakan . dasar hukum, sumber tertib hukum , sumber dati UU dan perundang-undangan itu sendiri. Sebagai sumber tidak termasuk di dalamnya, tetapi berada di luarnya seperti sum ber korupsi tidak berarti korupsi, sumber penghasilan tidak berarti penghasilan dan sebagainya. Tetapi oleh karena UUD itu bernama UU juga dengan melupakan kata-kata dasar dan pengertian dasar, maka iapun dimasukkan sebagai salah satu jenis perundang-undangan oleh Tap. MPRS No. XXjMPRSj 1966. •
b. Ketetapan MPR, MPR bukan badan perundangan, MPR hanya merupakan lembaga
Sekarang mengenai semua peraturan di bawah undang-undang, juga tidak seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam jenis dan tingkatan perundangundangan. Sub F dari memorandum DPR -G R tanggal 9 J uni 1966 yang telah menjadi lampiran Tap MPRS No. XXjMPRSj 1966 menyebutkan : Peraturan-peraturan pelaksanaan . lain~ nya, seperti : - Peraturan Menteri, - Instruksi Menteri, - dan lain-lainnya. Adanya pencantuman kata-kata dan iain-iainnya, mengandung pengertian yang sangat luas yang berakibat se mua jenis peraturan dalam bentuk apapun, sekalipun hanya keputusan RT dan RW yang menugaskan ~arga nya Siskamling juga termasuk dalam tingkatan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan perundang-undangan oleh UUD. 1945 menurut paham saya hanya berupa UU, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, serta Keputtisan Menteri maupun Instruksi Menteri (pasal 11 UUD 1945) untuk tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat daerah sesuai dengan azas Desentralisasi maka yang dimaksud dengan perundang-undangannya adalah Produk Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berupa Peraturan Daerah (Per•
Juli 1984
340
HUkum dan Pembangunan
da) dan Keputusan maupun Instruksi Kepala Daerah untuk melaksanakan Perda . dimaksud, baik untuk daerah tingkat I (Propinsi) maupun daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya). •
Akibatnya semua peraturan di luar yang tersebut di ' atas tidak tennasuk dalam jenis dan tingkatan perundangundangan, tetapi merupakan keputusan pelaksanaan, keputusan administratif (administratif handeling), misalnya berupa Surat Keputusan Kenaikan Pangkat, Surat Edaran, Pengumuman dan lain-lain nama, semuanya itu adalah tindakan administratif. perwujudan Tata Urutan Peraturan Perundangan dalam Tap . MPRS . No. XX/MPRS/1966 belum tepat dan perIu ditinjau kembali. •
MEN ANTI JANJI MPR
Sekalipun Tap MPR No. V/MPR/ 1973 tanggal 22 Maret 1973 ten tang Peninjauan Produk-produk yarig berupa Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dalam Pasal 3 nya menyebutkan bahwa " Tap MPRS No. XXI MPRS/1966 tersebut tetap berlaku dan menyatakan perlu disempurnakan, thususnya mengenai sub. b tentang tingkatan dan jenis perundang-undangan, namun sampai periode MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1978 apa yang terse but belum menjadi kenyataan hanya menjanjikan lagi melalui ketetapannya No. IX/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978 yang menyatakan "Perlunya penyempurnaan yang touIlaktub dalam pasal , 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/ln3 . Bahkan sampai dengan MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1982 yang baru lalu pun belum mampu dan belum dapat memenuhi janjinya dan tidak pernab mempersoalkannya lagi. Mudahmudaban MPR periode hasil Pemilihan
Umum tahun 1987 yang akan datang mampu dan berhasil mewujdukan janjinya. kita harapkan Ketidak mampuan MPR terse but antara lain disebabkan : 1. Rancangan Tap. MPR dipersiapkan oleh Badan Pekerja MPR hanya beberapa waktu sebelum sidang umum berlangsung; 2 . Badan Pekerja MPR dalam melaksanakan tugasnya selalu didesak oleh bidang-bidang lain yang: Ie bih memerlukan perhatian segera seperti, mempersiapkan Rancangan Ketetapan tentang GBHN, Rancangan Ketetapan ten tang Pengangkatan Presiden/Wakil Presiden, Rancangan Ketetapan ten tang Pertanggungan jawab Presiden/Mandataris MPR, dan lain-lain.; 3. Dan yang lebih menuntut .perhatian adalah Rancangan Ketetapan tentang masalah-masalah yang hangat dan berkembang di masyarakat pada waktu itu yang. merupakan issu politik (Political Issue). Contohnya. ten tang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, penyatuan Timor Timur ke dalam Wilayah RI . dan Masalah Penganut aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada masa/periode MPR hasil Pemilu 1978. Dan Usul Pengangkatan bapak Presiden Soeharto menjadi Bapak Pembangunan RI pada Periode MPR tahun 1983, sehingga dengan demikian tidak sempat meninjau apalagi menyempurnakan Tap MPRS No . XXI MPRS/1966 tersebut; 4. Masa sidang Umum MPR itu sendiri yang sangat singkat (hanya lebih ·kurang dua Dalam masa sidang terse but hanis dapat dan mampu menghasilkan ketetapan-ketetapan yang akan menentukan jalanny a pemerintahan untuk masa lima tahun mendatang. •
•
•
•
•
341
Janji MPR •
Untuk mengatasi masalah tersebllt di at as sangat wajar dan tepat sekali jauh-jauh sebelum berlangsungnya sidang umum MPR yang akan datang, m ulai saat ini diam bil langkah-langkah menyusun dan mengumpulkan bahanbahan masukan mengenai rancangan ketetapan tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Pemndang-un· dangan Republik Indonesia sebagai penyempurnaan Tap . MPRS No . XXI MPRS/1966 terse but, minimal oleh Badan Pekerja MPR dengan bantuan • dari para ahli hukum kita, oleh karena hanya badan inilah yangmasih tetap berada di pusat, sedang anggota-anggota MPR yanglain setelah selesainya sidang umum kern bali ke Daerah dan temp at tugasnya masing-masing. PENUTUP . Dari uraian-uralan terse but di atas akhirnya dapat ditarik kesimpulan : 1. Indonesia dalam Hukum Tata Negaranya mutlak diperlukan suatu ketentuan umum perundang-undangan, sehingga setiap tindakan dalam pemerintahan oleh Aparatur Negara baik dalam bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif menjadi jelas dasar hukumnya; 2. Mempersamakan tingkatan perundang-undangan Hindia Belanda dahulu oleh MPRS pada tahun 1966 dengan tingkatan perundang-undangan kita adalah tidak tepat, oleh karena perundangan tersebut maksud terjadi dan tujuannya bukan saja berbeda bahkan bertentangan dengan UUD. 1945 itu sendiri·, 3. Sekalipun maksud Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 terse but dijanjikan akan disempurnakan, baik oleh MPR tahun 1973 me1alui Tap No. V /MPR/ 1 973 maupun oleh MPR
tahun 1978 dengan Tap. nya No. IX/MPR/ 1978, namun sampai sekarang janji tersebut belum terwujud sehingga akibatnya; a. Pengertian undang-undang dan perundang-undangan menjadi sed~mikian kaburnya; b. Antara satu Departemen dengan Departemen lain, antara satu bidang dengan bidang lain, bahkan dalam satu Departemenpun dapat menggunakan sumber yang berbeda untuk masalah yang sarna sebagai dasar tindakannya. 4. Penyempurnaan jenis, tingkatan dan Tata urutan Perundangan RI hendaklah dengan mengingat qahwa UUD. 1945 dan Tap. MPR tidak termasuk dalam jenis perundang-undangan dalam arti UUD. 1945 itu • sendiri, sebab perundang-undangan yang dimaksud oleh UUD kita adalah UU, Perpu, PP, Keppres dan Keputusan Menteri/Instruksi Menteri. Sedang untuk tingkat daerah adalah Perda dan Kepl\tusan Kepala' Daerah/lnstruksi Kepala Daerah. MPR bukanlah badan perundangundangan, oleh karena itu ketetapan-ketetapan yang dihasilkannya bukanlah jenis perundang-undangan Sungguh diharapkan MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1987 yang 'akan datang mampu memperbaharui jenis dan tingkatan perundang-und.ahgan kit a dengan memperhatikan hal-hal terse but di atas. Usaha ke arah tersebut hendaklah dimulai dari sekarang, sebab pengalaman kita selama beberapa kali periode MPR menunjukkan ketidak mampuan kita terhadap hal ini. Lima belas tahun men anti janji MPR. Akhirnya dikemukakan sebuah Jlngkapan "} angan tunggu sampai hari esok apa yang dapat dikerjakan hari . Juli 1984
• •
,
Hukum dan Pembangunan
342 ini (Don't Wait Till Tomorrow what you can do today)" persiapan yang ma-
tang adalah kunci keberhasilan. Sernaga berhasil !!.
DAFT AR KEPUST AKAAN 1.
Drs. C.S. T. Kansil, S.H. Pancasila dan Undang·Undang Dasar 1945 Bagian Pertama, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1977.
2.
R. Wiyono, S.H. Garis Besar Pembahasan & Komentar UUD 1945, Alumni. Bandung, 1977.
3.
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Drs. Rudy. T. Erwin, S.H. Kitab Himpunan Hasil Karya MPRS, Bagian I (Hasil·hasil Keputusan sidang umum/Istirnewa MPRS tahun 1960 s/d tahun 1968). ErJangga, Jakarta 1970 . •
•
4.
Ketetapan·Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahurt 1973, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1974.
5.
Hirnpunan Ketetapan-Ketetapan MPR 1978, PT. Pantjuran Tudjuh. Jakarta 1978.
6.
Ketetapan-Ketetapan MPR 1983, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983 .
,
•
•
•
,
. 12..A. ::.:..::..