MEMBUDIDAYAKAN JAMUR TIRAM DENGAN MEDIA SERABUT KELAPA DI HUTAN DIKLAT RUMPIN IDA NURMAYANTI Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Bogor Abstract Coconut fiber is one of the biggest wastes with a percentage of 42% of the weight of coconuts. Unprocessed coconut husk is not cocopeat , cocopeat itself is a waste coconut coir processing taken fibers or fiber . Cocopeat has special characteristics , which can store water five times of its weight. These unique characteristics make the cocopeat can be used as a planting medium . The advantage is to increase the water holding capacity , save water , and storing nutrients plant nutrients. As the oyster mushroom growing medium , which usually use sawdust are now using coconut fiber (cocopeat) , which serves as a provider of nutrients for fungi . Coconut coir coconut fiber used is very potential in improving crop yields oyster mushrooms Keywords : cocopeat, jamur tiram. PENDAHULUAN Sulawesi Utara dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kelapa terbaik di Indonesia, sehingga terkenal dengan bumi nyiur melambai. Luas perkebunan kelapa di Sulawesi Utara mencapai 267.350,79 Ha (data tahun 2011). Kelapa walaupun sebagai komoditi unggulannya tetap dapat menimbukan permasalahan lingkungan, sehingga bagaimana cara untuk meminimalisir permasalahan lingkungan tersebut. Salah satu pemanfaatan dari kelapa yang dapat diolah adalah sabut kelapanya. Hingga saat ini pengolahan sabut kelapa di Sulawesi Utara masih terbatas pada penggunaan secara langsung sebagai bahan bakar rumah tangga dan bahan bakar pada industri rumahan terutama pembuatan cakalang fufu. Penggunaan tersebut dinilai masih belum mampu menyerap banyaknya jumlah sabut kelapa sebagai sisa pengolahan kelapa. Hal ini menyebabkan masih banyak sabut kelapa yang berakhir sebagai limbah yang terbuang percuma, sehingga perlu penyelesaian permasalahan limbah di lingkungan sekitar (info data Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado, 2015). Pada tahun 2015 kami Widyaiswara Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Bogor mendapat kesempatan ke BPK Manado untuk mempelajari
1
bagaimana cara memanfaatkan sabut kelapa sebagai media pertumbuhan Jamur Tiram. Dimana selama ini yang sering dilakukan sebagai media pertumbuhan jamur tiram adalah serbuk gergaji. Dengan mendapatkan ilmu ini, maka kami berharap dapat membangun demplot Budidaya Jamur Tiram dengan media serabut kelapa di hutan diklat Rumpin Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bogor. MANFAAT SABUT KELAPA (Cocopeat) Sabut kelapa atau dikenali juga dengan istilah cocopeat merupakan limbah perkebunan yang berlimpah di daerah penghasil kelapa, tanaman yang masih keluarga aren‐arenan atau Arecaceae ini, seluruh bagiannya mempunyai manfaat yang besar bagi manusia. Sabut kelapa adalah salah satu limbah yang terbesar dengan persentase 42% dari berat buah kelapa. Air kelapa memiliki manfaat penting sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik cair, begitu juga dengan sabut yang membungkus buah kelapa dapat diolah menjadi pupuk organik padat atau bokashi. Sabut kelapa yang belum diolah bukanlah cocopeat, cocopeat sendiri merupakan limbah pengolahan sabut kelapa yang diambil serat atau fiber. Cocopeat merupakan butiran halus atau serbuk dari fiber kelapa, sehingga sabut kelapa ini sangat besar manfaatnya untuk pertanian. Kandungan hara yang dimiliki sabut kelapa baik makro atau mikro ternyata sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan unsur hara makro dan mikro yang terdapat pada sabut kelapa antara lain Kalium (K), Fosfor (P), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na) dan beberapa mineral lainnya. Kandungan unsur hara yang dimiliki cocopeat terbanyak jumlahnya adalah unsur K, dimana kandungan Fosfor dan Kalium sangat dibutuhkan tanaman saat proses pembentukan buah serta peningkatan rasa untuk segala jenis buah. Sabut kelapa bisa dimanfaatkan menjadi biopot, yaitu semacam media tanam yang berisi bahan organik dan nutrisi hara tanaman, kemudian dicetak menjadi bentuk seperti pot. Media tanam ini dibuat dalam berbagai ukuran dan disesuaikan dengan tanamannya. Keunggulan biopot antara lain adalah lebih ramah lingkungan, karena tidak menggunakan plastik dan bisa langsung ditanam ke lahan. Cocopeat adalah limbah yang jumlahnya tidak banyak, sehingga sering diabaikan. Cocopeat memiliki karakteristik yang istimewa, yaitu bisa menyimpan air lima kali dari bobotnya. Karakteristik unik ini membuat cocopeat bisa dimanfaatkan sebagai media tanam. Keunggulannya adalah meningkatkan daya menahan air, menyimpan air, dan menyimpan hara nutrisi tanaman. Cocopeat mengandung tannin yang kurang baik untuk tanaman. Kandungan tannin ini dapat dihilangkan dengan cara perendaman. Media
2
tanam dibuat dengan mengkombinasikan cocopeat dengan kompos, arang sekam, fosfat alam, dan dolomite. Berbagai macam tanaman hortikultura bisa ditanam dengan menggunakan media tanam ini, sehingga cocopeat dapat pula dimanfaatkan sebagai media tanam jamur tiram.
Gambar 1. Sabut kelapa KELEBIHAN DAN KEKURANGAN Cocopeat Kelebihan dari Cocopeat yang berkualitas baik adalah : 1.
Mudah teruri dan aman bagi lingkungan karena merupakan 100% bahan alami yang terbuat dari sabut kelapa.
2.
Dapat menahan air hingga 6‐9 kali berat cocopeat itu sendiri.
3.
Memiliki tekstur yang memudahkan pertukaran oksigen (tukar kation) di dalam tanah, sehingga bermanfaat bagi kesuburan akar tanaman.
4.
Dapat digunakan berkali‐kali dan sangat awet hingga baru akan hancur dalam kurun waktu 10 tahun.
5.
Mampu mengikat bau tak sedap, sehingga cocok digunakan sebagai alas pada kandang ternak.
6.
Bisa digunakan sebagai media bedding cacing (vermicomposting).
7.
Anti bakteri dan anti jamur karena mengandung Trichoderma sp, sejenis jamur (fungi) yang menguntungkan bagi tanaman, dan dapat menghambat pertumbuhan jamur merugikan.
8.
Biasanya dijual dalam bentuk blok dengan berat 5 kg dan mudah dibawa.
9.
Dalam batas tertentu bisa digunakan sebagai pakan ternak dan itik.
Selain ada kelebihan tentunya ada juga kekurangan dari cocopeat ini yaitu: 1.
Biaya produksi yang tidak sedikit
3
2.
Jika tidak diolah dengan benar, maka akan menghasilkan cocopeat berkualitas buruk dan akan merugikan tanaman serta lingkungan.
3.
Proses pembuatannya yang membutuhkan waktu cukup lama.
BUDIDAYA JAMUR TIRAM Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) telah lama dikenal dan banyak dibudidayakan sebagai jamur pangan. Sebagai salah satu sumber pangan, jamur tiram juga dikenal karena rasaya yang enak dan dapat diolah dengan bervariasi. Keunggulan pengembangan jamur tiram adalah siklus hidup hingga saat panen yang cukup singkat, relatif mudah dibudidayakan serta cukup adaptif dengan penggunaan media. Jamur tiram cocok dikembangkan di wilayah tropis dengan kelembaban yang tinggi dan intensitas sinar matahari yang baik. Berdasarkan nilai ekonomis, budidaya jamur tiram sangat prospektif karena memiliki nilai jual yang cukup baik di pasaran, bahkan dengan kualitas dan variasi pengolahan akan semakin meningkatkan nilai jualnya. Usaha budidaya jamur tiram seringkali mengalami kegagalan karena teknik dan cara budidaya yang kurang benar. Meskipun gampang, perlu diperhatikan juga faktor‐ faktor seperti lingkungan, kebersihan, serta konsistensi selama perawatan. Jika faktor‐ faktor tersebut tidak bisa dipenuhi dengan baik maka hasilnya pun kurang optimal bahkan besar kemungkinan berpotensi mendatangkan kegagalan. Jamur tiram putih berwarna putih agak krem dengan diameter tubuh 3‐14 cm. Jamur ini memiliki miselium. Tubuh buah jamur inilah yang bernilai ekonomis tinggi dan menjadi tujuan dari budidaya jamur tiram. Teknik budidaya jamur tiram mulai dari persiapan hingga pasca panen sangat perlu diperhatikan agar pelaku usaha benar‐benar memahami sehingga lebih menguasai dalam pemeliharaan maupun pengendalian hama tanaman.
Gambar 2. Jamur Tiram
4
PERSIAPAN PENANAMAN JAMUR TIRAM Sebelum melakukan penanaman, hal‐hal yang menunjang budidaya jamur tiram harus sudah tersedia, diantaranya rumah kumbung baglog, rak baglog, bibit jamur tiram, dan peralatan budidaya. Usahakan budidaya jamur tiram menggunakan bibit bersertifikat yang dapat dibeli dari petani lain atau dinas pertanian setempat. Peralatan budidaya jamur tiram cukup sederhana, harga terjangkau, bahkan kita bisa memanfaat peralatan dapur. Untuk mengoptimalkan hasil dalam usaha budidaya jamur tiram di dataran rendah dapat dilakukan dengan modifikasi terhadap bahan media dan takarannya, yakni dengan menambah atau mengurangi takaran tiap‐tiap bahan dari standar umumnya. Dalam usaha skala kecil, eksperimen dalam menentukan takaran bahan media merupakan hal yang sangat penting guna memperoleh takaran yang pas. Hal ini mengingat jamur yang dibudidayakan di lingkungan tumbuh berbeda tentu membutuhkan nutrisi dan media yang berbeda pula tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Hingga saat ini belum ada standar komposisi media untuk budidaya jamur tiram di dataran rendah, sehingga petani memodifikasi media dan lingkungan berdasarkan pengalaman dan kondisi masing‐ masing. Sebagai media tumbuh jamur tiram, yang biasanya menggunakan serbuk gergaji sekarang menggunakan sabut kelapa (cocopeat), dimana berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi jamur. Sabut kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa yang sangat berpotensi dalam meningkatkan hasil panen jamur tiram. Sebelum digunakan sebagai media sabut kelapa harus dikompos terlebih dahulu agar bisa terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh jamur. Proses pengomposan dilakukan dengan cara menutupnya menggunakan plastik atau terpal selama 1‐2 hari. Pengomposan berlangsung dengan baik jika terjadi kenaikan suhu sekitar 50⁰C. Media berupa dedak/bekatul dan tepung jagung berfungsi sebagai substrat dan penghasil kalori untuk pertumbuhan jamur. Sebelum membeli dedak dan tepung jagung, sebaiknya pastikan dahulu bahan‐bahan tersebut masih baru. Jika memakai bahan yang sudah lama dikhawatirkan sudah terjadi fermentasi yang dapat berakibat pada tumbuhnya jenis jamur yang tidak dikehendaki. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan dedak maupun teung jagung memberikan kualitas hasil jamur yang sama karena kandungan nutrisi kedua bahan tersebut mirip. Namun, penggunaan dedak dianggap lebih efisien karena bisa memangkas biaya dan cenderung mudah dicari karena banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kapur (CaCO3) berfungsi sebagai sumber mineral dan pengatur pH. Kandungan Ca dalam kapur dapat menetralisir asam yang dikeluarkan meselium jamur yang juga bisa menyebabkan pH media menjadi rendah.
5
Wadah yang digunakan untuk meletakkan campuran media adalah kantong plastik bening tahan panas (PE 0,002) berukuran 20 cm x 30 cm. Adapun komposisi media semai adalah serbuk gergaji 100 kg; tepung jagung 10 kg; dedak halus atau bekatul 10 kg; kompos 0,5 kg; kapur (CaCO3) 0,5 kg; dan air 50‐60%. Ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan penanaman bibit jamur, yaitu sterilisasi bahan dan sterilisasi baglog. STERILISASI BAHAN Sebelum dicampur dengan media lain, sabut kelapa dan dedak disterilisasi terlebih dahulu menggunakan oven selama 6‐8 jam pada suhu 100⁰C. Dengan sterilisasi tersebut selain mengurangi mikroorganisme penyebab kontaminsasi juga menguranngi kadar air pada serbuk sabut kelapa, sehingga media menjadi lebih kering. Kedua bahan tersebut kemudian dicampur dan diberi air sekitar 50‐60% hingga adonan menjadi kalis dan bisa dikepal. Air berfungsi dalam penyerapan nutrisi oleh miselium. Air yang digunakan harus air bersih untuk mengurangi resiko kontaminasi organisme lain dalam media. Dalam memasukkan media ke dalam plastik, media harus benar‐benar padat agar jamur yang dihasilkan bisa banyak. Jadi pastikan bahwa bahan‐bahan telah cukup padat di dalam plastik dengan cara menekan‐nekan adonan hingga benar‐benar padat, kemudian bagian atas kantong dipasang cincin paralon dan selanjutnya kantong plastik ditutup dengan sumbat kapas dan diikat dengan karet. STERILISASI BAGLOG Sterilisasi baglog dilakukan dengan cara memasukkan baglog ke dalam autoclave atau steamer dengan suhu 121⁰C selama 15 menit. Untuk mengganti penggunaan autoclave atau streamer, dapat menggunakan drum dengan kapasitas besar atau mampu menampung sekitar 50 baglog dan dipanasi di atas kompor minyak atau dapat juga menggunakan oven. Sterilisasi baglog menggunakan drum memakan waktu lebih lama, yaitu sekitar 8 jam, tetapi dianggap lebih menghemat biaya. Setelah proses sterilisasi selesai, baglog kemudian didinginkan, yakni dengan mematikan alat sterilisasi dan membiarkan suhunya turun sedikit demi sedikit. Setelah proses pendinginan, baru kemudian dilakukan penanaman bibit jamur. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN JAMUR TIRAM Salah satu penentu keberhasilan budidaya jamur tiram adalah kebersihan dalam melakukan proses budidayanya, baik kebersihan tempat, alat, maupun pekerjanya. Hal ini karena kebersihan adalah hal yang mutlak harus dipenuhi. Untuk itu, tempat untuk
6
penanaman sebaiknya harus dibersihkan dahulu dengan sapu, lantai dan dindingnya dibersihkan menggunakan disinfektan. Alat yang digunakan untuk menanam juga harus disterilisasi menggunakan alkohol dan dipanaskan di atas api lilin. Selain itu, selama melakukan penanaman para pekerja juga idealnya menggunakan masker. Hal ini bertujuan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi. Dalam budidaya jamur tiram hal yang juga harus diperhatikan adalah menjaga suhu dan kelembaban ruang agar tetap pada standar yang dibutuhkan. Jika cuaca lebih kering, panas, atau berangin, tentu akan mempengaruhi suhu dan kelembaban dalam kumbung sehingga air cepat menguap. Bila demikian, sebaiknya frekuensi penyiraman ditingkatkan. Jika suhu terlalu tinggi dan kelembaban kurang, bisa membuat tubuh jamur sulit tumbuh atau bahkan tidak tumbuh. Oleh karena itu, atur juga sirkulasi udara di dalam kumbung agar jamur tidak cepat layu dan mati. Pengaturan sirkulasi dapat dilakukan dengan cara menutup sebagian lubang sirkulasi ketika angin sedang kencang. Sirkulasi dapat dibuka semua ketika angin sedang dalam kecepatan normal. Namun, yang terpenting adalah jangan sampai jamur kekurangan udara segar. PENUTUP Sabut kelapa adalah salah satu limbah yang terbesar dengan persentase 42% dari berat buah kelapa. Air kelapa memiliki manfaat penting sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik cair, begitu juga dengan sabut yang membungkus buah kelapa dapat diolah menjadi pupuk organik padat atau bokashi. Sabut kelapa yang belum diolah bukanlah cocopeat, cocopeat sendiri merupakan
limbah
pengolahan
sabut
kelapa
yang
diambil
serat
atau
fiber. Cocopeat memiliki karakteristik yang istimewa, yaitu bisa menyimpan air lima kali dari bobotnya. Karakteristik unik ini membuat cocopeat bisa dimanfaatkan sebagai media tanam. Keunggulannya adalah meningkatkan daya menahan air, menyimpan air, dan menyimpan hara nutrisi tanaman. Sebagai media tumbuh jamur tiram, dapat menggunakan sabut kelapa (cocopeat), dimana fungsinya sebagai penyedia nutrisi bagi jamur. Sabut kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa yang sangat berpotensi dalam meningkatkan hasil panen jamur tiram.
7
DAFTAR PUSTAKA Carijo, O. A., Liz, R. S., Makishima, N. 2002. Biosorpsi Cr (III) pada Biosorben Serat Sabut Kelapa Teraktivitasi Sodium Hidroksida (NaOH). http://ojs.unud.ac.id/ Sudiarta/ tanggal 26 september 2012. Djarijah dan Djariah. 2001. Jamur Tiram Pembibitan, Pemeliharaan dan Pengendalian Hama‐Penyakit. Yogyakarta: Kanisius. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB (2002). Pengaruh Taraf ampas Tahun Dalam Media Serbuk Sabut Kelapa Terhadap Panjan, Diameter Tubuh, Produksi dan Kualitas Kascing Cacing Tanah (Lumbricus rubellus).http://repository.ipb.ac.id/diakses 30 september 2012. Sarief. 1989. Jurnal: Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram Putih (Pleurotus Florida) Sebagai Tambahan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). http:// jurnal.ump.ac.id/ diakses 22 september 2012. Soenanto, Hardi. 2000. Jamur Tiram Budi Daya dan Peluang Usaha. Semarang: Aneka Ilmu. Tim Redaksi Trubus. 1992. Mengapur Tanah Asam. Jakarta: Penebar Swadaya. Tutik. 2004. Pengaruh penambahan bekatul dan ampas tahu pada media terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). http://ib.uin‐malang.ac.id/ diakses 26 desember 2012
8