DAFTAR ISI Tanpa Judul foto : Sjuaibun Iljas,
Efektivitas Pendampingan Perguruan Tinggi Dalam Upaya Meningkatkan Kapasitas Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat : Ikka Kartika A. Fauzi ......................................................................................................
5
Meningkatkan Citra Pendidikan Kita Di Dunia Internasional: Lesson Learned Dari Penyelenggaraan International Benchmark Test Di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMU 1 Mataram Dan SMU 8 Pekanbaru, Suhendra Yusuf ............................................................................................. 21
Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Ipa Di Sekolah Dasar Melalui Pelatihan Guru Berbasis Kompetensi Yang Menggunakan Modul Pembelajaran Ipa Dengan Pendekatan Inkuiri, Didin Wahidin, Nuryani Y. Rustaman, Sutaryat Trisnamansyah, Anna Poedjiadi ..............................................................................................
40
Membangun Khalayak Media Yang Cerdas, Yosal Iriantara ............................................................................................... 59
Penelitian Tindakan Kelas Dalam Upaya Perbaikan Pembelajaran, Hanafiah .........................................................................................................
72
Membudayakan Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Total Quality Manajemen, Husen Saeful Insan ........................................................................................
85
Kearifan Lokal Dalam Kepemimpinan, Daeng Arifin ................................................................................................... 112
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Peraturan Daerah Oleh Lembaga Perwakilan, Erfanto Sanaf .................................................................................................
122
Reinterpretasi Globalisasi : Menuju Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Masyarakat Indonesia, Imas Rosidawati Wr ......................................................................................
133
Penyusunan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita Ringan Di SLB Yayasan Asih Manunggal Bandung, Astati ............................................................................................................... 147
Sumber Daya Manusia Bidang Teknik Informatika Dalam Implementasi Pengembangan Teknologi Informasi, Yudi Herdiana ...............................................................................................
154
Tinjauan Yuridis Perjanjian Derivatif Berjangka (Forward) Valuta Asing Perbankan Nasional Dalam Era Global, Fontian Munzil ............................................................................................... 161
Menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani Menyongsong Era Pertanian Berkelanjutan, Ibrahim Danuwikarsa ...................................................................................
178
Promosi Perpustakaan, Undang Sudarsana ......................................................................................... 184
Pendidikan Pertanian Untuk Mendukung Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Yang Profesional, Okke Rosmaladewi ........................................................................................
198
Penggunaan Education Production Function (EPF) Dalam Penelitian Kependidikan, Wahdi Suardi .................................................................................................
207
EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN PERGURUAN TINGGI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KAPASITAS PENGELOLAAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT
Oleh : Ikka Kartika A.Fauzi
Abstract Tri Dharma Perguruan Tinggi (The Three Services of High Education) requires that a high education not only gives a knowledge to the students but also gives fight direction of how they could develop the knowledge through research activity and apply it for the interests of society through society services activity. That why the assistance that do by high education on Community Learning Activity Centre (PKBM) not only give great advantages to the developing of PKBM but also to the high education itself The activity of the assistance lies more to the relevancy of the activity that held by the high education with the needs of PKBM, while the level achievement of the effectiveness is determined by the level of understanding of high education to the existence of PKBM. Kata Kunci : persepsi, relevansi dan efektivitas pendampingan
PENDAHULUAN Dalam pasal 20 ayat 2 Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam penyelenggaraan pendidikan, perguruan tinggi melakukan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik. Penelitian merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan/atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan tinggi adalah untuk menghasilkan manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, namun juga mengembangkan dan menvebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Ketiga kewajiban ini tidak berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam mencapai tujuan pendidikan tinggi. Misalnya, dalam kegiatan pendidikan terjadi proses pembelajaran bagi para mahasiswa dalam bentuk pembahasan
berbagai konsep, teori atau melakukan berbagai latihan untuk mencapai perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu. Dari kegiatan pembelajaran ini bisa muncul berbagai permasalahan yang dapat dikaji atau diteliti oleh mahasiswa maupun dosen atau mahasiswa bersama-sama dosen. Hasil penelitian bisa menjadi materi pengayaan bagi materi utama perkuliahan. Di samping itu juga, basil penelitian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat pun bisa diperoleh berbagai temuan untuk pengayaan materi perkuliahan maupun temuan masalah aktual dan relevan untuk diteliti oleh bidangbidang ilmu yang dikembangkan di perguruan tinggi. Dari kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ini pun perguruan tinggi dapat mempublikasikan temuan-temuannya kepada masyarakat luas sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupannya. Di samping itu temuantemuan ini juga bisa disampaikan pada pihak-pihak berwenang untuk menjadi bahan masukan bagi upaya perbaikan maupun peningkatan suatu kondisi tertentu. Salah satu program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan perguruan tinggi adalah program pendampingan terhadap Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa PKBM merupakan satuan pendidikan non formal, vaitu kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur nonformal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Kelompok layanan ini merupakan lembaga milik masyarakat yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh, dan untuk masyarakat serta merupakan wahana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. Di samping itu, PKBM juga merupakan sumber informasi dan penyelenggaraan berbagai kegiatan belajar pendidikan kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2005). Secara umum Unesco (1993) dalam Sudjana (2003) merumuskan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai Community Learning Centre. Bila diterjemahkan secara harfiah artinya adalah Pusat Belajar Masyarakat (PBM). Kegiatan ini sudah sejak lama dilaksanakan di berbagai negara, termasuk Indonesia yang sudah melaksanakannya sejak tahun 60 an. Unesco merumuskan Community Learning Centre sebagai "any or ganizedplace where a people may learn"' atau tempat yang terorganisir yang memungkinkan seseorang untuk belajar. Menurut Manchester College of Arts and Technology "Community Learning Centres are designed to make it easier for local people to get back into education in an informal environment". Pusat pembelajaran masyarakat dirancang agar memudahkan orang-orang setempat untuk kembali belajar dalam lingkungan yang informal. Ini disebabkan karena 'Local Learning Centres are ideal forpeople who want to try a short course, develop a new skill or find a new hobbylpastime, whilst meeting new people from their area" . Pusat pembelajaran lokal ideal untuk orang-orang yang ingin mencoba suatu kursus jangka pendek, mengembangkan keterampilan baru atau menemukan hobi baru,
sambil bertemu dengan orang-orang baru di lingkungan mereka. Pengertian ini tampaknya lebih menekankan pada peningkatan kapasitas individual yang berada pada lingkup tertentu. Fungsi-fungsi Community Learning Centres jelas tergambar dalam fungsi PKBM sebagai pusat pelaksanaan aktivitas pembelajaran sepanjang hayat bagi warga masyarakat, yang juga berfungsi sebagai tempat bersama dalam menciptakan peluangpeluang pembelajaran, alih pengetahuan, dan juga sebagai ajang pertukaran mendasar mengenai berbagai pengalaman, isu-isu teknis seperti kearifan lokal. Pusat tersebut juga berfungsi sebagai sumber informasi masyarakat dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan yang konsisten dengan perubahan-perubahan di dalam era globalisasi dan karena itu mendorong pembangunan pembelajaran masyarakat sambil mempromosikan cara-cara demokratis, etika pribadi, moral, dengan tujuan pengembangan kepercayaan diri yang berfungsi sebagai soko guru yang kokoh dalam pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan. Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa dengan mengaitkan pusat pembelajaran masyarakat ke dalam pembelajaran sepanjang hayat, akan terbuka peluang bagi individu sekaligus masyarakat untuk membelajarkan dirinya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan yang diperlukan saat ini maupun di masa mendatang. Program pendampingan perguruan tinggi terhadap PKBM ditujukan untuk memberikan fasilitasi dalam hal manajemen, pembelajaran dan pengembangan jaringan kemitraan terhadap pasar, dan narasumber teknis. Kehadiran perguruan tinggi diharapkan dapat memberi berbagai wawasan dan keterampilan baru yang dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan PNF dan pada gilirannya dapat memperkuat keberadaan PKBM di mata masyarakat. Beberapa perubahan positif telah muncul dari pelaksanaan pendampingan tersebut, walaupun tak dapat dipungkiri ada juga penyelenggaraan yang tidak menunjukkan hasil yang berarti. Efektivitas perguruan tinggi dalam melakukan perubahan, secara yuridis berhubungan erat dengan tingkat kesadaran perguruan tinggi untuk melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Secara konseptual, berhubungan erat dengan tingkat kesadaran perguruan tinggi untuk berperan selaku agen perubahan (change agent) untuk meningkatkan kapasitas bangsa menuju ke arah generasi yang lebih baik . Perguruan tinggi sebagai organisasi pendidikan, merupakan salah satu saluran perubahan sosial dan kebudayaan disamping organisasi politik, organisasi keagamaan, organisasi ekonomi dan organisasi hukum. Saluran-saluran tersebut berfungsi agar sesuatu perubahan dikenal, diterima, diakui serta dipergunakan oleh khalayak ramai dan mengalami proses pelembagaan. Bila dikaitkan dengan pendapat Rogers (1983), bentuk perubahan sosial yang dilakukan perguruan tinggi merupakan perubahan yang dikehendaki (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planned change) karena pencapaian perubahannya telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pendidikan, penelitian maupun pengabdian kepada masvarakat.
Perubahan berencana dapat dilihat sebagai sebuah upaya memberikan kesadaran bagi masvarakat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hal ini tidak sekedar berhenti pada kesadaran akan permasalahan namun lebih jauh lagi pada upaya "transfer of knowledge" Harapan dari proses "transfer of knowledge " ini bukan sematamata memindahkan pengetahuan untuk memecahkan masalah, namun mencakup peningkatan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebagai agen perubahan (change agent), perguruan tinggi berkewajiban membimbing atau mendampingi masvarakat untuk memperbaiki atau meningkatkan berbagai aspek yang mempengaruhi sistem sosial sosialnya ke arah yang lebih positif, termasuk di dalamnva nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Dalam melaksanakan perubahan tersebut, agen perubahan langsung terkait dalam tekanantekanan untuk melakukan perubahan, bahkan mungkin menviapkan pula perubahanperubahan pada lembaga kemasyarakatan lainnva. Oleh karena itu dalam pendampingan ini perguruan tinggi juga berperan selaku agen perubahan yang melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pengelola PKBM dalam rangka peningkatkan kompetensi manajerialnya. Sebagai agen perubahan, perguruan tinggi sekurang-kurangnya memiliki tiga peran, yaitu selaku sumber ilmu pengetahuan, kontributor, serta implementator. Sebagai sumber ilmu pengetahuan, di lingkungan perguruan tinggi terdapat manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Peran sebagai kontributor, artinva perguruan tinggi menyumbangkan kemampuannya itu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Terakhir, peran selaku implementator, perguruan tinggi memiliki kemampuan dan kewenangan untuk rnenerapkan langsung ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan masyarakat. Dalam penerapannya, peran-peran ini dapat dipertegas lagi, antara lain sebagai konseptor, inovator, evaluator, fasilitator, dan advokat. Peran sebagai konseptor terlihat dalam berbagai aktivitas ilmiah yang dihasilkan menunjukkan kemampuan dalam mengaitkan konsep, teori dengan kebutuhan saat ini maupun untuk kebutuhan masa yang akan datang. Dalam hal ini perguruan tinggi mampu melakukan berbagai kajian dan penelitian untuk menyusun apa yang diperlukan masvarakat saat ini dan di masa yang akan datang dalam menghadapi perkembangan kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun. Peran sebagai inovator menunjuk pada kemampuan perguruan tinggi untuk memunculkan gagasangagasan baru yang diperlukan saat menyusun konsepkonsep yang diperlukan untuk kebutuhan masyarakat saat ini maupun saat yang akan datang dalam melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Gagasan-gagasan baru ini bisa muncul sebagai basil kajian, penelitian dan pengembangan atau pendampingan kepada masyarakat. Peran sebagai evaluator tampak dalam kegiatan penelitian, terutama penelitian terapan yang dikaitkan dengan berbagai masalah sosial ataupun dampak pembangunan. Melalui kajian maupun penelitian ini perguruan tinggi dapat melakukan analisis dan evaluasi terhadap berbagai masalah sosial yang atau dampak upaya-upaya yang pernah dilakukan untuk melakukan penanggulangan masalah sosial. Hasilnya dapat merupakan bahan masukan bagi perguruan
tinggi itu sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam menyusun berbagai program pencegahan atau pemecahan masalah sosial. Peran sebagai fasilitator bertujuan untuk membantu masyarakat agar mampu menangani tekanan situasional atau transisional yang terjadi di lingkungannya antara lain melalui pengidentifikasian dan mendorong kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial yang dapat digunakan untuk melakukan pencegahan, membantu masyarakat untuk menetapkan tujuan pencegahan penyalahgunaan narkoba dan cara-cara pencapaiannya . Perguruan tinggi memfasilitasi atau memungkinkan masyarakat agar mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Peran sebagai advokat atau pembela yang cenderung mengarah pada advokasi kelas (class advocac) yang membela kepentingan masyarakat agar dapat meningkatkan kualitas kehidupannya melalui pendidikan. Dalam hal ini perguruan tinggi dapat melakukan upaya-upaya untuk mendorong pihak-pihak berwenang agar setiap kelompok masyarakat mendapat pelayanan yang sama dalam meningkatkan kualitas dirinya, mendorong para pembuat keputusan untuk peka terhadap kondisi-kondisi dan situasi yang dapat memberi peluang terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia di masyarakat, mendorong pihak-pihak terkait agar mendukung partisipasi masyarakat dalam mencegah atau memecahkan masalah sosial, dan lain-lain. Selanjutnya, dalam memaknai efektivitas, setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Hal tersebut diakui oleh Chung dan Maginson (1981), efektiveness means different to d fterent people. Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan basil nyata dengan hasil yang direncanakan. Namun menurut Lipham dan Hoeh (1987) efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan bersama bukan pencapaian tujuan pribadi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Steer (1985) bahwa efektivitas berkaitan dengan bagaimana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai sasarannya. Suatu organisasi dan lembaga dikatakan efektif jika tujuan bersama dapat dicapai. Lebih jauh Mulyasa (2002) memandang efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. la menyimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif anggota. Bila dilihat dari teori sistem, kriteria efektivitas harus mencerminkan keseluruhan sildus input-proses-output, tidak hanya output atau hasil, serta harus mencerminkan hubungan timbal balik antara manajemen pendidikan dengan lingkungan sekitarnya. Bila berdasarkan dimensi waktu, efektivitas dapat dilihat dari jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Untuk menilai efektivitas, ukuran perilaku telah memadai, namun harus dihubungkan dengan harapan-harapan yang harus dicapai melalui peranan yang dimainkannya. Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan. Engkoswara (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektivitas dan pada efisiensi. Aspek efektivitas dapat dilihat pada : masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu
tinggi, ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai. Kajian terhadap efektivitas merupakan suatu usaha yang panjang dan berkesinambungan, seperti pendidikan, membawa kita kepada pertanyaan apa yang menjadi indikator efektivitas pada setiap tahapannya. Kajian tentang efektivitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari masalah input, proses, output dan outcome, dengan indikator yang tidak hanva bersifat kuantitatif, tapi juga bersifat kualitatif. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa efektifitas berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) Pencapaian tujuan yang telah direncanakan sebelumnya atau tujuan yang seharusnya dicapai berdasarkan ketentuan yang beriaku. Hal ini mencakup kemampuan mengimplementasikan tugas pokok, tercapainya tujuan serta kesesuaian pencapaian dengan kriteria tujuan tersebut, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif anggota serta manfaat pencapaian tujuan ini' bagi organisasi atau program secara keseluruhan. Dalam hal ini kriteria serta indikator keberhasilan pencapaian tujuan ini harus terjabarkan dengan rind sehingga mudah untuk "mengukurnya". Pencapaian dapat berupa pencapaian yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif; (2) Dampak pencapaian tujuan itu bagi sasaran langsung maupun tidak langsung dari suatu organisasi atau program. Hal ini lebih berkaitan dengan outcome bagi pihak yang menjadi sasaran langsung atau bagi lingkungannya, atau dampak secara mikro maupun makro; (3) Proses untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mencakup bagaimana upaya yang dilakukan suatu organisasi atau program sehingga berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Ini erat kaitannya dengan fungsi manajemen, yaitu bagaimana upaya yang dilakukan pengelola untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perlu penjabaran indikator kerja dan kinerja mana yang dianggap mendukung pencapaian tujuan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, serta bersifat kuantitatif maupun kualitatif; (4) Para pihak yang terkait dengan proses pencapaian tujuan tersebut. Dalam hal ini berkaitan dengan peran apa yang harus dilakukan oleh para pihak tersebut yang dapat mendukung proses pencapaian tujuan agar hasilnya sesuai dengan rencana atau ketentuan yang telah ditetapkan; (5) Sarana prasarana serta berbagai regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan atau proses pencapaian tujuan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka bila dikaitkan dengan kewajiban perguruan tinggi untuk melaksanakan Tri Dharma dengan sebaik-baiknya, maka efektivitas menjadi aspek yang harus mendapat perhatian dalam setiap aktivitas penerapan Tri Dharma. Atas alasan itulah inti masalah penelitian ini difokuskan pada salah satu Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu kegiatan pengabdian masyarakat melalui program pendampingan PKBM, terutama pada efektivitas upaya yang dilakukan perguruan tinggi saat melaksanakan pendampingan tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pendampingan dalam aspek-aspek sebagai berikut. Pertama, persiapan pendampingan, mencakup hal-hal yang berkaitan dengan koordinasi, identifikasi kebutuhan/permasalahan/potensi, pemetaan permasalahan serta penvusunan program pendampingan; Kedua, pelaksanaan pendampingan, mencakup jumlah PKBM yang didampingi, fasilitasi manajemen, pembelajaran, pemasaran dan kemitraan. Di dalamnya
tercakup pula kendala-kendala yang dihadapi saat fasilitasi serta upaya yang dilakukan perguruan tinggi dalam menghadapi kendala tersebut; Ketiga, pencapaian yang diperoleh PKBM, terutama ditekankan pada pencapaian yang berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas dan keberadaan PKBM serta pengembangan program PKBM pada saat berikutnya; Keempat, rencana pengembangan, mencakup rencana tindak lanjut yang akan dilakukan perguruan tinggi setelah program pendampingan berakhir. Manfaatnya adalah untuk menunjukkan kepada berbagai pihak bahwa perguruan tinggi bukanlah 'menara gadinl , namun mampu melakukan berbagai kegiatan pembangunan masyarakat melalui berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya sehingga mampu memberi nilai tambah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Metoda yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan menggunakan sampel acak terhadap perguruan tinggi penerima dana pendampingan PKBM dari Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2005. Jumlah populasi sebanyak 73 perguruan tinggi negeri maupun swasta yang tersebar di 18 Propinsi. Sampel sebanyak 25% perguruan tinggi yang berasal dari sembilan propinsi (50%) yang mewakili tiga wilayah di Indonesia, yaitu: (1) Wilayah Barat diwakili oleh propinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Timur; (2) Wilayah tengah diwakili oleh propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur; dan (3) Wilayah Timur diwakili oleh Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari angket, wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif yang diolah dengan menggunakan program SPSS. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi tunggal dan tabulasi silang. Indikasi efektivitas dilihat dari rata-rata relevansi persepsi yang didasarkan pada relevansi antara persepsi perguruan tinggi dengan persepsi PKBM. Semakin tinggi angka persentase rata-rata relevansi persepsi, semakin positif efektivitas pendampingan perguruan tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengumpulan data dan informasi diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, perencanaan pendampingan, mencakup kegiatan yang berkaitan dengan koordinasi, identifikasi kebutuhan/permasalahan/potensi, pemetaan permasalahan serta penyusunan program pendampingan. Koordinasi ini terutama dilakukan pada saat perguruan tinggi mengajukan proposal pendampingan PKBM, saat persiapan dan pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh perguruan tinggi melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan tingkat kabupaten./ kota, propinsi bahkan tingkat kecamatan. Sebesar 61,11% perguruan tinggi melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Propinsi maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan sebesar 61,11% perguruan tinggi melakukan koordinasi dengan Seksi Pendidikan di Kecamatan. Sedangkan koordinasi dengan pemerintah daerah hanya dilakukan oleh 38,89 % perguruan tinggi dan koordinasi dengan pemuka masyarakat serta nara sumber pelatihan masing-masing hanya dilakukan 5,56 % perguruan tinggi.
Sebelum menyusun program pendampingan seluruh perguruan tinggi melakukan kegiatan identifikasi kebutuhan/permasalahan/potensi (100%), sedangkan kegiatan pemetaan masalah dilakukan oleh 94,11% perguruan tinggi. Melalui langkah-langkah ini diharapkan pelaksanaannya akan lebih efektif dan efisien karena motivasi pihak PKBM untuk mengikuti kegiatan pendampingan akan lebih tinggi jika didasarkan pada kebutuhan dan permasalahan yang dihadapinya saat ini. Sementara itu, identifikasi potensi lebih mengarah pada upaya untuk mendorong PKBM agar mampu menggali potensi yang ada di lingkungannya untuk mengatasi kebutuhan dan permasalahannya. Kegiatan persiapan pendampingan merupakan kegiatan yang paling banyak melibatkan banyak pihak, terutama saat identifikasi masalah/kebutuhan. Perguruan tinggi cenderung melibatkan Pengurus/pengelola PKBM (88,23 %) dan tutor PKBM (82,33 °/), Penilik dan TLD (64,69 %) bahkan peserta didik (35,29 °A). Sementara, Kasi PLS Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala Desa dan camat, masing¬masing hanva 5,88 %. Pada saat pemetaan masalah cenderung mengikutsertakan pengurus/pengelola PKBM (88,23 %), tokoh masyarakat (64,49 %) dan tutor PKBM (47,05 %). Hanya 23,52 % perguruan tinggi yang melibatkan tokoh masyarakat. Pada saat penyusunan program keikutsertaan pihak lain semakin menurun. Hanya 75,45 % perguruan tinggi yang mengikutsertakan pengelola, masing-masing 35,29 % yang mengikutsertakan tutor PKBM dan tokoh masyarakat dan 17,64 % yang mengikutsertakan tokoh masyarakat. Pada saat penvusunan program ini sebanvak 5,88 % perguruan tinggi melibatkan pakar/ akademisi. Data menunjukkan bahwa kegiatan yang paling banyak melibatkan banyak pihak adalah identifikasi masalah/kebutuhan. Namun, saat pemetaan masalah dan penyusunan program, peserta didik sudah tidak diikutkan. Sementara itu, tutor menurut perguruan tinggi masih diikutkan, tapi menurut PKBM sudah tidak diikutsertakan lagi. Berdasarkan data dari dua sumber data tersebut, orang-orang yang diikutsertakan hingga akhir adalah pengurus/pengelola PKBM, penilik/TLD dan tokoh masyarakat. Di perguruan tinggi ada penambahan vaitu nara sumber yang berasal clan perguruan tinggi. Hasil analisis terhadap kegiatan persiapan pendampingan menunjukkan relevansi data sebesar 60,1%. Kedua, pelaksanaan pendampingan. Sebanyak 88,89% perguruan tinggi, sesuai ketentuan, mendampingi minimal tiga PKBM dan hanva 11,11 % yang mendampingi kurang dari tiga PKBM. Dalam kegiatan pendampingan tersebut hanya 54,05% perguruan tinggi yang mengunjungi PKBM lebih dari empat kali. Sisanya, 45,95% kurang dari empat kali, bahkan di antaranya ada yang hanya satu kali mengunjungi PKBM (10,81 %). Bentuk pendampingan yang dilakukan perguruan tinggi dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kegiatan, yaitu: kelompok manajemen PKBM, program pembelajaran, pemasaran, pengembangan kemitraan serta monitoring dan evaluasi. Hasil analisis terhadap kegiatan pendampingan menunjukkan rata-rata relevansi data sebesar 63,2%. Dalam manajemen PKBM, aspek-aspek kegiatan yang banyak didampingi adalah pembenahan administrasi PKBM (88,23%), pendataan masalah, kebutuhan dan potensi (82,23%), dan bimbingan manajemen program (57,05%). Dalam pembelajaran, aspek-aspek kegiatan yang paling banyak didampingi adalah: pengembangan bahan ajar/modul (94,11%) dan peningkatan kapasitas tutor (52,93%). Dalam pemasaran,
peningkatan kapasitas tutor dalam produksi barang/jasa (76,45%), bimbingan promosi, pemasaran (58,82%) dan konsultasi strategi pemasaran (51,17%). Dalam pengembangan kemitraan, aspek-aspek yang paling banyak didampingi adalah sosialisasi program PKBM kepada pihak-pihak/lembaga-lembaga yang relevan dengan program PKBM (90,09%), bimbingan penyusunan bahan sosialisasi (82,23%), menjalin kemitraan dengan lembaga pemerintah sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan. program pendidikan luar sekolah (76,45%) dan bimbingan cara menjaring calon mitra (61,22%). Terakhir, penyelenggaraan monitoring dan evaluasi menunjukkan angka 88,23%. Di samping itu, diperoleh data tentang kegiatan yang paling jarang dilakukan perguruan tinggi yaitu sebagai berikut: (1) Dalam pendampingan manajemen PKBM, penyusunan program kerja tahunan merupakan kegiatan yang paling jarang disentuh (41,17%); (2) Dalam pendampingan manajemen pembelajaran , kegiatan pengembangan kurikulum paling jarang didampingi (11,76%). (3) Dalam pendampingan pemasaran, kegiatan yang paling jarang didampingi adalah peningkatan kapasitas tutor dalam distribusi barang/jasa (59,93%); (4) Dalam pengembangan kemitraan, menjalin kemitraan dengan PKBM lain sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan pendampingan merupakan kegiatan yang paling jarang dilakukan (30,61%). Hasil analisis terhadap kegiatan pendampingan menunjukkan rata-rata relevansi data sebesar 33,1%. Ketiga, pencapaian yang diperoleh PKBM setelah mendapat pendampingan dari perguruan tinggi terlihat dari perubahan dalam manajemen PKBM, program pembelajaran, pemasaran, pemasaran , dan pengembangan kemitraan. Perubahan yang disebutkan perguruan tinggi dan PKBM dalam pendampingan manajemen PKBM hanya 41,18% yang relevan. Ini disebabkan karena perguruan tinggi mengemukakan empat perubahan yang tidak ada dalam pendapat PKBM. Perubahan yang dimaksud adalah: publikasi program, rekruitmen dan pemetaan warga belajar, penataan manajemen, dan kesejahteraan tutor. Sebaliknya, PKBM mengemukakan enam perubahan yang dirasakan saat ini, namun tidak muncul dalam data perguruan tinggi. Perubahan yang dimaksud adalah: evaluasi program, manajemen SDM, pengawasan progran, perencanaan program, akte pendirian dan peningkatan kapsitas tutor. Perubahan yang paling banyak dirasakan perguruan tinggi adalah meningkatnya kemampuan dan kesungguhan pengelola PKBM (76,45%), sementara yang paling dirasakan PKBM adalah perubahan dalam administrasi PKBM (63,50 %). Perubahan yang paling sedikit dinyatakan perguruan tinggi terdapat dalam rekruitmen dan pemetaan warga belajar serta peningkatan kesejahteraan tutor, masing-masing menunjukkan angka 5,88%. Sedangkan menurut data PKBM, evaluasi program, pengawasan program, dan penyusunan AD/ART, masing-masing menunjukkan angka 2,04%, merupakan perubahan yang paling sedikit terjadi. Pendampingan pembelajaran meliputi: pengelolaan TBM dan pengembangan pojok baca, peningkatan mutu tutor dan perubahan dalam media, metoda, program, kurikulum dan evaluasi pembelajaran ke arah yang lebih baik. Rata-rata data relevansi perubahan hanya menunjukkan 27,27%. Data yang dimaksud adalah perubahan dalam pengelolaan TBM dan pengembangan pojok baca, peningkatan mutu tutor dan perubahan dalam media, metoda, program, kurikulum dan evaluasi pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan yang paling banyak dirasakan oleh perguruan tinggi berkaitan dengan perubahan dalam media,metoda, program, kurikulum dan evaluasi pembelajaran (94,11%), sedangkan yang paling dirasakan PKBM adalah perubahan dalam pengelolaan pembelajaran (44,9%).
Perubahan yang paling sedikit dirasakan perguruan tinggi adalah perubahan pada jadwal kegiatan, penguatan tutor dan strategi pembelajaran, masing-masing 5,88%. Sedangkan data PKBM menunjukkan perubahan dalam sarana dan prasarana (2,04%). Pendampingan pemasaran meliputi: mum produk/jasa, memperluas pemasaran, teknik promosi dan keterampilan produksi. Perubahan yang dikemukakan perguruan tinggi meliputi perubahan dalam: kapasitas pengurus dalam produksi, distribusi, kerjasama dengan dunia usaha, dan kewirausahaan. Sedangkan perubahan yang hanya disebut PKBM yaitu perubahan dalam: tempat usaha, pembukuan, prediksi pesaing, prediksi harga, dan penjualan. Data di atas menunjukkan hanya 28,57% rata-rata data perguruan tinggi yang relevan dengan data PKBM. Perubahan yang dirasakan kedua pihak ini terjadi dalam perubahan: mutu produk/jasa, memperluas pemasaran, teknik promosi dan keterampilan produksi. Perubahan yang hanya dikemukakan perguruan tinggi adalah perubahan dalam: kapasitas pengurus dalam produksi, distribusi, kerjasama dengan dunia usaha, dan kewirausahaan. Sedangkan perubahan yang hanya disebut PKBM yaitu perubahan dalam: tempat usaha, pembukuan, prediksi pesaing, prediksi harga, dan penjualan. Perubahan yang paling banyak dikemukakan perguruan tinggi adalah perubahan dalam kerjasama dengan dunia usaha (52,93%), dan yang dikemukakan PKBM adalah perubahan dalam strategi pemasaran dan keterampilan produksi, masing-masing 20,4%. Perubahan yang paling sedikit dikemukakan perguruan tinggi adalah perubahan dalam distribusi (5,88%), sedangkan yang dikemukakan PKBM adalah perubahan dalam: tempat usaha, prediksi pesaing dan prediksi harga, masing-masing menunjukkan angka 4,08%. Pendampingan dalam pengembangan kemitraan berkaitan dengan dukungan DPRD, bantuan Nara Sumber Teknis (NST), dialog antar pengelola PKBM dan kemitraan dengan dunia usaha. Data menunjukkan hanya 44,44% rata-rata data perguruan tinggi dan data PKBM yang relevan. Data yang dimaksud berkaitan dengan perubahan dukungan DPRD, bantuan Nara Sumber Teknis (NST), dialog antar pengelola PKBM dan kemitraan dengan dunia usaha. Perubahan yang dikemukakan perguruan tinggi mencakup perubahan dalam: kerjasama dengan radio swasta, kerjasama dengan penerbit, kerjasama dengan perguruan tinggi lain dan kesinambungan kerjasama. Sementara perubahan yang hanya disebut PKBM adalah perubahan dalam kemampuan menjaring kemitraan. Perubahan yang paling banyak disebutkan perguruan tinggi adalah perubahan dalam kesinambungan kerjasama dan perubahan kemitraan dengan dunia usah, masing-masing 29,41%. Sedangkan yang paling banyak disebut PKBM adalah perubahan dalam dukungan DPRD (18,37%). Perubahan yang paling sedikit disebut perguruan tinggi adalah perubahan dalam kerjasama dengan radio swasta dan kerjasama dengan penerbit, masing-masing 5,88%. Sedangkan perubahan yang paling sedikit disebut PKBM adalah perubahan dalam bantuan nara sumber teknis (10,2%). Keempat, rencana pengembangan pasca pelatihan yang direncanakan perguruan tinggi meliputi: manajemen produksi dan pemasaran, fasilitasi penguatan jaringan pemasaran & kemitraan, program pembelajaran dan evaluasi, peningkatan program paket kesetaraan, melakukan penelitian untuk mengembangkan PKBM yang sudah mandiri dalam bentuk "Community College". Pendampingan dilanjutkan melalui program PPL mahasiswa, sosialisasi dan advokasi ke berbagai pihak, klarifikasi jenis produk keterampilan, peningkatan keterampilan tutor melalui pelatihan-pelatihan, pengembangan program swadaya, membantu akses peluang kerja bagi warga belajar yang sudah meneyelesaikan program pendidikan kesetaraan dan keterampilan, penulitan proposal dan publikasi basil pendampingan. Rata-rata relevansi data menunjukkan angka cukup tinggi, yaitu 78,20%.
Sebanyak 82,33% perguruan tinggi memiliki rencana pengembangan dalam memfasilitasi penguatan jaringan pemasaran dan kemitraan, 41,17% mengembangkan program pembelajaran dan evaluasi, 35,29% mengembangkan manajemen produksi dan pemasaran. Seluruh kegiatan tersebut akan dilaksariakan dalam bentuk penelitian dan pengabdian masyarakat. Data lainnya tidak menunjukkan angka yang menonjol namun rencana pengembangannya sebenarnya sangat berarti bagi kemajuan PKBM. Misalnya, ada pendampingan lanjutan melalui program PPL mahasiswa, akses peluang kerja, sosialisasi dan advokasi ke berbagai pihak. Hasil pendampingan selama ini sudah mulai dipublikasikan melalui jurnal dan majalah ilmiah di kampus dan lain-lain. Harapan PKBM terhadap program pendampingan, persentase paling besar ditujukan agar program pendampingan tetap dilanjutkan (59,18%). Saran dan harapan lain yang menarik, vaitu agar pendampingan betul-betul terarah, konsekuen, tuntas dan tepat sasaran (4,10%), pelaksanaan pendampingan tepat waktu (4,10%), TLD jangan diganti (2,05%), adanya saling koreksi antara PKBM dengan dengan instansi terkait lainnya. Berdasarkan hasil analisis data terlihat bahwa dalam pendampingan PKBM, hubungan antara pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat atau Tri Dharma Perguruan Tinggi, dapat dilakukan secara optimal melalui kegiatan yang saling mendukung. Dalam gambar berikut ini dapat dilihat kegiatan Tri Dharma yang telah dilakukan saat lalu dan akan dilakukan di saat mendatang.
Gambar 1. Kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang Sudah dan Akan Dilakukan dalam Pendampingan PKBM Pada gambar 1 terlihat bahwa kegiatan pendidikan dalam berbagai disiplin ilmu, dapat mendorong kegiatan penelitian/kajian yang berkaitan dengan keberadaan PKBM. Contohnya, dalam perkuliahan muncul berbagai pertanyaan terhadap fenomena yang terjadi saat ini dan pemecahannya melalui konsep, teori maupun peraturan hukum yang ada. Hal ini mendorong dosen maupun mahasiswa untuk melakukan penelaahan lebih jauh secara empirik melalui penelitian atau melalui kajian-kajian ilmiah. Penelitian atau kajian ilmiah tersebut dikaitkan dengan berbagai aspek perubahan sosial melalui pendidikan nonformal dan dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Contohnya penelitian yang sedang dirancang oleh 1,1% perguruan tinggi tentang Pengaruh Pengembangan Pendidikan Nonformal melalui PKBM Terhadap Peningkatan IPM Daerah.
Selanjutnya, hasil penelitian atau kajian telah dipublikasikan melalui berbagai media yang ada di kampus maupun di luar kampus, yaitu melalui jurnal ilmiah, majalah populer, seminar, blog, seminar, talk show, lokakarya, dan lain-lain. Publikasi basil penelitian maupun kajian inipun menjadi bahan pengayaan materi perkuliahan yang memunculkan pertanyaanpertanyaan baru lagi untuk ditindaklanjuti penelitian atau kajian-kajian lainnya. Di samping itu, hasil penelitian yang memungkinkan untuk diterapkan, ditindaklanjuti dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pengembangan, bimbingan, konsultasi, publikasi dan lain-lain. Kegiatan sosialisasi selama pendampingan ditujukan untuk memberikan informasi tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan programprogram pendidikan nonformal melalui PKBM. Melalui kegiatan ini diharapkan pihak yang menjadi sasaran sosialisasi memiliki informasi yang benar tentang manfaat PKBM dari berbagai aspek, seperti aspek fisik, psikologis, hukum, ekonomi dan sosial serta penyebarannya. Kegiatan ini dilakukan juga terhadap mahasiswa baru, warga masvarakat, mitra perguruan tinggi maupun komunitas tertentu dalam masyarakat. Disamping itu kegiatan inipun menjadi titik tolak mahasiswa untuk merintis pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berkaitan dengan pengembangan program-program kecakapan hidup (life skili) yang selama ini dikembangkan PKBM. Kegiatan pelatihan ditujukan bagi para dosen, mahasiswa ataupun anggota kelompokkelompok dalam masyarakat, misalnya tokoh agama, tokoh pemuda, siswa sekolah dan lainlain, yang bersedia melakukan kegiatan pengembangan programprogram pendidikan nonformal, baik sebagai penvelenggara maupun penyampai materi. Kegiatan pelatihan juga ditujukan untuk para calon peneliti atau penulis artikel ilmiah yang akan dilibatkan dalam penelitian atau penulisan artikel tentang pendidikan dan perubahan sosial. Kegiatan pelatihan lainnya dikembangkan sesuai kebutuhan yang diperlukan, contohnya pelatihan parenting skill, peer learning bagi para pendidik PAUD dan lain-lain. Kegiatan pengembangan ditujukan untuk mengembangkan berbagai model, misalnya model pencegahan penyalahgunaan narkoba ataupun model-model yang mendukung upayaupaya pencegahan. Model-model ini merupakan produk kegiatan penelitian yang sudah diujicobakan dan sudah siap untuk diterapkan di masyarakat. Kegiatan pendampingan dilakukan terhadap mitra kerja perguruan tinggi yang ingin berpartisipasi memberdayakan PKBM di lingkungannya namun masih memerlukan dukungan, misalnya dukungan secara konseptual maupun teknis atau dukungan-dukungan lainnya. Kegiatan KKN atau Kuliah Kerja Nyata yang melibatkan sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas, menjadi media untuk kegiatan sosialisasi perubahan sosial melalui pengembangan pendidikan nonformal yang bersifat antar disiplin ilmu. Materi sosialisasi lebih variatif dan dikemas dalam bentuk yang menarik melalui aktivitas seni, olah raga, pengajian/ceramah agama, atau bentuk-bentuk lainnya. Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini pun dipublikasikan di dalam maupun di luar lingkungan perguruan tinggi, serta menjadi bahan masukan untuk pengayaan materi perkuliahan maupun data dasar kajian dan penelitian.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari seluruh data informasi yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa aspek berikut ini: Pertana, Penyelenggaraanpendampingan dari sejak persiapan, pelaksanaan dan evaluasi
terhadap PKBM, telah dilakukan oleh sebagian besar perguruan tinggi yang memperoleh dana pendampingan PKBM. Sebelum pendampingan dimulai, koordinasi telah dilakukan terutama dengan Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, Dinas pendidikan propinsi, dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan. Demikian juga kegiatan identifikasi kebutuhan/masalah telah dilakukan terhadap hampir seluruh PKBM. Seluruh pelaksanaan berkaitan dengan kapasitas manajemen, pembelajaran, pemasaran serta kemitraan. Aspek-aspek di atas telah dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan dinvatakan oleh PKBM, walaupun dengan intensitas yang berbeda-beda. Kedua, relevansi data yang dikemukakan perguruan tinggi dengan PKBM bila dirataratakan menunjukkan angka 63,12%. Secara rinci, data menunjukkan bahwa 56,52 % berada pada kondisi relevansi antara 51 %-100% serta 43,48% berada dalam kondisi relevansi 50% ke bawah. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi pelaksanaan pendampingan tidak terlalu menggembirakan karena hanya 56,52% berada pada kondisi antara 51 %-100%. Namun demikian, 30,43% di antaranya berada pada kondisi antara 75%-100%, dan ini bisa menjadi indikasi adanya upaya positif dari perguruan tinggi untuk melakukan kegiatan pendampingan secara optimal. Ketiga, sebanyak 48,15% Kegiatan yang paling banyak dilakukan berkaitan dengan manajemen PKBM, di antaranya 14,81% berkaitan dengan kemitraan, pembelajaran pemasaran serta 7,14% berkaitan dengan monitoring dan evaluasi. Sedangkan kegiatan yang paling jarang dilakukan perguruan tinggi dalam pendampingan manajemen PKBM adalah penvusunan program kerja tahunan (41,17%), kegiatan pengembangan kurikulum (11,76%), peningkatan kapasitas tutor dalam distribusi barang/jasa (59,93%) dan pengembangan kemitraan (30,61%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aspek kegiatan pendampingan yang mendapat porsi penanganan terbesar dan sangat menonjol saat ini berkaitan dengan manejemen PKBM, disusul dengan kegiatan pembelajaran atau kemitraan, kemudian pemasaran dan yang paling sedikit kegiatan monitoring dan supervisi. Demikian pula kegiatan pendampingan yang mendapat porsi penanganan terkecil namun dalam aspek yang berkaitan dengan manajemen PKBM. Kekurang seimbangan penanganan ini diantaranya disebabkan oleh aspek-aspek sebagai berikut : (a) aspek kegiatan tersebut memang dibutuhkan PKBM; (b) Perguruan tinggi kurang memahami program-program PKBM dan; (c) perguruan tinggi kurang memahami pendekatanpendekatan yang biasa digunakan dalam pengelolaan maupun pembelajaran PLS. Saran dan harapan yang dikemukakan PKBM yaitu agar program pendampingan tetap dilanjutkan, merupakan indikasi bahwa kegiatan pendampingan memberikan perubahan yang cukup berarti terhadap keberadaan PKBM. Beberapa PKBM malah menganggap perguruan tinggi sebagai tempat curhat atau sebagai bapak angkat. Berdasarkan basil simpulan dan harapan perguruan tinggi serta PKBM, disusun rekomendasi seperti berikut: Pertama, pelaksanaan pendampingan memberi dampak cukup positif terhadap keberadaan dan kemandirian PKBM. Hal ini dapat dilihat dari aspek kuantitas yang ditandai dengan angka 56,52% relevansi kegiatan perguruan tinggi dengan kegiatan yang dirasakan PKBM berada pada kondisi relevansi antara 51%-100%. Demikian juga dari kualitas, lebih dari setengahnya (59,18%) PKBM merasa masih memerlukan pendampingan. Di sisi lain, kesungguhan perguruan tinggi untuk meningkatkan kemandirian PKBM tampak dari upayanya untuk melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan PKBM sehingga bisa memunculkan ratarata relevansi kegiatan pendampingan sebesar 63,12%. Walaupun tingkat relevansi pendampingan tidak begitu tinggi, namun program pendampingan sebenarnya masih diperlukan oleh PKBM dan masih diharapkan sebagai kegiatan pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi. Tapi, bila kondisi pendampingan berikutnva masih seperti saat ini, maka dampaknya pun terhadap PKBM tidak akan jauh berbeda. Untuk itu diperlukan adanya upaya yang lebih optimal di dalam melakukan pendampingan. Optimalisasi bisa dilakukan terutama
bila didukung oleh aspek-aspek sebagai berikut: (a) Adanya Pedoman pelaksanaan pendampingan yang lwbih lengkap dan lebih terinci serta pedoman PKBM untuk bahan acuan perguruan tinggi dalam melaksanakan program pendampingannya; (b) Perguruan tinggi pendamping PKBM memiliki kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap pemberdayaan masyarakat dan mau memahami tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan keberadaan PKBM, karena kondisi ini berdampak langsung terhadap proses dan hasil pendampingan. Kenyataan menunjukkan kekurang berhasilan perguruan tinggi dalam melaksanakan pendampingan karena kurangnya pemahaman terhadap pogram-program dan kondisi PKBM. Misalnya, kondisi tutor yang umumnya relawan dan hanya memperoleh insentif ala kadarnva, disamakan dengan kondisi guru sekolah formal Yang mendapat gaji tiap bulan; (c) Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap program pendampingan oleh perguruan tinggi bersama-sama Jengan Dinas Pendidikan Propinsi melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tujuannya agar kegiatan pendampingan yang kurang sesuai dengan kondisi PKBM dapat segera diperbaiki. Kedua, aspek-aspek kegiatan pendampingan yang masih sedikit dilakukan PKBM, rerutama berkaitan dengan aspek-aspek pembelajaran, pemasaran, kemitraan serta monitoring dan evaluasi agar mendapat perhatian pada pendampingan di waktuwaktu berikutnya, sehingga penanganan permasalahan dan kebutuhan PKBM bisa dipenuhi secara lebih seimbang; Ketiga, agar dampak positif program pendampingan dapat dirasakan secara Derkesinambungan oleh PKBM, maka perlu dirancang pascapendampingan dan .)ahkan harus menjadi agenda pengabdian masyarakat bagi perguruan tinggi. Dalam hal ini perguruan tinggi bisa mengikutsertakan berbagai pihak yang peduli dengan keberadaan PKBM, misalnya Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dunia usaha, media massa, bahkan mungkin perorangan, di samping tentunya unsur-unsur lainnya di hngkungan perguruan tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan PKBM, seperti: laboratorium, organisasi-organisasi kemahasiswaan intra kampus, program studi yang relevan, dan lain-lain.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Engkoswara, (1988), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud. Lipham, M. Dan Hoeh, James A. (1987), The Principalship, Foundation and Functions. New York:Harver and Row Publisher. Mulyasa, E. (2002), Manajemen Berbasis Sekolah : Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung : Rosda Rogers, E.M. (1983). Diffusion of Innovation. London : Collier, Me Millan Canada, Inc. Soekanto, Soeyono, (1990), Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soemardjan, Selo (1982), Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta : Gajah Mada University Press Steer, Richard M. (1985), Organizational Effectiveness, Jakarta:Erlangga Sudjana, D. (2003). Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Makalah