Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Membangun Keterpaduan Kebijakan dan Strategi Peningkatan Fungsiguna Rumput Laut (E.Cottonii) di Buton Sulawesi Tenggara Wagiman dan Makhmudun Ainuri*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM Jln. Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Email:
[email protected]/
[email protected]
ABSTRAK Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dan sebagai kompetensi inti Daerah Kabupaten Buton yang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun daerah. Disamping potensi wilayah budidayanya sangat luas, juga mutu rumput laut yang dihasilkan sangat baik. Paling tidak terdapat 4 (empat) instansi terkait yang terlibat secara langsung untuk mengembangkan industri berbasis rumput laut, yakni Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Ketahanan Pangan. Kertepaduan kebijakan dan strategi lintas instansi tersebut menjadi entry point keberhasilan pengembangan fungsi dan nilaiguna rumput laut sebagai komoditas unggulan. Metode yang digunakan adalah pendekatan Yonmenkaigi System, yang langsung dapat berbagi tugas (task demarcations) secara jelas antara para pemegang kebijakan yang berkomitmen, menyusun strategi dan rencana aksi sesuai frame waktu yang disepakati bersama. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadinya optimalisasi implementasi kebijakan, sinkronisasi strategi dan periode waktu perencanaan program serta penganggarannya. Program pengembangan industri pengolahan rumput laut tersusun dalam susana berbagi pengetahuan, peran dan fungsi yang berbasis kemitraan diantara pemegang kebijakan. Kata kunci: Rumput laut, E. Cottonii,Yonmenkaigi System, rencana aksi, rencana bersama.
ABSTRACT Seaweed is one of the leading commodity and as a core competency Buton Regency which is expected to boost economic growth and regional communities. Besides the potential cultivation area is very spacious, also the quality of the resulting seaweed is very good. There are at least four (4) related institutions directly involved to develop a seaweed-based industry, the Department of Marine and Fisheries, Department of Trade and Industry, Departement of Cooperatives and Small-Medium Scale enterprice, and the Food Security Agency. Integration cross-agency policies and strategies are becoming the entry point to improved functions and value successful development of seaweed as a leading commodity. The method used is the Yonmenkaigi System approach, which can directly share the task/task demarcations clearly between policy holders who commit, prepare appropriate strategies and action plans mutually agreed time frame. The results obtained show the optimization of the implementation of policies, strategies and periods of time synchronization program planning and budgeting. Program development of seaweed processing industry organized in condition of share knowledge, roles and functions based on partnership between the policy holders. Keywords: Seaweed, E. cottoni, Yonmenkaigi System, action plans, participation planning.
PENDAHULUAN Kabupaten Buton memiliki wilayah daratan seluas ± 2.488,71 km2 atau 248.871 Ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas ± 21.054 km 2. Wilayah perairan yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut pada tahun 2010 adalah 281.77 Ha dari luas wilayah perair ± 21.054 km 2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa total produksi rumput laut pada tahun tersebut 13845 ton basah (Anonimb, 2011). Menurut Mustari (2011), potensi budidaya laut di kabupaten Buton seluas 102.580 ha dan baru sekitar 17,54% atau 18.000 ha dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya laut. Hingga saat ini budidaya rumput laut berkembang pesat diseluruh wilayah perairan kabupaten Buton, kecuali di perairan kecamatan Batuatas dan kecamatan Wabula (Nurdianty, 2012). Potensi rumput laut E. cottonii di Kabupaten Buton sangat besar, tetapi untuk pensuplai bahan baku masih menghadapi kendala baik mutu, ketersediaan, maupun kontinyuitas. Penanganan pasca panen yang dilakukan secara tradisional menyebabkan mutu dan variansi bahan masih rendah. Penurunan mutu
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-76
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
juga disebabkan munculnya penyakit ice-ice pada rumput laut, gangguan lumut, dan perubahan iklim. Belum terjaminnya kontiyuitas ketersediaan bahan baku, diindikasikan karena pengelolaan rumput laut yang dilakukan masih sangat sederhana oleh masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan relatif rendah (83% SD). Demikian pula mutu produk yang belum terjamin karena penjualan rumput laut ke pengepul dan kemudian dikirim ke luar daerah seperti ke Jawa Timur masih dalam bentuk bahan mentah. Penjualan ke pengepul sebatas dalam bentuk rumput laut kering. Jumlah dan harganya fluktuatif sehingga sulit untuk diprediksikan berapa jumlah bahan yang bisa dikonversi langsung atau dijual ke pengepul. Pemerintah daerah Kabupaten Buton telah mencanangkan rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan. Kebijakan dan strategi untuk pengembangan lebih lanjut belum terwujud, salah satu penyebabnya adalah bayang-bayang proses terjadinya pemekaran wilayah. Oleh karena itu, diperlukan kajian dan fasilitasi untuk membangun lebih mendalam tentang peran pemerintah daerah dan pengusaha dalam mengembangkan industri pengolahan rumput laut. Hasil kajian tahun sebelumnya menunjukkan bahwa industri pengolahan rumput laut ditingkat masyarakat mengindikasikan lebih baik diarahkan pada produk bahan setengah jadi seperti karagenan atau produk makanan. Alternatif pengembangan produk olahan rumput laut menjadi bio-ethanol (bio-fuel) melengkapi fungsigunanya untuk 5 F, yaitu pangan (food), pakan ( feed), pupuk (Fertilyzer), obat (farmaca) dan energi (Fuel). Disamping meningkatkan fungsi dan nilaiguna, pengembangan produk olahan rumput laut menjadi alternatif energi terbarukan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Produksi bio-ethanol rumput laut dilakukan menggunakan rekayasa hidrolisis asam yang dapat menghasilkan kadar gula reduksi mencapai 15,61 g/l. Hasil tersebut diperoleh pada proses hidrolisis dengan konsentrasi H 2SO4 2% dengan lama reaksi 120 menit pada suhu 80 oC. Namun demikian harus diwaspadai karena pada kondisi tersebut juga terjadi pembentukan (5-(hidroksimetil)-2-furaldehida) (HMF) sebesar 5,03 g/l yang potensial menjadi penghambat saat fermentasi. Fermentasi bio-ethanol, menggunakan S. cereviseae yang diharapkan mampu mengkonversi glukosa dan galaktosa menjadi ethanol. Pendekatan Yonmenkaigi sytem, dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Disaster Prevention Research Institute, Kyoto University (Annisa, 2014, Jong-il Na, 2012, 2011, 2009a, 2009b, dan Norio Okada, 2013), menggunakan sistem diskusi empat sisi untuk menyusun rencana aksi perumusan kebijakan dan strategi bersama-sama. Ada komunikasi secara langsung dan terbuka antar pemegang kebijakan dalam memadukan strategi/langkah pengembangan agroindustri pengolahan rumput laut. Ada nuansa “santai dan gembira” namun diharapkan menghasilkan sesuatu yang disepakati diantara para peserta/pemegang kebijakan yang berkomitmen/berkonsensus. Menggunkan yonmenkaigi karena dapat Langsung menyusun pembagian tugas (task demarcations) yang jelas antara pemegang kebijakan, sejak menetapkan tema sampai dengan rencana implementasi kebijakan terpadu dan dilakukan dalam suasana berbagi pengetahuan berbasis kemitraan diantara pemegang kebijakan. METODE Target capaian pada kajian ini adalah tersusunnya rumusan keterpaduan kebijakan dan strategi pengembangan industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Buton. Keterlibatan langsung secara aktif berbagai pihak yang mempunyai keterikatan menjalankan peran dan fungsi bersama-sama berbagi pengetahuan berbasis kemitraan untuk menggapai kesuksesan bersama. Empat pihak (SKPD) yang terkait adalah Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP), Dinas Koperasi dan UKM (DKUKM), Dinas Perindustran dan Perdagangan (DPP) dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP). Adapun tahapan yang dilakukan, adalah: 1. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Berbasis pada potensi dan permasalahan daerah setempat, masing-masing SKPD melakukan analisis kekuatan dan kelemahan terhadap pengembangan komoditas rumput laut, untuk kemudian dijadikan dasar dalam menyusun skenario-skenario alternatif pengembangan yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai pijakan penyusunan kebijakan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing SKPD terkait.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-77
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
2. Berbagi Gagasan /Ide (Decide Theme) Masing-masing SKPD pemegang kebijakan, menyampaikan gagasan/ kebijakannya yang perlu dilakukan dalam rangka keterpaduan kebijakan dan strategi pengembangan industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Buton. Dilanjutkan dengan menyusun rencana aksi perumusan kebijakan terpadu menggunakan pendekatan Yonmenkaigi Chart. 3. Tabulasi Yonmenkaigi (Yonmenkaigi Chart) Masing-masing pihak terkait (dikelompokkan) untuk menyusun rencana aksi rumusan kebijakan terpadu. Rencana aksi rumusan kebijakan terpadu harus kongkret (nama, waktu, bentuk program, dll). Usulan gagasan untuk pihak terkait yang lain sangat diharapkan dan diletakkan di kotak tujuan dengan menuliskan dilembar kertas meta plan. 4. Diskusi (Debating) Mekanisme secara umum menggunakan kaidah diskusi kelompok terarah (focused group discustion/FGD) melalui: salah satu kelompok mempresentasikan kebijakan, strategi dan program kegiatan, kelompok lain mencermati dan menghimpun penjelasan dan/atau mensinkronisasikan dengan kebijakan, strategi dan program masing-masing untuk penyempurnaan rencana aksinya. Demikian selanjutnya untuk kelompok-kelompok lain. 5. Presentasi Rencana Aksi Presentasi hasil rencana aksi rumusan kebijakan dan strategi terpadu yang sudah disusun oleh masing-masing pada meja 4 sisi, dilakukan oleh perwakilan peserta. Presentasi ini lebih bersifat verifikatif dan pengecekan akhir. 6. Analisis Data Analisis data hasil dilakukan dengan mengkomparasi dan mensinergikan antara jenis kegiatan yang akan dilakukan masing-masing SKPD dengan waktu pelaksanaannya. Terdapat jenis kegiatan/kebijakan tertentu yang harus diselesaikan sesuai frame waktu yang disepakati bersama. 7. Penyajian Hasil Analisis Penyajian hasil analisis dan pembahasan disamping dalam bentuk deskriptif analitis, juga disajikan dalam matriks deskripsi kebijakan masing-masing kelompok yang menduduki masingmasing sisi/kelompok diskusi dengan syarat konsistensi anggota kelompok diskusi harus dijaga. Identifikasi alternatif kegiatan/program yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dan merupakan hasil senergitas antara kelompok-kelompok selama periode-periode waktu yang telah ditentukan dan matrik berbagi peran dan fungsi dalam pengembangan agroindustri rumput laut. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kebijakan besar dalam pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Buton adalah “Menuju Industrialisasi Rumput Laut”. Sebagai konsekuensi logis atas kebijakan industrialisasi, adalah penyiapan faktor industri yang paling dominan disamping potensi komoditas unggulan, juga penyiapan masyarakatnya. Transformasi masyarakat dari masyarakat paguyuban (agraris) yang berorientasi pada efektifitas menjadi masyarakat patembayan (industri) yang berorientasi pada kualitas dan efisiensi tidaklah mudah dan membutuhkan strategi dan tindakan nyata. Oleh karena itu, keterlibatan berbagai pihak dan SKPD dibutuhkan guna penyiapan pelaku-pelaku tersebut. Strategi pengembangan budidaya rumput laut yang telah, sedang dan akan dijalankan di Kabupaten Buton, antara lain meningkatkan: (1) produksi budidaya rumput laut melalui pengembangan kawasan budidaya, (2) kualitas produksi rumput laut, (3) pengaturan lokasi budidaya sesuai peruntukannya berdasarkan zona kawasan budidaya, (4) fasilitasi terbangunnya industri pengolahan rumput laut, (5) fasilitas transportasi hasil, (6) jaringan pemasaran bagi para
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-78
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
pembudidaya, (7) teknologi produksi, pasca panen dan pemasaran, (8) peran, fungsi, jumlah penyuluh dan tenaga pendamping, serta fasilitas dan biaya operasional penyuluh perikanan, (9) ketersediaan Infrastruktur seperti jalan produksi, fasilitas penjemuran dan gudang rumput laut, dan (10) peran dan fungsi Balai Benih. Adapun strategi implementasinya adalah meningkatkan produksi perikanan budidaya dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan pembudidaya rumput laut. Untuk merialisasikan strategi tersebut, melalui DKP menjalankan program: (1) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP); (2) Pengembangan Budidaya Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Pengurangan Kemiskinan (SAFVER) Tahun 2009-2013, dan (3) PUMP Perikanan Budidaya 20013-2014. Salah satu hasil pelaksanaan program dan kegiatan tersebut dapat dilihat dari pengembangan produksi budidaya rumput laut, sebagai salah satu komoditas unggulan. Secara rinci produksi dan jumlah petani yang terlibat disajikan pada Tabel 1, sedang penyebaran sentra-sentra produksi di 9 (sembilan) kecamatan dan 44 (empat puluh empat) desa yang dipetakan pada Gambar 1. Tabel 1. Pengembangan Produksi Budidaya Rumput Laut 2009 s/d 2013 Tahun Produksi Budidaya Jumlah Pembudidaya (Ton) (Orang) 2009 11.272,63 3.896 2010 13.745,00 4.003 2011 21.707,41 4.140 2012 21.854,20 4.559 2013 26.312,10 5.496
Gambar 1. Peta sebaran budidaya rumput laut di Kabupaten Buton Atas dasar gambaran potensi dan sebaran produksi komoditas rumput laut tersebut, maka upaya-upaya yang dilakukan dalam menjamin ketersediaan bahan berbasis rumput laut, adalah: (1) Pembinaan kelompok pembudidaya (pelatihan, penyuluhan dan pendampingan), (2) peningkatan produksi (intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya), (3) membangun sarana dan prasarana pendukung, (4) pasca panen (sarana pengering, gudang dan alat angkut), dan (5) membangun jaringan informasi pasar (penetapan standarisasi harga jual).
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-79
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
2. Kebijakan Perdagangan dan Industri Pengolahan Rumput Laut 1) Dasar Kebijakan Mengacu pada fungsi pelayanan pemerintah daerah dalam bidang ekonomi selaras dengan yang telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah diamanati untuk meningkatkan kemandirian lokal melalui pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki secara efisien dan optimal dalam rangka peningkatan daya saing daerah. Untuk itu, maka dimungkinkan dengan memberi keleluasaan fungsi terhadap BUMD, UMKM, dan BUMS sebagai pelaku investasi didaerah, dimana pemerintah harus memberi pelayanan perizinan dan perlindungan usaha secara efesien dan efektif. Konsep dasar pembangunan industri di daerah dapat dilakukan dengan lebih efisien, efektif dan produktif dalam rangka memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki daerah untuk meningkatkan daya saingnya. Dalam kerangka tersebut, salah satu pendekatan yang secara nyata dapat meningkatkan daya saing dearah adalah melalui pendekatan pengembangan kompetensi inti industri daerah. Upaya yang dilakukan sejalan dengan strategi dan arah kebijakan bidang ekonomi dalam menerapkan ekonomi kerakyatan, mengembangkan perekonomian secara global sesuai dengan kemampuan daya saing, mengembangkan dan meningkatkan prasarana ekonomi wilayah, meningkatkan PAD, mengembangkan pemanfaatan potensi wilayah, memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi, serta BUMD untuk mandiri, efisien dan menguntungkan. Konsep kompetensi inti daerah merupakan konsep dinamis yang mempunyai arti sebagai suatu atau sekumpulan karateristik positif yang menonjol dan kompetitif dari suatu daerah, seperti potensi sumber daya, ketersediaan SDM, keunikan produk, daya serap pasar atau keberadaan kluster industri. Kompetensi industri terkait dengan karateristik positif yang memiliki, diantaranya: (1) Spesifik pada produk barang dan atau jasa tertentu; (2) keterkaitan rantai nilai (value chain) suatu industri atau kluster industri secara keseluruhan sebagai suatu sistim; dan (3) kompetensi yang mengacu pada keunikan sumberdaya dan kapabilitas, menentukan keunggulan daya saing berkelanjutan dari suatu sektor industri. Penerapanya dapat memacu perkembangan suatu wilayah, dimana pembangunan infrastruktur wilayah diarahkan untuk memaksimalkan kinerja komoditas unggulan. Gambar 2 berikut merupakan ilustrasi pembengunan indutri berbasis kompetensi inti daerah. 2) Aktivitas Utama dan Penunjang Produksi Rumput Laut Aktivitas utama dalam rantai nilai produksi rumput laut mencakup 5 aktivitas, yaitu :(1) Logistik internal budidaya, pengadaan perlengkapan budidaya seperti rakit, perahu dsb., (2) operasi budidaya, mencakup aktivitas penanaman bibit, pemeliharaan dan pemanenan, (3) logistik eksternal budidaya, meliputi aktivitas penanganan pasca panen, penyimpanan dan pengangkutan, (4) pemasaran produk, biasanya dijual kepada para pedagang pengepul, kemudian menjualnya kepada pengusaha/pabrik pengolahan rumput laut di beberapa kota, dan (5) pelayanan, dilakukan oleh produsen atau pihak instansi teknis terkait perlu dilakukan, terutama untuk menjamin hak-hak konsumen untuk memperoleh produk yang aman dan bermutu baik. Aktivitas penunjang pada rantai nilai budidaya rumput laut adalah: (1) Infrastruktur, kebijakan dan kelembagan infrastruktur meliputi kebijakan pembiayaan, pewilayahan, pembentukan kelembagaan/asosiasi/koperasi petani rumput laut, pembentukan kemitraan antara petani rumput laut dengan pedagang besar/eksportir dan atau industry pengolahan, kelembagaan standarisasi dan sertifikasi mutu, (2) pengembangan teknologi, mencakup teknologi bibit unggul, budidaya, pasca panen termasuk teknologi penyimpanan dan pengangkutan serta informasi persiapan prabudidaya, pemasaran dan layanan pelanggan, (3) pengembangan SDM, mencakup penyuluhan dan pelatihan teknik budidaya, teknologi pasca panen serta pembinaan mutu, dan (4) pengadaan sarana prasarana, mencakup bantuan alat budidaya dan bibit unggul, petugas pemantau lapangan, bantuan alat penanganan pasca panen termasuk alat penyimpanan, sarana dan prasarana sistim informasi dan lembaga pengujian/sertifikasi.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-80
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
SDM
Potensi Keuanggulan Komparatif Daerah
SARAN A
INDUSTRI BERBASIS KOMPETENSI INTI DAERAH
Daya Saing Industri
PASAR
Daya Saing Industri
KELEMBAGAAN Kluster Industri Daya Saing Industri Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Gambar 2. Skema pengembangan industri berbasis kompetensi inti daerah 3) Aktivitas Utama Industri Pengolahan Rumput Laut Aktivits utama rantai nilai industri pengolahan rumput laut juga mencakup lima kelompok aktivitas, yaitu: (1) Logistik internal pengolahan rumput laut terdiri atas: (i) Investasi dan modal kerja, lambannya perkembangan industri pengolahan disebabkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modal pada industri tersebut, (ii) pengadaan bahan baku, memiliki sumberdaya yang potensial, (iii) bahan tambahan, tidak menjadi masalah karena tersedia di pasaran, (iv) mesin/peralatan pengolaha, seperti peralatan produksi agar agar, alginate dan karagenan, sulit diperoleh dan bahkan petani belum mengetahui cara pengolahan dan dimana perolehannya sehingga perlu diberikan bantuan dan pelatihan teknis, (v) pengecekan mutu bahan industri pengolahan memerlukan keahlian, pada umumnya petani belum memiliki keahlian tersebut sehingga diperlukan pelatihan untuk meningkatkan keahliannya. (2) Operasi pengolahan rumput laut mencakup aktivitas: (1) proses pengolahan merupakan aktivitas utama yang sangat menentukan rantai nilai industri pengolahan rumput laut dan sangat tergantung pada produk akhir yang dihasilkan, dan (2) Kedua pengepakan hasil olahan rumput laut pada umumnya merupakan bahan pangan, sehingga memerlukan penanganan yang sehat dan aman, oleh karena itu perlu dilakukan pengepakan yang menjamin mutu produk olahan tersebut. (3) Logistik eksternal pengolahan rumput laut meliputi aktivitas penyimpanan dan pengangkutan. Kegiatan penyimpanan produk olahan sebelum dipasarkan seharusnya dilakukan dengan baik untuk menjamin mutu produk, begitu juga pada saat pengangkutan hendaknya dilakukan dengan aman agar produk tidak rusak. (4) Pemasaran produk olahan rumput laut mencakup beberapa aktivitas yaitu: (i) Promosi, masih diperlukan peran pemerintah dan asosiasi untuk membantu pelaksanaannya karena keterbatasan teknis dan pembiayaan, (ii) distribusi, merupakan salah satu bagian penting dalam pemasaran, juga masih perlu peran pemerintah untuk menjamin kelancarannya, dan (iii) penjualan, masih dibutuhkan fasilitasi pemerintah, terutama penjualan dalam jumlah besar atau ekspor.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-81
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
(5) Pelayanan dilakukan untuk menjamin hak-hak konsumen dalam mengkonsumsi produk hasil olahan rumput laut secara aman dan memuaskan. Layanan yang dapat diberikan antara lain; (i) sertifikasi mutu produk sesuai dengan SNI dan atau standar produk yang berlaku dinegara tujuan, (ii) informasi pasar, dan (iii) keluhan konsumen, sehingga dapat diperoleh umpan balik untuk meningkatkan mutu produk. 4) Aktivitas Penunjang Industri Pengolahan Rumput Laut Aktivitas penunjang industri pengolahan rumput laut pada rantai nilai meliputi: (i) penunjang dibidang infrastruktur dan kelembagaan, seperti kebijakan pembiayaan investasi dan modal kerja, (ii) pengembangan industry pengolahan terutama di wilayah sentra-sentra produksi yang dapat menjamin terciptanya integrasi vertikal antara produsen dengan industry pengolahan, (iii) pengembangan SDM, seperti pelatihan teknologi pengolahan, teknik proses pengolahan serta pembinaan mutu produk hasil olahan, dan (iv) dibidang sarana dan prasarana, berupa bantuan alat atau mesin pengolahan, alat pengepakan dan penyimpanan serta lembaga pengujian dan sertifikasi mutu. 3.
Proses Perencanaan Aksi Kerpaduan Kebijakan Empat leading sector (SKPD) terkait dengan pengembangan agroindustri rumput laut di Kabupayen Buton antara lain; DKP, DKUKM, DPP dan BKPP berkolaborasi melakukan integrasi kebijakan, strategi dan program peningkatan fungsiguna rumput laut di Kabupaten Buton. Kegiatannya dimulai dari ekspose kebijakan dan strategi oleh 4 SKPD tersebut. Suasana forum selama ekspose, sekilas memberikan kesan bahwa kebijakan dimasing-masing instansi masih sebatas kebijakan sektoral, belum terlihat adanya buhungan keterkaitan yang menjurus pada tata peran dan pelaku. Kecanggungan diantara pelaku masih nampak walaupun sudah muncul beberapa pernyataan terkait dengan alokasi kewenangan. DKP memberikan gambaran sumberdaya yang ada dalam pengelolaannya, yaitu perikanan tangkap, budidaya intensif (termasuk didalamnyan budidaya rumput laut), sumberdaya pesisir dan pulau kecil, pengawasan, kelembagaan dan SDM. Terkait dengan rumput laut, secara khusus dijelaskan secara detail potensi dan sebarannya. Demikian halnya isu-isu yang menyertai pengusahaan komoditas rumput laut, diantaranya isu-isu keterbelakangan dan kemiskinan petaninya, serta isu terkait dengan pencemaran air laut yang berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap produktifitas rumput laut. Strategi pengembangan budidaya rumput laut yang dijadikan kebijakannya, antara lain meningkatkan: (i) produktivitas produksi, (ii) tumbuhkembang industri pengolahan, (iii) kualitas produksi dan produk terutama ketepatan umur panen 45 hari, (iv) fasilitasi transportasi (sampan/perahu), (v) penerapan zona kawasan, (vi) pemasaran, (vii) teknologi produksi dan pascapanen, (viii) kemampuan, fasilitas operasi dan jumlah penyuluh, (ix) infrastruktur, pengemasan dan produksi, dan (x) fungsi balai benih. Strategi dan implementasinya mencakup peningkatan produksi perikanan secara umum dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan petani. Terkait hal tersebut telah dilaksanakan program-program: P2HP, SAFER dsb. Adapun program industrialisasi rumput laut, DKP meningkatkan pembinaan kelompok budidaya, produksi, sarana prasarana pendukung proses produksi, dan jaringan informasi pasar melalui e-marketing. DPP dalam merespon perkembangan komoditas rumput laut, baru dalam taraf kebijakan umum dan belum masuk dalam ranah implementasi. Startgi utamanya, memasukkan komoditas rumput laut kedalam jajaran komoditas unggulan yang sedang dilakukan penilaian untuk dijadikan kompetensi inti daerah. Disisi lain, DKUKM menyatakan bahwa perhatiannya terhadap komoditas rumput laut masih dirasa kurang dan bahkan secara khusus belum menjadikan prioritas. Pada hal, jika dilihat dari sisi UKM yang berkembang sangat potensil. Terdapat 1285 UKM dan menyebar di 3 wilayah Boton. Sayangnya hampir semua UKM tersebut bergerak dibidang jasa dan kerajinan, sedang UKM yang bergerak dibidang pengolahan rumput laut masih relatif kecil. Hal ini sebagai bukti bahwa produk olahan rumput laut belum bisa berkembang sebagaimana mestinya, oleh karena beberapa masalah, diantaranya: (i) kapasitas SDM masih relatif rendah, (ii) modal kecil dan pendirian koperasi cenderung untuk mencari bantuan, modal usaha koperasi sebagai modal bergulir belum bisa memenuhi kebutuhan, (iii) keperpihaakan masih setengah hati, diperlukan payung
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-82
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
hukum untuk mengembangkan rasa berkeadilan, dan (iv) perlu realokasi sumberdaya sosial berbasis pada kompetensi. BKPP telah membidik rumput laut agar dapat berkontribusi untuk ketahanan pangan lokal. Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan dilapangan diantaranya memadukan penyediaan pangan dengan sumber dana APBD, potensi rumput laut luar biasa sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kerawanan pangan, pengembangan berbagai produk pangan berbahan baku rumput laut, dan pelatihan-pelatihan yang menyangkut perikanan termasuk ketahanan pangan diharapkan tidak hanya dari 1 SKPD. Orientasi pengembangan pada bahan makanan pokok masih menjadi priorotas sebagai upaya antisipasi kerawanan pangan daerah pada musin-musim tertentu. 4.
Sinkrunisasi dan Ekspose Keterpaduan Kebijakan 1) Sinkronisasi Tata Peran dan Kebijakan Beberapa issu yang muncul dalam FGD adalah bermainnya mafia dalam perdagangan komoditas rumput laut, peran tengkulak yang tidak hanya sebagai pedagang pengepul tetapi juga penyedia modal kerja sehingga berpotensi pemegang otoritas/monopoli penetapan harga. Olek karena itu, kehadiran dan keberadaan lembaga-lembaga keuangan formal walaupun sifatnya mikro sangat dibutuhkan kontribusinya. Salah satu jalan keluarnya adalah merengkuh para tengkulak-tengkulak dan petani rumput laut serta UKM kedalam satu wadah kemitraan usahan yang dapat dipayungi badan hukum koperasi atau lainnya yang sesuai. Pengembangan produk olahan rumput laut sudah dinilai mendesak untuk direalisasikan sebagai penunjang pengembangan budidaya yang relatif lebih siap dan baik. Untuk itu, DPP menawarkan kegiatan penelusuran investor agar bersedia menanamkan investasinya dibidang pengolahan rumpu laut, tawaran DPP mendapatkan tanggapan positif dari DKP dan DKUKM dengan catatan bahwa tidak keberatan menghadirkan investor, namun terlebih dulu uapayaupaya penguatan UKM, Koperasi atau bahkan KUBE dijadikan prioritas utama. Hal ini, dilakukan dalam rangka membangkitkan ethos kerja petani rumput laut agar tidak hanya menjadikan budidaya rumput laut sekedar pekerjaan sampingan. Beberapa akibat buruk yang ditimbulkan prilaku kerja sampingan, diantaranya kontinuitas produksi tidak dapat terjamin, kualitas produk rendah, dan produktivtas juga rendah demikian halnya penghasilannya. Permasalahan lain yang mengemuka adalah standarisasi harga komoditas rumput laut, yang selama ini tidak menentu dan kurang jelas dasarnya. Penentuan harga rumpu laut didominasi oleh tengkulak, atas dasar kuallitas dan varietasnya. Alasan yang mengemuka, naik turunnya harga lebih disebabkan pada ketersediaan barang dan serapan pasar atau betul-betul berlaku hukum ekonomi bebas (permintaan dan penjualan semata). Perlindungan terhadap harga tersebut menjadi kesepakatan oleh semua SKPD peserta FGD, sehingga dinilai perlu segera diterbitkan payung hukumnya. Peserta FGD juga menyadari bersama bahwa masih ada masalah dalam pengolahan pascapanen untuk menghasilkan kualitas seperti yang diinginkan. Termasuk didalamnya penampungan atau penggudangan sementara sebelum produk digunakan selanjutnya. Terkait dengan penggudangan, diusulkan agar ada penyesuaian antara lokasi gudang dengan centracentra penghasil dan sentra industri/UKM. Oleh karena itu, sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan, serta penganggaran antar SKPD dalam pengembangan agroindustri rumput laut menjadi kunci produktivitas kebijakan dan keberhasilan. Hasil FGD terekam melalui metaplan secara singkat disajikan pada Tabel 2, sedang tataperan antar SKPD disajikan pada Tabel 3 berikut;
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-83
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Tabel 2. Hasil FGD sinkronisasi kebijakan Klp/ Institusi DKP (Kelompok /sisi A)
DK UKM (Kelompok / sisi B)
Periode waktu ke-1 Identifikasi/mapin g calon lokasi pengembangan budidaya rumput laut Sosialisasi Pengembangan agroindustri rumput laut. Peningkatan SDM pembudidaya rumput laut.
Periode Waktu ke-2 Ketersediaan dan kecukupan bahan benih rumput laut Dukungan sarana prasarana pembudidaya rumput laut. Dukungan permodalan untuk pengembangan rumput laut, biar tidak tergantung pada tengkulak.
Periode Waktu ke-3 Membangun kemitraan plasma antara pembudidaya dan pedagang pengepul. Dukungan investor pengembangan rumput laut.
Periode Waktu ke-4 Pengembangan industri pengolahan rumput laut. Peningkatan akses pasar.
Pembentukan sentra-sentra industri rumput laut, khususnya di 3 lokasi, yaitu Lasalimu, Kapontori dan Lasalimu selatan.
Peningkatan kapasitas pelaku, melalui pengembangan kelembagaan dan penguatan SDM.
Penguatan modal usaha.
Pendampingan usaha.
Penguatan Peralatan.
Promosi produk.
Pelatihan industri. Diversifikasi produk olahan.
DPP (Kelompok / sisi C)
Sosialisasi tentang keunggulan rumput laut khususnya pada koperasi dan UKM nelayan. Tuju koperasi pada tuju kecamatan.
BKPPD (Kelompok / sisi D)
CPCL/Identifikasi kelompok dan pembentukan kelompok budidaya rumput laut.
Pembentukan KUBE-KUBE di lokasi sasaran. Penentuan jenis produk olahan yang akan dipilih oleh KUBE-KUBE.
Pembinaan kelompok budidaya rumput laut. Peningkatan SDM Penyuluh. Pembinaan kelompok dalam rangka peningkatan produksi dan kualitas produksi.
Ketersediaan Bahan baku.
Pemasaran. Monitoring dan supervisi.
Produksi produk olahan rumput laut. Pelatihan untukKUBE-KUBE dan staf koperasi serta UKM berkaitan dengan produk olahan rumput laut, baik makanan maupun minuman.
Promosi dan pemasaran produk unggulan.
Pembinaan penanganan pascapanen rumput laut.
Pembimbingan pemasaran hasil. Peningkatan pendapatan.
Pelatihan pengolahan hasil.
Keterangan: DKP: Dinas Kelautan dan Perikanan, DPP : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, DKUKM : Dinas Koperasi dan UKM, dan BKPPD: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-84
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Tabel 3. Berbagi peran saling mendukung dalam Pengembangan Agroindustri Rumput Laut Klp. DKP
DPP
DKP
Disperindag Penyedia Bahan Baku rumput laut. Penentuan area tanam dan penghasil rumput laut. Pembinaan dan pendampingan petani pembudidaya. Penyedia bibit yg sesuai.
Diskopukm Kelompok-kelompok petani nelayan. Kelompok pengolah rumput laut. Informasi kebutuhan modal dan pasar.
BKPP Bahan baku rumput laut dan varietasnya. Kelompokkelompok penghasil rumput laut. Kelompok pengolah rumput laut.
Menyiapkan atau menyediakan saluran penjualan rumput laut.
Penyiapan centracentra industri kecil dan menengah (IKM) pengolah rumput laut.
Meningkatkan Serapan hasil panen rumput laut sebagai bahan baku atau setengah jadi untuk industri pengolahan rumput laut atau sebagai komoditas perdagangan.
Penyiapan investor potensian yang dapat menunjang koperasi dan UKM.
Penelusuran dan penyediaan teknologi proses industri makanan berbasis rumput laut.
Memeperluas akses pasar untuk menggaerahkan usaha berbasis rumput laut.
Penyiapan UKM rumput laut untuk menuju industrialisasi berinvestasi tinggi. DKUKM
Menyiapkan kelembagaan keuangan formal yang dapat memfasilitasi kredit usaha tani rumput laut terpercaya.
Penyiapan UKMUKM handal yang mampu menjadi komponen utama industri besar bebahan baku rumput laut.
Memfasilitasi kelembakaan petani rumput laut untuk menjadi bakal calon anggota atau anggota tetap koperasi (KUB cikal bakal koperasi).
Pemasok data dan informasi, serta barang komoditas/produk hasil UKM sebagai komoditas perdagangan.
Perintisan dan pembinaan UKM pengolahan produkberbasis rumput laut beserta difersifikasinya.
ISBN: 978-602-7998-92-6
Fasilitasi sarana dan prasarana UKM/industri pengolahan Rumput Laut.
Berfungsi dan berkembangnya UKM penghasil diversifikasi produk olahan rumput laut sebagai bahan pangan. Peningkatan penghasilan UKM-UKM rumput laut sehingga mampu secara mandiri melakukan penyediaan pangannya.
B-85
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
BKPPD
Memberikan penyuluhan dan pembinaan pada petani-petani rumput laut peningkatan produktivitas dan kualitas produksi, serta pengolahan pasca panennya. Pendampingan usaha baik budidaya, pengolahan pascapanen maupun industri olahannya serta pemasaran.
Mendukung penyuluhan dan pembinaan UKMUKM rumput laut agar berorientasi industrialisasi, yakni berorientasi pada kualitas, produktivitas, tepat waktu dan jumlah, serta kontinyu. Menjamin kesediaan bahan pangan untuk membangun kepastian usaha.
Penyadaran petani terkait pentingnya usaha kelompok dan keberadaan koperasi sebagai upayan penjaminan keberlanjutan. Memotifasi dan peningkatan kompetensi pelakupelaku UKM untuk dapat bekerja sama dan mengakses berbagai sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaaha.
Keterangan: DKP: Dinas Kelautan dan Perikanan, DPP : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, DKUKM : Dinas Koperasi dan UKM, dan BKPPD: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah.
2) Keterpaduan Lingkup Kebijakan DKP yang berada pada kelompok/sisi A, menegaskan kebijakan pengembangan rumput laut di Kabupatan Buton, mulai dari pengusahaan dan ketersediaan bibit, budidaya, panen dan pascapanen, serta penyiapan bahan baku industri pengolahan atau aktivitas usaha selanjutnya. Sementara DKUKM yang berada pada kelompok /sisi B, menegaskan kebijakan tentang peran dan fungsi Koperasi dan UKM dalam mendukung pengembangan komoditas dan usaha rumput laut. Prioritas alokasi sumber pendanaan, baik untuk fasilitasi input produksi (modal kerja, sarana-prasarana termasuk alat mesin, penyediaan bahan baku, akses pasar dsb), maupun pelatihan-pelatihan yang dibutuhkaan. Demikian halnya DPP yang berada pada kelompok/sisi C, menegaskan atas dasar kewenangannya maka kebijakan yang diambil adalah pengembangan jejaring distribusi dan pemasaran, pengembangan indusstri pengolahan dan perdagangan bahan olahan rumput laut tidak sebatas sebagai produk unggulan namun sudah mengarah pada produk kompetensi inti daerah. Adapun BKPPD yang ada pada kelompok/sisi D, menegaskan kebijakannya diambil secara proporsional dalam pemanfaatan dan alokasi potensi pengembangan komoditas rumput Laut untuk mendukung kedaulatan dan mengantisipasi kerawanan pangan daerah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kebijakan, strategi dan rencana aksi Pemda Buton terkait dengan peningkatan fungsiguna komoditas rumput laut dapat dipadukan melalui sinkrunisasi peran dan fungsi 4 (empat) SKPD Teknis (DKP, DKUKM, DPP dan BKPP), menunjukkan terjadinya optimalisasi keterpaduan kebijakan, sinkronisasi strategi dan periode waktu rencana aksi serta alternatif alokasi penganggarannya. Kebijakan dan strategi masing-masing SKPD berbasiskan tata peran dan fungsinya, sekilas berbeda dan terkesan sektoral, namun keterpaduan dari keempatnya membentuk satu bangunan kebijakan dan strategi dalam mewujudkan komoditas rumput laut sebagai produk unggulan dan kompetensi inti daerah. Pengembangan industri pengolahan rumput laut dijadikan prioritas dengan sentuhan perbaikan diberbagai tingkat dan lini. Keterpaduan kebijakan dan strategi tersusun dalam suasana berbagi pengetahuan, peran dan fungsi yang berbasis kemitraan diantara pemegang kebijakan. Saran Model penelitian aksi seperti ini akan memberikan manfaat lebih manakala dilakukan secara periodik dan secara mandiri yang sekaligus sebagai proses evaluasi dan perencanaan untuk waktu
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-86
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
berikutnya. Terlebih untuk wilayah pemekaran baru, seperti Kabupaten Buton Tengah, Buton Utara dan Buton Selatan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Data Statistik Perikanan Kabupaten Buton. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton. Annisa, E.P, 2014, Analisis dan Perancangan Group Decision Support System (GDSS) Berbasis Web pada Diskusi Partisipatif Yonmenkaigi System Method (YSM). Journal Ilmiah Universitas Bakrie, Vol 2, No 05. Jakarta. http://journal.bakrie.ac.id/index.php/jurnal_ilmiah_ub/article/view/748/0 Jong-il Na, Norio Okada, Liping Fang, 2012. Utilization of the Yonmenkaigi System Method for Community Building of a Disaster Damaged Village in Korea. IEEE International Conference on Systems, Man, and Cybernetics, October 14-17, COEX, Seoul, Korea (ieeexplore.ieee.org ) Jong-il Na and Norio Okada, 2011. Implementation of the Yonmenkaigi System Method for Capacity Building on Disaster Risk Management in Local Community of Merapi Volcano. Annuals of Disas. Prev. Res. Inst., Kyoto Univ., No. 54 B. Kyoto. http://www.dpri.kyotou.ac.jp/nenpo/no54/ronbunB/a54b0p19.pdf Jong-il Na, Norio Okada, Bambang H Argono, Djoko Legono, Naoki Uehata, 2009a. A Challenge of Mutual Knowledge Development in Implementation of the Yonmenkaigi System for Sand Mining Management in Local Community of Merapi Volcano. Journal of Natural Disaster Science, Volume 31, Number 2, 2009, pp43-55 www.jsnds.org/contents/jnds/31_2_43.pdf Jong-il Na, Norio Okada, Liping Fang, 2009b. A Collaborative Action Development Approach to Improving Community Disaster Reduction Using the Yonmenkaigi System. Journal of Natural Disaster Science, Volume 30, Number 2, pp57-69 (http://www.jsnds.org/jnds/30_2_2.pdf) Mustari T., 2011. Pengembangan Marikultur di Sub Proyek Buton. Laporan. Norio Okada, Jong-il Na, Liping Fang, Atsushi Teratani, 2013. The Yonmenkaigi System Method: An Implementation-Oriented Group Decision Support Approach. Springer International Publishing AG, Part of Springer Science+Business Media, Group Decision and Negotiation January, Volume 22, Issue 1, pp 53-67 link.springer.com/article/10.1007/s10726-0129290-x Nurdianty. 2012. Evaluasi Mutu dan Penanganan Pascapanen Rumput Laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-87