—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
MEMBANGUN KARAKTER MAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dodik Kariadi STKIP SINGKAWANG KALBAR
[email protected] Abstrak Pendidikan karakter telah menjadi pembahasan secara nasional, mulai dari pusat hingga di daerah menjadi tanggung jawab utama bagi pelaksana pendidikan. Setiap pendidik berkewajiban untuk membina karakter generasi muda khususnya mahasiswa. Hal ini menandakan bahwa dosen memiliki peran strategis di dalam membina dan mengembangkan karakter mahasiswa sehingga diperoleh karakter yang mencerminkan karakter manusia Indonesia. Pembentukan karakter bangsa tidak terlepas dari pembinaan karakter di lembaga pendidikan. Salah satu sarana yang dipandang strategis dalam membina karakter mahasiswa yakni melalui perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK). Pendidikan Kewarganegaraan memiliki fungsi sebagai wahana untuk membentuk warganegara muda yang cerdas terampil & berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesai dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai amanat Pancasila & UUD 1945. Kata kunci: pendidikan karakter, pendidikan kewarganegaraan Pendahuluan Dunia pendidikan menghadapi suatu masa yang sangat rumit di dalam pembentukan karakter warga negara. Hal ini mengacu pada pandangan Lickona (2012:6) bahwa pengetahuan moral yang paling mendasar pun saat ini tampak perlahan menghilang dari kehidupan manusia yang berbudaya. Pandangan demikian didasarkan pada kenyataan tingkah laku warganegara di Amerika Serikat. Bila dikaitkan pandangan yang dilontarkan oleh Lickona di atas dengan kenyataan karakter mahasiswa Indonesia dewasa ini memang tidak jauh berbeda. Perilaku mahasiswa Indonesia umumnya diwarnai dengan kekerasan, tawuran, narkoba, dan perilaku seks bebas. Hal ini tentu bertentangan dengan masyarakat Indonesia yang beragama. Dengan demikian, maka pengetahuan moral yang paling mendasar pun saat ini tampak perlahan menghilang dari kehidupan warga Negara Indonesia yang nota bene merupakan masyarakat yang berbudaya. Komitmen nasional tentang perlunya membangun karakter tertuang dalam undang-undang yang dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Mahasiswa adalah warga negara hipotetik, yakni warga negara yang “belum jadi” karena masih harus dididik menjadi warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi warganegara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Pemeritah telah menyadari bahwa PKn dimunculkan pada perguruan tinggi dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami bahwa ethos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang bertanggung jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Sampai saat ini PKn sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Dimana konfigurasi atau kerangka sistemik PKn telah dibangun atas dasar paradigma kurikuler, teoritik dan progmatik.
526
SNPSI Tahun 2016
ISBN: 978-602-74564-0-2
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
Jadi dengan adanya mata kuliah PKn pada perguruan tinggi hendaknya dapat mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. PKn juga diharapkan menghasilkan mahasiswa yang berfikir analitis dan kritis terhadap setiap kebijakan dan tindakan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Kemudian membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik di tingkat lokal maupun nasional. Menjadikan mahasiswa yang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta mengembangkan kultur demokrasi dan membentuk warga negara yang pancasilais. Pembahasan Untuk memahami bagaimana membangun karakter mahasiswa melalui PKn maka hal ini akan bisa tercermin apabila kita memahami kosep dasar dari karakter & pendidikan karakter, pembelajaran PKn dan pembentukan karakter serta implementasi PKn yang baik & benar. 1. Karakter dan Pendidikan Karakter Secara umum, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Scerenko (Samani & Hariyanto, 2012: 42), mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, atau suatu kelompok, atau bangsa. Pada halaman yang sama Robert Marine mengambil pendekatan yang berbeda terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi seseorang. Samani & Hariyanto (2012:43), mendefiniskan karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian tersebut menekankan dua hal, yakni karakter menjadi pembeda seseorang dengan orang lain, dan karakter diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:682), dijelaskan bahwa karakter bermakna sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain, watak; sementara berkarakter diterjemahkan sebagai mempunyai tabiat atau mempunyai kepribadian. Sebagai wujud dari tabiat dan sifat, karakter ditelaah oleh Khan (2010:1) sebagai sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, intergrasi pernyataan dan tindakan. Sementara itu, karakter menurut pengamatan filsuf kontemporer bernama Michael Novak sebagaimana dikutip oleh Lickona (2012:81), merupakan campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah. Dalam buku Pendidikan Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk mengemukakan bahwa Wynne (1991) menyatakan bahwa istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti „to mark‟ (menandai). Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter. Kesatu, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan „personality‟. Seseorang baru bisa disebut „orang berkarakter‟ apabila tingkahlakunya sesuai kaidah moral. Dengan demikian pendidikan karakter yang baik, menurut Lickona, harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” dan „acting the good”. Karakter menurut Kalidjernih (2010) lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral yang awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan melalui polapola perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. Karakter adalah The combination of qualities and personality that makes one person or thing different from others (Hidayatullah, 2011). Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. ISBN: 978-602-74564-0-2
SNPSI Tahun 2016
527
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
Dalam pandangan Purwasasmita (2010) disebut watak jika telah berlangsung dan melekat pada diri seseorang. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Secara psikologis dan socio-cultural, pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi social kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sociocultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development) (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 4). Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih, sehat, dan menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan kreatifitas. Dalam konteks suatu bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan yang melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Karakter berfungsi sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis di antara bangsabangsa lain. Karena itu, dalam pemaknaan demikian, manusia Indonesia yang berkarakter kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religius, moderat, cerdas, dan mandiri. Sifat religius dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran. Sifat moderat dicirikan oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan. Sifat cerdas dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju. Dan sikap mandiri dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa. Untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang kuat menurut Kaelan (2011) seyogyanya didasarkan pada dasar filosofis bangsa. Bangsa Indonesia telah menentukan jalan kehidupan berbangsa dan bernegara pada suatu’khitoh’ kenegaraan, filosofischegrondslag atau dasar filsafat negara, yaitu Pancasila. Karena itu, etika politik kenegaraan sebagai prasyarat membentuk karakter bangsa pelu disandarkan pada nilai-nilai dasar Pancasila. Sebab sebagai dasar negara, filosofischegrondslag, Pancasila bukan merupakan suatu preferensi, melainkan sudah merupakan suatu realitas objektif bangsa dan negara Indonesia, yang memiliki dasar legitimasi yuridis, filosofis, politis, historis dan kultural. Berdasarkan pengertian karakter yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa pembinaan karakter dilakukan melalui pendidikan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Melalui pendidikan, diharapkan setiap orang dapat mewujudkan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan karakter berbasis potensi diri merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budaya harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap manusia untuk memiliki kompetensi intelektual, sikap, dan keterampilan. Bergulirnya pendidikan yang berbasis karakter, hal ini menandakan bahwa ada nilai yang selama ini telah hilang dari dunia pendidikan. Betapa tidak, jika diperhatikan beberapa tahun terakhir sasaran akhir pembelajaran lebih ditekankan pada aspek kognitif. Persoalan sikap seakan telah diabaikan, sehingga lulusan perguruan tinggi banyak yang tidak dikategorikan
528
SNPSI Tahun 2016
ISBN: 978-602-74564-0-2
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
tidak bermoral. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka bukan hal mustahil jika suatu saat akan terlahir masyarakat yang tidak bermoral. Oleh karena itu, menurut hemat penulis pendidikan karakter yang perlu dikembangkan adalah penanaman nilai dalam diri mahasiswa, baik itu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, maupun nilai tentang alam. Pembiasaan dan pembentukan sikap akan hal-hal yang baik akhirnya akan membentuk karakter mahasiswa. 2. Pembelajaran PKn dan Pembentukan Karakter Pembinaan karakter melalui proses perkuliahan sangat strategis dan tepat dilakukan. Mahasiswa akan tunduk dan patuh pada aturan main perkuliahan yang ditetapkan dosen diawal pertemuan. Dosen yang menetapkan suatu aturan main perkuliahan, pada dasarnya ia membentuk karakter mahasiswa, yakni karakter untuk disiplin dan jujur. Maka melalui perkuliah PKn diharapkan apa-apa yang menjadi target utama dalam membangun karakter mahasiswa. Sebelum lebih jauh masuk ke dalam bagaimana membentuk karakter telebih dahulu kita harus memahami apa itu PKn. Secara bahasa, istilah civic education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian berdasarkan literature yang saya baca Kerr (Winataputra & Budimansyah, 2012: 4), mengemukakan bahwa Citizenship education or civics education didefinisikan sebagai berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process. Maksud dari pendapat Kerr ini bahwa PKn secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sedangkan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut. PKn atau civic education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia dalam hal ini peserta didik, diri dan kehidupannya menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan (Kosasih djahiri, 2006: 9). PKn adalah sarana yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Menurut Komalasari (2011: 88), Pendidikan Kewarganegaraan beresensikan pendidikan nilai, sehingga Pendidikan Kewarganegaraan harus memberikan perhatiannya kepada pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku siswa. Sementara itu menurut Winataputra & Budimansyah (2012: 1), Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan subjek pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk keperibadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam “nation and character building”. Dalam konteks ini peran PKn bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara sangat strategis. Suatu negara demokratis pada akhirnya harus bersandar pada pengetahuan, keterampilan dan kebajikan dari warga negaranya dan orang-orang yang mereka pilih untuk menduduki jabatan publik. PKn bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik (to be good and smart citizens) yang memiliki komitmen yang kuat dalam mempertahankan kebhinekaan di Indonesia dan mempertahankan integritas nasional. Selanjutnya menurut Budimansyah & Suryadi (2008: 68), PKn merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistematik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut: Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience) dalam bentuk berbagai perilaku yang ISBN: 978-602-74564-0-2
SNPSI Tahun 2016
529
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Cholisin (2007: 7), menyatakan bahwa PKn adalah aspek pendidikan politik yang fokus materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sementara itu, Numan Soemantri (2001: 299) menyatakan bahwa PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya diproses guna melatih siswa untuk berfikir, menganalis, bersikap dan bertindak secara demokratis. Berkaitan dengan pengertian PKn ini Somantri (2001:154) menjelaskan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Dari beberapa pengertian di atas jelas bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memiliki fokus pada pembinaan karakter warga negara dalam perspektif kenegaraan, dimana diharapkan melalui mata pelajaran ini dapat terbina sosok warga negara yang baik (good citizenship). Sebagaiman lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah, materi PKn menurut Branson (1999: 4) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak kewarganegaraan). Komponen pertama, civic knowledge berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara (Branson, 1999: 8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagi persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui. Ketiga, Civic Disposition (watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif. Kemudian dalam buku Pendidikan Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk, dikemukakan bahwa Wynne (1991), menjelaskan bahwa istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti „to mark‟ (menandai). Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian nilai kebaikan dalam bnetuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter. Kesatu, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karate erat kaitannya dengan „personality‟. Seseorang baru bias disebut „orang berkarakter‟ apabila tingkahlakunya sesuai kaidah moral.
530
SNPSI Tahun 2016
ISBN: 978-602-74564-0-2
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
Dari pemaparan diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa dilahirkannya pendidikan kewarganegaran dimaksudkan sebagai perisai bagi suatu bangsa untuk menjaga hal-hal buruk atau negatif yang bia merusak bangsa itu sendiri. Kemudian bagi bangsa indonesai lahirnya PKn dimaksudkan sebagai wahana untuk membentuk warganegara yang cerdas terampil & berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesai dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai amanat Pancasila & UUD 1945 serta tetap menjaga bangsa ini walaupun terdapat gempuran dari luar tetapi gempuran tersebut tetap ditangkal dengan nilai moral yang ada pada PKn itu sendiri. Oleh karena itu peran pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk karakter muda dapat dimulai dari pembentukan karakter salah satunya adalah faktor keluarga dan pendidikan. Keluarga (pendidikan) adalah sebuah unit yang membangun bangsa dan untuk itulah negara dibangun. Keluarga adalah tempat dimana karakter anak dibentuk dimana pendidikan dimulai dan dipupuk, dimana norma pengambilan keputusan oleh si anak diciptakan. 3. Implementasi PKn dalam membangun Karakter Mahasiswa Karakter warga negara yang baik merupakan tujuan umum yang ingin dicapai dari PKn di negara-negara mana pun di dunia. Secara yuridis, keberadaan PKn di perguruan tinggi cukup kuat, dan sebagai mata kuliah yang wajib diikutioleh seluruh mahasiswa. Hal itu tampak jelas dalam pasal 37 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan tuntutan dan perubahan masyarakat di era reformasi, mata kuliah PKn di Perguruan Tinggi, telah dilakukan perubahan paradigma menuju kepada paradigma humanistik yang mendasarkan pada asumsi bahwa mahasiswa adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Indikasi ke arah itu tampak dari substansi kajian, strategi, dan evaluasi mata kuliah PKn yang ditawarkan kepada mahasiswa. Persoalan apakah nilai-nilai pembangunan karakter yang diajarkan dalam setiap mata kuliah harus bersifat ekplisit ataukah implisit saja, ini perlu dilakukan agar dapat dipahami betapa pentingnya PKn di setiap periode kehidupan bernegara di Indonesia untuk membangun warga negara yang baik meskipun dengan aksentuasi yang berbeda. Pendekatan contextual teaching and learning (CTL) atau dengan model portofolio merupakan pilihan model pembelajaran yang sekarang sering dipilih sebagai model pembelajaran PKn. Dalam model portofolio yang dalam praktik merupakan penerjemahan model project citizen banyak melatih dan menumbuhkan karakter warga negara yang ideal (demokratis). Nilai-nilai demokratis, partisipatif, kerjasama, peduli dan peka terhadap persoalan publik di sekitar mahasiswa, serta belajar otentik terhadap persolan kewargaan dan publik merupakan sesuatu yang dikembangkan dalam project citizen. Selain dengan metode di atas penulis akan memaparkan sedikit langkah atau implementasi Pendidikan Karakter di perguruan tinggi yang dapat dilakukan melalui beberapa program yang mana melaui program ini mahasiswa dapat terbagun karakternya dengan baik lewat PKn yang di antaranya: a. Pembinaan Kejiwaan 1) Membiasakan kedisiplinan mahasiswa di rumah, kampus, dan lingkungan. 2) Membangun kesadaran pentingnya keikutsertaan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3) Menanamkan kesadaran mahasiswa dalam kedudukannya sebagai mahkluk sosial di lingkungan keluarga, kampus, dan masyarakat. b. Pembinaan Kerohanian 1) Pemahaman tentang kebijakan sebagi bagian dari kehidupan bersama 2) Taat menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianut. 3) Mengamalkan ajaran agamanya. 4) Menjalin toleransi antar umat beragama c. Pembinaan Kepribadian 1) Menumbuhkembangkan kepribadian yang kuat untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa 2) Pemahaman tentang kebudayaan nasional yang bersumber dan berakar dari nilainilai kepribadian bangsa berdasarkan Pancasila ISBN: 978-602-74564-0-2
SNPSI Tahun 2016
531
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
3) Kesadaran makna persatuan dalam kebhinekaan masyarakat sebagai karakteristik bangsa Indonesia d. Pembinaan Kejuangan 1) Meneladani semangat kepahlawanan dalam setiap diri mahasiswa. 2) Pengembangan etos, semangat, dan jiwa rela berkorban serta cinta tanah air. 3) Kesadaran setiap warga Negara dalam membela dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. e. Pembinaan Jasmani 1) Penerapan prinsip dasar hidup bersih dan sehat. 2) Pelaksanaan kesamaptaan jasmani. 3) Penanaman jiwa sportivitas. f. Pembinaan Ilmu Pengetahuan ,Tehnologi, dan Seni 1) Kesadaran pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. 2) Penerapan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni untuk meningkatkan derajat, harkat, dan martabat diri serta menangkal ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang membahayakan eksistensi Negara. Demikianlah sedikit langkah yang bisa penulis tawarkan dalam membangun serta menumbuh kembangkan pendidikan karakter di perguruan tinggi maupun di tempat lain. Penggunaan beberapa langkah di atas diharapkan akan mempermudah dan sedikit membantu khalayak dalam menjalankan pendidikan karakter dalam segala bidang. Pada dasarnya pedidikan karakter sebenarnya tidak hanya bisa diterapkan lewat PKn saja tetapi lewat mata kuliah lain juga pendidikan karakter tetap bisa dijalankan. Dengan demikian karena sudah begitu banyak langkah-langkah yang diihtiarkan atau diusahakan oleh berbagai kalangan dalam membangun karakter harapannya bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa teladan diantara bangsa-bangsa di dunia. Kesimpulan & Saran Mata kuliah PKn merupakan sarana efektif untuk membina dan membentuk karakter mahasiswa melalui kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai amanat Pancasila & UUD 1945. Jenis karakter yang dikembangkan melalui perkuliahan PKn yaitu: mahasiswa menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, dan percaya diri selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. Karakter mahasiswa salah satunya ditentukan oleh bagaiman sikap orang tua, ligkungan sosial maupun lingkungan keluarga. Untuk itu perlu dilakukan kajian terus menerus sehingga dalam membangun karakter mahasiswa dapat berjalan efektif dan effisen melahirkan manusia yang berakhlak mulia. Banyak cara yang dapat dilaterapkan dalam membangun karakter. Salah satu di antaranya adalah dengan mengefektifkan dan memberdayakan makul PKn yang dilaksanakan di perguruan tinggi. Memberdayakan PKn bermakana akan melahirkan mahasiwa yang cinta pada Indonesia dan berakhlak. Dengan pengefektifitaskan dan pemberdayaan PKn bermakna akan melahirkan manusia yang berakhlak mulia yang sejalan dengan manusia yang berkarakter.
Daftar Pustaka Branson. 1999. Belajar “Civic Education” dari Amerika (Terjemahan Syaripudin, dkk). Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS). Cholisin. 2007. Materi pokok ilmu kewarganegaraan-pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press Djahiri, K. 2006. Pendidikan nilai moral dalam dimensi pendidikan kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI. Hidayatullah, M.Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Perkasa Kaelan. 2010. Pendidikan kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
532
SNPSI Tahun 2016
ISBN: 978-602-74564-0-2
—Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia Tahun 2016 —
Kalidjernih, F. K. 2010. Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Edisi Kedua. Bandung: Widya Aksara Press. Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Khan, Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing. Komalasari, K & syaifullah. 2009. Kewarganegaraan Indonesia konsep perkembangan dan masalah kontemporer. Bandung: Lab PKn UPI. Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2009. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa: Agenda Indonesia ke Depan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Purwasasmita, M. 2010. Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Prosiding Seminar. Bandung: Widya Aksara Press. Samani, Muchlas & Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. Somantri, N. 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Winataputra & Budimansyah. 2012. PKn dalam Perspektif Internasional (Konteks, Teori, dan Profil Pembelajaran). Bandung: Widya Aksara Pers. Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY Press
ISBN: 978-602-74564-0-2
SNPSI Tahun 2016
533