Oktober 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Dr. Emrinaldi Nur DP, SE, M.Si, Akt, CA Regional Chief Economist Wil. Padang Telp: 0812-7602876 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi ZONA EURO SIAP MELONGGARKAN MONETER, JEPANG TUNDA STIMULUS TAMBAHAN Eropa kembali memangkas suku bunga acuan mereka hingga level terendah sepanjang tahun 2014 ini. Hal ini ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi zona Euro yang makin terancam deflasi. Sementara itu, membaiknya sektor manufaktur di Amerika Serikat (AS) pada bulan Agustus, didorong oleh peningkatan volume produksi dan terakselerasinya lapangan kerja baru. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya tingkat pengangguran AS dari 6,2 persen pada Juli menjadi 6,1 persen pada Agustus. Di kawasan Asia, Jepang masih merasakan dampak kenaikan pajak penjualan, terutama sektor manufaktur yang melemah dalam dua tahun terakhir pada September lalu. Kenaikan pajak penjualan tersebut telah memukul perekonomian Jepang lebih kuat dari yang diperkirakan. Pelemahan sektor manufaktur juga dialami Cina, dimana dalam 2 bulan terakhir menunjukkan perlambatan. Ini dapat dilihat dari PMI bulan Agustus dan September yang bertahan pada angka 50,2 dibandingkan 51,7 pada bulan Juli (PMI > 50, menunjukkan ekspansi). Pada awal September lalu, bank sentral Eropa, ECB, memangkas suku bunga acuan 10 basis poin (bps) menjadi 0,05 persen, sedangkan suku bunga deposito menjadi minus 0,2 persen. Gubernur ECB, Mario Draghi, berencana melonggarkan moneter zona Euro dengan jalan membeli obligasi berupa asset-backed securities (ABS) dan covered bonds, yang di-
harapkan dapat mengalir ekonomi riil. Selain itu, melonggarkan pendanaan dalam mengucurkan kredit besar.
ke sektor ECB juga perbankan yang lebih
Pelonggaran moneter dengan pembelian obligasi ini rencananya akan diputuskan pada pertemuan bulan Oktober ini. Mario Draghi juga menegaskan bahwa negara-negara di zona Euro membutuhkan reformasi struktural dalam perekonomian untuk mendukung bangkitnya investasi di kawasan tersebut. Stimulus moneter dan reformasi struktural akan menentukan rebound investasi di zona Euro. Hal ini akan dapat menggiring tingkat inflasi sesuai target, menstimulasi pertumbuhan, serta menurunkan tingkat pengangguran. Perekonomian AS diperkirakan akan membaik pada kuartal ketiga tahun ini. Pada pertengahan September lalu, bank sentral AS, The Fed, mengindikasikan bahwa suku bunga acuan tidak akan naik dalam waktu dekat, serta mengisyaratkan akan memperketat kredit. Para pejabat The Fed memperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan mereka pada akhir tahun 2015 menjadi 1,375 persen, lebih tinggi daripada proyeksi Juni lalu sebesar 1,125 persen. Dalam FOMC (Federal Open Market Committee) bulan lalu, untuk pertama kalinya The Fed juga mengumumkan proyeksi mereka tentang kenaikan suku bunga menjadi 3,75 persen pada akhir 2017. The Fed juga telah memangkas stimulus moneter menjadi US$15 miliar per bulan, dari sebelumnya US$25 miliar pada Juli lalu. Hal ini ditempuh karena adanya optimisme pemulihan yang lebih solid pada perekonomian AS tahun depan, yang ditandai dengan membaiknya sektor tenaga kerja dan masih terjaganya inflasi pada level rendah (hingga Agustus mencapai 1,7 persen).
Oktober 2014
Kondisi manufaktur Cina tumbuh dalam kecepatan yang lambat. Dalam dua bulan terakhir ini, pesanan baru untuk ekspor tumbuh dalam laju paling tinggi sejak Maret 2010. Namun, kondisi ini tidak diimbangi dengan permintaan domestik yang nampak lebih lemah. Perekonomian Cina yang diperkirakan akan mengalami risiko penurunan pertumbuhan semester kedua tahun ini membutuhkan jaminan pelonggaran moneter lebih lanjut untuk memastikan kestabilan pemulihan ekonomi. Bank sentral Cina, PBOC, memutuskan untuk menyuntikkan dana sebesar 500 miliar yuan (US$81 miliar) kepada bank-bank besar nasional. Kondisi ini nampak seperti pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) yang disesuaikan dengan karakteristik ekonomi Cina saat ini. PBOC menyalurkan 100 miliar yuan kepada lima bank besar nasional di Cina dalam periode tiga bulan. Dari kawasan Asia lainnya, pemerintah Jepang masih yakin perekonomian akan pulih. Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda menyatakan bahwa dampak kenaikan pajak penjualan dan tren perekonomian Jepang secara luas, harus dilihat secara terpisah. Saat ini, pemerintah Jepang masih menunda untuk peluncuran stimulus besar. Di sisi lain, pada Agustus lalu, ekspor Jepang turun 1,3 persen dibanding tahun sebelumnya, yang ditandai lemahnya permintan eksternal dan domestik. BOJ menyatakan bahwa perekonomian terus pulih moderat, meskipun penurunan dalam permintaan tetap menjadi perhatian. BOJ juga siap melakukan langkahlangkah kebijakan lainnya, termasuk pelonggaran moneter untuk mencapai target inflasi tahunan sebesar 2 persen. Hingga Agustus lalu, tingkat inflasi Jepang sebesar 3,3 persen (year on year), dan 2,68 persen (year to date). Namun, beberapa ekonom
masih ragu Jepang akan mampu mencapai target inflasi tahun ini, sehingga harus didukung oleh laju pembelian obligasi yang lebih agresif. (*) “Tertundanya pemulihan ekonomi Cina serta adanya tanda-tanda pemulihan yang lebih solid di AS, membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi Indonesia, terkait dengan terhambatnya ekspansi ekspor ke Cina dan melemahnya nilai rupiah akibat outflow dolar yang kembali ke AS”
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist APBN 2015 DAN WACANA KENAIKAN BBM BERSUBSIDI Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 akhirnya disahkan. UU yang disusun di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) inilah yang akan dijalankan oleh presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). UU APBN 2015 ini istimewa karena disusun dalam masa transisi pemerintahan, sehingga pengesahannya pun dipercepat dari yang biasanya pada pekan ke-3 Oktober menjadi akhir September. Menteri Keuangan Chatib Basri yang menjadi wakil pemerintah dalam sidang paripurna mengatakan APBN 2015 disusun dengan asumsi makro pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 4,4 persen, nikai tukar rupiah Rp11.900 per US$, tingkat suku bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan sebesar 6,0 persen. Selain itu, harga minyak mentah Indonesia rayarata US$105 per barel, lifting minyak 900 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.248 ribu barel setara minyak per hari. Asumsi makro tersebut
ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek perekonomian 2014 dan 2015. Sementara itu, dari sisi belanja, APBN 2015 juga menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya menembus angka Rp2.000 triliun. Target pendapatan negara 2015 dipatok Rp1.793,6 triliun dan belanja negara mencapai Rp2.039,5 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran tercatat sebesar Rp245,9 triliun atau 2,21 persen produk domestik bruto (PDB). Terkait postur APBN 2014, Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla dipastikan akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter. Kenaikan tersebut akan dilakukan pada November 2014 mendatang. Menurut Tim Transisi, langkah menaikkan harga BBM subsidi dilakukan lantaran upaya menekan angka defisit pada neraca keuangan Indonesia. Kenaikan harga BBM tersebut telah dibahas oleh tim transisi sejak tiga bulan yang lalu. Pembahasan tersebut pun telah memikirkan dari sejumlah aspek yang nantinya terkena dampak. Adapun hasil dari kenaikan harga subsidi tersebut nantinya akan dialihkan untuk anggaran yang lebih penting seperti infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Selain itu, kenaikan harga BBM juga memang sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pasalnya, ruang gerak fiskal pada pemerintahan baru hanya diberikan sedikit atau minim anggarannya. Banyak pandangan mengemuka terkait rencana kenaikan harga BBM tersebut. Secara perekonomian, pemerintahan baru nanti bisa saja terjebak dalam masalah ekonomi akibat dampak kenaikan harga BBM. Namun sebelum menaikkan harga BBM, harus dipertimbangkan dampak dari hulu hingga ke hilirnya. Pasalnya, dampak menaikkan harga BBM itu luas, terma-
2
Oktober 2014
suk ekonomi dan politik. Jadi jangan sampai masyarakat miskin yang seharusnya dapat bantuan justru makin kesulitan ekonomi. Terobosan yang perlu dilakukan dalam waktu dekat ini tidak hanya menaikkan harga BBM, tapi perlu juga pemberantasan penyelundupan dan dugaan mafia impor minyak. Kebijakan kenaikan BBM ini terkait erat dengan kebijakan energi yang lebih berani dan memberikan dampak optimal. Salah satunya adalah menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap. Pemerintah sebetulnya bisa belajar dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada 2013 sebesar 15% yang dilakukan secara bertahap setiap tiga bulan. Kebijakan ini bisa dibilang sukses. Masyarakat tidak banyak memprotes meskipun secara riil kenaikannya cukup besar. Pola ini juga tidak memicu spekulasi, sehingga inflasi praktis bisa dijaga dalam kisaran yang aman. Semestinya, pemerintah menjadikan kenaikan tarif listrik 2013 itu sebagai model untuk kenaikan harga BBM bersubsidi. Secara ekonomi harga BBM saat ini harus dinaikkan dengan mengurangi BBM bersubsidi yang memberatkan ekonomi Indonesia. Konsumsi BBM bersubsidi yang setiap tahun selalu melewati kuota yang ditetapkan dalam anggaran negara. Dampaknya, beban subsidi energi selalu lebih besar dari yang dianggarkan. Pemerintah dapat menempuh cara dalam menaikkan harga, yakni secara bertahap sehingga tidak akan memberatkan masyarakat. (*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan DINAMIKA KARET DAN EKSPOR KOMODITAS LAINNYA DI SUMATERA UTARA
Hingga bulan September 2014, neraca perdagangan Sumatera Utara (Sumut) untuk komoditas karet mengalami penurunan yang cukup tajam. Harga karet yang terjadi di pasar internasional yang menjadi pedoman harga jual karet belum menunjukkan tren yang meningkat melainkan masih terus menurun. Kondisi ini bertambah rumit dengan akan dibatasinya impor karet dari India. Harga karet di pasar internasional terancam terpukul lagi menyusul rencana pemerintah India untuk membatasi impor karet mulai tahun ini. Harga karet di pasar internasional terancam terpukul lagi menyusul rencana pemerintah India untuk membatasi impor karet mulai tahun ini. Pekan lalu misalnya, harga karet telah menyentuh level terendah dalam tiga tahun terakhir yakni US$1,5 per kg, padahal sebelumnya mencapai US$5,75 per kg. Kebijakan tersebut perlu dicermati oleh eksportir yang selama ini mengekspor karet ke negara itu. India merupakan salah satu pasar ekspor terbesar untuk karet Sumut selain Amerika, Eropa dan Jepang. Volume ekspor karet ke India sendiri, pada tahun lalu mengalami peningkatan sekitar 49% dari 217 ribu ton pada 2012 menjadi 324 ribu ton pada 2013. Meski mengalami peningkatan, sebenarnya ekspor itu masih kecil akibat permintaan dari negara itu masih rendah. Sebelumnya, volume ekspor ke negara itu jauh melampaui angka itu. Keadaan demikian membawa dampak yang sangat negatif terhadap industri karet di Sumut. Selain ekspor yang terancam terpukul, petani dan pengusaha karet akan kewalahan menjual karet karena permintaan yang rendah. Rendahnya harga karet di pasar internasional yang mengalami tekanan sejak 2009 memaksa petani untuk menebang pohon karet mereka karena dinilai sudah tak menguntungkan lagi. Mereka bersiap mengkonversinya ke tanaman lain,
seperti sawit dan palawija. Saat ini harga karet di pasar internasional telah menyentuh level US$1,45 per kg akibat permintaan yang lesu dari negara-negara konsumen utama. Angka itu jauh dari harapan pengusaha dan petani yang menginginkan minimal karet dihargai US$2,5 per kg untuk memperoleh keuntungan daripadanya. Dengan rendahnya harga karet di pasar internasional serta tingginya ongkos produksi di pabrik mengakibatkan semakin rendahnya harga karet yang diterima petani. Petani pun mulai menebang pohon karet mereka karena merasa tidak dapat lagi menggantungkan hidupnya dari pohon karet, apalagi kebutuhan hidup semakin meningkat. Selain itu, hingga saat ini, pabrik pengolahan karet yang memproduksi produkproduk hilir seperti sarung tangan dan barang dari karet lainnya terus kekurangan bahan baku dan bahan bakar berupa gas. Sebagian besar industri hilir yang mengolah karet biasanya membutuhkan gas sebagai bahan baku dan bahan bakar sehingga kelangkaan gas berkepanjangan di Sumut menyebabkan proses produksi tak maksimal. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, mengakui, devisa dari karet Sumut pada Semester I turun sekitar 2 7 ,3 8% at au t in gg a l se be sar US$814,544 juta. Nilai ekspor karet yang turun itu bukan hanya pengaruh harga jual, tetapi juga dipicu penurunan volume ekspor. Data menunjukkan, volume ekspor karet anggota Gapkindo Sumut turun 7,64% dibanding periode sama tahun lalu atau tinggal 234.047,59 ton. Kelihatannya hanya beberapa ekspor komoditas Sumatera Utara yang menunjukkan hasil yang membaik dan memberikan tekanan yang positip terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara. Beberapa lainnya malah membuat sur plu s nerac a perdagangan Sumatera Utara menjadi
3
Oktober 2014
lebih kecil. Sebagai contoh Lesunya permintaan dan berfluktuasinya harga di pasar dunia mengakibatkan ekspor kakao dari Sumatera Utara (Sumut) yang dikapalkan melalui terminal peti kemas Belawan International Container Terminal (BICT) terjun bebas. Indikasi ini setidaknya dapat dilihat selama Agustus 2014 yang turun hingga 82,57%. Melorotnya ekspor kakao Sumut selama Agustus 2014 ternyata berdampak buruk terhadap aktivitas ekspor secara kumulatif. Di mana selama Januari-Agustus 2014 aktivitas ekspor kakao Sumut lewat terminal peti kemas BICT turun h i n g g a 71,64%. Komoditas bawang merah produksi dalam negeri tampaknya tidak mampu mencukupi kebutuhan l o k a l . A k i b a t n y a , pasokan bawang merah impor ke Sumatera Utara (Sumut) melalui terminal peti kemas Belawan International Container Terminal (BICT) meningkat tajam. Indikasi ini terlihat dari data yang dirangkum oleh Pelindo I BICT selaku pengelola terminal peti kemas terkemuka di luar Pulau Jawa itu. Data menyebutkan, hingga Agustus 2014, pasokan bawang merah impor Sumut naik hingga 95,82%. (*)
besar tersebut merupakan wujud harapan yang besar setelah kandasnya harapan masyarakat Riau dengan Program K2I (Kemiskinan, Kebodohan dan Peningkatan Infrastruktur) yang diusung Gubernur Riau sebelumnya (Rusli Zainal saat ini terpidana). Annas Maamun yang sebelumnya adalah Bupati Kabupaten Rokan Hilir dan dinilai sebagai sosok pemimpin meledak-ledak dan terkesan tidak mendasarkan pada aturan pada saat menjalankan roda pemerintahan. Hambatan ekonomi pertama yang dirasakan masyarakat Riau dalam kepemimpinan Annas Maamun adalah bermula dari statement Annas yang ingin mempercepat pengajuan APBD Perubahan untuk mengakomodir beberapa program kerjanya yang belum tertampung di APBD Tahun Anggaran 2014. Perubahan tersebut menjadi sulit seiring dengan adanya SOTK (Satuan Organisasi Tata Kerja) baru Provinsi Riau. Adanya dua SOTK membutuhkan konsultasi dan koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri, yang pada akhirnya menyetujui APBD 2014 menggunakan SOTK lama dan APBDP 2014 menggunakan SOTK baru. Permasalahan tersebut telah
Emrinaldi Nur DP RCE Wilayah Padang GAYA KEPEMIMPINAN DAN REALISASI ANGGARAN RIAU Pelantikan Annas Maamun sebagai gubernur Riau ke-14 yang dilantik pada tanggal 19 Februari 2014 diklaim sebagai pelantikan Gubernur termegah yang pernah ada di Indonesia. Kemegahan tersebut bukan hanya sekedar karangan bunga ucapan selamat yang sampai 1 Km, tata ruang dan dekorasi, namun juga banyaknya warga masyarakat yang menghadiri pelantikan tersebut. Keterlibatan masyarakat yang
menyebabkan terhambatnya realisasi anggaran yang telah disahkan sebelumnya pada tanggal 9 Januari, karena beberapa kegiatan dalam anggaran tersebut kemudian dikaji ulang dan dikoreksi pada APBDP yang disyahkan 19 Agustus 2014. Total secara keseluruhan APBD Riau Rp8,84 triliun dengan rincian, APBD Murni Rp8,27 Triliun lebih ditambah APBD Perubahan Rp571 miliar. Untuk Pendapatan Daerah, dari Rp7,1 triliun di APBD Murni 2014 menjadi Rp7,7 triliun dalam APBD Perubahan. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Rp160 miliar di Murni dan Rp166 miliar di Perubahan, kemudian hal-hal Pendapatan Asli Daerah yang sah, Rp326 miliar di Murni dan Rp314 miliar di Perubahan. Selanjutnya Dana Perimbangan, Rp3,6 triliun di Murni dan Rp3,8 triliun di Perubahan. Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga Triwulan II-2014 mencapai Rp2,48 triliun atau sebesar 34,84% dari total anggaran pendapatan yang dialokasikan. Jumlah realisasi ini lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan hingga Triwulan II-2013. Realisasi anggaran pendapatan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan tahun
TABEL 1. REALISASI ANGGARAN PROPINSI RIAU TRIWULAN-II 2014 Uraian Pendapatan Belanja
2013 Alokasi Nilai Realisasi Anggaran Realisasi TW II (%) 6.597 2.808 42,57 8.432
1.593
(1.835)
1.215
Pendapatan Asli Daerah
2.401
1.014
Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
4.196 -
1.794 -
Pendapatan
6.597
Belanja Operasi
5.180
Belanja Modal
2.688
Surplus/Defisit
Belanja Tidak Terduga Transfer Belanja
18,90
2014 Alokasi Nilai Anggaran Realisasi 7.127 2,483,11
Realisasi TW II (%) 34,84
8.277
1.056
(1.150)
1.427
42,22
2.840
1.121
39,46
42,76 -
4.287 -
1.362 -
31,78 -
2.808
42,57
7.127
2.483
34,84
1.185
22,87
5.515
1.038
18,82
408
15,19
1.730
11
-
-
8
-
-
554 8.432
1.593
18,90
1.023 8.277
1.056
12,76
18
12,76
1,07
Sumber: Biro Perekonomian Propinsi Riau
4
Oktober 2014
sebelumnya yang mencapai 42,57%. Menurunnya realisasi anggaran pendapatan disebabkan oleh penurunan realisasi pada seluruh komponen pendapatan. Kondisi serupa juga terjadi pada realisasi belanja pemerintah daerah yang hingga Triwulan II-2014 hanya mencapai 12,76% dari total anggaran belanja yang dialokasikan. Realisasi belanja hingga Triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp1,06 triliun, lebih rendah dari Triwulan II-2013 yang mencapai Rp1,59 triliun. Rendahnya realisasi anggaran belanja Provinsi Riau hingga Triwulan II-2014 utamanya bersumber dari masih minimnya realisasi belanja modal yang baru mencapai 1,07% dari total anggaran. Minimnya realisasi belanja modal hingga triwulan laporan didorong oleh rendahnya realisasi belanja jalan, irigasi dan bangunan yang hanya mencapai 0,38% dari total anggaran, lebih rendah dari realisasi pada Semester I-2013 yang mencapai 17,45%. Sementara, realisasi belanja modal tertinggi berasal dari belanja peralatan mesin hingga Triwulan II-2014 juga baru mencapai 7%. Rendahnya realisasi anggaran APBD Provinsi Riau tidak hanya diakibatkan oleh permasalahan SOTK, namun juga dipengaruhi tidak kondusifnya kondisi kerja yang dialami oleh pegawai Pemerintah Provinsi di tingkat eselon II, III dan IV. Kondisi tidak kondusif tersebut ditimbulkan oleh adanya mutasi besar-besaran dan adanya status non-job yang dilakukan oleh Annas Maamun, sehingga menimbulkan keresahan. Burukya sistem tatakelola pemerintahan yang dilakukan Annas Maamun juga ditunjukkan dengan pelantikan beberapa anggota keluarga untuk duduk di posisi penting setelah melakukan berbagai mutasi di lingkungan Provinsi Riau. Selama
masa kepemimpinannya yang hanya 7 bulan, Annas sudah mengangkat anakanak kandungnnya, ipar, hingga menantu, di berbagai jabatan strategis di pemerintahan Riau. Buruknya tata kelola dan kepemimpinan Annas, juga ditunjukkan dengan ketidaktegasan dalam mengatasi masalah asap yang terjadi di Provinsi Riau. Selama masa jabatan Annas, dua kali kabut asap menyelimuti Riau. Bencana kabut asap yang terjadi di bagian pertama dinilai yang terburuk selama lima tahun terakhir, dan menghabiskan Rp164 miliar untuk penanganannya. Bahkan beberapa pengamat sepakat kerugian ekonomi yang ditimbulkan kabut asap mencapai Rp20 triliun, diluar kerugian penyakit yang ditimbulkannya. Gaya kepemimpinan Annas yang meledak-ledak dan dinilai minus dalam kepemimpinan juga diiringi dengan perilaku pribadi yang juga memberikan efek buruk pada kepemimpinan di Provinsi Riau. Fakta tersebut ditunjukkan melalui berbagai dugaan pelecehan yang terjadi. Kekhawatiran akan semakin rendahnya realisasi anggaran di Provinsi Riau juga berpotensi menjadi kenyataan seiring dengan ditahannya Annas dalam kasus tangkap tangan KPK proyek pengalihan fungsi hutan, yang berkonsekuensi mempengaruhi tingkat kesejahteran masyarakat. Harapan ke depan Wakil Gubernur Riau yang sekarang jadi PLT Gubernur Riau dapat mempercepat ketertinggalan realisasi anggaran, walaupun diyakini akan sulit mengingat waktu yang tersisa untuk proses lelang dan pengerjaan proyek hanya tinggal dua setengah bulan saja. (*)
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang NILAI TUKAR PETANI DI WILAYAH
SUMBAGSEL FLUKTUATIF Nilai Tukar Petani (NTP) menggambarkan kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Nilai Tukar Petani umum digunakan sebagai salah satu ukuran tingkat kesejahteraan petani. Secara nasional sampai dengan Agustus 2014, dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 14 provinsi mengalami kenaikan NTP dan 19 provinsi mengalami penurunan NTP. Kenaikan NTP tertinggi ada di provinsi lampung dan yang terendah ada di provinsi S u m a t e r a S e la t a n . T a b e l 2 menggambarkan NTP Juli – Agustus 2014 dan inflasi pedesaan bulan Agustus di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan Indonesia. Berdasarkan data pada Tabel , terlihat bahwa provinsi Jambi, Lampung dan Babel mengalami kenaikan NTP, sementara provinsi Sumsel dan Bengkulu serta Indonesia mengalami penurunan NTP. Inflasi perdesaan tertinggi ada di provinsi Babel dan Jambi dan jauh di atas inflasi perde saan Nasional. Melemahnya indeks nilai tukar petani tersebut disebabkan antara lain penurunan harga produksi petanian yang dapat dilihat dari penurunan indeks harga petani seperti misalnya yang terjadi di provinsi Bengkulu. Indeks harga petani di Bengkulu pada bulan Agustus sebesar 108,47 turun 0,37 persen dari bulan Juli yang sebesar 108,87. Di sisi lain, indeks harga yang harus dibayarkan petani meningkat sebesar 0,48 persen dari 112,46 di bulan Juli menjadi 112,99 di bulan Agustus. Untuk nilai tukar usaha petani (NTUP) di Provinsi Bengkulu juga mengalami penurunan indeks, pada Juli tercatat 102,10, sedangkan pada Agustus menjadi
5
Oktober 2014
101,52. Hal ini terjadi karena indeks harga yang dikeluarkan petani untuk biaya produksi dan penambahan barang modal mengalami kenaikan. Nilai tukar petani Bangka Belitung pada Agustus 2014 tercatat 102,47 atau naik 0,71 persen dibanding Juli sebesar 101,75. Kenaikan itu disebabkan perubahan indeks harga hasil produksi pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan perubahan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Kenaikan NTP Agustus 2014 yaitu NTP subsektor tanaman pangan sebesar 0,10 persen, NTP subsektor hortikultura 1,22 persen, NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat 0,81 persen dan NTP subsektor perikanan sebesar 0,99 persen. NTP subsektor peternakan mengalami penurunan sebesar 0,22 persen. Indeks harga yang diterima petani (IT) pada Agustus 2014 mengalami kenaikan sebesar 1,33 persen dibanding Juli 2014 yaitu dari 112,49 menjadi 113,98. Kenaikan terjadi di subsektor tanaman pangan sebesar 0,62 persen, hortikultura 1,80 persen, tanaman perkebunan rakyat 1,48 persen, peternakan 0,29 persen dan subsektor perikanan sebesar 1,56 persen. Indeks harga yang harus dibayar petani (IB) juga mengalami kenaikan sebesar 0,61 persen bila
dibandingkan Juli 2014 dari 110,56 menjadi 111,23. Nilai Tukar Petani Provinsi Lampung pada Agustus 2014 naik 1,06 persen menjadi 105,94 dibandingkan bulan Juli. Kenaikan NTP terjadi karena harga komoditas beranjak naik dengan adanya peningkatan permintaan. Harga komoditi yang mengalami kenaikan, antara lain gabah, ketela pohon, dan ubi jalar pada subsektor tanaman pangan, lada di subse ktor tanam an perkebunan rakyat, sapi di subsektor peternakan, ikan patin di subsektor perikanan budidaya dan ikan teri di subsektor perikanan tangkap. Seluruh subsektor mengalami kenaikan NTP kecuali pada subsektor perikanan. Subsektor tanaman padi dan palawija mengalami kenaikan NTP sebesar 1,03 per sen, su bse kt or tan aman hortikultura naik 0,29 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat n a ik 1 ,9 1 pe r sen , su bse kt or peternakan naik 0,57 persen, dan subsektor perikanan turun 0,01 persen.
Fluktuatifnya NTP dengan kecenderungan menurun dan inflasi pedesaan yang cenderung tinggi dapat berdampak negatif bagi petani dan perekonomian daerah. Bagi p e t a n i d a m pa k y a n g d a p a t d it imbu lkan an tar a lain ; (1 ) melemahnya daya beli petani ; (2) turunnya kesejahteraan petani ( k e m i s k i n a n TABEL 2. PERKEMBANGAN NTP DAN INFLASI PEDESAAN bertambah) ; (3) SUMBAGSEL DAN INDONESIA r e n d a h n y a Inflasi produktivitas yang NTP Perdesaaan disebabkan oleh Propinsi Juli’14 Agustus’14 Agustus’14 m e n u r u n n y a pendapat an dan Sumatera Selatan 102,77 101,4 0,35 m a h a ln y a bi a y a Jambi 92,84 97,12 0,78 produksi. Bagi Bengkulu 96,81 96,00 0,55 p e r e k o n o m ian Lampung 104,84 105,94 0,27 daerah, dampa k Bangka Belitung 101,75 102,47 0,79 yang ditimbulkan Indonesia 102,12 102,06 0,37 antara lain: (1)
penurunan kinerja (nilai tambah, keun tun gan , e fi sie nsi) sek t or pertanian yang dapat menyebabkan pengurangan/ terhentinya produksi; (2) terkendala/terhambatnya proses produksi di sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian; (3) penurunan penyerapan tenaga kerja atau peningkatan pengangguran di sektor pertanian; (4) alih fungsi lahan. Kondisi ini akan menyulitkan perbankan dalam menyalurkan kredit dan mengumpulkan dana pihak ketiga. Sejauh ini sektor pertanian di wilayah Sumbagsel masih didominasi oleh subsektor perkebunan (kontribusi subsektor perkebunan di Sumsel sebesar 22,7 persen) dan tanaman bahan makanan (kontribusi subsektor tanaman bahan makanan di Lampung sebesar 55%). Berdasarkan sensus pertanian 2013 provinsi Sumsel diketahui bahwa sebanyak 76,47% rumah tangga usaha pertanian (RTUP) ada di subsektor perkebunan. Harga komoditi perkebunan yang cenderung fluktuatif, pasar komoditi tanaman pangan yang masih terbatas, dan lemahnya posisi tawar petani menyebabkan pendapatan petani cenderung rendah. Di sisi lain harga input dan biaya operasional lainnya c e n de ru n g me n i n g ka t . Un t u k mengatasi hal tersebut, sangat d i pe r lu ka n i n t e r v e n si dar i pemerintah baik langsung maupun t idak lan gsung, ya itu : (1 ) memfasilitasi peningkatan kinerja su bse kt or per ta n ia n se la in perkebunan dalam bentuk penyediaan lahan yang terkait dengan tata ruang, ketersediaan benih yang berkualitas, pupuk dan pestisida yang berkesinambungan dan murah; (2) memfasilitasi untuk akses pasar yang luas terutama yang terkait dengan sektor hilir (hilirisasi); (3) membuat skema pembiayaan yang dapat diakses oleh petani secara langsung
Sumber: BPS
6
Oktober 2014
ataupun melalui koperasi; (4) membuat buffer stock untuk stabilisasi harga. (*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR SKEMA MP3EI DI WILAYAH BANDUNG Refleksi tiga tahun MP3EI telah dilakukan oleh Kantor Menko Ekonomi di Jakarta pada bulan September 2014. Proyek MP3EI koridor Jawa s e n i la i R p 4 4 3 t r i l i u n su d a h direalisasikan 71%. Dari 16 proyek yang dikerjakan, 3 di antaranya dinyatakan selesai. Menjelang akhir masa jabatan, presiden SBY akan meresmikan 11 proyek MP3EI yang telah selesai, namun sayangnya tidak ada yang berlokasi di Jawa barat. Berikut akan diulas kemajuan dan permasalahan pembangunan proyek infrastruktur khusus di wilayah Bandung sampai pantura. Praktis ketersediaan infrastruktur belum bertambah hingga akhir tahun 2014. Artinya, akselerasi pertumbuhan ekonomi dan bisnis belum optimal dilakukan. 1. Bandara internasional Kertajati di Majalengka Nilai proyek pembangunan runway, terminal, dan cargo bandara sebesar Rp8,29 triliun telah memasuki tahap pembangunan yang sesuai dengan perencanaan, atau dengan kata lain kemajuan pembangunan bandara Kertajati sesuai jadwal. Catatan dalam kemajuan pembangunan yang harus segera diselesaikan hingga akhir 2014 oleh berbagai pihak yang terkait adalah pembebasan lahan untuk jalan tol pendukung bandara yaitu tol Cikampek-Palimanan, pemindahan jalan, relokasi sungai, dan sinergitas landasan pacu dan terminal. Target bandara dan jalan tol pendukung beroperasi pada tahun 2018.
2. Jalan tol Cikampek-Palimanan (Cipali) Nilai proyek sebesar Rp1,25 triliun dengan panjang 116 km sudah dibangun 46%. Pembebasan tanah terakhir di daerah Subang sudah dirampungkan bekerjasama dengan pemerintah daerah. PT Lintas Marga Sedaya selaku pemegang konsesi proyek jalan tol Cipali sedang melanjutkan pembangunan sesuai jadwal. Pembangunan jalan tol Cipali selain sebagai pendukung bandara Kertajati, juga sebagai jalan yang memudahkan aksesibilitas dari dan ke Jawa Tengah dan Jakarta. Segmen jalan terbagi menjadi 6 seksi yaitu Cikopo-Kalijati (29,12 km), KalijatiSubang (9,56 km), Subang-Cikedung (31,37 km), Cikedung-Kertajati (17,66 km), Kertajati-Sumberjaya (14,51 km), dan SumberjayaPalimanan (13,78 km). Proyek tol ini dijadwalkan selesai dan beroperasi mulai tahun 2015. 3.Jalan tol lingkar Bandung Pembangunan jalan tol lingkar Bandung atau Intra Urban Toll Road (BIUTR) adalah salah satu proyek dalam MP3EI yang saat ini statusnya dibekukan karena hingga September 2014 tetap menghadapi kendala pembebasan tanah. Pemban gunan j alan t ol ini seharusnya dapat segera direalisasikan karena memang sangat dibutuhkan untuk menga kse lera si per tumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis. Rencana pembangunan tol ini memiliki konstruksi melayang dari Pasteur sampai Ujungberung dilanjutkan ke Gedebage. Pembebasan tanah proyek yang sebagian menempati tanah 16 k e m en t er i a n be lum m am pu diselesaikan. Kendala birokrasi dalam pembebasan tanah telah dilaporkan gubernur Jawa Barat kepada Menko Ekonomi untuk
dimintakan solusi tanah negara.
penggunaan
K e nda la pem be ba san t an ah merupakan masalah terbesar dalam merealiasikan proyek ini. Padahal kemajuan pembebasan tahan menjadi pelengkapan persyaratan ijin konstruksi oleh investor. Akibat keterlambatan pemberesan ijin ini, Kementrian PU sementara membekukan status proyek BIUTR. Padahal masyarakat Bandung dan sekitarnya sangat mengharapkan infrastruktur jalan ini cepat rampung untuk mengatasi permasalahan kemacetan dari tengah kota Bandung untuk akses ke luar Bandung. Panjang jalan tol BIUTR adalah 27,3 kilometer dengan investor PT Jasa Sarana, salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) Jawa Barat. Proyek akan terbagi dalam dua segmen. Segmen pertama yaitu PasteurCileunyi dengan panjang 20,6 kilometer. Pasteur-Cileunyi ini merupakan segmen timur-barat. Sementara segmen kedua adalah Ujungberung-Gedebage sepanjang 6,7 kilometer. Menurut rencana, tahap pembangunan awal akan dilakukan di ruas Pasteur-Gasibu sepanjang 5,5 kilometer, dan Soekarno Ha tta -Akse s Tol sepanjang 4 kilometer. Sebagai penutup, 1. Proyek infrastruktur MP3EI di daerah Bandung dan Pantura yaitu berupa pembangunan bandara Kertajati dan jalan tol Cipali berjalan sesuai jadwal kecuali rencana pembangunan jalan tol lingkar Bandung yang statusnya dibekukan sementara. 2. Tahun 2015 jalan tol Cipali dijadwalkan beroperasi sehingga akan berdampak pada penggiatan ekonomi dan bisnis untuk daerahdaerah di pantura. (*)
7
Oktober 2014
seiring dengan masih tingginya permintaan.
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang DIY MENINGKATKAN DAYA SAING INVESTASI DAN WISATA Situasi ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Triwulan II mengalami pertumbuhan mencapai 5,0% (YoY), lebih rendah dari Triwulan I sebesar 5,12%. Pertumbuhan ekonomi Triwulan III 2014 diperkirakan sebesar 5,25% (yoy), meningkat dibandingkan Triwulan II 2014 sebesar 5,0% (yoy). Di sisi Permintaan, pertumbuhan diperkirakan bersumber dari Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi, sementara Ekspor-Impor diperkirakan cukup stabil. Di sisi sektoral, sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari sektor Industri Pengolahan; Sektor Konstruksi; Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Perdagangan, Hotel dan Restoran. Di sisi Penawaran, sektor Industri Pengolahan dan sektor Bangunan masih memungkinkan optimisme. Membaiknya perekonomian negara mitra tetangga diperkirakan memberikan stimulan positif bagi permintaan produk industri olahan lokal seperti Tekstil, Kayu dan Kulit. Beberapa pelaku usaha terkait menyatakan bahwa permintaan Amerika Serikat, Korea dan Jepang terhadap produk terkait masih cukup tinggi hingga akhir tahun. Di sektor Bangunan, kegiatan konstruksi terkait proyek pemerintah diperkirakan meningkat menjelang akhir tahun 2014, selain itu permintaan properti masih cukup baik ditengah pengetatan kebijakan aturan LTV oleh Bank Indonesia. Optimisme tersebut ditunjukkan oleh Indeks Ekspektasi Harga Properti Residensial Triwulan III 2014 yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2014,
DIY sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, memiliki potensi wisata yang terbentuk dari kondisi geografis sejarah dan budaya yang dimilikinya. Oleh karena itu, Yogyakarta mengembangkan berbagai alternatif pilihan tujuan wisata untuk menarik minat para wisatawan untuk datang ke DIY. Tabel 3, menunjukkan bahwa tahun 2014 jumlah usaha akomodasi mengalami penurunan sebesar 2,57 persen dibandingkan tahun 2013. Hal tersebut disebabkan adanya penurunan jumlah hotel non bintang di Kabupaten Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta.
Sektor Pariwisata sebagai salah satu sektor andalan DIY yang mampu menggerakkan kegiatan ekonomi lainnya, termasuk kegiatan sektor dan sub-sektor lain yang terkait, seperti: perluasan lapangan kerja, Industri Olahan, Industri Kreatif dan Perdagangan Besar maupun Retail, serta penerimaan devisa. Saat ini, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di DIY secara rata-rata pada bulan Agustus 2014 sebesar 59,63 persen. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 12,81 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang menunjuk besaran angka 46,82 persen. TPK hotel non bintang/ akomodasi lain rata- rata sebesar Penurunan jumlah Hotel dan ako27,75 persen, mengalami kenaikan modasi lainnya di DIY ini, bukanlah sebesar 7,99 poin dibandingkan bucerminan turunnya investasi hotel dan lan Juli 2014 yang mencapai besaran akomodasi di DIY, namun lebih angka 19,76 persen. Rata-rata lama disebabakan karena penataan syarat menginap wisatawan di hotel bindan modernisasi akomodasi di DIY. tang di DIY pada bulan Agustus Hal ini untuk menyiapkan DIY sebagai 2014 menunjuk besaran angka 1,73 tempat destinasi yang nyaman, aman malam, atau mengalami penurunan dan bersaing dengan wilayah destinasi sebesar 0,10 malam bila dibandinglain di dunia, bukan hanya di Indonekan dengan rata-rata lama sia. Upaya tersebut tidak lain dalam menginap bulan sebelumnya. Rataupaya mencapai pertumbuhan yang rata tamu menginap terlama 2,05 lebih tinggi, serta memperkuat malam terjadi pada hotel bintang perekonomian DIY, beberapa upaya satu sedangkan terpendek 1,52 malyang dilakukan oleh pemerintah DIY, am pada hotel bintang dua. Pada hobaik pemerintah Provinsi maupun tel non bintang/akomodasi lain rataKabupaten/Kota, di antaranya yang rata lama menginap 1,22 malam, terjadi di Kabupaten Kulonprogo dan mengalami penurunan sebesar 0,01 Kabupaten Sleman. poin jika dibandingkan bulan TABEL 3. JUMLAH HOTEL DAN AKOMODASI LAIN DI DIY sebelumnya. RataHotel Hotel rata menginap Jumlah Kabupaten/ Bintang Non-Bintang terpanjang selama Kota 2013 2014 2013 2014 2013 2014 1,33 malam pada Kulonprogo 0 0 26 27 26 27 kelompok kamar 10 Bantul 1 1 278 248 279 249 -24, sedangkan terpendek 1,05 Gunung Kidul 1 1 61 70 62 71 malam pada keSleman 21 26 379 366 400 392 lompok kamar lebih Yogyakarta 39 43 362 356 401 399 kecil dari 10. Jumlah/Total
62
71
1.106
1.067
1.168
1.138
Sumber: BPS DIY 2014
8
Oktober 2014
Pemerintah Kabupaten Kulonprogo misalnya, mereformasi berbagai peraturan dan perizinan seperti membuat layanan perijinan terpadu sebagaimana yang berlaku di seluruh Indonesia. Di Kulonprogo melalui Peraturan Bupati Kulonprogo Nomor 11 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Publik Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu, yang dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu selanjutnya disebut BPMPT. Standar Pelayanan Publik ini diharapkan mampu meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan kepada masyarakat dan terwujudnya penyelenggaraan pelayanan prima. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Perizinan yang selanjutnya telah diatur melalui Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kulonprogo Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Perizinan Pada Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kulonprogo. Keputusan ini merupakan pedoman dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan perizinan kepada masyarakat. Perubahan ini diharapkan akan menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi di daerah Kulonprogo. Kabupaten Kulonprogo yang saat ini sedang akan dibangun Bandar Udara, adalah wilayah yang semakin menarik untuk berinvestasi. Kondisi infrastruktrur jalan dan fasilitas pendukung investasi juga cukup baik, seperti jalan, jembatan, maupun jasa -jasa pelayanan komunikasi sudah mengakses ke pelosok desa-desa, sehingga mudah menjangkau daerahdaerah yang sulit. Hal ini tentu mempermudah calon investor menentukan investasi yang akan dilakukan. Tim Persiapan Pembangunan bandara baru di Kulonprogo dibentuk Pemda DIY
dan PT Angkasa Pura (AP) I (Persero) pasca tim perencanaan selesai melaksanakan tugas-tugasnya. Tim Persiapan ini kini tengah mendesain dokumen kelengkapan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Gubernur DIY pasca diterimanya dokumen Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dari pusat. PT Angkasa Pura I (AP I) memastikan bahwa pembangunan Bandara Internasional Kulonprogo, Yogyakarta, mulai disosialisasikan pada bulan September 2014 ini. Selanjutnya, Corporate Secretary AP I, Farid Indra Nugraha mengungkapkan, Bandara Internasional Kulonprogo akan menggantikan Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta. Bandara Kulonprogo ini akan menjadi bandara pertama yang dibangun tanpa menggunakan dana pemerintah. Dijelaskan Farid, pembangunan bandara tersebut akan memakan waktu tiga tahun dan menelan dana Rp7 triliun. Pembangunan Bandara Kulonprogo tidak bisa ditunda mengingat jumlah penumpang di Bandara Internasional Adisucipto telah mencapai 5 juta orang per tahun. Bandara Internasional Kulonprogo akan berkapasitas 10 juta penumpang setiap tahun. Di sisi lain, Kabupaten Sleman-pun tak mau ketinggalan. Saat ini telah menyiapkan berbagai strategi dan siasat bisnis menjelang pelaksanaan kawasan perdagangan bebas di tingkat regional-global. Kabupaten Sleman telah menata kembali posisi dan orientasi pengelolaan dan pengembangan kawasan, dari berwawasan lokal menjadi global. Slogan “Sleman: Education Tourism Investment and Creative Industry” menjadi tagline yang diangkat oleh Kabupaten Sleman dalam menempatkan kembali sekaligus menajamkan orientasi pengelolaan dan pengembangan kawasannya, yaitu sebagai pusat pen-
didikan, pariwisata sekaligus investasi. Sleman memiliki diferensiasi yang kuat dan khas dari bauran potensi: pendidikan, sosial budaya, dan kekayaan alam didukung oleh infrastruktur yang lengkap serta keunggulan kompetitif dari regulasi dan pelayanan publik yang pro-bisnis selama ini telah membawa Kabupaten Sleman tumbuh sebagai salah satu kawasan pengembangan investasi terbaik di Indonesia dengan nilai investasi yang terus mengalami pertumbuhan positif, khususnya di sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, dan Jasa, serta sektor Industri Kreatif dan Pariwisata. (*)
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya KINERJA PERDAGANGAN DAN PERKEMBANGAN INFLASI DI JAWA TIMUR Variabel makro ekonomi saat ini yang tertekan adalah nilai tukar. Banyak faktor yang menjadi penyebab tertekannya Rupiah terhadap US Dollar, yang dominan adalah dari sisi eksternal seperti kebijakan The Fed ke depan terkait kenaikan suku bunga, tertekannya sektor industri dan properti di China, dan belum munculnya “angin segar” dari Zona Euro. Sedikit dari internal terkait perkembangan berbagai aspek akhir-akhir ini. Catatan penting melihat nilai tukar ke depan adalah bagaimana kinerja perdagangan dan inflasi saat ini. Karena Jawa Timur sebagai barometer nasional maka potret kinerja perdagangan dan inflasi menjadi sangat penting bagi perumusan kebijakan nasional dan provinsi ke depan. Kinerja perdagangan Jawa Timur pada bulan Agustus 2014 mengalami sedikit perlambatan jika dibandingkan bulan Juli 2014. Nilai Ekspor Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai
9
Oktober 2014
US$1.366,52 juta atau turun 3,59 persen jika dibanding ekspor bulan Juli 2014 yang mencapai US$1.417,47 juta. Secara kumulatif, nilai ekspor selama Januari – Agustus 2014 mencapai US$12.679,07 juta atau naik 28,22 persen dibanding ekspor periode yang sama di tahun 2013 yang mencapai US$9.888,51 juta. Nilai ekspor migas Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai US$34,17 juta atau naik 11,20 persen jika dibanding ekspor migas pada bulan Juli 2014 yang mencapai US$30,73 juta. Selama Januari – Agustus 2014 ekspor migas mencapai US$516,47 juta atau naik 84,92 persen dibanding ekspor migas diperiode yang sama pada tahun 2013 yang mencapai US$279,30 juta (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 1 Oktober 2014). Selanjutnya, ekspor non migas Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai US$1.332,35 juta atau turun 3,92 persen dibanding ekspor non migas bulan Juli 2014 yang mencapai US$1.386,74 juta. Sedangkan selama Januari – Agustus 2014 ekspor non migas mencapai US$12.162,60 juta atau naik sebesar 26,57 persen dibandingkan ekspor non migas periode yang sama di tahun 2013 yang mencapai US$9.609,21 juta. Selama bulan Agustus 2014 ekspor non migas Jawa Timur didominasi oleh tembaga dengan nilai US$134,96 juta, diikuti lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$122,81 juta, bahan kimia organik US$106,55 juta, perhiasan/permata US$82,92 juta, serta kertas/karton US$80,97 juta (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 1 Oktober 2014). Penguatan ekspor harus terus dilakukan melalui peningkatan komoditi yang mempunyai keunggulan kompetitif. Negara Jepang masih menjadi negara tujuan utama ekspor. Nilai ekspor untuk Jepang sebesar US$198,55 juta, diikuti dengan
Amerika Serikat dengan nilai sebesar US$161,74 juta dan berikutnya adalah Cina dengan nilai ekspor US$124,48 juta. Sedangkan untuk negara ASEAN tujuan ekspor utama Jawa Timur adalah Malaysia dengan nilai ekspor mencapai US$119,85 juta, diikuti Thailand US$57,21 juta, dan Singapura senilai US$47,62 juta. Sementara untuk negara Uni Eropa tujuan utama ekspor Jawa Timur adalah Belanda dengan nilai ekspor sebesar US$35,72 juta atau turun 28,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan nilai ekspor untuk Jerman sebesar US$26,05 juta dan nilai ekspor untuk Inggris sebesar US$18,74 juta (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 1 Oktober 2014). Pemetaan tujuan ekspor sangat penting untuk melihat kemampuan Jawa Timur menembus pasar luar negeri dalam kesiapan menghadapi Asean Economic Community dan free trade area yang lain. Selanjutnya, untuk nilai impor Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai US$2.117,31 juta atau naik 7,73 persen dibandingkan impor bulan Juli 2014 yang mencapai US$1.965,35 juta. Secara kumulatif, nilai impor Januari - Agustus 2014 mencapai US$16.280,90 juta atau naik 1,32 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2013 yang mencapai US$16.069,18 juta. Impor migas Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai US$531,14 juta atau turun 13,72 persen dibandingkan impor migas bulan Juli 2014 yang mencapai US$615,63 juta. Sedangkan selama Januari - Agustus 2014 impor migas mencapai US$4.333,93 juta atau mengalami kenaikan sebesar 7,62 persen dibanding impor migas periode yang sama ditahun 2013 yang mencapai US$4.026,99 juta (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 1 Oktober 2014)
Untuk impor non migas Jawa Timur bulan Agustus 2014 mencapai US$1.586,17 juta atau naik 17,52 persen dibanding impor non migas bulan Juli 2014 yang mencapai US$1.349,72 juta. Sedangkan selama Januari - Agustus 2014 impor non migas Jawa Timur mencapai US$11.946,97 juta atau mengalami penurunan sebesar 0,79 persen dibanding periode yang sama tahun 2013 yang mencapai US$12.042,19 juta. Selama bulan Agustus 2014 impor non migas Jawa Timur didominasi oleh mesin-mesin/ pesawat mekanik dengan nilai US$316,18 juta, diikuti bungkil industri makanan sebesar US$143,95 juta, sedangkan plastik dan barang plastik sebesar US$96,27 juta, untuk besi dan baja sebesar US$87,81 juta, serta gandum-ganduman sebesar US$73,57 juta. China merupakan negara pemasok barang impor non migas Jawa Timur dengan nilai US$382,41 juta, diikuti Thailand US$152,98 juta, Amerika Serikat US$130,34 juta, Jepang US$93,85 juta dan Jerman sebesar US$86,31 juta. Kontribusi kelimanya mencapai 53,33 persen terhadap total impor non migas (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur,1 Oktober 2014). Diharapkan ke depan impor bahan baku industri makanan dan minuman bisa tercukupi oleh pasokan dalam negeri melalui penguatan National Supply Chain. Harapannya adalah tumbuh dan berkembangnya industri makanan dan minuman akan juga memberikan kesejahteraan pada petani, peternak, dan nelayan. Selanjutnya, untuk inflasi Jawa Timur pada bulan September 2014 sebesar 0,33 persen. Laju inflasi pada tahun kalender (Desember 2013September 2014) Jawa Timur mencapai 3,38 persen. Sedangkan, Inflasi year-on-year (September 2014 terhadap September 2013) Jawa Timur sebesar 4,13 persen, angka ini
10
Oktober 2014
mengalami kenaikan dari pada inflasi year-on-year pada bulan Agustus 2014 yang sebesar 3,53 persen. Komoditas yang menjadi pemicu didominasi oleh bahan bakar rumah tangga, akademi/ perguruan tinggi, daging ayam ras, cabai merah, tarif listrik, beras, mie, es, tukang bukan mandor, dan gipsum. Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga terutama gas elpiji 12 kg sebagai penyumbang inflasi terbesar (Sumber: BRS, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 1 Oktober 2014). Dengan kemampuan dan keberhasilan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Bank Indonesia dan Pemangku Kepentingan yang lain di Jawa Timur dalam mengelola inflasi yang rendah ini diharapkan daya beli masyarakat Jawa Timur dapat terjaga. (*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar BPBL AMBON DAN MASYARAKAT NELAYAN BERHASIL MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS IKAN KERAPU DI MALUKU Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon berhasil memproduksi telur ikan kerapu dengan jumlah melimpah. Jenis telur ikan Kerapu yang telah diproduksi antara lain telur Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis), Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) dan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Produksi telur ikan Kerapu rata-rata perbulan di BPBL Ambon adalah 168 juta butir dengan rincian ikan Kerapu Bebek 16 juta butir, Kerapu Macan 128 juta butir dan Kerapu Sunu 24 juta butir. Sebagaimana diketahui bahwa produksi telur ikan Kerapu di BPBL Ambon ini berlangsung kontinyu setiap bulan dan dengan kualitas telur terbaik di Indonesia. Dampak positif dari keberhasilan produksi telur ikan Kerapu tersebut, terlihat pada akhir minggu bulan Sep-
tember 2014 lalu, BPBL Ambon dan masyarakat pembudidaya ikan laut di Teluk Ambon Dalam khususnya, telah melakukan panen dan penjualan ikan Kerapu hasil usaha budidaya mereka di Teluk Ambon Dalam. Hal tersebut berarti telah menepis anggapan beberapa pihak yang terlalu pesimistis bahwa perairan Teluk Ambon Dalam kurang layak untuk pembudidayaan ikan laut. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa dalam kenyataannya masyarakat Ambon dan Maluku secara umum sebenarnya belum memanfaatkan secara optimal hasil produksi telur ikan daerah mereka sendiri sehingga hasil panen ikan Kerapu tersebut pada dasarnya terbilang masih terbatas. Menurut Kordinator pembesaran BPBL Ambon, penjualan dilakukan langsung di keramba jaring apung milik masyarakat pembudidaya dan BPBL Ambon. Kapal pengangkut KM Guna Bahari milik seorang pengusaha terkenal yang melakukan langsung penimbangan ikan kerapu tersebut. Jenis-jenis ikan kerapu yang dijual tersebut antara lain Kerapu Bebek, Kerapu Macan dan Kerapu Cantang. Total berat ikan Kerapu yang dipanen untuk dijual tersebut sebanyak 1.525 kg dengan rincian Kerapu Bebek 25 kg dan Kerapu Macan 1.500 kg . Sedangkan harga untuk masing-masing jenis Kerapu adalah Kerapu Bebek Rp300.000,-/kg, dan Kerapu Macan Rp80.000,-/kg . Hal ini juga menunjukan bahwa dari segi pemasaran produksi budidaya ikan laut tidak menjadi masalah. Bahkan menurut pengusaha tersebut jika program pembudidayaan tersebut terus berkembang maka pasti akan lebih banyak lagi pengusaha yang akan membeli ikan Kerapu yang diproduksi. Sehingga bila kapal pengusaha telah penuh dengan hasil di Teluk Ambon Dalam, maka itu sangat membantu, sehingga tidak perlu lagi berkeliling mencari ikan di tempat
lain yang pasti membutuhkan tambahan biaya bahan bakar dan waktu. Oleh karena itu diharapkan bahwa dengan dilakukannya panen dan penjualan ini selanjutnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan, membangkitkan gairah masyarakat yang berada di sekitar Teluk Ambon Dalam untuk melakukan usaha budidaya ikan laut, sehingga aktivitas produktif masyarakat akan meningkatkan hasil panen ikan mereka untuk selanjutnya. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar MEMBANGUN KESEJAHTERAAN BALI Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali Tahun 1999 sampai Maret 2014, tingkat kemiskinan di Bali terus menunjukkan tren penurunan hingga Februari 2013. Tetapi, sejak Maret 2013 terlihat adanya peningkatan hingga Maret 2014. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh tekanan inflasi sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang mengurangi subsidi BBM pada Juli 2013. Akibatnya, terjadi peningkatan hargaharga yang langsung berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Realitas itu tentu menurunkan indikator kesejahteraan ekonomi yang dipergunakan oleh pemerintah untuk mengklaim tingkat kesejahteraan rakyat. Setiap tahun, baik di tingkat pusat maupun di tingkat darah, pemerintah biasanya mempublikasikan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, dan besaran Produk Domestik Bruto (PDB)/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Realitas itu pula yang seharusnya memicu pemerintah untuk mengevaluasi kembali langkahlangkah strategis yang harus dil-
11
Oktober 2014
akukan, agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
riil
Terkait dengan kesejahteraan rakyat, khususnya di daerah Bali, kalau memang disepakati untuk mengadakan evaluasi, barangkali ada gunanya bila mencermati ungkapan Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi 1998. Kata Sen, mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan indikator-indikator moneter seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan maupun besaran PDB/PDRB tidak akan bisa menggambarkan kondisi riil kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kalau hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, tentu tidak ada korelasinya terhadap sesejahteraan masyarakat luas. Orang asing maupun masyarakat daerah lain telah banyak yang mengapresiasi betapa kayanya alam Bali. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa Bali adalah Pulau Surga yang bergelimang dollar, Island of God, Last Paradise, dan sebutansebutan indah lainnya. Bukan hanya sumber daya alam yang kasat mata seperti pantai dan gunung saja yang indah, tetapi sumber daya immaterial seperti keramah-tamahan penduduk, keterbukaan masyarakat terhadap orang asing dan yang datang dari daerah lain, juga telah membudaya di Pulau Seribu Pura ini. Maka, tidak masuk akal rasanya apabila ada peningkatan jumlah penduduk miskin di Bali. Tahun 2012 Pemerintah Bhutan meliris konsep indikator pembangunan yaitu Gross National Happiness Index (GNHI) yaitu penilaian kinerja pemerintahan yang terdiri atas sembilan komponen pokok yaitu 1) Kesejahteraan (psychological wellbeing), 2) Penggunaan waktu (time use), 3) Vitalitas masyarakat (community vitality), 4) keane-
karagaman budaya (cultural diversity), 5) Ketahanan lingkungan (ecological resilience), 6) Standar hidup (living standard), 7) Kesehatan (health), 8) Pendidikan (education), 9) Tranparansi pemerintahan (good governance). Bila kesembilan indikator pembangunan yang diterapkan di Bhutan itu mau diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi Bali. Maka dalam jangka waktu tertentu, diharapkan kesejahteraan riil masyarakat Bali akan semakin meningkat dan merata ke seluruh pelosok daerah ini. Manfaatnya bagi dunia perbankan tentu nyata, karena jasa perbankan akan menjadi semakin inclusive. (*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS KARET KALIMANTAN SELATAN Salah satu komoditas strategis yang sangat menonjol di kawasan regional Kalimantan adalah komoditas karet yang dihasilkan melalui usaha perkebunan rakyat yang melibatkan 399.254 KK. Sayangnya komoditas tersebut sepanjang tahun 2014 belum memberikan hasil yang optimal bagi
petani karet karena harga karet yang sangat rendah bahkan mencapai angka Rp5.500/kg yang turun dari harga sekitar Rp8.500/kg. Kalimantan Selatan memiliki luas areal perkebunan karet seluas 257.978 Ha yang meliputi perkebunan rakyat 232.399 Ha atau sekitar 90,08% dari luas areal perkebunan secara keseluruhan, sisanya adalah merupakan perkebunan besar negara dan perkebunan swasta yang luasnya masing hanya 13.025 Ha atau 5,05% dan 12.554 Ha atau 4,87%. Dari sisi produksi, karet Kalimantan Selatan jumlahnya mencapai 135.951 Ton (Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan, 2013). Produktivitas karet Kalimantan Selatan jika dibandingkan dengan standar produktivitas nasional jauh lebih rendah di mana rata-rata produktivitas nasional telah mencapai 1.500 kg/sheet per tahun sedangkan produktivitas karet Kalimantan Selatan baru mencapai 1.047 kg/ sheet per tahun atau dengan kata lain produktivitas karet Kalimantan Selatan baru mencapai 63,85% dari potensi produktivitas karet secara nasional. Sedangkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan karet Kalimantan Selatan
TABEL 4. PERUSAHAAN PENGOLAH KARET HASIL PERKEBUNAN RAKYAT DI KALIMANTAN SELATAN
2
PT. BALIMAS
Banjarmasin
Kapasitas Pabrik (Ton/Th) 14.000
3
PT. HOK TONG.
Banjarmasin
15.000
4
PT. BRIDGESTONE
Banjar
9.000
6.000
RSS
5
PTPN XIII D.SALAK
Banjar
40.000
12.000
RSS
6
PTPN XIII TAMBARANGAN
Tapin
36.000
36.000
CR
7
PT. DHARMA KAL. JAYA
H. S. Tengah
20.000
18.000
CR
8
PT. KARIAS TABING
H.S. Utara
11.000
6.000
RSS
9
PT.BUMI RAYA
Tabalong
20.000
10.000
CR
No
Nama Perusahaan
Lokasi Pabrik: Kab/Kota
Kapasitas Terpakai (Ton/Th) 12.000 10.000
CR
Bentuk Produksi CR
Sumber: Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan, 2013
12
Oktober 2014
jika setiap Kepala Keluarga diasumsikan terdiri dari 4 orang anggota keluarga yang artinya masyarakat Kalimantan Selatan yang hidupnya tergantung usaha perkebunan karet mencapai 1.597.016 jiwa. Dengan kondisi produktivitas yang rendah dan harga yang juga sangat rendah memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat Kalimantan Selatan yang ditunjukkan dengan penurunan angka Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Agustus 99,11 atau turun 0,29% dibandingkan bulan Juli 2014. Sebelumnya atau pada bulan Juli 99,40 atau turun 0,49% dibandingkan bulan Juni 2014, dan begitu pula pada bulan Juni 2014 mengalami penurunan dibandingkan bulan Mei 2014. Kondisi nilai tukar petani Kalimantan Selatan tersebut di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat petani karet Kalimantan selatan mengalami penurunan pendapatan yang cukup signifikan, yaitu sekitar 35,29%. Selanjutnya kondisi tersebut secara tidak langsung memberikan dampak terhadap DPK (Dana Pihak Ketiga) bagi perbankan di Kalimantan Selatan. Fluktuasi harga karet Kalimantan Selatan yang sangat dinamis dan cenderung menurun selama tahun 2014 salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas produksi karet dan kondisi tanaman karet perbunan rakyat yang tidak mengalami peremajaan hal tersebut ditunjukkan oleh tanaman karet yang termasuk dalam kategori tanaman tua lebih dari 35%. Di samping itu, dukungan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan karet masih sangat terbatas jumlah dan kapasitas daya tampungnya terhadap produksi karet yang dihasilkan para petani. Di Kalimantan Selatan saat ini hanya terdapat beberapa perusahaan yang melaksanakan proses
pengolahan karet hasil perkebunan rakyat dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi (Tabel 4). Berdasakan Tabel tersebut di atas maka secara umum perusahaan industri pengolahan karet dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi di Kalimantan Selatan pada umumnya melaksanakan kegiatan operasionalnya di bawah kapasitas terpasang atau terjadi idle capacity meskipun dari sisi sebaran perusahaan hampir meliputi seluruh sentra produksi karet Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para petani karet di Kalimantan Selatan maka diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kulitas dan produktivitas karet di Kalimantan Selatan. Di samping itu, diperlukan upaya untuk mendorong terbangunnya industri karet yang dapat memproduksi karet sampai pada produk akhir (final) dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi karet di Kalimantan Selatan sekaligus untuk dapat meningkatkan stabilitas harga karet dan perluasan lapangan kerja bagi masyarakat. Kondisi tersebut semakin strategis untuk menjadi salah satu alternatif pengembangan industri yang dapat menutupi melemahnya kinerja sektor pertambangan batubara di Kalimantan Selatan yang terkena dampak peraturan pemerintah untuk mengatur secara ketat ekspor produksi batubara. Kalimantan Selatan butuh Investor dibidang Industri pengolahan Karet. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado KESENJANGAN LISTRIK MENCIPTAKAN KESENJANGAN PEMBANGUNAN Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo merupakan provinsi-
provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang mencatat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada beberapa tahun terakhir, yaitu di atas 7%. Angka ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Bila dilihat secara sepintas, kinerja ekonomi di provinsiprovinsi ini dapat dikatakan baik. Namun bila ditelusuri lebih lanjut, terlihat fundamental ekonomi mereka relatif lemah, bahkan rapuh. Kelemahan tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi tinggi yang terjadi terlalu mengandalkan Sub Sektor Perdagangan yang umumnya tumbuh di atas 10 persen, tanpa didukung oleh Sektor Industri Pengolahan yang memadai. Akibatnya, penghasilan yang diperoleh masyarakat dan dunia usaha dari penjualan hasil bumi, gaji, dan dana pemerintah yang masuk ke daerah-daerah di atas dengan cepat akan mengalir keluar ke pusat-pusat industri di Pulau Jawa. Kondisi ini menjelaskan mengapa pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di tiga provinsi tersebut relatif rendah dan cenderung menurun. Dalam beberapa tahun ke depan, situasi ini diperkirakan tidak berubah, bahkan dapat memburuk seiring menurun produktivitas komoditas unggulan yang ada di provinsi-provinsi tersebut yang selama ini dijual dalam kondisi mentah atau diolah dengan nilai tambah terbatas. Ini disebabkan investasi pada sektor industri pengolahan dalam beberapa tahun terakhir relatif rendah. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperlihatkan bahwa pada kurun waktu 2010-2013, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk tiga provinsi di atas rata-rata 1,62 persen dari total PMDN Indonesia. Demikian juga dengan Penanaman Modal Asing (PMA), rata-rata 3,07 persen. Selain itu, investasi yang dilakukan kebanyakan di bagian hulu perkebunan dan pertambangan. Mengingat investasi yang terjadi saat ini di Sulawesi
13
Oktober 2014
Utara,Sulawesi Tengah, dan Gorontalo relatif rendah dan mengingat pengembalian investasi adalah berjangka panjang, maka sulit diharapkan diperolehnya hasil investasi yang dapat meningkatkan kualitas perekonomian wilayah ini pada beberapa waktu mendatang. Di sisi lain, pada kurun waktu yang sama, lebih dari 50 persen investasi, baik PMDN maupun PMA berada di Jawa-Bali. Akar masalah dari rendahnya investasi di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo adalah ketidakadilan dalam distribusi listrik. Ini juga menjadi fenomena umum pada semua provinsi di luar Jawa-Bali. Data yang dikeluarkan PLN menunjukan pada tahun 2011, kapasitas listrik yang dimiliki Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo sebesar 901 MW atau hanya 1,88 persen kapasitas listrik Indonesia. Pada saat yang sama, kapasitas listrik yang ada di Jawa -Bali sebesar 32.558 MW atau 72,01 persen. Dengan kapasitas listrik serendah ini, sulit bagi tiga provinsi di atas untuk menarik investasi yang bermakna di masa depan sehingga ketimpangan pembangunan semakin melebar. Situasi yang ada membuat industri manufaktur provinsi-provinsi ini dan provinsi lain di luar Jawa-Bali tidak memiliki daya saing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini perlu dipikirkan oleh pemerintah yang baru agar wilayah-wilayah ini tidak sekedar menjadi pasar dari negara-negara ASEAN lainnya. Pola pikir selama ini yang menganut infrastructures follow business, seharusnya menjadi business follows infrastructures. Tanpa infrastruktur yang memadai, sulit bisnis mencapai tingkat yang optimal. Untuk mencapai lompatan pembangunan yang berkeadilan, pemerintah harus melakukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur, terutama listrik di luar Jawa-Bali. Ke depan, pertumbuhan ekonomi di atas
7 persen bukan suatu hal yang sulit dicapai. Dana Bantuan Sosial (Bansos) yang jumlahnya sangat besar (Rp 91,8 triliun pada 2014) dan sering disalahgunakan, dapat dialihkan untuk membangun infrastruktur listrik. Pada tahun 2014, PLN melakukan investasi pembangkit dan transmisi sebesar Rp 40 triliun. Angka ini tidak mencapai 50 persen dari dana Bansos di atas. Melalui pengalihan sebagian dana Bansos, maka Indonesia dapat meningkatkan pembangunan pembangkit dan transmisi listrik dua kali lebih cepat. Dan bila hal tersebut dilakukan secara konsisten ke depan, maka waktu realisasi rencana kelistrikan akan menjadi separuh dari waktu yang direncanakan. Dengan demikian multiplier effect yang dihasilkan lebih cepat dan lebih besar. Di samping itu, dari sisi psikologis, pengalihan sebagian dana Bansos ke pembangunan infrastruktur listrik bermanfaat mengarahkan masyarakat pada perilaku “produktif” untuk mencari nafkah, bukannya perilaku “nrimo” sebagaimana yang terjadi selama ini karena adanya bantuan sosial yang sering tidak tepat sasaran. (*)
Sidik Budiono RCE Wilayah Papua KEPUTUSAN EKONOMI DALAM KETIDAKPASTIAN PADA PENYALURAN KKPA KELAPA SAWIT DI PAPUA & PAPUA BARAT Papua dan Papua Barat sangat potensial untuk perkebunan kelapa sawit. Pemberian izin tentu akan sangat ketat supaya menghindari konflik antara investor, bank, dan masyarakat setempat. Sebenarnya, potensi lahan di Papua yang bisa ditanami kelapa sawit mencapai sekitar 3-4 juta hektar (Dinas Perkebunan Prov. Papua, 2013). Papua dan Papua Barat memang tempat yang sangat bagus
untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit, sebab struktur tanah dan iklimnya cocok. Perkebunan di Papua juga belum begitu padat seperti di Kalimantan dan Sumatera. Sampai dengan sekarang sudah ada puluhan perusahaan memperoleh ijin investasi perkebunan kelapa sawit di Papua & Papua Barat dengan luas lahan rata-rata 352.651 hektar. Tidak seluruh perkebunan sawit dibiayai oleh swasta, tetapi juga dibutuhkan pembiayaan kredit perbankan. Berdasarkan pengalaman Krisis Ekonomi 1998, sektor perbankan berkeinginan untuk menyalurkan dana pada sektor yang kebal terhadap resesi dan tingkat suku bunga yang bersaing sehingga terhindar dari kemungkinan kredit macet. Untuk itu, suatu permohonan kredit untuk melakukan investasi di bidang perkebunan kelapa sawit dan industri hilirnya harus dianalisis secara lebih mendalam dengan menggunakan alat analisis yang memadai agar diperoleh hasil analisis yang akurat dan proses yang cepat. Suatu bentuk/program ekonomi adalah pola kemitraan. Pola kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama pembangunan dan pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma melalui lembaga koperasi dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, saling mengisi, utuh dan berkesinambungan. Salah satu bentuk kredit yang disalurkan dari perbankan ke koperasi dan diteruskan kepada anggotanya adalah KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota). KKPA adalah suatu jenis kredit, baik merupakan Kredit Investasi maupun Kredit Modal Kerja yang diberikan oleh Bank Kepada Koperasi Primer, untuk diteruskan kepada anggotanya guna membiayai
14
Oktober 2014
usaha yang produktif, dengan tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota Koperasi KUD, meningkatkan produksi, dan meningkatkan devisa. Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha produktif pada semua sektor ekonomi yang diberikan dalam bentuk Kredit Investasi (KI) dan atau Kredit Modal Kerja (KMK). Walaupun rata-rata rasio non performance loan (NPL) untuk Papua dan Papua Barat di bawah 2% tetapi sikap kehati-hatian terhadap risiko kredit macet adalah wajib bagi semua bank. Penulis ingin menunjukan salah satu kasus perkebunan kelapa sawit rakyat yang dibiayai melalui skema KKPA di Papua. Walaupun banyak usaha agribisnis yang telah berhasil, penulis ingin mengungkapkan penyebab kegagalan agar di masa yang akan datang tidak terulang kembali. Kasus kegagalan agribisnis ini menimbulkan banyak masalah karena perencanaan yang kurang matang dan aspek penting yang terabaikan.
dimungkinkan untuk pengembangan perkebunan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Jaminan/ agunan adalah sertifikat hak milik (SHM) lahan pertanian. Lebih jelasnya alur penyaluran kredit KKPA dapat dilihat pada Gambar 1. Ada 2 bank umum nasional yang membiayai proyek perkebunan yang sama. Bank menyediakan dana kredit KKPA. Koperasi menghimpun anggota (petani) yang memiliki tanah/lahan. Petani (anggota) menyerahkan sertifikat hak milik lahan kepada Koperasi untuk dijadikan jaminan kredit KKPA. Studi kelayakan dan kunjungan telah dilakukan bank dan Koperasi, dan dinyatakan layak secara ekonomi. Perijinan-perijinan telah disetujui oleh pihak pemerintah daerah. Namun jika terjadi konflik maka pihakpihak yang berkewajiban kurang perhatian dalam penyelesaian konflik. Pihak bank tidak mengetahui persis pengguna kredit akhir (petani) sejauhmana persyaratan-persyaratan kredit dapat dipenuhi. Pihak bank hanya menerima jaminan berupa sertifikat yang telah dikumpulkan oleh koperasi. Kemudian koperasi tidak melakukan sosialisasi secara komprehensif terhadap petani (pemilik la-
han) sehingga sebagian besar petani tidak mengetahui bahwa dirinya adalah debitur bank. Koperasi kurang menjelaskan bahwa sumber pendanaan kredit bagi anggotanya berasal dari bank. Proyek perkebunan kelapa sawit direalisasikan dengan harapan investasi perkebunan kelapa sawit ini akan memberikan pendapatan baru yang signifikan serta ribuan lapangan pekerjaan baru. Perusahaan pengolahan kelapa sawit disediakan untuk menampung hasil kelapa sawit, namun bank dan koperasi kurang tahu seberapa jauh kemampuan/kapasitas pengolahan untuk menampung hasil kelapa sawit.
Setelah melewati periode tanam, proses/perawatan dan panen diperoleh 2 kriteria panen petani: pertama petani yang berhasil panen dengan jumlah besar tidak semua panennya dapat ditampung untuk diolah sehingga kualitas menurun dan oleh karenanya harga cenderung turun. Di sisi lain, sebagian petani Dalam skema penyaluran kredit dengan panen yang tidak memadai KKPA, anggota koperasi adalah petani disebabkan oleh harga jual yang kuyang memiliki lahan/tanah pertanian. rang bagus, umumnya harga tandan Jadi, lahan berasal dari tanah petani, buah segar sawit Papua di bawah hardan/atau tanah ulayat/adat yang ga sawit di Lampung atau Medan. Perbedaan harga ini disebabkan hasil olahan keGAMBAR 1. SKEMA PENYALURAN KREDIT KKPA lapa sawit papua crude palm oil (CPO) harus dikirim ke Kredit Koperasi Primer sumatera. Penyebab lain Petani untuk Anggota adalah orientasi bisnis pada Bank (KKPA) perusahaan pengolahan sawit agar investasinya cepat kembali maka cara yang ditempuh membuat selisih harga menjadi lebih lebar. Perbedaan harga pada saat Industri itu mencapai hampir 40% Input-Proses-Output Pengolahan Panen dari harga CPO Sumatera Sawit sehingga bagi petani menjadi tidak menarik, akiKeterangan: batnya petani cenderung Aliran Kredit Aliran Hasil Panen merawat tanaman lain yang Aliran Angsuran Uang Hasil Panen lebih menguntungkan.
15
Oktober 2014
Disamping itu, investasi kelapa sawit ini tidak dapat terhindar dari resiko konflik sosial. Ada dua hal yang bisa menimbulkan masalah. Pertama adalah hak tanah adat, yang sampai saat ini tidak mempunyai kerangka payung hukum. Undang-undang Otonomi Khusus menyebutkan bahwa “usaha-usaha perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati semua hak-hak masyarakat adat”, tetapi perinciannya akan ditetapkan kemudian dalam sebuah peraturan daerah khusus (perdasus) tentang hak -hak tanah adat dan kehutanan. Kedua, banyak komunitas penduduk asli yang ingin tetap hidup secara tradisional dengan berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari hutan. Sistem kepercayaan tradisional masyarakat lokal berhubungan erat dengan hutan. Jadi jika kondisi hutan yang semula merupakan hutan heterogen berubah menjadi hutan homogen maka pencaharian sebagian masyarakat akan terganggu. Walaupun dalam aspek bisnis bank telah melakukan analisis pemberian Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) dan telah menghasilkan suatu rekomendasi dasar asumsi perhitungan analisis kredit
penyaluran, namun bank kurang memperhatikan aspek mikroekonomi yang sangat penting. Dari kasus Kredit KKPA ini menunjukkan bahwa kegagalan timbul karena informasi yang tidak sempurna (asymetric information), masalah principalagent, moral hazard, dan faktor eksternal. Salah satu kegagalan pasar adalah bahwa informasi pasar tidak sempurna (ada ketidakpastian dan ada biaya untuk mendapatkan informasi). Adanya ketidakpastian di masa depan sehingga ada resiko dari setiap tindakan/keputusan ekonomi. Bagaimana agen ekonomi (bank) melakukan pilihan dalam ketidakpastian. Selanjutnya, bagaimanakah agen ekonomi menghindari resiko (risk averse). Bagaimana usaha-usaha agen ekonomi yang umumnya tidak menyukai kondisi yang tidak pasti melakukan transaksi ekonomi. Kurangnya informasi merujuk pada masalah pengambilan keputusan dengan kondisi tidak pasti. Pengambil keputusan (bank) tidak tahu secara pasti dari keputusan yang diambil. Informasi yang lebih baik dapat mengurangi ketidakpastian sehingga memberi arah keputusan yang lebih baik dari hasil keputusan yang lebih tinggi.
Informasi menjadi berharga karena membantu individu merubah estimasinya mengenai kemungkinan (probability). Sejalan dengan makin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki seorang bankir, keputusan ekonomi dalam ketidakpastian membawa konsekuensi perilaku rasional setiap individu dalam pilihannya (choice under uncertainty). Kesimpulan dan implikasi dari kasus ini antara lain: 1. Apabila diperbandingkan antara pola kemitraan bank-koperasi dengan Perkebunan Besar Swasta (PBS), maka pola kemitraan lebih kompleks dan berjenjang (koperasianggota/pemilik lahan). Perkebunan Besar Swasta sebagai pemegang hak penguasaan lahan dapat mengatur pekerjanya sehingga lebih efisien. 2. Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian memang tidak mudah, namun demikian dalam perencanaan penyaluran kredit pihak bank harus dapat mengidentifikasi dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi (asymetric information, masalah principal-agent, moral hazard, dan faktor eksternal).
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 1 September — 30 September 2014 Indeks saham bergerak variatif namun demikian secara mayoritas membentuk pola downtrend. Beberapa indeks saham membentuk pola pergerakan yang anomali seperti yang terjadi pada indeks saham Nikkei Jepang dan Thailand Stocks Exchange. INDEKS SAHAM GLOBAL Indeks saham di Amerika Serikat
baik Dow Jones bergerak dalam kisaran 16.946-17.280. Dow Jones membuat rekor tertinggi dalam sejarah dengan menyentuh indeks 17.280. Dow Jones memulai perjalanan bulan September ini dari titik 17.068 dan menutupnya pada titik 17.043. Dow Jones mencatat rekor tertinggi setelah jumlah pemohon tunjangan pengangguran pada minggu ketiga bulan September turun menjadi 280.000 jiwa dari minggu sebelumnya 315.000. Angka tersebut lebih rendah
daripada yang diperkirakan para analis yakni sebesar 305.000. Pada saat yang sama The Fed memutuskan untuk menahan Fed Rate pada level 0,25% dan keputusan ini dianggap tepat oleh para investor. Masyarakat Eropa pada bulan awal September dikejutkan oleh berita pelaksanaan referendum rakyat Skotlandia untuk tetap bersama atau memisahkan diri dari Inggris. Referendum Skotlandia ini menciptakan kegelisahan terutama apabila Skotlandia
16
Oktober 2014
memutuskan untuk memisahkan diri. Pada akhir September, hasil referendum menetapkan untuk tetap bergabung dengan Inggris dan hal ini memberikan nafas lega bagi investor. Meski indeks saham di Amerika sempat menyentuh titik tertinggi dan hasil referendum melegakan, namun menjelang penutupan bulan berbagai berita memberikan sentimen yang kurang positif bagi investor sehingga indeks kembali mengalami penurunan. Berita tersebut antara lain indeks kepercayaan konsumen Amerika yang turun dalam lima bulan terakhir dan harga rumah yang merangkak lebih lambat daripada yang diperkirakan. Seperti yang disebutkan diatas, indeks Nikkei Jepang dalam sebulan ini bergerak anomali atau membentuk pola pergerakan uptrend. Penguatan ini dikarenakan mata uang Yen Je-
pang sepanjang bulan September ini melemah. Pada kondisi yang kurang stabil, investor memilih untuk menempatkan portfolio aset pada instrument investasi yang dianggap lebih aman seperti mata uang ataupun obligasi negara Amerika Serikat dan juga emas. Pengalihan portfolio investasi tersebut membuat mata uang Dollar Amerika menguat terhadap mata uang asing lainnya termasuk Yen Jepang. Namun demikian melemahnya Yen Jepang merupakan berita yang menggembirakan bagi perekonomian Jepang karena Jepang banyak menyandarkan pertumbuhan ekonomi pada kegiatan ekspor. Melemahnya Yen akan membuat barang-barang produksi Jepang akan terlihat murah dan akan dapat mengangkat volume ekspor dari Jepang.
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Indeks saham di kawasan regional mayoritas bergerak dengan pola downtrend. Indeks saham Hang Seng menjadi indeks yang paling mengalami koreksi terdalam dalam sebulan. Sentimen negatif dipicu oleh kondisi politik di Hong Kong. Terjadi gelombang protes dari masyarakat Hong Kong, setelah pemerintah Cina darat a n m e n g e lu a r ka n k e t e n t u an mengenai pemilihan umum dimana ditentukan bahwa calon kepala eksekutif baru hanyalah orang yang direstui komite pro Tiongkok. Selain pengaruh politik, indeks manufaktur Cina yang dirilis oleh HSBC mengalami penurunan menjadi 50,2 dari 50,5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak fluktuatif dengan memulai perjalanannya di bulan September dari titik 5.178 dan menutupnya pada titik 5.138 atau me-
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
17
Oktober 2014 nutup bulan September dengan laju penurunan -0,8%. IHSG sempat menyentuh titik tertinggi indeks 5.228 pada minggu ketiga bulan September. Kenaikan IHSG tersebut lebih dipengaruhi oleh berita dari luar negari yakni keputusan The Fed yang menahan Fed Rate. IHSG beringsut dari titik tertingginya menjelang akhir bulan September. Selain terpengaruh dari berita dari luar negeri terutama dari Amerika, kondisi politik dalam negeri turut memberikan sentimen negatif. Keputusan parlemen yang menentukan pemilihan umum daerah melalui parlemen daerah dinilai langkah mundur demokrasi Indonesia. Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum daerah secara langsung selama sepuluh tahun terakhir. PERBANKAN Saham sektor ini ditutup variatif. Beberapa saham ditutup secara bu-
lanan dalam teritori positif seperti Bank Central Asia (BBCA), Bank Tabungan Negara (BBTN), Bank Danamon (BDMN) dan Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan kenaikan sebesar 11,8%, 5,9%, 4,4% dan 2,8%. Saham perbankan yang ditutup melemah dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang mengalami koreksi -5,7%. Sementara Bank Mandiri (BMRI) dan Bank CIMB Niaga (BNGA) kompak ditutup melemah -4,0%. BBCA memulai awal bulan ini dari harga batas bawah atau level support dan menyentuh harga batas atas baru Rp 13.075. Kemampuan BBCA membentuk harga batas atas baru ini dikaitkan dengan berita korporasi yang menyebutkan penurunan suku bunga simpanan deposito sebesar 50 bps dan rencana penyaluran kredit pemilikan rumah BBCA dengan suku bunga tetap. Penurunan simpanan deposito 50 bps oleh BBCA di-
perkirakan bertujuan mengumpulkan dana guna mengamankan likuiditas sampai dengan lebaran dan Pemilihan Presiden 2014. Setelah Lebaran dan Pilpres berakhir mendorong BBCA untuk mengurangi suku bunga deposito yang tinggi. Selain itu, kombinasi penyaluran kredit perumahan yang tentunya mempunyai bunga kredit yang lebih tinggi daripada kredit pada perusahaan akan membantu BBCA membukukan profit yang baik di tahun ini. Sedangkan saham BBNI yang mana pada bulan September 2014 ini juga mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah pada harga Rp 5.850 pada tanggal 24 September 2014. Hal ini dikarenakan BBNI mampu memperlihatkan pertumbuhan kinerja yang cukup baik dan valuasi harga BBNI terhadap book value yang menarik bagi investor.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Thailand
Strait Times
Hang Seng
18
Oktober 2014
Penutupan akhir bulan dalam teritori positif maupun negatif pada saham-saham bank lain lebih berkaitan dengan ayunan harga sesuai pergerakan teknikal. Apabila harga saham telah mencapai batas atas, maka investor lebih memilih untuk menjual sehingga ditutup melemah. Demikian sebaliknya, sehingga ditutup menguat. INFRASTRUKTUR Saham sektor infrastruktur turut menutup bulan September ini dengan mixed. Dimana untuk saham PT Indosat (ISAT) ditutup melemah -1,4% sementara untuk saham PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan PT Perus-
ahaan Gas Negara (PGAS) ditutup menguat sebesar 7,6% dan 3,0%.Pergerakan ISAT dan PGAS yang ditutup melemah dan menguat ini sesuai dengan ayunan pergerakan teknikal analisa. Sedikit menarik pada pergerakan harga TLKM yang ditutup menguat cukup berarti dibandingkan dengan saham sejenisnya. Penguatan harga saham TLKM ini dikaitkan dengan terobosan TLKM yang bekerja sama dengan Bank Sumut dalam mengeluarkan uang elektronik dan penyediaan New E Toll Pass. Kerja sama uang elektronik dengan Bank Sumut dapat dipakai untuk membayar kereta bandara Kualanamu dan nantinya akan
dikembangkan untuk transaksi keuangan lainnya. Semetara New E Toll Pass TLKM memberikan solusi bagi panjangnya antrian pembayaran toll. Dengan New E Toll Pass, pengguna jalan toll hanya memerlukan dua detik untuk membayar toll. Dengan proses yang cepat yang disediakan memberikan potensi pertumbuhan pengguna jasa New E Toll Pass selanjutnya dan memberikan alternative pendapatan bagi TLKM. KONSTRUKSI Saham-saham konstruksi kompak menutup bulan September pada zona negatif. Penurunan saham konstruksi ini termasuk cukup dalam dibanding-
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan
19
Oktober 2014
kan dengan sektor lain. Penurunan terdalam dialami oleh PT Pembangunan Perumahan (PTPP) dengan koreksi sedalam -13,1% secara bulanan dan diikuti oleh PT Adhi Karya (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Waskita Karya (WSKT) dengan penurunan masing-masing sedalam 9,5%, -8,6% dan -7,7%. Pada bulan sebelumnya saham konstruksi merupakan saham target investasi para investor. Oleh karenanya saham konstruksi naik cukup signifikan dan valuasi price to earnings ratio menjadi relatif mahal. Sentimen negatif yang terjadi menjelang akhir bulan memicu aksi profit taking investor dengan menjual saham pada sektor ini. PERTAMBANGAN Harga saham sektor pertambangan kompak turut ditutup melemah dalam bulan ini. Penuruna saham komoditas yang paling dalam dialami oleh saham
PT Timah (TINS) yang jatuh Rp 160 dari harga awal bulan atau turun 11,6%. Kemudian diikuti oleh saham PT Aneka Tambang (ANTM) yang melemah -4,3% dan PT Bukit Asam (PTBA) yang turun -1,7%. Harga komoditas timah yang diperdagangkan di bursa komoditas dunia turun hingga menyentuh harga terendah dalam setahun USD 21.250 per metrik ton. Pengaruh harga komoditas dunia memicu aksi jual saham TINS. Sebaliknya saham PTBA yang ditutup melemah terbatas dibandingkan dengan peers meski harga komoditas batubara juga masih belum beranjak dari harga terendahnya USD 65 per metrik ton. Para investor berspekulasi dengan kenaikan harga bahan bakar bersubsidi akan mengalihkan masyarakat menggunakan batubara sebagai alternatif energi dan penjualan PTBA akan membaik di tahun ini.
INDUSTRI DASAR SEMEN Saham sektor industri dasar semen turut menutup bulan Juli dengan variatif. Harga saham PT Wika Beton (WTON) menutup bulan Agustus ini dengan kenaikan 6,3%. Saham WTON menguat cukup berarti dalam bulan ini. Kenaikan harga saham WTON dikaitkan dengan rencana ekspansi WTON pada perusahan beton di Batam. Apabila ekspansi WTON terwujud, maka akan membantu kenaikan volume penjualan WTON di masa yang akan datang setidaknya 5%. Sementara PT Semen Baturaja (SMBR) dan PT Semen Indonesia (SMGR) ditutup melemah -7,2% dan 5,1%. Kedua saham semen ini bergerak seiring prediksi lemahnya konsumsi semen Indonesia di tahun ini. Salah satu perusahaan semen besar di Indonesia memprediksikan pertumbuhan konsumsi semen akan turun menjadi 4,5% dari perkirakaan semula 6% di awal tahun. (*)
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor
20