Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
MELALUI METODE DEMONSTRASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI CAHAYA DAN SIFAT-SIFATNYA KELAS V SD NEGERI 11 SABANG Seri Erliati Guru SDN 11 Aneuk Laot Kota Sabang Abstrak: “ Upaya meningkatkan hasil belajar IPA dengan materi Cahaya dan sifatsifatnya, melalui metode demonstrasi dan penggunaan alat peraga yang tepat pada siswa kelas V SD Negeri 11, Kelurahan Aneuk Laot, Kecamatan Sukakarya Kota Sabang.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode demonstrasi dan penggunaan alat peraga yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada kompetensi dasar mendeskripsikan sifat- sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang Tahun pelajaran 2010/2011.Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 11 Sabang Tahun Pelajaran 2010/2011 sebanyak 23 siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptifkoperatif dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II.Dengan menggunakan metode demonstrasi dan penggunaan alat peraga yang tepat pada kompetensi dasar mendeskripsikan sifat- sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri 11 Sabang Tahun Pelajaran 2010/2011.Pada akhir siklus II dapat diketahui telah terjadi peningkatan hasil rata- rata 30,44 %, yaitu dari nilai rata- rata pada kondisi awal 56,39 menjadi 79. Sedangkan ketuntasan belajar siswa sebesar 56,52 %, dari kondisi awal siswa yang tuntas 8 siswa menjadi 21 siswa, dengan demikian sebagian besar siswa mengalami peningkatan hasil belajar pada kompetensi dasar mendiskrisikan sifat- sifat cahaya. Kata kunci: IPA Metode demonstrasi dan alat peraga
Pelajaran IPA adalah studi yang mengenai alam sekitar dalam hal yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang Alam sekitar secara sistimatis, sehinggaIPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta , konnsep- konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan . Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar ,serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran sangat ditentukan oleh perencanaan yang tepat agar ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung akan mendapat hasil yang memuaskan.Apabila suatu perencanaan suatu kegiatan dirancang dengan baik maka kegiatan akan lebih baik dan mudah dilaksanakan. Berhasilnya suatu pembelajaran , salah satunya juga ditandai dari hasil belajar yang baik . Pada kenyataannya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 11 Sabang , beberapa orang siswa masih mendapat nilai dibawah nilai ketuntasan yang telah ditetapkan dalam KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal). Ini terlihat dari hasil ujian Semester 1 Tahun pelajaran 2010/2011, 35% dari 23 orang. Siswa mendapat nilai yang sangat rendah yaitu masih di bawah rata-rata. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran IPA pada kelas V SD Negeri 11 Sabang, merupakan salah satu faktor penyebabnya kurang tepatnya metode dari perencanaan yang dibuat oleh guru sehingga ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung belum semua siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga membuat siswa merasa jenuh dan hanya duduk mendengar saja. Padahal dalam mendesain suatu pembelajaran guru harus mampu memperhatikan karakteristik dan kemampuan siswa yang aktif dan kreatif. Namun kecenderungan guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang bersifat satu arah, juga cenderung membosankan siswa. Karena pembelajaran masih didominasi oleh guru. Siswa sebagai objek bukan subjek bahkan guru sering membatasi kreatifitas siswa 1698
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
selama proses pembelajaran berlangsung.Penggunaan KIT IPA yang telah tersedia terkadang diabaikan guru karena keterbatasan guru dalam menggunakannya, guru lebih menyenangi memakai alat peraga lain yang dianggapnya lebih mudah digunakan. Kegiatan pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suasana yang mendorong inisiatif siswa untuk menerapkan populsi dari dalam diri siswa untuk membangun gagasan – gagasan melalui kegiatan belajar sepanjang hayat.Gagasan-gagasan dan pengetahuan ini akan membentuk ketrampilan, sikap dan perilaku siswa sehari- hari sehingga siswa akan berkompeten dalam bidang yang dipelajarinya. Adakalanya memberikan pembelajaran kepada siswa tidak selalu berjalan dengan lancar sesuai dengan perencanaan atau gagal. Banyak faktoryang menyebabkan kegagalan dalam memberikan pembelajaran. Dari faktor siswa, misalnya tingkat intelegensi dan latar belakang siswa yang berbeda-beda sehingga menyebabkan hasil pembelajaran yang tidak sama pula. Sedangkan faktor penyebab lain adalah guru dalam penyampaian matari pelajaran kurang menguasai materi, penggunaan alat peraga yang kurang efisien, atau penggunaan metode yang kurang tepat sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan kurang mengenai sasaran , dan masih banyak lagi sebab-sebab kegagalan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. METODE PENELITIAN Sampel penelitian di kelas V Sekolah Dasar Negeri 11 Aneuk Laot Kota Sabang, jumlah siswa 23 orang, terdiri dari 14 siswa laki- laki dan 9 siswa perempuan. Waktu Kegiatan ini berlangsung dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Adapun rancangan tersebut akan menjadi pertimbangan oleh penulis di mana siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang akan mampu memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas, karena siswa Kelas V telah mampu membaca dan menulis serta memiliki kemampuan untuk berhitung. Selain itu penulis juga sebagai guru ditugaskan mengajar di SD Negeri 11 Kota Sabang. Kegiatan penelitian ini secara prosedur menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam meningkatkan pemahaman materi Cahaya dan Sifat-sifatnya pada siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang menggunakan metode demonstrasi. Praktik ini mencakup dalam 2 Siklus dan terdiri dari siklus pertama dilaksanakan 2 pertemuan dan siklus kedua dilakukan dalam 2 kali pertemuan. Siklus pertama dilakukan dengan tahapan-tahapan: 1) Penyampaian sosialisasi awal mengenai belajar praktik. 2)Guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga: Pertemuan pertama tentang i) Menjelaskan cahaya. ii) Hubungan cahaya dan penglihatan 3) Pada pertemuan kedua guru menjelaskan tentangmacammacam cermin, yaitu cermin datar, cekung dan cembung, 5) Diakhir pertemuan kedua guru memberikan evaluasi pertama. Siklus kedua dilakukan pada tahapan-tahapan berikut: 1) Pada pertemuan pertama siklus kedua guru memberikan pembelajaran tentang alat- alat optik 2) Guru memberikan penugasan praktik yakni membuktikan bahwa cahaya dapat dipantulkan 3) Pada pertemuan kedua dilakukan pendalaman materi tentang cacat mata 4) Siswa dituntut guru membuat kesimpulan, dan 5) Diakhir pertemuan kedua dilakukan evaluasi kedua. Langkah-langkah analisis data adalah mengkaji data yang terkumpul secara keseluruhan dari semua instrument, dan menyimpulkan, serta memverifikasi kembali. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa pedoman yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam penganalisisan data hasil proses belajar siswa, indikator yang dimaksud dalam uraian di atas adalah beberapa hal yang memenuhi prasyarat kriteria pijakan pengukuran peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Peran siswa tersebut pada umumnya terimplementasikan secara nyata dalam sebuah pola tindak pembelajaran yang dapat diamati secara langsung oleh peneliti. HASIL PENELITIAN Tahapan-tahapan penelitian sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran dalam tiap siklus pembelajaran diuraikan dalam wawancara berikut ini: a) Siklus Pertama Pada siklus pertama, pertemuan pertama guru memberikan sosialisasi awal mengenai bentuk KBM yang akan dilalui siswa dan guru. Pada tahapan ini, guru memberikan motivasi agar siswa mampu berperan secara aktif dalam kegiatan
1699
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pembelajaran dan tertarik untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan nya pada materi pembelajaran dalam IPA melalui metode demonstrasi. Pada tahapan kedua, guru mulai masuk pada tahapan proses pembelajaran dengan kegiatan penyampaian materi pembelajaran dengan materi pokok cahaya dan sifat-sifatnya. Sub pokok materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah i) Menjelaskan cahaya. ii) Hubungan cahaya dan penglihatan. Materi pembelajaran disampaikan dan diuraikan dengan rinci, jelas dan menarik menggunakan alat peraga KIT IPA sehingga siswa menemukan kemudahan-kemudahan dalam proses pemahaman. Pada tahapan ketiga, dilanjutkan denganguru menjelaskan tentangmacam-macam cermin, yaitu cermin datar, cekung dan cembung. Materi pembelajaran ini disampaikan dan diuraikan dengan rinci, jelas dan menarik karena menggunakan alat peraga sehingga siswa mudah memahami materi. Pada tahapan keempat, guru melakukan kegiatan evaluasi dan penilaian pada proses pembelajaran secara cermat. Penilaian dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan secara langsung. Penilaian ditekankan pada aspek pemahaman materi pembelajaran yang akan diukur tingkat hasil belajar siswa pasca KBM IPA. Penilaian ditekankan pada aspek i) pemahaman materi pembelajaran ii) aplikasi materi pembelajaran iii) kinerja dalam kelompok b) Siklus Kedua Pada siklus kedua,guru melanjutkan pembelajaran dengan sub pokok materi selanjutnya dari materi cahaya dan sifat-sifatnya. Secara rinci, tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus ini diuraikan sebagai berikut: Tahapan pertama, Guru memberikan pembelajaran remedial kepada siswa dengan sasaran siswa yang menunjukkan kemampuan, dan pemahaman yang terlihat kurang atau tertinggal dalam proses pembelajaran pada siklus sebelumnya. Pembelajaran remedial ini akan membantu siswa yang tertinggal atau kurang memahami dan menguasai kemampuan serta pengetahuan tentang materi pembelajaran berikutnya yang akan membutuhkan kemampuan pemahaman dan penguasaan pada materi pembelajaran secara mendalam. Tahapan kedua, Guru memberikan penguasaan kepada siswa untuk melakukan pengamatan secara langsung pada proses praktik cahaya dapat dipantulkan yang dilakukan secara kelompok, dengan cara menyenterkan lampu ke arah cermin yang berbeda-beda. Pengamatan dilakukan dengan tujuan dapat membedakan setiap pantulan cahaya pada cermin yang berbeda. Tahapan ketiga, Guru melakukan kegiatan evaluasi dan penilaian untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan siswa pada materi cahaya dan sifatsifatnya dengan metode demonstrasi. Penilaian ditekankan pada aspek pemahaman materi pembelajaran ii)aplikasi materi pembelajaran Tahapan keempat ,Guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan membuat kesimpulan berdasarkan kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan bersama. Kegiatan ini secara relektif akan membantu siswa kelas V Sekolah Dasar untuk memahami dan mengenali potensi diri masing-masing guna meningkatkan hasil belajar siswa dalam IPA, khususnya pada materi cahaya dan sifat-sifatnya. Berikut ini data menunjukkan peningkatan kemampuan dan penguasaan materi pembelajaran konsep cahaya dan sifat-sifatnya berdasarkan hasil evaluasi pada siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang Tabel 1. Data analisis proses belajar siswa secara keseluruhan
No 1 2 3
Komponen Rata-rata Jumlah siswa yang belum tuntas Jumlah siswa yang tuntas
Siklus I 67 14 9
Siklus II 79 2 21
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dari pertemuan pertama siklus 1 sampai ke pertemuan kedua siklus 2. Hal ini menunjukkan adanya motivasi dan kesungguhan belajar para siswa sekolah, mereka mengalami proses pembelajaran pada objek yang nyata melalui praktek. Peningkatan rata-rata pada pertemuan 1 ke pertemuan 2 pada siklus 1 memang belum begitu drastis karena siswa 1700
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
masih dalam proses penyesuaian dengan metode pembelajaran praktik yang memang selama ini belum pernah mereka alami.namun bila dilihat pada siklus 2 dalam pertemuan 1 memiliki peningkatan yang cukup signifikan dan dibuktikan pada pertemuan ke 2 yang baik tersebut dapat dipertahankan. PEMBAHASAN Keberhasilan proses penelitian pembelajaran peningkatan kemampuan siswa memahami dan menguasai materi pembelajaran IPA yakni materi cahaya dan sifat-sifatnya melalui metode demonstrasi pada siswa kelas V SD Negeri 11 Aneuk Laot Kota Sabang menurut peneliti telah mengenai sasaran. Pada siklus pertama, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru telah mampu meningkatkan dan menggairahkan pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan baik. Siswa dengan penuh perhatian mendengarkan uraian atau penjelasan materi pembelajaran. Ada motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa untuk lebih memperhatikan uraian atau penjelasan dari guru pengajar karena rasa keingintahuan yang lebih untuk memahami lebih jauh tentang materi pembelajaran yang diuraikan oleh guru pengajar IPA di kelas. Hasil belajar siswa sebelum perbaikan rata-rata hasil belajar siswa adalah 36,72 %, yaitu dari nilai rata- rata pada kondisi awal 56,39 menjadi 79. Sedangkan ketuntasan belajar siswa sebesar 56,52 %, dari kondisi awal siswa yang tuntas 8 siswa menjadi 21 siswa. Dengan demikian sebagian besar siswa menagalami peningkatan hasil belajar pada kompetensi dasar mendiskripsikan sifat- sifat cahaya. Peningkatan pemahaman dan kemampuan siswa tersebut terdeskripsi dengan jelas khususnya pada kemampuan mendemonstrasikan sifat-sifat cahaya dan pemantulan cahaya pada cermin dengan baik. Kemampuan siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang memahami dan menguasai dengan benar materi yang disampaikan dalam KBM IPA ini mengisyaratkan bahwa secara umum siswa tersebut telah menunjukkan peningkatan hasil belajar dengan hasil yang cukup baik. Bertolak pada realitas selama KBM IPA dengan menggunakan metode demonstrasi kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang maka dapat disimpulkan bahwa PTK yang dilakukan oleh peneliti telah mencapai tujuan seperti yang diharapkan. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penggunaan metode demonstrasi sebagai salah satu dari sekian banyak ragam dan bentuk alternatif metode pembelajaran peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Sabang dan telah menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan.Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi rata-rata 67. Pada siklus II nilai rata-rata siswa adalah 79. Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 60,86%. Pada siklus II 91,30 %, terdapat kenaikan sebesar 30,44%. Peneliti memiliki sedikit saran-saran meliputi: (1). Guru perlu memperhatikan suasana belajar yang nyaman dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menarik agar tidak terjadi kejenuhan dan kebosanan. (2). Dalam proses pembelajaran hendaknya guru bisa metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. (3). Dalam melaksanakan proses pembelajaranguru harus menyusun perencanaanyangtepat yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara matang terlebih dahulu, agar ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung akan mendapat hasil yangmemuaskan dan pelaksanaan pembelajaran lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Basuki Wibawa. 2003.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas Dirjend Pendidkan Dasar Menegah Direktorat tenaga Kependidikan. BSNP,2007, Sistim pembelajaran IPA SD. Jakarta. Depdiknas. BNSP,2007, Pedoman-Pedoman Hasil Belajar di SD. Jakarta. Depdiknas. Dimayanti dan Slenner,1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Depdikbud. Dalyono,1997. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Belajar. Jakarta.Depdiknas. Oemar Hamalik .1993. Metode Mengajar dan Kesulitan – kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. K, Roesyitah, N. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pt. Rineka Cipta. Tim IPA.2004. IPA Kelas V. Untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Yudistira. 1701
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Wardani I.G.A.K. Wihardit K. Noehi Nasution. 2004. Penelitian Tindakan Universitas terbuka.
Kelas.
Jakarta:
PENGGUNAAN METODE DISCOVERY PADA MATERI PEMBELAJARAN BENDA DAN SIFATNYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 4 TAMAN SARI LOMBOK BARAT Maksun Guru SDN 4 Tamansari Lombok Barat Abstrak:Mata pelajaran IPA tidak bisa hanya dengan metode ceramah tanpa ada demonstrasi dan yang lebih mengena dengan pembuktian adalah eksperimen. Timbulnya kesalahan konsep terjadi karena adanya teori tanpa dipraktekkan dalam eksperimen atau melalui penemuan sendiri ( discovery). Sebagaimana pengajaran IPA Pokok Bahasan Benda dan Sifatnya pada siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 4 Tamansari,dengan mengandalkan metode ceramah dan Tanya jawab, siswa sering salah dalam menjawab pertanyaan, karena kurangnya pemahaman siswa secara langsung dalam pembuktian sebuah teori, yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa secara umum. Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran diantaranya adalah pembelajaran dengan menggunakan metode discovery perlu dikembangkan untuk memupuk kerja sama dan motivasi siswa dalam belajar. Karena terbukti penggunaan metode discovery dalam penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. Kata kunci: Metode discovery, hasil belajar siswa
Guru sangat berperan dalam pembentukan kualitas dan kuantitas pengajaran di kelasnya. Oleh sebab itu guru harus membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar siswa dan memperbaiki kualitas pengajarannya. Guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kemampuan yang bersifta khusus guna mencapai tujuan yang diinginkan proses belajar mengajar. Mengajar bukan sekedar proses transfer ilmu pengetahuan, melainkan mengandung makna yang lebih luas, yakni terjadinya hubungan timbal balik antara manusia dengan aspeknya yang sangat komplek. Dari keseluruhan proses pendidikan diharapkan mampu menyumbangkan dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dengan peningkatan mutu pendidikan maka masyarakat akan tumbuh berkembang dari masyarakat primitif menuju kearah masyarakat modern. Berkaitan dengan hal itu, dalam pelaksanaan pembangunan nasional sangat dibutuhkan manusia-manusia yang berkualitas. Adapun untuk menuju manusia-manusia yang berkualitas tersebut, salah satu cara yang harus ditempuh adalah peningkatan mutu pendidikan. Mengingat pentingnya komponen guru dalam proses belajar mengajar, maka salah satu unsur penting yang harus dimiliki guru adalah penguasan beberapa metode mengajar. Metode mengajar pada suatu kelas tertentu atau pada wilayah tertentu belum tentu akan cocok untuk kelas dan wilayah yang lain. Metode ceramah selama ini sangat mendominasi dalam proses belajar mengajar di sekolah pada umumnya. Hal ini menyebabkan siswa menjadi jenuh, bosan dan pasif. Mata pelajaran IPA tidak bisa hanya dengan metode ceramah tanpa ada demonstrasi dan yang lebih mengena dengan pembuktian adalah eksperimen. Rendahnya penguasaan materi IPA pada umumnya karena tidak diikuti perilaku pembuktian maupun penemuan atau diskoveri dari anak itu sendiri. Timbulnya kesalahan konsep terjadi karena adanya teori tanpa dipraktekkan dalam eksperimen atau melalui penemuan sendiri ( discovery). Sebagaimana pengajaran IPA Pokok Bahasan Benda dan Sifatnya pada siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 4 Tamansari, dengan mengandalkan metode ceramah dan Tanya jawab,
1702
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa sering salah dalam menjawab pertanyaan, karena kurangnya pemahaman siswa secara langsung dalam pembuktian sebuah teori, yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa secara umum. Hasil evaluasi dari pembelajaran dengan materi Benda dan Sifatnya tersebut yakni, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu ada 16 orang dari 31 orang siswa, atau sekitar 51,6 %. Sisanya 15 0rang siswa memperoleh nilai di bawah KKM, atau sekitar 48,4 % dari jumlah siswa seluruhnya. Sedangkan KKM yang ditetapkan adalah nilai 64. dengan target minimal keberhasilan pembelajaran 93,5 % atau 29 orang dari 31 siswa harus berada di atas KKM tiap dilaksanakan Ulangan Harian. Dalam arti setiap ulangan paling tidak hanya ada 2 orang yang perlu remedial atau perbaikan. Tapi harapan itu ternyata jauh dari yang diperkirakan. Karena itulah Penulis mencoba mengubah metodenya yaitu memakai discovery atau penemuan.Sebagai bahan penelitian dalam perbaikan pembelajara ini. Metode Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai / manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional hanya diberitahukan atau diceramahkan saja. Menurut Suryusubroto ada beberapa kelebihan metode Discovery yaitu: (a) metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri, (b) metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus, (c) Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan, Kelemahan metode discovery Suryosubroto (2002:2001) salah satunya adalah: Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. METODE PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti : Perencanaan,pelaksanaan, Pengamatan, Refleksi Tempat penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 4 Tamansari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Sekolah yang cukup jauh dari jalan raya ini dikelilingi perkebunan di sebelah Barat dan sebelah Selatan di sebelah Utara dan Timur adalah perbukitan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 4 Tamansriyang jumlah siswanya yaitu sebanyak 31 orang, terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan. Kapasitas tempat duduk terdiri atas 16 meja dan 31 tempat kursi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada siklus satu dan 2 dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 1. Nilai Hasil Evaluasi Siklus 1
Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terrendah
71.61 85 50
Tabel 2. Nilai Hasil Evaluasi Siklus 2
Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terrendah
82.42 100 65
Dengan melihat hasil perbaikan pembelajaran siklus II, maka tidak diupayakan lagi perbaikan pembelajaran. 1703
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran dari awal hingga pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I dan siklus II telah menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan data dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa dalam evaluasi yang dilaksanakan. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa selalu meningkat dari siklus 1 dan siklus 2. Semua siswa sudah memahami materi dengan baik, terbukti seluruh siswa telah mencapai nilai ketuntasan yang diharapkan. Pada siklus I nilai rata-rata yang didapat 71,61 dengan KKM 65. Sedangkan keaktifan siswa keaktifan siswa dari 31 siswa terdapat 10 siswa atau32.3 % yang tidak aktif, 12 siswa atau 38,7 % yang cukup aktif dan 9 siswa atau 29 % siswa sangat aktif. Hal ini dapat terlihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas. Sedangkan pada siklus nilai rata-rata telah mencapai 82,42 dengan aktifitas siswa semakin meningkat. Dari 31 siswa terdapat 2 siswa atau 6,5 % yang tidak aktif, 3 siswa atau 9.7 % yang cukup aktif dan 26 siswa atau 83.8 % yang sangat aktif., Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat perbandingan hasil peningkatan aktifitas siswa dalam perbaikan pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti yang tergambar dalam tabel di bawah ini. Tabel 3. Keaktifan Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri 4 Tamansari
KEAKTIFAN
TAFSIRAN
Sangat Aktif Cukup Aktif Tidak Aktif Jumlah
B C K
BANYAKNYA SISWA Siklus 1 Siklus 2 9 26 12 3 10 2 31 31
[%] Siklus 1 29 38.7 32.3 100
Siklus 2 83.8 9.7 6.5 100
100 80 60 40 20 0 Siklus 1
siklus 2
Diagram 1. Keaktifan Belajar Siswa
Hasil evaluasi pada siklus II cukup memuaskan. Nilai rata-rata yang diperoleh sudah mencapai ketuntasan yaitu dari 71,61 pada siklus 1 menjadi 82,42 pada sklus 2 dengan KKM 65 atau meningkat 10.8 % dari siklus 1. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Rata-rata Perbaikan Pembelajaran IPA siklus 1 dan siklus 2
Nilai Rata-rata Siklus I Siklus II 71,61 82,42
Kenaikan
Prosentase
10,81
10,81%
Tabel data nilai rata-rata dapat disajikan dalam diagram batang di bawah ini.
1704
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Siklus 1
siklus 2
Diagram 2. Perbandingan Hasil Nilai Rata-rata Perbaikan Pembelajaran IPA Siklus 1 dan siklus 2
Berdasarkan daftar diagram batang di atas maka terlihat adanya kenaikan nilai rata-rata dalam setiap siklus pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Hal ini menunjukkan pemahaman siswa terhadap materi juga semakin meningkat. Dengan demikian penerapan metode discovery terbukti dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran benda dan sifatnya di SD Negeri 4 Tamansari KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kajian perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 4 Tamansari dapat dikemukakan kesimpulan: Belajar melalui metode discovery membuat siswa lebih aktif dan siswa mempunyai kesempatan yang banyak untuk berinteraksi, sehingga penguasaan siswa terhadap materi pelajaran semakin meningkat, dan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi benda dan sifatnya. Hal ini terbukti dengan hasil nilai yang semula mendapat nilai rata-rata kelas 71,61 pada siklus I, meningkat dengan nilai rata-rata kelas 82,42 pada siklus II. Berdasarkan kesimpulan diatas ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran diantaranya adalah pembelajaran dengan menggunakan metode discovery perlu dikembangkan untuk memupuk kerja sama dan motivasi siswa dalam belajar. Karena terbukti penggunaan metode discovery dalam penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA BNSP, (2006) Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar IsiUntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, CV Mini Jaya Abadi BP Dharma Bakti, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) GBPP Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alamn (IPA). Jakarta Budi Wahyono, Nurachmandani, (2008). Ilmu Pengetahuan AlamUntuk SD/MI Kelas IV. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Eko Prabandari, Murwani Dewi, Kamari, (2007). Ilmu PengetahuanAlam 4 untuk SD/MI Kelas IV. Jakarta: PT Bumi Aksara, halaman 85-90 Kuraesin, (2004). Belajar Sains 4. Dengan Orientasi KeterampilanExperimen untuk SD kelas IV. Bandung: PT Sarana Pancakarsa, Halaman 53-55 Maryati, Sukisyana, Sudibyo, Dede Yahya, (2004). Sains 4 MengamatiAlam Sekitar. Bandung: PT Sinergi Pustaka Indonesia. Nasution, (2007). Pendidikan IPA DI SD. Jakarta: Penerbit : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Sri Anitah W, (2007) Strategi Pembelajaran. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. TIM FKIP, (2009). Pemantapan Kemampuan Profesional, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Wardhani, Wihardit, (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. WWW. Remen Mamaos .Com 1705
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SYSTEM EKSKRESI KELAS IX SMPN 02 KEMBAYAN Hielaria Aprila Guru SMP N 02 Kembayan
[email protected] Abstrak: Pelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa terutama pada bagian materi yang terkesan naratif, dan banyak memiliki konsep yang harus dipahami oleh siswa. Untuk menghindari budaya menghafal yang sering dilakukan oleh siswa, maka guru memberikan metode belajar yang lebih bermakna dengan cara belajar dalam kelompok untuk memperbaiki hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar yang dicapai disebabkan oleh kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas IX di SMP N 02 Kembayan, guru menerapkan model pembelajaran tipe Jigsaw yang menarik untuk digunakan pada pelajaran IPA khususnya materi sistem ekskresi. Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif, tipe Jigsaw, hasil belajar.
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, maka dilakukan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Guru secara sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis. Model pembelajaran di kelas yang semula hanya konvensional secara monoton dan guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini sudah tidak sesuai dengan perubahan paradigma pendidikan yang semula teacher center berubah menjadi student center. Perubahan ini tidak hanya membawa dampak terhadap metode, aktifitas dan sikap ilmiah siswa, akan tetapi juga terhadap cara penilaian yang berpusat pada peserta didik. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi siswa yaitu guru harus lebih kreatif sehingga membuat pembelajaran lebih menarik, dan disukai oleh peserta didik. Pembelajaran kooperatif terutama tipe Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Pembelajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw, materi yang dipelajari biasanya berupa narasi tertulis dan tujuan pembelajarannya lebih diutamakan untuk penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan. Para siswa bekerja dalam sebuah tim yang heterogen, diberikan tugas membaca, memahami, mendiskusikan, dan memyampaikan materi kepada rekan yang lain. Dalam usaha meningkatkan pembelajaran IPA agar lebih bermakna, guru menerapkan model pembelajaraan kooperatif tipe Jigsaw pada materi Sistem Ekskresi. Materi sistem ekskresi merupakan materi yang terkesan naratif, dan banyak memiliki konsep yang harus dipahami oleh siswa. Untuk menghindari budaya menghafal yang sering dilakukan oleh siswa, maka guru memberikan metode belajar yang lebih bermakna dengan cara belajar dalam kelompok. Model pembelajaran tipe Jigsaw merupakan metode yang menarik untuk digunakan pada pelajaran IPA khususnya materi sistem ekskresi karena materi ini merupakan materi yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan metode ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain. Tipe jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dimana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli. Pembelajaran kooperatif memiliki 3 karakteristik yaitu a. kelompok kecil, b. belajar bersama, dan c. pengalaman belajar. Esensi
1706
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pembelajaran kooperatif learning adalah tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini mendukung siswa dalam kelompoknya belajar bekerja sama dan tanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam kelompok. Teknik Jigsaw terdiri dari beberapa langkah yaitu: (1). Membagi topik dalam beberapa bagian (sub topik). (2) Membentuk kelompok asal. Membagi siswa ke dalam kelompokkelompok yang terdiri atas 4 sampai 6 orang per kelompok dengan cara heterogen. Menugaskan setiap siswa dalam kelompok asal untuk mempelajari satu sub topic pelajaran. Memberi siswa waktu untuk mempelajari apa yang menjadi bagiannya. (3). Membentuk kelompok ahli (expert) sementara, yaitu siswa yang memiliki bagian sub topik yang sama membentuk kelompok ahli. Pada tahap ini, kelompok ahli diberi waktu untuk mendiskusikan konsep-konsep utama yang ada dalam topik bagiannya dan berlatih menyajikan topik yang dipelajari tersebut kepada temannya dalam kelompok asal. (4). Meminta siswa untuk kembali ke kelompok asal dan meminta setiap siswa untuk mempresentasikan topic hasil diskusi dari kelompok ahli secara bergantian kepada anggota kelompok asal. Siswa lain diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi. Guru menyuruh siswa untuk membuat rangkuman dari hasil diskusi kelompoknya dan menyuruh perwakilan kelompok untuk menyampaikan kesimpulan diskusi. (5). Pada akhir pelajaran, guru mengadakan kuis secara individual. Hasil nilai yang diperoleh tiap anggota kelompok dikumpulkan, kemudia dirata-rata dalam kelompok untuk menentukan predikat kelompok. Dalam menjawab kuis, anggota tidak boleh saling membantu. Perubahan skor awal individu dengan skor hasil kuis disebut skor perkembangan. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK)_dengan menggunakan rancangan penelitian model Kemmis & Taggart. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus yang terdiri dari empat tahapan pokok yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan pembelajaran, dan refleksi. Setiap siklus dilaksanakan 3 pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit untuk setiap pertemuan. Setiap akhir siklus dilakukan pre-tes dan pos-tes. Objek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 02 Kembayan Kabupaten Sanggau kelas IX B dengan jumlah siswa 28 orang. Kemampuan akademis yang dimiliki siswa dalam kelas ini beraneka ragam, terdapat siswa yang pintar, kurang pintar bahkan sangat malas dalam mengerjakan tugas maupun pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, guru mengambil tindakan untuk melakukan penelitian pada kelas yang bermasalah ini agar pembelajaran IPA di sekolah menjadi lebih bermakna dan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan observasi pembelajaran. Instrument penelitian yang digunakan adalah butir soal tes, dan lembar observasi pembelajaran. Data penelitian berupa hasil pretes dan postes yang dilakukan tiap akhir siklus dan berupa hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran yang dianalisis secara kualitatif dan nilai tes dianalisis dengan perhitungan persentase. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika nilai di akhir kegiatan penelitian rata-ratanya sudah mencapai 70 dan rata-rata anak yang mencapai nilai minimal sesuai KKM sebesar 70 adalah minimal 85% dari 28 siswa. HASIL Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I Siklus I ini berlangsung selama 5 jam pelajaran yaitu 5 x 40 menit. Pada pertemuan pertama yang dilaksanakan selama 1 x 40 menit, pembelajaran diawali dengan pembagian kelompok asal dan kelompok ahli serta mengenalkan metode Jigsaw kepada peserta didik. Pertemuan kedua yang dilaksanakan selama 2 x 40, pembelajaran dimulai dengan pretes bagi siswa kemudian siswa masuk kedalam kelompok asal untuk mengingat kembali tugas yang akan dilakukan selama berada di kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa diarahkan untuk menguasai topik yang ditugaskan kepadanya. Setelah siswa dianggap menguasai topiknya masing-masing, siswa kembali ke kelompok asal untuk berbagi hasil diskusi yang mereka peroleh dari kelompok ahli. Pada kegiatan ini diharapkan siswa mampu bertanggungjawab dengan tugas dan kewajibannya kepada peserta didik lainnya. Pertemuan ketiga dilaksanakan selama 2 x 40 menit yang digunakan untuk diskusi presentasi, masing-masing kelompok 1707
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menyampaikan hasil yang diperoleh anggota kelompoknya kepada kelompok lain. Pertanyaan dan sanggahan dari kelompok lain diklarifikasi dalam forum diskusi. Diskusi presentasi diakhiri dengan pemberian postes kepada siswa selama 10 menit. Hasil postes menunjukan bahwa siswa belum memenuhi indikator yang ditetapkan oleh peneliti yaitu nilai rata-ratanya sudah mencapai 70 dan rata-rata anak yang mencapai nilai minimal sesuai KKM sebesar 70 adalah minimal 85% dari 28 siswa. Sehingga penelitian ini harus diperbaiki dan dilanjutkan dalam siklus II. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II Siklus II diawali pada pertemuan ke empat yang berlangsung selama 2 x 40 menit dengan materi pembelajaran struktur dan fungsi sistem ekskresi. Pembelajaran ini dilakukan oleh siswa dalam kelompok ahli, dan masing-masing siswa memiliki 1 LKS yang wajib untuk diselesaikan dengan bantuan penggunaan charta. Waktu untuk mengerjakan LKS selama 40 menit, kemudian diadakan diskusi informasi selama 40 menit untuk membahas LKS dalam kelompok asal. Pada pertemuan kelima, kemudian dilakukan tindakan berupa diskusi presentasi tentang materi struktur dan fungsi sistem ekskresi. Diakhir pelajaran diadakan postes dengan jumlah soal yaitu 20 soal selama 15 menit, sehingga diperoleh nilai kelompok hasil akumulasi dari nilai masing-masing siswa. Pertemuan keenam merupakan pertemuan terakhir untuk kegiatan PTK yaitu pengadaan ulangan harian bagi seluruh siswa untuk mengukur tingkat pencapaian siswa pada topik sistem ekskresi. PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan sebanyak dua siklus yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena terjadi peningkatan sikap dan minat serta hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II. Hasil tes pada akhir siklus I menunjukkan bahwa hasil belajar IPA mencapai rerata 50 dengan ketuntasan klasikal 70%. Pencapaian hasil belajar ini belum memenuhi indikator yang ditetapkan oleh peneliti sehingga harus dilanjutkan ke siklus II untuk melakukan perbaikan. Rendahnya pancapaian indikator pada siklus I menunjukkan bahwa hasil belajar siswa harus lebih ditingkatkan lagi dengan cara memperbanyak media belajar siswa seperti buku-buku dan LKS. Pelajaran akan menarik bagi siswa jika terlihat adanya hubungan antara pelajaran dan kehidupan nyata, oleh sebab itu buku-buku sangat penting ketersediaannya untuk menambah pengalaman belajar siswa. Guru memberikan bantuan kepada anak didiknya agar mampu memahami materi struktur dan fungsi sistem ekskresi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar seperti mengkaji literatur secara mandiri dalam kelompok ahli yang disajikan oleh metode jigsaw untuk memecahkan persoalan yang disajikan oleh guru pada LKS, kemudian siswa diberi tanggung jawab untuk memahami materi yang diberikan dalam kelompok ahli, agar saat kembali ke kelompok asal siswa yang bersangkutan mampu untuk menjelaskan pengetahuan yang diperolehnya kepada teman sekelompoknya. Dalam hal ini, guru harus memperlihatkan sikap seorang guru yang disukai oleh anak didik, tentu akan menambah minat dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran IPA. Pembelajaran yang dikemas secara menarik dan menyenangkan akan membangkitkan minat belajar bagi siswa. Dari hasil refleksi minat siswa ini, diketahui bahwa penampilan guru saat mengajar, dan kondisi lingkungan belajar siswa memiliki persentase yang besar dalam meningkatkan minat belajar siswa yaitu 76,02% dan 75%. Persentase ini menunjukkan bahwa penampilan guru saat mengajar sudah sangat baik dan guru saat mengajar menunjukkan sikap yang hangat dan perhatian. Siswa sangat senang dan berminat terhadap pembelajaran IPA jika guru menanggapi pertanyaan siswa dengan baik, guru menyediakan bahan-bahan dari alam untuk belajar IPA dan memberikan contoh peristiwa IPA dalam kehidupan sehari-hari sehingga terlihat adanya hubungan antara pelajaran dan kehidupan nyata. Selain itu lingkungan belajar siswa juga sangat mendukung munculnya minat siswa dalam belajar seperti mengadakan kuis yang bersifat game pada saat pembelajaran IPA. Hal ini akan mengurangi suasana tegang dalam belajar dan menimbulkan rasa rilex bagi siswa sehingga penerimaan pelajaran menjadi lebih mudah. Peningkatan minat belajar siswa dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar atau kemampuan kognitif yang dicapai oleh siswa selain dari segi afektif siswa. Jika minat belajar sudah sangat baik maka akan sangat mendukung untuk pencapaian kemampuan kognitif yang 1708
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
baik pula. Kemampuan kognitif siswa yang berminat mengikuti pembelajaran IPA diukur dari indikator yaitu jika nilai di akhir kegiatan penelitian rata-ratanya sudah mencapai 70 dan ratarata anak yang mencapai nilai minimal sesuai KKM sebesar 70 adalah minimal 85% dari 28 siswa. Pada penelitian ini, indikator tersebut dapat terpenuhi dengan baik sehingga bisa disimpulkan bahwa terjadi peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran IPA yang diukur pada kemampuan kognitifnya. Keberhasilan proses pembelajaran ini disebabkan oleh adanya perbaikan pada siklus I, yaitu tugas LKS yang dikerjakan dalam kelompok tidak melibatkan semua siswa sehingga hanya siswa tertentu saja yang aktif belajar dan mengerjakan LKS karena dalam 1 kelompok hanya tersedia 1 LKS. Kekurangan ini diperbaiki pada siklus II dengan cara menyiapkan perangkat pembelajaran yang lebih banyak, sehingga setiap siswa memiliki LKS untuk dikerjakan dan diselesaikan yang mengakibatkan seluruh siswa terlibat aktif belajar dalam kelompoknya masing-masing. Peningkatan minat belajar siswa juga dapat diukur dari peningkatan nilai pretest dan postest pada siklus I ke siklus II. Peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai postest pada rentang nilai 75 – 100 sebesar 25,7 % dari 27,70% menjadi 52,77%. Hal ini dianggap baik karena terjadi peningkatan yang lebih besar dari standar yang ditetapkan oleh peneliti yaitu rataratanya sudah mencapai 70 dan rata-rata anak yang mencapai nilai minimal sesuai KKM sebesar 70 adalah minimal 85% dari 28 siswa. Kenaikan nilai postest disebabkan oleh siswa memiliki sumber belajar yang cukup terutama buku-buku paket, yang bisa dipinjam di perpustakaan sekolah atau milik pribadi, selain itu keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran merupakan faktor penting yang mendukung peningkatan nilai, hal ini terlihat dari antusiasme siswa dalam bertanya tentang hal yang tidak dipahami kepada guru, dan menjawab pertanyaan guru dengan benar saat diskusi kelas. Akhir dari penelitian tindakan kelas ini adalah ulangan harian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa dalam memahami topik struktur dan fungsi sistem ekskresi dari awal siklus I sampai siklus II berakhir. Standar yang ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal pelajaran IPA di SMP N 02 Kembayan yaitu 70 untuk nilai ulangan harian dan siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian ≥ 70 sebanyak 86,11%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu lulus KKM dan berminat dalam pembelajaran IPA terkait dengan metode yang diterapkan oleh guru di dalam kelas yaitu model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw yang berhasil meningkatkan minat dan hasil belajar siswa di kelas IX SMP N 02 Kembayan. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat dibuat simpulan bahwa tindakan guru dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas IX SMP N 02 Kembayan pada materi Struktur dan fungsi sistem ekskresi dalam II siklus tindakan. Hal ini dapat dilihat dari indikator keberhasilan meningkatkan minat dan hasil belajar siswa, yaitu:Siswa yang mendapat kenaikan nilai postes ≥ 20% dari siklus I ke siklus II sebanyak 52,77% dan Siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian ≥ 75 sebanyak 86,11%. DAFTAR RUJUKAN Johnson DW & Johnson, R, T. 1991. Learning Togather and alone, allin and Bacon : Massachussetts Misdi. 2013. Pembelajaran Kooperatif Think Pair share untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA kelas VI SD. Malang : J-TEQIP Sardiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Wina Senjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prima
1709
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN PRESTASI PELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN TERPADUDI SMP NEGERI 1 BONTI KABUPATEN SANGGAU Yanto Pengawas SMP Kabupaten Sanggau Abstrak: Pada tahun- tahun diberlakukannya Nilai Evaluasi Murni sebagai penentu kelulusan siswa SMP menjadi momok bagi Sekolah karena hasilnya rendah. Hasil penelitian dalam pembelajaran IPA memanfaatkan seluruh media pembelajaran IPA secara maksimal dan terpadu. Ternyata nilai rata- rata IPA 3 tahun berturut- turut menunjukan peningkatan.. KataKunci: prestasi, terpadu, pembelajaran.
Setelah mencermati hasil rata- rata Nilai Evalusi Murnimata pelajaran yang di EBTANASkan siswa SMPN 1 Bonti tahun 1996,1997,1998, khususnya mata pelajaran IPA sangat memprihatinkan. Yakni dengan nilai dalam kisaran 3,08-3,38, dan nilai tersebut sangat memprihatikan. Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan dan fasilitas belajar yang ada pada suatu lembaga pendidikan atau sekolah secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh kepada hasil belajar siswa dan mutu pendidikan. Dalam arti bahwa kalau fasilitas belajar yang memadai tidak tersedia pada suatu sekolah maka tujuan belajar yang akan dicapai akan sulit untuk diwujudkan, sehingga pada giliran nya nanti akan mempengaruhi atau memberikan implikasi terhadap mutu pendidikan sebagaimana yang dikatakan oleh T.A.B. Sinaga (2000: 2): Pada zaman yang moderen seperti sekarang, maka fasilitas, sarana dan prasarana memegang peranan penting didalam upaya meningkatkan mutu pendidikan terutama melalui pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Dalam proses belajar dan pembelajaran, peranan media sangat penting dan dibutuhkan untuk meningkatkan minat siswa dan menumbuhkan motivasi siswa. Media peraga yang biasanya sering digunakan oleh guru untuk mem-bantunya dalam menerangkan pelajaran adalah gambar. Gambar sebagai suatu media yang dipilih diharapkan mampu untuk memperbaiki situasi pembelajaran dan dapat meminimalkan kesulitan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu gambar juga dapat mengatasi rasa kebosanan yang di alami oleh siswa. Alat-alat peraga juga berfungsi membantu siswa meningkatkan ketrampilannya dan dapat pula memperkecil atau mengurangi kesulitan belajar siswa terutama dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan itu, alat peraga juga dapat membantu menciptakan situasi lingkungan kelas yang kondusif bagi tumbuhnya proses belajar mengajar yang efektif dan bisa menumbuh- kembangkan partisipasi siswa di dalam kelas. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Bobby de Porter dan Mike Hernacki bahwa Media Visual/ alat peraga dapat menciptakan lingkungan yang op- timal baik secara fisik maupun mental ( 2000 : 67 ). Sedangkan hal yang terpenting adalah bahwa media/ alat peraga mampu mendorong siswa supaya lebih aktif di dalam proses belajar mengajar dan dengan menggu nakan media/alat peraga proses belajar mengajar dan hubungan antara guru- siswa akan terjalin lebih efektif. Lebih lanjut media berfungsi sebagai alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses atau menyusun kembali informasi visual atau verbal ( erlach dan Elly dalam Azhar : 1997). Ada beberapa cara untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi, diantaranya adalah melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan belajarnya, serta menggunakan media dan alat bantú untuk menarik perhatian siswa ( Darmi dalam Riza Restu : 2000).Dalam hubungannya dengan media pembelajaran, tampilan visual yang beraneka ragam menjadi bagian penting dan bagian integral dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu pendidikan, karena tampilan visual merupakan media yang nyata dan memberikan pengalaman kepada siswa,Suparno ( 2001 : 5 ).
1710
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE PENELITIAN Waktu Penelitian dilaksanakan tiga tahun ajaran berturut- turut, yaitu tahun ajaran 1998/1999, 1999/2000, 2000/2001. Bagi kelas 3 (IX) tahun ajaran 1998/ 1999 menempuh 2 semerter pembelajaran bermagna setelah itu EBTANAS. Kelas 2 (VIII) tahun 1998/1999, tahun ajaran 1999/2000, menempuh 4 semester pembelajaran bermagnasetelah itu EBTANAS. Kelas 1 (VII) tahun ajaran 1998/1999, tahun ajaran 1999/2000, tahun ajaran 2000/2001 menempuh 6 semester pembelajaran bermagna setelah itu EBTANAS. Pelaksanaan penelitian : Persiapan administrasi KBM, Prota, Prosem, RPP, LKS, Pokok Uji, Format Analisis. c.Memaksimalkan Praktikum, Diskusi Informasi, dengan dukungan alat- alat praktek, carta- carta/ gambar, realia/model. Gambar dan model setelah dipelajari ditempel/ dipajang untuk dipelajari pada waktu luang.Berikutnya adalah pemanfaatan TV Pendidikan, VCD, CD, Slide Projector, OHP.Menganjurkan siswa membaca di Perpustakaan dan selanjutnya mengevaluasi setiap pokok bahasan. Data yang diambil adalah Nilai rata- rata IPA setiap semester (nilai harian, ulangan semester dan tugas tambahan) dan Nilai rata- rata EBTANAS IPA selama tiga tahun berturut turut. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan media pembelajaran secara prima dan terpadu dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPA dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 pada SMP Negeri 1 Bonti menuntut kesabaran, kemaun yang kuat, dedikasi tinggi serta sadar akan tanggung jawab peningkatan mutu pendidikan. Tantangan dan kesulitan menuntut motivasi positif. Memperoleh hasil yang memadai sangat sulit. Namun usaha dan kerja keras harus menjadi slogan sebagai awal dari kemajuan dan peningkatan mutu. Evaluasi Belajar Tahap akhir dapat kita lihat bahwa Nilai Evaluasi Murni Nasional khusus mata pelajaran IPA tampak dari tahun ke tahun selama tiga tahun berurutan terjadi peningkatan nilai rata- rata siswa secara klasikal.Peningkatan ini kami sadari merupakan hasil kerja keras dan pemanfaatan media pembelajaran IPA secara maksimal dan terpadudalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPA. Prestasi Siswa Siswi pada pengiriman kontingen Cerdas Cermat tingkat Kabupaten tahun 1999 dimana soal- soal IPA termasuk di dalamnya menduduki rengking 3. Demikian juga pada tahun 2001, Joni Sunardi dapat menduduki rengking 5 mata pelajaran IPA dalam lomba mata pelajaran tingkat Kabupaten memperingati hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2001. Hasil yang ditunjukan pada Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional, mata pelajaran IPA dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 menunjukan adanya pening- katan nilai rata- rata klasikal. Peningkatan ini merupakan hasil usaha pemanfaatan media pembe- lajaran IPA secara maksimal dan terpadu dalam proses belajar mengajar ma ta pelajaran IPA. Secara maksimal mengandung pengertian bahwa alat- alat praktek,alat- alat peraga ( gambar,model), mediamedia tayang dipergunakan/ ditampilkan secara berkesesuaian dengan materi yang diajarkan atau diprak tekan. Secara terpadu mengandung pengertian bahwa seluruh fasilitas yang berhubungan dengan mata pelajaran IPA (ruang kelas, labratorium, perpustakaan, tatausaha, lingkungan) betul- betul didayagunakan untuk menjelaskanMata pelajaran IPA.
1711
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Terpadu juga mengisyaratkan bahwa dalam pelajaran IPA terdapat sub pelajaran fisika dan sub pelajaran biologi. Oleh karena itu jika ada perbedaan guru dari kedua sub mata pelajaran perlu mengadakan kesinergian di dalam memanfaatkan fasilitas ruang lab ratorium, alat- alat laboratorium serta system penilaian.Terpadu juga bermaksud bahwa pada mediamedia pendidikan yang tersedia termuat pokok bahasan yang sama. Misalnya, pada pokok bahasan perkembang biakan. Charta menampilkan gambar pokok bahasan perkembang biakan, CD memuat pokok bahasan perkembang biakan. Kedua media ini dapat ditampilkan untuk penjelasan tentang perkembangbiakan. Dari seluruh kegiatan belajar mengajar, evaluasi merupakan cara pengukuran sampai dimana daya serap siswa akan pokok bahasan IPA yang diajarkan. Hasil evaluasi yang dianalisis akan menjadi umpan balik bagi guru untuk menentukan tindakan berikutnya, mengulangi pokok bahasan atau melanjutkan ke pokok bahasan berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemanfaatan alat peraga secara maksimal dan terpadu dalam proses kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA dapat meningkatkan nilai rata- rata selama tiga tahun berturutturut pada ujian akhir nasional dari tahun 1998 sampai dengan 2001. Peningkatan nilai rata- rata ini akhirnya bermuara pada peningktan mutu pendidikan pada SMP Negeri 1 Bonti. Saran a. Mengadakan pelatihan guru IPA kusus penggunaan alat- alat praktikum. b. Perlu diangkat tenaga laboratorium kusus untuk menangani pengelolaan la boratorium. c. Diadakan forum guru mata pelajaran IPA sebagai wadah saling tukar informasi tentang kemajuan mata pelajaran IPA. d. Pemerintah dan masyarakat harus benar- benar memperhatikan dunia pendidikan jika ingin pendidikan berkualitas. DAFTAR PUSTAKA Azhar, Arsyad. , 1997. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. De Porter, Bobby and Mike Hernacki. 2000 Quantum Learning. Boston : Alyn and Bacon Limited. English Teaching Forum, Vol. 33. No. 4 Oktober1995. A Journal for the Teacher of English Outside theUnited State. Penny, U. R. 1988. Grammar Practice Activities. Cambridge : Cambridge University Press. Suparno. 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pende- katan Kontekstual. Unpublished Paper, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasio- nal. Sinaga, T. A. B., 2000.Penggunaan Flashcard dan Gambar dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Unpublished Paper, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Whiterington, Terjemahan oleh M. Buchori., 1987. Psikologi Pendidikan Underwood, Mary., 1987. Teaching Listening. London : Longman Group Inc.
Pengembangan Carta Dinamik sebagai Media Pembelajaran IPA Materi Cermin Lengkung di SMP Ratmeli Storina Guru SMP N 5 Batam
[email protected] Abstrak: Penggunaan media dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam membelajarkan siswa. Dengan adanya media siswa manjadi lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran. Penggunaan carta statis telah biasa digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran,tetapi carta statis hanya menekankan pada pengamatan saja.
1712
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Untuk itu diperlukan pengembangan media carta yang bisa digerakkan bagiannya yang selanjutnya disebut carta dinamik. Melalui media carta dinamik diharapkan siswa dapat dengan mudah menggambarkan jalannya sinar-sinar istimewa dan proses terbentuknya bayangan pada cermin lengkung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mengembangkan media carta dinamik sebagai media dalam pembelajaran IPA khususnya cermin lengkung. 2) Mengetahui kelayakan media carta dinamik ini sebagai media dalam pembelajaran IPA. Pengembangan media carta dinamik mengacu pada langkah-langkah pengembangan media yang dikemukakan oleh Bord dan Gall yang dimodifikasi menjadi 5 (lima) langkah sebagai berikut:1) penyusunan rancangan produk awal. 2) pengembangan produk media. 3) revisi produk sesuai dengan saran ahli media. 4) melakukan uji coba kelompok kecil menggunakan subjek rekan-rekan guru peserta workshop TEQIP. 5) hasil akhir berupa produk media carta dinamik.Media carta dinamik yang dikembangkan meliputi cermin cekung dan cermin cembung. Data pengembangan berupa kualitatif dan kuantitatif, data kualitatif berupa saran dan masukan materi dan tampilan carta dari instruktur TEQIP UM Malang dan rekan-rekan peserta workshop TEQIP. Data kuantitatif adalah skor penilaian kelayakan media yang diberikan validator. Berdasarkan hasil pengembangan nilai kuantitatif yang diberikan validator ahli media masing- masing 87.5% dan 79.68% atau dengan rata-rata 83.59 %. Menurut Kuswandi (2001), persentase ini pada kriteria baik dan dari data kualitatif diperoleh media carta dinamik yang dikembngkan cukup menarik,kreatif dan mudah dipahami. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media carta dinamik ini layak digunakan dalam proses pembelajaran. Kata Kunci: Carta dinamik, media pembelajaran,cermin lengkung
Pembelajaran IPA semakin berkembang dan penuh inovasi dari waktu kewaktu. Pembelajaran yang biasa-biasa saja tanpa inovasi akan membuat siswa merasa jenuh dan bosan. Guru dituntut harus bisa melaksanakan pembelajaran dengan menarik sehingga pembelajaran yang dilakukan bermakna dan kontekstual sesuai dengan tingkat berfikir siswa. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran lebih bermakna adalah dengan menggunakan media yang menarik. Gagne (dalan Sadiman dkk, 1993 : 1) menyatakan, bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Sedangkan menurut pendapat Miarso (2004) “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar”. Dari pengertian tersebut media pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Menurut Sudjana dan Rivai (1992) manfaat penggunaan media yaitu: 1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Penggunaan media carta statis, yaitu berupa gambar diam yang merupakan perbesaran dari gambar di buku, sudah digunakan guru dari zaman dahulu disaat teknologi informasi belum berkembang pesat seperti saat ini.Tetapi media carta tetap masih menarik bagi siswa ,apalagi dirancang dengan menggerakkan bagian-bagian tertentu dari carta tersebut sehingga menjadi carta dinamik. Penelitian ini berupaya mengembangkan media pembelajaran berupa carta dinamik. Dengan pengembangan media carta menjadi carta dinamik diharapkan siswa tidak hanya melihat atau mengamati saja,tetapi juga melakukan, dan berdiskusi sehingga proses pembelajaran lebih interaktif. Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengembangkan media carta dinamik sebagai media dalam pembelajaran IPA khususnya cermin lengkung. 2) Mengetahui kelayakan media carta dinamik ini sebagai media dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA khusus nya materi optik termasuk materi yang sulit bagi siswa. Apalagi guru yang menjelaskan pembelajaran secara monoton, membuat pembelajaran semakin tidak menyenangkan bagi siswa. Untuk itu penulis tertarik mengembangkan media pembelajaran berupa carta dinamik yang dapat memudahkan siswa dalam memahami materi 1713
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
optik khususnya cermin lengkung. Carta dinamik yang dikembangkan ini dirancang sedemikian rupa sehingga bisa di bongkar pasang dan mudah dibawa kemana-mana. Cermin lengkung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa bidang lengkung. Cermin lengkung dibagi menjadi dua jenis, yaitu cermin cekung (cermin konkaf atau cermin positif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cekung, dan cermin cembung (cermin konveks atau cermin negatif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cembung. Pengembangan media pembelajran yang penulis lakukan yaitu Media carta dinamik. Media ini dibuat untuk memudahkan siswa dalam menggambarkan jalannya sinar-sinar istimewa dan proses terbentuknya bayangan pada cermin lengkung. METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengembangan dilaksanakan di Batam dalam rangka kegiatan Workshop TEQIP guru-guru pada bulan November 2014. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini terdiri atas:alat pemotong,alat gambar,kertas karton,benang wool,papan stirofoam,paku payung dan perekat. Pengembangan Media Carta Dinamik Pengembangan media carta dinamik mengacu pada langkah-langkah pengembangan media yang dikemukanan oleh Bord dan Gall yang dimodifikasi menjadi 5 (lima) langkah sebagai berikut:1) penyusunan rancangan produk awal. 2) pengembangan produk media. 3) revisi produk sesuai dengan saran ahli media. 4) melakukan uji coba kelompok kecil menggunakan subjek rekan-rekan guru peserta workshop TEQIP. 5) hasil akhir berupa produk media carta dinamik. Media carta dinamik yang dikembangkan meliputi cermin cekung dan cermin cembung. Konstruksi cermin cekung dan cermin cembung dibuat pada kertas karton beserta sumbu utama dan titik focus masing-masing. Untuk manggambarkan tiga sinar utama dipergunakan tiga benang wool dengan warna berbeda. Teknik dan Analisis Data Pengumpulan data penelitian menggunakan angket dengan skala Likert. Jawaban dari Validator disajikan dalam bentuk tabel tunggal melalui perhitungan distribusi frekuensi dan persentasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari masing-masing subjek uji coba seperti persamaan berikut ini, (Sugiyono, 2011). 𝑃=
jawaban pilihan x bobot pilihan x 100% n x skor tertinggi
Keterangan : P = Angka Presentase n = jumlah item angket Untuk menarik kesimpulan guna merevisi produk Media Carta Dinamik yang dikembangkan, hasil persentase tersebut dirujuk dengan tabel validitas bahan ajar, sesuai pada Tabel 1. Tabel 1. Tabel Tingkat Validitas
Persentase 86- 100% 71- 85% 56- 70% <55%
Keterangan A. Sangat Baik B. Baik C. Cukup Baik D. Kurang Baik
(Adaptasi dari Kuswandi, 2001 )
Secara komulatif apabila hasil yang diperoleh kriteria di atas nilai 70% maka media yang dikembangkan dianggap memiliki nilai validitas positif yang memadai dan dapat dinyatakan layak untuk digunakan (Kuswandi, 2001). 1714
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil penelitian dan pengembangan berupa carta dinamik yag terdiri atas: Lembar carta dinamik cermin cembung
Gambar 1. Carta dinamik cermin cembung
Carta ini mengambarkan konstruksi cermin cembung beserta jalan sinarnya dengan benang wool warna warni. Masing –masing benang wool dipasang sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan tiga sinar istimewa yang terdapat pada cermin cembung. Lembar carta dinamik cermin cekung
Gambar 2 . Carta dinamik cermin cekung
Carta ini mengambarkan konstruksi cermin cekung beserta jalan sinar –sinar utamanya, bayangan dapat ditentukan dengan menggunakan perpotongan dua sinar utama. Hasil Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan carta dinamik sebagai media untuk pembelajaran IPA khususnya materi cermin. Tabel 2. Hasil analisis data
No 1 2 3
Aspek Tampilan Media Tampilan Gambar Kesesuaian dengan Materi Pembelajaran 4 Daya Tarik Rata-rata
Validator 1 Validator 2 Persentase 1 4 3.25 100% 3 3 75% 4 3.25 100%
Persentase 2 81.25% 75% 81.25%
3 3.5
81.25% 79.68 %
3.25 3.18
75% 87.5%
Pada Tabel 2 tampak nilai yang diberikan validator ahli media masing- masing 87.5% dan 79.68% atau dengan rata-rata 83.59 %. Menurut Kuswandi (2001), persentase ini pada kriteria baik.
1715
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data,media carta dinamik yang dikembangkan ini sangat layak digunakan dalam pembelajaran IPA khususnya cermin lengkung.Pada saat mempresentasikan hasil pengembangan media carta dinamik, secara kualitatif diperoleh beberapa masukan dan saran dari ahli media yang berasal dari Instruktur Workshop TEQIP dari UM Malang dan juga teman-teman guru di Kota Batam. Ahli media berpendapat media carta dinamik ini cukup menarik,kreatif,simple dan mudah dipahami. Secara kuantitatif diperoleh nilai rata-rata 83.59% nilai ini berada pada rentang baik dan media carta dinamik dapat dinyatakan layak digunakan sebagai media pembelajaran.
Gambar 3. Presentasi pengembangan media carta dinamik di depan ahli media
Meskipun demikian terdapat beberapa saran dari ahli media agar hasil media yang dikembang kan ini menjadi lebih baik. Diantaranya:1) disiapkan objek bayangan dengan ukuran yang sudah dicoba. 2) pembentukan bayangan cukup menggunakan 2 sinar istimewa.3) gambar pada carta dinamik dibuat lebih menarik. Pada gambar atau carta statis yang biasa digunakan oleh guru,pembentukan bayangan hanya terbatas bada sinar-sinar paraksial (sinar yang dekat sumbu utama) sehingga sulit menerangkan pembentukan bayangan untuk sinar non-paraksial( sinar yang jauh dari sumbu utama). Penggunaan media carta dinamik ini juga dapat digunakan untuk menerangkan kesalahan pembentukan bayangan oleh sinar-sinar non-paraksial ( sinar yang jauh dari sumbu utama) Produk media carta dinamik yang dikembangkan ini masih memiliki beberapa kelemahan,sehingga perlu penyempurnaan dan lebih lanjut. Diantara kelemahan tersebut yaitu:1) Media carta dinamik ini masih berupa gambar dua dimensi sehingga kurang menggambarkan bentuk cermin dan lensa yang sesungguhnya. 2.Media tidak menggambarkan bayangan yang sesungguhnya karena tidak menggunakan cermin yang sebenarnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan media carta dinamik ini sangat layak digunakan sebagai media untuk merangsang kreatifitas dan memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran khususnya materi cermin lengkung. Dengan menggunakan carta dinamik siswa dapat menggambarkan sinar istimewa pada cermin lengkung dan selanjutnya siswa dapat menentukan proses terbentuknya bayangan pada cermin lengkung. Saran yang dapat diberikan adalah:1) Media dilengkapi dengan cermin lengkung yang sebenarnya untuk menunjukkan bayangan sesungguhnya agar pembelajaran lebih komunikatif. 2) Carta dinamik ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menggambarkan jalannya sinar pada alat optik yang lainnya.3) Agar media dapat berfungsi dengan optimal,pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan metode yang sesuai. DAFTAR PUSTAKA Kuswandi, D. 2001. Validasi Media: Analisis Kelayakan Media yang Akan Dikembangkan. Bahan Kuliah tidak diterbitkan. Malang Jurusan TEP FIP UM.
1716
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Sadiman, A. 2011. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Penerapan-nya. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana,Rivai.1992.Media Pengajaran.Sinar Baru Algesindo:Jakarta Sugiyono. 2010. Statistik untuk Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
OPTIMALISASI PENGGUNAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR KATOLIK WELU Maksimus Makur SDK Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai, NTT Abstrak: Penelitian dengan berjudul “Optimalisasi Penggunaan Metode Demostrasi Untuk Meningkatkan Ketrampilan Proses Siswa Kelas V SDK Welu (Penilitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Gaya Magnet Kelas V SDK Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai)” telah dilakukan. Beranjak dari kepedulian penulis sebagai guru IPA terhadap masalah yang dirasakan penulis sendiri tentang rendanhya kualitas pembelajaran IPA di kelas V SDK Welu salah satunya adalah masih sangat rendahnya kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi. Disampinmg itu kurang berkembangnya ketrampilan proses peserta didik dalam pembelajarn menjadi faktor penyebab yang kedua. Untuk menguatkan landasan pemecehan masalah peneliti mengkaji kurikulum (KSTP), karakteristik pendidikan IPA SD, pendekatan ketrampilan proses, metode demonstrasi, dan teori penelitian tindakan kelas. Melalaui proses pembelajaran reflektifan dan siklus penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi, penggunaan alat peraga, dan kemampuan peserta didik melakukan ketrampilan proses.Metode penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah jenis kaloboratif dengan model Kemmis Taggart. Dalam penelitian ini pesertas didik kelas V SD katolik Welu dipilih sebagai subyek penelitian yang ditingkatkan kinerjanya dalam tiga siklus tindakan perbaikan.Kinerja hasil belajar peserta didik pada siklus I rata-rata jumlah siswa hanya 06,17%, maka pada siklus II meningkat menjadi 51,11% dan pada siklus III mencapai 72,22%. Sedangkan untuk penguasaan konsep Magnet pada siklus I 06,43, pada siklus II mencapai nilai 6,95 dan pada siklus III mencapai nilai 7,40. Setelah mengikuti tiga siklus dengan menggunakan metode demonstrasi untuk berhasil meningkatkan hasil belajar dan penguasaan konsep peserta didik. Keberhasilan diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pihak-pihak terkait untuk menjadikan penelitian tindakan kelas sebagai tradisi profesi guru. Untuk itu peran guru kelas V SDK Welu selaku guru IPA dan parah pengurus kebijakan birokrasi di dinas PPO Kabupaten Manggarai perlu ditingkatkan dan disinerjikan guna meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dasar khususnya pada mata pelajaran IPA. Kata kunci :metode demonstrasi dapat Meningkatkan Ketrampilan Proses Peserta Didik.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP) dinyataka bahwa, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar ( KD ) IPA di SD/MI merupakan standar minimun yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan. “(Depdiknas, 2006:47) pencapaian SK dan KD tersebut pada pembelajaran IPA didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru dengan berorientasi kepada tujuan kurikuler mata pelajan IPA, salah satu tujuan kurikuler pendidika IPA di Sekolah Dasar adalah “Mengembangkan Ketrampilan Proses Untuk Menyelidiki Alamb Sekitar, Memcahkan Masalah Dan Membuat Keputusan.” (Depdiknas 2006 : 48). Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA, guru sebagai pengelolah langsung pada proses pembelajaran harus memahami karakteristik (Hakikat) dari pendidikan IPA sebagai dikatakan (Depdiknas, 2006:47), bahwa:Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penggunaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana. Bagi 1717
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta proses perkembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, pendidika IPA diarahkan umtuk inguiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang alam sekitar. Karateristik pendidikan IPA yang digariskan oleh Depertemen Pendidikan Nasional sejalan dengan pandangan para pakar pendidikan IPA ditingkat Internasional. Menurut Trowbridge dan Bybee (1990:48) IPA merupakan perwujudan dari suatu hubungan dinamis yang mencankup tiga faktor utama, yaituIPA sebagai suatu proses dan metode (Methos Dan Proceses), IPA sebagai produk-produk pengetahuan (Body Of Scientific Knowledge), dan IPA sebagai nilai-nilai (Valves ), ( Siti Zubaedch, Lia Yulianti, dan SusriyatiMaband (2011:6-20). IPA sebagai proses atau metode penyelidikan (Infuiny Methode) meliputi cara berpikir,sikap dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produkproduk IPA atau ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan prediksi.Dalam wacana seperti itumaka IPA bukan sekedar cara untuk bekerja, melihat dan berpikir, melainkan “Science As A Way Of Knowing’’artinya IPA sebagai proses juga dapat meliputi kecendrungan sikap atau tindakan, keingintahuan, kebiasan berpikirdan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai (valves) IPA berhubungan dengan tanggung jawab moral,nilai-nilai sosial,manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan manusia,serta sikap dan tindakan (Misi, Keingintahuan, Kejujuran, Ketelitian, Ketekunan,Hati-Hati, Toleran, Hemat, Dan Pengambilan Keputusan) (Siti Zubaidah, Dkk, 2011 : 3). Karakteristik dan pengertian IPA sebagai mana diuraikan di atas secara singkat terangkum dalam pengertian IPA menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran IPA,bahwa IPA adalah“cara mencari tahu sistimatis tentang alam semesta”.Dalam proses mencari tahu ini pembelajaran IPA dirancang untuk mengembangkan kerja ilmiah dan sikap ilmiah peserta didik. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa proses pembelajaran IPA di SD menuntut guru mampu menyediakan mengelola pembelajaran IPA dengan suatu metode dan teknik penunjang yang memungkinkan peserta didik mengalami seluruh tahapan pembelajaran yang bermuatan keterampilan proses, sikap ilmiah, dan penguasaan konsep. Sementara kenyataan di lapangan,pada mayoritas SD,tuntutan karakteristik pendidikan IPA sebagai mana diamanatkan KTSPmasih jauh dari yang dimaksudkan.Implementsi KTSP lebih terfokus pada pembenahan jenis-jenis administrasi pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan proses pembelajaran belum menunjukan perubahan yang sangat berarti.Hal ini di sebabkan sejarah lain, pembelajaran KTSP belum disertai pelatihan guru-guru bagaimana mengelola pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Selain itu, fasilitas pembelajaran IPA seperti media dan alat praga, kualitas dan kuntitasnya tidak banyak berubah, yaitu jauh dari memadai.Dari hasil studi pendahuluaan di Sekolah Dasar, khususnya disekolah Dasar Katolik Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai, para guru menyadari bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA selama ini masih memiliki banyak kelemahan antara lain pembelajar IPA masih kurang melibatkan proses didik pada aktivitas keterampilan proses atau kerja ilmiah IPA. Kegiatan pembelajaran jarang dalam bentuk kegiatan praktikum, karena alatalat yang diperlukan sangat terbatas. Guru kelas sudah berusaha menyediakan alat-alat sederhana sejauh kemampuan. Tetapi karena sangat terbatasnya keterampilan dan waktu luang guru ( betapa banyaknya tugas-tugas administrasi guru kelas), maka sangat terbatas pula alat yang dapat disediakan atau dibuat guru. Untuk menghindari agar pembelajaran IPA tidak terlalu verbalisistik, maka metode pembelajaran yang paling memungkinkan digunakan guru dalam Pembelajaran IPA adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi yang digunakan guru dalam pembelajaran IPA diSDK Welu semula dimaksudkan agar peserta dapat terlibat lebih baik dalam kegiatan pembelajaran IPA. Tetapi kenyataannya pada setiap didik pembelajaran IPA khususnya dikelas V belum menghasilkan pembelajaran IPA yang efektif. Pada saat pembelajaran masih banyak peserta didik yang kurang penuh perhatian demonstrasi guru. Bahkan tidak sedikit peserta didik yang masih sempat melakukan kegiatan yang lain yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol dengan teman, memain-mainkan sesuatu, menggangu teman, atau menulis dan membuat coretan gambar sesuai dengan keinginan sendiri.
1718
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Selain aktivitas siswa pada saat pembelajaran IPA dengan metode demonstrasi tidak efektif, hasil belajar yang dicapai siswapun pada umumnya belum optimal. Nilai yang diperoleh peserta didik dari setiap ulangan peserta didik rata-rata berkisar antara 5,0 sampai dengan 6,5. Selain itu, pada saat ujian sekolah untuk mata uji praktikum IPA, aktivitas dan hasil ujian siswa sangat jauh dari yang diharapkan. Ini menujukkan bahwa penggunaan metode pada pembelajaran IPA dikelas V SDK Welu selain belum efektif dan dalam penggunaan waktu dan aktivitas peserta didik, juga belum efektif dan dalam hal penggunaan waktu aktivitas peserta didik, juga belum efektif dan untuk mencapai tujuan pembelajaran jenis penguasaan konsep. Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka para guru SDK Welu khususnya guru kelas V berhadapan dengan masalah bahwa metode demonstrasi yang sering digunakan oleh guru belum mampu menghasilkan pembelajaran IPA yang efektif. Hal ini ditunjukan oleh kenyataan bahwa waktu belajar peserta didik dalam kelas masih banyak yang terbuang, kegiatan peserta didik yang berhubungan dengan keterampilan proses atau kerja ilmiah masih sangat rendah, dan hasil belajar penguasaan konseppun masih belum mencapai standar keberhasilan yang ditetapkannya.Menghadapi kenyataan ini, peneliti sebagai guru IPA mengajak seluruh guru-guru IPA khususnya guru-guru IPA kelas V untuk merefleksi dan mengevaluasi aspek-aspek pengalaman dirinya mengelola pembelajar IPA dikelas dikelas V, khusunya saat menggunakan metode demonstrasi. Dari hasil kegiatan refleksi tersebut peneliti sebagai guru kelas V menyadari bahwa pelaksanaan metode demonstrasi selama ini kurang ditunjang oleh wawasan, persiapan, dan alat penunjang yang memadai. Misalnya guru belum pernah menggunakan teknik bertanya yang sangat diperlukan untuk metode demonstrasi. Guru juga belum pernah merancang alat pendukung yang cocok untuk kegiatan peserta didik pada saat mengikuti demonstrasi guru, misalnya LKS. Dari hasil identifikasi tersebut peneliti terdorong untuk melakukan kaji tindak tentang penggunaaan metode demonstrasi yang ditunjang oleh penggunaan tehnik mengajar dan fasilitas pendukung yang kondusifuntuk meningkatkan keterampilan proses peserta didik. Kegiatan kaji tindakan ini kemudian dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas (PTK).Bertolak dari latar belakang makalah tersebut diatas, serta hasil refleksi awal peneliti untuk menjembatani antara tuntutan kurikulum yang kondisi obyektif dilapangna selama ini, maka peneliti memandang bahwa yang menjadi masalah prioritas adalah perlunya pegelola pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi untuk mengefektifkan pembelajaran IPA di kelas V SDK Welu, dengan itu pembelajaran IPA di SDKWelu dapat memenuhi standar yang ditetapkan KTSP yaitu mampu mengoptimalkan kadar waktu belajar efektif, mengembangkan kerja ilmiah (ketrampilan proses), sikap ilmiah dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Tujuan yang diingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuna peserta didik dalam mengimplementasikan demonstrasi pada pembelajaran IPA topik gaya magnet di kelas V SDK Welu, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengiktu proses pembelajaran dalam mengimplementasikan metode demonstrasi pada pembelajaran IPA topik gaya magnet di kelas V SDK Welu, meningkatkan efektifitas pembelajaran peserta didik kelas V SDK Welu dalam pembelajaran IPA topik gaya magnet setelah implementasi gaya magnet metode demonstrasi, menindaklanjuti faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan implementasi metode demonstrasi pada pemebelajaran IPA gaya magnet di kelas V SDK Welu. METODE PENELITIAN Pemecahan masalah sebagaimana dikemukakan sebelumnya dilaksanakan dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK yang dipilh adalah PTK kelaboratif dengan model Kemmis dan Tanggart. Kelaborasi yang dimaksud adalah antara peneliti ( Guru IPA Kelas V ) yang berhadapan langsung dengan permasalahan dengan peserta didik kelas V SDK Welu. Model Kemmis Jaggart dicirikan antara lain satu kali pelaksanaan pembelajaran (mulai dari membuat RRP hingga evaluasi keseluruhan) sama dengan satu siklus tindakan.Kegiatan penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan dalam pembelajaran IPA dikelas V Sekolah Dasar Katolik Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai semester genap tahun pelajaran 2012/2013 pada topik Gaya Magnet. Jumlah peserta didik yang menjadi subyek penelitian sebanyak 40 orang terdiri dari 22 orang peserta didik laki-laki dan 18 orang perempuan.Model penelitian tindakan kelas ( PTK ) model Kurt Lewin dalam Hopkins ( 1993) menjadi acuan pokok atau dasar berbagai model PTK penelitian tindakan kelas menurut Kurt Lewin terdiri dari 1719
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan ( acting ), (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi (reflekting). Adapun jenis variabel-variabel penelitian yang menjadi fokus tindakan pada penelitian adalah 1) variabel input yaitu kemampuan awal peserta didik dan pembelajaran IPA dengan metode demonstrasi guru sebelum dilakukan penelitian tindakan kelas ( PTK ), 2) variabel proses yaitu kinerja guru dalam mengelola pembelajaran IPA dengan menggunakan metode demonstrasi pada pembelajaran IPA topik Gaya Magnet, termasuk didalamnya upaya-upaya bimbingan guru dalam memfasilitasi peningkatan waktu belajar efektif, ketrampilan proses, dan penguasaan konsep peserta didik. 3) variabel output yaitu peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan dan mengelola proses pembelajaran IPA topik Gaya Magnet dengan menggunakan metode dengan monstrasi serta peningkatan, ketrampilan proses peserta didik dan hasil belajar penguasaan peserta didik.Pengolahan dan analisis data yang diperlukaan atau dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif dengan kerangka anlisis sebagai berikut :Seleksi data, pengelompokan dan pengolahan data, serta interprestasi data.Evaluasi dan refleksi terhadap hasil interpretasi data. Tindak lanjut atau rekomendasi. Kerangka Pengelolaan dan analisis data tersebut diatas akan lakukan pada setiap siklus tindakan sampai perbaikan pembelajaran dan anggap optimal. Target optimal dimaksudkan baik untuk kinerja guru maupun hasil belajar peserta didik. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dideskripsikan data hasil penelitian beserta analisis dan pembahasanya meliputi orientasi dan identifikasi masaalah, pelaksanaan tindakan dan pembahasan hasil penelitian, pemaparan hal tersebut didasarkan pada setting (latar) tiga siklus tindakan perbaikkan pembelajaran, tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaklsanaan, hasil observasi dan refleksi .Siswa kelas V SDK Welu, berdasarkan data tahun pelajaran 2012/2013 berjumlah 40 orang, yang terdiri atas 24 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan. Sedangkan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini semua siswa terlibat rutin dan kontinya dalam pelajaran. Usia siswa rata-rata antara 10 sampai dengan 12 tahun. Dilihat dari tingkat sosial ekonomi, orang tua siswa kelas V rata-rata mata pencaraian sebagai petani dengan pendapatan ekonomi berasal dari orang tua berekonomi lemah. Deskripsi kondisi umum pembelajaran IPA Di kelas V dipaparkan sebagai berikut ada beberapa alasan khusus mengapa Kelas V SDK Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai dipilih menjadi obyek penelitian dan guru kelas V sebagai peneliti menyadari, bahwa dengan penelitian tindakan kelas ini sebagai guru IPA kelas V mengharapkan agar peneliti betul-betul menjadi guru yang disiplin dan bertanggung jawab, dapat mengelola kelasnya secara optimal, dapat mengembangkan pembelajaran yang inofatif dan efektif terutama dalam pembelajaran IPA. Dalam pengelolaan pembelajaran sangat jarang mengunakan pendekatan, model atau metode pembelajaran yang tepat, tapi paling sering mengunakan pendekatan ekspositori dengan metode ceramah dan hanya memberikan contoh-contoh yang tertulis, walaupun kadang-kadang mengunakan papan tulis, sebagai alat peraga media yang ada disekolah, sedangkan aktivitas siswa tetap tidak tampak aktif. Metode yang kadang-kadang digunakan agak baik adalah metode demonstrasi dan metode tanya jawab. 1) Hasil observasi Observasi penelitian selaku guru IPA kelas V, terlebih dahulu menyiapkan segala rencana pelaksanaan pembelajaraan (RPP), mengelola alat peraga, dan menfungsikan alat peraga, untuk mengembangkan keterampilan proses peserta didik dalam metode demonstrasi. Alat observasiyang digunakan berupa lembar observasi untuk guru, lembar observasi untuk siswa, dan soal penguasaan konsep. a) Provil efektivitas hasil belajar peserta didik. Sebagaimana dikemukaan terdahulu bahwa optimalisasi kemampuan guru menggunakan alat peraga dan metode demonstrasi dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas keterampilan proses yang dilakukan peserta didik. Berdasarkan hasil observasi dan penilaian terhadap aktivitas peserta didik selama pembelajaraan siklus I, diperoleh gambaran efektivitas keterampilan proses l pada Tabel 1. Dari Tabel 1 diketahui bahwa secara umum upaya guru mengembangkan ketrampilan proses peserta didik masih sangat kurang efektif. Pada kegitan awal pembelajaran ketrampilan proses yang dilakukan peserta didik hanya melakukan pengamatan melalui indra penglihatan. Menurut Estimati ( perkiraan ) observasi hanya 1720
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sekitar 20% peserta didik nampak antusius mengamati alat peraga yang ditunjukan guru. Atas demikain mungkin karena guru membujuk pembelajaran dengan cara konvensional (mengabsen, menyampaikan tujuan pembelajaran asperpsi verbal ) peserta didik tidak untuk melakukan ketrampilan proses. Tabel 1. Profil efektifitas keterampilan proses peserta didik pada siklus I
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis keteramplan proses
%peserta didik terlibat aktif dalam kelas Kegiatan Kegaiatan Kegiatan Rata-rata awal inti akhir Mengobservasi (mengamati 20% 40% 0 20% atau mencatat) Mengajukan pertanyaan 0 12% 0 3,33% Menafsirkan data 0 0 0 0 Mengelompokan 0 60% 0 20% Meramalkan (prediksi) 0 5% 0 0 berkomunikasi 0 10% 0 10% berhipotesis 0 0 0 0 Merencanakan percobaan 0 0 0 0 Menerapkan konsep 0 10% 0 0 Menyimpulkan 0 10% 1% 0 20 % 14,5 1% 16,17% Rata-rata
Keterangan : SM : Sangat Memadai : 30%-100% peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu : 4 M : Memadai : 50 %- 69,9 % peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu : 3 CM : Cukup Memadai : 40%-69,9 peserta didik melakukan ketrampilan porses tertentu : 2 Km : kurang memadai : < 40% peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu : 1 N :Tidak ada satupun peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu :0 Pada kegaiatn inti alat peraga yang difungsikan guru secara kualitas telah dapat mengaktifkan tujuh ketrampilan proses dari 10 yang diartikan. Tetapi dari segi kualitas (efektivitas kinerja peserta didik rata-rata masih sengat rendan (14,5%. Hal ini disebabkan guru terlalu dominan pada mendemonstrasikan alat peraga. Diantaranya ketujuh ketrampilan proses tersebut dua diantaranya mencapai efektivitas cukup memadai, yaitu mengobservasi disertai inisiatif mencatat hasil pengamatan (40%) dan mengelompokan atau klafikasi (60%). Pada fase kegaiatan akhir pembelajaran hasil belajar peserata didik sengat rendah peserta didik hanya terlibat dalam proses mnyimpulakan matreri yang dipelajari, alat peraga tidak difungsikan lagi dan berada dalam posisi “terserakan:, peserta didikpun nampak tidak peduli dengan alat-alat peraga yang tersedia, kerana lebih terpusat perhatiannya pada persiapan evaluasi (lihat Tabel 2) Dari Tabel 2 diketahui bahwa 80% peserta didik telah mencapai lebih dari batas standar kelulusan minimal ( 6,0) memahamai konsep tentang magnet dan benda-benda magnetik serta non magnetik. Ini berarti bahwa penggunaan metode demonstarsi dan alat peraga telah dapat dilakukan oleh guru untuk membantu peserta didik memahami konsep magnet. Meskipun demikin, masi ada 8 orang peserta didik memahami serat belum mencapai batas minimal keberhasilan. Pada siklus beriktunya. Fokus tindakan dalam hal penggunaan konsep adalah meningkatkan pencapain nilai rata-data dengan mengurangi jumlah peserta didik yang masih mendapat nilai kurang dari 60 Tabel 2. Penggunaan pengauasaan konsep peserta didik pada siklus 1
No. 1 2 3 4 5 6
Nama peserta didik Edita Filomena Erwintus Bensa Adrianus Dona Yuliana Fatima Mia Matilda F. Ike Rifaldus Kenu
Nilai 6 6 7 6 8 6 1721
Keterangan
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Febri Antonius Basri Arnoldus Yansen Magur Sivansius Nurdin Rikardus Gerot Yosefila J. Hanir Feriana Alda Yuliana Nginas Yulita Anut Heribertus Geong Febrianus Ambak Fridolin F Angkur Febronia Sarisa Ilas Isabela Sanita Odus Servolus Nan Tadeus Mbogo Ludgardis Suniati Jaya Kristiani Camelia Unung Jecika A.Cindy Fransiskus Januario Anggur Servolus Jehamin Teresia A. Wawaw Maksimilianus Dagur Gervanus Rahap Mariani Naposeon Maria Eni Matilda Claudia Since Dimas Hilda Mbael Heribertus B. Dama Afriani Nisul Sebastian Darman Viktori Deok Vinsensius Mariano Dahas Gregoria Jelsi Heronimus Dagul Jumlah dan rata-rata
6 6 8 7 6 8 6 7 8 6 4 6 5 7 7 9 6 5 6 5 6 5 9 7 6 8 5 7 7 8 6 5 7 8 257
Nilai terendah = 4( 2 orang) Nilai 5 = 6 orang Nilai 6 = 14 orang Nilai 7 = 10 orang Nilai 8 = 7 orang Nilai 9 = 1 orang
Rata-rata= 6,43
Setelah selasai belajar siklus I, peneliti ( guru kelas v ) melakukan refleksi terhadap kegiatan terkait dengan pelaksanaan tindakan pembelajarn tersebut. Refleksi dilakukan sehari setelah pembelajaran siklus I selesai dilakasanakan, yaitu, rabu 7 Mei 2014, setelah jam pelajaran selesai. Hasil refleksi adalah sebagai berikut : 1) Guru telah cukup berhasil membuat rancangan pembelajaran dengan penilaian kategori “cukup memadai”. Hal-hal yang perlu ditingakatkan oleh guru dalam penyusunan rencana pembelajaran untuk siklus beriktunya adalah tentang penyediaan alat bantu peraga atau gambar, lembar pengamatan, sebagai media observasi peserta didik, dan penentuan obyek observasi yang lebih proporsional dan jalan (misalnya aspek-aspek apa saja yuang harus diamati secara pasti oleh peserata didik. 2) Kinerja guru mengelola pembelajaran siklus I secara umum masih sangat kurang kecuali dalam hal mengelola ketersediaan alat cukup memadai. Adapun mengenai ukuran alat, kerapihan dan ketertiban dalam meletakan alat, ketrampilan atau keluwesan penggunaan alat, dan menghubungkan lebih luas dengan konsep magnet dan contoh-contohnya harus ditingkatkan lebih baik. Kemampuan guru mendemonstrasi alat peraga untuk mengembangkan ketrampilan proses peserta didik pada siklus I masih sangat kurang efektif. Terutama pada kegiatan awal dan kegaiatan akhir pembelajaran, meskipin pada persiapan telah direncanakan penggunaan alat peraga setip tahap pembelajaran. 3) Kinerja peserta didik pada pembelajaran siklus I untuk pengembangan hasi belajar peserata didik masih sangat minim. Terutama pada kegiatan awal dan kegaiatan akhir, tetapi pada 1722
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kegaiatan inti, tujuh jenis ketrampilan proses peserat didik dapat dilakukan oleh peserat didik walaupun persentase peserta didik yang melakukan masih sangat rendah. Siklus II Profil efektivitas hasil belajar peserta didik. sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa optimalisasi kemampuan guru menggunakan alat peraga dan metode demonstrasi pada siklus II dimaksud untuk meningkatkan efektifitas ketrampilan prosesobservasi, komunikasi dan menyimpulkan. Berdasarkan hasil observasi dan penelitian selama siklus II, diperoleh gambaran efektivitas ketrampilan proses pada Tabel 3. Tabel 3. Profil efektifitas ( hasil belajar siswa pada siklus II)
No Jenis ketrampilan proses
% peserta didik yang terlibat aktif dalam kelas Kegiatan Kegiatan Kegiatan Rataawal inti akhir rata 1 Mengobservasi(mengamati/mencatat) 40% 80% 70% 63,33% 2 Berkomunikasi 20% 40% 30% 30% 3 Menyimpulkan 40% 70% 70% 60% 33,33% 63,33% 56,67% 51,11% Rata-rata Keterangan: SM : Sangat memadai : 80% peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu:4 M: Memadai : 60-79% peserta didik melakukan ketarmpilanproses tertentu :3 CM :Cukup Memadai : 40%-59,9% peserta didik melaklukan ketrampilan proses tertentu :2 KM : Kurang Memadai :<40% peserat didik melakukan ketrampilan proses terntu: 1 N:Nihil : peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentum : 0 Dari Tabel 3 diketahui bahwa secara umum upaya guru mengembangkan hasil belajar peserta didik memadai ( 51,11%). Pada kegiatan awal pembelajaran ketrampilan proses dilakukan peserta didik melakukan pengamatan, berkomunikasi dan menyimpulkan semuanya kurang memdai. Jumlah pelaku aktif rata-rata hanya 33,33% dari jumlah peserta didik. Hal demikian mengkin disebabkan waktu yang tersedia sanga singat. Paling untuk dilaporkan bahwa kegiatan menyimpulkan pada kegiatan awal berhubungan dengan kesimpulan dari materi pada siklus sebelumnya. Pada kegiatan inti alat peraga yang difungsikan guru secara kualitas telah dapat mengaktifkan jumlah peserta didik secara memadai melakukan ketrampilan proses. Bahkan untuk ketrampilan proses observasi sangat memadai (80%). Pada fase kegiatan akir pembelajaran, watupun baru pada tingkat cukup memadai (56,67%), pengembangan ketrampilan proses peserta didik mengalami kemajuan yang cukup berarti jika dibandingkan siklus pertama. Efektifitas penguasaan konsep peserta didik dapat dipaparkan berdasarkan nilai hasil belajar penguasaan konsep peserta didik pada pembelajaran II dituangkan II, ditunjukan pata Tabel 4. Tabel 4. Nilai penguasaan peserta didik pada siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama peserta didik Edita Filomena Adrianus Dona Yuliana Fatima Mia Matilda F. Ike Rifaldus Kenu Febri Antonius Basri Arnoldus Yansen Magur Sivansius Nurdin Rikardus Gerot Yosefila J. Hanir Feriana Alda Yuliana Nginas Yulita Anut
Nilai 6 7 6 9 6 6 6 8 7 6 8 6 7 1723
Keterangan
Nilai terendah : 5 : 3 orang Nilai : 6 : 10 orang Nilai :7 : 17 orang Nilai : 8 : 7 orang : Nilai :9 : 2 orang Nilai 10 = 1 orang
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Heribertus Geong Febrianus Ambak Fridolin F Angkur Febronia Sarisa Ilas Isabela Sanita Odus Erwintus bensa Servolus Nan Tadeus Mbogo Ludgardis Suniati Jaya Kristiani Camelia Unung Jecika A.Cindy Fransiskus Januario Anggut Servolus Jehamin Teresia A. Wawa Maksimilianus Dagur Gervanus Rahap Mariani Napoleon Maria Eni Matilda Claudia Since Dimas Hilda Mbael Heribertus B. Dama Afriani Nisul Sebastian Darman Viktori Deok Vinsensius Mariano Dahas Gregoria Jelsi P. Siani Heronimus Dagul Jumlah dan rata-rata
7 8 6 5 6 5 6 5 7 7 7 7 7 7 7 9 7 8 7 8 7 7 8 7 8 7 10 278
Rata-rata : 6,95
Dari Tabel 4 diketahui bahwa 92,5% siswa (37 orang) telah mencapai nilai penguasaan konsep magnet dan benda-benda magnetik serta non magnetik lebih dari batas standar kurikulum minimal (6,0), sedangkan nilai rata-rata kelas 6,95 lebih besar dari nilai rata-rata pada siklus I. Ini berarti bahwa penggunaan metode demonstrasi dan alat peraga telah dapat dilakukan oleh guruuntuk membantu peserta didik memahami konsep magnet. Meskipun demikian, masih ada tiga orang siswa yang masih belum mencapai batas minimal keberhasilan pada siklus berikutnya, fokus tindakan dalam hal penguasaan konsep adalah meningkatkan pencapaian nilai rata-rata dan mengurangi jumlah peserta didik yang masih mendapat nilai kurang dari 6,0. Refleksi terhadap pembelajaran siklus II dilakukan peneliti selaku guru IPA Kelas V SDKatolik Welu Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai sehari setelah pembelajaran siklus II selesai dilaksanakan, yaitu rabu, 18 Mei 2014, setelah jam belajar selesai. Hasil refleksi adalah sebagai berikut : 1. Guru telah berhasil membuat rancangan pembelajaran (RPP) yang telah baik dengan kategori memadai atau sangat baik. Hal yang dianjurkan untuk ditingkatkan oleh guru adalah tentang penyedian alat bantu peragam atau gambar, lembar pengamatan sebagai observasi siswa, dan cara-cara melakukan demonstrasi yang lebih baik atau efektif. 2. Kinerja guru mengelolah pembelajaran siklus II secara umum sudah cukup memadai terutama dalam hal kesesuaian alat dengan bahan ajar. Bahkan untuk ukuran alat sudah sangat baik (Memadai). Ketrampilan dan ketertiban dalam meletakan alat ketrampilan dan keluwesan penggunaan alat dan mehubungkan lebih luas dengan konsep magnet dan contoh sudah memadai, kecuali pada kegiatan akhir masih belum tertib. Kemampuan guru mendemonstrasikan alat untuk memperjelaskan konsep dan menget,bahkan ketrampilan proses peserta didik pada siklus II sangat menonjol pada fase kegiatan inti. Sedangkan pada fase kegaiatan awal dan kegaiatan akhir masih dari guru bila dibandingkan denagn siklus sebelumnya yaitu pada siklus I. 3. Kinerja guru pada kegiatan awal siklus II belum memadai dalam hal menfaatkan alat peraga untuk mengandung pertanyaan siswa dan jenis ketrampilan proses tertentu. Atau 1724
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4.
5.
6.
7.
untuk memperjelas apersepsi yang dihubungakan dengan pembelajaran sebelumnya. Selain itu memang ada kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat dimaklumi jika tidak dapat dilakukan guru pada kegiatan awal pembelajaran, misalnya menggunakan alat untuk mengembangkan ketrampilan ,menggunakan alat. Hal ini tidak mungkin dan tidak releven jika dilakukan pada fase kegiatan awal pembelajaran. Sehubunagn dengan fase kegiatan akhir pada pembelajaran siklus II, kinerja guru belum memadai dalam hal menfungsikan alat peraga adalah yang terkait dengan upaya membangkitkan kembali motivasi belajar dan keingintahuan peserta didik yang sudah melemah, memperjelas pertanyaan guru, mengundang peserta didik agar mau bertanya, dan memberi kesempatam kepada peserta didik untuk menggunakan alat peraga. Fokus pengembangan kinerja peserta didik pada siklus II untuk pengembanganketrampilan proses peserta didik ruang lingkupnya sangat dibatasi oleh peneliti agar sepadan dengan kemampuan guru.ketrampilan proses tersebut adalah mengobservsi, berkomunikasi, dan menyimpulkan. Ketrampilan proses mengobservasi berkembang sangat baik pada fase kegiatan inti. Pada fase kegiatan akhirnya sudah memadai. Dua keadaan ini dapat tercapai karena pada silkus II lembar pengamatan peserta didik telah disiapkanguru. Lebih baik, serat diberi pengarahan yang lebih jelas sebelum peserta didik menggunakannya, sedangkan ada fase kegiatan awal masih pada tahap cukup. Jenis ketrampilan proses berkomunikasi pada siklus II masih sulit berkembang, kecuali komunikasi untuk melaporkan hasil pengamatan dengan kata lain, peserta didik masih sangat jarang yang berani bertanya atau menjawab pertanyaan ,apalagi melaporkan hasil pengamatan secara lisan. Untuk ketrampilan menyimpulkan, kinerja peserta didik secara umum memadai., terutama pada kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Bahkan yang sangat menggembirakan, walaupun masih pada tahap cukup, pada kegiatan awal sudah ada siswa (40%0 yang dapat menunjukan kemampuan menyimpulkan yang berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya. Peningkatan kinerja guru dalam mengelola dan penggunaan alat peraga dalam metode demonstarsi serta peningkatan kinerja ketrampilan proses peserta didik pada siklus II telah berdampak positif peningkatan hasil belajar penguasaan konsep pesertaidik tentang gaya magnet.
SIKLUS III Sebagaimana pada siklus II, optimalisasi kemampuan guru menggunakan alat peraga dan metode demonstrasi pada siklus III dibatasi hanya untuk meningkatkan efektivitas keterampilan proses observasi, komunikasi, dan menyimpulkan. Berdasarkan hasil observasi dan penilaian peneliti selama siklus III diperoleh gambar efektifitas keterampilan proses pada Tabel 5. Tabel 5. Profil efektifitas keterampilan proses peserta didik pada silkus III
No Jenis Keterampilan Proses
1 2 3
% Peserta didik terlibat aktif dalam kelas Kegiatan Kegiatan Kegiatan Rataawal inti akhir rata 80% 100% 90% 90%
Mengobservasi (mengamati atau mencetak) berkomunikasi 40% menyimpulkan 60% Rata-rata 60%
60% 80% 80%
60% 80% 76,67%
53,33% 73,33% 72,22%
SM : Sangat Memadai : 88%-100% peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu : 4 M: Memdai :60%-79% peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu :3 CM : Cukup Memadai :40%-59% peserta didik melakukan ketrampilan proses terntentu :2 KM: Kurang Memadai : <40% pesertadidik melakukan ketrampilan proses tertentu : 1 N : Nilai : Tidak ada satupun peserta didik melakukan ketrampilan proses tertentu :0 Dari tabel 4.5 diatas diketahui bahwa secara umum upaya guru mengembangkan ketrampilan proses peserta didik sudah memadai (mencapai target 72,22%). Termasuk pada kegiatan awal dan kegiatan akhir pembelajaran, bahwa ketrampilan proses yang dilakukan peserata didik yaitu melakukan pengamatan, berkomunikasi, dan menyimpulkan yang 1725
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sebelumpada siklus I dan IIkurang memadai,pada siklus II tercapai dengan penilaian sudah memadai, meskipun diketahui bahwa untuk mencapai hasil demikain alokasi waktu menjadi bertambah dari yang diutamakan. Ketrampilan proses yang paling berhasil dikembangkan adalah mengobservasi: berikutnya menyimpulkan, dan yang paling sedikit berkomunikasi. Penggunaan metode dan pengelolahan alat peraga yang berorientasi kepada pengembangan hasil belajar, pembelajaran suklus I diakhiri dengan evaluasi penguasaan konsep peserta didik. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai penguasaan peserta didik pada siklus III
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama siswa Edita Filomena Adrianus Dona Yuliana Fatima Mia Matilda F. Ike Rivaldus Kenu Febrianus Antoni Basri Arnoldus Yansen Magur Irwansius Nurdin Rikardus Gerot Yosefilo Aprilia Hanir Feryana Alda Yuliana Nginas Yulita Anut Heribertus Geong Febrianus Ambak Frodolin Eufronia Angkur Febronia Savila Ilas Isabela Sanita Odus Erwintus Bensa Serfolus Nan Tadeus Mbogo Ludgardis Suniati Jaya Kristiana Kamelia Unung Jecika Afrilia Cindy Fransisko Januario Anggul Servolus Jehamin Teresia Aflia Wawa Maksimilianus Dagur Gervasius Rahap Mariani Napolleon Maria Eni Mathilda Claudia Since Dimas Hilda Mbael Heribertus Bonefasius Dama Afriani Nisul Sebastianus Darman Viktori Deok Vinsetius Mariano Dahas Gregoria Jelsi P. Siani Heronimus Desul Jumlah Dan Rata-Rata
Nilai 6 7 6 9 6 6 6 8 7 6 8 6 7 7 8 6 5 6 5 6 5 7 7 7 7 7 7 7 9 7 8 7 8 7 7 8 7 8 7 10 278
Keterangan
Nilai terendah : 5 3 orang Nilai 6 : 10 orang Nilai 7 : 17 orang Nilai 8 : 7 orang Nilai 9 : 2 orang Nilai : 10 orang
RATA-RATA 6,95
Dari Tabel 6 diketahui bahwa 95% siswa (38 orang) telah mencapai nilai penguasaan konsep magnet (sifat-sifat kutub magnet ) dari batas standar kelulusan minimal (6,0), sedangkan nilai rata-rata kelas 1 a lebih besar dari nilai rat-rata kelas pada siklus II (6,95). Ini bararti bahwa penggunaan metode demonstrasi dan alat peraga untuk pengembangan ketrampilan proses telah dapat dilakukan guru untuk membantu peserta didik memahami konsep magnet. Meskipun 1726
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
demikain, walaupun modus pencapaian nilai 8 dan nilai tertinggi 10, masih ada orang dua orang peserta didik (5%) yang masih belum mencapai batas minimal keberhasilan. Kinerja guru mengoptimalkan penggunaan alat peraga dan lembar pengamatan yang digunakan peserta didik selama tindakan pembelajaran telah dapat menfasilitasi meningkatnya kinerja ketrampilan proses peserta didik cukup signitifkan. Bahkan karena ketepatan memilih jenis ketrampilan proses yang dijadikan fokus tindakan, maka pada siklusII dan siklus II ketrampilan psoses pada setiap fase pembelajaran dapat berkembang lebih baik. Jika pada siklus I rata-rata jumlah peserta didik yang terlibat dalam ketrampilan proses hanay 6,17 %, maka pada siklus II meningkat visilisasi penigkatan tersebut ditunjukan padaGambar 1. 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 1. Histogram peningkatan ketrampilan proses antar siklus
Dari Gambar 1 nampak bahwa pada siklus I ketrampilan porses peserat didik masih sdangat sulit berkembang, hal ini, sebagaimana dijelaskan terdahulu, disebabkan jenis ketrasmpilan proses yang dikelola guru terlalu banyak ( 10 macam ). Pada siklus ii dan siklus ii terjadi tonjokan yang sangat drastis mengenai persentase jumlah peserta didik yang aktif menunjukan kinerja ketrampilan proses karena jumlah ketrampilan proses yang dikembangkan banyak di fokskan pada tiga jenis saja yaitu mengobservasi, berkomunikasi dan menyimpulkan. Kinerja guru mengoptimalkan penggunaan alat peraga dan lembar pengamatan yang digunakan peserta didik juga berpengaruh cukup signitif terhadap penguasaan konsep peserta didik.Nilai rata-rata penguasaan konsep pada masing-masing siklus ditunjukan pada Gambar 2. 7,60% 7,40% 7,20% 7,00% 6,80% 6,60% 6,40% 6,20% 6,00% Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 2. Histogram peningkatan optimalisasi kineja Siswa antar Siklus
1727
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dengan menghubungkan data grafik 4.7 dapat disimpuilkan bahwa optimalisasi kinerja peserta didik menggunakan alat peraga pada metode demonstrasi serta didukung dengan instrumen lembar pengamatan peserta didik setiap siklus tiondakan kelas berpengaruh pada signitif terhadap hasil belajar penguasaan konsep dan kinerja ketrampilan proses peserta didik pada pembelajaran konsep magnet di kelas v sd katolik welu kecamatan cibal kabupaten manggarai. KESIMPULAN Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah dilakukan dalam pembelajaran IPA untuk topik magnet di kelas V SD Katolik Welu Kecamatan Cibal,Kabupaten Manggarai dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai beriktut : 1) Rencana pelaksanan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan metode demonstrasi untuk meningkatkan kertrampilasn proses peserta didik pada topik magnet di kelas V SDKWelu Kecematan Cibal Kabupatenn Manggarai, dapat dibuat oleh guru kelas yang bersangkutan sebagai peneliti dengan mendapat peningkatan dari siklus I, siklus II,dan hingga mencapai nilai sangat baik pada siklus III. Penyusun RPP yang berkualitas berciri utama : a. Berorientasi pada karakteristik kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) b. Penyambungan indikator hasil belajar selain disesuaikan dengan materi pelajaran, juga mempertimbangkan jenis ketrampilan proses yang akan dikembangkan. c. Langkah-langkah pembelajaran disusun sesuai dengan aktivitas demonstrasi dan menfasilitasi aktivitas ketrampilan proses peserta didik. d. Instrumen khusus berupa lembaran kerja siswa (LKS) atau lembar pengamatan siswa (LPS) yang digunakan peserta didik saat mengikuti demonstrasi guru, dan e. Instrumen khusus berupa catatan persiapan guru berisi cara-cara menfungsikan alat peraga untuk mengaktifkan keterampilan proses peserta didik rencana pelaksanaan pembelajaraan juga dilengkapi dengan instrumen untuk mengukur peningkatkan penguasaan konsep peserta didik yang akibat dari peningkatan kinerja guru. Selama penelitian berlangsung beberapa isi dari rencana pelaksanaan pembelajaraan (RPP) mengalami perubahan perbaikan berdasarkan hasil refleksi terhadap pembelajaraan yang sudah dilaksanakan pada siklus sebelumnya. 2) Tindakan pembelajaran dalam rangkamengoptimalkan kinerja guru menggunakan metode observasi untuk mengembangkan keterampilan proses dilakukan dalam tiga siklus tindakan.pada siklus I fokus tindakan yang ditetapkan semula oleh peneliti sebagai guru IPA kelas V SD Katolik Welu adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan seluruh keterampilan proses, berdasarkan pengalaman pada siklus I maka pada siklus II dan siklus III jumlah dan jenis keterampilan proses yang dijadikan fokus tindakan pembelajaran dibatasi hanya jenis keterampilan proses.(1) mengobservasi meliputi penggunakan indra, dan mencatat hasil pengamatan:(2) berkomunikasi, meliputi komunikasi pertanyaan, menjawab pertanyaan dan melaporkan hasil pengamatan dengan lisan dan tulisan.Upaya untuk mengembangkan keterampilan proses peserta didik pada setiap siklusdilakukan guru dengan cara mengoptimalkan kinerja pengelolaan pembelajaran terutama dalam hal: (1) menyediakan alat peraga (magnet)yang relefan dengan tuntutan konsep dan tingkat ketrampilan alat oleh peseratn didik, (2) kemamapuan menfungiskan alat peraga untukmmengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran, (3) kemampuan membimbing peserta didik, agar berfasilitsi dan termotivasi melakukan ketrampilan proses; dan (4) ketepatan dan keefektifan penyedian atau penggunaan lembar pengamatan yang difungsikan oleh peserta didik. 3) Kinerja guru dalm mengoptimalkan penggunan alat peraga dan lembar pengamatan yang digunakan peserta didik selama tindakan pembelajaran telah dapat memfasilitasi meningkatkannya kinerja ketrampilan proses dan penguasaan konsep peserta didik tentang magnet. Jiak pada siklus I rata-rata jumlah peserta didik yang terlibaa dalam ketrampilan proses hanya 6,17%, maka pada siklus II meningkat menjadi 51,11% mencapai nilai 6,95, dan pada siklus III mencapai nilai 7,40. 4) Berdasarkan pencapaian sebagaimana dijelaskan pada nomor satu sampai dengan nomor tiga diatas dapat disimpulkan bahwa optimalisasi kinerja guru menggunakan alat peraga pada metode demonstrasi serta didukung dengan instrumen lembar pengamatan siswa pada setiap siklus tindakan telah berpengaruh positif terhadap hasil belajar kinerja ketrampilan 1728
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
proses dan pengusaan konsep pada pembelajaran IPA dengan topik magnet di kelsa V sekolahdasar (SD) katolik wely kecematan cibal kabupaten manggarai. DAFATAR RUJUKAN Agung Duryana. (2004). Lembar Kerja Siswa Assemen Dan Evulauasi. Jakarta : PT. Adi Tulung Agung. BPPP Disdik Jabar.(2004). Pengantar Praktik Penilaian Pembelajaran Sains. Bandung : Belai Pengembnagan Teknologi Pendidikan Jabar. BPPP Disdik Jabar.(2004). Penilaian Sikap Dan Kerja Sisiwa. Bandung : Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan Disdik Jabar.Jakarta:Pusat Kurikulum. Depdiknas. (2006). KTSP : Standar Kopetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar Dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta : Pusat Kurikulum. Depdiknas.(2003). Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Penilaian Kelas. Jakarta: Pusat Kurikulum. Depdiknas (2004) Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Kegiatan Pembelajaran Yang Efektif, Jakarta: Pusat Kurikulum Depdibud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direkforat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah. Edy Hendri M (2006). Pemebelajaran IPA Di Sekolah Dasar. Bandung : Naskas Buku Ajar Upi Press. Fatchur Rochman, Dkk (2011). Petunjuk Penggunaan Media Alternatif Pembelajaran IPA SD. Malang : Universitas Negeri Malang (UM Malang) Jubardi Anshori.(2006). Kegiatan pelajar berbasis psikologis belajar. Surabaya : PT. Walisongo Citra Aksara. Kasbolah k. (1996). Peneltian tindakan kelas (PTK). Jakarta : depdiknas dirjen diksi Rochyati wiraatmaja.(2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung :PT. Remaja Rosdakarnya. Siti zubaidah,dkk. (2011). Model-Model Dan Metode Pembelajaran IPA. Malang : Universitas Negeri Malang ( UM Malang ) Subanji. (2011). Panduan Praktis KTSP. Malang : Universitas Negeri Malang ( UM Malang) Subardjono. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom Action Research). Jakarta : Bumi Aksara. Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas (Classsroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal Dan Laporannya. Jakarta : Bumi Aksara. Titik Narsiati, Dkk.(2011). Penilaian Berbasis Kelas. Malang : Um Malang.
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VI SD NEGERI TAFURE TERNATE TAHUN PELAJARAN 2014 -2015 Maryam Bayan Guru SD Negeri Tafure Ternate Maluku Utara Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada umumnya mutu pendidikan, Khusus mata pelajaran IPA memperlihatkan hasil yang belum optimal. Data hasil belajar siswa menunjukan rata-rata dibawah skor capaian yang diharapkan. Kecenderungan ini disebabkan oleh berbagai faktor penghambat. Terutama guru belum sepenuhnya melakukan pembelajaran secara efektif yang menarik dan menyenangkan siswa. Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri Tafure semester 1 pada tahun pelajaran 2014 -2015 setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Subjek dalam penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VI SD Negeri Tafure yangny jumlahnya 30 orang. Dalam melaksanakan penelitian , peneliti dibantu oleh 2 orang guru yang tergabung dalam KKG gugus V /Banau Kota ternate Utara. Instrumen yang digunakan adalah observasi langsung, tes individu, angket dan dokumentasi. Penelitian dilaksanakan
1729
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam dua siklus melalui tahapan (a) perencanaan (b) pelaksanaan tindakan (c) pengamatan (d) dan refleksi setiap siklus. Hasil penelitian menunjukan peningkatan hasil belajar. Dari nilai rata-rata 86,4 pada siklus I menjadi 89,09 pada siklus II. Peningkatan ketuntasan hasil belajar dari 80 % banyakya siswa tuntas pada siklus I menjadi 86,36% pada siklus II. Peningkatan aktivitas belajar siswa . dari rata-rata skor 3,8 pada siklus I menjadi 4,12 pada siklus II. Peningkatan pengelolaan pembelajaran dari rata-rata skor 4,12 pada siklus I menjadi 4,19 pada siklus II. Dan mayoritas siswa menanggapi terhadap sangat positif terhadap model pembelajaran kooperatif jigsaw yang diikutinya. Dari hasil penelitian ini diperoleh simpulan , model pembelajaran kooperatif jigsaw terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA sehingga dapat dinyatakan Hipotesis yang berbunyi” Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri Tafure Ternate tahun pelajaran 2014-2015” dapat diterima. Disarankan kepada bapak/ibu guru untuk dapat mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam pembelajaran IPA. Kata Kunci : pembelajaran kooperatif, tipe jigsaw, hasil belajar IPA.
Banyak faktor yang menjadi penentu terjadi suatu proses pembelajaran, namun harus diakui bahwa” guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar mengajar disekolah”. Dan hal ini sudah dibuktikan oleh parai ahli seperti John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat yang merilis hasil penelitiannya dengan titel Behind the Classroom Duoor.Disampaikan bahwa “ pran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran” (Suyatno, 2011). De Parter (2004) dalam bukunya Quntum Teaching menegaskan bahwa “ Anda, sang guru, adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa. Pran anda lebih dari sekedar pemberi ilmu pengetahuan. Anda adalah rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator, Anda sang guru adalah pengubah kesuksesan siswa. Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran dikelas secara efektif. Dimana menurut davis dan Thomas, indikator guru yang efektif antara lain memiliki hubungan baik dengan siswa, mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus; menunjukan minat dan antusias yang tingi dalam mengajar; mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif ( Suyanto, 2011). Namun demikian realitas menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya melakukan pembelajaran secara efektif. Kurang memiliki hubungan yang baik dengan siswa, kurang memperhatikan kwalitas belajar siswa, dan acuh tak acuh terhadap masalah masalah belajar yang dihadapi siswa. Agaurupun belum menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, belum menggunakan medode mengajar yang mampu menggugah minat siswa untuk belajar, belum mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Meskipun telah ada usaha untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, namun hal ini masih jauh dari harapan semua pihak. Seperti hasil observasi awal yang dilakukan di SD Negeri Tafure Ternate. Guru pada saat itu sudah membagi siswa secara berkelompok, diharapkan dengan pemberian LKS ini semua siswa aktif untuk mengerjakan soal-sial yang ada didalamnya. Tetapi dalam proses penyelesaian soal, hanya didominasi oleh sebagian kecil siswa, hanya siswa tertentu saja yang berusaha untuk mencari jawaban pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dan sebagian besar siswa hanya menungu hasil jawaban temannya, tanpa ada usaha untuk mengerjakan sendiri. Dan yang lebih para lagi mereka hanya menyalin jawaban temannya tanpa mencari tahu jawabannya dan tanpa mencobanya. Begitupun dilihat pada proses belajar lainya, umumnya dalam setiap proses pembelajaran IPA di kelas hanya sebagian siswa yang berpartisipasi aktif, aktif dalam memberikan pertanyaan, mengemukakan pendapat menjawab pertanyaan dan pada kegiatan belajar lainnya. Pada gilirannya setelah dilakukan evaluasi koknitif pada akhir pembelajaran, ternyata belum sepenuhnya mencapai harapan pelaksanaan pembelajaran. Hal hal tersebut dilihat dari rata-rata pencapaian siswa kurang dari 60. Pendidik seharusnya memiliki metode mengajar yang mampu menggugah minat siswa untuk belajar. Guru haras dapat memilih pendekatan, strategi, metode, tehnik, taktik dan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diajar. Guru harus mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan 1730
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menyenangkan. Dan salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar IPA dengan menggunakaign model pembelajaran kooperitif jigsaw ( Cooperative Learning ). Pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif dalam dunia IPAhilangkan rasa cemas, dapat membangun rasa percaya diri mereka, bahkan dapat menghilangkan rasa cemas terhadap IPA. Pembelajaran kooperatif jigsaw juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Pembelajaran kooperati tipe jigsaw sangat menekankan pentingnya diskusi antara siswa dalam tiga tahapan pembelajaran yaitu sebelum bertamu, pada saat bertamu, dan setelah bertamu. Yang pada dasarnya, diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksut untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/ pernyataan/ keputusan. Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih yang akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi menghasilkan keterlibatan siswa secara optimal karena mereka dimintenga untuk menafsirkan pelajaran yang mereka terima dan memperoleh pengetahuan dengan mengambil untuk dirinya sendiri. Berdasarkan fokus masalah yang telah dikemukakan, maka diajukan rumusan masalah yang akan dilakukan penelitian adalah “ Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri Tafure Ternate tahun pelajaran 2014-2015”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri Tafure Ternate tahun pelajaran 2014-2015 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK terdiri dari beberapa siklus yang masing- masing terdiri dari 4 ( empat) tahap yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Tafure kelas VI yang beralamat di Jl. Batu Angus Kelurahan Tafure Kecamatan Kota Ternate Utara Kabupaten Kota Ternate Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu lebih kurang 3 bulan dari Agustus sampai Oktober 2014. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIa dengan junpah siswa 30 orang yang terdiri dari putra orang dan putri. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa selaku subjek penelitian, guru mata pelajaran IPA dan dokumentasi. Adapun data yang diperoleh dari sumber data tersebut adalah nilai tes individu pada setiap siklus selama proses pembelajaran berlangsung, lembar keterlaksanaan dan ketercapaian aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran, aktifitas siswa dalam belajar, aktifitas guru dalam mengelolah pembelajaran, catatan lapangan selama pembelajaran berlangsung, angket persepsi siswa selama penerapan pembelajaran kooperatif tipe sistim tamu berlangsung yang diberikan pada akhir pembelajaran, dan foto-foto kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada kedua siklus pembelajaran menerapkan KD 2.1 yaitu mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia pada siklus I mengambil materi Perkembangan dan pertumbuhan manusia. Siklus II Dengan materi Pemanfaatan tanaman terhadap kehidupan manusia secara bertahap dan berkesenambungan dilaksanakan secara kuantitatif dengan pelaksanaan siklus penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Belajar Siswa Sebelum dan setelah belajar secara berkelompok siswa diberikan tes tertulis sebanyak 1 nomor yang jawabannya diberi penyekoran. Dan untuk ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal sebelum dan sesudah berkelompok diuraikan pada Tabel 2. Aktifitas Belajar Siswa Dalam pembelajaran kooperatif tipe sistim tamu terdapat 13 aspek yang dimiliki dari aktifitas siswa . Aktifitas belajar siswa terbagi atas 3 tahap pembelajaran yaitu tahap sebelum bertamu, tahapan pada saat bertamu dan tahap setelah bertamu. Untuk tahap sebelum bertamu terdiri dari 5 aspek pengamatan. Sedangkan tahap yang lainya hanya hanya terdiri dari 4 aspek pengematan. Adapun banyaknya observer dalam penelitian ini sebanyak 5 orang . Hasil 1731
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pengamatan aktivitas siswa dijabarkan pada Tabel 3. Tabel 1 Ketuntasan Belajar Siswa
Pertemuan
Siklus I Persentasi Siklus II Persentasi
Banyak Siswa Tuntas Sebelum Sesudah berkelompok berkelompok 0 20 0 80 3 19 13,64 86,36
Banyak Siswa Tidak Tuntas Sebelum Sesudah berkelompok berkelompok 25 5 100 20 19 3 13,64 86,36
Tabel 2: Peningkatan Nilai Rata-rata Nilai Rata-rata Sebelum Sesudah Presentase Pertemuan berkelompok Berkelompok Peningkatan/Penurunan Siklus I 41,6 86,4 107,69 Peningkatan Siklus II 45,45 89,09 96,00 Peningkatan
Tabel : 3 . Aktifitas Belajar Siswa Tahapan Pembelajaran Sebelum Bertamu Pada saat Bertamu Setelah Bertamu
Persentase
Siklus I 76,8 3,84 76 3,8 75 3,75
Persentase Rata-rata skor Persentase Rata-rata skor Persentase Rata-rata Skor
II 81,6 4,08 87 4,35 79 3,95
Pengelolaan Pembelajaran Dalam pengelolaan pembelajaran ini sistim tamu terdapat 30 orang yang dinilai dari pengelolaan pembelaibagi dalam empat aspek yang meliputi persiapan pembelajaran ( secara keseluruhan ), pelaksanaan pembelajaran, pengelolaan waktu , dan suasana kelas. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun hasil rekapitulasi dalam pengelolaan pembelajaran akan diuraikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengelolaan Pembelajaran
Persentase Persentase Rata –rata Skor
Siklus I 82,46 4,123
II 83,85 4,192
Sikap Siswa Untuk melihat sikkuap siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe sistim tamu yang telah diiikutinya, disebarkan angket pada akhir pembelajaran. Angket ini terdiri dari 10 macam pertanyaan kooperatif tipe sistim tamu. Setiap pertanyaan terdapat lima pilihan jawaban. Adapaun hasil angket secara keseluruhan libih banyak siswa yang menanggapi positif terhadap model pembelajaran kooperatif tipe sistim tamu yang diikutinya. Berdasarkan perbaikan-perbaikan strategi pembelajaran maka dipersoleh perubahanperubahan baik dari hasil belajar , ketuntasan hasil belajar, aktivitas belajar siswa dan pengelolaan pembelajaran. Perubahan-perubahan tersebur adalah sebagai berikut : 1. Terjadi peningkatan hasil belajar. Dari nilai rata-rata 86,4 pada siklus I menjadi 89,09 pada siklus II. Ini berarti bahwa semakin banyak pertemuan maka hasil belajar siswa semakin baik. 1732
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar. Dari 80 % banyaknya siswa tuntas pada siklus I menjadi 86,36 % pada siklus II. Ini berarti semakin banyak pertemuan maka ketuntasan hasil belajar siswa semakin baik. 3. Terjadi peningkatan aktifitas belajar siswa. Dari rata-rata skor 3,8 pada siklus I menjadi 4,12 pada siklus II. Ini berarti semakin banayak pertemuan maka aktifitas belajar siswa semakin baik. 4. Terjadi peningkatan pengelolaan pembelajaran. Dari rata-rata skor 4,12 pada siklus I menjadi 4,19 pada siklus II. Ini semakin banyak pertemuan maka pengelolaan pembelajaran semakin baik. 5. Dengan tercapainya indikator keberhasilan tindakan perbaikan, maka dapatlah dinyatakan hipotesis yangerbunyi “ Model pembelajarn kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa SD Negeri Tafure Ternate kelas VI A Tahun Pelajaran 2014-2015 dapat diterima. KESIMPULAN Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Model pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI A semester 1 tahun pelajaran 2014-2015 SD Negeri Tafure Ternate. Dengan berakhirnya tindakan perbaikan pembelajaran ini, maka beerapa hal yang dapat disarankan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat baik digunakan dalam pembelajaran IPA. Untuk membuat siswa lebih mantap pemahamannya terhadap materi yang dipelajarinya. 2. Model Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membuat siswa merasa senang belajar IPA dan menjadikan IPA pelajaran yang mudah untuk dipelajari. Juga dapat menjadikan siswa memiliki keberanian untuk menyampaikan ide/pendapat, menjawab pertanyaan, memberi pertanyaan dan berani untuk menjelaskan hasil kerjanya. DAFTAR RUJUKAN Faudah, Fatin, 1011 Penerapan pembelajaran kooperatif the jigsaw untuk meningkatkan Motivasi dan hasil belajar bahun ajaranasa indonesia siswa kelas V SD Ma’rif Pandaan tahun ajaran 2010/2011. Sikripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Kuati, Arismi. 2010, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA di kelas V SD N 02 Bulungkulon Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Sikripsi tidak diterbitkan. Semarang Universitan Negeri Semarang. Slavin, R.E.1995 Cooperatif Learning, Theory, Research, and Practice. Second Editon, Massachsetts US; Allyn & Bacan. Sunoto dkk, 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: TP Pertamina ( Persero) dengan UM. Zubaidah, S. 2011. Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA, Malang : PT Pertamina ( Persero) dengan UM.
PEMBUATAN MEDIA VISUAL MENGENAI PEMBELAJARAN DISCOVERI DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KURIKULUM 2013 UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA, KONSEP PERUBAHAN WUJUD BENDA SISWA KELAS V SDN 2 GAMBESI KOTA TERNATE Malik Guru SDN Gambesi Kota Ternate Maluku Utara Abstrak: Pembelajaran IPA di SD Negeri 2 Gambesi yang biasanya dilakukan oleh guru cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik. Hal ini nampak dari siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Terdapat kurang lebih 35% saja siswa yang
1733
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
berpartisipasi aktif. Hasil pengamatan peneliti terhadap nilai mata pelajaran IPA SD Negeri 2 Gambesi untuk beberapa tema pada Kurikulum 2013 yang berbeda di kelas IV, V dan VI adalah sebagai berikut: Siswa yang memperoleh nilai di atas 80 ada 10%, yang memperoleh nilai antara 60 s/d 79 ada 52%, dan siswa yang nilainya kurang dari 60 ada 38%. Perlu dilakukan pembuatan media visual berupa Video tentang model pembelajaran discoveri. Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa hasil validasi guru secara khusus dapat diketahui sebagai berikut: jumlah persentase rata-rata untuk aspek 1 (tampilan media) dengan persentase 81,25 %, kriteria 2 (ketajaman media) dengan jumlah persentase ratarata 87,5 %, kriteria 3 (pesan media) dengan persentase rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan persentase rata-rata 81,25%. Jadi total persentasi rata-rata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Kata Kunci: model pembelajaran discoveri, media visual, saintifik kurikulum 2013
Pembelajaran yang dilakukan guru IPA di SD Negeri 2 Gambesi selama ini adalah pembelajaran dengan urutan sebagai berikut: (a) menjelaskan materi Pembelajaran, (b) memberi contoh dan meminta siswa untuk mencari jawaban dalam buku pelajaran, (c) meminta siswa membuat eksperimen tanpa membimbing (d) memberi latihan soal (e) siswa jarang dibawa keluar kelas untuk pengamatan langsung (f) siswa jarang diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil praktikumnya. Pembelajaran IPA di SD Negeri 2 Gambesi yang dilakukan oleh guru cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik. Hal ini nampak dari siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.Hanya kurang lebih 35% saja siswa yang berpartisipasi aktif.Mereka berpartisipasi hanya saat mengerjakan soal latihan. Selama proses perolehan konsep, siswa lebih banyak menyimak dan mendengarkan informasi dari guru. Ketika guru membahas hasil pekerjaan temannya, mereka memperhatikan dengan seksama.Nampaknya semua siswa sangat memahami menyelesaikan masalah yang ditugaskan gurunya.Tetapi ketika guru memberi latihan lagi, siswa nampak mengalami kesulitan. Siswa seolah-olah merasa bingung dengan penerapan konsep yang disampaikan guru.Situasi seperti itu selalu terulang dari suatu konsep ke Konsep yang lain.Untuk mengantisipasinya, guru biasanya memberikan tontonan lewat tayangan video yang buat oleh guru sendiri sebagai langkah antisipasi terhadap program pengayaan dan remedial. Guru berharap siswa lebih banyak melatih dirinya di rumah, agar tidak tertinggal oleh temannya yang lain. Tidak jarang tugas diberikan secara berkelompok, namun setiap guru memberikan ulangan harian, hasilnya selalu belum memuaskan dikarenakan kebanyakan siswa yang selalu setia dengan plstition.Hasil pengamatan peneliti terhadap nilai mata pelajaran IPA SD Negeri 2 Gambesi untuk beberapa tema pada Kurikulum 2013 yang berbeda di kelas IV, V dan VI adalah sebagai berikut: Siswa yang memperoleh nilai di atas 80 ada 10%, yang memperoleh nilai antara 60 s/d 79 ada 52%, dan siswa yang nilainya kurang dari 60 ada 38%. Setelah dianalisis, ternyata siswa-siswa yang memperoleh nilai tinggi adalah siswa-siswa yang partisipasi di kelasnya cukup tinggi.Sedangkan siswa-siswa yang nilainya rendah, partisipasi dikelasnya rendah. Partisipasi yang dimaksud meliputi aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari siswa, memberikan komentar dan lain sebagainya. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penulis kepada beberapa siswa diperoleh data sebagai berikut. 1. Partisipasi siswa dalam perolehan konsep sangat kurang, karena guru terlalu dominan dalam memberi informasi. 2. Suasana kelas kurang menyenangkan. 3. Kurang motivasi, karena jarang diberi penghargaan. 4. Buku yang dimiliki siswa terbatas. 5. Banyak tetangga atau sekitar sekolah yang menyewakan plastation (mainan anak)sehingga mereka selalu ketempat-tempat mainan tersebut. Setelah memperhatikan situasi kelas yang telah dipaparkan tersebut, maka perlu dipikirkan cara penyajian dan suasana pembelajaran IPA yang cocok buat siswa, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pemerintah sudah sering mensosialisasikan berbagai model Pembelajaran, namun dalam kurikulum 2013 model pembelajaran yang dianggap cocok adalah Problem Based Learning, Projec Based Learning dan Discoveri. Dalam penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah Discoveri. Model pembelajaran Discoveri bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
1734
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pembelajaran discoveri merupakan suatu model pembelajaran yang mengarah pada hasil penemuan siswa terhadap sesuatu konsep yang dipelajari. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) sehinggga didalam konsep kurikulum 2013 setiap siswa ditekankan harus memiliki pengetahuan yang sama dalam kelompoknya.dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran discoveri mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mncapai tujuan pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan menghasilkan produk media visual pembelajaran di Sekolah Dasar, yang didesain secara sederhana dan divalidasi kelayakan dan validasi produk oleh pengguna yaitu guru SD di SDN 2 Gambesi. Produk media visual berupa video pembelajaran discoveri dilakukan validasi. Validator penelitian ini terdiri dari validator ahli yaitu dari dosen LPTK sebanyak 3 orang, validator produk adalah guru SD kelas V sebayak 5 orang. Prosedur penelitian dengan menggunakan prosedur baku pengembangan media visual( video pembelajaran). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Produk penelitian ini berupa media visual pembelajaran yang yang dirancang oleh validator ahli dari LPTK dan prosesnya dilakukan oleh peneliti sendiri yaitu ; membuat vidio pembelajaran dengan proses mengamati berbagai jenis benda yang ada dilingkungan sekitar dalam rangka membantu siswa dalam pengayaan maupun remedial. Produk dari penelitian ini seperti gambar berikut :
Latar Sekolah SDN 2 Gambesi Kota Ternate
Guru menuliskan topik pembelajaran pelapukan
Siwa mengamati benda yang mengalami
Pengamatan dil
Hasil Validasi Guru dan dosen Mengenai Media visual Pembelajaran Berbasis Discoveri Hasil validasi guru dan dosen mengenai media visual pembelajaran Tematik yang terdiri 5 orang guru (Validator) dan 3 orang dosen dapat dilihat pada Tabel 4.1.
1735
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 1. Data Hasil Analisis Validasi Guru dan dosen Terhadap Media visual Pembelajaran dikelas V
Aspek yang Dinilai 1. Tampilan Media 2. Ketajaman Media 3. Peran Media
4. Pengunaan Media
Kriteria
Pilihan Jawaban 4 3 2
1
2
8
4
1
2
1 0
3
1
3
1 2
8
2
3
9
Jumlah Item Pertanyaan
A.1 Latar Belakang menarik B1. cahaya representative B.2 Gambar representatif C1. Mengaktifkan siswa C2. Merangkum siswa C3.Panduan guru D1. Durasi Waktu D2. Mudah digunakan / Sederhana
9
Jumlah
Persentase Rata-rata (%)
Ket
-
81,25
Valid
-
87,5
Valid
2
91,66
Valid
1
81,25
Valid
84,92
Valid
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hasil validasi pengembangan media visual pembelajaran oleh 8 responden sebagai validator, secara umum valid berdasarkan uraian: kriteria 1 (tampilan media) dengan prosentasi 81,25 %, kriteria 2 (ketajaman media) dengan jumlahprosentasi rata-rata 87,5 %, kriteria 3 (peran media) dengan prosentasi rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan prosentasi rata-rata81,25%. Presentasi rata-rata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Hasil Validasi Guru dan dosen Terhadap Media Visual Pembelajaran Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa hasil validasi guru secara khusus dapat diketahui sebagai berikut jumlah persentase rata-rata untuk aspek1 (tampilan media) dengan persentase 81,25 %, kriteria 2(ketajaman media) dengan jumlah persentase rata-rata 87,5 %, kriteria 3 (pesan media) dengan persentase rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan persentase rata-rata 81,25%. Jadi total persentase rata-rata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa guru di SDN 2 Gambesi dan guru kelas V digugus 3 Ternate memberikan penilaian atau validasi kelayakan media visual pembelajaran layak digunakan dalam proses pembelajaran Tematik. Uji validasi produk media visual pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan uji coba media pembelajaran di kelas secara praktik valid dan layak digunakan. Suherlan, 2000 dalam Riyana, 2004. mengemukakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya merupakan komunikasi yang transaksional yang bersifat timbal balik baik diantara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dan lingkungan belajar dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dari makna pembelajaran di atas terdapat makna inti bahwa pembelajaran harus mengandung unsur komunikasi dan informasi, dengan demikian produk dan proses teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik tersebut, dengan demikian teknologi yang berhubungan langsung dengan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Haryadi dan Androni (1993) bahwa teknologi informasi adalah teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi keterlambatan manusia mengolah informasi. Selanjutnya menurut Sadiman (1984) bahwa media visual merupakan alat yang memungkinkan anak mudah untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat mengingatnya dalam waktu yang lama dibandingkan dengan penyampaikan materi pelajaran dengan ceramah tanpa alat bantu. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa produk desain mediavisual pembelajaran Konsep Perubahan Wujud Benda layak digunakan sebagai bahan pengayaan dan remedial, produk desain media visual pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran, Berdasarkan simpulan dan temuan di lapangan, maka kami mengajukan beberapa saran berikut model pembelajaran Discoveri agar dijadikan sebagai salah satu model 1736
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pembelajaran yang digunakan guru di sekolah dan guru sebaiknya membiasakan diri membuat media visual pembelajaran sebagai bahan remedial dan pengayaan. DAFTAR RUJUKAN Ahmadi dan Uhbiyati, 2001.Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta. Semarang. Arikunto S, 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Androni. 1993. Pengertian Dan Peranan TI http://iiepinkers.blogspot.com Diakses tanggal 10 April 2009. Arsyad, 2003 (Artikel 2008) Proposal Penelitian (http://kammigresikonly.multiply.com) Diakses tanggal 28 November 2010. Hamalik, 1994.Kurikulum Dan Pembelajaran, Bumi Aksara. Bandung. Heinich dkk, (1986) Pemanfaatan Media Berbasis Informasi Teknologi Terhadap Pembelajaran Di Sekolah (http://itcomunity.multiply.com) Diakses tanggal 19 Desember 2010 Riyana C, 2006. Peran Teknologi dalam Pembelajaran.http://www.cepiriyana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2010. Sadiman, 1996 (Artikel 2009).Pengertian Dan Peranan TI (http : // iie-pinkers.blogspot.com). Diakses tanggal 22 September 2010. Sardiman, 2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT.Raja Grafindopersada. Jakarta. Sibua Z, 2007. Studi Pembelajaran Kontekstual Dengan Menggunakan Media Kardus Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Operasi Perkalian Dan Pembagian Bilangan Bulat.Skripsi Tidak Dipublikasikan. Sanjaya, W, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana. Bandung. Suparlan, (2006) (Artikel 2007).Penggunaan TI Dalam Proses Pembelajaran Di Sekolah (http:// parlani.blogspot.com). Diakses tanggal 20 Desember 2010. Tim Dosen UM.(2000). Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah.Universitas Negeri Malang. Warsita, B. 2008.Teknologi Pembelajaran,Landasan Dan Aplikasinya, Rineka cipta. Jakarta.
MENINGKATKAN PRESTASI SISWA KELAS VI SD PADA KONSEP PERUBAHAN PADA BENDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI Nenny Febriany Abdul Karim SD Negeri Akehuda Ternate, Maluku Utara Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestai belajar siswamelalui metode demonstrasi pada materi perubahan pada benda di kelas VI SD Negeri Akehuda Kota Ternate Utara.Penelitian dilakukan melalui PTK dengan dua siklus.Tahapan penelitian terdiri dari perencanaan, penerapan, dan refleksi.Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan tes. Penelitian ini dimulai dari melihat hasil tes awal sebelum melakukan penelitian dengan hasil rata-rata 5,37.Skor rata-ratapada siklus I sebesar 6,78 dan pada siklus IIsebesar 8,15.Penelitian menyimpulkan bahwa metode demontrasi dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pembelajaran IPA tentang perubahan pada benda di kelas VI SD. Kata kunci: Metode demonstrasi, pembelajaran IPA, hasil belajar
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang alam dan gejala-gejalanya melalui proses dan menghasilkan suatu produk sains (Carin & Sound, 1989; Abruscato, 1996).Salah satu tujuan pembelajaran IPA adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa berfikir sistematis,logis, dan kritis melalui kegiatan mengamati, mencoba, menganalisis data, dan menyimpulkan.Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sarana belajar yang berupa peralatan laboratorium.Namun demikian, keterbatasan peralatan sering menjadi kendala di sekolah.
1737
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Keterbatasan alat percobaan dapat diatasi dengan metode demonstrasi.Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Syaiful, 2008; Syah, 2000).Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000:2) bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.Menurut Syaiful (2008:210), metode demonstrasi lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan. Dengan metode demonstrasi, kesulitan siswa dalam memahami konsep dapat teratasi karena siswa dapat melihat secara langsung.Misalnya siswa dapat menyebutkan dan melihat sendiri benda-benda yang termasuk feromagnetik, paramgnetik, dan diamagnetik dalam jenisjenis benda yang dapat ditarik oleh magnet. Selain itu dengan menggunakan metode demonstrasi siswa akan terhindar dari verbalisme kekacauan dalam memakai konsep, dan sikap berangan-angan atau presepsi yang tidak tepat.Atas dasar pemikiran itu, ada penelitian ini dicoba-kembangkan penerapan metode demonstrasi pada pokok bahasan perubahan benda. Pembelajaran tidak saja diarahkan untuk menguasai konsep, melainkan juga untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran yang dikembangkan juga diarahkan agar penemuan siswa lebih bermakna. Biasanya siswa cukup puas kalau semua tugasnya telah selesai dikerjakan. Kepada siswa harus diberikan pengertian, untuk apa jawaban yang diperoleh, dan apa sebenarnya yang diperoleh itu. Penemuan ini akan lebih bermakna lagi kalau siswa dapat mengkomunikasikan pada orang lain, temasuk temannya dan gurunya, dapat dalam bentuk diskusi. Mendiskusikan hasil pengamatan merupakan langkah untuk membuat penemuan siswa lebih bermakna.Kebermaknaan penemuan siswa dapat juga dinyatakan dalam bentuk aplikasi. Siswa dapat menggunakan hasil penemuannya untuk memecahkan masalah lain yang relevan. Kegiatan ini secara sederhana dapat dilakukan dalam bentuk latihan soal. Kemampuan siswa untuk menghubungkan penemuannya dengan pengetahuan lain yang diperolehnya, merupakan suatu pertanda adanya kebermaknaan atas penemuannya. Siswanto dan Subanji (2010) menjelaskan bahwa pada dasarnya pada sebelum proses pembelajaran, seorang siswa pasti sudah memiliki struktur berfikir. Struktur berfikir tersebut sebagai modal dasar siswa untuk mengkonstruksi (termasuk memahami, mempersepsi,membentuk konsepsi dan konsep, serta memecahkan) masalah baru yang akan dipelajari. METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Akehuda Kota Ternate Utara,sebanyak 29 siswa yang terdiri 15 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.Berdasarkan data dokumentasi hasil belajar pada semester sebelumnya, lima siswa dikategorikan siswa pandai, 11 siswa dalam kategori sedang, dan 13 siswa dalam kategori kurang sebanyak 13 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari dua macam, yaitu teknik observasi dan teknik tes. Hasil belajar siswa pada topic sebelumnya dipandang rendah, yaitu rata-rata kelas sebesar 52,0 (dari skor maksimum 100). Melalui penelitian ini, skor rata-rata kelas diharapkan mencapai 70,0. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan pembelajaran discovery dengan tujuan agar siswa menguasi tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Arikunto,2006).Pemilihan metode ini sesuai dengan karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) antara lain bahwa penelitian dilakukan dalam upaya menyelesaikan masalah pembelajaran yang dirasakan oleh guru dan siswa atau permasalahan yang aktual yang dirasakan oleh guru dan siswa (Kasbolah, 1998). Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing terdiri atas perencanaan (planning), implementasi (action), dan refleksi (reflection) berdasarkan hasil pengamatan selama tahap implementasi.Penelitian dilakukan pada pembelajaran topic perubahan benda.Kegiatan pembelajaran pada siklus I dan II dirangkum pada Tabel 1 dan 2.
1738
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 1.Proses Pembelajaran Pada Siklus I
No Kegiatan Guru 1. Kegiatan Awal Guru mengawali kegiatan mengajar dengan mengkondisikan siswa pada situasi mengajar yang kondusif dengan melontarkan kata-kata "anak-anak, sekarang kita akan belajar Ilmu Pengetahuan Alam, tentang perubahan benda". Guru menyampaikan informasi tentang materi yang akan diajarkan, termasuk menginformasikan belajar kelompok Guru memberikan apersepsi dengan memberikan beberapa pertanyaan yang ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan 2 Kegiatan Inti Guru menjelaskan tentang konsep perubahan benda
Guru membagi siswa dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 dan 6 orang siswa.
Guru memberikan lembar kerja untuk dikerjakan dan dilaksanakan oleh setiap kelompok Guru membimbing siswa dalam melakukan kegiatan
Guru menyuruh masuk keruangan kelas untuk melaksanakan diskusi kelompok
3
No. 1
Kegiatan Siswa Siswa memperhatikan pembicaraan guru, semula banyak yang ngobrol. Namun, segera setelah itu mereka kelihatan semakin penasaran ingin segera pelajaran dimulai.
Siswa menjawab pertanyaan guru dengan baik, meski ada beberapa orang yang kurang memperhatikan guru, sehingga ketika diberi Pertanyaan kebingungan
Siswa memperhatikan penjelasan guru meski ada beberapa orang siswa yang kurang memperhatikan, akan tetapi ketika disuruh menjelaskan hampir semua siswa memperhatikannya. Siswa berkelompok berdasarkan kelompoknya masing-masing. Siswa berkumpul masing-masing kelompok. Setiap siswa sangat antusias melaksanakan perannya masing-masing? Siswa mengerjakan lembar kerja meskipun setiap kelompok hanya didominasi oleh siswa pandai Semua siswa sisuruh memasuki kelas kembali untuk melaksanakan kerja kelompok dan melaporkan hasil kerja kelompok Setiap kelompok melaporkan hasil kegiatan kelompoknya dan kelompok lain mendengarkan untuk memberikan sanggahan Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pelajaran
Guru menjadi moderator dalam kegiatan diskusi Kegiatan Akhir Guru memberikan evaluasi sebanyak 5 Siswa mengerjakan soal yang diberikan nomor oleh guru Guru memberikan tindak lanjut dengan memberikan Pekerjaan Rumah
Tabel 2.Proses Pembelajaran Pada Siklus 2 Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kegiatan Awal Guru mengawali kegiatan mengajar Siswa memperhatikan pembicaraan guru dengan mengkondisikan siswa pada dengan antusias situasi mengajar yang kondusif Anak-anak kelihatan semakin penasaran Guru menyampaikan informasi tentang ingin segera pelajaran dimulai kegiatan materi yang akan diajarkan, termasuk belajar
1739
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menginformasikan belajar kelompok Guru memberikan apersepsi dengan memberikan beberapa pertanyaan yang ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan 2
Kegiatan Inti Guru menjelaskan tentang perubahan pada benda
konsep
Guru membagi siswa dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 sapai 6 orang siswa. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok Guru menyuruh setiap kelompok untuk mengamati percobaan dan memberikan lembar kerja untuk dikerjakan oleh setiap kelompok Guru membimbinf siswa dalam kerja kelompok Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran
3
Kegiatan Akhir Guru memberikan Lembar evaluasi Guru memberikan tindak lanjut dengan memberikan Pekerjaan Rumah
Siswa menjawab pertanyaan guru dengan baik, meski ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan guru, sehingga ketika diberikan pertanyaan kebingunan.
Siswa memperhatikan penjelasan guru meski ada beberapa orang siswa yang kurang memperhatikan, akan tetapi ketika disuruh menjelaskan hampir semua siswa memperhatikannya. Siswa berkelompok berdasarkan kelompoknya masing-masing Siswa menerima Lembar Kerja Siswa. Siswa berkumpul masing-masing kelompok Setiap kelompok melaksanakan kegiatan kelompok sesuai dengan petunjuk yang ada pada LKS Setiap siswa sangat diberi kesempatan untuk melaporkan hasil kerja kelompoknya dan kelompok lain sebagai penanya . Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pelajaran Siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi dan Pembahasan Siklus 1 Berdasarkan data yang terkumpul dari hasil evaluasi yang dilaksanakan pada Siklus I, masih banyak siswa yang salah.Secara rinci hasil yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut. Hasil postes pada siklus 1: rata-rata sebesar 68,3 dengan standar deviasi sebesar 12,0. Dibandingkan dengan skor pretes (rata-rata 53,8 dengan dengan standar deviasi sebesar 13,5), hasil posttest lebih tinggi daripada pretes. Tindakan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I adalah dengan menggunakan metoda demonstrasi.Siswa bekerja secara kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 dan 6 orang.Siswa secara umum tampak memiliki minat belajar yang tinggi dalam belajar.Namun demikian, setiap kelompok tampak masih perlu bantuan guru.Rencana perbaikannyaadalahsiswa dibimbing secara intensif secara individu, baik dalam kegiatan menjelaskan maupun dalam kerja kelompok. Hasil refleksi dari siklus I merupakan dasar untuk perbaikan pembelajaran pada siklus II. Adapun kegiatan perencanaan untuk kegiatan pembelajaran siklus II antara lain merevisi rencana pembelajaran terutanm dalam hal proses pembelajran. Deskripsi Dan Pembahasan Siklus 2 Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan pada Siklus II diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 81,4 dengan standar deviasi sebesar 11,6. Berdasarkan hasil penelitian pada Siklus II maka hasil refleksi selama kegiatan pada penelitian yang dimulai dari persiapan sampai pada
1740
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pelaksanaan dianggap sudah berhasil, hal ini berdasarkan tingkat kemampuan siswa yang cukup baik: rata-rata kelas sudah di atas target, yaitu 70,0. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkanpemahaman siswa tentang konsep perubahan benda dengan menggunakanmetoda demontrasi dalam pembelajaran IPA di kelas VI SD Negeri Akehuda Kota Ternate Utara, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Langkah-langkah persiapan yang telah direncanakan untuk pelaksanaan penelitian berjalan sesuai dengan rencana, dari mulai pembuatan Rencana Penelitian (Renpel) sampai pembuatan instrumen yaitu lembar observasi untuk rencana pelajaran, lembar observasi untuk aktivitas guru dalam mengajar dan lembar observasi untuk kegiatan siswa dalam belajar, telah berhasil menjaring data sebagai hasil penelitian. 2. Pelaksanaan pembelajaran tentang konsep perubahan benda dengan menggunakan metode demonstrasi berjalan sesuai dengan skenario yang ada pada rencana pelajaran (renpel), dan telah berhasil menciptakan situasi belajar yang kondusif yakni siswa terlibat secara langsung pada proses pembelajaran, juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar IPA yang semula dianggap sulit. 3. Tingkat pemahaman siswa tentang perubahan benda setelah pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dapat meningkat dengan baik.Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yaitu pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 68,3 dan pada siklus ke II memperoleh nilai rata-rata 81,4. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam upaya perbaikan Proses Belajar Mengajar (PBM), serta meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang perubahan benda, ada beberapa hal yang perlu disampaikan antara lain: 1. Guru hendaknya membina dan mengembangkan kemampuan menyerap informasi tentang media pembelajaran seperti audio visual, misalnya memalui kegiatan KKG, seminar, dan dari media cetak 2. Penggunaan metode demonstrasi dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang perubahan benda yang telah dilaksanakan selama kegiatan penelitian sangat baik, hal ini terbukti dari hasil evaluasi dari siklus ke 1 dan siklus ke 2 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, disamping situasi belajar sangat kondusif, karena pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dapat melibatkan siswa secara utuh, artinya terlibat dari awal sampai akhir pembelajaran. 3. Disamping media pembelajaran yang harus dikuasai, juga alat peraga yang diperlukan perlu dipersiapkan, karena alat peraga mampu menjembatani pemahaman siswa. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006.Penelitian TindakanKelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Bahri Depdikbud, (1998).Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Kelas VI Sekolah Dasar.Jakarta Dirjen Dikdasmen. Depdikbud, (1995).Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar Kelas 6. Jakarta Dirjen Dikdasmen. Depdikbud, (1997.Ilmu Pengetahuan Alam Petunjuk Guru Sekolah Dasar Kelas 6.Jakarta Dirjen Dikdasmen. Kasbolah, Kasihani(1998). Penelitian Tindakan Kelas Dirjen Pendidikan. Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Siswanto dan Subanji (2010).Pembelajaran bermakna.Ragam Model dan Metode pembelajaran IPA. Universitas Malang.
1741
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIFTIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJARIPA SISWA KELAS VI SD Patrycia A. Sumarauw Pengawas sekolah Abstrak: Penelitian kolabotarif inimengkaji tentangpenggunaan metodepembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan pencapaian hasil belajar siswa, dimana berdasarkan rangkaian proses pembelajaran yang dilakukan para guru selama ini terlihat bahwa bentuk aktifitas belajar peserta didik cenderung bersifat individual. Oleh sebab itu untuk menyelesaikan masalah ini, metodepembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Dari penelitian yang diterapkan dan dilaksanakan pada salah satu guru Sekolah Dasar selama dua siklus mengalami peningkatan, baik dari segi guru dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran, maupun peserta didik dalam pencapaian hasil belajar, berdasarkan lembar observasi pengolahan pembelajaran siklus I = 2.39, dan siklus II = 3.64 serta hasil evaluasi peserta didik siklus I = 68.42 dan siklus II = 71,92. Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif STAD, pengelolaan pembelajaran, hasil belajar
Sebagai pengawas sekolah yang memiliki tanggung jawab membantu pendidik mengembangkan kemampuannya dalam mengolah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu selalu memberikan pembinaan dari hasil yang telah di dapat oleh para guru untuk nantinya dikembangkan guna kepentingan perbaikan pembelajaran kearah yang lebih bermakna dan bermutu sehingga pendidikan yang diharapkan dapat terwujud. Dalam dunia pendidikan semua pihak tentu berharap agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dalam hal ini guru memegang peran penting, dimana ia bukan hanya mempunyai kewajiban melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, tetapi sekaligus berperan sebagai pembentuk sikap sosial yang dimiliki peserta didik untuk menjamin terlaksananya proses belajar mengajar yang baik, efektif, efisien dan menyenangkan (Andayani dkk.,2009). Proses pembelajaran di sekolah sangat berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Dengan kata lain, proses pembelajaran di dalam kelas dapat berhasil apabila seorang guru mampu mengelola seluruh komponen yang terkait di dalamnya, seperti metode pembelajaran, strategi mengajar, lingkungan belajar dan minat/motivasi belajar peserta didik (Zaenal, 2009). Menilik rangkaian proses pembelajaran yang telah dilakukan para guru selama ini, terlihat bahwa bentuk aktivitas belajar peserta didik cenderung bersifat individualistik. Artinya, selama ini berusaha memahami maupun menyelesaikan permasalahan berdasarkan cara pandang dan hasil pikiran sendiri, akibatnya timbul kesenjangan belajar para peserta didik yang ditandai dengan tidak adanya interaksi antar individu. Keadaan inilah sebagai salah satu penyebab munculnya kesulitan bahkan kegagalan peserta didik terlebih bagi peserta didik yang berkemampuan rendah. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah melalui upaya menjadikan peserta didik berinteraksi dengan baik sambil memiliki keterampilan sosial dalam kegiatan pembelajaran. Nilai positif dari hasil kerjasama antar peserta didik adalah memahami bahan ajar. Model pembelajaran yang cocok untuk tujuan tersebut adalah pembelajaran kooperatif. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Tipe Student Team Achievment Division (STAD) atau tim siswa kelompok prestasi. Metode pembelajaran STAD adalah untuk memotifasi peserta didik dalam upaya meningkatkan pemahaman materi yang telah disampaikan oleh guru melalui kerjasama kelompok (Janet,2001). Jika kelompoknya ingin mendapat nilai penghargaan yang terbaik maka diharapkan adanya usaha saling membantu diantara teman satu kelompok. Secara terperinci langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan metode pembelajaran STAD menurut Janet (2001) adalah sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan materi pembelajaran ke peserta didik secara klasikal (paling sering menggunakan metode pembelajaran langsung). (2) Guru membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok (setiap
1742
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kelompok terdiri dari 4-6 peserta didik yang heterogen,baik dari segi kemampuan, agama, jenis kelamin, atau lainnya). (3) Diskusi kelompok untuk penguatan materi (saling bantu membantu untuk memperdalam materi yang sudah diberikan). (4) Guru memberikan kuis/ tes individual (masing-masing mengerjakan tes tanpa saling membantu). (5) Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan individual dari skor dasar ke skor kuis. Usaha gurudalam menerapkan metode pembelajaran STAD untuk membantu siswa belajar dalam pengelolaan pembelajaran yang sejalan dengan pengelolaan kelas menurut Ratumanan (2002)adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.Hal ini tentunya dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena hasil belajar siswa menurut Wijaya dan Rachmadi (2007)dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1) faktor internal: (a) faktor psikis (jasmani) kondisi umum dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ–organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran, begitu pula sebaliknya, (b) faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang meliputi intelegensi, sikap, bakat, minat, motivasi, 2) faktor eksternal yaitu: (a)lingkungan social sekolah seperti para guru,staf administrasi, dan teman–teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak, (b) lingkungan nonsosial, faktor–faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya rumah tempat tinggal, keluarga dan anak, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak, dan 3) faktor pendekatan belajar. Disamping faktor-faktor internal dan eksternal anak sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran anak tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang melibatkan pengawas sebagai peneliti juga observer, guru kelasVI SD Islam Watudambo sebagai guru yang menyajikan pelajaran IPA dan akan diteliti juga guru kelas VI yang berada digugus yang sama untuk menjadi observer guna mengetahui tingkat keberhasilan dari setiap siswa.Objek penelitian adalah siswa kelas VI SD Islam Watudambo dengan jumlah 20 siswa,yang dilaksanakan pada semester II di bulan April sampai pada akhir bulan Mei 2014 Penelitian ini terdiri dari II siklus yang masing – masing siklus meliputi tahap perencanaan persiapan , praktek/pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi, dan refleksi. Hasil refleksi berdasarkan lembar pengamatan dan hasil tes individu dengan berpatokan pada KKM sekolah yaitu 70 baru dikatakan tuntas pada siklus I dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbaikan pada siklus II dengan menggunakan perencanaan yang sama dengan siklus I. Secara keseluruhan, langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. (1) Melaksanakan kegiatan KKG khusus guru kelas VI untuk membahashasil supervise pelajaran IPA dalam materi yangsama yaitu Sistim Tata Surya dan Susunan Tata Surya. (2) Menganalisis hasil pembelajaran yang dilakukan guru sebelumnya terutama metode pembelajaran yang digunakan dalam topik mendeskripsikanSistim Tata Surya dan Susunan Tata Surya. (3) Mengidentifikasi masalah yang timbul akibat penggunaan metode yang kurang tepat sehingga menghambat terjadinya pembelajaran yang baik dalam topik tersebut. (4) Memberikanpenjelasan alternatif metode yang dapat digunakan sehingga pembelajaran dapat terkelola dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat, yaitumelalui kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. (5) Menjelaskan langkah-langkah kegiatandalampembelajaran kooperatif tipe STAD. (6) Menentukan SD Islam Watudambo sebagai sekolah penelitian. (7) Membuat program perencanaan pengembangan, dan tindak lanjut sebagai implementasi hasil pembinaan dan pembimbingan, untuk melihat sejauh mana kemampuan guru mengelolah pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. (8) Membuat perangkat pembelajaran kembali dalam materi yang sama yaituSistim Tata Surya dan Susunan Tata Surya bersama dengan bimbingan pengawas sebagai peneliti. (9) Menentukan perangkat observasi dan penilaian yang akan digunakan para pengamat, serta bentuk penelitian yang akan digunakan. (10) Melaksanakan pembelajaran dan pengamatan serta refleksi. (11) Menyimpulkan hasil refleksi untuk selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam membuat perbaikan pembelajaran ke tahap siklus selanjutnya bila belum terlaksana dengan baik dan tuntas.
1743
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
HASILDANPEMBAHASAN Proses dan Hasil Siklus I Tahap Perencanaan Pada tahap ini guru-guru kelas VI dan pengawas sebagai peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 1, media pembelajaran, soal tes hasil belajar peserta didik dan alat-alat penunjang pembelajaran lainnya.Selain itu mempersiapkan lembar observasi pengamatan pengelolaan pembelajaran guru. Tahap Pelaksanaan dan observasi pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran untuk siklus 1 dilaksanakan pada minggu terakhir bulan April 2014 di kelas VI SD Islam Watudambo dengan jumlah peserta didik 20 orang.Pelaksanaan metode pembelajaran langsung melalui tahapan sebagai berikut: (1) orientasi, (2) pembentukan kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) tes, dan (5) menentukan nilai individu dan kelompok. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengamat dengan guru kelas VI se gugus IV sebanyak 6 orang, sedangkan guru kelas VI SD Islam Watudambo sebagai pengajar.Proses pembelajaran mengacu pada perencanaan pembelajaran yang telah disusun sedangkan pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran. Selama pembelajaran, peneliti mengobservasi kinerja guru dengan menggunakan instrumen APKG.Hasilnya disajikan pada Tabel 1.Pada akhir proses pembelajaran peserta didik diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Tabel 1.Skor Pengelolaan Pembelajaran Guru Siklus I
NO 1
II III
Aspek Yang Diamati
Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan III
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
3
3
2
2
2
2
3
3
2
2
3
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2 4 32 2,29
2 4 34 2,43
2 4 35 2,50
Pengamatan KBM A.Kegiatan Awal 1.Memotivasi peserta didik 2.Menyampaikan tujuan Pembelajaran 3.Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4.Mengatur peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar B.Kegiatan Inti 1.Mempresentasikan langkahlangkah pembelajaran kooperatif 2.Membimbing peserta didik melakukan kegiatan 3.Melatih keterampilan Kooperatif 4.Mengawasi setiap kelompok secara bergilir 5.Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan 6.Memberikan evaluasi C.Kegiatan Akhir 1.Memberikan pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut Pengelolaan Waktu Antusiasme Kelas 1.Antusiasme peserta didik 2.Antusiasme guru JUMLAH RATA-RATA
1744
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan tabel di atas, guru dalam pengelolaan pembelajaran cukup, hampir semua aspek mendapat kriteria cukup kecuali memberikan dan antusiasme guru selama proses pembelajaran kategori baik dan amat baik. Keseluruhan aspek yangmendapat nilai cukup di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II. Rata-rata hasil tes formatif pada masing-masing pertemuan, secara berurutan dari pertemuan pertama sampai ke tiga, adalah 64,25; 69,75; dan 71,25. Secara keseluruhan, rata-rata skor tes formatif sebesar 68,42. Bila dilihat dari ketuntasan belajar klasikal, baru mencapai 60% atau sebanyak 12 orang yang tuntas sesuai KKM yang telah ditetapkan yaitu 85. Hasil tersebut menunjukan bahwa pada siklus I secara klasikal peserta didik belum tuntas belajar.Hal ini disebabkan karena peserta didik masih merasa baru dan belum terbiasa dengan metode pembelajaran tipe STAD. Refleksi Dalam pelaksanaan proses pembelajaran diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut. (1) Guru kurang maksimal dalam memotifasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. (2) Guru kurang maksimal melaksanakan langkah-langkah pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. (3) Guru kurang maksimal menjelaskan materi yang sulit. (4) Peserta didik kurang aktif selama proses pembelajaran berlangsung. (5) Guru kurang maksimal melakukan pembimbingan baik secara individual maupun kelompok. (6) Pembagian kelompok siswa belum heterogen, sehingga masih terlihat kelompok yang dominan dalam melakukan segala aktivitas pembelajaran. (7) Guru kurang maksimal dalam memberikan umpan balik. Berdasarkan temuan tersebut dapat dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran tipe STAD pada siklus I belum efektif.Masih terdapat kekurangan sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. Proses dan Hasil Siklus II Tahap Perencanaan Setelah dilakukan refleksi pada silus I, maka dilakukan revisi untuk siklus II dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran dan lembar observasi pengamatan pengelolaan pembelajaran oleh guru. Tahap Pelaksanaan dan Observasi Pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran siklus II dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei 2014 dikelas dan sekolah yang sama dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif STAD. Dan dalam tahap ini, peneliti kembali bertindak sebagai pengamat beserta beberapa guru kelas VI di gugus IV dan sebagai pengajar adalah guru kelas VI di sekolah tersebut. Seperti pada siklus sebelumnya, selama pembelajaran dilakukan observasi kinerja guru dan di akhir pembelajaran dilakukan ters formatif.Hasil penilaian kinerja guru disajikan pada Tabel 2, sedangkan hasil tes adalah sebagai berikut.Rata-rata hasil tes formatif pada masing-masing pertemuan, secara berurutan dari pertemuan pertama sampai ke tiga, adalah 70,00; 72,25; dan 73,50. Secara keseluruhan, rata-rata skor tes formatif sebesar 71,92. Bila dilihat dari ketuntasan belajar klasikal, 90% atau sebanyak 18 orang telah tuntas sesuai KKMyang telah ditetapkan yaitu 85. Tabel 2. Skor Pengelolaan Pembelajaran Guru Siklus II
NO 1
Aspek Yang Diamati
Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan III
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Pengamatan KBM A.Kegiatan Awal 1.Memotivasi peserta didik 2.Menyampaikan tujuan Pembelajaran 3.Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4.Mengatur peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar B.Kegiatan Inti 1745
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
II III
1.Mempresentasikan langkahlangkah pembelajaran kooperatif 2.Membimbing peserta didik melakukan kegiatan 3.Melatih keterampilan Kooperatif 4.Mengawasi setiap kelompok secara bergilir 5.Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan 6.Memberikan evaluasi C.Kegiatan Akhir 1.Memberikan pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut Pengelolaan Waktu Antusiasme Kelas 1.Antusiasme peserta didik 2.Antusiasme guru JUMLAH RATA-RATA
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
4
3 4 47 3,36
3 4 51 3,64
4 4 55 3,93
Berdasarkan tabel di atas, guru dalam pengelolaan pembelajaran sudah sangat baik.Keseluruhan aspek telah mendapat baik dan sangat baik. Refleksi Pada tahap ini dapat dipaparkan tentang kegiatan yang telah dilakukan peneliti sebagai pengamat dalam pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut. (1) Belajar dari siklus I dalam pengelolaan kelas pada siklus II ini telahdilakukan perbaikan sehingga berdasarkan hasil pengamatan secara garis besar memperoleh nilai baik sampai dengan sangat baik. (2) Langkah-langkah pembelajaran telah dilakukan dengan baik sehingga peserta didik antusias dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. (3) Hasil evaluasi peserta didik pada siklus II secara klasikal mencapai ketuntasan. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan II maka tindakan penelitian dalam upaya meningkatkan kemampuan guru kelas VI SD Islam Watudambo dalam mengelolah pembelajaran dan hasil belajar siswa pada topik “Sistim Tata Surya“ melalui penerapanpembelajaran kooperatif tipe STAD sangat efektif. Hal ini dapat dilihat dari skor pengelolaan proses pembelajaran guru pada siklus I dari nilai rata-rata 2,50 menjadi 3,93 di siklus 2. Setelah melalui dua siklus tersebut, guru telah mampu (1) mempresentasikan langkahlangkah pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, (2) membimbing peserta didik melakukan kegiatan, (3) melatih ketrampilan kooperatif yang artinya mampu membawa peserta didikdalam berinteraksi antar individu untuk bekerja sama memahami bahan ajar, (4) mengawasi setiap kelompok secara bergilir, dan (5) memberikan bantuan kepada kelompok sehingga antusias peserta didikdalam prosespembelajaran sangat baik. Berdasarkan hasil evaluasi peserta didik pada siklus I ke siklus II ada peningkatan ketuntasan belajar, dimana pada siklus I rata-rata kelas sebesar 68,42 dengan ketuntasan belajar klasikal 60%, sedangkan setelah dilakukan perbaikan pada siklus II nilai rata-rata peserta didik mencapai 71,92 dengan ketuntasan klasikal sebesar 90%. Hal ini menjawab bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif untuk pembelajaran topik sistem tata surya pada Kelas VI SD Islam Watudambo. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I sampai pada siklus II dan berdasarkan analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut.
1746
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1. Dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatiftipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik baik secara individu maupun klasikal yang dibuktikan dengan terpenuhinya KKM / tuntas klasikal 90 %. 2. Guru mampu melakukan dengan sangat baik sesuai langkah-langkah pembelajaran dengan metode kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran topik sistem tata surya. 3. Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif untuk pembelajarantopik sistem tata surya pada kelas VI SD Islam Watudambo (pengelolaan pembelajaran oleh guru, sangat baik dan KKM/tuntas secara klasikal) SARAN 1. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe STAD hendaknya bagi setiap guru memperhatikan kesesuaian antara materi dan metode. 2. Penggunaan metode kooperatif tipe STAD harus memperhatikan faktor-faktor pendukung lainnya seperti buku pelajaran atau modul 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut disetiap kelas karena penelitian ini hanya dilakukan di kelas VI saja. 4. Bila ada guru yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode serupa sebaiknya dilakukan perbaikan-perbaikan disetiap tahapan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR RUJUKAN Andayani, dkk.(2009).Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka Azib Zaenal.(2009).Pengembangan Profesi Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widia ManoyJanet.(2001).Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, UNESA, Makalah yang disampaikan pada Pelatihan TOT. Ratumanan, T.S (2002). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: UNESA University Press. Wijaya, A. Rachmadi, W. (2007).Metode-metode Pembelajaran SMP. P4TK Yogyakarta.
UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL PEMBELAJARAN IPA KELAS VI MELALUI METODE DISCOVERY Suhartini dan Tutik Darmawati SDN Dolopo 01 Madiun Abstrak: Telah dilaksanakan upaya perbaikan pembelajaran mata pelajaran Sains pada siswa kelasVI SDN Dolopo 01, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun pada materi ciri khusus hewan dengan metode discovery. Perbaikan pembelajaran difokuskan untuk meningkatkan pemahaman beserta minat dan hasil belajar siswa dilihat dari aspek ketuntasan belajar dan respon siswa pada kegiatan pembelajaran. Setelah melalui dua siklus, minat dan hasil belajar siswa meningkat 100%. Kata Kunci: minat, pembelajaran,metode dicovery.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang membahas tentang alam secara sistematis.Tujuan mata pelajaran IPA di sekolah dasar adalah agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, konsep, dan prinsip-prinsip IPA agar mampu memahami alam sekitar dengan baik. Selain itu, mata pelajaran IPA juga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap ilmiah siswa. Oleh karena itu, IPA tidak bisa dibelajarkan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa secara aktif melalui kegiatan mengamati, mencoba, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan menerapkan hasil temuannya untuk menjelaskan fenomena seharihari. Salah satu metode pembelajaran yang cocok dengan tujuan tersebut adalah metode discovery atau penemuan. Metode discovery memicu siswa menggunakan proses mentalnya 1747
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam usaha menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip. Proses-proses mental yang dimaksud meliputi mengamati, menggolongkan, mengukur, menduga, dan mengambil kesimpulan (Ahmadi, 1997; Suherman,2001). Pembelajaran dengan metode discovery dimulai dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah. Guru perlu mempersiapkan permasalahan yang sederhana tetapi bisa dipecahkan siswa. Selanjutnya siswa dibimbing untuk memecahkan masalah itu melalui pengalaman yang telah dimiliki. Melalui kegiatan mencoba, mengadakan sistesis, dan analisis, diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan baru secara bermakna dan merangkai pengetahuan baru tersebut dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga terbangun struktur pengetahuan baru yang lebih lengkap. Dalam pembelajaran discovery, peran guru adalah sebagai fasilitator belajar siswa sehingga siswa menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Paradigma pembelajaran seperti itu perlu direalisasikan dalam setiap pembelajaran IPA. Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk mengembangkan pembelajaran discovery yang dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mengaktifkan siswa, mendidik siswa berpikir logis dan kritis, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya, serta dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat siswa pada topik baru adalah dengan memanfaatkan minat siswa yang telah ada. Di samping memanfaatkan minat yang telah ada, Slameto (1987) menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan kaitan pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, serta menghadirkan manfaat topic baru bagi siswa di masa yang akan datang. METODE Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VI SDN Dolopo 01 Kabuaten Madiun pada topic ciri-ciri hewan. Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Keberhasilan tindakan diukur berdasarkan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar, yaitu jika 75 % dari seluruh siswa mencapai skor minimal 65. REFLEKSI I RENCANA TINDSKSN I
PEMGAMATAN I
PELAKSAMAN TINDAKAN I
REFLEKSI II
RENCANA TINDSKSN II
PEMGAMATAN II
PELAKSAMAN TINDAKAN II
SIKLUS III BILA MASIH DIPERLUKAN
Gambar 1.Siklus PTK yang digunakan
Siklus I diawali dengan refleksi dan analisis pembelajaran yang selama ini telah berlangsung. Refleksi dilakukan bersama-sama teman sejawat, terhadap hasil belajar siswa, mengidentifikasi masalah, menganalisa masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah. 1748
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan hasil refleksi awal tersebut disusun perencanaan sebagai berikut. a. Menyusun Rencana Perbaikan Pebelajaran (RPP) siklus I. b. Menyiapkan buku IPA siswa yang akan digunakan sebagai bahan pada saat metode discovery digunakan dan alat peraga berupa hewan yang telah dikeringkan yang dapat mendukung metode tersebut. c. Menyiapkan instrumen, pengumpul data, yaitu (1) lembar observasi aktifitas guru dan siswa tentang pelaksanaan metode discovery dengan alat peraga berupa hewan yang telah dikeringkan, yang akan digunakan penulis dan teman sejawat untuk mengamati proses pembelajaran. Perencanaan pada siklus II didasarkan pada hasil refleksi dan analisis penulis serta petunjuk dari supervisor terhadap proses dan hasil belajar siswa pada siklus I. Pembelajaranpadasiklus II difokuskan pada pengamatan siswa untuk menemukan sendiri ciriciri khusus hewan. Pada perbaikan pembelajaran siklus II ini, penulis meminta siswa menjelaskan kembali secara lebih rinci tentang ciri-ciri khusus dan manfaatnya yang dimiliki oleh hewan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan aktifitas siswa dan pemahaman siswa. Pada tahap pengumpulan data dilakukan oleh peneliti yang sekaligus sebagai guru kelas. Data penelitian yang dikumpulkan adalah (1) data proses, yaitu aktifitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan hewan asli. Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi, (2) data hasil, berupa hasil jawaban soal setelah perbaikan pembelajaran. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar evaluasi akhir. Refleksi dilakukan berdasarkan data yang diperoleh penulis dari catatan-catatan hasil observasi, hasil evaluasi dalam proses dan akhir perbaikan pembelajaran. Hasil refleksi ini, selanjutnya digunakan penulissebagai dasar merencanakan perbaian selanjutnya jika dirasa masih perlu. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum kegiatan pembelajaran siklus I, jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas sebanyak21 siswa, dari 40 siswa. Setelah pembelajaran siklus I, siswa yang mendapat nilai 65 ke atas meningkat menjadi 35, dan setelah siklus II semua siswa telah memperoleh nilai 65 ke atas. Selain peningkatan jumlah siswa yang melampaui skor minimum, juga terjadi peningkatan pada aktivitas belajar siswa.Siswa tampak antusias mengikuti pelajaran, aktif dalam pembelajaran, dan rasa ingin tahunya meningkat. Pada pembelajaran di siklus II, guru menghadirkan hewan asli sebagai sumber belajar. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran dengan mengamati secara langsung hewantersebut. Waktu pembelajaran terasa pendek dan siswa minta diperpanjang karena merasa memperoleh hal yang baru dan menarik. Hasil yang dicapai siswa cukup memuaskan. Siswa mampu menjawab pertanyaan evaluasi dengan jawaban yang lebih lengkap dari pada sebelumnya. Sebelum kegiatan perbaikan dilakukan 62,5 % siswa aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Setelah perbaikan pembelajaran pada siklus I diperoleh prosentase siswa yang aktif sebesar 75 % dan pada siklus II sebesar 95 %. Berarti terjadi kenaikan pada siklus I sebesar 12,5% dan pada siklus II meningkat 20%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap perbaikan terjadi peningkatan aktifitas siswa di kelas meskipun belum semua mencapai nilai mutlak. Berarti metode discovery yang digunakan oleh guru dapat memotivasi minat belajar siswa meningkat. Sebelum perbaikan pebelajaran dilakukan siswa yang mencapai nilai 65 atau lebih sebesar 52,5 % atau 21 sisa dari 40 siswa sudah mendapat nilai diatas kriteria yang ditetapkan yaitu batas minimal nilai 65. Berdasarkan perolehan data nilai yang diperoleh siswa kelas VI SDN Dolopo 01, Kab. Madiun tersebut berarti penggunaan metode discovery berperaga hewan asli dalam proses belajar mengajar dapat meningkat pemahaman dan antusias siswa dalam pembelajaran ciri-ciri khusus hewan. KESIMPULAN
1749
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilaksanakan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Penerapan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Dolopo 01, Kabupaten Madiun mengenai ciri-ciri khusus hewan dengan perolehan nilai rata-rata 58,75 sebelum dilaksanakan perbaikan, setelah proses perbaikan pada siklus I menjadi 72,13 dan pada siklus II menjadi 85,50. Pada setiap siklus terjadi kenaikan rata-ratanya. 2. Peningkatan hasil belajar siswa kelas VI SDN Dolopo 01, Kabupaten Madiun mengenai ciri-ciri khusus hewan dengan menggunakan metode discovery SDN Dolopo 01, Kabupaten Madiun mengenai ciri-ciri khusus hewanmengalami peningkatan 47,5% yaitu dari 52,50% sebelum dilaksanakan perbaikan menjadi 100 % setelah siklus II. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu (1997). Pengajaran Discoverydan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Anak SD. Tesis, Universitas Adi Buana Surabaya. Suherman, Erman (2001). Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISTEM GERAK PADA MANUSIA DAN STRUKTUR FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN MELALUI COOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISIONS (STAD) KELAS VIII A DI SMP NEGERI 1 PENAJAM PASER UTARA Minarni SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara Abstrak : Berdasarkan observasi awal semester ganjil tahun 2014, hasil belajar siswa kelas VIII A di SMPN 1 PPU sangat rendah dengan nilai rata-rata 48,75 dan siswa yang mencapai KKM (75) hanya 7,14 %. Hasil pengamatan diketahui siswa dalam kelas sering tidakkatif dalam mengkuti pembelajaran. Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk meningkatkan hasil belajar penulis menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Devisions (STAD). Hasil penelitian menujukkan pada Siklus I siswa yang tuntas belajarnya 32,14% dan nilai rata-ratanya 64,69, sedangkan Siklus II siswa yang tuntas belajarnya 75% dan nilai rata-ratanya 74,64. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan STAD ternyata dapat meningkatkan hasil belajar. Kata kunci : hasil belajar, STAD
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran IPA di kelas VIII awal semester ganjil tahun 2014 dengan menggunakan model Discovery learning, tampak bahwa selama mengikuti proses pembelajaran kelas VIII A masih kurang ada respon dan umumnya pasif serta masih menggantungkan guru. Hal ini berdampak terhadap nilai hasil belajar siswa sangat rendah yaitu siswa yang mencapai nilai KKM (75) hanya 7,14 % dan rata-ratanya 32,14% dari jumlah siswa 28 orang.Berdasarkan pada hal tersebut menunjukkan strategi belajar Discovery Learningyang digunakan guru kurang mampu menumbuhkan semangat dan keatifan siswa dalam belajar. Bertolak dari uraian yang melatarbelakangi timbulnya masalah di atas, penulis terdorong untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas sebagai implementasi dalam upaya mengatasi masalah di kelas VIIIA. Untukmengupayakan pendidik dalam peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar, sehingga penulis ingin menerapkan strategi pembelajaran “Cooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisions (STAD) “ . Motivasi belajar salah satu unsur pokok proses belajar mengajar. Motivasi belajar ada 2 macam ,yaitu motivasi yang ada dalam diri siswa dan motivasi yang ada dalam pembelajaran. Ada beberapa prinsipbelajar dan motivasi yang disampaikan Hatnalik ( 2002 ), agar 1750
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mendapatkan perhatian dari pihak perencana pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam mengupayakan pendidik dalam peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar, sehingga didapatkan hasil belajar yang optimal. Menurut Gagne yang dikutip oleh Suprihatiningrum (2013) mengatakan bahwa hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes karena hasil belajar berupa ketrampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, ketrampilan, dan nilai dan sikap. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi belajar adalah dengan menggunakan model pembelajaran Cooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisions (STAD). Berbagai peneliti telah menunjukkan banyak manfaat pembelajaran STAD, antara lain mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, hasil belajar kognitif, ketrampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahua, kepedulian antar anggota kelompok, komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan social dan kemampuan kerja sama menurut Zubaidah,dkk ( 2013 ). METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Menurut Kemmis dan Taggard (1988) dala Dasna (2013), setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: merencanakan tindakan (planning), melakukan tindakan (acting), mengamati tindakan ( observing ), dan melakukan refleksi (reflecting). Bila siklus I belum mencapai indikator yang ditargetkan maka dilanjutkan dengan siklus II yaitu perbaikan rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Subyek penelitian adalah siswa Kelas VIII A, jumlah siswa 28 Orang, terdiri dari 14 orang siswa perempuan dan 14 orang siswa laki-laki. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2014 sampai tanggal 23 September 2014. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan: a) Observasi terhadap siswa dilakukan sebelum tindakan dan selama penerapan Student Teams Achievement Devisions. Data yang diperoleh berupa kondisi siswa sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran guru dalam menerapkan Student Teams Achievement Devisions, b) Data yang diperoleh dari catatan lapangan berupa kegiatan yang tidak tercantum dalam lembar observasi kerja ilmiah dan lembar observasi keterlaksanaan guru. Data yang diambil tentang nama dan jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, dan nama siswa yang ramai atau pasif, dan c) Data yang diperoleh dari tes akhir siklus berupa skor tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang dilihat dari tingkat ketuntasan (KKM). Penelitian ini menggunakan teknik analisis ketuntasan belajar. Adapun ketuntasan belajar berkaitan dengan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Jika siswa memperoleh nilai ≥75 maka siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar dan siswa yang memperoleh nilai < 75 belum tuntas belajar. Analisis data ini dapat dilakukan setiap kali siklus pembelajaran berakhir. HASIL Pada siklus I ini rencana tindakan dilakukan selama 5 x pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit dan ada yang 3 x 40 menit setiap pertemuan. Pada siklus 1 ini yang dibahas kompetensi dasar 3.4. Sistem gerak pada manusia hubungannya dengan kesehatan. Penilaian kinerja ini diawali dengan membuat kesepakatan tentang tata tertib siswa dalam belajar IPA:1) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih tempat duduk dan anggota kelompok sudah ditentukan oleh guru, 2) Memberikan kebebasan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti baik secara individu maupun kelompok, 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlomba memperoleh hasil yang terbaik. Langkah awal ini terbukti memberikan dampak positif siswa terhadap pembelajaran IPA, siswa menjawab LKS dengan menemukan sendiri jawaban.Beberapa hal yang dicatat pada pertemuan ini adalah:a) Waktu yang digunakan siswa belum maksimal, dan b) Kurang telitinya siswa dalam menulis jawaban sesuai dengan media yang tersedia.
1751
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Nilai 95 – 100 90 – 94 85 – 89 80 – 84 75 - 79 70 - 74 65 – 69 60 - 64 ≥ 59 Jumlah
Tabel 1. Hasil belajar Siklus 1 Jumlah Siswa Rata-Rata 1 3 2 3 4 64,69 2 4 9 28
Berdasarkan hasil ulangan harian yang telah dilaksanakan, siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 ada 9 siswa dari 28 siswa atau 32,14 % dan nilai rata-ratanya 64,69. Hal ini telah ada peningkatan sebesar 25 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 dan nilai rata-rata juga ada peningkatan sebesar 15,94 dari pada pertemuan sebelum dilaksanakan penelitian tindakan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat selama proses pembelajaran anak lebih aktif untuk berdiskusi, karena dalam kelompok mempunyai kemampuan bervariasi, siswa yang mempunyai kemampuan lebih akan menjadi tutor sebaya bagi siswa yang kemampuannya kurang. Walaupun kenaikan belum maksimal, Walaupun pada Siklus I ini baik proses maupun hasil yang cukup baik, tetapi beberapa catatan penyempurnaan masih perlu dilakukan antara lain sebagai berikut:1) Perubahan anggota kelompok dengan tujuan untuk memotivasi siswa dalam kerja kelompok, 2) Tata tertib belajar perlu dilakukan penyempurnaan antara lain: ketelitian siswa dalam penulisan jawaban, dan Kelengkapan jawaban, dan 3) Pada saat pembahasan LKS, guru sebaiknya menuliskan nomor-nomor soal yang akan diisi awabannya oleh siswa sehingga kelompok yang lain mudah memberi tanggapan. Pada siklus II ini rencana tindakan dilakukan selama 5 x pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit dan ada yang 3 x 40 menit setiap pertemuan. Pada siklus II ini yang dibahas kompetensi dasar 3.2 Struktur dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan pemanfaatannya dalam teknologi. Dalam melaksanakan strategi pembelajaran siklus II sama seperti pada siklus I tapi ada sedikit penyempuraan,yaitu :1). Perubahan anggota kelompok dengan tujuan untuk memotivasi siswa dalam kerja kelompok, 2) Pada saat pembahasan LKS, guru sebaiknya menuliskan nomor-nomor soal yang akan diisi jawabannya oleh siswa sehingga siswa dari kelompok lain akan mudah memberi tanggapan. Hasil belajar yang diperoleh pada siklus 2 disajikan pada tabel berikut ini:
Nilai 95 – 100 90 – 94 85 – 89 80 – 84 75 - 79 70 - 74 65 – 69 60 - 64 ≥ 59 Jumlah
Tabel 2. Hasil belajar Siklus II Jumlah Siswa Rata-Rata 1 1 5 14 2 74,64 1 2 3 28
1752
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan hasil ulangan yang telah dilaksanakan, siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 ada 21 siswa dari 28 siswa 75 % dan rata-rata 74,64. Hal ini telah ada peningkatan sebesar 42,86 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 dan nilai rata-rata mengalami peningkatan sebesar 9,95.Selain itu motivasi siswa selama mengikuti pembelajaran juga semakin meningkat, karena dalam kelompoknya mempunyai kemampuan yang bervariasi dan teman kelompok di siklus II berbeda dengan kelompok siklusI PEMBAHASAN Berdasarkan data yang ada pada Sebelum Tindakan, siklus I dan siklus II dapat dirangkum untuk mengetahui meningkat/tidaknya hasil belajar siswa. Tabel 3. Hasil Belajar sebelum tindakan, Siklus I dan Siklus II Nilai Sebelum tindakan Siklus I Siklus II 95 – 100 1 90 – 94 1 85 – 89 3 1 80 – 84 2 5 75 - 79 2 3 14 70 - 74 2 4 2 65 – 69 2 2 1 60 - 64 1 4 2 ≥ 59 21 9 3 28 28 28 Jumlah
No 1. 2. 3.
Tabel 4. Prosentase Siswa yang mencapai KKM Kegiatan Nilai≥75 Rata-rata Sebelum Tindakan 7,14 % 48,75 Siklus I 32,14 % 64,69 Siklus II 75 % 74,64
Dari tabel di atas dapat digambarkan grafik batang berikut ini. Prosentase Pencapaian Nilai KKM dan Nilai Rata-rata Prosentase
Rata-rata
80 60 40 20 0 Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II
Berdasarkan data di atas nilai siswa ≥ 75 (KKM=75) atau yang tercapai belajarnya pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 25% dan nilai rata-rata kelas sebesar 15,94. Pada siklus II siswa yang tercapai belajar mengalami peningkatan sebesar 42,86 % dan nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan sebesar 9,95. Selain meningkatkan hasil belajar, pada siklus I dan siklus II berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran dapat juga meningkatkan motivasi belajar KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Model Cooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)dapat meningkatkan 1753
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
keaktifan dan Hasil Belajar Sistem Gerak pada Manusia dan Struktur dan Fungsi Jaringan pada Tumbuhan di SMP N 1 Penajam Paser Utara. Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini disarankan bagi guru yang mengajar IPA diharapkan guru mencoba menerapkan pembelajaran Model Cooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)pada pokok bahasan yang lain. DAFTAR RUJUKAN Dasna,I.W.2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: Universitas Negeri Malang. Hatnalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suprihatiningrum, J. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi. Jakarta : Ar-Ruzz Media. Zubaidah,S., Yuliati,L, Mahanal,S.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang.
LINGKUNGAN SEKOLAH MEMBERIKAN MOTIVASI BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 4 KARANGREJO BANYUWANGI MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK Tri Sutini Asih dan Andi Eko Pramono
[email protected] Abstrak: Permasalahan yang selama ini ada dalam pembelajaran di kelas IV SDN IV Karangrejo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, terutama pada pembelajaran IPA sehingga mengakibatkan hasil belajar yang rendah. Proses pembelajaran di kelas yang selama ini lebih didominasi dengan menggunnakan metode ceramah dan penggunaaan media pembelajaran yang sangat minimum. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan memberikan pendekatan pembelajaran yang berbeda, yaitu dengan menggunakan pendekatan kontektual sesuai dengan lingkungan hidup siswa. Kegiatan pembelajaran dilingkungan sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi pada pesera didik,dengan adanya peningkatan aktifitas pada peserta didik dalam kegiatan bertanya,mencari dan mengumpulkan infomasi,mengolah informasi sampai dengan menyimpulkan beberapa informasi yang telah diperolehnya. Setelah dilakukan observasi,pelajaran IPA pada materi jenis-jenis daun,siklus 1 aktifitas peserta didik mencapai 65,25 % dan siklus 2 aktifitas peserta didik mencapai 80,5 %. Kata kunci: lingkungan,motivasi,belajar,scientific
Mata pelajaran IPA termasuk mata pelajaran pasti yang masih dianggap sulit. Namun sebenarnya mata pelajaran IPA pada materi kelas IV banyak referensi untuk kegiatan pembelajaran ada di lingkungan serta dalam kehidupan sehari-hari. Dimana peserta didik dapat mempelajarinya di alam terbuka. Posisi SDN 4 Karangrejo di pinggiran kota dengan lingkungan yang masih sedikit polusi udara serta memiliki halaman yang cukup luas, serta banyaknya berbagai jenis tanaman. Sehingga pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran sangatlah mungkin untuk dilaksanakan. Sekolah sebagai bagian dari ekosistem dan lingkungan yang sengaja dibuat oleh manusia, dapat memberikan manfaat bagi peserta didik untuk media pembelajaran. Dengan pendekatan peserta didik pada lingkungan dapat menumbuhkan sikap peduli lingkungan serta berbudaya lingkungan. Kegiatan pembelajaran di luar kelas ini juga dapat mengatasi kejenuhan peserta didik daripada kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Media lingkungan di sekolah senantiasa dapat kita suguhkan kepada peserta didik, dengan adanya siswa mengamati langsung contoh-contoh secara fakta, kegiatan pembelajaran dengan media lingkungan dapat memberikan pola-pola yang mewujudkan makna. Karena di alam lingkungan tersirat adanya cara-cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari pada diri peserta didik. Di saat pembelajaran berlangsung sangat diharapkan pendidik dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep serta cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Nurhadi dan Senduk (2004) mengemukakan bahwa pembelajaran dan 1754
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pengajaran kontekstual menjadi tumpuhan harapan para ahli pendidikan dalam upaya menghidupkan suasana kegiatan pembelajaran secara maksimal. Sebuah pendapat mengungkapkan untuk meraih pencapaian prestasi belajar pada materi pembelajaran, hendaklah dipersiapkan dengan baik serta dapatnya menunjang keberhasilan dari proses pembelajaran. Dalam hal ini media pembelajaranlah sebagai alat bantu yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan serta menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar. Robi Binur : 2003 ( dalam Junita 2012 ). Dengan pendapat tersebut dapat diterjemahkan,bahwa media pembelajaran adalah salah satu kunci yang dapat merangsang pikiran, perasaan serta kemauan peserta didik sehingga dapat termotivasi terciptanya proses pembelajaran aktif. Peneliti menggunakan lingkungan sebagai media, sangat berharap para peserta didik terarah untuk melakukan kegiatan pengamatan, bertanya, mengumpulkan informasi, menyajikan serta menyimpulkan dari semua informasi yang telah didapat di lingkungan sekolah. Hal ini sejalan dengan Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan Dasar dan Menengah dalam proses pembelajaran adanya kaidah-kaidah pendekatan saintifik. Sedangkan penerapan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan ciri khas dari keberadaan Kurikulum 2013 yang awalnya telah dimulai pada tingkatan kelas 1 dan kelas 4 Sekolah Dasar. Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka dalam Penelitian Tindakan Kelas kali ini, kami memberikan judul “ Lingkungan sekolah memberikan motivasi belajar IPA pada siswa kelas IV SDN 4 Karangrejo Banyuwangi melalui pendekatan Saintifik”. Pada kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan, adanya peningkatan motivasi belajar bagi peserta didik kelas IV SDN 4 Karangrejo Banyuwangi melalui pendekatan saintifik serta lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SDN 4 Karangrejo dengan subyek penelitian peserta didik kelas IV. Karena peneliti sebagai kepala sekolah di SDN 4 Karangrejo, sehingga dalam proses Penelitian Tindakan Kelas berkolaborasi dengan guru kelas IV. Untuk memperoleh hasil penelitian dalam kegiatannya dilaksanakan dua siklus. Pada siklus yang ke dua terjadi perubahan dalam skenario pembelajaran untuk mencapai ketuntasan materi pembelajaran. Dalam setiap siklus melalui tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Prosedur penelitian setiap siklus dapat diuraikan sebagai berikut : a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan peneliti pada Penelitian Tindakan Kelas adalah : 1. Membuat skenario pembelajaran 2. Membuat alat evaluasi 3. Membuat lembar observasi b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini, peneliti melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dan pada setiap siklusnya serta berkolaborasi dengan guru kelas IV. c. Observasi Pada tahap observasi, peneliti dibantu guru kelas melakukan suatu pengamatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengamatan ini meliputi aktifitas peserta didik dan guru mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti dan juga kegiatan penutup mengenai proses kegiatan pembelajaran sampai dengan produk peserta didik secara kelompok serta hasil evaluasi secara individu pada materi pembelajaran. d. Refleksi Pada tahap refleksi peneliti bersama guru kelas mendiskusikan hasil tindakan pada kegiatan siklus 1 serta mengevaluasi model pembelajaran dengan melihat kekurangan pada langkah-langkah pembelajaran siklus 1. Yang pada akhirnya nanti diadakan perbaikan-perbaikan pada kegiatan pembelajaran siklus yang ke dua.
1755
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penelitian ini, pada evaluasi hasil belajar ada penilaian secara individu dan kelompok. Untuk proses pembelajaran meliputi aktifitas peserta didik dalam kelompok, produk kelompok dan cara penyajian atau unjuk karya.
Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas Refleksi Rencana Tindakan
Observasi Pelaksanaan Tindakan
Refleksi
Rencana Tindakan
Observasi Pelaksanaan Tindakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil pengamatan kinerja kelompok siklus 1 No.
Kelompok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Majapahit
No.
Kelompok
Sriwijaya
Kutai
Kediri
Mataram
N A M A Keaktifan C D D CDD DC C D C D+ ABC C AB+ B C
Achmad Fadhoil Islahi Candra Ramadhani Dewi Puspitasari Dwi Ayu Lestari Egi Ananda Putri Faisal Efendi Hidir Alwi Julia Triana Astutik Muhaimin Nathanael Davin S Reny Nurmasari Silva Dwi Nurdiana Uut Sugianti Yoga Kurniawan Adel Liya Saputri Arya Dinasti Okta B Choiru Rizki Salsabila Elfan Bagas Bakdianto Feri Firmansyah Fiqri Iqbal Nur Aziz
Aspek yang dinilai Hasil karya
Penyajian
C-
C-
D
D
C
C
C+
C+
B
B
Tabel 2. Hasil pengamatan kinerja kelompok siklus 2 1. 2. 3. 4.
Majapahit
Nama Keaktifan A AB B
Achmad Fadhoil Islahi Candra Ramadhani Dewi Puspitasari Dwi Ayu Lestari
1756
Aspek yang dinilai Hasil karya
Penyajian
B+
B
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Sriwijaya
No
Nama
Kutai
Kediri
Mataram
Egi Ananda Putri Faisal Efendi Hidir Alwi Julia Triana Astutik Muhaimin Nathanael Davin S Reny Nurmasari Silva Dwi Nurdiana Uut Sugianti Yoga Kurniawan Adel Liya Saputri Arya Dinasti Okta B Choiru Rizki Salsabila Elfan Bagas Bakdianto Feri Firmansyah Fiqri Iqbal Nur Aziz
B+ A B+ AA A A B A A A A A A A A
B+
B+
A-
A-
A
A
A
A+
Tabel 3. Hasil evaluasi individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Achmad Fadhoil Islahi Candra Ramadhani Dewi Puspitasari Dwi Ayu Lestari Egi Ananda Putri Faisal Efendi Hidir Alwi Julia Triana Astutik Muhaimin Nathanael Davin S
Siklus
No
Nama
1 45
2 65
11
55
70
12
55
75
13
60 65
80 80
14 15
Yoga Kurniawan
50
70
16
65
80
17
55
70
18
65 70
80 85
19 20
Arya Dinasti Okta B Choiru Rizki Salsabila Elfan Bagas Bakdianto Feri Firmansyah Fiqri Iqbal Nur Aziz
Reny Nurmasari Silva Dwi Nurdiana Uut Sugianti
Adel Liya Saputri
Siklus 1 65
2 80
70
85
85
95
70 50
90 70
60
85
90
100
85
100
80 65
90 80
Pembahasan Siklus 1 Selama proses pengamatan pada siklus 1 dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas mengamati perilaku siswa baik secara kelompok dan juga secara individu. Penggunaan media pembelajaran pada siklus1 berupa gambar-gambar jenis-jenis daun. (a) Disini siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok pada saat mengamati gambar-gambar daun mencapai 65,5 %. (b) Dengan adanya beberapa siswa yang tidak aktif dalam kerja kelompok hasil diskusi yang diperoleh mencapai 65 %, (c) sehingga mempengaruhi pada saat masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dengan hasil 65 %. (d) Perolehan evaluasi secara individu pada siklus1 nilai rata-rata mendapatkan 65,25. Pada akhirnya kami merubah skenario pembelajaran, kegiatan kita laksanakan di luar kelas dan lingkungan sekolah yang kami gunakan untuk media pembelajaran. Kami mengutip pendapat seorang ahli, bahwa sains terdiri dari berbagai scientific attitude yang secara umum mengajarkan kepada siswa tentang berbagai sikap positif yang akan muncul manakala seseorang bekerjasama di dunia sains. (Nurrohman 2012). Pendekatan saintifik mengarah pada pembangun karakter dan melatih kecerdasan peserta didik dalam menggali informasi, mengolah informasi, memecahkan masalah sertamengambil keputusan dan bekerjasama.
1757
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pembahasan siklus 2 Proses kegiatan pembelajaran pada siklus 2 dengan adanya perbaikan skenario pembelajaran, kami dalam kegiatan pengamatan akan lebih sulit. Karena kegiatan pembelajaran di luar kelas memberikan nuansa keleluasaan bagi para peserta didik dalam mengeksplorasi kemampuannya. Namun kami telah memberikan batasan, kegiatan pembelajaran hanya ada di sekitar lingkungan sekolah. Hasil pencapaian peserta didik dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah dengan pendekatan saintifik ini dapat diperoleh sebagai berikut : (a) Keaktifan siswa dalam mengamati jenis-jenis daun yang ada di lingkungan sekolah mencapai 91,5 %. (b) Dengan keaktifan siswa yang meningkat pada saat mengamati jenis-jenis daun perolehan hasil diskusi pada masing-masing kelompok setelah diakumulasi mendapatkan hasil 90 %. Sehingga sangat mempengaruhi ekspresi mereka pada saat mempresentasikan di depan kelas dengan pencapaian prosentase 89 %. Hal ini juga mempengaruhi perolehan hasil evaluasi secara individu dengan rata-rata nilai 80,5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kegiatan pembelajaran di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan pembelajaran menggunakan media lingkungan sekolah dengan pendekatan saintifik dapat memberikan situasi menyenangkan, sehingga adanya peningkatan motivasi belajar bagi peserta didik kelas IV pada mata pelajaran IPA di SDN 4 Karangrejo Banyuwangi. Media lingkungan di sekolah senantiasa dapat kita suguhkan kepada peserta didik, dengan adanya siswa mengamati langsung contoh-contoh secara fakta, kegiatan pembelajaran dengan media lingkungan dapat memberikan pola-pola yang mewujudkan makna. Karena di alam lingkungan tersirat adanya cara-cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan seharihari pada diri peserta didik. Saran Lingkungan sekolah yang merupakan dunia peserta didik saat kegiatan pembelajaran sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan. Berbagai macam model pembelajaran inovatif dan menyenangkan yang dapat digunakan untuk pesertadidik. Media lingkungan salah satu referensi yang faktual dapatnya menginspirasi dalam meningkatkan hasil belajar. Satu hal lagi dengan adanya pendekatan saintifik merupakan ciri khasdari Kurikulum 2013 yang harus kita terapkan dalam membimbingdanmengajar. DAFTAR RUJUKAN Ganawati, D Sudarmana, Radyuni, W 2008 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Terpadu dan Kontekstual IX. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud No.67 Tahun 2013 tentangKerangkaDasardanStrukturKurikulum SD/MI PembelajaranTematikTerpadukelas I dankelas IV Suryadi, A. (1989:63) Membuat Siswa Aktif Belajar Suryosubroto.(2002:179). Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta
1758