Juni 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi NEGARA MAJU DIIMBAU MELAKUKAN INVESTASI PUBLIK UNTUK MENDORONG EKONOMI Setelah selama lima tahun mengalami resesi, prospek negara-negara maju nampaknya masih agak mengecewakan. Ekonomi AS selama triwulan pertama 2014 hanya tumbuh 0.1% dibandingkan triwulan sebelumnya, walaupun secara tahunan masih 2.3%. Pemulihan/rebound pasar perumahan juga masih terhambat. Sementara itu, di kawasan Euro juga hanya tumbuh 0.8% dibandingkan triwulan sebelumnya. Situasi lebih mengkhawatirkan di Italia yang menurun (-0,5%), dan Perancis yang tumbuh hanya 0,1%. Jerman dan Inggris termasuk yang paling baik pertumbuhannya masing-masing sebesar 3,3% dan 3,2% pada triwulan pertama dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian juga Jepang yang mampu tumbuh 5,9% pada triwulan yang sama. Di minggu terakhir Mei, Jepang merilis angka inflasi April 2014 sebesar 3,4% (yoy), angka ini merupakan capaian inflasi tertinggi yang pernah dialami Jepang sejak 1991. Capaian inflasi ini merupakan dampak dari penerapan pajak penjualan, dan stimulus ekonomi BOJ. Para ekonom memprediksi capaian inflasi akan di level moderat sepanjang tahun 2014, dan bank sentral Jepang (BOJ) akan menambah stimulus pada akhir tahun untuk mencapai target inflasi 2%, yang artinya telah menghilangkan dampak kebijakan kenaikan pajak penjualan. Melihat bahwa ketergantungan ne-
gara-negara terkena resesi kepada bank-bank sentral yang menerapkan suku bunga ekstra rendah ternyata juga kurang efektif, The Economist (24/5) menyarankan agar negaranegara maju melakukan investasi publik di sektor infrastruktur dengan menggunakan dana murah tersebut untuk membantu pertumbuhan ekonomi saat ini dan mengakselerasi pertumbuhan ke depannya. Disamping itu juga agar negara-negara tersebut melakukan reformasi di sisi supply atau produksi dengan melakukan misalnya menghapuskan regulasi yang menghambat pembangunan rumah di Inggris hingga merestorasi sistem pelatihan pekerja di AS yang tidak efektif. Di kawasan negara berkembang ada dua perkembangan politik yang perlu di waspadai walaupun dampaknya terhadap Indonesia diyakini tidak membahayakan, yaitu situasi politik di Thailand dan terpilihnya Perdana Menteri baru Narendra Modi. Optimisme merebak di India, karena Modi dianggap mempunyai kemampuan untuk memulihkan perekonomian. Pada kuartal I-2014, ekonomi India tumbuh hanya 4,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan inflasi sampai 8,6% (April). Padahal beberapa tahun sebelumnya India bisa tumbuh 7-8%. Dengan demikian, prospek dari negara-negara maju ke depannya masih cenderung bersifat semenlara atau belum sustainable. Hai ini akan memberi dampak dari sisi ekspor Indonesia yang kemungkinan juga menjadi tidak stabil, walaupun dengan masih berlakunya kebijakan suku bunga rendah dan situasi di Thailand sangat memungkinkan bagi meningkatnya aliran modal asing kc Indonesia selama
Juni 2014
iklim investasi bisa dijaga ditengah persiapan mcnghadapi Pemilu. Disamping itu,kebangkitan ekonomi India memberikan harapan bagi Indonesia mengingat India merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia terutama sebagai importir besar untuk minyak sawit mentah (CPO).
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist SAVING BONDS RETAIL 001 DITERBITKAN, MENYERAP Rp2,4 TRILIUN Setelah melalui masa penawaran dari tanggal 2 sampai 22 Mei 2014 lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menerbitkan Saving Bonds Ritel (SBR) seri SBR 001 kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia (WNI). Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, penjualan SBR 001 dilakukan melalui 21 agen penjual yang terdiri dari 18 bank dan 3 perusahaan sekuritas. SBR merupakan alternatif instrumen investasi bagi investor ritel yang diterbitkan pemerintah selain Obligasi Republik Indonesia (ORI). Menurutnya, SBR 001 ini merupakan instrumen investasi baru dengan fitur yang menarik. Penerbitan SBR 001 merupakan inisiatif pemerintah dalam rangka pengembangan pasar surat utang negara di mana pengembangannya dilakukan melalui instrumen pembiayaan dan perluasan berbasis investor. Total volume pemesanan pembelian SBR seri SBR 001 sampai penutupan masa penawaran adalah Rp 2,3 triliun, dana hasil penjualan SBR 001
akan digunakan untuk kebutuhan pembiayaan APBN 2014. Rincian ketentuan dan persyaratan SBR seri SBR 001 adalah nominal penerbitan Rp 2,3 triliun, tanggal penjatahan 26 Mei 2014, tanggal setelmen 30 Mei 2014, Tanggal jatuh tempo 20 Mei 2016, bentuk obligasi tanpa warkat dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, jenis kupo mengambang dengan tingkat kupon minimal. Tingkat kupon untuk periode 3 bulan pertama adalah 31 Mei 2014 sampai dengan 20 Agustus 2014 dimana 8,75% berasal dari tingkat bunga penjaminan LPS. Tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap 3 bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan jatuh tempo. Penyesuaian tingkat kupon didasarkan pada tingkat bunga penjaminan LPS ditambah 125 bps. Pembayaran kupon dilakukan tanggal 20 setiap bulan, pembayaran kupon pertama adalah 20 Juni 2014, tanggal mulai berlakunya periode kupon 21 Februari, 21 Mei, 21 Agustus dan 21 November. Penerbitan SBR 001 ini mempunyai tema “selamatkan air bumi yang didukung oleh program pelestarian lingkungan hidup dari seluruh agen penjual". Penjualan SBR 001 berhasil menjangkau 9.944 pemesan di 33 provinsi, jumlah pemesan SBR 001 terbesar berada pada kisaran Rp 5 juta sampai Rp 100 juta, rata rata volume pembelian per pemesan adalah Rp 240 juta. Jumlah pemesan SBR 001 di wilayah DKI Jakarta mencapai 42,7% dari total jumlah pemesanan sedangkan wilayah Indonesia Barat selain DKI Jakarta mencapai 47,8% dan wilayah Indonesia bagian tengah dan timur mencapai 9,5%. Berdasarkan kelompok umur, jumlah pemesan terbesar berada pada kelompok di usia di atas 40 tahun mencapai 7.357 pemesan.
Agen penjual yang ditunjuk pemerintah adalah 18 bank yang terdiri dari Citibank, Bank OCBC NISP, Bank Panin, Bank Permata, Bank Rakyat Indonesia, Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin, Bank Central Asia, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank DBS, Bank Internasional Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, dan HSBC Bank. Sedangkan perusahaan sekuritas adalah Danareksa Sekuritas, Trimegah Sekuritas, dan Sucorinvest Central Gani. Kendati pada akhirnya dari target Rp 2,5 triliun hanya terserap Rp 2,4 triliun, ini sudah menunjukkan respon yang positif dari investor ritel lokal terhadap SBR001 tersebut. Apabila alokasi waktu lebih memadai untuk sosialisasi kepada masyarakat di Indonesia bagian Barat dan Timur, niscaya respon investor akan lebih baik sehingga target dana yang dihimpun dapat dicapai.(*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan DAMPAK NAIKNYA HARGA-HARGA BARANG DAN MINAT INVESTASI DI SUMATERA UTARA Naiknya beberapa harga barang yang ada di Sumatera Utara mengakibatkan perkiraan inflasi di bulan Mei 2014 berkisar di 6,64%. Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Sumatera Utara (Sumut) pada bulan Mei secara year on year (yoy) mencapai 6,64%. Meski perhitungan inflasi Mei yang sebesar 6,64% itu lebih rendah dari posisi April yang 7,05%, tetapi Tim Pengendali inflasi Daerah (TPID)
2
Juni 2014
Sumut, kota dan kabupaten terus melakukan koordinasi dan berbagai langkah untuk menekan inflasi. TPID terus melakukan koordinasi terutama distribusi bahan pokok sehingga persediaan terjamin dan harganya tidak melonjak. Dengan makin dekatnya hari Raya maka pergerakan harga menunjukkan kecenderungan meningkat dibanding bulan-bulan sebelumnya. Menjelang bulan suci Ramadhan yang dimulai akhir Juni 2014 menyebabkan sejumlah pedagang bahan pokok hingga konsumen mulai merasa cemas. Pasalnya, harga sejumlah kebutuhan bahan pokok mulai menunjukkan kenaikan. Harga sayuran di Sumatera Utara misalnya, sudah beranjak naik. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya distribusi sayuran dari berbagai sumber. Selain berdampak langsung pada kemampuan beli masyarakat Sumatera Utara, kondisi ini juga berakibat pada turunnya ekspor sayur Sumatera Utara. Ekspor sayur-mayur Sumatera Utara (Sumut) melalui terminal peti kemas Belawan (Belawan International Container Terminal/BICT) tahun ini diperkirakan bakal mengalami penurunan. Pasalnya, hingga kwartal I-2014, ekspor komoditas hasil pertanian dari daerah Sumut itu turun hingga 37%. Tahun 2012, ekspor sayuran Sumut melalui BICT tercatat sebanyak 48.905 ton. Jumlah ini naik sebesar 117,57% dibandingkan tahun 2011 yang berjumlah 22.477 ton," ujarnya. Sedangkan pada tahun 2013, lanjutnya, ekspor sayuran naik dari 48.905 ton pada 2012 menjadi 54.256 ton atau naik sekitar 10,94%. Namun tahun ini, hingga April 2014 jumlah ekspornya 7.931 ton atau turun sekitar 37% dibandingkan periode serup a 2013 yang berjumlah 12.599 ton. Turunnya aktivitas ekspor sayuran Sumut lewat BICT terkait
erupsi Gunung Sinabung yang merusak ribuan hektare lahan pertanian di sentra produsen hortikultura Tanah Karo, beberapa waktu lalu. Sebaliknya, harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang cenderung meninggi sejak pertengahan tahun 2013 mampu mendongkrak nilai ekspor CPO Sumatera Utara (Sumut). Mengutip Medan Bisnis, berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, tercatat, nilai ekspor CPO Sumut sepanjang Januari hingga April tahun ini mencapai angka US$1,141 miliar. Angka tersebut meningkat sekira 11,11% dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$1,027 miliar. Tapi volume ekspor malah turun, karena pada Januari hingga April tahun ini mencapai 1,506 juta ton, sedangkan tahun lalu mencapai 1,508 juta ton. Sejumlah negara yang menjadi pasar utama CPO Sumut adalah Pakistan, India, Tiongkok, Spanyol, Italia dan negaranegara di Amerika dan Eropa lainnya. kenaikan harga CPO di pasar internasional ini dipicu oleh kekhawatiran sejumlah kalangan akan adanya musim kering di negaranegara produsen sawit seperti Malaysia dan Indonesia. Diperkirakan, produksi CPO bakal anjlok akibat iklim kering itu, sehingga menaikkan harga CPO di pasar dunia. Kekhawatiran ini semakin diperkuat dengan adanya gejala kekeringan di Sumatera dan Kalimantan. Dengan keadaan demikian, secara periodik harga jual CPO di pasar internasional naik dibandingkan tahun lalu. Kemungkinan besar, harga tersebut naik lantaran permintaan pasar yang meningkat termasuk biodiesel dan minyak bumi yang terus terdongkrak dalam beberapa bulan terakhir. Faktor lain yang menyebabkan harga
CPO meningkat adalah anjloknya produksi minyak nabati lain seperti kedelai dan biji bunga matahari. Hal tersebut memaksa buyer (pembeli) untuk mencari alternatif lain dalam pemenuhan kebutuhan minyak nabati sehingga CPO menjadi pilihan utama dalam pemenuhan kebutuhan itu. Sementara itu, dengan kondisi dan infrastruktur yang kurang mendukung bagi investasi, ternyata hingga Triwulan I Tahun 2014, Sumatera Utara banyak dilirik oleh investor asing terutama dari Malaysia dan Singapura. Investor kedua negara tersebut memiliki investasi yang paling banyak di Sumatera Utara sementara Tiongkok gencar melihat peluang bisnis di propinsi ini. Dari Total Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) hingga Triwulan I Tahun 2014 yang besarnya Rp1,286 triliun, investasi Singapura mencapai 47% dan Malaysia 20%, sisanya dibagi oleh beberapa negara lainnya. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan yang sama hanya berjumlah Rp559 miliar. PMDN sebagian besar dilakukan untuk perluasan usaha dan bukan investasi pada bidang yang baru dikarenakan ijinnya lebih mudah. Dihimbau oleh banyak pengusaha agar pemerintah mempermudah perijinannya dan kemudahan-kemudahan lainnya sehingga PMDN dapat menyamai PMA. Adapun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dicanangkan akan mulai beroperasi mulai Juni 2014. Dengan direncanakannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei beroperasi pada Juni mendatang, pelaku usaha di Sumatera Utara (Sumut) meminta dukungan pemerintah agar logistik direformasi secara total. Setelah Sei Mangkei nanti beroperasi, lanjutnya, akan ada kaitannya dengan Kualanamu Interna-
3
Juni 2014
tional Airport, Bandara Silangit, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Kuala Tanjung yang mana membutuhkan logistik yang baik. Sistem logistik yang baik akan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Untuk itulah, dukungan perbaikan logistik bukan hanya ditujukan kepada pemerintah provinsi saja tapi juga kabupaten/kota. Diharapkan dengan beroperasinya KEK Sei Mangkei, minat investasi di Sumatera Utara yang sudah cukup baik tersebut akan semakin meningkat lagi. (*)
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang INFRASTRUKTUR DAN PROSPEK INVESTASI DI REGIONAL SUMATERA BAGIAN SELATAN Ketersediaan infrastruktur dan fasilitas pendukungnya menjadi salah satu faktor yang menentukan investasi. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan oleh daerah agar dapat meningkatkan infrastruktur dan investasi di daerahnya masingmasing, yaitu: 1. Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sedang menunggu pengesahan dari Presiden untu k pela ksan aan pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) di wilayah pelabuhan laut Tanjung Api-Api (TAA). Daerah pelabuhan laut TAA dilengkapi dengan fasilitas jalan kendaraan umum, serta akan dibangun jalan kereta api ganda untuk mengangkut hasil tambang terutama batubara, komoditi perkebunan karet dan kelapa sawit. Menurut Gubernur Sumsel, akan ada beberapa industri besar di daerah KEK seperti pabrik aluminium, pabrik PT Pusri dan industri hilirisasinya. Selain pembangunan KEK, kota Palembang akhir-akhir ini menjadi tujuan investasi bidang perhotelan dan
restoran dengan meningkatnya event nasional dan internasional yang diselenggarakan di kota tersebut. Menurut ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel, jumlah hotel berbintang dan melati di Sumsel di tahun 2014 ini mencapai 130 unit dan akan terus bertambah karena sekarang sedang ada pembangunan hotel baru. 2. P r o v i n s i B e n g k u l u s e d a n g mengembangkan bisnis di sekitar pelabuhan Pulau Baai. Menurut Gubernur Bengkulu, telah ada kesepakatan untuk pembangunan t e rm i na l c u ra h c a ir u n tu k kepentingan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO). Bisnis yang segera terealisasi pada tahun 2014 ini adalah pembangunan pabrik minyak goreng. 3. Provinsi Jambi merencanakan membangun Jambi Business Center (JBC) di Simpang Mayang. Namun rencana pembangunan areal pusat perbelanjaan dan juga perhotelan yang rencananya bakal dibangun di atas kawasan seluas 7,6 hektare dan menelan biaya Rp1,7 triliun itu masih dipertanyakan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi. 4. P r o v i n s i l a m p u n g a k a n menyelesaikan ganti rugi lahan sebesar 365 milyar di tahun 2014 ini untuk pembangunan Tol dari pelabuhan Bakaheuni ke Terbanggi di tahun 2015. Terbangunnya Tol sepanjang 150 Km ini akan mengurangi kemacetan dari dan menuju ke pelabuhan Bakaheuni. Ketersediaan infrastruktur yang cukup dan dengan kualitas yang baik dan memenuhi standard, merupakan jaminan untuk para investor. Terealisasinya pembangunan KEK di provinsi Sumsel akan menarik
investasi di berbagai bidang usaha, ini artinya akan ada peningkatan nilai tambah bagi perekonomian Sumsel, akan ada multplier effect bagi sektor -sektor ekonomi di Sumsel dan menderivasi pertumbuhan ekonomi di provinsi sekitar Sumsel. Dengan regulasi yang tepat, akan tercipta keterkaitan antar sektor sebagai jaminan keberlanjutan usaha. Pembangunan bisnis di kawasan pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, akan mempercepat akses distribusi komoditi baik dalam bentuk bahan baku dan penolong maupun barang jadi, dari dan ke provinsi Bengkulu. Ini artinya akan terjadi efisiensi biaya usaha dan akan menjadi daya tarik investasi. Terealisasinya jalan Tol Bakahueni – Terbanggi, akan mengurangi biaya ekstra akibat kemacetan dan berdampak kepada efisiensi dan efektivitas, mengingat pelabuhan Bakauheni merupakan jalur utama keluar masuknya sebagian besar kebutuhan pokok dari pulau Jawa bagi provinsi-provinsi lain di Sumatera. Bagi perbankan, aktivitas peny edia an inf ra stru k tur d an munculnya investasi merupakan peluang untuk meningkatkan dana pinjaman/kredit dan juga Dana Pihak Ketiga dengan tetap memperhatikan kehati-hatian. Perbankan dapat mempersiapkan fasilitas fisik yang dibutuhkan seperti kantor cabang, kantor kas, mesin ATM dan juga berbagai bentuk promosi serta me laku kan kemi tr aa n den g an Pemerintah setempat. Untuk meningkatkan investasi, selain ketersediaan infrastruktur d e n g a n ku a li t a s y a n g b a i k , pemerintah provinsi seyogyanya menyiapkan regulasi terkait dengan penyediaan lahan, ketenagakerjaan, energi dan aspek pendukung lainnya.
4
Juni 2014
Bagi perbankan dibutuhkan kreatifitas dan inovasi untuk dapat merespon kebutuhan investor, pemerintah dan masyarakat akan akses pembiayaan. (*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung EFEK KENAIKAN SUKU BUNGA KREDIT Pertengahan bulan Mei 2014, Kantor perwakilan Bank Indonesia Bandung telah mempublikasikan hasil kajian ekonomi dan keuangan regional propinsi Jawa Barat selama Triwulan I tahun 2014. Perkembangan kinerja makro Jawa barat yaitu:
▪ Tingkat inflasi yoy pada Triwulan 1 tahun 2014 mencapai 7,5%, lebih rendah dibandingkan Triwulan IV tahun 2013 yang mencapai 9,2% namun lebih tinggi jika dibandingkan Triwulan 1 tahun 2013 sebesar 5,8%. ▪ Tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat melambat menjadi 5,1% dibandingkan capaian Triwulan IV tahun 2013 sebesar 6,3% dan dibandingkan Triwulan I tahun 2013 sebesar 5,9%. ▪ Kinerja pembiayaan perbankan masih menunjukan indikasi positif. Pertumbuhan kredit mencapai 18,7% masih sejalan dengan target Bank Indonesia. DPK tumbuh 14,5%. Rasio LDR bank konvensional mencapai 90,7%. NPL tercatat 2,7% masih dalam batas wajar. Terjadinya perlambatan kinerja perekonomian daerah Jawa barat utamanya disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekspor dan impor dalam rangka mengurangi defisit neraca berjalan. Perlambatan kinerja perekonomian akan terus berlanjut hingga Triwulan II tahun
2014. Tingkat inflasi yang belum kembali stabil, ditambah kenaikan TDL untuk industri golongan 13 dan 14 efektif berlaku awal Mei 2014, merupakan faktor risiko bisnis yang harus dikalkulasi oleh pelaku usaha di wilayah Bandung. Kenaikan BI rate secara bertahap sejak bulan Juni tahun 2013 pada awalnya belum direspon oleh peningkatan suku bunga dasar perbankan. Namun sejak terjadi kenaikan BI rate di atas 7%, maka mulai direspon oleh perbankan dengan menaikan suku bunga kredit. Pengambilan waktu memutuskan kenaikan suku bunga kredit ternyata dilakukan berbeda antar bank. Akibatnya, sejak awal 2014 hingga bulan Mei terjadi penyesuaian kenaikan suku bunga kredit oleh perbankan di wilayah Bandung. Kenaikan suku bunga kredit kali ini akan mempunyai dampak terhadap perekonomian daerah berdasarkan hasil analisis atas kinerja perbankan yang berbeda antara Triwulan 1 tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya yaitu:
▪ Suku bunga BI rate pada akhir Triwulan 1 tahun 2013 sebesar 5,75% dinilai cukup efektif dalam mentransmisikan kinerja perbankan karena terbukti berdampak pada tren penurunan suku bunga kredit. Pada akhir Triwulan 1 tahun 2014 tingkat suku bunga BI rate meningkat signifikan menjadi 7,5%. Akibatnya terjadi kenaikan suku bunga dana dari 7% menjadi 7,36% sehingga mendorong perbankan untuk menaikan suku bunga kredit sejalan dengan meningkatnya biaya dana tersebut. ▪ Tren penurunan suku bunga kredit yang pernah terjadi hingga bulan Mei 2013 telah meningkatkan
kinerja perbankan dan diklaim mendukung pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,1% (yoy) pada Triwulan II tahun 2013 meningkat lebih tinggi dibandingkan capaian Triwulan I tahun 2013. ▪ Efek kenaikan suku bunga kredit telah mengakibatkan kinerja penyaluran kredit pada Triwulan 1 tahun 2014 tumbuh 18 ,7%, melambat dibandingkan kinerja pada triwulan yang sama tahun 2013 sebesar 26,9%. Bahkan Kelompok bank BUMN yang mempunyai pangsa sekitar 60% mencatat pertumbuhan kredit lebih tinggi hingga 27,7%. ▪ Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan pada Triwulan I tahun 2014 terjadi di semua sektor termasuk sektor unggulan wilayah Bandung yaitu sektor perdagangan dan industri pengolahan TPT dan makanan minuman. ▪ LDR perbankan Triwulan I tahun 2014 terbilang tinggi sebesar 90,7%, bandingkan LDR triwulan yang sama tahun 2013 sebe sar 86,3%. Akibatnya dapat dimengerti jika NPL meningkat namun masih dalam batas normal. Sebagai penutup, efek kenaikan suku bunga kredit menimbulkan implikasi antara lain: 1. Bagi perbankan, kenaikan suku bunga kredit sebagai respon atas meningkatnya biaya dana efek dari kenaikan BI rate yang cukup besar selama setahun ini akan melambatkan capaian kinerja penyaluran kredit. Pelemahan perekonomian turut menyulitkan perbankan untuk melakukan pendalaman penyaluran kredit. Dalam situasi tidak mudah, prospek penyaluran kredit pada Triwulan II tahun 2014 masih tetap pada kredit
5
Juni 2014
sektor perdangan dan kredit konsumsi apalagi menjelang pemilu pemilihan presiden dan hari raya idul Fitri. Sektor perdagangan di wilayah Bandung mempunyai peluang prospektif apalagi pangsa kredit perbankan untuk sektor ini mencapai 53%. 2. Pelaku usaha akan menyikapi kenaikan suku bunga kredit dengan melakukan penyesuaian dan rekalkulasi bisnis atas dampak kenaikan biaya operasional. 3. Memasuki Semester II tahun 2014 diperkirakan tidak akan ada kenaikan suku bunga kredit. Idealnya, jika inflasi telah stabil pada target sasaran inflasi maka direkomendasikan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga BI rate untuk mengkoreksi kenaikan suku bunga kredit perbankan.(*)
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang MEMBANGUN KAWASAN INDUSTRI BERLANDASKAN PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN/ PENDAPATAN Hakekat pembangunan ekonomi adalah serangkaian kegiatan usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk: peningkatan taraf hidup masyarakat; perluasan lapangan kerja; pemerataan pendapatan masyarakat; peningkatan hubungan ekonomi regional; dan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain arah pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar tercapainya “pendapatan masyarakat yang selalu meningkat dengan distribusi yang semakin merata”. Untuk menumbuh-kembangkan perekonomian di seluruh pelosok
negeri termasuk di Jawa Tengah, maka pembangunan infrastruktur terus dijalankan secara bertahap meskipun terkendala banyak hal, seperti: RTRW, pembebasan lahan, ketersediaan modal baik dana maupun sosial. Infrastruktur yang perlu disiapkan dengan cermat selain transportasi, juga kawasan industri dan konektivitasnya. RPJMD Jawa Tengah tahun 2014 menargetkan tingkat pertumbuhan ekonomi antara 5,9-6,4%, inflasi dalam kisaran 5-6% dengan PDRB Rp712 Triliun, Indeks Kemiskinan 11,37, serta TPT 5,31-4,77. Untuk mencapai ini tentulah tidak mudah dan butuh percepatan. Berbagai upaya pembenahan infrastruktur yang diprogramkan oleh Pemerintah Pusat (melalui MP3EI), Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang juga menyertakan pihak swasta telah berjalan, meskipun tahun ini agak lamban karena berbagai situasi yang terjadi, baik situasi politik maupun kondisi penopang investasi, yaitu dana pinjaman bank yang saat ini sedang mengalami kenaikan suku bunga kredit. Maka akan semakin sulit bagi pemerintah Jawa Tengah untuk mencapai target tahun 2014 ini. Tahun ini dicanangkan sebagai tahun infrastruktur dengan fokus utamanya adalah infrastruktur transportasi (infrastruktur jalan), namun infrastruktur untuk kawasan tempat industri dioperasikanpun perlu segera dipercepat agar harapan untuk memanfaatkan konektivitas infrastruktur jalan tersebut dapat dinikmati oleh kalangan industri di Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah masih kekurangan kawasan industri. Dari 35 kabupaten/kota saat ini baru ada tujuh kawasan industri, enam di antaranya di Semarang dan satu di Cilacap yaitu: Tugu Wijaya Kusuma, KI Candi,
KI Terboyo, Bukit Semarang Baru, Lingkungan Industri Kecil Bugangan, Kawasan Industri Cilacap, dan EPZ Lamicitra. Untuk mengantisipasi tren globalisasi dan dunia industrialisasi, PT Lamicitra Nusantara, Tbk telah berinvestasi di daerah lebih dari 100 Hektar di dalam pelabuhan internasional Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. Dengan nama project Tanjung Emas Export Processing Zone (TEPZ), perusahaan ini menawarkan beberapa manfaat untuk industri manufaktur seperti:
▪ Pembebasan pajak untuk barang berorientasi ekspor.
▪ Akses cepat ke pelabuhan karena properti yang terletak di dalam pelabuhan yang bisa menghindari kemacetan lalu lintas. ▪ Proses administrasi impor dan ekspor yang cepat karena semua dokumen dapat ditangani di bawah satu atap administrasi kantor di dalam TEPZ yang disediakan oleh badan resmi pemerintah. ▪ Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah dan murah di Jawa Tengah untuk beberapa industri. Kawasan industri di provinsi ini fasilitasnya masih kurang memadai, tidak ada yang menyediakan fasilitas sebagus yang ada di Jabodetabek, disamping juga belum optimal pemanfaatannya. Oleh karena itu perlu peningkatan fasilitas Kawasan dan optimalisasi penggunaan kawasan industri. Melalui peran pemerintah dalam konteks regulasi, yaitu untuk “memaksa” berbagai perusahaan berada pada kawasan tersebut agar mudah bagi pemerintah untuk mengatur dan mengawasi setiap perusahaan dalam konteks pemanfaatan sumber daya alam, sistem manajemen limbah (amdal), serta sistem transportasi barang jadi dan bahan baku. Jika
6
Juni 2014
merujuk PP No 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, di kawasan industri tersebut sudah dilengkapi sarana dan prasarana penunjang perindustrian, seperti pengolahan limbah terpadu, jaringan listrik, dan jaringan telekomunikasi. Jadi, berinvestasi di lokasi Kawasan Industri ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi para pengusaha. Selanjutnya, disamping yang sudah ada, Pemerintah Jawa Tengah juga merencanakan untuk membangun beberapa kawasan industri lagi baik yang terkait dengan proyek MP3EI, maupun tidak, yaitu: 1. Di Kab. Kendal, yaitu Kawasan Industri Kendal. Kawasan ini sudah memiliki Ijin Prinsip, dengan luas tanah 1.000 Ha, pembebasan lahan mencapai 700 Ha (masih ada yang kontra karena berkaitan dengan lahan tambak) dengan rencana investasi lebih kurang US$51 juta. 2. Kab. Demak, oleh PT. Jawa Tengah Lahan Andalan. Sudah memiliki Ijin Prinsip, rencana investasi Rp125 Milyar dan dikelola oleh JABABEKA. 3. Kab. Grobogan. oleh PT. Azam Laksana Intanbuana. Telah memiliki Ijin Prinsip dengan rencana investasi Rp14 Milyar. 4. Kawasan industri Boyolali. Kemenperin akan merampungkan masterplan lengkap dengan Detail Engineering Design (DED) dan rencana analisa dampak lingkungannya (amdal). Lahan potensial yang bisa dimanfaatkan untuk kawasan industri ini berkisar 272-300 Ha. Kawasan industri Boyolali dirancang untuk industri berbasis TPT terintegrasi, termasuk dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai dan fasilitas pusat pelatihan dan inovasi. Jika sudah jadi, kawasan ini diproyeksikan bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi sekitar 30 ribu
orang. Kawasan ini difokuskan untuk industri tekstil kering (garmen) karena keterbatasan air. Pengembangan kawasan industri ini tidak hanya urusan melokalisir, tetapi harus dianalisis secara komprehensif termasuk masalah socio empowerment di setiap daerah di Jawa Tengah. Oleh karenanya, kajian yang dilakukan haruslah mendasarkan pada pemerataan pembangunan, pendapatan antar daerah serta fokus pada penanganan pengentasan kemiskinan baik kemiskinan struktural maupun kultural. Selain itu, keputusan untuk mengembangkan kawasan industri yang lebih banyak, luas, modern, canggih dan efisien juga harus selalu mempertimbangkan jarak kawasan industri dengan moda transportasi, mempertimbangkan wilayah perbatasan, kantung kemiskinan dan potensi sumberdaya. (*)
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya BNI MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN GULA NASIONAL Tahun 2014 diprediksi sebagai tahun perlambatan bagi perekonomian Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2013 yang mengalami penurunan dan masih lambatnya pemulihan perekonomian dunia pada tahun 2014. Tantangan perekonomian ke depan sangat serius untuk direncanakan dan dipecahkan dengan baik, salah satunya adalah di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor strategis mengingat sektor ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan, penyerapan tenaga kerja, dan pemasok bahan baku industri (makanan dan minuman). Perhatian terhadap sektor perta-
nian harus terus ditingkatkan seiring permasalahan yang ada seperti climate change, rendahnya produktivitas, alih fungsi lahan, ketersediaan sarana produksi, impor produk pertanian dll. Salah satu perhatian terhadap sektor pertanian dan industri terkait adalah kinerja pergulaan yang masih “terbelenggu” dengan tingginya biaya operasional produksi gula. Masalah ini jika tidak tertangani maka berdampak pada produksi dan ketenagakerjaan. Melihat perkembangan terkait pergulaan nasional dan Jawa Timur sebagai kekuatan gula nasional maka pada 19 Mei 2014, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya bersama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X kembali melakukan penandatangan perjanjian kerjasama mengenai penyaluran dana program kemitraan untuk kelompok/ petani tebu di Mojokerto, Jombang dan Kediri. Penyaluran dana program kemitraan yang akan disampaikan kepada petani tebu di wilayah kerja PTPN X itu sebesar Rp100 miliar. Durasi kerjasama selama dua tahun untuk musim tanam 2014/2015 dan musim tanam 2015/2016. PTPN X bertindak sebagai offtaker sekaligus menjadi avalist. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ini dipergunakan untuk membiayai pengadaan sarana dan produksi, pembukaan lahan, pembelian pupuk dan bibit, serta program pendampingan. Pada intinya, program PKBL BNI bertujuan untuk membantu pembiayaan produksi yang ditanggung oleh petani tebu. Selain itu, program ini bertujuan untuk merubah mindset, agar petani tebu untuk melakukan penyisihan biaya hidup dan menabung. Kredit dipergulaan masih di sekitar industri, sedangkan petani tebu belum
7
Juni 2014
teroptimalkan. Hal ini karena perbankan masih melihat sektor pertanian (tebu) belum memenuhi syarat administrasi perbankan. Padahal program kredit lunak yang diberikan kepada petani tebu sangat penting untuk memasok hasil pertaniannya ke industri gula. BNI melihat ini sebagai upaya membantu pemerintah untuk menstabilkan harga gula di dalam negeri. Potensi pasar yang akan tergarap cukup besar, pada tahun 2014 areal tebu yang akan ke pabrik gula PTPN X mencapai 78.000 hektar. Dari total tersebut 2.000 hektar adalah hak guna usaha PTPN X, sisanya lahan milik petani. Dengan luas lahan tersebut, diprediksi akan dapat menghasilkan 6,8 ton tebu serta lebih dari 550.000 ton gula. Selain itu, PTPN X menargetkan ada kenaikan rendeman sampai 8,3 persen, yang naik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 7,21 persen. Pengembangan potensi pertanian ini masuk sebagai Sektor Unggulan BNI Wilayah Surabaya (meliputi kawasan Jawa Timur) dan sebagai upaya BNI mendukung kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui keberpihakan pada rakyat (pro-poor, projob, pro-growth). Selain itu, perhatian BNI pada petani tebu merupakan upaya dukungan pada penguatan kemandirian ekonomi Jawa Timur dan Indonesia melalui pembangunan Agrobisnis, Agroindustri, dan UMKM. (*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF SEKTOR UNGGULAN SULSEL Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai
pusat hub-ekonomi dan bisnis di wilayah timur Indonesia yang terus berkembang, telah memberi dampak positif terhadap meningkatnya secara signifikan sektor ekonomi kreatif yang selaras dengan perkembangan sektor pariwisata. Peranan ekonomi kreatif Sulsel tercatat telah mampu memberi kontribusi yang signifikan dalam perkembangan ekonomi kreatif nasional. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan mengungkapkan, khusus di Sulsel perkembangan ekonomi kreatif utama yang dapat diandalkan terdiri dari dua aktivitas produktif, yaitu berbasis pada bidang seni budaya serta bidang kuliner. Oleh karena itu, pihak pemerintah terus berupaya mendorong kedua bidang tersebut secara terencana dengan menyertakan beberapa pihak utama yang terlibat. Misalnya untuk kegiatan seni dan budaya, pemerintah berupaya memperbanyak program-program yang dapat mendorong minat masyarakat untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang selama ini menjadi kelebihan dari Sulsel dalam budaya, seperti tari -tarian daerah yang berlatar beragam budaya masyarakat Sulsel. Hal ini akan dikembangkan terus agar kreatifitas masyarakat dapat dipertahankan dan ditampilkan dalam berbagai kegiatan budaya baik di tingkat nasional dan internasional yang dimiliki masyarakat Sulsel. Dibidang kuliner, hal tersebut dapat mencakup kuliner tradisional yang telah dimiliki masyarakat Sulsel dan telah dikenal luas masyarakat Indonesia, termasuk kuliner daerah Indonesia lainnya. Keduanya sangat berpotensi berkembang, didukung oleh semakin ramainya kunjungan wisata dan bisnis di Sulsel. Sulsel memiliki
keanekaragaman kuliner yang dapat diekspose dan dikreatifitaskan sehingga nantinya dapat dikenal oleh banyak pihak tanpa meninggalkan ciri khas dari makanan tersebut. Misalanya untuk makanan ringan atau makanan berat Coto, Sop Saudara, Ikan Bakar atau jenis makanan daerah Sulsel lainnya. Dalam perspektif bisnis, hal ini merupakan peluang terutama bagi para pemilik usaha kecil dan menengah agar terus berusaha menjaga kelestarian usaha kulinernya dan selanjutnya dapat mengembangkan usahanya lebih baik lagi. Namun tentunya diperlukan pembinaanpembinaan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, serta dukungan pembiayaan perbankan sehingga nantinya mereka dapat berusaha dan bersaing dengan baik. Dalam kaitan tersebut telah dilaksanakan suatu kegiatan monumental oleh Pemprov Sulsel bersama dengan pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ekonomi Kreatif Makassar, yakni pameran makanan Interfood di Hotel Grand Clarion beberapa waktu lalu. Hal ini merupakan langkah nyata dari pemerintah bersama masyarakat untuk memajukan ekonomi kreatif yang ada di Sulsel. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Sulsel mengungkapkan bahwa ekonomi kreatif yang berkembang selama ini sebenarnya bukan hanya berbasis pada budaya dan kuliner saja, namun juga bidang ekonomi kreatif lainnya, terutama bidang kerajinan rakyat yang sudah dikenal masyarakat luas, seperti hasil garmen, khususnya kain tenun sutera, serta perhiasan emas dan perak. Hal tersebut tidak dapat dipungkirti bahwa ketika para wisatawan domestik dan asing berkunjung di
8
Juni 2014
Sulsel, mereka tidak akan melewatkan untuk berburu kain sutera termasuk hasil kerajinan perhiasan, selain mencicipi berbagai makanan atau kuliner serta budaya tarian daerah. Kerajinan di sektor garmen atau perhiasan khususnya, setelah dikreasi oleh pengrajin, maka hal tersebut memperlihatkan kayanya potensi budaya daerah Sulsel yang khas, dan saat dipasarkan, hasilnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun yang jelas, kesemuanya itu akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika ada sinergi yang baik antara sektor pariwisata dengan sektor ekonomi kreatif masyarakat yang sangat beragam dan potensial tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Sulsel diharapkan dapat melakukan bebeberapa program atau kegiatan yang terencana bersama pemangku kepentingan lainnya, khususnya perbankan, agar ekonomi kreatif dapat berkembang sehingga wacana menjadikan Sulsel sebagai pusat pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya, kuliner, dan kerajinan rakyat dapat menjadi kenyataan. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar PERBANKAN BALI DINILAI BELUM MAKSIMAL SALURKAN KREDIT Komitmen bank-bank untuk membangun Bali lewat penyaluran kredit kepada sektor jasa, perdagangan, ekspor maupun lainnya masih dipandang belum maksimal oleh para akademisi di daerah Bali. Pandangan itu disampaikan dengan memperhatikan data sepihak, yaitu dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di bawah 80 persen. Pendapat yang disampaikan itu memang masuk akal, namun memerlukan penjelasan yang lebih menyeluruh dari dunia per-
bankan agar tidak menimbulkan salah pengertian, terutama oleh masyarakat luas.
animo masyarakat/dunia usaha untuk memanfaatkan fasilitas kredit perbankan.
Penyampaian opini melalui media (Bisnis Bali, 26 Mei 2014) dengan merangkum pendapat dari beberapa kalangan akademisi, juga disertai dengan desakan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) setempat menghimbau, membina, dan mengawasi bank-bank dalam melakukan fungsi intermediasi keuangan yang baik. Bank-bank yang beroperasi di Bali juga diharapkan tidak hanya menghimpun dana pihak ketiga (DPK) saja di sini, lalu menyalurkannya dalam bentuk kredit di daerah lain yang multiplier effect nya akan diterima oleh daerah lain.
Bila indikator-indikator seperti tersebut di atas dikonfirmasi pada kondisi perekonomian Bali pada Triwulan I-2014, setelah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, memang tidak ada satupun kondisi yang mengharuskan perbankan membuka keran kredit yang lebih lebar pada periode ini. Faktor-faktor eksternal yang biasanya sangat signifikan pengaruhnya itu, justru mengharuskan perbankan untuk lebih prudent dalam menjalankan fungsi intermediasi. Agar tidak menimbulkan salah kaparah karena LDR yang cenderung menurun, masyarakat perlu diberikan informasi yang lebih luas dan menyeluruh.(*)
Semua kondisi itu perlu ditanggapi secara arif tetapi sigap oleh manajemen perbankan di Bali. Masyarakat luas, tidak terkecuali kalangan akademisi dan dunia usaha, perlu memperoleh sosialisasi tentang tata kelola perbankan yang baik dan menyeluruh. Kepada mereka perlu diberikan pemahaman yang berulang-ulang, bahwa sebetulnya salah satu, bahkan menjadi fungsi pokok dari sebuah bank, adalah menyalurkan kredit sebanyak-banyaknya, karena pendapatan utama bank hingga saat ini masih berasal dari bunga kredit. Persoalan yang sering dihadapi oleh bank-bank dalam melakukan fungsi intermediasi yang efektif adalah kompleksnya persoalan kondisi eksternal yang terkait dengan penyaluran kredit. Persoalan-persoalan itu seperti antara lain berupa tingkat suku bunga pasar yang tinggi, daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang tinggi, perubahan peraturan atau regulasi dan beberapa kondisi ekonomi makro lainnya, yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin INDIKATOR CAPAIAN PRIORITAS RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KALIMANTAN SELATAN Indikator kinerja makro merupakan tolok ukur kemajuan yang akan dicapai oleh perangkat pemerintah daerah dan seluruh masyarakat pemangku kepentingan (stake holders) dalam mewujudkan visi dan prioritas dalam RPJMD melalui berbagai program dan kegiatan pembangunan. Untuk mengetahui indikator kinerja makro provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tersebut, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 sebesar 5,18%, menurun jika dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 5,72%. Jika dilihat dari target capaian tahun 2015 sebesar 6,0
9
Juni 2014
-6,9%, maka target tahun 2013 tidak tercapai. Oleh karena itu, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan sesuai dengan target capaian pada tahun 2015, maka diperlukan kebijakankebijakan dalam rangka penguatan dan akselerasi aktivitas ekonomi Kalimantan Selatan melalui peningkatan investasi daerah. PDRB perkapita Kalimantan Selatan pada tahun 2012 sebesar Rp9.092.024, meningkat menjadi Rp9.391.857 atau tumbuh sebesar 3,29% pada tahun 2013. Peningkatan PDRB perkapita pada tahun 2013 ini memperlihatkan bahwa target PDRB perkapita Kalimantan Selatan tahun 2015 telah tercapai yaitu antara Rp9,2-10,6 juta. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk yang mengalami penurunan sehingga mempengaruhi pencapaian target PDRB per kapita Provinsi Kalimantan Selatan padan tahun 2013. Berdasarkan capaian PDRB perkapita tahun 2013, maka diperlukan perhatian khusus dari pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mempertahankan dan meningkatkan PDRB Perkapita sampai tahun 2015. Dibutuhkan kebijakan strategis dari pemerintah daerah
terutama dalam hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan laju pertumbuhan penduduk. Selanjutnya, laju inflasi provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2012 sebesar 5,96% meningkat menjadi 6,98% pada tahun 2013 mengakibatkan daya beli masyarakat mengalami penurunan. Tingkat Inflasi sebesar 6,98% tersebut sebenarnya masih berada dalam range target yang ditetapkan dalam RPJMD Kalimantan Selatan pada tahun 2015 yaitu sebesar 5,0 – 7,0. Hal ini berarti kebijakan pemerintah provinsi Kalimantan Selatan dalam menekan angka inflasi cukup berhasil. Indeks Gini Ratio Kalimantan Selatan tahun 2013 tidak berubah dibandingkan tahun 2012 yaitu sebesar 0,36, jauh diatas target yang ditetapkan pada tahun 2015 yang hanya sebesar 0,22-0,18. Untuk tahun 2014 diprediksikan angka Indeks Gini Ratio Kalimantan Selatan masih berada pada angka sekitar 0,25–0,30. Pada dasarnya, Indeks Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Dari definisi tersebut
Tabel 1. Indikator Kinerja Makro Ekonomi Provinsi Kalimantan Selatan No
Indikator
2010
2011
2012
2013
Target RPJMD 2015
5,9
6,12
5,72
5,18
6,0-6,9
1
Pertumbuhan Ekonomi
2
PDRB Per Kapita (Adhk)
3
Laju Inflasi
9,06
3,98
5,96
6,98
5,0-7,0
4
Indeks GINI Rasio
0,24
0,35
0,36
0,36
0,22-0,18
5
Tingkat pengangguran terbuka
6,75
5,62
5,25
3,91
6,62-6,50
6
Tingkat Kemiskinan
5,21
5,35
5,01
4,76
4,25-3,99
7
Indeks Pembangunan Manusia
69,2
70,44
70,08
-
70-74
8
Tingkat pertumbuhan penduduk
1,98
1,89
2,57
1,84
1,60-1,40
8.400.000 8.801.291
9.092.024 9.391.857
9,2-10,6jt
dapat dikatakan bahwa Indeks Gini dari pendapatan suatu daerah adalah ukuran ketidakmerataan dari pendapatan di suatu daerah. Oleh karena itu, untuk mencapai target RPJMD Indeks Gini tahun 2015, masih diperlukan kerja keras dari Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, melalui implementasi kebijakan strategis seperti mendorong pertumbuhan sektor produksi (pertanian dan industri) sehingga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja disektor formal dan meningkatkan akses UMKM terhadap kredit usaha yang diberikan oleh bank. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2012 sebesar 5,25%, menurun menjadi 3,91% pada tahun 2013, menunjukkan bahwa target RPJMD Kalimantan Selatan mencapai target, sehingga prediksi tahun 2015 dapat dicapai dengan baik. Untuk itu diharapkan pencapaiannya sesuai dengan target RPJMD hingga tahun 2015 yang akan datang. Hal ini berarti bahwa pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mampu membuka lapangan kerja bagi penduduk Kalimantan Selatan. Tingkat kemiskinan pada tahun 2012 sebesar 5,01%, menurun menjadi 4,76 % pada tahun 2013 (Posisi Agustus 2013), tetapi tidak mencapai target 2015 yaitu dengan range antara 4,25-3,99%. Prediksi untuk tahun 2014 tingkat kemiskinan ditargetkan sebesar 4,00 –4,25%. Penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 disebabkan karena adanya program strategi pengentasan kemiskinan daerah (SPKD) yang telah disusun dan dijalankan oleh sebagian Pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan dan diharapkan pada tahun-tahun
Sumber: BPS Kalimantan Selatan 2013
10
Juni 2014
berikutnya telah dilaksanakan oleh seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dimana program yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi masingmasing wilayah sehingga strategi pengentasan kemiskinan tepat sasaran dan akan menurunkan angka kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk Indeks Pembangunan Manusia kondisi pada tahun 2013 masih dalam proses pengukuran. Sedangkan untuk tahun 2012 yaitu 70,08 dan telah mencapai target 2015 yaitu sebesar 70–74. Meskipun demikian, pemerintah daerah memerlukan strategi percepatan atau akselerasi program dan kebijakan pembangunan daerah yang dapat mempercepat laju pertumbuhan angka IPM Kalimantan Selatan yang saat ini masih menempati posisi ke 26 dari 34 provinsi di Indonesia. Sektor yang perlu penguatan kebijakan yang lebih mantap adalah sektor pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi daerah.(*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado DAMPAK EKONOMI KELANGKAAN BBM DI SULAWESI UTARA Baru seminggu persoalan listrik diselesaikan, Sulawesi Utara kembali didera oleh masalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Tercatat delapan kabupaten/kota yang mengalami kelangkaan BBM, yaitu Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa, Minahasa Tenggara, Tomohon, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow Timur dan Kota Kotamobagu. Kelangkaan tersebut membuat harga BBM pada beberapa kabupaten mencapai Rp40.000 per liter. Menurut pimpinan
Pertamina Manado, persediaan BBM di Sulawesi Utara mencukupi untuk beberapa hari ke depan sesuai ketentuan yang ada, namun persoalannya ada pada jalur distribusi. Selama ini ada tiga jalur distribusi utama dari Depot Pertamina Bitung ke kabupaten/kota tersebut, yaitu: (1) jalur yang melewati Tinoor, namun jalur ini masih rusak karena longsor beberapa bulan lalu; (2) jalur Tenggari, namun berisiko tinggi dan rawan longsor bila dilewati mobil berkapasitas besar; dan (3) jalur Trans Sulawesi, tetapi sekarang mengalami gangguan karena adanya jembatan yang rusak. Selain masalah yang ada pada jalur distribusi, rencana pemerintah untuk mengurangi kuota BBM subsidi sebagai dampak membengkaknya subsidi BBM ikut memberi kontribusi terhadap kelangkaan sebagai konsekuensi dari ekspektasi rasional masyarakat dan dunia usaha. Pemberitaan di media massa terkait kelangkaan BBM di delapan kabupaten/kota tersebut kemudian memberi dampak psikologis yang negatif bagi Kota Manado yang sebenarnya tidak mengalami gangguan pasokan. Dampak psikologisnya yaitu terjadi panic buying oleh pemilik kendaraan sehingga membeli melebihi apa yang dibutuhkan serta menimbulkan permainan antara karyawan SPBU dengan pengecer BBM jalanan. Situasi ini menyebabkan terjadi antrian yang panjang di semua SPBU di Manado. Panjangnya antrian dan lamanya waktu tunggu di SPBU membuat para supir kendaraan umum menaikan harga secara sepihak sebagai kompensasi atas berkurangnya muatan mereka. Demikian juga, distribusi barang menjadi terhambat karena menurunnya frekuensi antaran. Situasi yang kurang menguntungkan seperti ini sangat mengganggu kinerja
ekonomi di Sulawesi Utara, baik meningkatkan laju inflasi maupun memperlambat pertumbuhan ekonomi. Bila digabungkan dengan dampak pemadaman listrik yang luar biasa selama lebih dari satu bulan pada beberapa waktu lalu, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada Triwulan II-2014 akan lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II-2013. Apabila menelisik lebih jauh, akar permasalahan BBM di Indonesia adalah belum seriusnya pemerintah menyiapkan energi alternatif pengganti BBM. Selain itu, pemerintah belum mengeluarkan regulasi yang jelas kepada produsen otomotif untuk memproduksi kendaraan yang menggunakan bahan bakar non BBM. Pemerintah perlu membuat regulasi kepada produsen otomotif untuk memproduksi sekian persen kendaraan yang berbahan bakar non BBM. Dengan demikian, apabila harga BBM subsidi dinaikkan, masyarakat memiliki alternatif untuk mengalihkan kebutuhannya pada bahan bakar lain sehingga mengurangi resistensi terhadap kenaikan harga. Apabila pemerintah mengeluarkan regulasi seperti itu, maka secara serentak Pertamina diwajibkan untuk membangun SPBG untuk memenuhi kebutuhan kendaraan berbahan bakar gas. Kebijakan seperti ini bila dijalankan maka akan menurunkan subsidi BBM secara signifikan, sebab lebih dari 60 persen BBM di Indonesia digunakan untuk kendaraan bermotor.(*)
11
Juni 2014
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 01- 30 Mei 2014 Bulan Mei ini pergerakan indeks saham kawasan global kompak membent uk po la me nguat (uptrend). Sementara pergerakan indeks saham regional bervariasi dimana beberapa indeks saham yang mengikuti pola pergerakan rekannya dari kawasan global seperti indeks saham Strait Times Singapura, Hang Seng Hong Kong dan Indeks Harga Saham Gabun-
gan (IHSG) dan ada indeks saham yang bergerak melemah seperti Thailand Stocks Exchange. INDEKS SAHAM GLOBAL Indeks saham di Amerika Serikat bergerak menguat dengan kenaikan yang tidak berarti. Investor terlihat masih menanti data ekonomi yang meyakinkan. Data ekonomi Amerika yang variatif turut berperan bagi pergerakan indeks saham Amerika yang mendatar. Data ekonomi Amerika
yang kurang menggembirakan yang dirilis dalam minggu ini yakni angka pengangguran yang menerima tunjangan naik menjadi 326.000 dari 297.000 dan ekspektasi ekonomi masyarakat yang menurun dari 48.0 menjadi 42.5. Penurunan yang dalam pada jumlah produksi industri dan output pabrik Amerika pada bulan April menjadi -0,6% dan -0,4% dari 0,7% dan 0,5% pada sebulan sebelumnya. Sementara perbaikan indikasi ekonomi terjadi pada penurunan tingkat pengangguran dari 6,7% pada bu-
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
12
Juni 2014
lan Maret menjadi 6,3% saja pada bulan April. Penjualan rumah lama di Amerika juga membaik menjadi 4,65 juta dari 4,59 juta dan manufaktur Amerika yang meningkat dari 55,4 menjadi 56,2. Pernyataan pimpinan Bank Sentral Amerika, Janet Yellen, untuk terus memberikan stimulus di pasar modal Amerika meski tingkat pengangguran Amerika telah turun memberikan sedikit keyakinan bagi para investor untuk terus berinvestasi pada pasar saham setempat. Namun demikian, keyakinan tersebut tidak begitu kuat sehingga pergerakan indeks saham
masih belum terindikasi menguat signifikan. Sikap yang cenderung menunggu katalis yang lebih pasti di Amerika Serikat mempengaruhi sikap investor di Eropa dan Jepang. Pergerakan indeks saham di Eropa dan Jepang paralel mengikuti indeks saham di Amerika Serikat.
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Indeks kawasan regional bergerak variatif. Indeks Thailand Stocks Exchange bergerak cenderung melemah berseberangan dengan rekannya sekawasan setelah investor asing berdu-
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Strait Times
yun-duyun meninggalkan Thailand. Pergolakan politik setempat memberikan ketidak nyamanan bagi investor asing untuk menempatkan portfolio di Thailand dan memilih memindahkannya dari Thailand. Indeks saham di Indonesia (IHSG), Hang Seng Hong Kong dan Singapura bergerak menguat. Kebijaksanaan mengenai pelonggaran pengucuran kredit di Cina menjadi katalis penguatan indeks saham Hang Seng dan Singapura. Sementara IHSG menguat pada saat semua perhatian di Indonesia tertuju pada persiapan pemilihan presiden untuk periode 2014-2019.
Thailand
Hang Seng
13
Juni 2014
terus mengalami pertumbuhan yang positif melebihi pertumbuhan import. Oleh sebab itu defisit neraca transaksi berjalan di kwartal I 2014 mengecil dari USD-4,3 milyar di akhir tahun 2013 menjadi USD -4,2 milyar. Bank Sentral juga mengumumkan
Meski pergeseran mitra politik pada masing-masing kubu calon presiden terjadi, investor asing tetap terlihat bersemangat berinvestasi di Indonesia. Hal ini terutama terbantu oleh data-data ekonomi Indonesia yang membaik. Perdagangan Indonesia
posisi cadangan devisa per April 2014 meningkat menjadi 105,6 juta dari USD 102,6 juta di bulan sebelumnya. Data-data ekonomi yang menunjukkan perbaikan memberikan keyakinan bagi investor asing untuk menanam-
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Bank
Closing Price
IHSG / JCI BNI
Mandiri
BRI
BCA
Niaga
Danamon
BTN
2-May-2014
4,825
9,875
10,050
10,975
1,020
4,220
1,115
4,839
5-May-2014
4,775
9,850
10,075
10,975
1,020
4,150
1,110
4,843
6-May-2014
4,780
9,875
10,025
11,000
1,020
4,160
1,080
4,834
7-May-2014
4,820
9,975
10,175
11,000
1,020
4,155
1,095
4,862
8-May-2014
4,860
10,025
10,075
11,050
1,020
4,155
1,120
4,861
9-May-2014
4,865
10,075
10,125
11,200
1,035
4,175
1,125
4,898
12-May-2014
4,855
9,975
10,075
11,200
1,045
4,265
1,130
4,913
13-May-2014
4,870
10,075
10,050
11,200
1,045
4,330
1,090
4,921
14-May-2014
4,960
10,325
10,575
11,350
1,040
4,300
1,105
4,992
16-May-2014
5,025
10,600
10,775
11,350
1,055
4,300
1,145
5,032
19-May-2014
4,950
10,625
10,975
11,350
1,055
4,315
1,125
5,015
20-May-2014
4,805
10,100
10,550
11,150
1,040
4,315
1,125
4,896
21-May-2014
4,810
10,150
10,475
11,175
1,045
4,230
1,105
4,910
22-May-2014
4,860
10,375
10,800
11,425
1,050
4,235
1,115
4,970
23-May-2014
4,895
10,375
10,825
11,375
1,035
4,235
1,100
4,973
26-May-2014
4,885
10,325
10,675
11,300
1,025
4,275
1,080
4,964
28-May-2014
4,950
10,375
10,700
11,275
1,025
4,330
1,115
4,986
30-May-2014
4,775
10,175
10,200
10,775
1,030
4,160
1,090
4,894
Growth
-1.0%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
Valuation Ratio
>> PER >> PBV
>> Value [Rp Million]
3.0%
1.5%
-1.8%
1.0%
-1.4%
-2.2%
1.1%
33,116
26,641
26,599
18,777
1,006
4,875
55,549
21,405
162,500
272,380
277,307
198,066
1,022
20,922
67,792
55,517
9.8
13.0
11.8
18.6
6.0
9.9
7.3
22.9
1.7
2.7
3.2
3.9
1.0
1.2
1.0
2.4
14
Juni 2014
kan dananya pada pasar saham di Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia memulai pergerakan minggu ini dari titik 4.839 dan menutup bulan Mei ini pada 4.894 atau menguat sebesar1,1%. Dalam perjalanannya bulan Mei, IHSG mencapai titik tertinggi pada titik 5.032 dan menyentuh titik terendahnya pada titik 4.834. Total nilai pembelian bersih investor asing secara akumulatif selama bulan Mei mencapai Rp 8,09 triliun. Perbankan Mayoritas harga saham perbankan pada bulan Mei ditutup variatif daripada awal bulan. Kenaikan yang tertnggi dialami oleh saham Bank Mandiri (BMRI) dengan kenaikan sebesar 3,0% diikuti oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bank CIMB Niaga (BNGA) yang naik sebesar 1,5% dan 1,0%. Saham perbankan yang melemah di bulan Mei dialami oleh Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Danamon (BDMN), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) yang ditutup lebih rendah sebesar -1,0%, 1,4%, -1,8% dan -2,2%. Kinerja perbankan di tahun ini diliputi dengan kekhawatiran akan likuiditas dan meningkatnya nilai kredit bermasalah. Saham BBTN yang terkoreksi terdalam dikaitkan dengan kinerja perusahaan per 1Q2014 menunjukkan tekanan likuiditas dan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah terhadap total kredit di kwartal I 2014 naik menjadi 4,7% dari 4,1 di Desember 2013. Biaya pendanaan BBTN juga naik menjadi 6% dari 5% di akhir tahun 2013. Kenaikan biaya pendanaan diperkirakan akan terus meningkat
terlebih rasio kredit terhadap simpanan BBTN telah melebihi 100%. Infrastruktur Saham sektor infrastruktur dalam bidang telekomunikasi ditutup menguat. Terlihat saham PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) menjadi primadona investor asing di bulan Mei ini. Kedua saham ini menutup bulan Mei dengan kenaikan 12,0% dan 2,4%. Saham PT Indosat juga ditutup menguat sebesar 0,6% mengikuti kenaikan rekan satu sektornya. Pergerakan harga saham sektor infrastruktur ini seiring dengan sentimen positif pada perekonomian Indonesia terutama oleh investor asing. Pergeseran politik di Indonesia menjelang pemilihan Presiden nanti tidak menjadi halangan ataupun kekhawatiran. Konstruksi Saham dalam sektor ini menutup bulan Mei dengan mayoritas dalam teritori positif. Penutupan yang positif dialami oleh PT Adhi Karya (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP) dengan kenaikan 3,6%, 3,5% dan 3,0%. Saham PT Waksita Karya (WSKT) yang masih belum berhasil ditutup dalam zona hijau atau lebih rendah -3,4%. Koreksi saham WSKT ini terkait dengan koreksi teknikal. Harga saham WSKT telah menyentuh batas atas pada akhir minggu pertama dan kedua bulan Mei. Harga saham WSKT kemudian meninggalkan harga batas atas dan mulai kembali menyentuh harga bawahnya. Secara umum investor masih mempunyai padangan bullish pada sektor ini terutama setelah mendengar pen-
dapat masing-masing kandidat presiden yang akan terus melaksanakan pembangunan infrastruktur. Pemaparan ini memberikan angin segar bagi sektor konstruksi untuk berpotensi kenaikan pendapatan. Selain itu, dengan berlakunya secara efektif undang-undang pengadaan tanah di tahun depan juga menambah keyakinan pada investor untuk melanjutkan pengumpulan saham sektor konstruksi. Pertambangan Harga saham sektor pertambangan menutup pekan ini dengan kompak dalam zona hijau. Harga komoditas di pasar komoditas global tidak selalu bergerak menguat di bulan Mei ini. Harga komoditas telah lama menyentuh harga bawahnya dan perkembangan ekonomi Amerika dan Eropa yang diyakini telah melalui masa terburuknya membuat investor perlahan mulai mengumpulkan saham komoditas yang berkaitan erat dengan harga komoditas dunia. Saham pertambangan yang paling banyak mengalami kenaikan dialami oleh emiten berbasis batubara PT Bukit Asam (PTBA) sebesar 9,2% diikuti oleh emiten berbasis nikel serta emas PT Aneka Tambang (ANTM) dan PT Timah yang menambang bijih timah. Kenaikan kedua saham terakhir mencapai 4,3% dan 1,4%. Industri Dasar Semen Harga saham sektor dasar semen menutup pekan ini dengan variatif. Beberapa harga saham sektor dasar semen ditutup menguat seperti PT Semen Indonesia (SMGR) dan PT Wika Beton (WTON) dengan koreksi sebesar 0,9% dan 4,3%. Hanya saham PT Semen Baturaja (SMBR) yang belum ber-
15
Juni 2014
hasil menutup bulan Mei dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembukaannya. SMBR ditutup melemah -4,8%. Pendapat para analis yang melaporkan saham SMBR menunjukkan SMBR mempunyai tingkat sensitivitas tertinggi dengan kenaikan tarif listrik industri yang diberlakukan pemerintah sejak bulan Mei. SMBR hanya mempunyai opsi menaikkan harga jualnya namun demikian area ruang penjualan SMBR terbentur dengan pemain semen lain atau Holcim. Opsi untuk menaikkan harga jual bagi
SMBR memberikan potensi kenaikan volume penjualan yang terbatas pada tahun ini dan tentunya akan menekan pertumbuhan laba bersih perusahaan. Kebanyakan para analis merekomendasikan SMBR untuk dilepas. (*)
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor INFRASTRUCTURE
CONSTRUCTION
MINING
CEMENT
Closing Price TLKM
ISAT
PGAS
WIKA
ADHI
PTPP
WSKT
PTBA
TINS
ANTM
SMGR
SMBR
WTON
2-May-2014
2,300
3,925
5,300
2,265
3,020
1,855
745
9,800
1,405
1,150
14,600
456
730
5-May-2014
2,325
4,000
5,275
2,255
2,995
1,870
750
9,675
1,500
1,155
14,675
451
740
6-May-2014
2,330
3,995
5,275
2,235
2,980
1,850
750
9,725
1,500
1,180
14,525
441
730
7-May-2014
2,350
3,990
5,350
2,285
3,130
1,900
775
9,725
1,500
1,185
14,275
440
750
8-May-2014
2,345
3,990
5,275
2,340
3,225
1,915
785
9,750
1,510
1,200
14,700
446
745
9-May-2014
2,350
4,100
5,275
2,350
3,240
1,915
775
9,725
1,505
1,265
14,800
446
750
12-May-2014
2,350
4,120
5,475
2,340
3,235
1,910
780
10,150
1,510
1,265
15,600
451
760
13-May-2014
2,360
4,070
5,450
2,345
3,240
1,915
775
10,375
1,500
1,265
15,600
445
765
14-May-2014
2,400
4,060
5,475
2,400
3,270
1,955
785
10,575
1,525
1,260
15,950
448
795
16-May-2014
2,535
4,130
5,525
2,410
3,250
1,930
775
10,825
1,505
1,220
15,950
448
785
19-May-2014
2,580
4,145
5,575
2,340
3,140
1,840
750
10,925
1,450
1,200
15,275
435
775
20-May-2014
2,430
4,060
5,475
2,340
3,150
1,805
730
10,525
1,445
1,195
14,850
416
755
21-May-2014
2,480
4,040
5,600
2,360
3,205
1,865
730
10,975
1,425
1,190
14,975
422
780
22-May-2014
2,535
4,090
5,725
2,390
3,245
1,905
740
11,400
1,480
1,250
14,950
421
780
23-May-2014
2,535
4,045
5,750
2,375
3,260
1,915
730
11,575
1,465
1,240
15,025
419
775
26-May-2014
2,565
4,040
5,700
2,360
3,215
1,895
720
11,450
1,445
1,220
15,000
422
770
28-May-2014
2,550
4,035
5,725
2,350
3,190
1,885
725
11,150
1,460
1,230
15,225
428
790
30-May-2014
2,575
3,950
5,425
2,345
3,130
1,910
720
10,700
1,425
1,200
14,725
434
780
-4.8%
6.8%
Growth
12.0%
0.6%
2.4%
3.5%
3.6%
3.0%
-3%
9.2%
1.4%
4.3%
0.9%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
143,661
1,453
26,325
38,819
28,344
26,544
70,930
3,453
24,513
58,938
3,453
24,513
58,938
>> Value [Rp Million]
319,531
5,767
133,362
90,423
79,018
44,203
44,874
32,384
29,926
66,185
32,384
29,926
66,185
Valuation Ratio
>> PER
17.5
(7.7)
13.0
25.2
13.9
22.0
19
13.0
13.9
27.9
66.93
12.5
N/A
>> PBV
3.9
1.3
4.2
4.6
3.9
4.5
3.0
3.3
1.5
0.9
4.4
1.8
N/A
16