Pimpinan Redaksi/ Pimpinan Umum Muhammad A Qohhar Sekretaris Redaksi Suziana Dwi Unzila Redaktur Ibnu Tsalis Nitis S Staf Redaksi Joel Joko Akbar Ardiansyah Erfan Effendi Khoirul Muhsinin Fotografer : Muhammad Desain Visual Mahesa El-Pacul Pendampingan Hukum Fiska Maulidian Nugroho, SH Penerbit PT BCA Direktur Utama Nitis Sahpeni Administrasi & Keuangan Suziana Dwi Unzila Pemasaran M Koliq Iklan Ardilla Sholikhatus Zahra Aar Fatunnisa Alamat Redaksi Jl Veteran No. 99 Kota Bojonegoro Telp : 0353 - 3410044 Email :
[email protected] Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini dan karya tulis lainnya dengan panjang tulisan minimal 4 halaman kertas A 4, font Times New Roman ukuran 12 sapsi single. Tulisan bisa dikirim via email yang telah disediakan di atas. Juga bisa datang langsung ke kantor redaksi blokBojonegoro. Redaksi berhak merubah kalimat tanpa merubah maksud dan tujuan penulis dan bagi tulisan yang dimuat, akan mendapatkan imbalan sepantasnya.
M
edia massa, apakah ia cetak, elektronik, ataupun portal, hakikinya tidak berada di ruang hampa dalam memberitakan realitas sosial dalam bentuk teks berita. Media massa amat dipengaruhi aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang dengannya mengharuskan media massa menyajikan sebuah pesan yang mempunyai implikasi tanggung jawab sosial untuk mengedukasi realitas sosial. Pemahaman adanya tafsir tunggal, kacamata kuda dalam mengkonstruksi realitas ini sebenarnya sudah sejak lama dikritisi Stuart Hall dan Raymond William dalam media cultural studies. Menurut kedua pemikir ini, pesan ideologis dari sebuah media acapkali bekerja dengan menyusun gambaran-gambaran yang keliru (false image) tentang makna dan pesan dari realitas sosial. (Littlejohn dan Foss, 2005: 292). Gagasan yang dipengaruhi pemikiran tradisi kritis dari Antonio Gramsci dan Louis Althusser (strukturalisme Prancis) ini memandang bahwa isu-isu yang seharusnya dapat diproblematisasi, cenderung dinaturalisasi oleh media massa sebagai bagian normal dari dunia, atau sebagai realitas yang wajar. Bahkan, cenderung disimplikasi hanya sebagai bagian yang alamiah terjadi dalam sebuah realitas. Sebagai contoh, konflik antara buruh dan manajemen perusahaan hanya dilokalisasi dengan hanya diberitakan sebagai sebuah kasus industrial belaka. Tidak ada usaha untuk menyajikan analisis yang dalam, misalnya dengan mempertanyakan bagaimana aturan kapitalisme bekerja dengan hanya menjadikan kelompok pekerja sebagai bagian dari subordinasi sebuah sistem. Berangkat dari fakta itulah tabloid blokBojonegoro hadir di hadapan pembaca. Tabloid blokBojonegoro berusaha untuk mengungkap dan mengkonstruksi suatu realitas sosial dalam bingkai dan tafsir yang jamak (plural), tidak tunggal, sekaligus mengedepankan kritisisme. Oleh karena itu, dalam edisi perdana ini, blokBojonegoro mengangkat tema utama tentang polemik Rumah Sakit Internasional (RSI) yang berada di Jalan Veteran,
Bojonegoro, dari berbagai perspektif. Cara pandang kami (semoga bukan narsis) dalam memandang persoalan RSI, tidak hanya dari satu sudut, satu sisi. Kami mencoba untuk melihatnya dari berbagai sisi, perspektif, agar pesan yang disampaikan media ini tidak bias, melainkan komprehensif dan tuntas, meski tentu masih dipandang relatif juga oleh sebagian pihak yang lain. Dalam memandang persoalan RSI yang saat ini sedang hangat dibicarakan oleh para pengambil kebijakan di Bojonegoro tersebut, kami sengaja mengambilnya dari berbagai perspektif. Mulai dari sisi politik (masa lalu, masa kini, sekaligus juga fenomena politik kontemporer), kemampuan anggaran daerah, kajian hukum, kajian Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW), aspek kesehatan hingga aspek nilai guna (manfaat)-nya untuk masyarakat Bojonegoro. Semuanya bertujuan agar pemahaman yang diterima masyarakat (baca: pembaca) tidak sepenggal-penggal, melainkan utuh dan komprehensif. Selain menyajikan indepht news, beritaberita mendalam dalam bingkai investigative news, dalam edisi perdana blokBojonegoro ini kami juga menyajikan berita-berita perihal humaniora, lifestyle, liputan khusus soal minyak bumi dan gas (migas), olahraga, dan berita-berita aktual lainnya. Berita-berita tersebut kami sajikan sebagai bentuk respons atas perkembangan sosial yang ada. Itulah mimpi-mimpi kami, untuk hari ini, besok dan seterusnya. Kami berkomitmen, pada edisi-edisi berikutnya, blokBojonegoro akan senantiasa menyajikan laporan-laporan yang komprehensif, dan utuh. Semua dengan pertimbangan agar masyarakat tercerahkan, dan memiliki pemahaman yang kaffah, dan membumikan tradisi kritis. Kami bermimpi, media kami akan menjadi referensi bagi semua pihak yang peduli dengan tradisi kritis, bukan hanya sekadar menyajikan informasi semata. Menjadi media yang cerdas, kritis, dan terdepan. Semoga. Akhirnya, selamat membaca! [*]
Kilas blokBojonegoro.com dan tabloid blokBojonegoro blokBojonegoro hadir untuk pembaca dengan dua tampilan berbeda, namun sama-sama mengedepankan kritis dan cerdas. Setiap saat pembaca bisa mengakses berita melalui www.blokbojonegoro.com, karena akan mendapatkan berita terkini dan tidak basi. Sedangkan tiap awal bulan terbit tabloid blokBojonegoro yang mengupas secara tuntas fenomena sosial di masyarakat.
Redaksi
Rindu Media Independen Penulis : Dosen Bui Selama ini beberapa media di Bojonegoro sering kurang seimbang dalam menyajikan berita. Sehingga, kehadiran media yang benar-benar bisa menjadi suara rakyat dan masyarakat di Kota Ledre sangat diharapkan. Saya sebagai pembaca setia di media portal atau online, cukup terkesan dengan adanya media baru blokBojonegoro.com. Semoga saja kedepannya dapat membangun Kabupaten Bojonegoro lebih baik lagi dan mengurai ketimpangan yang ada. Tidak hanya itu saja, keberadaan media yang independen akan diikuti oleh media lain yang sudah lebih lama berdiri di Bojonegoro. Dan jangan sampai menciderai amanat rakyat. Dosen Bui Warga Kota Bojonegoro
[email protected]
Ikan Bertulis Bismillah Pengirim : Rohmanul Khoiri Tanggal 27 Juni 2011 lalu, tepatnya di Desa Sumb e r o t o , Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro, geger. Sebab, pada pukul 20.00 WIB salah seorang warga, Rohmanul Khoiri menemukan lele berwarna kuning keemasan. Yang menarik, ikan lele hasil memancing di kubangan air atau balong di belakang rumah tersebut seperti ada yang berubah. Karena, ikan yang sebelumnya biasa-biasa saja, di bagian tubuhnya seperti ada tulisan yang mirip asma Allah. Tulisan tersebut muncul pada pukul 23.30 WIB, dan sampai sekarang sepertinya masih tertempel disitu. Entah pertanda apa, tetapi banyak warga yang mengakui jika tulisan tersebut seperti asma Allah. “Memang seperti bismillah. Benar-benar luar biasa kekuasaan-Nya,” kata Aslih salah seorang warga yang melihat kondisi ikan. [*]
Rohmanul Khori Desa Sumberoto, Kecamatan Kepohbaru
[email protected]
Next Edition: tabloid blokBojonegoro edisi Agustus Setelah edisi perdana ini redaksi tabloid blokBojonegoro akan kembali menghadirkan kepada pembaca investigasi dengan tema besar “Menggugat Ketidakadilan Migas”. Selain itu, nasib aset daerah juga dikupas secara tuntas, dengan segmen religi akan mengangkat masalah “Megengan antara tradisi dan moderenisasi”. Untuk rubrik sosok disajikan profil “KH Alamul Huda sebagai pengayom umat beragama”. Semoga sajian kami berkenan dan Anda selalu rindu pada blokBojonegoro, tabloid kritis, cerdas dan terdepan.
Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro periode 20042009, Tjitjik Mursyidah menegaskan, jika dirinya saat itu yang sebenarnya menolak, karena pihaknya juga pimpinan Rumah Sakit Muna Anggita di Jl A Yani, Bojonegoro. Sehingga, dengan dibangunnya rumah sakit yang cukup dekat, secara otomatis akan menjadi pesaing. “Kalau masalah rekomendasi, bukan dari dewan yang mengusulkan. Dari siapa sumber itu ?” tanya Tjitjik. Karena, ide dan juga anggaran yang membuat Tim Anggaran Pemkab Bojonegoro dan baru diserahkan ke dewan. Komisi B sifatnya hanya membahas anggaran tersebut dan seterusnya diperdalam di Panitia Anggaran. Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Ali Huda yang juga anggota Komisi D pada
periode 2004-2009 menyebutkan, jika proses penganggaran sampai dengan pembangunan sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Salah satunya anggaran diajukan oleh Tim Anggaran Pemkab Bojonegoro ke Panitia Anggaran DPRD. “Rekomendasi yang diberikan sifatnya adalah menyetujui saja, bukan usulan untuk rumah sakit yang dari dewan. Kalau ide dan penganggaran, semuanya dari eksekutif,” lanjutnya. Terpisah, banyak masyarakat dan tokoh yang berpresepsi jika saat proses pembangunan, ada nuansa politis yang cukup kental. Karena, tahun itu menjelang Pemilukada 2007. Luka tersebut kembali dibuka, karena pada tahun 2012 mendatang Kabupaten Bojonegoro akan mempunyai hajat Pemilukada. Dibutuhkan dukungan masyarakat yang cukup besar, termasuk tingkat kepercayaan. [*]
Tarpadu (SMP). Rata-rata ditengarai untuk kepentingan politik pemenangan Pemilukada 2007,” tambahnya. Proses awal sampai dengan pengerjaan yang diduga banyak permainan, membuat pada masa kampanye Pemilukada 2007 salah satu kontestan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro berjanji untuk tidak membayar proyek multiyears apabila dalam audit ditemukan penyimpangan bestek ataupun pelanggaran hukum. Janji saat Pemi-lukada tersebut ternyata tidak terpenuhi, karena pembayaran tetap dila-kukan setelah angsuran pertama pada 2007 sebesar Rp 40 miliar diberikan kepada investor PT Ampuh Sejahtera dan dilanjutkan angsuran kedua Rp 45 miliar pada 2008. Dengan benyaknya pertimbangan dan juga
resistensi terhadap jeratan hukum, maka Pemkab Bojonegoro yang dipimpin Bupati Suyoto terpaksa membayar sisa kekurangannya. Sebab, keluar audit BPKP 31 Desember 2009, yakni Rp 106 miliar yang harus disetor Pemkab Bojonegoro kepada investor. Jumlah tersebut membeng-kak sebanyak Rp 4 miliar, karena ditambah dengan pembayaran untuk penger-jaan gedung G RSI di Jalan Veteran. Walaupun Audit BPKP telah keluar, tetapi Pemkab Bojonegoro masih ngotot belum juga bersedia membayar pada saat itu. Dengan berbagai alasan, termasuk kajian hukum internal pemerintah daerah dan juga rekanan yang dianggap wanprestasi, karena kurang bisa memenuhi pengerjaan proyek sesuai dengan perjanjian. [*]
Tjitjik Mursyidah:
Rekomendasi Bukan dari Dewan
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
BANGUNAN RSI di Jalan Veteran Kota Bojonegoro nampak dari depan, kondisinya penuh rumput
Bangunan yang awalnya diproyeksikan untuk Rumah Sakit Internasional (RSI) di Jalan Veteran sampai saat ini belum kelar prosesnya. Bagitupula polemik yang melatarbelakangi, mulai dugaan intrik, pengumpulan pundi-pundi untuk Pemilukada 2007, hingga rivalitas politik yang belum tuntas.
S
tatus bangunan yang awalnya sempat digadang-gadang oleh pemerintahan sebelumnya menjadi Rumah Sakit Internasional (RSI), sejauh ini belum juga diputuskan penggunaannya. Apakah tetap akan dipergunakan sendiri, dikerjasamakan dengan pihak lain, atau langsung dijual. Masyarakat dibuat bingung oleh polah pengambil kebijakan di Kabupaten Bojonegoro, yang seakan-akan saling lempar. Pihak eksekutif terkesan enggan mengambil resiko sendiri, khususnya terkait beban hukum, sehingga melemparkan bola panas ke gedung sebelah, tepatnya di DPRD Bojonegoro. Jika menilik sejarah panjang awal mula disepakatinya penganggaran sampai pembangunan RSI, banyak pihak telah memperkirakan masalah tersebut akan berbuntut panjang. Sebab, ditengarai banyak permainan demi langgengnya kekuasaan pada waktu itu. Sejumlah sumber di
lapangan kepada blokBojonegoro menyebutkan, kalau sejak dianggarkan pertama pada pertengahan tahun 2006 silam, benih-benih perpecahan di tubuh anggota dewan sudah muncul. Khususnya terkait dengan rencana pembangunan RSI di Jalan Veteran, tepatnya di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota Bojonegoro, yang tidak ada studi kelayakannya atau feasibility study. “Namun, penganggaran tetap dipaksakan dan akhirnya benar-benar dimulai pembangunannya,” kata seorang sumber anggota dewan Bojonegoro periode 2004-2009, yang mewanti-wanti namanya jangan dipublikasikan. Ia menjelaskan, kejanggalan yang begitu tampak adalah pengusulan rencana pembangunan berada pada Perubahan APBD. Padahal, sesuai dengan aturan sebenarnya, kalau APBD Perubahan hanya diper-kenankan untuk menambah dan mengurangi anggaran belanja induk APBD. “Jika diperbolehkan, itupun untuk anggaran bencana alam atau belanja yang sifatnya mendesak. Bukan pembangunan yang berjangka seperti RSI,”
terangnya. Selain itu, terdapat sedikit kejanggalan pada waktu itu dan mempengaruhi konstalasi politik di kalangan dewan. Karena, rekomendasi diduga muncul ke Panitia Anggaran (Panggar) melalui dua komisi di DPRD Bojonegoro, tepatnya Komisi B dan D. Sehingga, anggota
“
Karena proses yang terkesan terburu-buru dan sedikit kurang transparan, membuat dugaan permainan proyek dan pengumpulan pundipundi dana untuk Pemilukada tahun 2007
“
Laporan : Joel Joko, Nitis Sahpeni Muhammad A Qohhar
dewan yang tidak termasuk di Panggar merasa ditelikung dan ditinggalkan. “Kondisinya memang begitu, makanya sempat ramai dan muncul di koran. Bisa dicek sendiri keberadaannya. Memang, waktunya sudah lebih dari 5 tahun lalu jika dihitung dengan sekarang,” jelasnya. Sesuai dokumen, RSI
dianggarkan dan dibangun dari proyek multiyears (tahun berjalan) dari APBD 2006 hingga 2008 sebesar Rp 110 M. Tetapi, sesuai kontrak antara PT Ampuh Sejahtera dengan Pemkab Bojonegoro ketika itu yang meneken kontrak Bupati HM Santoso, besarnya sekitar Rp 111 M. “Karena proses yang terkesan terburu-buru dan sedikit kurang transparan, membuat dugaan permainan proyek dan pengumpulan pundi-pundi dana untuk Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2007 menyeruak ke permukaan,” sambungnya menceritakan panjang lebar. Kejanggalan lain pada proses tahun 2006, setelah rekomendasi diberikan ke Panggar oleh dua komisi, selanjutnya tanpa melalui pembahasan di Kebijakan Umum Anggaran / Plafon Perencanaan Anggaran Sementara (KUA/ PPAS) langsung diparipurnakan. Sehingga, saat pembahasan akhir P-APBD 2006 tidak memunculkan keputusan yang bulat. “Kondisi serupa juga diduga terjadi pada proyek multiyears lainnya, seperti pembangunan Jembatan Malo dan Sekolah Model
Teringat Pemilukada 2007 dan Merajut ke 2012 Diakui atau tidak, proses pembangunan Rumah Sakit Internasional (RSI) di Jalan Veteran pada saat itu mendekati Pemilukada Bojonegoro 2007. Polemik yang muncul belakangan ini juga mendekati momentum Pemilukada tahun 2012. Laporan : Joel Joko Muhammad A Qohhar
sepakat adanya penjualan rumah sakit, karena hasilnya bisa dimanfaatkan untuk sejumlah pembangunan di kota ledre. “Kami sangat sepakat kalau RSI langsung dijual, sebab kalau dikelola dengan melibatkan pihak ketiga, tidak tertutup kemungkinan masih me-manfaatkan APBD,” kata juru bicara para kades, Rusmijan,
B
SEORANG pengendara sepeda pencal sedang melintas di depan bangunan RSI yang belum difungsikan.
Cawabup edisi sebelumnya Santoso-Budi Irawanto (Sowan), cukup banyak di legislatif. Seperti PDIP, Fraksi Persatuan Nasional (FPN) yang terdiri dari PKNU, PKPI, PPP dan Gerinda, serta PKS . Kemungkinan besar, para loyalis tersebut masih berpihak pada HM Santoso. Terbukti, komentar dari politisi PDIP, PKNU dan PKS cukup nyaring tentang pengelolaan rumah sakit oleh pemerintah sendiri. Dalam bahasa tegasnya tidak setuju untuk dijual, dengan alasan pada pembangunannya untuk rumah sakit. Selain itu, anggaran masih tetap bisa kuat dan pemerintahan Suyoto hanya menebar alibi saja. “Selain untuk mempertahankan aset daerah, keberadaan tanah yang ditempati RSUD Sosodoro Djatikoesoemo saat ini di Jalan Dr Wahidin, bukan aset Pemkab,” kata
jubir Fraksi PDI Perjuangan, Nuswantoro, yang membacakan Pandangan Umum atas LKPJ Bupati Bojonegoro tahun 2010. Terpisah mantan Bupati Bojonegoro HM Santoso mengaku tidak ingin dilibatkan d a l a m m a s a l a h tersebut. “Biarkan Pak Suyoto saja yang berbicara saya tidak i n g i n dilibatkan,” katanya. Ditanya mengenai dugaan pengumpulan pundi-pundi dana untuk Pemilukada 2007 ia juga enggan berkomentar. Sementara itu, diduga kuat Bupati Suyoto memanfaatkan momentum tersebut sebagai agenda
“
Sudah jamak itu terjadi, setiap pemimpin akan berusaha untuk mengambil hati masyarakat menjelang akhir jabatan
Kejari Siap Kaji Penyelewengan RSI Laporan : Joel Joko
D
i saat bangunan yang awalnya diperuntukkan bagi Rumah Sakit Internasional (RSI) di Jalan Veteran, Bojonegoro masih menjadi sorotan hangat sejumlah kalangan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro diam-diam menyiapkan peta buta: mencari sesuatu yang bisa menjadi bahan penyelidikan. Indikasinya adalah kedatangan tim kajian hukum ke kantor Kejari Bojonegoro dan melakukan pembicaraan tertutup di ruang Kajari Bojonegoro.
untuk membangun basis kekuatan di tingkat pedesaan menjelang Pemilukada tahun 2012. Alasan pembenarnya, jika RSI dikelola pemkab, uangnya akan habis, tidak ada Alokasi Dana Desa (ADD) d a n pembangunan infrastruktur jalan akan berhenti atau terkurangi cukup besar. Yang menarik, perwakilan kades di wilayah barat dan timur Kota Bojonegoro melakukan aksi dukungan terhadap penjualan RSI. Awal Bulan Juni, lebih dari 20 kades menemui Bupati Bojonegoro Suyoto di komplek Pemkab Bojonegoro. Mereka seirama dengan ide bupati yang
Jaksa pengacara negara yang disiapkan ketika itu memang berada di pihak tim kajian hukum Pemkab Bojonegoro untuk meladeni gugatan PT Ampuh Sejahtera, kontraktor pembangunan gedung RSI. Jika itu benar-benar terjadi, tim kejaksaan yang lain akan melakukan tugas mengusut dugaan ketidakberesan dalam proses pembangunan RSI. Hal lainnya adalah mempelajari berkas gugatan PT Ampuh Sejahtera, sebagai pijakan dalam pembayaran gedung RSI.
“
ola panas tentang keberlanjutan p e n g g u n a a n bangunan yang awalnya diproyeksikan untuk RSI di Jalan Veteran terus menggelinding. Untuk melibatkan banyak pihak, Pemkab Bojonegoro melalui surat tertanggal 15 Maret 2011 meminta rekomendasi penggunaan aset tetap tanah dan bangunan milik daerah. Tiga opsi yang ditawarkan diantaranya melakukan kerjasama pemanfaatan bangunan RSI dengan pihak ketiga, dijual dengan melalui pelepasan hak dan difungsikan sendiri sebagai rumah sakit atau kepentingan lain dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Pemkab Bojonegoro. Data yang dihimpun blokBojonegoro menyebutkan, jika usulan atau dalam bahasa dinasnya rekomendasi yang diberikan eksekutif ke legislatif, seolah-olah membuka luka lama yang sedikit demi sedikit telah mulai dikubur. Sebab, beberapa kali Bupati Suyoto menegaskan kalau pembangunan RSI tidak terencana dengan baik, sehingga tidak mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah apabila dikelola sendiri. Alasan tersebut jelas membuat pemerintahan sebelumnya yang juga rival politik politisi asal PAN pada Pemilukada 2007, HM Santoso meradang. Sebab, bagaimanapun juga, sebagai mantan bupati yang telah berkuasa selama lima tahun, ia tetap mempunyai kekuatan politik yang masih kuat di DPRD Bojonegoro. Selain saat ini masih menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Bojonegoro, basis pendukung pasangan Cabup-
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
dalam pertemuan di pendopo kabupaten. Senada dikatakan Khamim, Perwakilan Badan Kerjasama Antar Desa (BKD). Menurut dia, bila pengelolaan RSI itu tetap dipaksakan akan berpengaruh terhadap dana sharing program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPMMP). “Sehingga, kami dari BKD sangat setuju dan mendukung bila RSI itu dijual,” lanjut pria yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Pejambon, Kecama-tan Sumberejo itu. Disisi lain, Bupati Bojonegoro, Suyoto, mengaku, akan menampung aspirasi yang diberikan para kepala desa terkait persetujuan untuk dijual. Menurut dia, masukan yang diberikan ini merupakan sebuah bentuk kepedulian masyarakat
“Itu bisa saja kita kembangkan dalam penyelidikan kalau memang ada gugatan, tapi kenyataannya kan tidak jadi, sehingga belum ada yang dilidik,” ungkap Kasi Intel Kejari Bojonegoro, Nusirwan Sahrul. Terlepas polemik pembangunan RSI sudah diaudit ataukah belum, kejaksaan sendiri belum menyentuh lembaran hukum proyek tersebut. Memang persoalan itu pernah dibahas Pemkab Bojonegoro bersama Kejari Bojonegoro. Namun, garis besarnya bukan masalah kerugian negara. Terlebih, sebagai jaksa baru, Nusirwan merasa lebih baik mengamati terlebih dahulu kelanjutan kisruh pengelolaan RSI.
terhadap Bojonegoro. “Semua kewenangan ada ditangan DPRD Bojonegoro,” jelas Suyoto. Sukur : Nuansa Politis Cukup Kental Pembangunan RSI di Jalan Veteran Kota Bojonegoro juga diakui sarat dengan dugaan politis oleh Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto. Sebab, pada masa sebe-lumnya, pembangunan berdekatan dengan Pemilukada 2007. Selain itu, proses pembayaran yang terkatung-katung membuat banyak orang berspekulasi, jika kondisi itu juga masuk pada tataran politis. Walaupun pihaknya tidak bisa berandai-andai karena sulit untuk dibuktikan secara materiil. Politisi asal Partai Demokrat tersebut menerangkan, jika munculnya polemik belakangan ini tidak lepas dari berdekatannya dengan Pemilukada 2012. Dimana, setiap pemimpin pasti akan berusaha menaikkan pamor dan juga eksistensinya di depan masyarakat. “Sudah jamak itu terjadi, setiap pemimpin akan berusaha untuk mengambil hati masyarakat menjelang akhir jabatan,” katanya. Mengenai keberadaan luka lama, khususnya atas kekalahan di Pemilukada 2007, ia tidak menampiknya. Sebab, adanya pergesekanpergesekan antar pendukung di legislatif masing pada tataran kewajaran. Sehingga, pimpinan dewan akan tetap menampung aspirasi semua anggota. Ditanya mengenai dugaan pengumpulan pundi-pundi uang untuk Pemilukada 2007, sehingga munculnya RSI ? Sukur enggan menjawabnya secara detail. Karena, semuanya akan sangat subjektif dan masingmasing orang sah untuk menjustifikasi. “Kami tidak mengetahuinya, karena lagi-lagi sulit untuk dibuktikan. Pihaknya tidak ingin dianggap membela pemimpin sebelumnya, atau sekarang ini,” tegas pria yang juga Sekretaris DPC Partai Demokrat tersebut. [*]
“Kalau sejak awal memang bermasalah, biasanya akan semakin jelas permasalahannya nanti,” terangnya kepada blokBojonegoro. Salah satu persoalan yang serius adalah jika nanti aset daerah itu benar-benar dijual kepada pihak ketiga. Dia memprediksi hal itu bakal memunculkan sengketa hukum. Suara masyarakat melalui wakilnya di DPRD bisa saja melayangkan gugatan dan laporan kepada pihak berwenang. Di sisi lain, wacana penjualan aset pemkab untuk menopang defisitnya anggaran juga dapat penolakan banyak pihak. [*]
Ali Huda :
Pemkab Bojonegoro “Munafik” mengganggu kepentingan lainnya. “Jika semuanya bisa berfikir, maka anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) tetap akan ada, karena itu sudah himbauan dari pusat. Sedangkan, pemkab sekarang ini belum ada kebijakan yang langsung berimbas ke masyarakat, seperti zaman pemerintahan dahulu terdapat DPDK,” sambungnya. Ditanya mengenai keberadaan anggaran belanja daerah yang kemungkinan juga naik pada tahun mendatang, ia mengaku tidak masalah. Karena, Dana Alokasi Umum (DAU) Bojonegoro juga naik, dan itu bisa untuk kegiatan yang bermanfaat, salah satunya membiayai RSI. “Sudahlah, pemkab sendiri yang merasa keberatan dan semua itu hanya alibi saja. Karena, semuanya tetap mendukung RSI dikelola sendiri dan tidak dijual ke pihak ketiga,” tambahnya. Sementara itu anggota dewan dari PAN, Muhammad Ni’am mengakui, jika pilihan penjualan RSI sangat membantu rakyat. Sebab, dengan begitu uang hasil penjualan bisa dipakai membangun rumah sakit yang sesuai kebutuhan masyarakat kecil, dan membantu biaya kesehatan. “Bunganya saja mungkin sudah cukup, sehingga tidak masalah dan kami tetap mendukung untuk dijual demi masyarakat,” terang politisi asal Kecamatan Dander tersebut. Terpisah, Ketua Fraksi Nasional Benteng Reformasi (FNBR) Kencono Mahardiko mengakui jika pihaknya menyerahkan kembali tiga opsi yang diberikan oleh Pemkab Bojonegoro pada yang bersangkutan. [*]
Laporan : Muhammad A Qohhar
Kebutuhan anggaran yang cukup besar untuk menempati Rumah Sakit Internasional (RSI) di Jalan Veteran Bojonegoro, kemungkinan besar sulit dipenuhi APBD Bojonegoro, khususnya untuk tahun anggaran 2012 mendatang.
D
esakan dari beberapa kelompok yang meminta RSI di Jalan Veteran dikelola Pemkab Bojonegoro sendiri, memantik keresahan para pengguna anggaran, khususnya satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Karena, jika hal itu benarbenar terealisasi, akan memangkas banyak anggaran yang selama ini telah rutin dibelanjakan. Tahun 2011 saja, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2011, total anggaran APBD Bojonegoro mencapai Rp 1.332.736.124.263,70. Dari jumlah itu, mayoritas dialokasikan untuk belanja tidak langsung yang besarnya mencapai Rp 865.683.111.831,00. Dengan rincian, Rp 711.000.074.632,00 untuk biaya pegawai, Rp 7.296.651.500,00 dipergunakan belanja bunga, dan belanja hibah sebesar Rp 11.795.008.000,00. Tidak hanya itu. Pengeluaran anggaran besar juga diperuntukan bantuan sosial Rp 77.573.927.708,00, belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa sebesar Rp 1.140.000.000,00, belanja bantuan keuangan provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa Rp
55.682.700.000,00, dan belanja tak terduga sebanyak Rp 1.194.750.000,00. Sedangkan belanja langsung banyak terserap untuk belanja barang dan jasa yang ‘hanya‘ senilai Rp 248.778.150.386,00, belanja modal Rp 212.492.277.007,00 dan belanja pegawai sebesar Rp 54.344.783.605,00.
“
Tahun 2012 mendatang, kemungkinan besar memang ada kenaikan APBD Bojonegoro sekitar 10 persen, sehingga total APBD kita berkisar di Rp 1,4 trilun
“
Alasan anggaran di APBD yang tidak siap u n t u k membiayai RSI, dianggap oleh Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Ali Huda, mengadaada. Sebab, dengan keberadaan anggaran tahun 2012 kemungkinan besar tidak sampai mengganggu kebutuhan anggaran lainnya. Sehingga, pihaknya ingin fungsi bangunan RSI di Jalan Veteran dikembalikan saat proses awal pembangunan tahun 2007 lalu. Sebab, jika dijual akan membuat banyak masyarakat yang terluka dan merasa dibohongi. “Kalau dianggap menyerap anggaran belanja cukup besar, maka itu mengadaada saja. Karena, anggaran kita tahun 2012 nanti secara otomatis akan bertambah besar,” katanya. Ia mencontohkan besarnya dana bagi hasil migas yang diterima Pemkab Bojonegoro dari pusat pada tahun ini yang lebih dari Rp 200 miliar, akan membuat tahun depan lebih tinggi lagi. Jadi, sangat munafik jika pemkab mengaku keberatan membiayai RSI jika dikelola sendiri. “Sebenarnya pembiayaan RSI itu bisa sambil berjalan dan tidak harus tahun 2012 mendatang. Yang penting fungsinya tetap dan tidak berubah, apalagi harus dijual,” lanjutnya. Politisi asal PBR itu mencontohkan, jika tahun ini kekuatan APBD 2011 telah mencapai Rp 1,3 triliun dan diperkirakan tahun depan Rp 1,350 triliun. Sehingga, kelebihannya yang Rp 50 miliar bisa dipakai untuk mendanai rumah sakit dan tidak
“Memang benar, anggaran di APBD banyak diserap biaya tidak langsung, khususnya di sektor belanja pegawai,” kata Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Pemkab Bojonegoro, Herry Sujarwo. Lebih-lebih, pengalokasian anggaran pada tahun anggaran 2011 tersebut, berdasar Perda Nomor 1 Tahun 2011, memicu defisit anggaran APBD Bojonegoro
yang mencapai hingga Rp 48.572.198.565,30. Karena, antara pendapatan daerah dan belanja tidak seimbang. Problem ini pada akhirnya membuat banyak pihak khawatir. Jika pembiayaan RSI dilakukan oleh APBD pada tahun anggaran 2012 mendatang, hampir bisa dipastikan akan dapat menghentikan laju pembangunan di Bojonegoro. “Sebab, pendapatan kita terbanyak dari dana perimbangan, yakni Rp 1.009.423.206.718,00, pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 230.148.484.545,70 dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya Rp 93.164.433.000,00,” terangnya. Bagaimana dengan tahun anggaran 2012? Dengan asumsi APBD Bojonegoro tahun 2012 naik 10 persen dibandingkan sebelumnya, kekuatan anggarannya bisa menembus Rp 1,4 triliun. Namun, kenaikan APBD juga akan diikuti oleh semakin besarnya belanja pegawai, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan lain-lainnya. “Setiap tahun, rata-rata kenaikan gaji pegawai mencapai 10 persen, sehingga kemungkinan besar juga hampir sama dengan tahun ini (2011) jika disimulasikan anggarannya,” tegasnya. Rp 277 M untuk RSI Jika ingin mengelola RSI sendiri, Pemkab Bojonegoro harus menyediakan dana cukup besar dan bisa menguras keberadaan anggaran-anggaran di satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) lain di APBD 2012. Bahkan, tidak menutup
kemungkinan, pengeprasan anggaran untuk pos-pos seperti pembangunan infrastruktur pedesaan, hingga bantuan sosial, bisa dilakukan. Data yang dihimpun blokBojonegoro di lapangan menyebutkan, untuk memindahkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Sosodoro Djatikoesoemo di Jalan dr. Wahidin Sudirohusodo ke bangunan rumah sakit di Jalan Veteran, sedikitnya membutuhkan dana segar Rp 186 miliar. Dana tersebut dialokasikan untuk anggaran pembangu-nan maupun penambahan infrastruktur lain yang mencapai Rp 25 miliar. Serta, untuk melengkapi alat yang kurang atau memperbaharuinya ke jenis yang disesuaikan dengan bangu-nan RSI, yakni sejumlah Rp 111 miliar. Namun, kalau ingin mengganti semua alat yang ada di RSUD dengan yang baru, dana yang dibutuhkan bertambah besar. Sesuai perhitungan pihak rumah sakit, kurang lebih Rp 277 miliar anggaran perlu disiapkan. “Jumlah tersebut, Rp 25 miliar diperuntukkan pembangunan infrastruktur dan pembenahannya, serta Rp 252 miliar untuk pembelian alat-alat,” terang Herry Sujarwo, kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Bojonegoro. Masalahnya, anggaran tersebut tidak bisa diangsur seperti kegiatan pembayaran lainnya. Sebab, penyiapan anggaran itu merupakan salah satu standarisasi yang tidak bisa dielakkan dalam mengoperasionalkan rumah sakit. Hal itulah yang dirasa cukup berat dilakukan, karena angga-rannya cukup besar. “Tahun 2012 mendatang, kemungkinan besar memang ada kenaikan APBD Bojonegoro sekitar 10 persen, sehingga total APBD kita berkisar di Rp 1,4 trilun, tetapi Semua (anggaran belanja)nya kan juga tetap ikut naik,” lanjutnya. Herry lantas membuat simulasi anggarannya. Untuk belanja pegawai yang tahun ini sekitar Rp 711 miliar lebih, bisa naik menjadi Rp 800 miliar. Sebab, rata-rata belanja pegawai setiap tahun juga naik 10 persen. Belum lagi kenaikan biaya lain, seperti belanja hibah, biaya infrastruktur, penanggulangan bencana dan lain sebagainya. [*]
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
SUASANA di salah satu ruang perawatan kelas III di RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro.
RSUD Overload, RSI Bukan Solusi Masalah klasik di RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro hingga kini adalah overload. Karena, jumlah ruangan dan pasien yang dirawat tidak sebanding. Sehingga, dibutuhkan rumah sakit yang kapasitasnya lebih besar dan terjangkau. Laporan : Akbar Ardiansyah, Joel Joko
L
ebih banyaknya masyarakat miskin yang dirawat di RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro membuat pembangunan Rumah Sakit Internasional (RSI) pada saat itu jauh dari planning yang matang. Karena, kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang terjangkau sebenarnya lebih diinginkan oleh masyarakat. Karena, banyak yang khawatir jika rumah sakit dipindahkan ke Jalan Veteran akan membuat pelayanan kesehatan semakin mahal dan sulit
terjangkau masyarakat miskin. “Jika melihat bangunannya megah seperti itu dari luar, pastinya mahal. Sehingga, kami juga sangat khawatir dengan kondisi seperti itu,” kata Jumali kepada blokBojonegoro. Dijelaskan, warga jelas sangat senang jika mendapatkan pelayanan yang maksimal dari pemerintah. Karena, memang sudah kewajiban Pemkab Bojonegoro menyedikan rumah sakit yang bagus. Sebab, sampai sekarang ini masih banyak
pasien yang tidak mendapatkan kamar saat menjalani perawatan. Hal itu disebabkan kapasitas kamar RS setempat tidak mencukupi (overload). Seperti yang dialami Fadiran, warga Desa Bungur, Kecamatan Kanor, Bojonegoro. Sebelumnya, pria 45 tahun itu hanya menjalani perawatan obat jalan di Puskesmas Kanor.
Karena penyakitnya hernianya semakin parah, Fadiran dirujuk ke RSUD untuk operasi. Malangnya, saat datang ke RSUD pada Senin (27/6) lalu, dia tidak mendapatkan tempat perawatan di ruangan Anyelir. Dia terlantar di luar kamar dengan kondisi yang tidak memungkinan. “Saya menerima kondisi ini, yang
drg Thomas Djaja Humas RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo
Kamar Penuh Hanya Kelas III
K
emauan Pemkab Bojonegoro tampaknya masih belum sejalan dengan keinginan pihak RSUD dr R Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Indikasinya, pihak RSUD setuju bila RSUD dipindah di RSI di Jalan Veteran, Bojonegoro. Hal ini penting dilakukan, karena kondisi RSUD sekarang sering mengalami overload. Di sisi lain, RSUD membutuhkan bangunan yang lebih representatif yang hal itu bisa diwakili oleh RSI. Humas RSUD, drg Thomas Djaja menjelaskan, kalaupun nantinya RSUD tidak jadi pindah ke RSI di Jalan Veteran, diharapkan Pemkab Bojonegoro bisa membangun ruang perawatan tambahan di RSUD yang ada. Rencananya, RSUD memang berniat membangun ruang tujuh lantai. “Hal itu berdasar usulan RSUD pada tahun 2010 kepada bupati,” kata Thomas kepada blokBojonegoro. Kalaupun saat ini ada penilaian dari masyarakat bahwa kondisi RSUD selalu overload, tidak semuanya benar. Sebab, jika dilihat tidak semua ruang perawatan di RSUD penuh dengan pasien. Dicontohkan ruang bersalin dan ruangan kelas menengah ke atas.
penting suami saya mendapatkan perawatan dan bisa sembuh,” kata Kasidah, istri Fadiran. Meski dirawat dengan kondisi yang memprihatinkan, wanita 40 tahun ini tidak setuju apabila RSUD dipindah ke RSI di Jalan Veteran. “Disana kan dekat dengan pengeboran minyak, apalagi seperi kasus sebelumnya ada gas
beracun,” tolaknya. Penolakan serupa disampaikan Mariyono, warga Desa/Kecamatan Tambakrejo, Bojonegoro. Namun, dia lebih melihat-nya dari sisi biaya. Dengan megahnya bangunan RSI, Mariyono yakin tarif perawatan akan naik bila RSUD pindah ke RSI. “Jika nantinya rumah sakit ini memang pidah ke RSI, maka biaya pun nantinya juga akan ikut naik. Jadi saya menolak RSUD ini dipidah,” kata pria 39 tahun itu. Selain ada yang menolak, keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit pemerintah itu juga mendadak sensitif saat ditanya soal kemungkinan dioperasikannya bangunan yang awalnya diperuntukkan bagi RSI itu. “Sudah saatnya Bojonegoro memiliki RS baru yang lebih baik lagi,” ungkap Purno, salah satu keluarga pasien asal Kecamatan Kalitidu. Harapan serupa disampaikan M Yakub, asal Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk. Pria ini juga antusias dengan perkembangan RSI. Dia bahkan mempertanyakan kenapa RSI yang dibangun pada masa Bupati Santoso tersebut sampai mangkrak. Dia mengaku hanya bisa mendengarkan kabar tersebut dari media dan melihat perkembangan ke depan proyek pemerintah. Yakub menduga, masyarakat yang lain kemungkinan juga mempunyai pemikiran yang sama. Karena itu, kalau tidak menghasilkan sesuatu dari pembangunan RSI, justru semakin membuat masyarakat tidak percaya dengan kinerja pemerintah. [*]
Sejauh ini, upaya pelayanan yang diberikan RSUD, masih baik. Karena itu, soal kabar ada pasien Jamkesmas yang pembayarannya ditelantarkan pihak RSUD, pihaknya menyangkal. Sebab, RSUD sampai saat ini berkomitmen untuk melayani dengan baik semua pasien. “Tidak ada tebang pilih untuk pasien dalam perawatan di rumah sakit ini,” tuturnya. Sementara itu mengenai tarik ulur kepindahan RSUD ke RSI di Jalan Veteran, Bojonegoro, juga disikapi oleh pihak RSUD. Lamanya proses pengambilan keputusan dari tiga opsi yang ditawarkan oleh Pemkab Bojonegoro kepada DPRD, yaitu dikelola sendiri, dikelola dengan pihak ketiga, dan dijual, dinilai sebagai penyebab urungnya kepindahan RSUD di Jalan Dr Wahidin ke Jalan Veteran. “Mengenai pendanaan pun, semestinya pemerintah bisa melakukannya tanpa mengeluarkan anggaran banyak,” lanjutnya. Khususnya soal anggaran pembelian peralatan medis yang baru, andai RSI dioperasikan. Sebab, peralatan medis yang saat ini digunakan RSUD masih bisa digunakan bila RSUD dipindah ke RSI. “Dengan menggunakan alat yang lama ini juga bisa, tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak,” tambahnya. Kalaupun keterbatasan dana APBD tetap menjadi alasan utama pemkab, ada cara alternatif. Yakni, penggelolaan ruangan bisa dibagi antara RSI dengan RSUD lama. “Untuk di RSI pelayanannya lengkap, sedangkan di RSUD yang lama bisa digunakan sebagai perawatan anak dan ibu,” terangnya. [*]
Menyongsong putaran kedua Liga Primer Indonesia (LPI), Persibo Bojonegoro tengah bersiap-siap. Dengan alasan penyegaran di tubuh Laskar Angling Dharma, 16 pengurus dihentikan kontraknya dan 10 pemain didepak. Laporan : Muhammad A Qohhar
S
ampai sekarang ini menejemen Persibo Bojonegoro di bawah naungan konsorsium LPI tengah mempersiapkan tim lebih matang. Hal itu dilakukan untuk mengarungi paruh kedua kompetisi di Liga Primer Indonesia (LPI) tahun 2011 ini. Bahkan, CEO PT Pengelola Persibo Indonesia (PPI), Widiawan Ferianto Kodrat, kepada blokBojonegoro telah menyatakan, pihaknya ingin persiapan Laskar Angling Dharma lebih baik lagi, dibandingkan pada putaran pertama yang lalu. Gebrakan awal dilakukan dengan menghentikan kontrak belasan pengurus yang selama ini sudah dikabarkan akan dipecat. Tidak hanya satu sampai lima pengurus di menejemen yang diberhentikan, tetapi jumlahnya ada sekitar 16 orang. Pada waktu putaran pertama LPI, jumlah pengurus di menejemen dinilai terlalu banyak atau gendut. Dan pada saat ini
tengah dilakukan proses penyusunan kembali agar bisa lebih efisien. “Sebenarnya 10 pengurus saja telah cukup untuk melakukan tugas lebih efektif. Namun, sejauh ini masih digodok dan dimatangkan,” kata Ferry. blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar Pria yang sebelumnya juga PENYERANG Persibo Bojonegoro Syamsul Arif tengah melewati hadangan dia pemain lawan. berprofesi sebagai wartawan itu menegaskan, tidak hanya pengurus saja yang akan dibina Sholeh dan Iswandi Da’i. Bojonegoro itu juga mengakui, jika segera melakukan perbaikan. lebih profesional dengan Sedangkan dua pemain asing CEO PT PPI tengah menyusun Walaupun begitu, Persibo memajukan Persibo Bojonegoro, yang dihentikan adalah Eugene pengurus baru. Dan banyak masih bisa tersenyum karena tetapi pemain yang dinilai pelatih Dadi yang sebelumnya ditukar aturan-aturan yang diterapkan mempunyai penyerang yang kurang kompetitif akan diganti. dengan pemain Manado United, untuk membentuk menejemen istimewa, yakni Samsul Arif. “Semuanya tergantung pelatih. Amir Amadeh asal Iran dan M yang baik dan tangguh. Bahkan, ia terpilih mewakili Sebab, mereka yang mengetahui Albicho, striker yang sempat “Semuanya terserah CEO untuk Persibo untuk berlaga di Jakarta kebutuhan tim,” lanjutnya. menjalani operasi di Jakarta karena menentukan siapa saja yang dalam laga Starbol melawan tim Pencoretan pemain tersebut cidera di kepala. masuk dalam jajaran pengurus,” asal Belanda. akhirnya benar-benar terjadi. “Memang benar, ada 10 pemain sambung Taufiq. Sejauh ini, penyerang mungil Delapan pemain lokal kontraknya yang kontraknya tidak Seperti diketahui, pada putaran asal Desa Mojodelik, Kecamatan disudahi menjelang putaran diperpanjang, antara lain 8 pemain pertama LPI, Persibo hanya Ngasem, Bojonegoro itu menjadi kedua. lokal dan dua pemain asing. bertengger di urutan nomor 8 salah satu penyerang lokal Mereka diantaranya tiga Mereka dianggap kurang klasmen sementara dengan 29 tersubur dan bersanding dengan penjaga gawang masing-masing memberikan konstribusi kepada poin. Atau terpaut 11 poin dari pemain asing dari berbagai klub. Wahyudi, Susanto dan Rendra tim oleh pelatih,” tambah Ketua peringkat teratas Persebaya 1927 Dengan 10 gol, membuatnya layak Pratama. Selain itu juga pemain Umum Persibo Bojonegoro, Letkol yang mempunyai 40 poin. Kondisi menyandang status marquee player belakang M Hamzah dan Friyan Inf Taufiq Risnendar. tersebut membuat CEO Ferry LPI untuk klub kota kelahirannya. Eko, gelandang serang M Irfan, A Komandan Kodim 0813 Kodrat kurang tenang dan ingin [*]
Asa cukup tinggi dibawa atlet panahan asal Kabupaten Bojonegoro yang berangkat ke ajang World Archery Championship 2011 di, Torino, Italia. Daintaranya menargetkan merebut tiket Olimpiade 2012. hasil maksimal dan bagus, maka para srikandi yang mewakili Negara Indonesia tersebut berpeluang merebut tiket untuk Olimpiade 2012 di London, Inggris. Namun, semuanya tidak akan semudah harapan mereka, karena persaingan cukup berat di ajang dunia tersebut. Data yang diperoleh blokBojonegoro menyebutkan jika para pemanah akan
ATLET panahan ketika berlatih di lapangan SMT
Laporan : Nitis Sahpeni
W
alaupun terkesan muluk-muluk, tetapi para atlet asal Kabupaten Bojonegoro yang mewakili Indonesia berharap bisa berbicara banyak di World Archery Championship 2011 di Torino, Italia. Sebab, dengan meraih
berada di Italia Sabtu (2/7/ 2011) hingga Minggu (10/7/ 2011). Mereka akan bertanding di Ronde FITA Divisi Recurve, baik putra maupun putri. Untuk tim Recurve putri, atlet andalan Bojonegoro mengirimkan dua wakilnya di timnas. Yakni, Ika Yuliana dan Erwina Safitri. Sedangkan, satu atlet lainnya berasal dari Pelatnas Jakarta, Titik Kusuma. ‘’Untuk kejuaraan dunia
di Torino ini, kami berharap anak-anak bisa tampil maksimal dan merebut tiket untuk olimpiade,’’ kata pelatih Pelatnas Bojonegoro, Endah Sulistyorini. Dikatakan, jika sebelum berangkat para atlet yang akan berangkat telah digembleng secara matang. Salah satunya pada 17 Juni lalu tim Pelatnas Jakarta bergabung dengan Pelatnas Bojonegoro untuk berlatih bersama. Dengan latihan
tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kerjasama tim dan kekompakan. Karena, saat di Torino akan dipertandingkan beregu. ‘’Disinilah, pentingnya tim yang solid. Kkarena dengan menang di regu, secara otomatis bisa merebut tiket olimpiade tahun depan,” jelas Endah. Selain pentingnya kerjasama tim, seluruh atlet diminta untuk lebih tenang, santai, dan fokus dalam menjalani setiap pertandingan. Karena kunci dalam cabang olahraga (cabor) panahan adalah konsentrasi tinggi untuk membidik target maksimal. Selain meminta atlet panahan yang berlaga di Divisi Recurve putri, Pengkab Perpani Bojone-
goro juga mengirimkan satu atlet panahan lainnya. Yakni IGNP Praditya Jati yang bertanding di Ronde FITA Divisi Compound. ‘’Kalau untuk Compound memang saat olimpiade masih belum dipertanidngkan. Meskipun demikian, Adit tetap diminta menunjukkan kemampuan terbaik saat mengikuti kejuaraan dunia di Torino,” jelas istri Ketua Pengkab Perpani Bojonegoro I Gusti Nyoman Budiana ini. ia menegaskan, kalau keikut-sertaan tiga atlet Bojonegoro ke Italia setelah menjalani seleksi pada 26 Mei lalu di lapangan Sekolah Model Terpadu (SMT) Sukowati [*]
blokBojonegoro/Erfan Effendi
WARGA sedang berusaha mengevakuasi sepeda motor milik korban di Bengawan Solo sesaat setelah perahu tenggelam
Laporan : Erfan Effendi
Belum sampai dua bulan, bengawan solo sudah dua kali meminta korban. Tidak tanggung-tanggung, 19 nyawa yang melayang karena perahu milik penambang tradisional yang kondisinya sudah usang.
S
enin (27/6/2011) siang, tepatnya pukul 11.30 WIB, menjadi malapetaka bagi keluarga besar almarhum Kayat yang baru saja selesai takziyah ke rumah familinya di Desa/ Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Sebab, saat perjalanan pulang, mereka menempuh jalur seperti saat berangkat, yakni menyebrang di bengawan solo melalui tambangan tradisional yang tepat di samping pasar Kanor. Nahasnya, perahu yang ditumpangi keluarga besar yang terdiri dari bapak, ibu, anak, menantu, cucu, saudara dan kemenakan itu bocor dan akhirnya tenggelam. Delapan orang dari dua rumah tewas semuanya dan ditambah korban meninggal dari awak perahu dan seorang saudara. Saat itu masih pukul
10.30 WIB. Kayat mengajak istrinya, Jamilah (43), anak berangkat bersama istrinya, Warsinah (40) dan Muhammad Robi Saputra (9) anak terakhirnya tersebut, masih ada beberapa keluarga yang turut berangkat bersama. Sehingga, total ada 15 orang yang berada di atas perahu selain penambang yang masih ABG, Ngadiono (13) warga Dusun Modo, Desa Kanorejo, Kecamatan Ren-gel, Tuban. Saat pulang dari takziyah mereka kembali naik ke perahu yang sama dan dengan santai Ngadi, panggilan akrab awak perahu menjalankan alat transportasinya. Padahal, menurut beberapa informasi jika perahu tersebut sudah bocor sejak beberapa hari dan masih dipaksakan berjalan. Baru berjalan kurang lebih 20 meter, perahu akhirnya tenggelam dan
“Pemkab Bojonegoro kerjanya apa kalau seperti ini ?” Syukur Priyanto Wakil Ketua DPRD Bojonegoro
para penumpang panik. Enam korban bisa diselamatkan, yakni Darsih (35) dan Jauhari (40), keduanya warga Desa Jatibangu, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, Juminten (40) dan Sarnadi (45) asal Tulung, Kecamatan Soko, Tuban, Arif Rahman (38) warga Kecamatan Grabagan, Tuban dan Mugiono (64) asal Desa Tambakrejo, Kecamatan Kanor, Bojonegoro. Warga yang mengetahui langsung melarikan korban ke Puskesmas Kanor, dan pihak desa setempat menghubungi rumah dinas Bupati Bojonegoro Suyoto dan ternyata Tim SAR cukup lama datangnya. “Kondisinya memang sangat panik, warga memberikan pertolongan kepada korban yang selamat,” kata Kepala Desa/ Kecamatan Kanor, Jono. Setelah Tim SAR gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Bojonegoro dan Satbrimob datang, para korban yang berada di dasar bengawan berhasil dievakuasi semuanya dalam kondisi sudah meninggal. Selain itu, lima sepeda
motor dan dua sepeda pancal juga dinaik-kan oleh warga ke tepian. Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto menjelaskan, jika pihaknya sangat menyayangkan karena belum genap dua bulan sudah ada 19 korban meninggal di bengawan solo. Apalagi penyebabnya sama, minimnya standarisasi angkutan di bengawan. “Pemkab Bojonegoro kerjanya apa kalau seperti ini. Benar-benar lambat dalam mengantisipasi hal terburuk yang terjadi di bengawan,” jelasnya. Sementara itu Bupati Bojonegoro Suyoto mengaku sudah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 44 tahun 2011 tentang Standarisasi Transportasi Pengairan dan Waduk. “Tentang Penanganan jangka panjang akan dikuatkan dengan Perda. Sedangkan penanganan secara kongkrit, kita akan menyedikan 500 pelampung untuk penumpang perahu penyeberangan,,” tegasnya. Selama ini di Bojonegoro terdata sedikitnya ada 86 titik penyeberangan yang terdapat di 14 kecamatan
tepi bengawan solo. Dari puluhan titik tersebut, setidaknya 126 perahu dijalankan dan setiap harinya pada satu titik bisa melayani ratusan penumpang. Terpisah, Wakil Gubernur Jatim Syaifullah Yusuf menyatakan, jika musibah di Desa/Kecamatan Kanor diakibatkan karena keteledoran. Sehingga, Pemprov Jatim secepatnya akan memanggil bupati yang wilayahnya terdapat benga-wan solo, semisal Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan Gresik. “Harus ada regulasi yang menjamin keselamatan penumpang dan dipikirkan juga pembangunan jembatan yang menghubungkan antar wilayah ,” jelas Gus Ipul, begitu mantan menteri itu biasa disapa. Seperti diketahui, kejadian di Kecamatan Kanor merupakan yang kedua setelah Senin (2/5/2011) di
tengah bengawan antara Dusun Sale, Desa Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu dan Dusun Genuk, Desa Padang Kecamatan Trucuk, Bojonegoro. Saat itu, perahu yang dikenda-likan Wijiyanto (38) asal Desa Padang, pecah setelah menabrak kayu yang terbawa arus. Perahu yang penuh penumpang tersebut terbalik dan membuat 32 penumpang tenggelam. 23 penumpang berhasil selamat dengan bantuan warga. Sedangkan 8 korban ditemukan sudah meninggal dan rata-rata pelajar yang akan mengikuti Upacara Hari Pendidikan Nasional. Sedangkan satu korban, yakni Sri Parti (16) siswi SMKN 1 Bojonegoro kelas XI Jurusan Administrasi Perkantoran belum ditemukan dan dipastikan petugas yang melakukan pencarian telah meninggal dunia.[*]
Masjid Darussalam dikenal masyarakat sebagai bangunan religi tertua bagi umat Islam di Bojonegoro. Banyak yang tidak mengetahui sejarah berdirinya masjid yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Bojonegoro tersebut. Masjid yang berdiri megah di tengah kota itu ternyata bermula dari pasar. Laporan : Khoirul Muhsinin
T
idak banyak referensi yang menyebutkan dan menelusur jejak sejarah Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro. Satu di antara yang tidak banyak tersebut adalah buku Sekilas Masjid Agung Darussalam Bojonegoro. “Tidak banyak yang tahu tentang sejarah masjid, tetapi buku ini banyak mengupas mengenai berdirinya masjid ini,” ungkap Ketua Takmir Masjid Agung Darussalam, KH Maimun Safii kepada blokBojonegoro. Berdasarkan buku tersebut, Masjid Agung Darussalam diperkirakan dibangun pada tahun 1825. Masjid Agung Darussalam dibangun atas keinginan umat Islam pada masa itu, terutama oleh para pedagang pasar dari luar daerah yang biasa mangkal untuk berjualan di pasar Bojonegoro. Kesamaan nasib, seagama, dan keseharian dalam menjalankan aktivitas di pasar membuat para pedagang sering berinteraksi. Hingga suatu ketika, para pedagang mulai merasakan ada sesuatu yang belum lengkap dalam kehidupan mereka. Mereka
membutuhkan tempat untuk berteduh, beribadah, sekaligus media untuk semakin mempererat silaturrahim di antara para pedagang. “Dari situ dapat dilihat, berdirinya masjid ini tentu hasil dari perjuangan dan tekad yang tinggi,” jelas kiai yang tinggal di Kelurahan Ledok Wetan, Kecamatan Bojonegoro ini. Selain adanya keingian yang kuat dari para pedagang pasar, pembangunan masjid juga mendapat dukungan masyarakat sekitar. Pembangunan Masjid Darussalam juga tidak bisa dilepaskan dari peran serta Laskar Diponegoro, pada masa perjuangan melawan penjajah Belanda. Ketika itu, laskar tersebut memang tengah bergerilya dan mengobarkan semangat perjuangan di sepanjang tepian Bengawan Solo. Salah satu tokoh dalam Laskar Diponegoro yang ikut berperan besar membangun Masjid Darussalam adalah Pangrehing Projo, yang ketika itu menjabat patih, dengan sebutan tenar di masyarakat, Patih Pahal. Pada saat itu, dia berkenan mewakafkan
sebidang tanah yang digunakan untuk pendirian masjid. Pada tahun 1825, bagian induk (inti) bangunan masjid mulai dibangun. Pembangunan terus berlanjut hingga kemudian masjid berhasil didirikan. Waktu terus berlalu. Hingga tahun 1925 atau saat masjid genap berusia 100 tahun, bangunan yang semula hanya dalam bentuk induk, dilakukan penyempurnaan. Yakni dengan menambah bangunan serambi depan, kopel masjid, kantor enaiban dan madrasatul ulum. Bangunan tersebut digunakan sebagai pengkaderan umat Islam yang dilaksanakan oleh Kanjeng Soemantri, bupati Bojonegoro pada masa itu. Bangunan masjid lambat laun juga mengalami perubahan. Baik, dari segi prasarana masjid dan lingkungannya yang berkembang sesuai dengan zaman. Masjid Agung Darussalam, pada tahun 1963, mengalami renovasi. Antara lain, renovasi bangunan serambi, Kantor Urusan Agama (KUA) dan pagar depan. Renovasi dilakukan dengan menggusur bangunan
kopel menjadi KUA dan bangunan balai kenaiban menjadi balai muslimin. Gagasan renovasi mendapat dukungan sepenuhnya dari Bupati Bojonegoro yang menjabat tahun 1963, yakni H.R. Tamsi Tedjosasmito. Selanjutnya, pada tahun 1983 dilakukan penambahan, yakni perluasan tempat salat, dengan menambah serambi ke arah samping dan ke depan. Termasuk dengan menambah tempat pengambilan air wudlu dan jamban. Serta memindah lokasi menara masjid dari samping kanan ke halaman depan masjid. Renovasi dan penambahan beberapa bangunan ini menggunakan dana bantuan Presiden Soeharto, bantuan Menteri Agama dan APBD kabupaten. Saat itu, Bojonegoro dipimpin Ioleh Bupati Sujono. “Renovasi dan penambahan itu bertujuan agar syiar Islam lebih maju,” jelas Maimun. Bangunan Masjid Agung Darussalam mengalami renovasi total pada tahun 1993, dengan memindah lokasi MIN dan SMP Islam ke tempat yang lebih
strategis. Selain itu, juga memindah kantor dan balai muslimin yang diganti dengan pendopo, ruang perpustakaan dan kantor TPQ. Renovasi juga dilakukan dengan membuat tempat wudlu baru, pembuatan serambi, dan pengalihan tempat jamaah putri di lantai atas. Pada tahun itu juga dilakukan renovasi menara dan pembuatan taman di sebelah selatan masjid. Renovasi total dilaksanakan saat Imam Supardi menjadi Bupati Bojonegoro pada tahun 1993. Anggaran untuk renovasi saat itu mencapai Rp 1 miliar, yang berasal dari bantuan presiden, APBD , dan infaq masyarakat yang dikoordinir oleh YASHOIMI. Kini, masjid yang menjadi ikon umat Islam Bojonegoro itu telah berusia 186 tahun. Peran dan andil umat Islam untuk menjadikan masjid sebagai media membahas permasalahan umat, tidak hanya sebatas ibadah, mutlak dibutuhkan agar masjid menjadi seperti yang diharapkan Nabi Muhammad SAW, sebagai rumah Allah, sekaligus rumah umat Islam. [*]
Dari Perpustakaan hingga Radio
S
ejak pertama berdiri pada tahun 1825, lambat laun fungsi Masjid Agung Darussalam tidak hanya sebatas untuk ritual kepada Sang Pencipta. Fungsi masjid sebagai media mengurus permasalahan
umat seperti pendidikan, syiar Islam, dan masalah lainnya juga dilakukan oleh para pengurus Takmir Masjid Darussalam. Pasca kemerdekaan Indonesia, persisnya pada tahun 1955 yang diwarnai
pergolakan partai, pengelola Masjid Darussalam berinisiatif mendirikan lembaga sekolah, yakni madrasatul ulum dan SMP Islam. Bangunan sekolah ini dibangun di halaman samping masjid untuk sarana pengkaderan umat Islam. Tujuan pendirian sekolah ini tidak lain adalah untuk menyiapkan sekaligus menciptakan kaderkader Islam yang siap diterjunkan di masyarakat. “Dengan kata lain, fungsi dan manfaat
masjid yang semula hanya disentralkan untuk rumah ibadah, lambat laun berkembang lebih luas dan positif, yakni sarana untuk mengembangkan ilmu,” ujar KH. Maimun Syafii, Ketua Takmir Masjid Darussalam. Upaya pencerdasan umat Islam juga terus dikembangkan oleh Takmir Masjid Darussalam. Pada tahun 1992-1993, takmir masjid mendirikan Perpustakaan Islam Darussalam. Ide mendirikan perpustakaan ini muncul dari M.A. Baya‘sud, Kasubsi Urusan
Islam Depag Kabupaten Bojonegoro, sebelum 1993. Ide memang tidak langsung terealisasi. Namun, lambat laun takmir masjid mulai merealisasikannya. Hingga tahun 1993, koleksi buku di Perpustakaan Islam Darussalam sudah mencapai 1.039 eksemplar, dengan rincian buku-buku agama 972 eksemplar dan 67 eksemplar buku umum. Selain mengembangkan peningkatan wawasan dan pengetahuan melalui perpustakaan, takmir masjid juga mulai mengem-
bangkan media dakwah dan pusat kegiatan keagamaan masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Di antaranya, membentuk organisasi Remaja Masjid (Remas) dan mendirikan radio dakwah yang bercirikan radio komunitas, yakni Menara Darussalam FM. Khusus untuk radio Menara Darussalam, didirikan selama 2008-2009. “Radio ini sampai sekarang pun masih mengudara, selain sebagai media syiar Islam juga sebagai media komunikasi dan informasi untuk masyarakat, khususnya umat Islam di Bojonegoro,” imbuh kiai Maimun. [*]
Belakangan ini, komunitas sepeda pancal di Kabupaten Bojonegoro semakin menjamur. Selain membuat badan sehat, rata-rata masyarakat memilihnya sebagai tren dan gaya hidup. Laporan : Erfan Effendi Sekali waktu, cobalah tengok di sekeliling anda, betapa orang bersepeda atau penggemar olahraga sepeda semakin lama semakin banyak. Betapa olahraga sepeda semakin lama semakin digemari. Paling gampang, coba anda sanggong setiap hari Minggu pagi di Alun-Alun Kota Bojonegoro. Di sana, anda akan melihat banyak klub anggota sepeda sedang menyiapkan sebuah acara tour untuk melakukan perjalanan keliling kota dengan cara bersepeda. Bahkan terkadang, mereka juga memiliki rencana cross country hingga ke desa-desa. Dandanan mereka sudah seperti layaknya seorang biker. Bersepatu, kaos lengan panjang, memakai kaca mata, dan bahkan terkadang juga mengenakan helm khas atlet balapan sepeda. Pemandangan tersebut tidak hanya bisa kita jumpai setiap hari Minggu. Bahkan, hampir setiap pagi, kita akan selalu mendapati banyak orang berolahraga dengan bersepeda. Bersepeda memang seperti sudah menjadi sebuah gaya hidup (life style), bukan hanya sebatas sebuah olahraga. Mengingat hampir sebagian besar pecinta sepeda melengkapi penampilannya dengan berbagai ornamen yang melekat pada olahraga bersepeda. Karena sudah menjadi seperti booming, perlahan namun pasti penjualan sepeda juga mengalami peningkatan. Andre, 37, pemilik toko sepeda di Jalan Pasar, mengakui adanya peningkatan penjualan sepeda. Dia mengungkapkan, sudah
empat bulan terakhir ini, seiring dengan booming-nya olahraga sepeda, terjadi peningkatan penjualan. Dalam seminggu, Andre mengaku menjual 3-4 unit sepeda dengan merek Polygon dan Wim Cycle. “Pembelinya juga merata, mulai anak-anak, remaja, hingga orang-orang dewasa,” ujar Andre kepada tabloid blokBojonegoro
foto-foto Muhammad A Qohhar belum lama ini. Tren ini, diakui Andre, memang cukup mengagetkan dirinya. Sebab, sekitar empat bulan sebelum booming olahraga sepeda, tokonhya hanya mampu menjual satu unit sepeda. Itupun selama sebulan sekali..! Namun, seiring dengan booming dan tren olahraga ini, Andre
mampu menjual 3-4 unit sepeda per minggu. Bahkan, terkadang bisa lebih dari itu. Memang, berdasarkan pengakuan para pembeli, berse-peda bukan hanya sekadar untuk menyalurkan hobi berolahraga. Melainkan sekaligus sebagai gaya hidup. Sebab, kebanyakan para
pembeli sepeda membeli sepeda dengan harga yang tidak murah. Rata-rata sepeda yang dibeli kelas menengah, meski ada juga yang harga standar. “Yang laris rata-rata sepeda yang seharga di bawah Rp 5 juta sedikit,” jelas pemilik toko yang mulai buka pukul 08.00 dan tutup pukul 16.00 ini. [*]
Blok Cepu Diganti Blok Bojonegoro? Entah bagaimana hasilnya nanti, tetapi hampir semua lapisan masyarakat di Kabupaten Bojonegoro sepakat nama Blok Cepu diganti dengan Blok Bojonegoro. Sebab, perubahan nama wilayah minyak dan gas (migas) akan berdampak besar bagi Kota Ledre, sebutan Bojonegoro. Laporan : Erfan Effendi, Muhammad A Qohhar, Khoirul Muhsinin
blokBojonegoro/Muhammad
Petani berjalan di samping pengeboran Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro sambil membawa kayu bakar untuk keperluan rumah tangga.
goro, Mugi Waluyo kepada wartawan blokBojonegoro. Politisi asal PDIP itu menambahkan, jika sudah sejak lama Kecamatan Cepu yang notabene menjadi bagian dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah, yang menjadi tetangga dekat Bojonegoro, mendapat banyak keuntungan. “Bisa dilihat sendiri, jika semua proses sejauh ini berada di Bojonegoro. Sehingga, perubahan nama sudah mutlak haru bias dilakukan,” jelasnya. Dengan dirubahnya nama blok menjadi Blok Bojonegoro, maka secara otomatis Kabupaten Bojonegoro akan lebih memperoleh dampak yang signifikan, dibandingkan dengan sebelumnya. Tidak hanya image yang bisa menembus dunia internasional, namun Multiplier Effect lebih besar lagi. “Bayangkan saja, tempat pariwisata di Bojonegoro bisa ikut terangkat dengan nama yang lebih dikenal masyarakat luas, produksi unggulan lokal, lokasi hunian, sampai dengan efek ekonomi lainnya,” tambah pria yang terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) II tersebut. Hal senada disampaikan oleh anggota dewan lainnya, Supaat, dari Komisi C. Menurutnya, jika dengan nama Blok Bojonegoro, maka rasa memiliki warga
lokal akan semakin besar lagi. Selama ini, masyarakat menganggap semuanya masih di Jakarta dan juga di Cepu. Bukan di Bojonegoro. “Itu sudah menjadi kewajiban dan dewan siap untuk membantu proses perubahan nama tersebut.
perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah ini akan menerima berkah lainnya,” lanjutnya. Dampak ada di Bojonegoro Desakan untuk merubah nama blok migas dari Blok Cepu manjadi Blok
“
Walaupun seberapa sulitnya, tetapi harus tetap diperjuangkan. Karena, jangan sampai soal nama saja kita tidak memperolehnya
“
S
ejak beberapa waktu belakangan ini, suara terkait dengan perubahan nama blok migas yang dioperatori oleh Mobil Cepu Limited (MCL) terus berdengung. Tidak hanya masyarakat sekitar ladang migas saja yang siap membantu prosesnya, tetapi Pemkab Bojonegoro juga telah mengirim surat ke pemerintah pusat. Perubahan nama tersebut sebenarnya sudah wajar terjadi, karena sejauh ini hampir 100 % proses eksplorasi sampai eksploitasi minyak berada di wilayah Bojonegoro. Khususnya di Kecamatan Ngasem dan Kalitidu. Namun, nama Blok Cepu yang sudah mengakar seakan menjadi tembok penghalang proses perubahan nama tersebut. Sebab, proses pelimpahan dari Humpuss Petrogas, Ampolex, hingga ke tangan operator asal Amerika Serikat, ExxonMobil, nama tersebut telah dikenal dunia. Artinya semua proses, mulai dari Memorandum of Understanding (MoU) dan semua kegiatan telah memakai nama Blok Cepu. “Walaupun seberapa sulitnya, tetapi harus tetap diperjuangkan. Karena, jangan sampai soal nama saja kita tidak memperolehnya,” kata anggota Komisi A DPRD Bojone-
Karena memang Kabupaten Bojonegoro layak menerima itu semuanya,” tambah politisi asal PNBK Indonesia tersebut. Ditambahkan, jika wacana di masyarakat harus dirubah. Jangan sampai hanya berpikiran, jika nama tidak membawa dampak cukup besar, bagi semua kabupaten. Karena, dengan nama yang sudah dikenal, akan bisa lebih memudahkan memasarkan barang, menjual pariwisata, sampai dengan produk lainnya. “Sehingga, dengan ketenaran nama blok migas yang ada di Bojonegoro, maka kabupaten di
sepanjang jalan menuju Lapangan Banyuurip, kerusakan jalan, sampai dengan aspek sosial lainnya. Hal itu juga diungkapkan oleh Ketua Forum 15 Desa di sekitar wilayah eksplorasi dan eksploitasi Banyuurip, Pudjiono. Pria yang juga Kepala Desa Gayam, Kecamatan Ngasem tersebut menegaskan, jika perubahan nama blok tersebut sudah waktunya dilakukan dan diperjuangkan. “Sebab, jika tetap menggunakan nama Blok Cepu, maka Kabupaten Bojonegoro secara image akan dirugikan. Karena, yang dikenal masyarakat luas, baik nasional maupun internasional adalah Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jateng,” katanya. Bahkan ia mempertanyakan, jika tetap menggunakan nama Blok Cepu, bagaimana masyarakat Bojonegoro sekarang ini akan menjawab pertanyaan dari anak cucu nanti. Karena, nama tersebut bisa menjadi kebanggaan tersen-
diri. Apalagi, dampak sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi. Bukan hanya dampak baiknya saja, tetapi dampak buruknya akibta proses eksplorasi maupun eksploitasi juga dirasakan masyarakat lokal. Seperti di Desa Mojodelik, Gayam, Ringintunggal, Bonorejo, Brabuhan, dan desa-desa lainnya yang tergabung di Forum 15 Desa wilayah kerja MCL. Dampak juga mulai dirasakan oleh warga di sekitar lapangan penyangga blok, mulai di Alastuwo Barat, Alastuwo Timur dan Kedungkeris. Pujiono juga menjamin, jika masyarakat di Kabupaten Bojonegoro mempunyai keinginan yang sama tentang hak wilayah maupun keterlibatannya. “Kalau masih merasa masyarakat Bojonegoro, saya yakin akan mendukungnya. Jika tidak, maka bisa dipertanyakan keberadaannya,” lanjutnya. [*]
Bojonegoro, rasanya sangat pantas dilakukan. Sebab, selain proses eksplorasi sampai eksploitasi semuanya berada di wilayah Kabupaten Bojonegoro, dampak secara langsung juga diterima oleh masyarakat sekitar. Warga di kabupaten lainnya mungkin tidak pernah berpikir, jika banyak dampak yang diterima secara langsung oleh warga di Kabupaten Bojonegoro, khususnya di desa-desa yang berada di lapanganlapangan migas yang dioperatori oleh Mobil Cepu Limited (MCL). Contohnya di sekitar Gas Oil Separation Plan (GOSP), debu di PENJAGAAN di lokasi Migas sangat ketat
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
Surat Belum Dijawab, Pemkab “Ngeyel” ke Pemerintah Pusat Biar terlambat asal selamat. Mungkin pepatah itulah yang dipakai Pemkab Bojonegoro untuk memperjuangkan perubahan nama dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro. Karena, beberapa kali ditanyakan, tetapi pihak pusat masih belum bergeming. Laporan : Khoirul Muhsinin
B
elakangan ini, Pemkab Bojonegoro sibuk menanyakan surat yang telah dikirim ke pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) RI di Jakarta. Sebab, surat bernomor 541/239/412.15/2011 dan tertanggal 15 Maret 2011 hingga sekarang belum dibalas sama sekali. Dalam surat tersebut, Pemkab Bojonegoro menampung aspirasi dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan nama blok, dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro. Hal itu mengacu pada proses eksplorasi sampai eksploitasi yang berada di Bojonegoro. “Semua itu dilakukan setelah mengikuti dengan seksama perkembangan eksplorasi dan eksploitasi migas di Bojonegoro. Dalam waktu dekat kami akan menanyakannya kembali,” kata Bupati Bojonegoro, Suyoto, kepada blokBojonegoro. Dikatakan, jika alasan lain yang mendasari usulan perubahan nama blok migas itu untuk menghindarkan kesalahpahaman para pemangku kepentingan dan siapa saja yang berkepentingan
dengan kegiatan ekslporasieskploitasi migas di wilayah tersebut. “Khususnya pada saat berhubungan dengan pemerintahan lokal dan masyarakat lokal. Karena, sedikit kesalahan dapat mengganggu kelancaran kegiatan,” tambah politisi asal PAN itu. Suyoto menambahkan, sebagai daerah yang pernah mengalami endemic poverty (Buku C.Pander) di zaman kolonial, dan hingga kini masih berjuang meningkatkan kesejahteraan, sangat memerlukan identitas, kebanggaan dan image positif dalam rangka pembangunan spirit, jaringan dan kepercayaan diri.
Perjalanan Blok Migas“Cepu” di Bojonegoro Tahun 1993 : Sebelum Perang Dunia II : Daerah Blok Cepu dikuasai Shell, yang menemukan lapangan gas Balun-Tobo. Tahun 1950-1960 : Shell kembali ke daerah Cepu dengan nama PT Shell Indonesia melakukan pengeboran di wilayah Kawengan dan Tobo. Tahun 1960 : PT Shell Indonesia angkat kaki dari daerah Blok Cepu dan diambilalih oleh PN Permigan. Tahun 1965 : Wilayah Blok Cepu diambil alih oleh Lemigas. Tahun 1980 : Pertamina Unit III mengambil alih Blok Cepu. 23 Januari 1990 : Kontrak kerja sama dalam bentuk technical assistance (TAC) antara Pertamina dan Humpuss Patra Gas (HPG) ditandatangani. TAC berlaku selama 20 tahun, hingga 2010. HPG menguasai 100 persen working interest (semacam saham, atau hak pengelolaan).
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
DUA petugas tengah bercengkrama di atas rig pengeboran minyak di Bojonegoro
HPG melakukan pengeksposan data untuk mencari investor dengan menawarkan 49 % saham. Tahun 1995 : Ampolex Ltd dari Australia resmi membeli 49% saham HPG, dengan syarat HPG tetap bertindak sebagai operator. Tidak berapa lama Ampolex Ltd diakuisisi oleh MEPA (Mobil Energy dan Petroleum Australia) dan menunjuk MOI (Mobil Oil Indonesia) sebagai representative menyangkut segala hak dan kewajibannya menyangkut kepemilikan 49 % saham HPG. 12 Juni 1997 : Karena kekurangan dana, HPG menjual 49 persen working interestnya ke perusahaan Australia, Ampolex. Belakangan, perusahaan induk Ampolex diakuisisi oleh Mobil Oil. Sementara, pada 1 Desember 1998, Mobil Oil melakukan merger dengan Exxon, membentuk perusahaan baru, ExxonMobil Corp. 13 Juli 1998 : HPG mengajukan form out (pengalihan seluruh working interest nya) melalui surat no 201/EXE/VII/98.
“Perubahan nama menjadi Blok Bojonegoro diharapkan akan juga semakin memperkuat rasa kepemilikan di seluruh masyarakat Bojonegoro, yang sehari hari berhubungan langsung dengan proses kegiatan migas blok itu,” lanjutnya. Selain ke ESDM, surat juga ditembuskan ke Presiden RI, Wapres Boediono, Fraksi di komisi VII DPRRI, Menko Ekonomi, Menteri Keuangan, Kepala BPMigas, Gubernur Jawa Timur, Ditjend Migas Kementrian ESDM, Dirut pertamina dan Presdir MCL. “Semoga saja, perubahan nama itu segera bisa dikabulkan dan secepatnya dipakai. Karena, itu
semua demi kebaikan bersama,” tambahnya. Wagub Jatim Siap Mendukung Dukungan mengenai wacana perubahan nama Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro terus bertambah. Kali ini, Wakil Gubernur Jatim Syaifullah Yusuf, mengakui perubahan tersebut sudah waktunya terjadi. Karena, selama ini dampak yang ditimbulkan secara langsung berada di wilayah sekitar, khususnya di Kabupaten Bojonegoro. Sehingga, saat masyarakat mendesak adanya perubahan tersebut, maka bisa dibilang cukup wajar.
“Kalau untuk kepentingan daerah di wilayah Jawa Timur, maka akan kami dukung,” jelas Gus Ipul, sapaan akrab Wagub Jatim. Dijelaskan,dirinya meminta proses yang tengah ditempuh oleh Pemkab Bojonegoro untuk dibiarkan terlebih dahulu dan menunggu respon dari pusat. “Kami pasti akan membantu, karena itu juga demi masyarakat di Jatim,” lanjutnya. Sebenarnya ia telah mendengarnya sejak lama, tetapi karena Pemkab Bojonegoro telah merespon dengan baik, maka Pemprov Jatim tinggal mensupport dari belakang. [*]
8 Oktober 1998 : Pertamina menyetujui form out HPG, dengan syarat terlebih dahulu dilakukan perubahan terhadap klausul kontrak yang melarang pengalihan working interest ke pihak asing.
plus” antara HPG dan Pertamina yang ditandatangani oleh Faisal Abda’oe dan disahkan oleh Mentamben IB Sudjana.
selanjutnya dengan kontrak kerja sama, KKS (Pertamina sharedown). Model-2, KKS sejak 2003 (Pertamina sharedown).
10 November 2000 : Dibuat head of agreement (HOA) sebagai implementasi terhadap persetujuan penjualan interest HPG kepada ExxonMobil.
18 Juni 2003 : Pertamina berubah status menjadi persero, melalui PP No 32/ 2003,tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan.
Tahun 1998-1999 : Diadakan perundingan untuk mengakuisisi 100 % saham HPG oleh MOI. Dan bersamaan dengan itu Mobil International sebagai induk MOI diakuisisi oleh perusahaan ExxonMobil di AS sehingga bergantilah nama MOI menjadi ExxonMobil. 8 April 1999 : Exxon Mobil mengirim surat kepada Pertamina, menyetujui pengalihan 51 persen interest HPG, termasuk semua kewajibannya. Tahun 1999-2002 : MOI melakukan pemboran 3 sumur eksplorasi yaitu : Tapen, Banyuurip dan Cendana dengan objek Formasi (batu gamping di bawah Tawun) yang melampaui ketentuan status sebagai TAC (ada unsur asing dalam kepemilikan saham). Sumur Banyu Urip terbukti menemukan cadangan migas. Guna melegalkan pemboran yang melanggar ketentuan perjanjian TAC tersebut, maka disusun dokumen perjanjian baru yang disebut “TAC
Desember 2001 : Plant of Development (POD) lapangan Banyuurip (bagian dari Blok Cepu), disetujui untuk dikembangkan. ExxonMobil mengajukan perpanjangan kontrak hingga 2030. Juni 2002 : Dilakukan diskusi kemungkinan kerja sama Pertamina-ExxonMobil di Blok Cepu. Lemigas ditunjuk sebagai pihak independen yang mengkaji Blok Cepu dari sisi teknis dan ekonomis.
11 Agustus 2003 : Pengangkatan direksi baru Pertamina. Widya Purnama menjabat dirut. Jabatan tersebut berlaku untuk masa lima tahun, sesuai pasal 16 ayat 4 UU No 19/2003 tentang BUMN. Oktober 2003 : Disepakati penggunaan KKS sejak awal. Pertamina minta kompensasi ke ExxonMobil.
25 Oktober 2002 : ExxonMobil mengusulkan tiga model kerja sama. Yaitu, model-1,TAC diperpanjang. Model-2, TAC sampai 2010, selanjutnya dengan kontrak bagi hasil (PSC) 65/35. Model-3, PSC 65/ 35 sejak 2003.
26 Februari 2004 : Widya Purnama lapor ke dewan komisaris Pertamina dan Menteri ESDM perihal kesepakatan yang sudah dicapai, besar kompensasi, hasil evaluasi pihak independen, dan permohonan persetujuan draf HOA.
2-4 Mei 2003 : Pertemuan di Bogor, Pertamina mengusulkan dua model kerja sama. Model-1, TAC sampai 2010,
6 April 2004 : Dewan komisaris Pertamina menyarankan, KKS hanya ditandatangani Pertamina dan BP Migas.
FASILITAS pengolahan minyak sementara yang terletak di tengah area sawah milik warga
Dewan Fasilitasi Perubahan Nama Blok Migas Tidak hanya Pemkab Bojonegoro saja yang tengah berusaha menindaklanjuti surat yang dikirim ke pusat, namun pihak DPRD Bojonegoro juga siap memfasilitasi dengan produk hukum. Laporan : Khoirul Muhsinin ernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Legislasi DPRD Bojonegoro, Sigit Kushariyanto menyambut banyaknya dukungan terhadap berubahan nama blok migas di Bojonegoro tersebut. Menurutnya, jika pihaknya di Badan Legislasi (Banleg) DPRD Bojonegoro telah melakukan pembicaraan dengan anggota dan beberapa teman di dewan lainnya. Pada intinya, mereka siap untuk
P
membantu memuluskan perubahan nama Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro. “Jika ada desakan dan dorongan kuat dari masyarakat, maka kami akan mendukungnya,” kata politisi asal Partai Golkar tersebut. Diterangkan, jika produk hukum mutlak harus dimunculkan untuk menopang keberadaan legalistas perubahan nama blok migas itu. Dan
Kepentingan ExxonMobil diakomodasi dalam joint operation agreement (JOA).
Pertamina, Jakarta. Mereka kembali mendesak agar Pertamina memberi perpanjangan kontrak, dengan alasan ExxonMobil telah mengeluarkan investasi besar dan memiliki reputasi bagus. 25 November 2004: Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, mengungkapkan, Presiden AS George W Bush meminta pemerintah Indonesia mengefektifkan sejumlah kontrak migas di Indonesia. Termasuk di ladang gas Tuban (Jatim) dan Cepu. Permintaan tersebut disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat pertemuan bilateral pemimpin kedua negara, di sela Sidang APEC, di Santiago, Cili, pekan sebelumnya. 29 Maret 2005: Menneg BUMN, selaku RUPS Pertamina, melalui Kepmen BUMN No Kep-16A/MBU/2005 membentuk tim negosiasi penyelesaian permasalahan antara Pertamina dan ExxonMobil terkait dengan Blok Cepu.
28 April 2004 : JOA untuk akomodasi kepentingan ExxonMobil disetujui Menneg BUMN. JOA akan ditandatangani Pertamina dan ExxonMobil. 29 Juli 2004 : Komisaris menolak usulan HOA. Kerja sama dengan ExxonMobil sesuai existing kontrak hingga 2010. Setelah 2010, akan dioperasikan oleh Pertamina, atau terbuka kerja sama dengan pihak lain. 25 Agustus 2004 : Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi ESDM DPR RI, di Jakarta, Dirut Pertamina Widya Purnama mengatakan, Pertamina tidak akan memperpanjang kontrak ExxonMobil di Blok Cepu, yang akan berakhir 2010. 2 September 2004 : Pimpinan ExxonMobil -- di antaranya Ronald Wilson (President and General Manager), Stephen Greenlee (Vice President of Exploration Company for South East Asia/ Pasific), Budiono (Vice President of Exploration & Exploitation Company in Indonesia) — bertemu dengan direksi Pertamina, di kantor pusat
27 Mei 2005: Menko Perekonomian Aburizal Bakrie usai berbicara pada sebuah diskusi di Jakarta, mengisyaratkan, kontrak ExxonMobil di Cepu akan diperpanjang. Ia tak menampik kemungkinan perpanjangan kontrak hingga 2030
pihaknya menunggu adanya wacana lebih meluas lagi dan masyarakat bersama-sama mendorongnya. Sigit menjelaskan, masalah perubahan nama tersebut sebenarnya telah lama ia dengar. Namun, gaungnya tidak seperti sekarang ini yang benar-benar sudah luar biasa. Beberapa perangkat desa, tokoh masyarakat, maupun yang telah sering menanyakan kepadanya.
25 Juni 2005: Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama pengelolaan Blok Cepu oleh Ketua Tim Negosiasi, Martiono Hadianto dengan Vice President ExxonMobil Exploration Company for South East Asia Pacific, Stephen Greenlee. Approval diberikan oleh Menko Perekonomian Aburizal Bakrie, sebagai wakil pemerintah. Intinya, participating interest (PI) antara Pertamina, ExxonMobil dan Pemda/BUMD adalah 45 persen, 45 persen dan 10 persen. 30 Juni 2005: RUPS Pertamina di Kantor Kementerian Negara BUMN. Sejumlah butir keputusan, di antaranya adalah menyetujui PI 55 persen untuk Pertamina dan BUMD, 45 persen untuk ExxonMobil. Selain itu, direksi dan komisaris Pertamina diminta segera menindaklanjuti hal-hal yang dianggap perlu untuk dimasukkan dalam JOA, antara lain soal working areas, kompensasi, dan operatorship. Direksi dan komisaris Pertamina juga ditugaskan untuk menindaklanjuti kesepakatankesepakatan lainnya, antara lain profit split, pembentukan anak perusahaan Pertamina (yang akan mengelola Blok Cepu) serta mempelajari aspek hukum perubahan dari TAC menjadi PSC. Keputusan lain, menugaskan direksi dan
blokBojonegoro/Muhammad A Qohhar
“Banleg juga segera meminta kepada Pemkab Bojonegoro untuk membuat payung hukum terkait dengan wacana perubahan nama Blok Cepu. Yakni bisa berupa Peraturan Daerah (Perda), minimal sebagai perda inisiatif dengan mengacu usulan masyarakat yang masuk ke dewan,”tegasnya. Juga, koordinasi dengan beberapa elemen masyarakat intens dilakukan agar wacana tersebut tidak putus di tengah jalan. Sebab, masalah perubahan nama menjadi Blok Bojonegoro sangat krusial dan dampaknya bisa sangat luas. “Hampir semuanya mengetahui, kalau sejauh ini, pelaksanaan kegiatan berada di Bojonegoro, kenapa masih menggunakan nama wilayah lain ? “ tambah pria yang juga Sekretaris Komisi A DPRD komisaris Pertamina untuk menyelesaikan definitive agreement dalam waktu 90 hari, sejak penandatanganan MoU 25 Juni 2005. 25 Juli 2005: Menindaklanjuti keputusan RUPS, Widya Purnama mengirim surat kepada Menneg BUMN. Dalam surat itu, Widya menyampaikan platform Pertamina,yang menegaskan perlakuan khusus yang dimiliki Pertamina (antara lain split 60/40 dan DMO fee full price) merupakan privileges sesuai UU Migas No 2/2001 dan PP No 35/2004. Melalui surat itu, Widya juga mengungkapkan, operatorship mutlak dilaksanakan Pertamina mengingat lahan Blok Cepu merupakan wilayah kerja Pertamina, yang sekaligus single majority pemegang working interest. 29 Juli 2005: PT Surya Energi Raya (SER) menyatakan siap mengelola Blok Cepu. SER khusus mengelola dana partisipasi bernilai sekitar Rp 24 triliun. Dalam pengelolaan, SER akan bermitra dengan BUMD Bojonegoro, PT Asri Dharma Sejahtera. 10 Agustus 2005: Wapres Jusuf Kalla memerintahkan Pertamina melaksanakan hasil kesepakatan tim negosiasi Blok Cepu. Sebagai perusahaan yang dikuasai
Bojonegoro itu. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto menegaskan, pihaknya mewakili masyarakat Bojonegoro akan tetap memperjuangkan perubahan nama itu, hingga benar-benar terlaksana. “Sebab, nama Blok Bojonegoro bisa segera disahkan, maka dampaknya akan luar biasa baiknya,” sambungnya. Selama ini, menurut politisi asal Partai Demokrat tersebut, kalau Kabupaten Bojonegoro telah banyak dirugikan dengan nama yang masih memakai embel-embel Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Karena, di tingkat nasional maupun internasional, bukan nama Bojonegoro yang dikenal. “Dampaknya cukup luas, mulai dari tempat-tempat wisata Kota Ledre tidak dikenal, hingga kebijakan pemerintah pusat yang kurang menguntungkan. Tetapi, jika memakai nama Bojonegoro, secara otomatis orang akan menyebut blok migas yang dioperatori Mobil Cepu Limited (MCL) dengan nama Bojonegoro,” tambahnya. Secara terpisah, Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Chisbullah Huda, mengaku beberapa waktu lalu juga sempat diskusi dengan Komisi VII DPRRI saat berada di Jakarta. Termasuk juga dengan perwakilan Bp-Migas. “Ada tiga item tuntutan kami kepada pemerintah pusat mewakili masyarakat, salah satunya terkait dengan perubahan nama blok. Dan pihak DPRRI, khususnya Komisi VII juga telah menyetujuinya,” terang Chisbullah. Mengenai keberadaan semua proses sebelumnya dan sejarah, ia memandang hal tersebut tinggal kebijakan pusat saja. Karena, undang-undang bisa beberapa kali bisa direvisi, kenapa nama blok saja susah dirubah. Intinya pada kemauan masyarakat lebih besar. [*] pemerintah, Pertamina harus mengikuti keputusan pemerintah. 17 September 2005: Perpanjangan KKS Blok Cepu, antara Pertamina dan ExxonMobil ditandatangani. Namun JOA antara kedua pihak belum disepakati. 15 Maret 2006: Perjanjian ini dilanjutkan dengan pendatanganan Joint Operation Agreement yang dituangkan dalam struktur kerja yang disebut dengan Cepu Organization Agreement 22 Februari 2008: Penandatanganan PI (Participasing Interest) dengan empat BUMD di Semarang. 2009 – 2011 : Blok cepu yang dioperatori oleh Mobil Cepu Limited, anak perusahaan ExxonMobil telah melakukan produksi hingga 20.000 barel per hari (bph) di Lapangan Banyuurip. Diperkirakan, peningkatan produksi terus berlangsung hingga beberapa tahun setelahnya dan sampai produksi tertinggi 165.000 bph. ———————————— *Sumber : beberapa dara, diolah.
RSI: Dijual atau Dikelola ? Oleh: Nitis Sahpeni Redaktur blokBojonegoro
S
udah hampir tiga bulan ini perdebatan mengenai mau dibawa kemana Rumah Sakit Internasional (RSI) di Jalan Veteran, Bojonegoro mengemuka di ruang-ruang private dan publik. Keputusan mau diapakan RSI di Jalan Veteran sejauh ini belum menemukan titik singgung yang tepat. Tiga opsi yang ditawarkan, atau lebih tepatnya diajukan Pemkab Bojonegoro kepada DPRD Bojonegoro, sampai detik ini masih gamang, bahkan dapat dikatakan jalan di tempat. Sejauh ini, DPRD Bojonegoro belum memutuskan untuk mengambil satu opsi atau lebih dari tiga opsi yang diajukan oleh Pemkab Bojonegoro: dikelola sendiri oleh Pemkab Bojonegoro, dikelola bersama pihak ketiga (investor/swasta), atau dijual langsung kepada pihak ketiga. Rupa-rupanya, lembaga legislatif tak mau terjebak dalam ’permainan’ atau ritme yang dimainkan oleh eksekutif dengan pilihan tiga opsi tersebut. Indikasinya, meski permintaan rekomendasi atas tiga opsi tersebut sudah ditawarkan jauhjauh hari, hingga detik ini belum ada kata sepakat, opsi mana yang diambil. Tulisan ini tidak bermaksud untuk memilih mana opsi yang paling rasional. Akan tetapi, tulisan ini akan mengkajinya dari berbagai perspektif, sisi, yang selama ini mungkin saja tidak mengemuka di permukaan, ruang-ruang publik. Tulisan ini akan menganalisis persoalan RSI mulai dari aspek politik (peta politik masa lalu dan masa kini), aspek rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW), sisi hukum, sisi analisis mengenai dampak lingkungan dan kesehatan, aspek nilai manfaat/ guna, hingga dari kacamata pandang kemampuan anggaran daerah. Nuansa Politik Kajian dari sisi politik, yang merupakan analisis pertama, penulis mulai dari sebelum Pilkada 2007. Kenapa ini menjadi penting, karena menurut penulis, bermula dari sinilah benang kusut pengelolaan RSI di Jalan Veteran, Bojonegoro, bermula. Sehingga, menjadi kurang komprehensif kalau tidak mengkaji sisi politik, saat melihat persoalan RSI. Penulis beberapa saat lalu pernah berbincang dengan mantan anggota DPRD Bojonegoro periode 2004-2009. Menurut dia, pengusulan anggaran untuk RSI sebenarnya tidak ada dalam dokumen Ranca-ngan Anggaran Pendapatan dan Belanja 2006. Padahal, sebagai sebagai sebuah program pembangunan, sudah seharusnya setiap pengeluaran anggaran dari sebuah
pemerintahan daerah, diposkan atau ditetapkan dalam dokumen APBD yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda). Faktanya, tidak seperti itu. Anggaran untuk pembangunan RSI tidak termaktub dalam dokumen APBD. Dilihat dari proses pengajuan anggaran, dapat dikatakan bahwa proses pengu-sulan RSI sebagai mal kebijakan (penyalahgunaan kebijakan). Soal bagaimana implikasi hukumnya, biarlah ranah ini menjadi kewenengan aparat hukum. Kedua, aspek RT/RW dan hukum. Jika ditelusuri lebih jauh, pembangunan gedung RSI di Jalan
Bojonegoro yang menyebutkan bahwa studi kelayakan bangunan dibuat 6 (enam) bulan sebelum bangunan RSI dikerjakan. Faktanya, studi kelayakan gedung RSI dilaksanakan justru setelah gedung RSI mulai dibangun di Jalan Veteran. Sebuah kejanggalan yang perlu dijadikan bahan perenungan sebelum mengambil keputusan! Akibat ketidakjelasan konsepsi dan perencanaan pembangunan gedung RSI di dalam dokumen RPJMD, implikasinya penganggaran untuk RSI pun menjadi tidak terkontrol. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketidaksamaan taksiran harga bangunan RSI saat
Penentuan lokasi ini mengundang sebuah tanya, mana yang lebih dulu dibangun, RSI di Jalan Veteran-kah atau lapangan Sukowati Pad B. Dengan tak bermaksud untuk membela siapapun, berdasar catatan penulis, JOB P-PEJ sudah mengajukan izin pelebaran sumur, khususnya lapangan Sukowati Pad B pada 2004, dan kemudian dilanjutkan pembangunan Pad B pada tahun 2005. Sedangkan RSI di Jalan Veteran baru dibangun pada tahun 2006, dan selesai pada tahun 2007. Jika ditelusuri lebih jauh, penentuan lokasi RSI di Jalan Veteran dilandasi unsur gegabah, karena
Veteran sebenarnya tidak ada dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2003-2008, yang merupakan blueprint dari pembangunan suatu daerah. Sebab faktanya, gedung RSI mulai dibangun pada tahun 2006, dan selesai tahun 2007. Tentu menjadi sebuah keanehan bila sebuah program pembangunan tak termaktub dalam RPJMD, tetapi tetap saja dibangun. Dari sisi keilmuan manajemen, pembangunan RSI dapat dikatakan sebagai tidak prosedural, karena tidak didahului dengan usulan di dokumen RPJMD. Sebagai perbandingan sederhana, sebuah organisasi kemasyarakatan saja dalam merealisasikan program kerjanya mengacu pada dokumen yang termaktub dalam rencana strategis (Renstra) dan dokumen rencana kerja (Raker). Dari sisi studi kelayakan (feasibility study) bangunan RSI, juga patut dipertanyakan. Sebab, umumnya studi kelayakan dilakukan setelah anggaran untuk RSI disahkan. Studi kelayakan juga harus dilakukan enam bulan sebelum sebuah bangunan dilaksanakan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah di
hendak diaudit Pemkab Bojonegoro. Ketidaksamaan itu bisa dibaca dengan jelas antara taksiran harga bangunan RSI yang dilakukan Manajemen Konstruksi (MK) yang menaksir Rp 89 miliar yang harus dibayarkan Pemkab Bojonegoro kepada kontraktor, tim ITS Surabaya menaksir seharga Rp 100 miliar, dan versi Badan Pengawas Keuangan dan Pemba-ngunan (BPKP) yang menaksir Rp 110 miliar. Sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak mengeluarkan taksiran harga, karena sampai saat ini tidak mau melakukan audit gedung RSI tersebut. Ketidaksamaan taksiran harga ini jelas-jelas menunjukkan adanya dugaan ketidakberesan dalam proses pembangunan RSI.
sebelumnya tidak didasari atau didahului dengan studi kelayakan. Andai sebelum ditentukan tempatnya didahului dengan studi kelayakan, bisa jadi gedung RSI tidak akan ditempat-kan di titik yang berdekatan dengan lapangan Sukowati Pad B, karena hampir bisa dipastikan, Pemkab Bojonegoro (pada waktu itu) sudah mempunyai gambaran riil kalau lokasi tersebut akan digunakan untuk Pad B, karena sebelumnya JOB P-PEJ telah mengajukan izin pengembangan sumur, jauh-jauh hari. Namun, apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur, gedung RSI hanya berjarak sekitar 125 meter dari Pad B. Dan siapapun tahu, sumur minyak berpotensi memicu ledakan sebagaimana peristiwa tahun 2005 silam.
Amdal dan Kesehatan Aspek ketiga, yakni dari sisi analisis mengenai dampak lingkungan dan kesehatan atau Amdal dan kesehatan, penentuan lokasi RSI di Jalan Veteran, juga mengundang suatu perdebatan yang tidak sederhana. Sebab, lokasi RSI sangat berdekatan dengan lapangan Sukowati Pad B di Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, yang dikelola oleh Joint Operating Body Pertamina PetroChina East Java (JOB P-PEJ).
Nilai Manfaat dan Kemampuan Daerah Aspek keempat adalah tinjauan dari nilai manfaat dan kemampuan daerah. Sebagaimana dimaklumi bersama, saat ini kondisi RSUD dr R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro sudah overload. Sehingga, membutuhkan sebuah bangunan RSUD yang lebih luas dan lebih representatif. Akibat overload dan overcapacity,
banyak pasien mengeluhkan soal pelayanan yang diberikan pihak RSUD. Sekalipun saat ini Pemkab Bojonegoro memiliki gedung RSI, tetapi bukan merupakan jawaban kalau kemudian RSUD pindah ke gedung RSI. Ada beberapa faktor yang jadi alasan kenapa penulis menilai tidak mungkin pindah ke RSI. Selain faktor status RSI yang masih rawan bermasalah (dan juga hukum?) sebagaimana alasanalasan di atas, rasa-rasanya RSI saat ini masih belum merupakan jawaban atas kebutuhan RSUD yang sering mengalami overload. Mengapa? Sebab, secara faktual dan menilik kondisi sosioekonomi dan sosio-kultural warga Bojonegoro adalah kelas menengah dan ke bawah. Kalaupun sekarang ini PDRB (Product Domestic Regional Brutto) Bojonegoro meningkat dibanding tahun lalu, namun dari sisi pertumbuhan ekonomi, bisa saja menggumpal di satu segmen. Sedangkan dari sisi pemerataan ekonomi, Bojonegoro masih tergolong sebagai kabu-paten dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi. Sehingga menjadi kurang relevan kalau RSUD disulap menjadi RSI yang tentu di kemudian hari akan menyesuaikan standar-standar paten dari rumah sakit yang berstandar internasional. Sedangkan kelima, dari sisi kemampuan alokasi anggaran dari daerah, untuk mengoperasionalkan RSI agar sesuai standar, dibutuhkan anggaran sedikitnya Rp 258 miliar pada APBD 2012. Alokasi anggaran itu sifatnya harus langsung, tidak bisa diangsur, mengingat kebutuhan sebuah rumah sakit yang memang satu paket, dan tidak bisa dipisahkan. Pertanyaannya adalah, apakah daerah mampu menganggarkannya tahun depan? Sebagai perbandingkan, pada APBD 2011 yang total anggarannya sekitar Rp 1,4 triliun, dan juga APBD-APBD tahun sebelumnya, 60 persen anggaran APBD habis digunakan untuk belanja rutin seperti gaji pegawai. Artinya, untuk belanja pembangunan hanya tersisa Rp 38 persen. Rasanya, dalam menyikapi polemik RSI di Jalan Veteran, harus disikapi dengan arif dan bijaksana oleh semua pihak yang berkepentingan, tidak hanya oleh Pemkab dan DPRD Bojonegoro, dengan menanggalkan semua kepentingan subjektif yang ada, termasuk juga kepentingan politik, dengan melihat pertimbanganpertimbangan lain yang lebih rasional dan bermanfaat. Andai cara pandang multiaspek dan mulperspektif yang digunakan untuk melihat polemik RSI, rasanya jalan keluar untuk RSI tidak perlu dipolemikkan. [*]
2
bulan = 19 nyawa melayang. Harga yang sangat mahal untuk kita renungkan dan jangan menjadi akhir penyesalan. Saat kondisi Bengawan Solo pasang, maka setiap saat siap menenggelamkan. Namun dikala surut, permukaan yang tenang juga bisa menghanyutkan. Kebijakan pemerintah yang tegas untuk sebuah pengorbanan, akan melunasi harga 1 buah "nyawa" korban hilang. Kesiagaan harus ditingkatkan, agar kita siap jika musibah datang.
TEKS Muhammad A Qohhar
NELAYAN yang biasanya sibuk mencari ikan, bersama masyarakat lain ikut mencari korban
blokBojonegoro/Erfan Effendi
blokBojonegoro/Akbar Ardiansyah
blokBojonegoro/Akbar Ardiansyah
SATU korban diangkat dari bengawan oleh dua orang warga ke atas perahu nelayan
APARAT kepolisian sibuk mengangkat perahu karet untuk mengevakuasi korban
blokBojonegoro/Erfan Effendi
RATUSAN warga melihat pencarian korban di tepian Desa/Kecamatan Kanor
Melestarikan eksistensi Bahasa Jawa, bagi Sudarto, 71, warga Kelurahan Ngrowo, Kecamatan Bojonegoro, sudah menjadi tekadnya. Bersama teman dan anggota komunitas Darmo Bakti Utomo, dirinya nguri-uri (melestarikan) Bahasa Jawa melalui panatacara (MC pengantin).
yang sudah saya kirimkan. Itu sejak tahun 1987, tapi sudah tidak h a f a l
Laporan : Nitis Sahpeni
S
eorang pria yang memegang tongkat tampak berbincang dengan perempuan di sebuah ruang tamu berlantai tegel warna abu-abu. “Apa betul ini rumah pak Darto? tanya blokBojonegoro kepada perempuan yang menuju arah pintu saat menanyakan kebenaran lokasi rumah Sudarto. “Oh leres, monggo mlebet (betul, silahkan masuk),” sapa perempuan yang ternyata bernama Jumiati, istri Sudarto. Dengan menggunakan Bahasa Jawa, pria kelahiran Ponorogo, 10 Mei 1940, ini menceritakan aktivitas yang berkaitan dengan upaya menghidupkan berbagai tradisi Jawa. Salah satunya melalui panatacara (MC Pengantin). Pria lima anak ini mengaku belajar secara otodidak untuk menjadi MC pengantin. “Mungkin itu juga ada pengaruh saat nyambi menjadi penyiar di Radio Brawijaya (kini Radio Malowopati, Red) pada 1968 hingga 1971 silam,” kata pensiunan Depar-temen Tenaga Kerja (Depnaker, kini Disnakertransos) Bojonegoro ini. Pada 1975, kakek empat cucu ini mulai merambah menjadi MC khusus pengantin, dengan tradisi Jawa. Sehingga seluruh prosesinya juga menggunakan Bahasa Jawa halus. Selama menjadi MC pengantin, Darto sudah ke berbagai daerah. Antara lain Tuban, Lamongan, Bojonegoro. Bahkan hingga ke Malang, Surabaya, dan Blitar. Tarif sekali tanggapan, mulai Rp 10 ribu
pada 1975 hingga Rp 250 ribu pada 1993. Sejak 1994 aktivitas MC pengantin mulai dia kurangi dan lama-kelamaan berhenti total pada 1996 karena pensiun dari pegawai Depnaker. Namun, kecintaannya terhadap Bahasa Jawa, kesenian Jawa, dan tradisinya, meski sudah tidak menjadi pegawai negeri sipil (PNS), pria yang pernah menjadi guru SD ini tetap aktif. D a r t o k e m b a l i berkecimpung dengan mengajar tari klasik. Namun, sejak 2004, dia m u l a i memberi materi pada k u r s u s panatacara kepada generasi muda. “Ya, sebagai cara untuk tetap ada kegiatan dan ikut menjagalah,” katanya. Kecintaan pria yang pernah mengalami patah pangkal paha dua tahun lalu terhadap Bahasa Jawa ini tidak hanya ditunjukkan melalui aktif dalam pendidikan panatacara. Dia juga mengaktualisasikannya dengan membuat tulisan berbahasa Jawa. Tulisan yang dibuat Darto adalah cerita misteri. Karyanya dikirimkan ke majalah Panjebar Semangat hingga sekarang. “Ada puluhan cerita misteri
judulnya,” terangnya. Beberapa judul cerita misteri yang dikarangnya antara lain Lemari Terbelo, Arwah Gentayangan, Digandrung Jim Pergiwati, Dadi MC Tengah Sawah dan banyak naskah cerita lainnya. Darto juga mengirimkan peristiwa-peristiwa lucu yang terangkum dalam karya Opo Tumon. Seluruh karyanya ditulis dengan Bahasa Jawa. Di usianya yang kini sudah memasuki 72 tahun, dia tetap bersemangat menularkan pengetahuan MC pengantin dengan Bahasa Jawa kepada generasi
muda. Tujuannya mulia, agar tradisi Jawa tetap dikenal dan diminati gene-rasi sekarang. “Setiap tahun diupayakan ada kursus panatacara, peminatnya sekitar 20-an, dengan usia di bawah 30 tahun, dan yang paling muda 20 tahun,” jelasnya. Sudarto juga berharap ada perhatian lebih terhadap perkembangan Bahasa Jawa, semisal di lembaga sekolah. Setidaknya, Bahasa Jawa perlu menjadi pelajaran wajib, tidak hanya muatan lokal, atau ekstrakurikuler. “Sehingga, Bahasa Jawa tidak semakin hilang, atau punah
terkikis bahasa lain. Karena anak muda sekarang ya begitu itu, katanya banyak yang sudah tidak paham Bahasa Jawa,” terangnya. [*] Biodata Sudarto: Nama: Sudarto, Tetala: Ponorogo, 10 Mei 1940, Usia: 71 tahun Istri : Jumiati, Anak: Lima orang, Cucu: Lima orang, Alamat: Jalan Meliwis Putih Nomor 21 Ngrowo Bojonegoro, Riwayat Pekerjaan : Guru SR/SD 1957, PNS Depnaker Bojonegoro (1964-1984), PNS Depnaker Tuban (1984-1994), PNS Depnaker Bojonegoro (1994-1996), Pensiun (1996), Karya: Lemari Terbelo, Arwah Gentayangan, Di Gandrung Jim Pergiwati, Dadi MC Tengah Sawah dll. Peristiwa-peristiwa lucu yang terangkum dalam karya Opo Tumon.