PENGGUNAAN TANAMAN KELADI (Caladium sp) SEBAGAI FITOEKSTRAKSI MERKURI (Hg) DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM SIANIDA (NaCN) PADA TAILING TAMBANG EMAS
Matheus Kamdiono *, Amir Hamzah**, Sutoyo** Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
[email protected] ABSTRAK
Pertambangan emas skala kecil (PESK) sebenarnya memberi dampak positif terhadap kehidupan masyarakat, namun pengelolaannya jika tidak sesuai akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu dampak yang paling besar adalah adanya akumulasi logam berat larutan Hg pada tailing. Sektor pertambangan emas di Indonesia terdiri atas penambangan emas skala besar, penambangan emas skala sedang, serta penambangan emas skala kecil (PESK). Cara untuk penanggulangan bekas tambang ini adalah dengan penggunaan tanaman fitoremediator. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi fitoesktraksi tanaman Keladi (Caladium sp) dalam fitoremediasi serta pengaruh penambahan NaCN (Natrium Sianida) terhadap pelarutan Hg dalam tanah yang tercemar. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2014 di rumah kaca universitas tribhuwana tunggadewi malang. Di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang. Rancangan percobaan dalam penelitian ini diatur menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktorial. Faktor I adalah jenis Tailing yang terdiri dari T1 : Tailing Amalgamasi; T2 : Tailing Sianidasi, sedangkan Faktor II adalah Dosis ligan yang terdiri dari L0 : 0 gram (control) ; L1: 4 gram ; L2 : 8 gram, dengan 6 kombinasi perlakuan dan 3 kali ulangan. Variabel pengamatan adalah tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, bobot basah dan bobot kering tanaman, kandungan Hg tanah, tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukan ada interaksi antara jenis tailing dan level ligan terhadap kandungan Hg tanah sebesar 42,39 ppm, tajuk 150,07 ppm dan akar 140,44 ppm. Kata kunci: Tanaman Caladium sp, Fitoekstraksi Merkuri (Hg), Natrium Sianida (NaCN), Tailing Tambang Emas ABSTRACT
Small scale gold mining (PESK) is actually a positive impact on people's lives, but if no appropriate management will have a negative impact on the environment. One of the greatest impact is the accumulation of heavy metals in the tailings solution Hg. Gold mining sector in Indonesia consists of a large-scale gold mining, medium-scale gold mining, as well as small-scale gold mining (PESK). The way to the former mine countermeasures is to use plants phytoremediator. The study aims to determine the potential fitoesktraksi tuber crops (Caladium sp) in phytoremediation as well as the effect of adding NaCN (sodium cyanide) toward the dissolution of Hg in contaminated soil. The research was conducted in April-June 2014 greenhouse Tribhuwana university Tunggadewi poor. In the Village Tlogomas, Lowokwaru District, Malang Regency. The experimental design of this research is set according to a randomized block design (RAK) with 2 factorial. The first factor is the type of tailings which consist of T1: Tailing Amalgamation; T2: cyanidation tailings, while the second factor is the dose of ligand consisting of L0: 0 gram (control); L1: 4 grams; L2: 8 grams, with 6 treatment combinations and 3 repetitions. Observation variables were plant height, number of leaves of the plant, fresh weight and dry weight of plants, soil Hg content, crown and root. The results showed no interaction between the type of tailings and level ground ligands against Hg content of 42.39 ppm, editorial 150.07 ppm and 140.44 ppm roots. Keywords: Plant Caladium sp, Fitoekstraksi Mercury (Hg), Sodium Cyanide (NaCN), Gold Mine Tailings
PENDAHULUAN Sektor pertambangan emas di Indonesia terdiri atas penambangan emas skala besar, penambangan emas skala sedang, serta penambangan emas skala kecil (PESK). Di Indonesia, dalam lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan dua kali lipat dari jumlah titik PESK. Sekitar 1 juta populasi menggantungkan keberlangsungan kehidupan mereka dari perputaran ekonomi bisnis tambang emas yang eksploitatif (Ismawati, 2010). Meluasnya kegiatan penambangan emas skala kecil (PESK) yang menggunakan teknologi amalgamasi dengan Hg menyebabkan pencemaran Hg pada lahan pertanian, seperti yang terjadi di Keca matan Sekotong, Lombok Barat. (Gunradi, 2000). Dari berbagai literatur diperkirakan tiap penambang dalam sehari dapat menghasilkan sekitar 10 gram. Dalam setiap gram emas yang dihasilkan, terdapat sekitar 1-3 gram merkuri yang terlepas ke lingkungan dari proses amalgamasi konsentrat (Telmer, 2007), dimana sebagian terlepas di udara dan sebagian lagi terlepas ke perairan bersama dengan lumpur hasil pencucian. Pencemaran tanah oleh logam berat merupakan masalah serius yang pasti dihadapi pada lahan-lahan pertambangan. Kadar logam berat pada lahan pertanian tersebut dapat dikurangi dan dinetralisir dengan metode yang murah, yang dikenal dengan fitoremediasi, yaitu pemanfaatan tumbuhan. Manfaatnya adalah menyerap, memindahkan, menurunkan aktivitas unsur toksik, serta mengurangi kandungan senyawa toksik dalam tanah. Fitoremediasi banyak memiliki manfaat dan keuntungan, yaitu prosesnya ramah lingkungan, mudah untuk diterapkan, efisien dan estetik, dapat bekerja pada berbagai polutan, serta yang utama adalah tidak memerlukan biaya yang tinggi (Zynda, 2001). Fitoremediasi terdiri atas empat jenis teknologi berbasis tanaman, yakni rhizofiltrasi, fitostabilisasi,
fitovolatilisasi, dan fitoekstraksi (Chandra Sekhar et al., 2005). Hasil penelitian Hidayati, et al.,(2009) menunjukkan bahwa ada beberapa jenis tumbuhan di lokasi PESK di Jawa Barat yang mampu beradaptasi pada lingkungan pembuangan limbah penambangan emas rakyat yang terkontaminasi merkuri (Hg) hingga 21,66 ppm, di antaranya Lindernia crustacea (L.) F.M. yang mampu menyerap Hg hingga 89,13 mg per kg berat keringnya dan caladium sp yang mengandung Hg 50,93 mg/kg. Namun demikian, sampai saat ini belum banyak penelitian reklamasi lahan tercemar Hg yang menggunakan jenis tanaman tersebut. Secara alami, Hg memiliki afinitas kuat dengan kelompok thiol, terutama kompleks sulfide dan bisulfida (Morel et al., 1998). Dalam proses fitoremediasi diperlukan tanaman dan asosiasinya yang cocok serta mempunyai kemampuan untuk memperbaiki lingkungan. Salah satu tanaman yang dianggap mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen fitoremidiator adalah tanaman Keladi (Caladium sp). Selama ini, tanaman keladi belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pengendali biologi. Padahal tanaman ini mampu hidup dengan baik pada lahan yang tercemar tailing, sehingga perlu dilakukan analisa mengenai kemampuantanaman Keladi (Caladium sp) dengan penambahan bahan ligan pada media tanam untuk menurunkan pencemaran oleh logam berat terutama merkuri (Hg).
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2014 di rumah kaca universitas tribhuwana tunggadewi malang. Di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang. Alat yang digunakan antara lain : cangkul, ayakan, timbangan, pisau, grinder, dan penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain : tanaman Keladi (Caladium sp), tanah jenis Inceptisols, tailing emas, urea, SP36, KCl dan kompos serta bahan ligan yaitu Natrium Sianida (NaCN). Rancangan percobaan dalam penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktorial. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 1 tanaman sehingga terdapat 3 x 6 x 1 = 18 tanaman.Variabel pengamatan meliputi: (1) tinggi tanaman, diamati dari minggu ke-3 sampai minggu ke-8 setelah tanam, (2) jumlah daun tanaman, diamati dari minggu ke-3 sampai minggu ke-8 setelah tanam, (3) bobot basah dan bobot kering tanaman. Sedangkan untuk metode analisis logam berat dilakukan setelah panen. Tanaman dikeringkan pada suhu 60-105°C selama 48 jam, (4) kandungan Hg tanah, tajuk dan akar, Pengukuran kadar Hg dengan menggunakan Cold Atomic Absorption Analyzer of Mercury di laboratorium tanah Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Pengolahan atau analisis data yang diperoleh dilakukan pengujian dengan analisis ragam atau uji F dengan taraf nyata (P = 0,05). Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji BNJ taraf nyata (P = 0,05) dan untuk mengetahui hubungan antara variabel dari perlakuan tersebut dilakukan analisis uji korelasi taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Tidak terdapat perbedaan nyata pada setiap minggu pengamatan pada tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Tinggi Tanaman Caladium Sp Pada Berbagai Umur Pengamatan. Tinggi Tanaman (Cm) Pada Umur (Minggu) 3
4
5
6
7
8
Amalgamasi
10,78
12,61
14
15,67
18,44
21,22
Sianidasi
11,44
14,33
15,67
16,83
18,94
22,11
BNJ 5%
tn
tn
tn
tn
tn
tn
0 Gram
10,83
13,08
14,92
16,17
17,83
21,25
4 Gram
11,33
14,33
15,42
16,83
20,17
22,67
8 Gram
11,17
13
14,17
15,75
18,08
21,08
BNJ 5%
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Jenis Tailing
Dosis Ligan
Keterangan :Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 %. TN = tidak nyata
Tabel 1. menunjukan bahwa jenis tailing dan dosis ligan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman Caladium sp pada umur pengamatan 3-8 Mst. Hal ini karena limbah sisa lumpur penambangan menggangu akar dalam menyerap unsur hara pada media tanam tanaman. Tanah yang ditanam pada tanah tercenar kurang toleran dalam tanah yang miskin akan bahan organik. Melihat kondisi tailing yang berdampak pada tanaman Caladium sp yang mengalami penghambatan dalam menyerap unsur N (Sri Utari et al., 2014).
2. Jumlah Daun
3. Berat Kering Dan Berat Basah
Tidak terdapat perbedaan nyata pada setiap minggu pengamatan pada tabel 2.
Tidak terdapat perbedaan nyata pada setiap minggu pengamatan pada tabel 3.
Tabel 2. Pengaruh Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Jumlah Daun Tanaman Caladium sp Pada Berbagai Umur Pengamatan.
Tabel 3. Pengaruh Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Berat Kering Dan Berat Basah Tanaman Caladium sp Pada Berbagai Umur Pengamatan. Berat kering (gram)
Berat Basah (gram)
Amalgamasi
0,21
0,44
Sianidasi
0,19
0,38
tn
tn
0 Gram
0,19
0,4
Jumlah Daun Pada Umur (Minggu)
Perlakuan
3
4
5
6
7
8
Amalgamasi
1,89
2,33
3,11
4,22
5,67
7,11
Sianidasi
1,56
2,11
2,67
3,67
4,56
5,56
BNJ 5%
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Jenis Tailing
Dosis Ligan
Jenis Tailing
BNJ 5% Dosis Ligan
0 Gram
1,33
2
2,33
3,33
4,33
5,67
4 Gram
0,22
0,46
4 Gram
2
2,67
3,33
4,67
6,33
7,5
8 Gram
0,2
0,36
8 Gram
1,83
2
3
3,83
4,67
5,83
tn
tn
BNJ 5%
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan :Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 %. TN = tidak nyata
Berdasarkan Tabel 2. Diatas menunjukan bahwa jenis tailing dan dosis ligan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman Caladium sp umur pengamatan 3 sampai 8 Mst. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan tailing sianida pada media tanaman dapat menghambat pertumbuhan tanaman Coladium sp. Serapan jenis tailing sianida yang tinggi pada tanaman fitoremediator mampu diserap oleh tanaman itu sendiri selama masa pertumbuhannya sehingga tanaman yang ditanam pada tanah tersebut menjadi kerdil kekurangan unsur hara, sehingga dapat menyebabkan jumlah daun tanaman rendah (Juhaeti, Syarif dan Hidayati, 2006) lebih lanjut dijelaskan secara umum tanaman Caladium sp. yang ditaman pada tanah tercemar tailing kurang toleran terhadap tanah yang miskin akan bahanbahan organik.
BNJ 5%
Keterangan : Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%. tn = tidak nyata
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rerata berat kering dan berat basah tanaman Caladium sp tertinggi tanaman terletak perlakuan ligan dengan dosis 4 gram. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi serapan kandungan Hg mengganggu maka dapat mengganggu metabolisme tanaman serta menghambat pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil dan menghasilkan berat kering yang tidak seperti tanaman normal. Fitter and Hay (1991), menyatakan bahwa logam berat dapat mengganggu proses metabolisme pada tanaman, sehingga mengganggu pembentukan selsel tanaman dan jaringan meristem pada akar. Menurunnya pertumbuhan jaringan pada akar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan bagian atas tanaman yang pada akhirnya akan menurunkan bobot kering tanaman. Kandungan Hg Tanah Hasil analisis ragam kandungan Hg pada tanah tanaman Caladium sp menunjukan bahwa terjadi interaksi jenis 4.
tailing dan dosis ligan terhadap kandungan Hg tanah tanaman Caladium sp. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
tailing dan dosis ligan terhadap kandungan Hg tajuk tanaman Caladium sp Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Interaksi Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Kandungan Hg Tanah Tanaman Caladium sp
Tabel 5. Interaksi Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Kandungan Hg Tajuk Tanaman Caladium sp
Perlakuan Jenis Tailing
Dosis Ligan
Perlakuan
0 gram
4 gram
8 gram
Amalgamasi
4,42 a
2,38 a
2,46 a
Sianidasi
42,39 c
13,14 b
3,26 a
BNJ 5%
3,24
Keterangan : Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 %.
Dari Tabel 4. tentang interaksi jenis tailing dan dosis ligan terhadap kandungan Hg tanah tanaman Caladium sp dapat diketahui bahwa kandungan Hg pada tanah tertinggi terletak pada perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan sebesar (T2L0) sedangkan kandungan Hg terendah terletak pada perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan (T1L0), namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + 4 g Natrium Sianida (T1L1), perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T1L2) dan perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T2L2). Hal ini karena tailing sianida tidak mampu di serap oleh tanaman fitomediator sehingga masih banyak Hg yang tertinggal dalam tanah. Meningkatnya konsentrasi Hg dalam tanah akibat pemberian bahan organik terjadi adalanya kontrakdiksi Hg Menguap keatmosfir dari tanaman sehingga logam berat Hg diuraikan mikroba dalam tanah yang diperkuat oleh fungi, yeast dan zat-zat keluaran akar (Gosh dan Singh, 2005). 5. Kandungan Hg Tajuk Hasil analisis ragam kandungan Hg pada tanah tanaman Caladium sp menunjukan bahwa terjadi interaksi jenis
Jenis Tailing
Dosis Ligan 0 gram
4 gram
8 gram
Amalgamasi
47,54 b
78,25 c
54,95 b
Sianidasi
30,16 a
118,21 d
150,07 e
BNJ 5%
10,85
Keterangan : Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 %.
Dari tabel 5. dapat diketahui bahwa secara tunggal kandungan Hg pada tajuk mengalami peningkatan seiring dengan penambahan ligan. Perlakuan jenis tailing sianidasi menghasilkan kandungan Hg pada tajuk tertinggi. Kandungan Hg pada tajuk tertinggi terletak pada perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T2L2) sebesar 150,7 sedangkan kandungan Hg pada tajuk terendah terletak pada perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan (T2L0) sebesar 30,16. Perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan (T1L0) sebesar 47,54 tidak berbeda nyata pada perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T1L2) sebesar 54,95. Hal ini disebabkan oleh pemberian tailing sianida dan ligan dengan dosis 8 gram mampu diserap oleh tanah Caladium sp dengan Hg terbanyak. Logam yang diserap oleh akar akan mengikuti aliran transpirasi dan mencapai daun, sedangkan akumulasi, logam yang diserap tanaman akan membentuk mekanisme sel dan akan ikut terserap bersamaan dengan air yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai nutrisi (Muin, 2003)
6. Kandungan Hg Akar Hasil analisis ragam kandungan Hg pada akar tanaman Caladium sp menunjukan bahwa terjadi imteraksi jenis tailing dan dosis ligan terhadap kandungan Hg akar tanaman Caladium sp. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Dengan demikian melalui mekanisme yang umum terjadi pada tumbuhan, memungkinkan logam berat terutama merkuri untuk diserap oleh tumbuhan (Priyanto dan Prayitno, 2003).
Tabel 6. Interaksi Jenis Tailing Dan Dosis Ligan Terhadap Kandungan Hg Akar Tanaman Caladium sp
KESIMPULAN
Perlakuan Jenis Tailing
Dosis Ligan 0 gram
4 gram
8 gram
Amalgamasi
50,92 a
77,57 b
69,58 b
Sianidasi
45,02 a
117,32 c
140,44 d
BNJ 5%
12,47
Keterangan : Angka pada kolom maupun baris yang di ikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 %.
Berdasarkan Tabel 6. dapat diketahui bahwa Kandungan Hg pada akar tertinggi terletak pada perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T2L2) sebesar 140,44 ppm sedangkan kandungan Hg pada akar terendah terletak pada perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan (T1L0) namun tidak berbeda pada perlakuan Tailing Sianidasi 15% kg dan tanah 85% + tanpa ligan (T2L0) sebesar 50,92 dan 45,02 ppm. Kandungan Hg pada akar tanaman Caladium sp pada perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + 4 g Natrium Sianida (T1L1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan Tailing Amalgamasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida (T1L2). Hal ini juga selain banyaknya diserap oleh tajuk juga bayak terserap oleh akar sehingga tailing sianida dengan dosis ligan 8 gram cocok untuk dosis dalam menanggulangi daerah tercemar. mengemukakan bahwa penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian
Hasil penelitian menunjukan bahwa serapan kandungan Hg yang terdapat pada tanah dengan perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + tanpa ligan (T2L0) sebesar 42,39 ppm, pada tajuk tanaman Caladium sp dengan perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida sebesar 150,07 ppm dan pada akar dengan perlakuan Tailing Sianidasi 15% dan tanah 85% + 8 g Natrium Sianida sebesar 140,44 ppm. DAFTAR PUSTAKA
Chandra Sekhar K., Kamala, C.T., Chary, N.S. Balaram,V.and Garcia, G. 2005. Potential of Hemidesmusindicus for phytoextraction of lead from industrially contaminated soils. Chemosphere 58:507-514 Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan oleh Sri Andani dan E.D. Purbayanti. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta Ghosh, M., S. And P. Singh. 2005. A Review on Phytoremediation of Heavy Metal and Utilization of Its By Product. Applied Ecology and Environmental Research. 3 (2) : 1-1 Gunradi, R, dkk, 2000, Laporan Penyelidikan Pernantauan Unsur Hg (mercury) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PET1) di Daerah Pongkor, Jawa Barat, Dengan
Pemetaan Geokimia, Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, PropinsiJawa Barat. Hidayati et al., 2009. Mercury and Cyanide Contaminations in Gold Mine Enviroment and Possible Solutionof Cleaning Up by Using Phytoextraction. HAYATI Journal of Biosciences Vol.6 No.3, p88-94. Ismawati, Y. 2010. Lokakarya Praktik Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) Bebas Merkuri. Mataram. Juhaeti, F., F. Syarif, dan N. Hidayati. 2006. Potensi Tumbuhan Liar Dari Lokasi Penampungan Limbah Tailin G Pt. Antam Cikotok Untuk Fitoremediasi Lahan Tercemar Sianida. J.Tek.Ling. vol. 8. No. 1. Hal. 174-180 Morel, F. M. M., A. M. L. Kraepiel, and M. Amyot. 1998. The chemical cycle and bioaccumulation of mercury. Annual Review of Ecology and Systematics 29:543–566 Muin, A. 2003. Penggunaan Mikoriza untuk Menunjang Pembangunan Hutan pada Lahan Kritis atau Marginal.http://www.hayatiipb.com/users/PPs702.htm. diakses pada tanggal 14 september 2015 Priyanto, Budhi & Prayitno, J. 2003. Fitoremediasi sebagai sebuah teknologi pemulihan pencemaran, khususnya logam berat. Sri. Utari dan Eko, H. 2014. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri (Hg) Limbah Tailing Tambang Emas Menggunakan Lindernia Crustacea, Digitaria Radicosa, Dan Cyperus Rotundus Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung. Jurnal
Tanah Dan Sumberdaya Lahan Vol. 1 No 2. Ha. 38-48. Telmer, K. 2007. Mercury and Small Scale Gold Mining – Magnitude and Challenges Worldwide. GEF/ UNDP/ UNIDO Global Mercury Projec. Zynda, Todd. 2001. Phytoremediation. Michigan State University The Technical Assistance for Brownfield Communities (TAB) Program.