MASJID SEBAGAI BASIS PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT Oleh: Kasful Anwar.Us
Abstrak: Indonesia adalah negara dengan jumlah masjid dan musollah terbanyak di dunia. Sekitar satu juta masjid dan musollah telah berdiri di negeri ini. (Syafri harahap, 2004: 5) Menurut Kementerian Agama jumlah resmi masjid dan musolah sebanyak tujuh ratus ribu (700.000) unit, dengan perincian 30 % dari jumlah keseluruhan adalah masjid besar, bagus dan megah, 50 % bagus dan 20 % sederhana. (Ahmad Sutarji, 2002: 17) Bila kita membandingkan dengan jumlah kuantitasnya jelas sekali Indonesia kaya akan masjid, jumlah yang sedemikian banyak itu sama dengan jumlah masjid dari Maghribi sampai Banglades. (Republika , 2007: 7) Sejatinya jumlah masjid dan mushalah yang besar itu bisa mengurai berbagai persoalan bangsa terutama masalah kesejahteraan umat. Sejarah umat Islam menuturkan bahwa masjid pertama kali yang dibangun oleh Rasulullah ketika beliau hijrah adalah masjid Quba dibuat bersama para sahabat dengan komponen dasar bangunan tersebut terdiri dari pelepah-pelepah kurma. (Ali, 2003: 62) Dalam konteks Quba inilah, Allah SWT telah melegitimasi keberadaannya lewat AlQuran( QS. At-Taubah: 108) yang mengacu pada niat serta proyeksi pembuatan masjid itu sendiri oleh Rasulullah dengan bahasa Quran ussisa „ala taqwa (dibangun/didirikan atas dasar ketakwaan kepada Allah). Kemudian ketika dimadinah beliau mendirikan masjid Nabawi . Proyeksi besar Nabi dengan mendirikan masjid- masjid ini tidak lain adalah upaya memfungsikan masjid sebagai media dan basis riil perjuangan umat Islam ketika itu. Hasilnya terbukti semakin banyak jumlah muslim dari hari ke hari, Lebih-lebih kaum Anshor (orangorang muslim asli Madinah) selalu berupaya membantu Nabi beserta para sahabat dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan. Masjid pada masa itu mampu berperan sedemikian luas disebabkan antara lain oleh keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma dan jiwa agama, kemampuan Pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan masjid. Manifestasi pemerintah terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang juga menjadi khatib/imam, atau ruangan masjid yang menjadi tempat kegiatan pemerintahan.
1
Namun sungguh sangat disayangkan keadaan itu kini telah berubah, Fungsi masjid yang luas ketika masa-masa keemasan Islam seakan menjadi sejarah, dewasa ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak sekali masjid yang bagus, besar dan megah dari sisi hardwear-nya saja, tetapi dari segi softwear terlihat lusuh. Barangkali kondisi ini yang dimaksud penyair tersohor Taufiq Ismael dalam bait- bait puisinya:
Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya tempat orang-orang bersila bersama dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan dalam simpul persaudaraan yang sejati dalam hangat sajadah yang itu juga terbentang di sebuah masjid yang mana
Tumpas aku dalam rindu Mengembara mencarinya Di manakah dia gerangan letaknya (Taufiq Ismael, 1988: 34)
Seharusnya masjid bukan hanya diisi dengan ibadah mahdah saja, tetapi digunakan sebagai sentral kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya maupun ekonomi. Terlebih lagi di dalam masalah ekonomi, dalam konteks ini, masjid dapat dijadikan wahana penguatan ekonomi umat. Potensi yang besar ini sangatlah disayangkan jika tetap diabaikan, karena masjid sebenarnya berpeluang dalam mendorong kemandirian ekonomi umat. Hanya yang terjadi saat ini, pemberdayaan ekonomi masjid untuk pengentasan kemiskinan tersebut belum dikelola secara professional, trasparan, akuntabel, jujur dan penuh keikhlasan. Jikalau potensi ekonomi dari masjid dapat dikelola dengan manajemen professional, transparan dan keikhlasan maka akan mendatangkan keuntungan bagi umat.
2
Berdasarkan Latar belakang diatas maka pertanyaan besar yang ingin dijawab adalah Bagaimanakah menjadikan masjid sebagai basis pemberdayaan ekonomi umat?
A. Definisi dan Fungsi Masjid 1. Definisi Masjid Kata masjid dalam Al-Qur‟an terulang sebanyak 28 kali. Dalam kamus ArabIndonesia, masjid berasal dari kata “sajada - yasjudu” yang berarti membungkuk dan hikmat atau bentuk penyerahan lain (A.W. Munawwir.1997:610). Dari kata ini muncul kata “Sujud: posisi mencium bumi” , “Sajadah: beda yang dipakai
sebagai alas
bersujud” , dan kata “ Masjid yang dalam gramatika bahasa Arab disebut Isim makan yang berarti tempat Orang sujud.
Raghib al-Isfahani menuturkan bahwa kata sajada mengandung dua makna. Pertama, kandungan pemaksaan atau begitulah adanya. Kedua, mengandung adanya semacam usaha. Kandungan makna yang pertama mengisyaratkan bahwa seluruh makhluk harus tunduk Kepada Allah begitulah adanya dan makna kedua mengisyaratkan tunduk kepada allah seraya berusaha untuk menjadikan jagad raya ini sebagai tempat sujud (Raghib al-isfani: 229). Sidi Ghazalba Mengatakan bahwa masjid adalah tempat untuk bersujud. Sujud adalah pengakuan ibadah lahir dan batin. Sujud dalam pengertian lahir bersifat gerak jasmani, sujud dalam pengertian batin berarti pengabdian. (Sidi Ghazalba. 1983: 118) Sedangkan Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-qur’an mengatakan bahwa
kata “masjid” bukan sekedar memiliki makna sebagaimana
bangunan tempat bersujud. Masjid juga bermakna tempat melaksanakan segala aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah. Dalam kaitannya kesejahteraan umat, masjid juga mempunyai fungsi sosial.(Quraish Shihab. 1996: 610) 2. Fungsi Masjid Quraish shihab dalam Wawasan Al-Qur‟an mengatakan bahwa Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sebagai berikut: 1.Tempat ibadah (shalat dan zikir) 2.Tempat konsultasi dan komunikasi (ekonomi, sosial dan budaya) 3.Tempat pendidikan
3
4.Tempat santunan sosial 5.Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya 6.Tempat pengobatan para korban perang 7.Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa 8.Aula dan tempat menerima tamu 9.Tempat menawan tahanan, dan 10.Pusat penerangan atau pembelaan agama (Quraish Shihab. 1996: 610)
Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) seperti yang dikutp harian Republika ada tiga fungsi masjid yaitu : 1.
Masjid dapat difungsikan sebagai pusat ibadah, baik ibadah mahdhah, maupun ibadah sosial. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung kepada Allah SWT, seperti sholat, mengaji dan lainnya. Tentu, secara tidak langsung, ibadah-ibadah tersebut juga ada hubungannya dengan masyarakat.Sedangkan sebagai pusat ibadah sosial, masjid dapat difungsikan untuk mengelola zakat, wakaf, membangun ukhuwah Islamiyah, menjaga kebersihan dan kesehatan bersama, melaksanakan kurban, dan membantu peningkatan ekonomi ummat.
2.
Memanfaatkan Masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat, melalui berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki masjid, seperti khutbah, pengajian, kursus ketrampilan yang dibutuhkan anggota jamaah, dan menyelenggarakan pendidikan formal sesuai kebutuhan masyarakat.
3.
Membina persatuan umat. (Noer Chaniago, “Tingkatkan Peran Ubudiyah Masjid”, Republika. 4 Maret 2014).
Bila menilik dari pendapat Dewan Masjid Indonesia (DMI) diatas dan sejarah masjid di masa lampau, terlihat jelas masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah namun semua hal yang bersifat sosial maupun ekonomi bisa dilakukan oleh masjid. Salah satu fungsinya adalah mengembangkan dan membantu ekonomi umat, dengan kata lain semua aset-aset yang dimiliki oleh masjid bisa digunakan untuk membantu menaikan taraf hidup jama‟ahnya dan masyarakat sekitarnya.
4
B.Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis Masjid Istilah pemberdayaan diartikan sebagai upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dengan upaya pendayagunaan potensi, pemanfaatan sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan, ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya (Lili, 2010: 57). Pemberdayaan juga berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dalam kondisi yang kurang mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dengan kata lain adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 2000: 263). Sedangkan , ekonomi umat adalah ekonomi pribumi Indonesia yang jumlahnya 97% dari jumlah penduduk Indonesia, dan yang Islam sendiri 87% dari total jumlah penduduk, jadi bisa disebut ekonomi umat iti adalah ekonomi Islam itu sendiri. Pemberdayaan jika bergandeng dengan ekonomi umat dapat difahami sebagai serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan ekonomi dalam masyarakat, terlebih lagi individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. (Darmawan Raharjo, 1999: 355) Bagi masyarakat Indonesia Konsep Pemberdayaan menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin, hal ini dikarenakan jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 meningkat, tercatat terdapat kenaikan sebesar 0,48 persen penduduk miskin pada September 2013, yaitu 28,55 juta orang, yang sebelumnya maret 2013 terdapat 28, 07 juta orang miskin (Badan Pusat Statistik RI, 2013). Maka tidak heran kenapa konsep pemberdayaan menjadi sangat penting, karena orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Kemiskinan sendiri merupakan persoalan kompleks dan berdimensi ganda, spiritual dan material dan mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Ia selalu ada sebagai realitas hidup yang berdiri bersebelahan dengan kekayaan, seperti realitas siang dan malam, terang dan kegelapan. Sebagai realitas sosial, kemiskinan tidak akan dapat dihilangkan secara mutlak, tetapi bisa diatasi dan diperbaiki kualitasnya, sehingga tidak merendahkan harkat dan martabat kemanusiaanya. (Lewis loser, 1982: 193)
5
Kemiskinan sebagai realitas kehidupan, selalu digambarkan sebagai suatu keadaan kehidupan kekurangan, lemah, dan tidak berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik dalam pengertian spiritual maupun Material. Kemiskinan spiritual menggambarkan situasi kehidupan batin seseorang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki dan diperolehnya, yang selalu tidak mencukupi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Agama menyebutnya sebagai orang yang tidak bersyukur atas nikmat tuhan. (QS.14:7). Sedangkan kemiskinan material bersifat ekonomis, yaitu berpenghasilan sangat rendah, sulit untuk memenuhi kebutuhan minimum. (Musa Asy’arie, 1997: 62) Kemiskinan yang akhir- akhir ini banyak dibicarakan oleh kalangan pejabat, kalangan akademis, cendikiawan, dan dikalangan masyrakat adalah kemiskinan dalam kaitannya dengan ekonomi, yaitu sebagai realitas yang dihasilkan oleh adanya struktur perekonomian yang timpang, sehingga mengakibatkan yang kaya makin kaya, dan yang miskin semakin terbenam dalam kemiskinan. Kondisi ini bisa saja menyulut rasa ketidakpuasan masyarakat karena ketidakadilan terasa makin melebar keberbagai aspek kehidupan, yang kemudian mempertegas munculnya berbagai kesenjangan dan ketidakberdayaan. (Agung Wisnuwardana,2008:45) Islam
memandang
kemiskinan
merupakan
suatu
hal
yang
mampu
membahayakan akidah, akhlak, kelogisan berpikir, keluarga dan juga masyarakat. Islam pun menganggapnya sebagai musibah yang harus segera ditanggulangi (Yusuf Qaradawi, 2005:24) Posisi masjid yang strategis dimasyarakat bisa dioptimalkan perannya sebagai agen pemberdayaan ummat dan mengentaskan kemiskinan. Masjid berperan untuk mengubah struktur masyarakat dari kondisi kurang berdaya menjadi berdaya. Masjid yang berdaya adalah masjid yang dimakmurkan oleh jamaahnya sebagaimana yang tersirat dalam Surah At- Taubah ayat 18 berikut:
6
Artinya: hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orangorang yang mendapat petunjuk.
Hadist Riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abi thalhah dari ibnu Abbas mengatakan bahwa Sebab-sebab dari turunkannya surat At-taubah ayat 18 ini satu rangkai dengan ayat 17 yaitu ketika menjadi tawanan perang Badar, Abbas paman Rosulullah SAW berkata: “sekiranya kamu termasuk orang-orang yang dahulu memeluk islam, berhijrah dan berjihad, maka aku adalah orang yang pertama kali memakmurkan Masjidil-haram, memberi minum orang-orang yang menjalankan ibadah haji dan membebaskan orang-orang dari penderitaan”. Peristiwa ini menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang memakmurkan masjid tidak sama dengan orang-orang beriman yang berjihad meluhurkan agama Allah. Perbuatan baik yang mereka lakukan sama sekali tidak ada arti. Sedang amal yang dilakukan kaum muslimin, mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT. (M.Quraish Shihab, 2009:39) Dalam ayat ini kata-kata “ memakmurkan “ bukan hanya dalam konteks meramaikan dengan banyaknya ritual ibadah didalamnya, tapi memang dengan segala macam kegiatan yang bermanfaat untuk umat islam, hal ini sesuai dengan fungsi masjid pada masa Rasulullah, dimana masjid menjadi pusat kegiatan agama, sosial-politik dan ekonomi sekaligus sarana meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. (Ahmad Zaki, 1982:125) Pertanyaan yang mucul adalah Bagaimanakah masjid dikelola menjadi basis pemberdayaan ekonomi umat sehingga kemiskinan bisa ditanggulangi? Ayat 18 surat At- Taubah diatas memberi jawaban terbaik yaitu: 1. Memperkokoh Aqidah. Aqidah terlihat pada Man `amana billahi (orang-orang yang beriman kepada Allah) semata. Adapun beriman kepada Rasul tercakup dalam beriman kepada Allah. Wal yaumil `akhiri (dan hari akhir) beserta apa yang ada padanya seperti kebangkitan, hisab, dan pembalasan. Wa `aqamashalata (serta mendirikan sholat) .
7
Disini Allah mengajarkan kepada hambanya bahwa mengentaskan kemiskinan (spiritual dan material) harus diawali dengan menanamkan Aqidah yang kuat. Aqidah yang kuat akan menjadi landasan bagi manusia meningkatkan kesejahteraan hidupnya, disamping itu sebelum seseorang melakukan usaha untuk meningkatkan taraf hidupnya, Aqidahnya diperkuat lagi dengan pernyataan Allah bahwa beriman kepada hari akhir itu juga percaya termasuk percaya dengan hisab, surga dan neraka, dan diringi dengan mendirikan sholat. Hal ini dimaksudkan agar manusia tidak melakukan jalan yang mungkar dan batil dalam berusaha meningkatkan kesejahteraan. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Q.S: An Nisa‟. 36)
2. Memperbagus Muamalah . Setelah Aqidahnya mantap (secara tak langsung satu bentuk kemiskinan yaitu kemiskinan spiritual/ iman telah diatasi), maka Allah menyuruh manusia untuk mengentaskan kemiskinan material melalui Zakat (Waatazzaka). Sebagai sarana yang dekat dengan umat, masjid berperan sangat penting dalam menterjemahkan perintah zakat ini. (Ahmad Zaki, 1982:125) Sasaran dari penerima zakat ini dijelaskan Allah SWT dalam Surah At Taubah ayat 60:
8
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Zakat
menurut
istilah
bahasa
dapat
diartikan
membersihkan
dan
mengembangkan, sedangkan menurut syara‟ dapat diartikan sebagai harta yang dikeluarkan sebagai kewajiban atas harta atau badan orang yang bersangkutan dengan cara yang khusus /tertentu. (Manshur Ali Nashif, 2002 : 2). Zakat merupakan salah satu dari rukun islam sehingga keberadaanya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidhdharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang (Didin Hafidhuddin,2006:1). Peran strategis zakat dalam masyarakat diantaranya sebagai Capital (Modal Pembangunan), Social justice (membangkitkan keadilan social), Social Equilibrium (keseimbangan social), Social Guarantee
(Jaminan
Sosial),
dan
Social
Safety
(Dana
Siaga
social).
(http://www.dsniamanah.or.id, diakses pada tanggal 12 Mei 2014). Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta,KH Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Sebagai langkah awal, masjid harus mampu menggali potensi zakat yang dipergunakan untuk program pemberdayaan umat. Potensi zakat umat Islam di Indonesia bisa mencapai Rp. 19,3 triliun per tahun. Sayangnya, potensi besar tersebut belum tergali dengan baik. Masjid seharusnya bisa berperan dalam mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat. Tak hanya zakat fitrah saja yang harus dikelola oleh masjid, namun juga zakat penghasilan, pertanian, perniagaan dan perusahaan. Di sisi lain, perlu adanya edukasi kepada masyarakat bahwa membayar zakat bisa dilakukan kapan saja, tak harus di bulan Ramadhan. Zakat yang berkaitan dengan bulan Ramadhan hanya zakat fitrah saja. “Zakat-zakat yang lain tidak ada kaitannya dengan bulan Ramadhan, kecuali kalau misalkan haul-nya masa perputaran tahunnya memang jatuh pada bulan Ramadhan.
9
Zakat perniagaan apabila dia sudah berputar satu tahun dianggapnya dia harus mengeluarkan zakat, tidak harus menunggu pada bulan Ramadhan. Zakat pertanian itu kalau di panen harus dikeluarkan zakatnya. Andaikata panennya tiap bulan ya harus mengeluarkan zakat tiap bulan. (Ali Mustopa, 2010: 14). Edukasi tentang zakat dapat dijelaskan takmir masjid saat sholat Jumat atau acara pengajian rutin. Masjid dapat memanfaatkan media massa dan teknologi informasi sebagai media informasi kepada masyarakat. Yang lebih utama, masjid harus mampu mengelola dan memberdayakan dana zakat tersebut. Penyaluran zakat harus diupayakan tidak bersifat konsumtif yang habis pada waktu itu saja. Jadi, harus diupayakan dana zakat yang diberikan itu berupa pemberian modal kerja, pelayanan kesehatan, program pendidikan, bahkan layanan antar jenazah gratis bagi kaum dhuafa. Ahmad yani dalam bukunya “Panduan Mengelola Masjid” mengatakan bahwa dengan zakat, masjid bisa menciptakan beberapa usaha yang bisa meningkatkan perekonomian umat diantaranya Koperasi, BMT, Tabungan Qurban, KBIH, Penyewaan Kios , dan pelayanan Kesehatan. (Ahmad Yani, 2007:.290 ) 1.Koperasi Koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis yang berorientasi kepada pelayanan yang dapat memberikan sumbangan yang kaya kepada realiasi sasaran suatu perekonomian Islam. Dengan penekanan Islam pada persaudaraan, maka koperasi dalam berbagai bentuk dapat membantu memecahkan persoalan yang menguntungkan bagi pihak manapun. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika saat ini umat muslim mulai mendirikan koperasi-koperasi di masjid yang beranggotakan jamaahnya. Kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh koperasi adalah unit simpan pinjam, unit perdagangan umum, pemberdayaan ekonomi jama‟ah yang semuanya untuk kesejahteraan anggota dan sumber penerimaan infaq. Unit usaha simpan pinjam dilakukan dengan memberikan pinjaman kepada anggota setelah memenuhi syarat tertentu dan pengembalian pinjaman dilakukan dengan cara mencicil pinjaman pokok ditambah infaq untuk koperasi yang besarnya sukarela yang merupakan pendapatan koperasi. Semua hasil usaha koperasi yang dihitung pada setiap akhir tahun takwin/ tahun buku, dibagi dua untuk infaq masjid dan anggota. Mekanisme pembagiannya akan diatur kemudian dan disepakati bersama anggota. (http://www. “Pemberdayaan ekonomi lewat masjid. kabarindonesia.com “diakses pada 20 Januari 2014) Sebagai kelengkapan dan tertib organisasi harus
10
dibuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi yang disesuaikan dengan kekhususan sebagai koperasi jama‟ah masjid. Contoh masjid yang ada koperasinya adalah Masjid Ittihadul Muhajirin di pamulang Banten, Masjid Aman Simpang Mangga Angso duo Jambi.
2.BMT (Baitul Maal wat Tamwil)
BMT, jika diartikan menurut istilah adalah balai usaha terpadu yang diharapkan menjadi lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil, bawah dan menengah dengan berlandaskan syariah.(Ahmad Yani, 2007:.291) Jika dilihat dari sudut ekonomi Islam, yakni lembaga keuangan Islam yang kegiatannya mengelola dana yang besifat nirlaba (sosial). Sumber dana diperoleh dari zakat, infak dan sedekah, yang kemudian disalurkan kepada delapan asnaf mustahik yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, budak gharimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Adapun program pelaksanaan kegiatan bisa dengan membuat usaha berupa Toko BMT, dengan jamaah masjid sebagai pelanggannya. Contoh masjidnya adalah Masjid Daru Tauhid Bandung, dan Masjid Agung Al- Falah Jambi yang memberikan pinjaman modal usaha kepada para pedagang kecil dilingkungan masjid.
3.Tabungan Qurban.
Kurban adalah menyembelih hewan ternak sebagai suatu bentuk ibadah kepada Allah Swt pada hari raya Idul Adha. Dalam dimensi Ilahiah, qurban bermakna upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt sebagai ucapan rasa syukur atas rizki yang telah diberikan dalam jumlah yang lebih dari sekedar kebutuhannya atau bahkan sangat berlimpah.Selain itu, sebagai upaya untuk membantu dan memberikan kebahagiaan terhadap kaum dhuafa sehingga hubungan antara si kaya dan si miskin tetap terjaga secara harmonis. Hingga saat ini jika kita perhatikan ketika menjelang hari raya Idul Adha semakin banyak minat masyarakat untuk berkurban. Dengan alasan tersebut masjid melalui pengurusnya harus berinisiatif untuk membantu memfasilitasi jamaah maupun masyarakat sekitar masjid dalam berkurban. Ada dua fasilitas yang diberikan oleh masjid :
11
(1) Menyediakan hewan kurban pada saat menjelang hari raya Idul Adha, agar masyarakat tidak perlu merasa kesulitan untuk mencari hewan ternak yang akan dikurbankan. (2) Memberikan fasilitas tabungan kurban, ditujukan kepada masyarakat ekonomi menengah kebawahyang ingin berkurban tetapi merasa kesulitan ekonomi jika harus membeli hewan kurban ketika menjelang hari raya Idul Adha. Adapun program kegiatan pelaksanaan dan pengembangan tabungan kurban serta penjualan hewan kurban dilakukan dengan menggunakan kartu tabungan bagi setiap jama‟ah yang berniat untuk melaksanakan qurban dengan cara menabung melalui majlis taklim yang ada dilingkungan Masjid maupun langsung ke bidang usaha masjid. Kegiatan ini banyak dibuat oleh masjid- masjid di Indonesia.
4. KBIH / Umroh / Haji Plus. Salah satu fungsi utama masjid adalah ubudiyah atau ibadah.ini berarti, masjid seharusnya dijadikan oleh kaum muslimin sebagai pusat peribadatan sehingga karenanya pula jamaah masjid harus mendapat bimbingan beribadah dengan sebaik-baiknya menurut yang dicontohkan Rasulullah Saw. Salah satu ibadah yang menjadi puncak pengalaman ruhani kaum muslimin adalah ibadah haji dan umroh. Agar jamaah bisa melaksanakan ibadah haji dan umroh dengan baik, maka pengurus masjid harus memprogram pelayanan bimbingan ibadah haji dan Umroh. Lagi pula seluruh jamaah masjid harus mendapat motivasi atau dorongan yang kuat dari pengurus masjid untuk bisa melaksanakan ibadah haji, meskipun dari sisi dana belum mampu. (Ahmad Yani, 2007:.377 ) Sehingga jamaah termotivasi untuk mengukuhkan niatnya dan lebih giat lagi menyisihkan nafkahnya untuk berhaji atau umroh. Oleh karena itu, masjid harus membentuk unit usaha tabungan haji dan bimbingan manasik haji yang bekerja sama dengan travel haji dan umroh. Jamaah yang sudah lunas tabungan umrohnya kemudian didaftarkan kepada travel, dan sesuai perjanjian Travel akan memberikan beberapa persen keuntungan untuk program pemberdayaan masjid. Selain itu Masjid juga bisa membuat tempat manasik sehingga Jamaah yang akan berangkat bisa menggunakan tempat itu dan cukup memberikan dana infaq kepada masjid. Contoh masjidnya adalah Masjid Ittihadul Muhajirin di pamulang Banten, dan Masjid Darut Tauhid Bandung.
12
5. Usaha Penyewaan Kios Kios usaha yang dibangun masjid adalah salah satu kegiatan usaha yang berguna untuk menambah pemasukan kas masjid. Kios usaha ini disewakan kepada masyarakat khususnya bagi jamaah dilingkungan masjid, dan bagi penyewa hanya dikenakan infak sebesar Rp 150.000/bulan. Persyaratan lainnya misalkan penyewa harus membeli bahan pokok untuk dagangannya di toko sembako BMT. Contoh masjidnya adalah Masjid Ittihadul Muhajirin di pamulang Banten, dan Masjid Darut Tauhid Bandung.
6. Pelayanan Kesehatan. Mempunyai program kegiatan memberikan pelayanan kesehatan berupa praktek dokter dan khitan yang dilakukan untuk melayani jama‟ah dilingkungan masjid maupun masyarakat umum. Pelayanan praktek dokter tersebut merupakan cikal bakal terbentuknya Klinik yang cukup memadai untuk pelayanan kesehatan masyarakat di masa mendatang termasuk Pelayanan Ambulans. Contoh masjidnya adalah Masjid Ittihadul Muhajirin di pamulang Banten, dan Masjid Darut Tauhid Bandung. Harus diakui bahwa dalam tataran praktek Permasalahan yang muncul adalah pertama, kekurangan sumber daya manusia (SDM). Kurangnya SDM sering menjadi salah satu alasan yang sering dipakai DKM masjid manapun untuk menjelaskan kenapa program pemberdayaan masyarakat berbasis masjid mereka berjalan tertatih-tatih. Kedua adalah kurangnya pendanaan yang dimiliki masjid. Masjid bukan instansi profit oriented sehingga tidak banyak orang yang mau menginvestasikan dana-nya pada masjid dan juga ketidak mampuan masjid mengumpulkan dana dari masyarakat lewat instrument zakat, infaq dan shadaqah, dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk berzakat, berinfaq dan shadaqah. Hal ini
berakibat tidak optimalnya program
pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis masjid. Mustofa dalam bukunya Manajemen Masjid: Gerakan Meraih Kembali Kekuatan dan Potensi Masjid, mengatakan bahwa Salah satu hal yang bisa dilakukan masjid untuk menutupi kurangnya SDM yang dimiliki adalah dengan cara melatih SDM yang telah ada melalui pemagangan, pelatihan, dan seminar- seminar sehingga mampu bekerja secara efektif, kemudian masjid melatih kader-kader muda dengan transfer knowledge tentang manajemen pengelolaan usaha masjid, sehingga dimasa depan masjid memiliki SDM yang cakap dalam mengelola usaha masjid. (Mustofa, 2007: 58 )
13
Dari
bebarapa penjelasan para pakar atau penggiat pemberdayaan ekonomi
berbasis masjid diatas maka menurut hemat Penulis bahwa memakmurkan masjid tidak hanya diisi dengan ibadah- ibadah mahdah saja, akan tetapi juga dengan membuat usaha- usaha yang bisa meningkatkan
kesejahteraan ekonomi jamaahnya seperti
memberdayakan zakat, infaq, dan shadaqah, mendirikan baitul Mal, dan usaha- usaha ekonomi lainnya. Penulis juga menambahkan bahwa Pemberdayaan ekonomi berbasis masjid harus memperhatikan beberapa tahapan yaitu: 1. Tahap Prapersiapan. Tahapan ini adalah awal perencanaan program secara partisipatif dengan cara melakukan pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan masjid dan wilayah sasaran, menetapkan sasaran masjid dan kelompok ummat berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dan dianalisa secara kualitatif, melakukan observasi lapangan dan identifikasi sasaran yang dilakukan secara partisipatif dan selanjutnya menyusun matriks perencanaan program secara partisipatif berdasarkan observasi dan identifikasi lapangan. 2. Tahap persiapan. Tahap ini untuk membangun dukungan dan partisipasi dari pihak-pihak terkait (asosiasi masjid, pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi dan sumber-sumber daya lainnya). Harapan besar dari tahapan ini adalah munculnya percepatan mobilisasi sumber daya. 3. Tahap pelaksanaan. Tahap ini dilakukan setelah persiapan minimal telah terpenuhi. Di sinilah inti dari proses pemberdayaan ummat dan disain program dibuktikan pada kerangka praktis 4. Tahap pemandirian. Proses pada tahap ini diarahkan agar kelembagaan masyarakat dan kelompok-kelompok ummat mampu meneruskan aktivitas pemberdayaan secara mandiri. Terminologi mandiri harus dimaknai bukan sebagai exit strategy (strategi pelepasan) dalam arti ummat diminta mengurus sendiri problem dan kebutuhannya, sementara dukungan pihak-pihak terkait dan fungsi pelayanan dari pemerintah ditiadakan. Makna yang tepat dari tahapan ini adalah strategi sinergi, strategi yang mengarahkan agar ummat mampu mengelola problem dan kebutuhannya dengan dukungan berbagai pihak serta kekuatan pelayanan dari pihak pemerintah.
14
Kemudian
menurut
penulis
pemerintah
agar
lebih
memperhatikan
pemberdayaaan ekonomi umat berbasis masjid dengan cara memberikan pembinaan dan pendampingan kepada pengurus dan jamaah masjid dalam pengembangan usaha, baik berupa manajemen, tekhnik pemasaran, dan inovasi usaha. Jika semua ini dilaksanakan dengan baik maka akan terwujudlah Masjid yang menjadi basis pemberdayaan ekonomi umat.
D. Kesimpulan Dari pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa masjid akan menjadi basis bagi pemberdayaan ekonomi umat jika dikelola dengan baik dan optimal. Pemberdayaan itu dimulai dari menggali potensi ekonomi dan SDM
yang ada pada jamaahnya.
Potensi- potensi yang ada itu dapat dimanfaatkan untuk membentuk usaha- usaha yang digerakkan dari masjid seperti Koperasi, BMT, KBIH, penyewaan kios, dan pelayanan kesehatan. Bilamana semua ini dijalankan dengan optimal dan didukung pula dengan SDM yang baik, maka masjid tidak hanya memakmurkan iman/ spritual akan tetapi juga memakmurkan perekonomian/ financial jamaahnya. Wallahua‟lam
15
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Al-Quran dan Terjemahnya, 1995. Jakarta: Depag RI Ahmad Sutardji, 2002. Visi, Misi dan Langkah Strategis PDMI dalam Pengelolaan Masjid. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Agung Wisnuwardana, 2008. Islamic Community Development Specialist. Jakarta: Republika Ahmad Yani, 2007. Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Intermasa. Ahmad Zaki Badawi, 1982. Mu’jam Mushthalahâtu al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyyah, Beirut, Maktabah Lubnan: New Impression Ali K, 2003. Sejarah Islam Tarikh PraModern , Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Ali Mustafa Yaqub, 2010. Potensi Zakat, Jakarta: Republika Press A.W. Munawwir. 1997. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya :Pustaka Progresif. Badan Pusat Statisti Republik Indonesia, 2013 Darmawan Raharjo, 1999. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta. Pelajar Pustaka. Didin Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Moderen. Jakarta. Gema Insani Press. Lewis loser, 1982.sociology Theory, USA : Macmillan Publishing Lili,2010. Zakat dan Wirausaha. Jakarta: Republika Manshur Ali Nashif. 2002. Mahkota Pokok-pokok Hadist Rasulullah SAW. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Mubyarto, 2000. Membengun Sistem Ekonomi,Yogyakarta: BPFE Mustofa, 2007. Manajemen Masjid: Gerakan Meraih Kembali Kekuatan dan Potensi Masjid Surakarta: Ziyad Books. Musa Asy‟ari,1997.Islam,Etos Kerja, dan Pemberdayaan Ekonomi umat. Klaten: LESTI Noer Chaniago, 2014 .“Tingkatkan Peran Ubudiyah Masjid”, Republika 16 Februari Raghib Al- Isfahani,Mu‟jam Mufradat Al- Fazil Qur‟an,. Beirut: Dar Al- Hadist Sidi Ghazalba. 1983. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara
16
Sofyan Syafri Harahap, 2004. (Ed) Pedoman Manajemen Masjid. Jakarta: Pustaka Quantum Taufiq Ismael, 1988.Puisi- Puisi Awal. Jakarta: Balai Pustaka Quraish Shihab . 1996. Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan Quraish shihab, 2009. Tafsir al- misbah:Vol 5.Jakarta: Lentera Hati Qaradhawi, Yusuf. 2005. Spektrum Zakat. Jakarta: Zikrul Hakim. http://www. “Pemberdayaan ekonomi lewat masjid. Kabarindonesia.com “diakses pada 20 Januari 2014 http://www.dsniamanah.or.id, diakses pada tanggal 12 Mei 2014.
17