I. PENDAHULUAN Sudah sejak lama, para pelayan Pujian dan Penyembahan senior di lingkungan BPK‐PKK‐KAJ menyadari, bahwa ada suatu kebutuhan yang mendesak untuk menyelenggarakan Sekolah atau Kursus Pujian dan Penyembahan. Memasuki era 90’an, album kaset live performance, yakni kaset yang berisi rekaman lagu‐lagu kebangunan rohani yang ditampilkan secara langsung, semakin merebak. Di sisi lain, pembinaan atau kursus‐kursus Pujian dan Penyembahan dari kalangan Gereja karismatik non Katolik pun semakin merebak. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan bila ada sebagian umat Katolik yang belajar dari Gereja lain. Semangat untuk belajar yang ada pada umat Katolik tersebut patut dihargai, namun yang amat disayangkan adalah minimnya penghayatan Katolik‐nya. Tidak mengherankan pula, bila ada sebagian yang pola pikirnya agak terpengaruh teologi non Katolik. Sesungguhnya, sudah sejak awal tahun 90’an, Pembaruan Karismatik Katolik pun telah menyelenggarakan berbagai pembinaan Pujian dan Penyembahan yang mengacu pada metode Ron Ryan. Ada beberapa persekutuan doa yang juga menyelenggarakan pembinaan atau seminar mengenai Pujian dan Penyembahan. Di antaranya Persekutuan Doa Karismatik Katolik Gloria yang secara rutin menyelenggarakan seminar Pujian dan Penyembahan. Ternyata, itu semua dirasakan belum menyelesaikan masalah. Ada pemikiran yang muncul bahwa dibutuhkan suatu sekolah seperti Sekolah Evangelisasi Pribadi, yang tidak hanya sekadar memberikan teori, tetapi juga praktek dan diskusi yang lebih mendalam mengenai Pujian dan Penyembahan. Untuk tujuan itu, maka BPK‐PKK‐KAJ membentuk suatu wadah yang diberi nama Forum Komunikasi Pelayan Pujian dan Pemusik atau disingkat dengan FKP3, yang ditugaskan untuk menangani 1
masalah Pujian dan Penyembahan di lingkungan BPK‐PKK‐KAJ, dan juga merealisasikan rencana pendirian sekolah atau kursus Pujian dan Penyembahan tersebut. Mengawali upaya pendirian Sekolah Pujian dan Penyembahan BPK‐PKK‐KAJ ini, FKP3 merasa bahwa; perlulah kiranya terlebih dahulu menerbitkan Buku Panduan bagi para pelayan Pujian dan Pemusik ini. Walaupun Buku Panduan ini bukanlah harga mati bagi tata laksana Pujian & Penyembahan di lingkungan BPK‐PKK‐ KAJ, tetapi diharapkan Buku Panduan tersebut bisa menjadi pegangan bagi para Pelayan Pujian dan Pemusik dalam melaksanakan tugas‐tugasnya dengan lebih serius dan terarah. Juga, dengan penerbitan Buku Panduan ini, diharapkan bisa mengurangi perdebatan‐perdebatan di antara maupun di dalam tim Pujian dan Pemusik dalam Persekutuan Doa, tentang bagaimana seharusnya Pujian dan Penyembahan dilaksanakan dalam sebuah acara Persekutuan Doa. Sebagai tindak lanjut dari penerbitan Buku Panduan ini, maka FKP3 akan mempersiapkan Sekolah Pujian dan Penyembahan. Bila kita berbicara mengenai Pujian dan Penyembahan, maka kita pun terlebih dahulu harus berbicara mengenai Persekutuan Doa Karismatik Katolik. Pujian dan Penyembahan yang dibahas di sini adalah Pujian dan Penyembahan yang “Katolik”, suatu pemahaman Pujian dan Penyembahan yang Iebih mendasar, mendalam dan menyeluruh.
2
II. PERSEKUTUAN DOA KARISMATIK KATOLIK 1.
Persekutuan Doa Karismatik Katolik (Persekutuan Doa) merupakan salah satu aktivitas dalam Pembaruan Karismatik Katolik. lstilah kata Persekutuan Doa ini kerapkali digunakan untuk menyebutkan sebuah kelompok karismatik Katolik. Aktivitas ibadat mingguan Persekutuan Doa, lebih tepat disebut dengan istilah Pertemuan Doa (Bersama).
2. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, sebuah persekutuan doa dapat disebut sebagai Persekutuan Doa, bilamana persekutuan doa tersebut sungguh‐sungguh menampilkan cirinya yang karismatis dan juga ciri Katoliknya. Sebuah Persekutuan Doa semestinya merupakan persekutuan yang membuka diri terhadap karunia‐karunia Roh yang berkembang sejak masa Perjanjian Baru. 3. Berbeda dengan Ibadat sabda, Persekutuan Doa lebih bersifat ekspresif. Beberapa ciri Persekutuan Doa lainnya adalah adanya keterbukaan dan kebebasan dalam berekspresi, baik dalam doa maupun dalam nyanyian. Suasana kasih persaudaraan harus dibangun dalam acara‐acara Persekutuan Doa. Tujuan utama Persekutuan Doa adalah memuji dan menyembah Tuhan sehingga umat mengalami perjumpaan personal dengan Tuhan di dalam suasana komunal. Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan merupakan sesuatu yang personal, namun kekayaan pengalaman iman tersebut semestinya dapat dibagikan kepada sesama dalam persekutuan tersebut, seperti yang dialami oleh Gereja Perdana. Pujian dan Penyembahan merupakan sarana paling efektif untuk masuk dalam pengalaman tersebut. Tonggak utama dalam Persekutuan Doa adalah Pujian dan Penyembahan. 4. Katekismus Gereja Katolik menyebutkan bahwa ada lima bentuk doa, yakni; Syukur, Pujian, Penyembahan, Permohonan dan Syafaat (no. 2626‐2649). 3
A. DEFINISI DASAR PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Definisi Pujian i.
Dan kata dasar puji, dalam situs Kamus Besar Bahasa Indonesia (pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi) artinya suatu pengakuan dan penghargaan yang tulus akan kebaikan (keunggulan) sesuatu. Kata pujian berarti suatu pernyataan memuji.
ii. Dengan demikian, pujian berarti ungkapan atau ucapan yang mengaku dengan penuh ketakjuban (ungkapan apresiatif) terhadap pribadi Allah (yang amat istimewa). iii. Menurut Katekismus Gereja Katolik, pujian adalah bentuk doa yang mengakui Allah yang paling langsung. Maksudnya adalah pujian mengagungkan Allah demi diri‐Nya sendiri. Bukan hanya karena perbutan‐perbuatan‐Nya, melainkan karena Ia ada (Katekismus Gereja Katolik no. 2639). iv. Pujian bersifat proklamatif, suatu pernyataan yang diungkapkan tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain, agar dengan bersama‐sama orang lain secara aklamatif mengakui dan menerima serta mengungkapkannya dengan mantap. v. Pujian serupa dengan syukur, tetapi syukur lebih merupakan ungkapan terima kasih dan terpusat pada apa yang telah diperbuat Allah. Dalam prakteknya, kedua bentuk ungkapan yang serupa ini, berjalan seiring. b. Definisi Penyembahan i.
Dari kata dasar sembah, yang berarti suatu pernyataan penuh hormat dan khidmat, yang 4
ditujukan pada pribadi yang dimuliakan dan diistimewakan. Suatu sikap tunduk atau penaklukan diri di hadapan pribadi yang dihormati dan dipuja, dalam hal ini adalah Allah Tritunggal. ii. Menurut Katekismus Gereja Katolik, di dalam penyembahan, roh kita menundukkan diri di hadapan Raja kemuliaan (Katekismus Gereja Katolik no. 2628). iii. Penyembahan merupakan suatu ungkapan yang menyatakan bahwa Dialah yang berkuasa atas diri kita. c. Perbedaan dan persamaannya i. Dari definisi masing‐masing kata dapat dilihat perbedaannya. ii. Dilihat dari corak atau suasana yang diciptakan, pujian bercorak penuh kesemarakan, sedangkan penyembahan bercorak penuh kesyahduan. iii. Pada dasarnya kedua bentuk doa tersebut merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dan hanya berfungsi baik, bila pujian dan penyembahan berjalan seiring. Seperti sebuah mata uang, yang hanya berfungsi bila memiliki dua sisi yang utuh. d. Menyembah dalam roh dan dalam kebenaran. Melihat pada konteks peristiwa pertemuan Yesus Kristus dengan seorang perempuan Samania (Yoh 4:20‐26). i.
Menyembah dalam roh artinya; ¾ Tidak terbatas pada tempat tertentu.
5
¾ Suatu penyembahan yang dilakukan tidak hanya bersandar pada akal budi / kemampuan bernalar (kognisi) semata, tetapi juga dalam roh atau dengan indera rohani (intuisi). Dalam bahasa yang lebih dimengerti, menyembah dari hati yang terdalam atau menyembah penuh Iman. Sebab Allah itu Roh. ii. Menyembah dalam kebenaran artinya; ¾ Kita tahu siapa yang disembah. ¾ Menyembah Dia berdasarkan pada pengertian atas firmanNya. iii. Pada dasarnya, penulis Injil Yohanes hendak menggaris bawahi bahwa pernyataan Yesus Kristus kepada wanita Samaria tersebut hendak menyatakan, dengan hadirnya Yesus Kristus di tengah‐tengah umat‐Nya itu, hal ini merupakan dimulainya suatu masa yang baru. Suatu masa yang membawa pemahaman dan penghayatan yang baru, yang lebih utuh dan lebih mendalam mengenai hal beribadat. Beralih dari pemahaman dan penghayatan “Perjanjian Lama” yang terpusat pada tempat‐tempat suci beserta aturan‐aturannya yang kaku dan beku, menuju kepada pemahaman dan penghayatan “Perjanjian Baru” yang tidak terikat pada tempat‐ tempat dan waktu‐waktu tertentu dengan suatu “aturan” yang baru, yang ditemukan di dalam pribadi Yesus Kristus. iv. Melihat dan keseluruhan konteks perikop Yoh 4:1‐44, maka penyembahan yang dimaksud menjadi katalisator bagi mengalirnya air hidup, sehingga pelaku penyembahan senantiasa “disegarkan”. 6
B. PENTINGNYA PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Pujian dan penyembahan sarana yang paling efektif untuk membangun iman yang lebih hidup. Sebab dengan memuji dan menyembah, kita menempatkan Tuhan Allah sebagai yang paling utama di dalam seluruh aspek kehidupan kita. b. Dengan menjadikan Tuhan Allah yang paling utama, maka seluruh Iangkah kehidupan kita diletakkan dalam pimpinan‐Nya, sehingga apapun yang kita lakukan berjalan sesuai dengan kehendak‐Nya. c. Dengan demikian, dalam menjalani hidup dan memandang setiap peristiwa kehidupan menurut kaca mata Tuhan. Cenderung dipenuhi kasih‐Nya, lebih bersukacita, Iebih damai, memiliki damai sejahtera dan tidak mudah putus asa atau kecewa. d. Sarana yang efektif untuk memampukan kita dalam menjalin relasi dan komunikasi yang lebih baik dan lebih mendalam, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama. e. Merupakan sarana yang efektif pula untuk: 1.
Mengalami pencurahan maupun buah roh.
karunia‐karunia
Roh
2. Meningkatkan kepekaan batiniah f. Merupakan sarana yang efektif pula memperoleh rahmat agar mampu pula bersaksi dan berkarya dengan daya ilahi bagi sesama. g. Tidak terlepas dari aspek musikal yang mendukungnya. Walaupun bukan untuk mendominasi, tetapi patut diakui dan berdasarkan penelitian alkitabiah maupun ilmiah, unsur musikal memiliki daya yang ampuh untuk mempengaruhi jiwa manusia bahkan makhluk‐makhluk Iainnya. Pujian Penyembahan menghidupkan “musik” yang ada di dalam jiwa manusia. 7
C. TUJUAN UTAMA PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Menjadi penyembah yang sejati, dengan senantiasa mempersembahkan seluruh hidup kepada Tuhan. b. Menjadi saksi yang penuh dengan karunia‐karunia‐Nya bagi sesama. D. KUASA PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Memampukan kita secara efektif membebaskan diri dari segala kebiasaan buruk maupun dari pengaruh dan ikatan roh jahat. b. Memperoleh kekuatan daya ilahi, sehingga mampu mengatasi setiap perkara. c. Menjadi sarana penyembuhan.
yang
efektif
bagi
terjadinya
d. Membangkitkan semangat iman dan sukacita dalam jiwa. F. STRUKTUR DAN DASAR PUJIAN DAN PENYEMBAHAN (Mzm 95:1‐6 & Mzm 100) a. Syukur Æ Pujian Æ Penyembahan dengan mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani (mengikuti struktur Bait Allah di Yerusalem) i. Masuk gerbang‐Nya dengan bersyukur ii. Ke dalam halaman‐Nya dengan pujian iii. Ke hadapan takhta‐Nya dengan menyembah b. Penyembahan pun memiliki tahap‐tahapnya i. Penyembahan dengan kata‐kata dimengerti dalam doa dan nyanyian Æ Penyembahan tanpa kata‐kata 8
yang dimengerti, doa dalam bahasa roh Æ Penyembahan tanpa kata‐kata, tanpa suara, penyembahan kontemplatif. ii. Penyembahan yang otentik mengaktifkan dan mengefektifkan karunia‐karunia Roh serta bermuara pada penyembahan yang kontemplatif. ¾ Dalam kontemplasi, aktivitas kita hanyalah mengarahkan hati secara lebih intensif, memandang Allah dengan penuh cinta, membuka diri untuk semakin dipenuhi rahmat‐Nya dan semakin ditarik ke dalam hubungan yang semakin intim, semakin bersatu dengan‐Nya. ¾ Kontemplasi sejati merupakan anugerah (kontemplasi yang dicurahkan), sedangkan kontemplasi yang dilakukan secara rutin oleh kita hanyalah merupakan persiapan (dikenal dengan istilah kontemplasi yang diupayakan) untuk mengalami kontemplasi yang dicurahkan. ¾ Menurut tradisi para mistikus agung, ada 3 (tiga) jalan menuju persatuan. 1.
Jalan pembersihan (via purgativa). Jalan yang membebaskan kita dari diri palsu atau kedagingan yang melekat.
2. Jalan pencerahan (via iluminativa). Jalan yang membawa kita pada pengertian dan kebijaksanaan ilahi. 3. Jalan persatuan (via unitiva). Jalan yang mempersatukan kita dengan Allah. ¾ Dalam perjalanannya menuju pada persatuan dengan‐Nya, ada dinamika yang senantiasa menyertai. Ada masa penuh dengan sukacita atau penghiburan (konsolasi) dan masa penuh dengan 9
dukacita atau kekeringan (desolasi). Desolasi dan konsolasi memiliki peran untuk memurnikan dan meneguhkan kita secara efektif dalam meningkatkan relasi yang makin erat dengan Allah dan juga dengan sesama. c. Untuk mencapai tahap‐tahap tersebut, umumnya digunakan musik dan nyanyian. Sebab musik dan nyanyian memiliki peran dan pengaruh yang amat efektif. d. Bermazmur (memuji dengan kitab Mazmur), Kidung Puji‐ Pujian (memuji dengan nyanyian baru yang muncul sejak masa Peranjian Baru) dan Nyanyian Rohani (suatu nyanyian spontan yang diinspirasikan oleh Roh dan biasanya merupakan awal dari munculnya senandung bahasa roh) yang disebut oleh St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus maupun di Kolose merupakan bentuk‐bentuk nyanyian yang memuji Tuhan. Di sisi lain, bentuk‐bentuk nyanyian tersebut juga mengungkapkan tahap‐tahap perkembangan proses memuji dan menyembah Tuhan. F. UNSUR ATAU SIFAT PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Informal i.
Sekalipun ada kerangka dasar / susunan acara, namun semua berjalan mengikuti suasana yang ada.
ii. Dalam situasi tertentu atau pada kelompok‐kelompok tertentu, susunan acara dapat saja berbeda atau berubah. iii. Ada kebebasan yang cukup besar dalam variasi atau improvisasi acara. Sebab struktur atau susunan acara tidak bersifat kaku dan beku. 10
b. Partisipatif aktif i.
Tidak didominasi oleh seseorang atau sekelompok orang, tetapi seluruh umat terlibat di dalamnya.
ii. Ada saat di mana umat diberi kesempatan untuk mengungkapkan doa‐doanya c. Spontan i.
Mengikuti gerak / dorongan hati.
ii. Tanpa adanya skenario atau narasi tertentu. Spontanitas berguna untuk melatih dan membangun kepekaan batin. d. Ekspresi i.
Dalam bersuara; Dalam doa, baik diserukan maupun dinyanyikan atau dengan sorak‐sorai.
ii. Dalam ungkapan tubuh; Angkat tangan, berjabatan tangan, menari, melompat, sujud, berdiri dan lain‐lain. iii. Dengan alat musik; seperti gitar maupun keyboard. e. Afeksi i.
Kasih dan sukacita yang mewarnai dan melandasi setiap aktivitas di dalamnya
ii. Menciptakan suasana kekeluargaan / persaudaraan iii. Doa yang memuja Allah, terwujud pula dalam doa bagi sesama (syafaat) 11
f. Dipimpin dan digerakkan oleh Roh Kudus i.
Doa, lagu dan musik yang diinspirasikan oleh Roh Kudus
ii. Mengaktifkan karunia‐karunia Roh, baik doa dalam bahasa roh maupun karunia‐karunia Iainnya. iii. Sekalipun berjalan berdasarkan bimbingan Roh, segala sesuatu berjalan secara teratur dan tunduk pada pimpinan Persekutuan Doa maupun pimpinan Gereja. g. Saat hening i.
Saat di mana tidak ada suara sama sekali.
ii. Saat untuk mendengar suara Tuhan. iii. Kepekaan seorang Pemimpin Pujian menentukan untuk mengarahkan umat dalam keheningan. h. Sharing iman yang dipersiapkan. i. Kitab Suci i.
digunakan sebagai acuan untuk berdoa
ii. Digunakan sebagai renungan G. PUJIAN PENYEMBAHAN DAN SENI BUDAYA a. Pada hakekatnya atau kodratnya, pujian dan penyembahan merupakan salah satu unsur penting dari doa atau ibadat. Bilamana dilihat dari bentuk dan gayanya yang berkembang di abad post modern ini, 12
pujian dan penyembahan merupakan produk budaya Barat. b. Pujian penyembahan yang efektif adalah pujian penyembahan yang menyesuaikan diri dengan budaya setempat. c. Pujian penyembahan memiliki ciri musikal, namun unsur musik dalam pujian penyembahan hanya sarana dan bukan tujuan. i.
Musik dimanfaatkan secara proporsional dalam pujian penyembahan, tujuannya adalah mengaktifkan “musik” batin, yakni roh kita yang memuji Allah.
ii. Secara alkitabiah maupun secara ilmiah, diakui bahwa musik memiliki peran yang efektif untuk perkembangan atau pemulihan jiwa dan hidup rohani. iii. Unsur musik merupakan salah Satu faktor, yang membuat pujian penyembahan menjadi sarana yang efektif terjadinya pemulihan, penyembuhan maupun pembebasan. H. PENGHALANG PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Roh jahat b. Dosa c. Terlalu mengandalkan akal budi d. Pikiran negatif i.
Apatis; Sikap masa bodoh.
ii. Minimalis; Merasa cukup dengan yang sudah ada. iii. Fatalis; Merasa diri tidak pantas dan tidak berguna. 13
I. ASPEK KRITIS MENGENAI PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN PUJIAN DAN PENYEMBAHAN a. Dalam pemahaman i.
Pujian Penyembahan merupakan perintah Allah? ¾ Secara tidak langsung ada tendensi dibalik pernyataan itu Æ unsur pemaksaan (gambaran / warisan ajaran Perjanjian Lama). ¾ Gambaran Perjanjian Baru tentang Perjanjian Lama berbeda dengan Perjanjian Lama yg cenderung menekankan sikap tunduk. Dalam Perjanjian Baru, Pujian Penyembahan lebih merupakan undangan / panggilan. ¾ Allah mencari / menanti (tidak memaksa atau menuntut) penyembah yang sejati. ¾ Acuan utama Perjanjian Baru adalah Hukum Kasih ¾ Dalam Sabda Bahagia, tersirat ajakan untuk bersyukur / memuliakan Allah.
ii. Pujian Penyembahan merupakan ibadat demi kesenangan Allah? ¾ Allah tidak memerlukan penghiburan, manusialah yang membutuhkan. ¾ Menyenangkan hati Allah artinya adalah kita mau hidup sesuai dengan kehendakNya. Bila Ia berkenan atas kita, itu bukan karena jasa kita. iii. Pujian Penyembahan merupakan ibadat yang “penuh kuasa”? ¾ Pujian Penyembahan bukanlah yang menjadi penyebab hadirat / urapan Allah turun.
14
¾ Sebaliknya, oleh karena Allah yang telah terlebih dahulu turun / menyapa umatNya. Allah yang senantiasa mengambil inisiatif. Manusia selalu hanya memberi tanggapan atas rahmat yang telah tercurah (Lihat dalam berbagai peristiwa Yesus & para rasul didalam Kisah Para Rasul yang melawat dan nielayani umatNya. Mereka memuji dan memuliakan Allah, justru setelah mengalami sentuhan ilahi yang menyelamatkan dan memulihkan hidup mereka). ¾ Justru Pujian Penyembahanlah yg naik ke hadiratNya (Mzm 100). Bila dikatakan bahwa hadiratNya “turun” atas kita. itu berarti Ia berkenan atas kita. Bukan karena kita layak. tetapi semata‐mata karena kasih dan kerahimanNya iv. Pujian Penyembahan merupakan pintu menuju hadirat Allah? ¾ Pintu dan Jalan menuju Allah adalah Yesus Kristus sendiri. ¾ Pujian Penyembahan lebih merupakan sarana untuk masuk ke hadiratNya (lihat Mzm 100:4), energinya (atau kemampuan untuk memuji Dia) pun berasal dan Roh Kudus. ¾ Oleh bimbingan dan kuasa Roh Kudus, kita dimampukan untuk memuliakan Allah. v. Tujuan Pujian dan Penyembahan adalah memperoleh urapan? ¾ Urapan adalah pemberian dari Pribadi yang kita puji dan sembah. ¾ Tujuan utama Æ menjalin relasi yg semakin intim dengan‐Nya. 15
¾ Menjadi penyembah yang sejati berarti menjadi pribadi yang semakin akrab denganNya. ¾ Buah utama yg dihasilkan dari Pujian dan Penyembahan bukan urapan, tetapi karakter ilahi (buah Roh) Æ menyerupai Kristus sendiri Æ memiliki hati Bapa. b. Dalam penghayatan dan pelaksanaannya i. Menjadi komoditi; Hanya mengutamakan aspek “keuntungan” yang harus / diterima. ii. Menjadi sekadar penghiburan orang‐orang; Merasa nyaman dan nikmat, hanya bila ibadat berjalan sesuai selera dan harapan kita semata. Kondisi demikian, membuat Persekutuan Doa serupa dengan pompa bensin, restoran atau bioskop. iii. Terlalu musikal; Cenderung terlalu mengikuti trend lagu baru atau jenis musik tertentu. iv. Terlalu bersandar pada prasarana. v. Dominasi para pelayan, termasuk juga pelayan Sabda. Umat menjadi pasif dan bersikap konsumtif saja. vi. Pola dan gaya ibadat yang tidak dapat diubah. J. PUJIAN DAN PENYEMBAHAN DALAM PERSEKUTUAN DOA a. Pujian dan Penyembahan adalah sarana utama dari Persekutuan Doa untuk membawa segenap umat ke dalam penyadaran akan persatuan mereka dengan Allah. b. Oleh karena itu, Pujian Penyembahan di dalam Persekutuan Doa memiliki peran yang amat penting untuk
16
menggerakkan keterlibatan umat dalam berdoa secara lebih aktif, lebih ekspresif dan lebih intensif. c. Pujian Penyembahan dalam Persekutuan Doa lebih bersifat seperti sebuah sekolah doa, sebab mengarahkan dan membina umat untuk bertumbuh semakin dewasa didalam dan melalui doa, secara berkesinambungan. i. Susunan acara; Sebenarnya tidak ada susunan yang baku. Susunan ini hanya sebagai contoh dan panduan. ii. Puji‐pujian ii. Doa pujian spontan iv. Nyanyian atau doa Penyembahan ¾ Doa atau senandung dalam bahasa roh v. Saat hening vi. Manifestasi karunia‐karunia Roh lainnya ¾ Nubuat, berkata‐kata dalam bahasa roh dan penafsirannya, sabda pengetahuan atau sabda kebijaksanaan vii. “Sharing” iman atau mendengarkan renungan yang telah dipersiapkan atau renungan inspiratif (diinspirasikan oleh Roh) yang spontan saat itu. viii. Saling mendoakan atau doa syafaat. ix. Pengumuman x. Doa dan nyanyian penutup xi. ‘Fellowship‘ / ‘guyub‘; temu‐teman, tegur sapa, minum / ‘snack’ (bila ada)
17
d. Teknis pelaksanaan Persekutuan Doa dalam tahap‐ tahapnya (lihat APENDIX II) : i. Menumbuhkan kesadaran atau suasana iman bahwa Tuhan hadir, Tuhanlah yang mengundang kita hadir di sini. ii. Membangun suasana persaudaraan, sehingga satu sama lain saling menerima dan saling mendukung dalam doa dan nyanyian. ¾ Terkadang, artinya tidak selalu harus ada, diawali dengan lagu bertempo lambat. Tujuannya adalah dengan menggunakan lagu bertempo lambat untuk membantu umat dapat dibantu untuk lebih rileks dan secara perlahan dapat diarahkan masuk dalam suasana doa. ¾ Setelah membangun kesadaran iman akan kehadiran Allah yang nyata, umat diajak untuk saling menyapa, sebab kehadiran Allah yang adalah Kasih, selalu menciptakan suasana kesatuan, suasana kebersamaan, suasana persaudaraan. iii. Mulai mengajak bersyukur dan memuji Tuhan, baik dengan nyanyian atau dengan seruan, bahkan dengan sorak‐sorai. iv. Mengarahkan umat untuk mengagungkan dan menyembah lebih intensif. Menyembah dengan nyanyian, seruan‐seruan pujian spontan, doa dalam bahasa roh hingga masuk dalam keheningan. v. Dalam keheningan membuka diri bagi manifestasi berbagai karunia Roh. Terutama karunia sabda, seperti nubuat, sabda pengetahuan maupun sabda kebijaksanaan.
18
vi. Ada saat di mana seluruh umat saling berbagi pengalaman, terutama atas apa yang dialami saat berdoa dalam persekutuan doa yang sedang berlangsung. vii. Bila memungkinkan, ada pula saat untuk mendengarkan renungan atau pengajaran yang inspiratif, serta berdoa syafaat atau saling mendoakan. viii. Pada akhir persekutuan, biasanya ada beberapa pengumuman. Setelah itu, persekutuan ditutup dengan doa dan nyanyian. ix. Bila memungkinkan, setelah persekutuan ada saat untuk tegur sapa satu sama lain. e. Contoh susunan lagu (dapat dilihat pada bagian Appendix I) K. PUJIAN PENYEMBAHAN DAN LITURGI a. Ada dua bentuk ibadat, i. Ibadat resmi, yang disebut dengan liturgi, artinya ibadat yang dibakukan dan berlaku secara universal bagi Gereja Katolik ritus Roma. Yang termasuk liturgi, antara lain : perayaan sakramen‐sakramen, ibadat sabda dan ibadat harian. ii. Ibadat tidak resmi, yang disebut dengan paraliturgi, artinya ibadat yang tidak dibakukan dan berlaku hanya pada kelompok‐kelompok tertentu di dalam lingkup Gereja Katolik ritus Roma. Yang termasuk paraliturgi, antara lain ibadat devosional, seperti Novena St. Antonius, Adorasi, ibadat lingkungan dan lain‐lain. ¾ Ibadat Persekutuan Doa masuk dalam kelompok paraliturgi : 19
1. Dilihat dan bentuk ibadat, maka pujian dan penyembahan dalam Persekutuan Doa merupakan ibadat paraliturgi. Bila dilihat dari hakekat atau dasarnya, pujian dan penyembahan merupakan unsur penting dan utama dalam liturgi. Puncak liturgi adalah Ekaristi. Ekaristi sendiri berarti ibadat syukur dan pujian kepada Allah. 2. OIeh sebab itu, dalam lingkup PKK, tidak digunakan istilah ibadat untuk menyebut atau menjelaskan acara Persekutuan Doa. Sebab, kata ibadat lebih bersifat baku dan formal. lstilah yang digunakan adalah doa atau pertemuan doa, yang mau lebih menekankan suasana informal. b. Dalam konteks liturgi, Perayaan Ekaristi merupakan pujian dan penyembahan yang paling utama; i. Pusat perhatian atau yang menjadi puncak dalam Perayaan Ekaristi adalah Doa Synkur Agung. Dalam Doa Syukur Agung, Gereja bersatu di dalam Yesus Kristus memuliakan Allah, ii. Pujian dan Penyembahan, sekalipun berbeda, memiliki hubungan yang cukup erat dengan Liturgi. Pujian dan Penyembahan dapat membangun semangat doa yang liturgis dan dapat pula menghidupkan liturgi yang karismatis, yakni liturgi yang membawa umat pada pengalaman perjumpaan dengan Allah secara personal dan mentransformasi dirinya secara efektif. iii. Pada dasarnya, Perayaan Ekaristi atau liturgi pada umumnya, bersifat karismatis. Hal ini digarisbawahi dalam Konstitusi tentang Liturgi, “... memuji keagungan‐Nya dengan kekuatan Roh Kudus” (no.6)
20
iv. Buku Pedoman Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (1995) sendiri menghimbau agar PKK menjadi komunitas yang mampu menghidupkan liturgi sehingga lebih menarik umat untuk berliturgi (no. 30 & 39) c. Selain Perayaan Ekaristi, Ibadat Harian merupakan bentuk pujian dan penyembahan yang khas dan resmi ada di dalam Gereja. i. Secara historis, pada mulanya Ibadat Harian merupakan ibadat bersama umat. ii. Dalam perkembangan waktu, cenderung dilakukan hanya oleh para biarawan. iii. Sejak konsili Vatikan kedua, Gereja menghimbau kembali keikut sertaan umat dalam Ibadat Harian. iv. Tujuan utama Ibadat Harian adalah mempersembahkan hidup sepanjang hari yang berlangsung kepada Allah. v. Poros utama Ibadat Harian adalah Ibadat Pagi (Laudes) dan Ibadat Sore (Vespers). Ibadat pendukung lainnya adalah Ibadat Bacaan, Ibadat Siang (ibadat sebelum tengah hari, ibadat tengah hari dan ibadat sesudah tengah hari) dan Ibadat Penutup. vi. Inti Ibadat Harian adalah ; ¾ Pujian kepada Allah dalam madah dan mazmur. ¾ Pengudusan hidup dalam doa‐doa, khususnya doa permohonan (preces) d. Pujian dan penyembahan yang Katolik bernuansa liturgis. Artinya: i. Doa bersifat trinitaris. Tertuju pada Allah Bapa, melalui Sang Putera dan oleh pimpinan Roh Kudus. Tidak sekadar meniru atau mengikuti penghayatan 21
kelompok kristen fundamentalis, Jesus only, yakni kelompok yang hanya berdoa di dalam nama Yesus saja. ii. Beribadat mengikuti masa liturgi yang sedang berlangsung. iii. Memiliki semangat inkulturatif. Artinya, selalu menyesuaikan diri dengan budaya atau kondisi umat setempat. iv. Berdasarkan Konstitusi mengenai Liturgi Suci, Sacrosanctum / Concillium, maka setiap bentuk ibadat dan ulah kesalehan harus mengikuti alur masa‐masa liturgi yang sedang berlangsung (no. 12‐13). Ada dua macam masa liturgi ; ¾ Masa Biasa; masa yang berlangsung di luar masa khusus. Dalam masa biasa, hari‐hari dalam satu pekan dibagi dalam satu lingkaran dua tahun, tahun I dan tahun II. yaitu tahun ganjil dan tahun genap. Hari‐hari Minggu, dibagikan dalam satu lingkaran tiga tahun, tahun A, tahun B dan tahun C. ¾ Masa Khusus a. Masa Natal yang didahului dengan masa Advent. b. Masa Paska didahului dengan masa Prapaska i. Dalam masa Prapaska bukan hanya kata “alleluia” atau haleluya” saja yang tidak digunakan, tetapi sebaiknya suasana persekutuan pun ditata sesuai masa Prapaska, yakni lebih meditatif.
22
c. Contoh lagu‐lagu Persekutuan Doa pada masa‐masa khusus dapat dilihat dalam Appendix I. d. Memilih lagu‐lagu untuk Perayaan Ekaristi i. Berhubung peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita berfokus pada Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Perayaan Ekaristi disusun menurut dua bagian pokok, yaitu: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi; keduanya diapit oleh Ritus Pembuka dan Ritus Penutup. 1. Ritus Pembuka ¾ Lagu Pembuka. Peran Lagu Pembuka: i. Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan liturgi. ii. Membina kesatuan umat. iii. Membuka Perayaan Ekaristi. iv. Mengiringi berjalannya perarakan imam. ¾ Maka pemilihan teks lagu yang digunakan hendaknya tidak bertentangan dengan tujuan ini. 2. Liturgi Sabda ¾ Terdiri atas Bacaan Pertama. (Bacaan Kedua pada hari Minggu dan hari raya), Mazmur Tanggapan, Bait Pengantar Injil, Bacaan Injil, Homili, Credo dan Doa Umat. 23
¾ Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Sesuai dengan namanya, Mazmur Tanggapan dimaksudkan untuk memperdalam renungan atas Sabda Allah dan sekaligus menanggapi Sabda Allah yang haru saja didengar dalam Bacaan Pertama. Agar pemazmur dapat menunaikan tugasnya sebagaimana diharapkan, yaitu membantu umat beriman untuk meresapkan pesan yang terkandung dalam Mazmur Tanggapan, kemudian mengungkapkan iman serta meningkatkan mutu suka cita mereka, maka pemazmur hendaknya mempersiapkan diri sbb: i. Mempelajari Bacaan Pertama hingga menemukan intisari bacaan. ii. Mempelajari isi Mazmur Tanggapan. iii. Berlatih untuk membawakannya secara komunikatif. Jika Mazmur mengungkapkan kegembiraan, maka pemazmur juga harus dapat membawakan mazmur tanggapannya secara komunikatif dan mewartakan kegembiraan. iv. Bait Pengantar lnjil, Bait Pengantar Injil berfungsi mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang akan diwartakan. Alleluia dinyanyikan sepanjang tahun kecuali pada Masa Prapaska, Alleluia dinyanyikan oleh umat, Paduan Suara atau solis. 3. Liturgi Ekaristi ¾ Terdiri atas; Persiapan Persembahan, Prefasi, Doa Syukur Agung, Bapa Kami, Salam Damai, 24
Anak Domba Allah, Komuni dan Madah Syukur. ¾ Lagu Persiapan Persembahan; Peran Lagu Persiapan Persembahan : i. Mengiringi perarakan bahan persembahan roti dan anggur. ii. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang dipersiapkan. iii. Nyanyian persiapan persembahan hendaknya berlangsung sekurang‐kurangnya sampai bahan persembahan diletakkan di atas altar. Apabila tidak ada nyanyian persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut untuk menciptakan suasana liturgis yang sesuai. ¾ Bapa Kami. Lagu Bapa Kami diperkenankan untuk digunakan dalam liturgi ialah Bapa Kami yang isi syairnya sesuai dengan teks resmi Doa Bapa Kami (TPE II) ¾ Lagu Komuni / Madah Syukur. Perannya adalah: i. Meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus. ii. Membina suasana doa bagi umat yang baru saja berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni.
25
iii. Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dalam pemenuhan misteri yang baru dirayakan. 4. Ritus Penutup Terdiri dan doa penutup dan berkat pengutusan. ¾ Lagu Penutup bersifat pengutusan; i. Memberi gairah dan semangat kepada umat agar mereka pergi menjalankan perutusan untuk mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan gembira. ii. Mengiringi perarakan imam dan para petugas liturgi meninggalkan altar dan memasuki sakristi. ¾ Bagaimana Memilih Nyanyian Liturgi?” 1. Nyanyian hendaknya sesuai dengan peran atau fungsi masing‐masing bagian. 2. Nyanyian harus sesuai dengan masa dan tema liturgi. 3. Nyanyian harus mengungkapkan iman akan misteri Kristus. 4. Nyanyian harus melayani seluruh umat beriman. 5. Pilihan nyanyian perlu memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis. 6. Apabila Misa bersama dengan umat yang umumnya bukan anggota Persekutuan Doa, sebaiknya untuk lagu Tobat, Kemuliaan, Kudus dan Anak Domba Allah 26
memakai lagu ordinarium dari Puji Sukur, Madah Bakti dan buku sejenis. 7. Dalam kondisi darurat (dalam konteks Ekaristi yang diselenggarakan oleh Persekutuan Doa, sulit untuk mencari Mazmur Tanggapan yang sesuai dengan Bacaan Pertama), Mazmur tanggapan dapat diganti dengan Lagu tanggapan atas Sabda (KS. Hal 107 s/d 146, PS no. 364‐373; MB no. 208 s/d 223) yang sesuai dengan tema Bacaan. terutama Bacaan Pertama. ¾ Contoh Nyanyian dalam Ekaristi (dapat dilihat pada bagian Appendix I). L. PELAYAN PUJIAN PENYEMBAHAN a. Pengertian dasar i. Seorang pelayan. Artinya, tugas utamanya adalah untuk menolong orang lain dan yang harus diutamakan adalah peran umat. Oleh karena itu, pelayan pujian adalah orang yang melayani di bidang pujian, agar orang‐orang yang hadir dalam Persekutuan Doa pun termotivasi dan berperan aktif untuk memuji Allah. ii. Seseorang yang memimpin dalam pelayanan pujian disebut Pemimpin Pujian. Para pendukung pujian disebut sebagai Pemuji dan Pemusik. Semua orang yang terlibat dalam pelayanan Pujian Penyembahan disebut sebagai Pelayan Pujian. 27
b. Kriteria atau syarat menjadi Petayan Pujian i.
Seorang Katolik.
ii.
Sudah mengikuti Seminar Hidup dalam Roh dan bersedia mengikuti pembinaan lanjutan maupun program Iainnya yang diselenggarakan oleh Sekolah Pujian Penyembahan Shekinah ini.
iii.
Idealnya, sudah bergabung dalam sebuah Persekutuan Doa, minimal 6 (enam) bulan.
iv.
Pujian dan Penyembahan sebagai spiritualitas dasar /cara hidup yang paling utama dalam upaya membangun iman.
v.
Hidup doa, sabda Allah dan Sakramental (menghadiri Ekaristi sesering mungkin secara intensif dan menerima sakramen Tobat secara berkala) yang mendalam.
vi.
Ada keterbukaan hati untuk taat dan setia.
vii. Bersedia untuk dibentuk / dikoreksi terus‐menerus (on‐going foundation) viii. Ada kemurahan, keramahan dan supel ix.
Taat pada pimpinan dalam Persekutuan Doa maupun dalam Gereja secara umum.
x.
Memiliki kemampuan musikal standar. Tahu nada, ketukan / tempo dan dinamika lagu secara umum.
c. Kriteria seorang Pemimpin Pujian : i. Sama seperti kriteria menjadi seorang Pelayan Pujian ii. ldealnya, telah menjadi Pemuji, sekurang‐kurangnya 6 (enam) bulan.
28
iii. Memiliki talenta untuk memimpin, memotivasi dan memfasilitasi umat dalam memuji Tuhan. iv. Memiliki intuisi / kepekaan terhadap Roh Kudus maupun suasana persekutuan v. Terbuka pada karunia berdoa dalam bahasa lidah, nubuatan dan memanfaatkan karunia‐karunia Roh Iainnya khususnya pembeda‐bedaan Roh. d. Kemampuan dan karisma seorang Pemimpin Pujian ‐ i. Tidak semua orang dipanggil menjadi Pemimpin Pujian. ii. Kemampuan memimpin Pujian dan Penyembahan. pada dasarnya adalah sebuah karisma. iii. Posisi, porsi dan tanggung jawab Pemimpin Pujian jauh lebih besar daripada seorang Pelayan Sabda / Pewarta. Sekalipun Pemimpin sesungguhnya adalah Roh Kudus, tetapi Roh Kudus menggunakan manusia untuk memimpin dan mengarahkan umat‐Nya. e. Fungsi utama Pemimpin Pujian i. Sebagai motivator dan fasilitator ii. Menolong umat untuk menghilangkan kecemasan dan memiliki kemauan serta kemampuan untuk aktif berdoa, baik dalam bentuk doa yang diucapkan maupun dalam bentuk doa yang dinyanyikan. f. Pemuji dan Pemusik i. Kriteria dasarnya mengikuti apa yang menjadi kriteria seorang Pelayan Pujian. 29
ii. Pemilihan calon para pemuji dan pemusik bukan pertama‐tama karena berdasarkan status ekonomi, kondisi fisik, kemampuan vokal, musikal atau gaya penampilan. Pada prinsipnya. seorang pemuji dan pemusik adalah seorang pendoa. iii. Fungsi utama seorang Pemuji adalah: ¾ Memuji Tuhan berdasarkan arahan Pemimpin Pujian. ¾ Mendukung penuh apa yang dilakukan oleh Pemimpin Pujian. ¾ Dengan kata lain, taat pada Pemimpin Pujian. iv. Fungsi utama seorang Pemusik adalah: ¾ Sama seperti seorang Pemuji. v. Demi pengembangan kualitas tim Pujian dan Pemusik, perlu diadakan pertemuan rutin untuk tim Pujian dan Pemusik. Pertemuan tim tersebut, tidak hanya latihan, tetapi juga menjadi sarana evaluasi, diskusi dan eksplorasi yang lebih dalam mengenai Pujian dan Penyembahan. Tujuan utama pertemuan tim adalah memupuk kesehatian dan pendewasaan seluruh tim. ¾ Tidak hanya mendiskusikan atau mengevaluasi aspek teknis musikalnya saja, tetapi juga aspek spiritual / rohaninya. ¾ Demi perkembangan yang positif, setiap anggota tim harus memiliki keterbukaan untuk dikoreksi. Koreksi yang ada pun. bukan sebagai sarana untuk sating menjatuhkan. g. Pelayan Pujian Pendukung lainnya i. Operator Projector 30
¾ Operator Projector Multimedia)
(OHP
atau
Komputer
Operator Projector adalah bagian yang tidak kalah pentingnya dalam suatu pelayanan acara persekutuan doa. ¾ Tanggungjawab operator OHP antara lain: I. Menyiapkan lagu‐lagu yang akan dinyanyikan 2. Fokus pada lagu saat dinyanyikan. 3. Memperhatikan kode‐kode yang diberikan 4. Menjaga alat yang dipakai dengan baik. 5. Mengembalikan lagu‐lagu yang sudah dipakai ke tempat semula. ii. Operator Sound System ¾ Operator Sound Systim Operator sound systim adalah bagian yang juga sangat berperan dalam persekutuan doa. ¾ Tanggungjawab Operator Sound Systim antara lain: 1. Menyiapkan, memelihara dan menyimpan alat dengan baik. 2. Memastikan sound systim dapat bekerja dengan baik. 3. Memastikan seluruh ruangan dapat mendengar dengan baik. 4. Menjaga alat‐alat dengan baik. 5. Memahami bahwa dia menjadi kunci kesuksesan acara secara keseluruhan karna tidak ada manfaatnya pemusik dan pelayan pujian berlatih dengan baik dan juga kotbah 31
yang tidak dapat didengar dengan baik dikarenakan sound systim tidak hekerja dengan maksimal. iii. Kriteria Operator Projector maupun Operator Sound Systim antara lain: I. Kriteria dasarnya mengikuti kriteria menjadi seorang Pelayan Pujian. 2. Memiliki kemampuan “hearing” yang baik. 3. Memiliki pengertian akan alat‐alat musik. 4. Sukacita dalam melakukan tugasnya ( bukan orang yang suka ‘tampiI’). 5. Dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan pemusik dan pemuji. M. PUJIAN PENYEMBAHAN DAN SEMANGAT MISIONER a. Pujian Penyembahan yang sejati menghasilkan pribadi yang dewasa. ¾ Tidak hanya memanfaatkan dan mengembangkan karunia‐karunia Roh, tetapi juga menghasilkan buah roh dalam dirinya (Gal. 5:22‐26). b. Pujian Penyembahan yang sejati mendorong orang untuk bersaksi mengenai Allah yang hidup, kasih dan kuasaNya yang nyata. c. Pujian Penyembahan yang sejati dan otentik akan membentuk orang yang memiliki kepedulian terhadap sesama.
32
APPENDIX I a. Sekedar contoh Susunan Lagu dalam Persekutuan Doa 1. Lagu Persaudaraan/Fellowship: ¾ Bertemu dalam kasih‐Nya (KS. 8) ¾ Hari ini Kurasa bahagia (KS. 16) ¾ Kita Bertemu Lagi (KS. 25) ¾ Ku Cinta K’Iuarga Tuhan (KS. 447) ¾ Satukanlah Hati Kami (KS. 37) ¾ Sungguh Alangkah baiknya (KS. 452) ¾ Tuhan Allah di tengah kita (KS 422) 2. Lagu Tobat / Pengudusan (dalam acara Persekutuan Doa, lagu tobat tidak harus ada, sifatnya fakultatif, bila digunakan biasanya ditempatkan pada permulaan acara, dengan maksud supaya oleh kuasa Roh Kudus disucikan dan dilayakkan untuk memuji dan memuliakan Tuhan) ¾ Jiwaku terbuka (KS. 52) ¾ Kuduskan tempat ini (KS no. 28) ¾ Roh Allah yang hidup penuhiku (KS 254) ¾ Roh Kudus, Kau hadir di sini (KS 257) ¾ Sucikan dan kuduskan (KS no. 39) ¾ Tuhan Ampunilah (KS. 61) ¾ Ubah hatiku (KS. 62) 33
3. Lagu Syukur (yang bertempo lambat; ada kalanya ditempatkan sebelum fellowship, tujuannya untuk membangun kesadaran iman bahwa kasih Allah sungguh nyata dan selalu hadir menyertai): ¾ Bapa Engkau Sungguh Baik (KS. 177) ¾ Ku bersyukur kepadaMu (KS 184) ¾ Give thanks (KS 180) ¾ Ku naikkan syukur (KS 186) ¾ Sejauh Timur (KS 58) ¾ Yesus sahabatku (KS 431) 4. Lagu Syukur‐Pujian (tempo sedang atau cepat): ¾ Ada satu sobatku (KS 383) ¾ Allah ditinggikan (KS 367) ¾ Allahku itu baik (KS 122) ¾ Bahwa Tuhan juga (KS 371) ¾ Besar dan perkasa Allah kita (KS 378) ¾ Bersyukurlah (KS. 7) ¾ Besarkan nama Tuhan (KS. 379) ¾ Betapa baiknya Engkau Tuhan (KS 9) ¾ Datang ke hadirat Tuhan (KS 10) ¾ Hanya dekat Allah saja (KS 15) ¾ Ku bersyukur padaMu O Yesusku (KS 26) ¾ Saat ini ku datang lagi (KS 31) ¾ S’bab Tuhan Dia Baik
34
¾ S’gala Puji Syukur (KS. 190) ¾ Tiada Terukur (KS. 42) ¾ Tuhan baik s’tiap waktu (KS 43) 5. Lagu Pengagungan – Penyembahan : ¾ Kaulah Tuhanku (KS. 333) ¾ Kau ku sembah (KS 330) ¾ Kau sungguh indah (KS 183) ¾ Manis Kau dengar (KS 29) ¾ Nyanyi dan bersoraklah (KS 341) ¾ S’bab Kau besar (KS 272) ¾ S’bab NamaMu Kudus (KS. 274) ¾ Yang ku sembah (KS 354) ¾ Yesus Kami Puja (KS. 360) ¾ Yesus kemuliaanMu (KS 357) 6. Lagu Persembahan: ¾ Bawalah persembahanmu (KS 124) ¾ Bapa, Kupersembahkan Tubuhku (KS. 123) ¾ Berkat anak cucu (KS 125) ¾ Betapa hatiku (KS 126) ¾ Ku b’rikan hatiku (KS 209) ¾ Kupersembahkan Hidupku (KS. 133) ¾ Persembahanku (KS. 134) ¾ Sungguh Ku Bangga Bapa (KS. 135) 35
7. Lagu Penutup/ Pengutusan: ¾ Bangunlah hai s’luruh umat Allah (KS 194) ¾ Jangan Lelah (KS. 462) ¾ Kita Dipilih (KS. 467) ¾ Mari kita melayani Tuhan (KS 213) ¾ Tuhan memb’riku Kegirangan (KS. 424) ¾ Catatan: i. Selain melihat tema lagu, perlu dilihat juga tempo lagu atau karakter lagu. Hal ini memang bukan yang paling menentukan, tetapi dapat memberi pengaruh secara efektif demi berjalannya proses acara hingga berakhir dengan baik. ii. Idealnya, dipilih lagu‐lagu yang memiliki tempo yang semakin lama, semakin cepat. Tujuannya adalah untuk membangkitkan dan mengobarkan hati untuk memuji‐menyembah Tuhan. iii. Pada saat mulai persekutuan, tempo lagu dapat dipilih yang cenderung lambat atau sedang. Secara perlahan, tempo lagu semakin cepat. iv. Lagu‐lagu yang digunakan dalam contoh di sini diambil dan Kidung Syukur (KS), untuk mempermudah dalam pencariannya.
36
b. Contoh Pemilihan Lagu dalam Persekutuan Doa pada masa Khusus i. Masa Advent; Tema utama Advent adalah penantian atau pengharapan. 1. Fellowship : ¾ Jangan kamu kuatir (KS 393) 2. Puji‐pujian : ¾ Satu hal telah ku minta (KS 35) ¾ Bahwa Tuhan juga (KS 371) ¾ Puji, puji Yesus (KS 415) 3. Pujian Pengagungan : ¾ Tuhan Kaulah Pengharapanku (KS 497) 4. Penyembahan : ¾ Yang ku sembah (KS 354) 5. Persembahan ¾ Seindah Pelangi (KS 417) 6. Penutup ¾ Tiada ku ragu lagi (KS 421) ii. Masa Prapaskah 1. Fellowship : ¾ Oh, betapa indahnya (KS 449) 2. Puji‐pujian : ¾ Pribadi yang mengenal hatiku (KS 343) ¾ Pujilan Tuhan (KS 82) 37
¾ Kasih Allahku sungguh t’ lah terbukti (KS) 3. Penyembahan : ¾ Ku masuk ruang Maha Kudus (KS 354) 4. Persembahan : ¾ Abba ku panggil Engkau ya Bapa (tidak ada di KS) 5. Penutup : ¾ T’rima kasih Tuhan (KS 192) ¾ Kondisi ini diandaikan bila Persekutuan Doa secara spiritual sudah beranjak Iebih dewasa, sehingga lebih mudah melakukan Pujian Penyembahan yang mengikuti alur masa Prapaska. Sebab hanya Persekutuan Doa yang sudah dewasa yang mampu memuji dan menyembah dalam masa dan kondisi apa pun. ¾ Bagi Persekutuan Doa yang masih “baru” dapat menggunakan lagu‐lagu pujian yang tempo lagu tidak terlalu cepat, seperti Allah itu baik, besarkan nama Tuhan, Dia harus makin bertambah, Dialah segalanya, Hati Gembira, Seindah pelangi, Yesus ajaib dan lain‐lain.
38
c. Contoh Pemilihan Lagu dalam Persekutuan Doa untuk Perayaan Ekaristi i. Nyanyian Pembuka
: Kami berkumpul Tuhan (KS. 475)
ii. Nyanyian Pertobatan
: Tuhan Kasihanilah (PS)
iii. Madah Kemuliaan
: Kemuliaan (PS)
iv. Mazmur Tanggapan
: Buku Mazmur
v. Haleluya
: Buku Mazmur
vi. Persiapan Persembahan : Persembahanku (KS. 134) vii. Kudus
: Kudus (PS)
viii. Bapa kami
: Bapa Kami (PS) Sesuai TPE baru (KS 146‐158)
ix. Salam Damai
: Havenu Shalom Alechem (KS. 155)
x. Komuni
: Ku menyambut Dikau (KS. 172)
xi. Penutup
: Jadilah saksi Kristus (KS. 204)
39
APPENDIX II Grafik Alur Pelaksanaan Pujian dan Penyembahan Dalam Persekutuan Doa
40
APPENDIX III GAMBAR SANDI PENUNTUN & MODULASI Sandi Penuntun
41
42
DAFTAR PUSTAKA I. Dokpen KWI, Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, 1993 2. Dokpen KWI, Musik dalam Ibadat Katolik, Spektrum XXVI no.1, Jakarta. 1998 3. E. Martasudjita Pr, Pengantar Liturgi, Kanisius ‐Yogyakarta. 1999 4. ___________, Spiritualitas Liturgi, Kanisius. Yogyakarta. 2002 5. ___________, Musik & Nvanyian Liturgi, Kanisius, Yogyakarta, 2000 6. ____________, Mengenal TPE Baru, Kanisius, Yogyakarta. 2005 7. Fr. Robert de Grandis, Come, Follow Me, St. Paul Publications, Makati Philipines. 1990 8. Hendra Ignatius AS. Maka Jiwakupun MemujiMu, Obor, Jakarta. 2003 9. Komisi Liturgi KAJ, Kidung Syukur, Darma Jaya, Jakarta. 2005 10. Komisi Liturgi KWI, Puji Syukur, Obor, Jakarta. 2002 II. Konperensi Waligereja Indonesia. Pedoman Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia 1995, Obor, Jakarta, 1995 12. Para Waligereja Regio Nusa Tenggara, Katekismus Gereja Katolik, Arnoldus Ende. 1998 13. Persekutuan Doa Santa Katarina dan Siena ‐ Paroki Katedral Padang, Petunjuk Praktis Pujian dan Penyembahan Persekutuan Doa Karismatik Katolik, Padang, 2004. 14. Rev. Mgr Vincent M Walsh, Lead My People, Key of David PubIicatons, Philadelphia, US, 1980 15. ___________, A Key to Charismatic Renewal in The Catholic Church. Key of David Publications. Philadelphia, US, 1980.
43
16. Ron Ryan, Metode Praktis Pengembangan Persekutuan Doa Parokial, Jakarta. 17. Scott Hahn, The Lamb’s Supper, The Mass as Heaven on Earth, Dioma, Malang, 2007. Buku Nyanyian 1. Puji Syukur 2. Kidung Syukur 3. Madah Bhakti 4. Gita Ria.‐
44