SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 PM -79
Masalah Non Rutin dalam Buku Ajar Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Tria Utari, Evie Dwy Wahyu Arista, Annisa Fitri PPs Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected]
Abstrak—Kemampuan berpikir kreatif merupakan tuntutan di abad 21 ini. Di Indonesia perubahan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum Nasional (2013) tidak lain dengan tujuan untuk menjadikan siswa Indonesia menjadi siswa yang mampu berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan bersolusi inovatif, berbeda, terbuka terhadap wawasan baru yang dibangun atas pengetahuan yang sudah ada. Untuk itu diperlukan usaha dari berbagai kalangan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa Indonesia. Bagaimananapun, hasil yang dicapai oleh siswa Indonesia tersebut tidak terlepas dari proses belajar yang dialaminya. Buku ajar matematika sebagai sarana pembelajaran yang digunakan di sekolah memiliki peranan penting dalam menyajikan bahan ajar yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan berpikir kreatifnya, salah satunya dengan penyajian masalah-masalah yang menarik bagi siswa. Masalah non rutin berpeluang besar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Ia memiliki cara penyelesaian yang tidak langsung diketahui oleh orang yang mengerjakannya dan lebih fleksibel dalam penyelesaiannya. Makalah ini akan membahas bagaimana urgensi masalah nonrutin dimuat dalam buku ajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Masalah non rutin menjadi urgen untuk dimasukkan dalam buku ajar, mengingat buku ajar merupakan sumber belajar yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Menghadapi masalah non rutin secara sering dalam buku ajar matematika, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi siswa untuk semakin meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis.
Kata kunci: Masalah non rutin, buku ajar, berpikir kreatif
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang akan dihadapi pada abad 21 ini akan lebih kompleks dari abad sebelumnya. Hal ini berimplikasi pada tuntutan akan kebutuhan keterampilan yang berbeda dari abad sebelumnya. Manusia abad 21 harus siap dengan segala masalah yang begitu rumit dan menuntut kemampuan IPTEK seseorang. Kemampuan berpikir kreatif berperan penting dalam menghadapi masalah abad 21 dengan segala kemajuan informasi dan teknologi yang terus berkembang. Hal ini dijelaskan dalam Partnership for 21’st century skill yang menyatakan bahwa kreativitas penting untuk menyiapkan siswa menghadapi masa depan dengan kehidupan yang lebih kompleks dan lingkungan pekerjaan. Siswa sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kreatif agar mampu menghadapi tantangan abad 21, namun pada kenyataannya siswa di Indonesia belum memenuhi harapan tersebut. Hasil penelitian [1] menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada level paling bawah diantara enam level pencapaian dalam matematika versi PISA. Pada level ini siswa hanya bisa menjawab pertanyaan yang terdiri dari konteks familiar dimana semua informasi relevan disajikan dan pertanyaannya didefinisikan secara jelas, siswa bisa mengidentifikasi informasi dan menggunakan prosedur rutin berdasarkan instruksi langsung. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa siswa belum memiliki kemampuan berpikir kreatif yang mumpuni. Sebagaimana [2] ungkapkan bahwa salah satu indikator berpikir kreatif ialah siswa dapat membandingkan cara berbeda dalam pendekatan masalah matematika tradisional dan menemukan solusi inovatif.
MP 541
ISBN. 978-602-73403-1-2
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa siswa Indonesia belum memiliki kemampuan berpikir kreatif seperti yang diharapkan. Hasil penelitian TIMSS[3] menunjukkan bahwa rata-rata capaian domain kognitif penalaran siswa Indonesia masih di bawah rata-rata capaian domain kognitif penalaran siswa skala internasional. Rata-rata nilai yang didapatkan siswa Indonesia adalah 17,4. Nilai ini masih cukup jauh dibandingkan dengan nilai rata-rata capaian skala internasional yakni 30,1. Capaian domain kognitif penalaran ini secara eksplisit mencerminkan rendahnya kemampuan berpikir kreativitas siswa, mengingat bahwa kreativitas memainkan peran penting dalam gagasan yang lebih luas dari penalaran matematika [4]. Membandingkan solusi alternatif, ide, dan imajinasi semua membutuhkan penalaran dan pembenaran; berpikir kreatif dapat mendukung hubungan antara sebelumnya ide-ide yang tidak berhubungan; dan lompatan imajinasi sering diperlukan untuk melihat masalah dari perspektif yang berbeda. Pendidikan menjadi salah satu aspek penting yang menyumbangkan peran besar dalam pembentukan generasi penerus bangsa. Pendidikan diharapkan mampu membentuk pribadi siswa sebagai manusia kreatif. [5] Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangakan potensi peserta didik agar menjadi manusia kreatif. Matematika sebagai mata pelajaran yang disajikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah memiliki potensi untuk mengembangkan kemampuan kreatif. Hal ini juga tercantum dalam [6] tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pelajaran matematika diberikan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Berdasarkan penjelasan empiris di atas matematika merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kretatif. Hal ini didasarkan pada matematika sebagai disiplin ilmu yang melibatkan kemampuan penalaran, dan keterampilan berpikir dalam menyelesaikan masalah [7]. Pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua pembelajaran matematika [8]. Penyelesaian dari suatu masalah menuntut siswa mampu berpikir kreatif [9]. Masalah matematika menjadi penting dan dapat ditemukan penyelesaiannya dengan menggunakan pemikiran kreatif karena berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari seperti pengetahuan dan teknologi, kesehatan, ekonomi hingga masalah pengambilan keputusan [7]. Keterampilan berpikir kreatif tidak hanya dituntut berlangsung di dalam kelas. Siswa diharapkan dapat menggunakan kemampuan berpikir kreatifnya dalam menyelesaikan masalah-masalah di lingkungan masyarakat dan dunia kerja. Hal ini tidak terlepas dari peran matematika dalam aktivitas sosial [10]. Sehingga masalah matematika juga merupakan masalah sosial di masyarakat. Aritmatika sosial merupakan contoh konkret dari matematika sebagai bagian masalah sosial. Sejalan dengan itu masalah-masalah matematika yang disajikan di sekolah hendaknya mampu memenuhi kebutuhan di lingkungan sosial. Jadi, inti dari kemampuan siswa menyelesaikan masalah matematika adalah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan siap menghadapi berbagai konteks masalah nyata [8]. Terkait dengan masalah matematika [9] mendefinisikan masalah situasi yang menuntut seseorang menemukan solusi dengan cara yang tidak langsung diketahui penyelesaiannya secara prosedural. Sebagai seorang guru harus yakin memberikan masalah matematika kepada siswanya jangan hanya sebatas soal matematika [9]. Sebenar-benar masalah matematika dan menjadi tuntutan yang harus dikuasai siswa adalah penyelesaian masalah non rutin. Kenyataannya, pembelajaran matematika yang diterapkan saat ini masih banyak menggunakan masalah rutin ([11], [12]). Padahal untuk menghadapi tuntutan abad 21 masalah non rutin adalah masalah yang tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif [13]. Menyelesaikan masalah matematika dan soal matematika adalah hal yang berbeda. Masalah matematika merupakan masalah non rutin yang menuntut siswa berpikir kreatif dalam menemukan solusinya. Hal ini dikarenakan masalah non rutin tidak hanya menuntut kemampuan prosedural tetapi penalaran, analisis yang mendalam dan tidak dapat diselesaikan dengan cara yang biasa ([10]; [13]; Kolovou et al, 2009;). Jika dibandingkan dengan menyelesaikan soal matematika atau mengerjakan latihan/soal yang didefinisikan [10] sebagai masalah yang dapat diselesaikan dengan cara prosedural. Dengan kata lain masalah ini disebut masalah rutin. Masalah matematika sebagai bagian dari alat pembelajaran matematika sebaiknya mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa seiring dengan tuntutan abad 21 ini yang membutuhkan generasi kreatif. Jika dikaitkan dengan buku ajar sebagai sarana yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif maka sudah seharusnya masalah-masalah yang disajikan adalah masalah non rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat [15] yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika seperti yang dituntut kurikulum yakni generasi kreatif tidak akan tercapai sesuai harapan jika masalahmasalah yang digunakan terutama dalam buku ajar tidak menunjangnya. Kenyataan tentang masalah yang disajikan dalam buku ajar juga diungkap oleh [10] menyebutkan bahwa masih banyak ditemui masalah-
MP 542
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016
masalah rutin atau latihan soal yang disajikan dalam buku teks matematika. Hal inilah yang berlawanan antara kebutuhan ideal dan fakta di lapangan. Berdasarkan fakta-fakta dan kebutuhan ideal yang diharapkan inilah maka perlu diadakan sebuah kajian khusus mengenai pentingnya masalah non rutin dalam buku ajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan beberapa kesenjangan antara kebutuhan ideal dan fakta yang ditemukan di lapangan, rumusan masalah dari kajian teori tulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan masalah non rutin? 2. Apa yang dimaksud dengan buku ajar? 3. Apa yang dimaksud dengan kemampuan berpikir kreatif? 4. Bagaimana keterkaitan masalah non rutin dalam buku ajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan hasil kajian teori pendidikan matematika ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui definisi masalah non rutin 2. Mengetahui definisi buku ajar 3. Mengetahui definisi kemampuan berpikir kreatif 4. Mengetahui keterkaitan masalah non rutin dalam buku ajar untun meningkatkan kemampuan berpikir kreatif D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Guru Dapat menggunakan masalah non rutin dalam setiap pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa 2. Bagi Siswa Akan lebih sering mengerjakan masalah non rutin untuk mempertajam penalaran dan kemampuan berpikir matematisnya sebagai tantangan untuk menghadapi abad 21 3. Bagi Pemerintah Dapat menjadi masukan agar mempertimbangkan pembuatan buku ajar yang berbasis masalah non rutin demi tercapainya tujuan kurikulum yakni melahirkan generasi yang kreatif 4. Bagi Penerbit & Pengarang Buku Dapat menerbitkan dan menulis buku ajar yang memuat masalah non rutin sebagai kontribusi menciptakan generasi yang kreatif untuk menghadapai tantangan abad 21 .
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Masalah Non Rutin Reys dkk[10] mengklasifikasikan masalah matematika terdiri dari masalah rutin dan masalah non rutin. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Hal ini dikarenakan masalah yang begitu kompleks di abad 21 menuntut generasi yang siap dengan segala tantangan. Masalah yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan generasi kreatif di masyarakat dan dilingkungan kerja adalah masalah non rutin. Hal ini dikarenakan masalah matematika yang ideal untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah masalah non rutin [13]. Pembelajaran matematika harusnya melibatkan masalah non rutin agar siswa lebih siap menghadapi tantangan arus globalisasi di abad 21 ([12]; [13]). Jadi pembelajaran matematika harus menyesuaikan dengan perspektif pembelajaran matematika saat ini yang tidak hanya terbatas pada kemampuan menghitung dan operasi bilangan tetapi lebih kepada kemampuan menyelesaikan masalah unfamiliar (masalah non rutin) Guru harus yakin menyajikan masalah non rutin dalam pembelajaran matematika [10] meskipun tingkat kesulitan dalam menyelesaikan masalah non rutin lebih kompleks dibandingkan masalah rutin MP 543
ISBN. 978-602-73403-1-2
(Schoenfeld, [16]). Menyelesaikan masalah matematika berbeda dengan menyelesaikan soal latihan matematika. Hal ini diungkapkan [10] bahwa menyelesaikan masalah matematika sebenarnya terkait dengan masalah non rutin sedangkan menyelesaikan soal latihan matematika terkait masalah rutin yang dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur matematika. [9] Kriteria masalah yang baik dalam pembelajaran matematika adalah dapat mengembangkan siswa mengeksplor ide-ide matematika dan memelihara ketekunan siswa dalam menyelesaikan masalah[9]. Masalah ini adalah masalah non rutin yang membutuhkan pemahaman dan keterampilan matematis [17]. Masalah non rutin adalah masalah yang tidak dapat diselesaikan secara langsung secara prosedural dan menuntut siswa kegiatan menalar dan menganalis untuk menemukan penyelesaian dari masalah tersebut ([10]; [13]). Strategi yang diperlukan dalam penyelesaian masalah non rutin adalah kegiatan mengeksplor, menganalisis dan menyelidiki aspek masalah tersebut sebagai upaya memformulasikan jalan penyelesaian [18]. Berikut ini merupakan contoh masalah non rutin yang disajikan beserta dengan penyelesaiannnya: Terdapat sebuah pekerjaan pemasangan kabel FO. Apabila Edi Adi dan Agus Ofi bekerja bersama, pekerjaan tersebut akan selesai dalam waktu 6 hari kerja. Apabila Adi Edi dan Bagas Anwaril bekerja bersama, pekerjaan tersebut dapat selesai dalam waktu 3 hari kerja. Apabila Agus Ofi dan Bagas Anwaril bekerja bersama, maka pekerjaan tersebut dapat selesai dalam waktu 4 hari kerja. Dari ketiga orang tersebut, siapakah yang paling ahli? Jelaskan! Penyelesaian : Jika “ahli” diidentikkan dengan kecepatan kerja, maka Bagas Anwaril paling ahli. Dapat dilihat, ketika Anwaril Bagas turun tangan, pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat. Ketika Anwaril Bagas dan Edi Adi bekerja bersama, dibutuhkan 3 hari. Pada saat Anwaril Bagas dan Ofi Agus bekerja bersama dibutuhkan 4 hari. Tetapi ketika Edi Adi dan Ofi Agus bekerja bersama tanpa Anwaril Bagas, keduanya membutuhkan waktu lebih lama 6 hari. Dengan demikian, urutan keahlian berdasarkan informasi soal: Anwaril, Edi, Ofi. Misalkan Anwaril, Edi, dan Ofi membutuhkan hari, hari ,dan hari untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut secara mandiri. Dalam sehari pekerjaan yang masing-masing dapat mereka selesaikan adalah sebesar , , dan Anwaril:
x hari = 1 pekerjaan
Edi & Ofi
Anwaril & Edi
Anwaril & Ofi
Dengan memisalkan
, dan
1 hari = pekerjaan
Subtitusi persamaan 1)
.......1.)
Subtitusi persamaan 2)
........2)
Subtitusi nilai c Subtitusi nilai a
MP 544
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016
Dengan demikian berdasarkan hitungan, untuk menyelesaikan pekrjaan tersebut, Anwaril membutuhkan 4,8 hari, Edi membutuhkan 8 hari sedangkan Ofi membutuhkan 24 hari. Simpulan: Anwaril paling mahir. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa siswa diajak berpikir kreatif dalam membuat model masalah, menyusun masalah dan menyelesaikan masalah tersebut. B. Kreativitas dan Berpikir Kreatif Karakter kreativitas sering ditemukan dalam bidang seni meskipun sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari sering dibutuhkan kreativitas. [19] Karakter dari kreativitas adalah kemampuan dalam membuat sesuatu, memiliki ide dan langkah dalam menyelesaikan masalah. Jadi dalam menyelesaikan atau membuat sesuatu dibutuhkan ide untuk menyelesaikan, cara menyelesaikan masalah, dan mampu menerapkan cara menyelesaikannya. Kreativitas berguna untuk menghasilkan ide-ide asli [20]. Dalam menyelesaikan masalah matematika maka kreativitas akan disebut dengan kreativitas matematika. Sama seperti kreativitas dalam aspek lainnya, kreativitas matematika akan merujuk pada power yang ada dalam diri seseorang dalam mengelola informasi untuk menemukan penyelesaian. Proses ini melibatkan rasa ingin tahu, kepekaan terhadap masalah, dan keberanian mengambil keputusan [21]. Kreativitas matematika tidak terlepas dari kemampuan berpikir kreatif matematika. Berpikir kreatif disebut sebagai kemampuan yang penting dalam matematika. [22] Berpikir kreatif mampu mencerminkan keaslian ide. [23] Berpikir kreatif sebagai aktivitas mental mencari hubungan antara ide dan informasi matematika dalam menyelesaikan masalah. Berpikir kreatif adalah berpikir dengan masuk akal, produktif dan non evaluative dalam menyelesaikan masalah [20]. [21] Berpikir kreatif merupakan kemampuan kognitif yang berupa kemampuan berpikir divergen yakni originalitas, fleksibilitas dan kelancaran. Sejalan dengan hal ini, [23] Berpikir kreatif mencerminkan berbagai jenis kemampuan intelektual, kefasihan, originalitas dan kemampuan menjelaskan. Originalitas barkaitan dengan perbedaan hasil karya siswa dengan hasil karya yang hampir sama disekitarnya. Fleksibilitas menunjukkan kemampuan dalam memodifikasi suatu hal baru. Fleksibilitas juga berkaitan dengan mengkonstruksi suatu ide dari suatu kontradiksi pendapat maupun ide. Sedangkan kelacaran berkaitan dengan produktivitas karya dengan lanacar dihasilkan oleh siswa. Kemampuan berpikir kreatif dapat dinilai dengan mengajukan masalah dan pemecahan masalah [24]. Dengan memberikan masalah ke siswa, diharapkan siswa akan memecahkan masalah tersebut berdasarkan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki siswa. Manusia kreatif mampu menunjukkan sikap menyukai tantangan terhadap masalah. Siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir kreatif apabila memenuhi hal-hal berikut.
Mengenal dasar pengetahuan secara mendalam dan mau belajar menyelesaikan masalah hal-hal baru Terbuka terhadap ide baru dan secara aktif berusaha menggapainya Mencari hal-hal yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya Mencari cara untuk mengatur dan menata ide-ide ke dalam kategori yang berbeda dan mengevaluasinya Menggunakan trial dan error ketika mereka ragu menyelesaikannya, menjadikan kesalahn sebagai kesempatan belajar C. Buku Teks Buku teks menjadi sumber belajar yang penting dalam pembelajaran. Buku teks dapat membantu guru mengidentifikasi materi yang diajarkan, strategi pengajaran yang sesuai untuk level umur tertentu, dan tugas-tugas yang dibuat untuk meningkatkan aktivitas di kelas [25]. [26] Buku teks merupakan buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan. MP 545
ISBN. 978-602-73403-1-2
Buku teks berisi materi yang diturunkan dari kompetensi dasar pada kurikulum [27]. Buku teks juga dapat didefinisikan sebagai media pembelajaran yang disusun oleh pakar dalam bidangnya untuk digunakan oleh siswa [28]. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa buku teks ialah buku yang digunakan dalam pembelajaran yang berisi ilmu pengetahuan yang telah dirancang sedemikian hingga oleh para ahli berdasarkan kurikulum yang berlaku. . Buku teks sebagai sumber dan media belajar tentunya memberikan pengaruh dalam meningkatkan kemampuan siswa. Buku teks hendaknya dirancang sedemikian hingga, sehingga isi buku teks tersebut terdiri dari komponen-komponen yang dapat menunjang kebutuhan siswa dalam belajar. Dengan kata lain, buku teks diharapkan memberikan banyak manfaat dalam pembelajaran. Buku teks yang berkualitas tinggi menyediakan materi untuk dibaca, aktivitas, proyek yang memberikan pilihan pengajaran yang beragam, kuis, tes, tugas dan penskoran [29]. Komponen – komponen dalam buku teks ini jika disederhanakan terdiri dari judul, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, latihan, serta penilaian [27]. Sebelum buku teks digunakan di sekolah, hendaknya buku teks telah teruji kelayakannya, sehingga benar-benar memenuhi kriteria yang diharapkan. [26] Buku teks pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dinilai kelayakannya terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebelum digunakan oleh pendidik dan/atau peserta didik sebagai sumber belajar di satuan pendidikan. Kriteria dalam uji kelayakan ini bisa berhubungan dengan kompetensi, materi, pendekatan dan penilaian [30].
D. Keterkaitan Masalah Non Rutin dalam Buku Ajar untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Masalah non rutin adalah masalah yang tidak dapat diselesaikan secara langsung secara prosedural dan menuntut siswa melakukan kegiatan menalar dan menganalis untuk menemukan penyelesaian dari masalah tersebut ([10]; [13]). Dengan kata lain, siswa yang dihadapkan dengan soal non rutin akan melakukan kegiatan menalar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kegiatan menalar ini tentunya melibatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, mengingat kreativitas memainkan peran penting dalam gagasan yang lebih luas dari penalaran matematika [4]. Artinya, dengan mengerjakan soal non routin siswa mengandalkan kemampuan berpikir kreatifnya dan kegiatan ini akan mengasa kemampuan berpikir kreatifnya sehingga semakin meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian [11] yang mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukannya,ditemukan bahwa soal non rutin membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan siswa yang berhasil menyelesaikan masalah non rutin akan dapat mengadaptasi kemampuan berpikir kreatif dan kritis pada domain lainnya seperti bahasa dan ilmu pengetahuan alam. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menyelesaikan masalah non rutin dengan baik dan benar, siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan mengadaptasinya pada domain lain. Soal non rutin dapat menjadi salah satu alat untuk melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Pentingnya masalah non rutin dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif menjadikan masalah non rutin penting untuk dimasukkan dalam buku teks. Tentunya, buku teks ini memberikan ruang untuk menyajikan lembar kerja siswa. Marchis melakukan penelitian untuk menganalisis masalah non rutin pada buku teks. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebanyakan maslah dalam buku teks tersebut merupakan masalah rutin. Hanya 15% masalah yang disajikan merupakan masalah yang sulit meskipun itu juga tidak terlalu menantang. [31] Minimnya penempatan masalah non rutin pada buku teks menunjukkan ukuran yang juga minim bagi siswa untuk menggunakan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalahnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlu dimasukkan soal non rutin pada buku teks sehingga memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk meenggunakan kemampuan berpikir kreatif dan meningkatkannya.
III.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Masalah non rutin menjadi urgen untuk dimasukkan dalam buku ajar, mengingat buku ajar merupakan sumber belajar yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Mengerjakan soal non routin siswa mengandalkan kemampuan berpikir kreatifnya dan kegiatan ini akan mengasah kemampuan berpikir kreatifnya sehingga semakin meningkat. Menghadapi masalah non rutin secara sering dalam buku ajar
MP 546
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016
matematika, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi siswa untuk semakin meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. B. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah non ruti dalam buku ajar matematika yanga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
[12]
[13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] [20] [21] [22] [23] [24]
[25] [26] [27] [28] [29]
OECD,. Framework: Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy, OECD Publishing. ISBN 97892-64-19051-1. 2012. (PDF) National Council of Teachers of Mathematics & Mathematical Association of Amerika. 2011. 21st century skills map. (Online), (http://www.p21.org/storage/documents/P21_Math_Map.pdf), diakses 7 Mei 2016 International Association for the Evaluation of educational Achievement. TIMSS: International Results in mathematics. TIMSS & PIRLS International Study Center, Lynch School of Education, Boston College Chestnut Hill, MA, USA, 2011. Brodie, K. Teaching mathematical reasoning in secondary school classrooms. New York: Springer, 2010. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21, Tahun 2016, tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah Sekretariat Negara RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19, Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan Haylock, D. & Thangata, F. Key concept in teaching primary mathematics. London: Sage Publication, Inc, 2007. Booker, Bond, Sparrow & Swan. Teaching Primary Mathematics. Australia:Pearson, 2004. NCTM. Principles and standards for school mathematics. Reston,VA: Authur, 2000. Reys, R. E., Lindquist, M., Lindquist, M. M., Lambdin, D. V., & Smith, N. L. Helping children learn mathematics. USA: John Wiley & Sons, 2014. Junaedi, I. Problematika Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan Tema Strategi Pengembangan Kualitas Pembelajaran Matematika dalam Kurikulum Nasional, di Universitas Negeri Yogyakarta, Meret 2016. Sunardi. Strategi penguatan pengembangan 4C’s dalam pembelajaran matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan Tema Pengembangan 4c’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika, di Universitas Negeri Malang, Mei 2016. Elia, I., Heuvel, M, V, D., Panhuizen., Kolovou. Exploring strategy use and strategy flexibility in non routine problem solving by primary school high achevers in mathematics. ZDM Mathematics Education, 41, 605-618, 2009. Kolovou, A., Van den Heuvel-Panhuizen, M., & Bakker, A. Non-routine problem solving tasks in primary school mathematics textbooks: A needle in a haystack. Mediterranean Journal for Research in Mathematics Education, 8(2), 29-66. 2009. Shadiq, F. (2014). Pembelajaran atematika: cara meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Yogyakarta: 2014 Pantziara, M., Gagatsis,A., &Pantazi, D. P. The use of diagrams in solving non routine problems. The 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. 3, 489-49, 2004. Kennedy, L. M., Tipps, S., & Johnson, A. Guilding chidren’s learning of mathematics. Belmont: Thomson Wadsworth, 2008. Yazgan, Y.. Non-routine mathematical problem –solving at high school level and its relation with success on university entrance exam. US- China Education Review, 3, 571-579, 2013. Sudarma, M.. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Brookhart, Susan M. How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Class Room. USA : ASCD Alexandria, Virginia USA, 2010. Subali, Bambang. Kemampuan Berpikir Pola Divergen Dan Berpikir Kreatif Dalam Keterampilan Proses Sains. Yogyakarta: UNY Press, 2013. Siswono, Tatag Yuli Eko. Level Of Student’s Creative Thinking In Classroom Mathematics. Educational Research and Review. Vol. 6 (7), pp. 548-553, 2011. Maryyan, Salwa.. Investigating Mathematics Teachers’ Role To Improve Students’ Creative Thinking. American journal of educational research. Science and Education publishing. Vol 4. No 1, hal 82-90, 2016. Silver, Edward A.. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. https://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf. Volume 29, Juni 1997, No. 3, Electronic Edition ISSN 1615-679X, 1997 Thompson, D.R., Senk, L.S., & Johnson, G.J. Oppurtunities to learn reasoning and proof in high school mathematics textbooks. Journal for Researching Mathematics Education, 43, 253-295, 2012 Menteri Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 2, Tahun 2008, tentang Buku. Prastowo, A. Panduan kreatif membuat bahan ajar inovatif: Menciptakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press, 2011 Suryaman, M. Dimensi – dimensi Kontekstual di Dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia. DIKSI, 13. 165178, 2006 Hedgcock, J. J. & Ferris, D. R. (2009). Teaching readers of English student text and context. New York: Madison Ave
MP 547
ISBN. 978-602-73403-1-2
[30] Widyaharti, M. S., Trapsilasiwi, D., & Fatahillah, A. Analisis buku siswa matematika Kurikulum 2013 untuk kelas X berdasarkan rumusan Kurikulum 2013. Kadikma, 6, 173-184, 2015 [31] Marchis, I.. Non-routine problems in primary mathematics workbooks from Romania. Acta Didactica Napocensia, 5, 49-56. 2012
MP 548
