MASA JABATAN KEPALA DESA BANGUNHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM OLEH: IIS QOMARIYAH 10340203
PEMBIMBING: 1. NURAINUN MANGUNSONG, S.H., M. Hum. 2. MISBAHUL MUJIB, S. Ag., M. Hum.
PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014
i
ABSTRAK Keistimewaan desa di era reformasi bertambah dengan adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perangkat desa. Meskipun sudah ada peraturan tentang desa masih banyak terjadi kejanggalan dalam menjalankan pemerintah di desa seperti penetapan masa jabatan yang seharusnya sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan. Kasus yang akan peneliti lakukan yaitu di Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul telah terjadi ketidak singkronan dalam menetapkan masa jabatan Kepala Desa. Seharusnya dilakukan Pemilihan Kepala Desa setiap enam tahun sekali setelah masa jabatannya berakhir. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti persoalan ini dengan judul “Masa Jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Ditinjau Dari UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.” Adapun pokok permasalahannya adalah bagaimanakah pengaturan masa jabatan Kepala Desa ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apakah masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan masalah tersebut, maka metodologi penelitian dilakukan dengan jenis penelitian lapangan (Field Research) terkait masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul ditinjau dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis terkait dengan pengaturan masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo ditinjau dari peraturan perundangundangan yang berlaku. Data-data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, telaah pustaka, serta sumber-sumber lain yang mendukung dan berkaitan dengan objek penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dasar hukum yang digunakan Kepala Desa Bangunharjo ialah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 96 menjelaskan “Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.” Padahal UU tersebut dinyatakan tidak berlaku karena telah digantikan UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. Masa jabatan Kepala Desa enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Namun khusus kasus yang peneliti lakukan Kepala Desa Bangunharjo menjalani masa jabatan lebih dari yang diatur oleh UU tersebut. Masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo tidak sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 karena dalam Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Kepala Desa memegang jabatan selama 6 tahun. Kemudian dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Pada dasarnya peraturan yang paling baru melumpuhkan/membatalkan peraturan yang lama (Lex posteriori derogat legi priori), jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis peraturan yang lama tidak berlaku lagi.
ii
MOTTO
Kesuksesan berawal dari kemauan yang kuat !!!
Impian tidak akan pernah terwujud dengan sendirinya kita harus segera bangun dan berupaya untuk mewujudkannya.
Jika kita takut terjatuh dari sepeda, kita tidak akan pernah bisa maju. (Lance Amstrong)
Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati padahal kamulah yang paling tinggi derajatnya. Jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 139)
Kelemahan manusia adalah seringkali berbuat salah dan kelebihan manusia ia bisa belajar dari kesalahannya
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Ayahanda dan Ibunda Tercinta yang selalu memberi dukungan moril maupun materiil dan do’a mereka senantiasa mengiringi setiap langkah dalam hidupku. Untuk Adekku yang selalu kusayangi dan selalu kurindukan. Untuk seseorang yang setia mendampingiku dalam keadaan susah dan senang. Untuk seluruh keluargaku. Untuk Almamater kebanggaanku. Untuk seluruh Dosen dan Guru-Guru yang sudah memberikan Ilmunya. Untuk semua Sahabat Ilmu Hukum 2010. Untuk semua sahabat PMII Ashram Bangsa. Untuk Teman-Teman kost yang selalu menyemangatiku dan berusaha untuk membuatku tersenyum.
viii
KATA PENGANTAR ا ّ
ور
ّا
ّأن
. % $ّ أ، % (أ
وأ
ا ا
!
إ إ ا و
) * و+, ّ و
$ ّ +,
أن
أ،
$% رب ا
ا
ّ, ّ و-) ّ , ا، %
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengajarkan ketakwaan dan kesabaran dalam menempuh hidup sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Masa Jabatan Kepala Desa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.” Skripsi ini ditulis guna mencapai gelar sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan selesainya skripsi ini penyusun sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dalam berbagai pihak tidak dapat membuahkan hasil yang maksimal. Sebab itu pada kesempatan ini sudah selayaknya perkenankan penyusun untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Musa Asy’arie selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Prof. Noorhaidi Hasan, M.A., M.Phil., Ph.D.selaku dekan Fakultas Sya’riah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak Udiyo Basuki, S.H., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum.
ix
4. Bapak Ach. Tahir, S.H.I., LL.M., M.A. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri SunanKalijaga Yogyakarta. 5. Bapak Faisal Luqman Hakim, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Ibu Nurainun Mangunsong, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi pertama yang dengan kesabarannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Misbahul Mujib, S.Ag., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi kedua yang dengan kesabarannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar/Dosen yang telah tulus ikhlas membekali dan membimbing penyusun untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat sehingga penyusun dapat menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. 9. Semua teman-temanku seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2010, khususnya teruntuk IH-D, dan sahabat-sahabatku Dyah, Ismi, Ina, Devi, Resti dan teman-temanku lainnya yang aku banggakan yang selalu memberi semangat, motivasi, kegembiraan serta kenangan terindah.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................
iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
vi
MOTTO ..........................................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................
9
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
10
E. Telaah Pustaka .....................................................................................
10
F. KerangkaTeoritik .................................................................................
15
G. Metode Penelitian.................................................................................
25
H. Sistematika Pembahasan ......................................................................
28
BAB II TINJAUAN TEORITIK JABATAN DALAM KONTEKS NEGARA HUKUM ..........................................................................................................
30
A. Perkembangan Negara Hukum di Indonesia ........................................
30
B. Ketentuan Umum Tentang Pemerintah Daerah ...................................
38
C. Pengertian, Kedudukan dan Fungsi Jabatan ........................................
47
BAB III TINJAUAN UMUM STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA BANGUNHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL ...
70
A. Sekilas Tentang Desa Bangunharjo .....................................................
70
B. Kondisi Geografis Desa Bangunharjo ..................................................
73
C. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Aparatur Desa ........................
92
xii
D. Tata Pemerintahan Desa Bangunharjo .................................................
104
E. Pengisian Jabatan Kepala Desa Bangunharjo ......................................
106
BAB IV ANALISIS MASA JABATAN KEPALA DESA BANGUNHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL ...................................
109
A. Pengaturan Masa Jabatan Kepala Desa Bangunharjo Ditinjau Dari Peraturan Perundang-undangan ...........................................................
109
B. AnalisisMasa Jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Menurut UU No. 6 Tahun 2014 .............................
121
BAB V PENUTUP ..........................................................................................
128
A. Kesimpulan ..........................................................................................
128
B. Saran .....................................................................................................
129
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
132
LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang Negara Hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, ketika mengintroduksi konsep Nomoi, bahwa penyelenggara negara yang baik ialah berdasarkan pada pengaturan hukum yang baik.1 Pasal 1 ayat (3) Tahun 1945 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.2 Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika 1
Tahir Azhary dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 2. 2
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat), (Jakarta: Sekertaris Jendral MPR RI, 2010), hlm. 46.
1
2
peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.3 Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, negara Indonesia adalah bentuk negara kesatuan. Pemerintah di daerah merupakan bagian dari penyelenggara
pemerintahan
pusat.
Presiden
sebagai
penyelenggara
pemerintahan tertinggi dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan untuk menuju tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. Karena tugas dan kewajiban presiden sangat banyak, maka memerlukan bantuan dari pemerintah daerah, sebagai konsekuensi bentuk negara kesatuan adanya pembagian wilayah Republik Indonesia menjadi daerah besar (provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota) seperti Pasal 18 UUD 1945. Penyelenggaraan pemerintah di daerah adalah penyelenggaraan pemerintah di pusat, sehingga apapun yang terjadi di daerah akan mempengaruhi jalannya pemerintahan di pusat begitu pula sebaliknya apapun yang terjadi di pusat akan berdampak di daerah. Oleh karena itu hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak akan dapat terputus. Meskipun di daerah Kabupaten dan Kota menggunakan asas desentralisasi tidak menggunakan asas dekonsentrasi. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagaikan orang tua dengan anaknya yang selalu akan terjalin meskipun kadang–kadang terjadi konflik dalam hubungan tersebut. Selama bentuk negara Indonesia masih berbentuk kesatuan, maka hubungan3
Moh. Kusnardi dkk, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sinar Bakti, 1988), hlm. 153.
3
hubungan tersebut masih terus ada. Pemerintah pusat menjalankan kewenangannya berdasarkan amanat konstitusi UUD 1945, sedangkan pemerintah
daerah
ada
dan
mempunyai
kewenangan
menjalankan
pemerintahan di daerahnya karena diberikan berdasarkan Undang-Undang.4 Di bawah pemerintah daerah masih ada pemerintahan lagi yaitu pemerintahan desa. Pemerintahan desa diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa. Desa adalah salah satu bentuk dari kehidupan bersama, tinggal bersama-sama yang hampir semuanya saling mengenal dan kebanyakan dari mereka hidup dari pertanian, perkebunan dan lain-lain. Usaha-usaha masyarakat desa masih dipengaruhi oleh kehendak hukum alam. Terdapat banyak ikatan kekeluargaan yang baik dalam masyarakat desa, kekuatan pada tradisi
dan
kaidah-kaidah
sosial
hasil
kesepakatan
bersama
serta
keagamaannya pun masih cukup kuat.5 Menurut Kleintjes “desa dibiarkan mempunyai wewenang untuk mengurus rumah tangganya menurut kehendaknya, di bidang kepolisian maupun pengaturan tetapi dalam penyelenggaraannya desa tidaklah bebas sepenuhnya. Desa diberi otonomi dengan memperhatikan peraturan yang
4
Septi Nur Wijayanti dkk, Hukum Tata Negara Teori & Prakteknya Di Indonesia (Yogyakarta: Fakultas Hukum UMY & Devisi Publikasi Penerbitan LP3M UMY, 2009), hlm. 157-158. 5
Hariadi B. Setiawan, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995), hlm. 51.
4
dibuat oleh Gubernur Jendral, Kepala wilayah atau pemerintah dari kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yang ditunjuk dengan ordonasi.” Kata-kata Kleintjes merupakan bukti bahwa desa telah ada, telah berjalan baik, dengan organisasi
pemerintahan
yang
berwibawa,
mempunyai
otonomi
dan
mempraktekkan demokrasi jauh sebelum kedatangan orang Belanda di Indonesia. Rapat desa yang berfungsi sebagai badan Legislatif memiliki kekuasaan tertinggi dan Kepala Desa yang dipilih adalah ciri dari demokrasi di desa.6 Kepala Desa adalah penguasa tunggal dalam pemerintahan desa bersama-sama dengan pembantunya merupakan pamong desa. Ia adalah pelaksana dan penyelenggara urusan rumah tangga desa dan di samping itu ia juga menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah. Meskipun demikian di dalam melaksanakan tugasnya ia mempunyai batas-batas tertentu, ia tidak dapat menuruti keinginannya sendiri. Dalam membuat peraturan desa, Kepala Desa harus meminta pendapat BPD atau masyarakat dalam rapat desa, khususnya mengenai urusan yang menyangkut desa, urusan yang sangat penting. Kepala Desa wajib berunding dengan rakyat yang berhak memilih Kepala Desa dan orang yang dipandang sesepuh dan yang menurut adat dipandang terkemuka.7 Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 204, masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa
6
Bayu Suryaningkrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 79. 7
Ibid, hlm. 81.
5
jabatan berikutnya. Dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa menyebutkan bahwa setelah masa jabatannya berakhir, maka Kepala Desa dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk paling banyak 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Secara praktis itu berarti seseorang dapat menjadi Kepala Desa paling banyak dua kali. Perhitungan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa adalah “tanggal pelantikan” yang disebutkan dalam surat keputusan. Jadi bukan didasarkan pada tanggal surat keputusan. Bukan pula didasarkan pada tanggal pemilihan atau tanggal penetapan. Apabila masa jabatan Kepala Desa berakhir, maka dilakukan pemilihan Kepala Desa sesuai mekanisme yang berlaku. Mekanisme itu dapat diurutkan sebagai berikut: 8 1. Enam bulan sebelum masa jabatan berakhir, BPD, sesuai amanat Pasal 43 PP No. 72 Tahun 2005, menyurat secara resmi kepada Kepala Desa tentang berakhirnya masa jabatan Kepala Desa. 2. Dalam waktu paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, BPD melakukan proses pemilihan Kepala Desa. 3. Guna melaksanakan pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. Panitia dimaksud beranggotakan unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakat dan tokoh masyarakat. 4. Panitia bekerja sesuai tahapan pemilihan yaitu “tahapan pencalonan” dan “tahapan pemilihan.”
8
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
6
5. Dalam tahapan pencalonan dilakukan (a) penjaringan dan penyaringan calon, (b) penetapan calon. 6. Tahap pertama dari pemilihan adalah pengumuman nama calon kepada seluruh masyarakat desa dilanjutkan dengan kampanye calon. 7. Tahap berikutnya adalah tahap pencoblosan atau pemilihan. 8. Calon yang mendapatkan suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang. Dalam pemilihan Kepala Desa tidak dikenal prinsip persentase suara sebagai cermin legitimasi seorang calon. Pemenang adalah dia yang memperoleh suara terbanyak. 9. Setelah perhitungan suara selesai, panitia pemilihan menetapkan keputusan panitia tentang pemenang pemilihan disertai lampiran hasil perhitungan suara. 10. Panitia melaporkan hasil pemilihan kepada BPD. 11. BPD menyampaikan hasil pemilihan kepada Camat untuk diteruskan kepada Bupati. Hasil dimaksud disampaikan dalam bentuk keputusan BPD. 12. Camat, setelah menerima keputusan BPD melanjutkannya kepada Bupati/Walikota. 13. Bupati/Walikota, sesuai ketentuan Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, menerbitkan keputusan tentang pengesahan pengangkatan Kepala Desa terpilih. Batas waktu paling lama bagi dikeluarkannya surat keputusan dimaksud adalah 15 (lima belas) hari setelah hasil pemilihan diterima.
7
14. Setelah diterbitkan keputusan pengesahan, paling lama 15 (lima belas) hari kemudian, Bupati/Walikota wajib melantik Kepala Desa terpilih. Dengan demikian waktu terlama seorang Kepala Desa terpilih dilantik adalah 30 (tiga puluh) hari atau 1 (satu) bulan.
Konsep desa saat ini dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.9 Keistimewaan desa di era reformasi bertambah dengan adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perangkat desa seperti Pemerintah Desa, Sekretaris Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Penambahan lainnya adalah disediakannya Dana Alokasi Umum Desa, Alokasi Dana Desa,
Badan Usaha Milik Desa, serta kewenangan untuk
merumuskan Peraturan Desa. Pemilihan langsung Kepala Desa sebagai bentuk implementasi dari sistem demokrasi yang dianut oleh negara ini, yang secara tidak langsung berakibat pada munculnya elit-elit atau penguasa baru di pedesaan. Dinamika pemerintahan pada saat ini dapat dilihat bahwa sebagian besar kebijakan pemerintah justru membunuh mesin perekonomian lokal seperti kebijakan impor besar yang malah merugikan petani lokal, pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga ke Pemerintah Desa sering kali mengabaikan kepentingan masyarakat. Padahal gagasan demokrasi kerakyatan 9
Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
8
yang menguat dalam transformasi struktur dan kultur pemerintahan ke arah yang lebih demokratis
menghendaki peran masyarakat dalam proses
perencanaan, formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Dalam pengertian ini bahwa kebijakan pemerintah harus dibawa dalam forum publik untuk digagas bersama, dilaksanakan bersama dan dievaluasi bersama.10 Meskipun sudah ada peraturan tentang desa masih banyak terjadi kejanggalan dalam menjalankan pemerintah di desa seperti penetapan masa jabatan yang seharusnya sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan. Karena itu harus ada suatu keseimbangan kekuasaan agar masing-masing kekuasaan tidak cenderung terlalu kuat sehingga menimbulkan tirani. Tidak lupa adanya suatu pengawasan pemerintahan yang satu terhadap yang lain agar suatu pemegang kekuasaan tidak berbuat sebebas-bebasnya yang dapat menimbulkan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini, agar terjadi suatu keseimbangan tidak hanya satu cabang pemerintahan dapat mengecek cabang pemerintahan lainnya, tetapi harus saling melakukan pengecekan satu sama lain. Untuk itulah dalam suatu pemerintahan diperlukan suatu sistem saling mengawasi secara seimbang atau disebut dengan sistem checks and balances.11 Seperti terjadinya kasus yang peneliti lakukan yaitu di Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul telah terjadinya ketidak singkronan dalam menetapkan masa jabatan Kepala Desa yang seharusnya 10
Willy R. Tjandra. Praktis Good Governance, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2006),
hlm. 57. 11
Munir Fuady, Teori Negara Modern (Rechtstaat), (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 124.
9
dilakukan Pemilihan Kepala Desa setiap enam tahun sekali setelah masa jabatannya berakhir. Namun di Desa Bangunharjo sudah 10 tahun masa jabatan yang seharusnya dua kali pemilihan Kepala Desa namun pada praktiknya di Desa Bangunharjo hanya sekali saja padahal secara teoritik negara hukum dibatasi sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2008 sebagai pengganti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan peraturan yang terbaru yaitu UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan ini dengan judul “Masa Jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Ditinjau Dari UU No. 6 Tahun 2014.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan penelitian ini yaitu: 1. Bagaimanakah pengaturan masa jabatan Kepala Desa ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku ? 2. Apakah masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul telah sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian ini adalah:
10
1. Untuk mengetahui pengaturan masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo ditinjau dari peraturan perundang-undangan. 2. Untuk mengetahui apakah masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul telah sesuai menurut UU No. 6 Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penulisan penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis Adapun penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah desa serta menambah wacana dan wawasan sehingga bisa dijadikan bahan tambahan bagi penelitian selanjutnya. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pembaca tentang pentingnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai masa jabatan Kepala Desa. Dan dapat memberi kebijakan dan pengawasan terhadap pemerintahan Desa sehingga pelaksanaan pemerintahan bisa berjalan dengan baik.
E. Telaah Pustaka Pada tahap ini penulis telah menyadari sudah sedemikian banyak penelitian yang dilakukan di luar sana terkait objek ini yaitu tentang penetapan masa jabatan Kepala Desa atau premis lain yang hampir sama. Di dalam
11
proses penelusuran referensi yang dilakukan setidaknya ada beberapa referensi yang dapat disandingkan pada kesempatan kali ini sebagai bukti orisinilitas penelitian ini. Karya ilmiah yang pertama ditulis oleh Mohammad Arsad Rahawarin yang berjudul “Gaya Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat”12 yang merupakan sebuah studi tentang pembangunan desa. Penelitian ini fokus pada kajian tentang peran partisipasi masyarakat bagi pembangunan desa di mana menurutnya partisipasi masyarakat menjadi salah satu tujuan pembangunan itu sendiri. Pada penelitian ini, Arsad mencoba untuk membuktikan bahwa gaya kepemimpinan memiliki hubungan yang sangat erat dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu mengenai pengaturan masa jabatan Kepala Desa ditinjau dari peraturan perundang-undang yang berlaku apakah telah sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penelitian ke dua yang dilakukan oleh Sartono Kartodirdjo tahun 1992 dengan judul “Pesta Demokrasi di Pedesaan (Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY).”13 Perbedaan penelitian ini dengan penilitian yang peneliti lakukan adalah terletak pada tema penelitiannya. Jika penelitian ini lebih menitik beratkan temanya pada dinamika pemilihan Kepala Desa secara umum, maka penelitian yang peneliti lakukan lebih terbatas dan khusus yaitu dalam penetapan masa jabatan Kepala Desa ditinjau dari peraturan 12
Mohammad Arsad Rahawarin, “Gaya Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat,” Tesis, Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, (1991). 13
Sartono Kartodirdjo,(ed.), Pesta Demokrasi di Pedesaan: Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992).
12
perundang-undangan yang berlaku apakah sudah sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penelitian yang ke tiga yaitu yang dilakukan oleh Riska Nurita. Tahun 2007 dengan judul “Pemilihan Kepala Desa di Desa Girikerto Kec. Turi Kab. Sleman Yogyakarta Tahun 1989.”14 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu terletak pada temanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas warga desa, organisasi-organisasi desa yang terkait dan elemen-elemen yang ada di desa Girikerto pada waktu diadakannya pemilihan Kepala Desa pada tahun 1989. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu pengaturan masa jabatan yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah sudah sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penelitian ke empat, Tatik Rohmawati, tahun 2004 dengan judul “Dinamika Politik Pedesaan Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Masin Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah).”15 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu, kalau penelitian ini terfokus pada dinamika politik pedesaan dalam pemilihan Kepala Desa dengan pokok permasalahannya untuk menjawab siapa saja yang terlibat dalam pemilihan Kepala Desa Masin, bagaimana hubungan/relasi dari aktor-
14
Riska Nurita, “Pemilihan Kepala Desa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 1989,” Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta, (2007). 15
Tatik Rohmawati, “Dinamika Politik Pedesaan Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Masin Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah,” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia(UNIKOM) Bandung, (2004).
13
aktor yang terlibat dalam pemilihan Kepala Desa Masin dan bagaimana dinamika pemilihan Kepala Desa Masin ditinjau dari konflik dan kompetisi yang berlangsung selama pemilihan Kepala Desa Masin. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan terfokus pada penetapan masa jabatan terhadap Kepala Desa ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ke lima, Sucipto dengan judul “Konflik Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Giring Kecamatan Manding Kabupaten Sumenep).”16 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu, penelitian ini terfokus pada konflik dan jenis konflik yang terjadi pada saat pemilihan Kepala Desa di Desa Giring Kabupaten Sumenep. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan tidak hanya terbatas pada konflik yang terjadi melainkan dengan pengisian masa jabatan Kepala Desa di Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Penelitian ke enam, Ponarian dengan judul “Aktor dan Strategi Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Tentang Pemilihan Kepala Desa Hargowilis Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY Tahun 2008).”17 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu, penelitian ini lebih terfokus pada tema aktor atau elit yang bermain pada pemilihan Kepala Desa di Desa Hargowilis, serta bagaimana strategi politik
16
Sucipto, “Konflik Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Giring Kecamatan Manding Kabupaten Sumenep),” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), (2009). 17
Ponarian, “Aktor dan Strategi Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Tentang Pemilihan Kepala Desa Hargowilis Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY Tahun 2008),” Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, (2008).
14
dari calon Kepala Desa yang menang dan terpilih. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan tidak terbatas hanya pada saat pemilihan Kepala Desa namun bagaimana pengisian masa jabatan terhadap Kepala Desa. Penelitian ke tujuh, Happy Son Laksana dengan judul “Konflik Sosial Antar Masyarakat Pasca Pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa Pogalan Kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek).”18 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penelitian ini terfokus pada permasalahan konflik yang terjadi meliputi bentuk-bentuk konflik, faktorfaktor penyebab konflik dan upaya penyelesaian dari konflik tersebut pada saat pemilihan Kepala Desa di Desa Pogalan Kabupaten Trenggalek. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan tidak pada konflik melainkan penetapan masa jabatan terhadap Kepala Desa. Penelitian ke delapan, Rafiah Rusyida dengan judul “Studi Terhadap Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa Banjararum Kecamatan
Kalibawang
Kabupaten
Kulonprogo
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.”19 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penelitian ini meneliti apa saja syarat-syarat dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo No. 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan, 18
Happy Son Laksana, “Konflik Sosial Antar Masyarakat Pasca Pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa Pogalan Kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek),” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), (2008). 19
Rafiah Rusyda, “Studi Terhadap Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa Banjararum Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta,” Skripsi, Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, (2013).
15
Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa serta kendala dalam pelaksanaanya di Desa Banjararum Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulonprogo sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu bagaimana pengisian mengenai masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah sudah sesuai dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2014.
F. Kerangka Teoritik Di dalam penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan beberapa teori yaitu sebagai berikut: 1. Teori Negara Hukum Teori yang telah kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.20 Sebagaimana yang dikemukaan oleh Aristoteles, bahwa ada tiga unsur pemerintah pemerintahan
dilaksanakan
untuk
yang berkonstitusi; kepentingan
umum.
pertama, Kedua,
pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuanketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi. Ketiga, pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan seperti dilaksanakan pemerintahan despotis. Pemikiran Aristoteles ini jelas sekali merupakan cita negara
20
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 Amandemen Ketiga.
16
hukum yang dikenal sekarang, karena ketiga unsur yang dikemukakan oleh Aristoteles tersebut dapat ditemukan di semua negara hukum.21 2. Teori Administrasi Mengingat
negara
merupakan
organisasi
kekuasaan
(machtenorganisatie), maka pada akhirnya Hukum Administrasi Negara akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan pemerintahan.22 Dengan demikian, keberadaan HAN itu muncul karena adanya penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugastugas kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan berdasarkan atas hukum. Menurut Philipus M. Hadjon, ukuran atau indikasi negara hukum adalah berfungsinya HAN, sebaliknya suatu negara bukanlah negara hukum in realita apabila HAN tidak berfungsi.23 Kepala Desa beserta pemerintahan desa juga perlu adanya pengawasan karena pemerintahan desa termasuk dalam kekuasaan negara. Administrasi berasal dari bahasa Latin “administrare” yang berarti to manage. Derevasinya antara lain menjadi “administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan.24 Dalam KBBI, administrasi diartikan sebagai;
21
Firdaus, “Politik Hukum di Indonesia Kajian dari Sudut Padang Negara Hukum,” Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 10, (Sepetember 2005), hlm. 48. 22
Foulkes dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 21. 23 24
Ibid, hlm. 108. Ridwan HR, Hukum Administrasi..., hlm. 28.
17
a. Usaha dan kegiatan meliputi penetapan tujuan serta penetapan caracara penyelenggaraan pembinaan organisasi, b. Usaha dan kegiatan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan serta mencapai tujuan, c. Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, d. Kegiatan kantor dan tata usaha.25 3. Teori Jabatan Sesuai dengan keberadaan negara yang menganut konsep welfare state, ruang lingkup kegiatan administrasi negara atau pemerintahan itu sangat luas dan beragam. Keleluasaan dan keragaman kegiatan administrasi negara ini seiring sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat yang menuntut pengaturan dan keterlibatan administrasi negara. Karena itu jabatan-jabatan pemerintahan selaku penyelenggara kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan juga banyak dan beragam, bahkan dalam praktik (sebagaimana akan ternyata dalam pembahasan tentang
tindakan
hukum
pemerintahan)
pelaksanaan
tugas-tugas
pemerintahan tidak semata-mata dijalankan oleh jabatan pemerintahan yang
telah
dikenal
secara
konvensional
seperti
instansi-instansi
pemerintah, tetapi juga oleh badan-badan swasta. Dalam hal ini, Philipus M. Hadjon mengatakan sebagai berikut, “Wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki oleh penguasa. Dalam ajaran ini terkandung bahwa setiap orang atau setiap badan 25
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 8.
18
yang memiliki hukum publik harus dimasukkan dalam golongan penguasa sesuai dengan definisinya. Ini berarti bahwa setiap orang atau badan yang memiliki wewenang hukum publik tidak termasuk dalam daftar nama badan-badan pemerintahan umum seperti disebutkan dalam UUD (pembuat Undang-undang, pemerintah, menteri, badan-badan provinsi dan kotapraja) harus dimasukkan dalam desentralisasi (fungsional). Bentuk organisasi yang bersifat yuridis tidak menjadi soal. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh undang-undang tetapi dapat juga badan pemerintahan dari yayasan/lembaga yang bersifat hukum perdata yang memiliki wewenang hukum publik.”26 Kepala Desa sebagai jabatan dari instansi pemerintahan maka harus menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbandingan masa jabatan Kepala Desa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut: Peraturan
Perundang- Keterangan
undangan 1. UU No. 5 Tahun Pasal 7 menjelaskan “Masa jabatan Kepala 1979
tentang Desa 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal
Pemerintah Desa
pelantikan dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.”
2. UU No. 12 Tahun Pasal 96 menjelaskan “Masa jabatan Kepala 1999
tentang Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali
Pemerintah Daerah
masa
jabatan
terhitung
sejak
tanggal
ditetapkan.” 3. UU No. 32 Tahun Pasal 204 menjelaskan “Masa jabatan Kepala
26
Ibid, hlm. 70.
19
2004
tentang Desa adalah enam tahun dan dapat dipilih
Pemerintah Daerah
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.”
4. PP No. 72 Tahun Pasal 52 menjelaskan “Masa jabatan Kepala 2005 tentang Desa
Desa enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.”
5. UU No. 12 Tahun Tidak ada perubahan pada Pasal 204, yang 2008
tentang menjelaskan “Masa jabatan Kepala Desa
perubahan atas UU adalah enam tahun dan dapat dipilih kembali No. 32 Tahun 2004 hanya
untuk
satu
kali
masa
jabatan
tentang Pemerintah berikutnya.” Daerah 6. UU No. 6 Tahun Pasal 2014 tentang Desa
39
memegang
menejalaskan jabatan
selama
“Kepala
Desa
enam
tahun
terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.”
4. Teori Pertanggung Jawaban Berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).27 Dalam kamus hukum ada 27
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 1014.
20
dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban yakni liability dan responsibility. Dalam pengertian dan penggunaan secara praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.28 Alasan teoritik pertanggungjawaban pemerintah, pemerintah adalah subjek hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban hukum, dengan dua kedudukan hukum yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan pemerintahan.
Sebagai
subjek
hukum, pemerintah dapat
melakukan perbuatan hukum, yakni perbuatan yang ada relevansinya dengan hukum atau dengan perbuatan yang dapat menimbulkan akibatakibat hukum. Dalam menyelenggarakan kenegaraan dan pemerintahan, pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan, yang secara yuridis dilekati dengan kewenangan. Dalam perspektif hukum, adanya kewenangan inilah yang memunculkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip “pemberian wewenang tertentu untuk melakukan tindakan hukum tertentu,” menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunaan wewenang tersebut.29 Sesuai dengan dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai landasan dan pedoman pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dan penetapan masa jabatan secara langsung seperti yang diamanatkan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Pemerintahan desa yang dipimpin oleh 28 29
Ridwan HR, Hukum Administrasi..., hlm. 250. Ibid, hlm. 251-253.
21
seorang Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang dipilih melalui proses pemilihan Kepala Desa diatur jelas dalam aturan perundang-undangan yakni Pasal 39 UU No. 6 Tahun 2014 dan diatur juga UU No. 12 Tahun 2008 sebagai pengganti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Desa. 5. Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie) Istilah peraturan perundangan dipakai dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Adapun istilah yang dipergunakan dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana nama dari Ketetapan MPR tersebut adalah peraturan perundang-undangan. Istilah peraturan perundang-undangan juga dipakai di dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.30 Istilah perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan berasal dari kata undang-undang, yang merujuk kepada jenis atau bentuk peraturan yang dibuat oleh negara. Dalam literatur Belanda dikenal dengan istilah “wet” yang mempunyai dua arti yaitu “wet in formele zin” dan “wet in materiele zin” yaitu pengertian undang-undang yang didasarkan kepada bentuk dan cara terbentuknya serta pengertian undang-undang yang didasarkan kepada isi atau substansinya.31
30
Ni’matul Huda, dkk, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-undangan, (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 3. 31
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan (Dasar, Membuatnya), (Bandung: Rineka Cipta, 1997), hlm. 4-6.
jenis,
dan
Teknik
22
Menurut Jimly Asshiddiqie, pembedaan keduanya dapat dilihat hanya dari segi penekanan atau sudut penglihatan, yaitu suatu undangundang yang dapat dilihat dari segi materinya atau dilihat dari segi bentuknya, yang dapat dilihat dengan dua hal yang sama sekali terpisah.32 Menurut Solly Lubis, yang dimaksud perundang-undangan ialah proses pembuatan peraturan negara. dengan kata lain tata cara mulai dari perencanaan (rancangan), pembahasan, pengesahan atau penetapan dan akhirnya
pengundangan
peraturan
yang
bersangkutan.
Peraturan
perundangna-undangan berarti peraturan mengenai tata cara pembuatan peraturan negara. peraturan yang dimaksud meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Surat Keputusan dan Intruksi.33 6. Teori Otonomi Daerah Dalam
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana terakhir diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dikenal beberapa asas, yaitu: a.
Asas Desentralisasi
32
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 34-35. 33
Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 1-2.
23
Yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara teoritik desentralisasi berpangkal dari teori pemisahan atau pembagian kekuasaan. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Moh. Mahfud MD sebagaimana dikutip oleh Nukthoh Arfawie Kurde mengatakan: “Adanya desentralisasi
dan otonomi daerah dapat juga dipandang
sebagai bagian penting dari prinsip Negara hukum, sebab dengan desentralisasi dan otonomi dengan sendirinya ada pembatasan kekuasaan seperti yang dituntut di dalam Negara hukum dan penganut konstitusionalisme”.34 b.
Asas Dekonsentrasi Yaitu pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c.
Asas Tugas Pembantuan Yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau Desa serta dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa untuk melaksanakan tugas pembantuan. Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana telah diamanatkan secara jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditujukan untuk menata sistem pemerintahan dalam kerangka Negara 34
Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 116.
24
Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di tingkat daerah dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dimaksud, telah ditetapkan UndangUndang tentang Pemerintahan Daerah, yang dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan.35 Otonomi selalu dilihat sebagai suatu hak atau kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, otonomi yang dipergunakan adalah otonomi nyata dan bertanggungjawab yang merupakan salah satu prinsip untuk mendukung terwujudnya sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pasal 1 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.36
35
Busrizalti, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, (Yogyakarta: Total Media, 2013), hlm. 2. 36
Ibid, hlm. 5.
25
G. Metode Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis.37 Dalam Penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian lapangan (Field Research) yang menerangkan tentang masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul karena masa jabatannya. 2. Sifat Penelitian Penelitian Penetapan masa jabatan Kepala Desa merupakan penelitian kualitatif
karena tidak menggunakan mekanisme statistika
untuk mengolah data. Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpresentasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar.38 3. Metode Pendekatan Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis terkait dengan masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo. Melalui pendekatan yuridis ini telah sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu hukum (legal research) dengan konsentrasi hukum tata negara. Pendekatan masalah pada penelitian ini dilakukan secara 37
Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm. 42. 38
Warsito, H, Pengaturan Metedologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Assosiasi PT Katolik (APTIK) dan Gramedia Pustaka Utama,1992), hlm. 10.
26
yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturanperaturan perundang-undangan beserta paraturan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.39 4. Sumber Data Bahan Hukum Primer, yaitu buku yang menerangkan tentang desa bukan dari hukum saja. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah bukubuku tentang pemerintahan desa dan undang-undang tentang Pemerintahan Desa, baik yang pernah berlaku maupun yang sedang berlaku. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.40 Dalam penelitian ini yang digunakan adalah buku-buku dan pendapat pakar hukum yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. 5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Metode Wawancara Yaitu pengumpulan data melalui keterangan lisan orang-orang yang memang diharapkan bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian ini, sekaligus sebagai pelengkap data yang diperoleh melalui observasi.41 Wawancara diperoleh secara langsung dari
39
Muh. Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 101. 40 41
Ibid, hlm. 32.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm. 64.
27
narasumber ataupun responden yang terdiri dari Pemerintah Desa seperti Kepala Desa, BPD, Pemerintah Desa, tokoh masyarakat, dan LSM Pengawas Pemerintah Desa yang memahami kebijakan yang berkaitan dengan evaluasi ini dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai pedoman agar fokus dalam penelitian yang akan diteliti kemudian dianalisis. b. Metode Dokumentasi Metode pengumpulan data melalui teknik ini diarahkan untuk melakukan pencarian dan pengambilan segala informasi yang bersifat teks seperti data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, arsip-arsip, laporan penelitian, beserta dokumen lainnya yang berhubungan dengan penelitian. c. Observasi Observasi yang dimaksud adalah pengamatan secara langsung bagaimana implikasi penetapan masa jabatan Depala Desa di Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. d. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. e. Analisa Data Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, diinterprestasi dan dideskripsikan dalam bentuk uraian untuk mendapatkan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. Metode analisis data dalam hal
28
ini adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategorisasi dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan.42
H. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah membaca dan memahami arah dan tujuan dari penelitian ini, peneliti akan terlebih dahulu memaparkan tahap-tahap dari penelitiannya, yang mana diantaranya sebagai berikut: Bab satu merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua membahas tentang tinjauan teoritik jabatan dalam konteks negara hukum yang akan mengkaji perkembangan negara hukum di Indonesia, ketentuan umum tentang pemerintah daerah, pengertian, kedudukan dan fungsi jabatan. Bab ketiga berisi tentang tinjauan umum struktur pemerintahan Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Bab ke empat analisis masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul dengan tahapan analisis atau lingkup materi sebagai berikut: Tinjauan masa jabatan Kepala Desa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan analisis jabatan Kepala Desa Bangunharjo ditinjau dari UU No. 6 Tahun 2014. 42
Lexy J, Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 103.
29
Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya maka secara keseluruhan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemerintahan Desa Bangunharjo menggunakan dasar hukum UU No. 22 Tahun 1999 yang sekarang telah digantikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 untuk menjalankan pemerintahannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam asas peraturan perundanganundangan dikenal dengan asas Lex posteriori derogat legi priori yaitu pada peraturan
yang
sederajat,
peraturan
yang
paling
baru
melumpuhkan/membatalkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak berlaku lagi. Biasanya dalam peraturan perundang-undangan ditegaskan secara eksplisit yang mencerminkan asas ini. Pengaturan masa jabatan kepala desa terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) Masa jabatan Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pelantikan. Apabila masa jabatan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir yang bersangkutan tidak boleh dicalonkan kembali untuk masa jabatan berikutnya. Acuan dasar yang digunakan tidak sesuai dengan tahun pelaksanaannya sehingga terjadi kecacatan formil dalam menjalankan pemerintahan tersebut.
128
129
2. Masa jabatan Kepala Desa tidak sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 karena masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo sepuluh tahun dan tidak dapat dipilih kembali setelah masa jabatannya berakhir. Sedangkan dalam UU No. 6 Tahun 2014 masa jabatan Kepala Desa enam tahun dan dapat menjabat tiga kali masa jabatan baik secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Masa jabatan Kepala Desa Bangunharjo akan sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 setelah adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yaitu pemilihan umum Kepala Desa yang akan datang. Kepala Desa dipilih dari calon Kepala Desa terpilih ditetapkan oleh BPD dan disahkan oleh Bupati. Yang akan dilakukan serentak sekabupaten/kota namun sampai saat ini belum ada intruksi dari Bupati. Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD dan menyampaikan laporan mengenai tugasnya kepada Bupati. Pertanggungjawaban Kepala Desa disampaikan kepada BPD sekali dalam setahun pada setiap tahun anggaran. Mekanisme seperti ini agar sendi tanggungjawab pelaksanaan pemerintahan yang dilakukan Kepala Desa kepada rakyat melalui BPD dapat dilihat sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat (demokrasi) dan perwujudannya di tingkat desa.
B. Saran Pemerintah Desa Bangunharjo seharusnya menggunakan acuan dasar hukum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bukan UU No. 22
130
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Karena setelah adanya UU yang baru maka UU yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebelum enam bulan pemilihan umum Kepala Desa, BPD harus memberi surat peringatan kepada Kepala Desa bahwa jabatannya akan segera berakhir. BPD juga harus membentuk panitia pemilihan umum Kepala Desa empat bulan sebelum pemilihan umum Kepala Desa. Dalam penyelenggaraan,
rangka
untuk
pelaksanaan
meningkatkan pembangunan
dan
kelancaran
dalam
pelayanan
kepada
masyarakat sesuai dengan perkembangan dan tuntutan reformasi. Dalam rangka mengimplementasikan pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa maka harus segera diadakan sosialisasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal tersebut harus segera dilaksanakan supaya masyarakat mengetahui adanya UU yang mengatur tentang desa dan mengetahui peraturan-peraturan yang ada di dalam UU No. 6 Tahun 2014. Pemerintah juga harus segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebagai dasar acuan pemerintahan desa, apakah pemerintahan desa sudah sesuai dengan UU yang berlaku atau belum, apabila belum sesuai maka perlu adanya penegasan dari pemerintah daerah supaya semua pemerintahan desa menggunakan dasar hukum UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Disetiap desa perlu adanya pengawasan dari pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah supaya adanya saling kontrol dalam menjalankan pemerintahan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam menjalankan
131
roda pemerintahan yang diamanatkan oleh masyarakat kepada para pejabat. Semakin lama kekuasaan itu semakin besar peluang untuk menyalahgunakan kekuasaannya, maka kekuasaan harus dibatasi dan perlu adanya pengawasan dari pemerintahan satu dengan pemerintahan lainnya. .
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Ketiga. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 penrubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
Buku-buku Abdul, Muh Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004. Anggriani, Jum, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Kerja Sama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi Hukum Tata Negara, Jakarata: FH-UI, 2004. Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-undang, Jakarta: Konstitusi Press, 2006. Azhary, Tahir, Negara Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
132
133
Aziz, Abdul Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. Busrizalti, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Yogyakarta: Total Media, 2013. Fuady, Munir, Teori Negara Modern (Rechtstaat), Bandung: PT Refika Aditama, 2009. Hamidi, Jazim, Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah Menggagas Peraturan Daerah Yang Responsif dan Berkesinambungan, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011. Hanitjito, Rony Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998. Huda, Ni’matul, dkk, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Bandung: Nusa Media, 2011. Kansil, C.S.T, dkk, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Kartodirdjo, Sartono (ed.), Pesta Demokrasi di Pedesaan: Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY, Yogyakarta: Aditya Media, 1992. Kurde, Nukthoh Arfawie, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Malang: Averroes Press, 2005. Kusnardi, Moh, dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti, 1988.
134
Lexy J, Metedologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005. Lubis, Solly, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Bandung: Mandar Maju, 1989. Lotulung, Paulus, Himpunan Makalah Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994. Mahdi, Imam, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2011. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Jakarta: Sekertaris Jendral MPR RI, 2010. Mardalis, Metode
Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004. Nur, Septi Wijayanti & Iwan Setiawan, Hukum Tata Negara Teori & Prakteknya Di Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Hukum UMY & Devisi publikasi penerbitan LP3M UMY, 2009. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press, 2003. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006. Ridwan HR, Tiga Dimensi Hukum Administasi Dan Peradilan Administrasi, Yogyakarta: FH UII Press, 2009. Setiawan, Hariadi B., Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995. Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Jakarta: Erlangga, 2010. Sinamo, Nomensen, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010.
135
Suryaningkrat, Bayu, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992. Syarif,
Amiroeddin,
Perundang-undangan
(Dasar,
Jenis,
dan
Teknik
Membuatnya), Bandung: Rineka Cipta, 1997. Tjandra, Willy R, Praktis Good Governance, Yogyakarta : Pondok Edukasi, 2006. Usman, dkk, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004. Warsito, H, Pengaturan Metedologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Assosiasi PT Katolik (APTIK) dan Gramedia Pustaka Utama, 1992. Widjaja, Haw, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta: Raja Grafindo, 2010.
Tesis dan Skripsi Arsad, Mohammad Rahawarin, 1991, “Gaya Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat,” Tesis, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta. Laksana, Happy Son, 2008, “Konflik Sosial Antar Masyarakat Pasca Pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa Pogalan Kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek)” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Nurita, Riska, 2007, “Pemilihan Kepala Desa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 1989”, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rusyda, Rafiah, 2013, “Studi Terhadap Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa Banjararum Kecamatan Kalibawang
136
Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta,” Skripsi, Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rohmawati, Tatik, 2004, “Dinamika Politik Pedesaan Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Masin Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah),” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung. Sucipto, 2009, “Konflik Politik dalam Pemilihan Kepala Desa ( Studi Kasus di Desa Giring Kecamatan Manding Kabupaten Sumenep),” Skripsi, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ponarian. 2008. “Aktor dan Strategi Politik dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Tentang Pemilihan Kepala Desa Hargowilis Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY)”, Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada(UGM) Yogyakarta.
Lain-lain Firdaus, “Politik Hukum di Indonesia Kajian dari Sudut Pandang Negara Hukum,” Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 10, September 2005. Hadjon, Philipus, “Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Sebagai Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Good Governance,”Makalah pada seminar Good Governance dan Good Environmental Governance, FH Unair, Surabaya, Kamis 28 Februari 2008. Nur, Baron Cahyo, Laporan Kegiatan Pembangunan Desa Bangunharjo Tahun Anggaran 2008/2009.
137
Peraturan Desa Bangunharjo Sewon Bantul No. 06 Tahun 2010
Tentang
Pembentukan Organisasi Pemerintahan Desa Bangunharjo. Peraturan Desa Bangunharjo Sewon Bantul No. 04 Tahun 2013 tentang Program Kerja Tahunan Desa. Peraturan Desa Bangunharjo tentang Program Kerja tahunan Desa Tahun Anggaran 2014. Wignjosoebroto, Soetandyo, “Masalah metodologi dalam Penelitian Hukum sehubungan dengan Masalah Keragaman Pendekatan Konseptual,” Makalah pada Penelitian Metedologi Pelatihan. Fak Hukum UNDIP, 1999. WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang :
a. bahwa pengaturan mengenai Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa Telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul nomor 14 tahun 2001 Jo Peraturan daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2001; b. bahwa untuk menyesuaikan dengan aspirasi yang berkembang saat ini, perlu merubah Peraturan Daerah sebagai mana dimaksud huruf a; c. bahwa atas pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b ,perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Perubahan Kedua atas Peaturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 15 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa.
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;
2.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1994 tentang Pemerintah Daerah;
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1994 tentang perimbangan keuangan antra pemerintah pusat dengan pemerintah daerah;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan mulai berakunya undang-undang Tahun 1950 Nomor 12,13,14 dan 15;
5.
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa;
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA
Pasal I Peraturan Daerah kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa ( Lembaran Daerah Kabupaten Bantul seri D nomor 03 Tahun 2000) yang telah diubah PERTAMA kali dengan Peraturan daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 tahun 2001 (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul seri D nomor 09 Tahun 2001) diubah lagi sebagai berikut: A. Dalam semua Pasal dan penjelasan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g.
Penyebutan Kepala Desa harus di baca Lurah. Penyebutan Perangkat Desa dibaca Pamong Desa. Penyebutan Sekretaris desa dibaca Carik Penyebutan kepala seksi dibaca kepala bagian Penyebutan Kepala Dusun dibaca Dukuh Penyebutan Dusun dibaca Pedukuhan Perkataan “kepala urusan”, “ kepala urusan dan” dan atau “dan kepala urusan” dihapuskan.
B. Ketentuan pasal 2 ayat (2) huruf e dan huruf m berbunyi sebagai berikut : e. pada saat pendaftaran berumur sekurang-kurangnya 25 ( dua puluh lima ) tahun dan setinggi-tingginya 61 tahun. m. bagi pegawai negeri sipil dan TNI/Polri harus melampirkan surat lolos butuh dan surat ijin dari instansi yang berwenang.
C. Pasal 8 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
(1) Permohonan lamaran bakal calon dibuat rangkap 2 (dua) ditujukan kepadaKetua Badan Perwakilan Daerah (BPD) melalui ketua Panitian Pemilihan dengan tembusan Camat yang ditulis dengan tangan sendiri menggunakan tinta hitam dan bermaterai cukup sesuia dengan ketentaun peraturan-peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 8 atay (2) huruf I sebagai berikut : i. bagi Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri harus melampirkan Surat lolos butuh dari instansi yang berwenang. D. Pasal 20 sebagai berikut : Pasal 20 (1) Masa jabatan Lurah adalah 5(lima) tahun dimulai saat pelantikan. (2) Apabila berakhir masa jabatannya lurah dapat dipilih kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya berturut-turut.
E. Pasal 29 ayat (2) dan (3) berbunyi sebagai berikut : Pasal 29 (2) Dalam hal lurah berhalangan 7 (tujuh) hari atau lebih maka carik menjalankan fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban lurah yang ditetapkan dengan keputusan BPD. (3) Dalam hal carik berhalangan melaksanakan fungsi, wewenang, tugas dan kewajibanlurah sebagaimana dimaksud ayat 91) dan ayat 92) maka fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban lurah dijalankan salahs atu kepala bagian yang dianggap mampu, dengan keputusan BPD dan pemberitahuan camat dan bupati.
F. Pada penjelasan pasal demi pasal ditambahkan ketentuan sebagai berikut : Pasal 2 ayat (2) huruf e : Penetapan masa jabatan lurah 5 (lima) tahun, dengan pertimbangan heterogenitas kehidupan masyarakat desa dan aspirasi masyarakat setempat yang memahami situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat. Pasal 2 ayat (2) huruf m : persyaratan bagi calon dari pegawai negeri sipil dan TNI/Polri, mekanisme peraturannya menurut ketentuan yang berlaku dari instansi induknya.
Pasal II Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul.
Ditetapkan di Bantul, pada tanggal 27 Okt 2001 BUPATI BANTUL,
TOTOK SUDARTO Diundangkan di Bantul Tanggal 29 Okt 2001
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL,
Drs ASHADI, MSi (Pembina Utama Muda, IV/c) NIP. 490018672
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL SERI D NOMOR 56 TAHUN 2001
CURICULUM VITAE
Data Pribadi Nama Lengkap
: Iis Qomariyah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Pati, 05 Mei 1992
No Telp
: 089666908269
Email
:
[email protected]
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat Tinggal
: Krapyak Wetan Rt. 3 No. 99 B Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul .
Alamat Asal
: Ds. Bageng Rt. 003 Rw. 007 , Kec. Gembong, Kab. Pati, Jawa Tengah
Pendidikan Formal 1. SD N 02 Bageng, Gembong, Pati, Jawa Tengah dari tahun 1997 sampai tahun 2003. 2. MTs (Madrasah Tsanawiyah Mujahidin Bageng, Gembong, Pati, Jawa Tengah dari tahun 2003 sampai tahun 2006. 3. MA (Madrasah Aliyah) Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati, Jawa Tengah dari tahun 2007 hingga tahun 2010.