13
14
ANALISIS KINERJA SDM DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS WIRAUSAHA AGRIBISNIS UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DAERAH KOTA PAGARALAM PROPINSI SUMATERA SELATAN
Marko Ilpiyanto,S.E.,M.M.
ABSTRAK Dengan makin meningkatnya peran serta anggota koperasi dalam kegiatan usaha koperasinya, maka dapat memberikan kontribusinya pada peningkatan kesejahteraan anggota. Dengan demikian, anggota termotivasi untuk berperan serta aktif pada koperasinya karena merasakan adanya kemanfaatan dan mendapatkan nilai tambah dari keanggotaannya itu, sehingga pada dirinya timbul rasa memiliki (sense of belonging) dan dukungan pada koperasinya. Ada tidaknya anggota untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh kemampuan pengelolah untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. Koperasi sebagai unit usaha di bidang agribisnis, secara umum mencakup bidangbidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan pada lima komponen :Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan saprodi berupa alatalat dan mesin pertanian.Bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian.Bidang usaha industri pengelolaan hasil (Agroindustri)Bidang usaha pelayanan seperti:Perbankan, angkutan, asuransi dan penyimpanan. Koperasi juga berfungsiuntuk :Mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti: penyediaan kredit, pembentukkan modal bersama melalui tabungan, penyediaan saprodi, memasarkan produk, dsb.Memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada pengusaha dalam usaha yang dilakukannya.Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan dengan pihak lain. Kata Kunci : Analisis Kinerja SDM Dan Pemberdayaan Koperasi Berbasis Wirausaha Agribisnis
kekeluargaan. Adapun tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1946.
1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas 15
Dr. Moh. Hatta menyatakan bahwa “bangsa Indonesia akan dapat mengangkat dirinya ke luar dari lumpur, tekanan, dan hisapan, apabila ekonomi rakyat disusun sebagai usaha bersama berdasarkan koperasi” (Nasution, 1999). Dalam pernyataan ini jelas terkandung makna bahwa upaya untuk membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat dalam wadah koperasi yang rasional dan ekonomis merupakan suatu keharusan. Pada saat ini, tidak sedikit pihakpihak yang memberikan penilaian dan pernyataan bahwa koperasi belum berhasil menunjukkan ciri keunggulannya sebagai lembaga ekonomi milik rakyat. Hal ini tampak jika dikaji, baik pada aspek kemampuan organisasi dalam mengaplikasikan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi secara konsisten maupun pada aspek kemampuan menerapkan konsep-konsep manajemen dan konsep-konsep ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan iklim yang kondusif, berbagai peraturan dan kebijakan dikeluarkan pemerintah, di antaranya adalah dalam bentuk undangundang sebagai pengejewantahan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (sistem demokrasi ekonomi). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1967 tentang Perkoperasian. Selanjutnya, disusul dengan beberapa peraturan pemerintah dan beberapa instruksi presiden, yang pada dasarnya pemerintah memberikan dukungan, fasilitas, dan kemudahan bagi pemberdayaan dan pengembangan koperasi. Dukungan atau keterlibatan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi pada dasarnya merupakan perwujudan dari kedudukan dan peran pemerintah dalam sistem demokrasi ekonomi Indonesia. Dalam sistem ini, pemerintah berperan sebagai regulator dalam pengembangan ekonomi nasional. Tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah menyelaraskan dan menyeimbangkan serta
mengkoordinasikan ketiga pelaku ekonomi, yaitu badan usaha milik negara, swasta, dan koperasi. Kegiatan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi adalah dengan menggunakan ketentuan hukum dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dirangkaikan dengan pengembangan nasional. Disamping itu dukungan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi diarahkan kepada terwujudnya”keberhasilan koperasi” yang dinyatakan dalam tingkat pertumbuhan koperasi (cooperative growth), besarnya sumbangan koperasi sebagai pangsa pasar (cooperative sharea), dan dampak koperasi (cooperative effect), dan pengaruh koperasi (cooperative impact). Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena enggan-nya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani ini. Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub-sistem on-farm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service subsystem). Aktivitas pada sub-sistem penunjang ini mencakup pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub-sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu melakukan peran tersebut. Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan agribisnis selama ini 14
lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu memberikan kekuatan bagi petani. Salah satu kelembagaan tersebut adalah koperasi agribisnis. Untuk pembangunan ekonomi pedesaan pemerintah daerah Popinsi Sumatera Selatan telah mengembangkan sektor pertanian berbasis agribisnis. Program ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Dalam pengembangan agribisnis masih ditemukan permasalahannya, antara lain: lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan; ketersediaan bahan baku dan kontinuitasnya; terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi; lemahnya organisasi dan manajemen usaha; dan kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu alternatif pemecahannya untuk mengatasi masalah tersebut adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.Di Sumatera selatan terdapat 5 ribu lebih jumlah koperasi yang ada 10 persen diantaranya koperasi berkategori tidak aktif. Karena menurut Kepala dinas Koperasi dan UKM Sumatera Selatan Adul Shobur 10 persen koperasi tersebut tidak aktif dalam operasional namun masih tetap tercatat dalam instansinya. Jumlah koperasi di Sumatera Selatan yang tidak aktif tersebut masih dibawah angka nasional yang sudah mencapai 24 persen. Saat ini banyak koperasi yang hanya tinggal nama saja seperti contoh di Kota Pagaralam ada 134 koperasi tetapi yang aktif hanya 30 koperasi jadi bagaimana sekarang ini kita memberdayakan koperasi supaya dengan berdayanya koperasi di pedesaan bisa mensejahterakan masyarakat. Karena koperasi memegang peranan sangat penting pada kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama di pedesaan. Koperasi harus berfungsi sebagai badan
usaha di pedesaan dan pelaksana penuh pemasaran produk agribisnis. Ke depan pembangunan ekonomi harus memulainya dari ekonomi pedesaan, karena di pedesaan itu sebagian besar penduduk mencari nafkah dari sektor pertanian. Untuk memajukan ekonomi di daerah sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengembangan koperasi di daerah Sumatera Selatan. 1.2. Rumusan masalah dalam penelitian adalah : Di berbagai negara, kehadiran koperasi diakui dapat memberikan kontribusi yang cukup berati dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Terlebih lagi negara-negara sosialis. Koperasi telah memberikan peran yang sangat signifikan dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya. Koperasi ini diyakini mampu mewujudkan kesejahteraan anggota, membuka kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kontribusi koperasi bukan saja pada ekonomi melainkan juga berperan dalam dalam mengembangkan modal sosial, keadilan dan tanggung jawab sosial, dan pemerataan. Koperasi merupakan wadah pembelajaran demokrasi dan pembangunan wilayah (masyarakat). Disamping itu, koperasi memberikan peran yang sangat strategis untuk mewujudkan kedamaian dan stabilitas sosial. Koperasi adalah milik anggota, yang jumlahnya cukup banyak, dan sekaligus juga menjadi pelanggan. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi yang 15
diperoleh anggota berupa nilai tambah yang didapat pada waktu transaksi dengan koperasinya, sehingga makin besar pula nilai tambah yang diperolehnya. Oleh karena sifatnyha itulah, koperasi harus dianggap sebagai public firm, sehingga pembinaannya pun harus menggunakan paradigma supervise. Menyadari akan adanya pengaruh globalisasi, yang dicirikan antara lain oleh makin ketatnya persaingan dan mengingat strategisnya posisi koperasi di indonesia Koperasi di pedesaan kebanyakan hanya koperasi simpan pinjam padahal koperasi bisa menjadi pusat kegiatan agribisnis yang tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupanmasyarakat. Agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi pedesaan sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. Untuk itu tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana kinerja dan pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis. Maka secara ringkas rumusan masalah yang dihadapi dalam pembangunan koperasi berbasis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ?
2. Bagaimana pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ? 3. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ? 4. Bagaimana model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis ? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendiskripsikan kinerja koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan 2. Mendiskripsikan pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selata 3. Mengidentifikasikan kendalakendala yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan 4. Memformulasi model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis
16
c. Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral d. Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU Nomor 91 pada Tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti : a. Hanya membayar 3 gulden untuk materai b. Bisa menggunakan bahasa daerah c. Hukum dagang sesuai daerah masingmasing d. Perizinan bisa didaerah setempat Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa mendatang.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan bermanfaat : 1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu manajemen agribisnis, ikut serta memperkaya konsep pengembangan keilmuan, khususnya dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis. 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dan sumber informasi dalam merencanakan dan mengimplementasikan pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaaan. 3. Bagi kalangan akademis dan peneliti lain, sebagai sumber inspirasi dan bahan referensi untuk penelitian lanjutan khususnya pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaan.
II.TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Pengertian Koperasi Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu : a. Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi b. Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
17
Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal Ayat (1) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan; ayat (2) Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi; ayat (3) Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan dan beranggotakan orangseorang; ayat (4) Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi; ayat (5) Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi dan kegiatan perkoperasian bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama koperasi. Menurut Internastional Cooperative Alliance (ICA, 1995): Koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mandiri (autonomous) bersatu secara sukarela untuk memenuhi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan aspirasi, melalui suatu badan usaha (enterprise) yang dimiliki bersama dan dikontrol secara demokratis. Menurut Hatta (1955): Koperasi yang benar-benar koperasi (the ideal type cooperative) adalah bentuk kerja sama dengan sukarela antara mereka yang sama cita-citanya untuk membela keperluan dan kepentingan bersama. Koperasi yang
sebenarnya tidak dikemudikan oleh citacita keuntungan (erwerbsprinzip), melainkan oleh cita-cita memenuhi keperluan bersama (bedarfdeckungsprinzip). Setelah proklamasi peranan koperasi ditulis dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Perkembangan koperasi di Indonesia pada masa sekarang banyak mengalami peningkatan. Jumlah koperasi primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan koperasi sekunder menjadi 165 unit. Sedangkan total koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi, jumlah yang tidak sedikit. Secara Jumlah ini memang cukup luar biasa tetapi secara kualitas masih jauh dibawah usaha-usaha kapitalis apalagi jika dibandingkan dengan koperasi internasional, selain itu pada tahun 2008 jumlah koperasi berkualitas mencapai 42.267. koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara –
18
negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu: 1. Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar. 2. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi. 3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa
partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus. 4. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan. 5. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing. Dengan melihat sejarah dan perkembangan koperasi di Indonesia tersebut, kita diharapkan dapat terus memajukan dunia perkoperasian di Indonesia dengan pesat seiring dengan 19
perkembangan zaman. Dan tetap mempertahankan citra koperasi sebagai salah satu lembaga yang memajukan perkembangan perekonomian di Indonesia.
dan informasi pasar serta akses ke lembaga keuangan yang lemah, membuat petani selalu menjadi bulan-bulanan pengusaha penyedia sarana produksi dan para tengkulak. Padahal, dari hasil penelitian sudah jelas jika penghasilan dari on-farm agribusiness sangat rendah. Karena lemahnya penanganan pascapanen, value added (50-70%) usaha pertanian jadi dinikmati oleh pihak lain, dan bukan petani. Dalam pemilihan varietas/ benih misalnya, akibat varietas/ benih yang ditanam berbeda-beda, membuat waktu pemupukan maupun pengendalian hama/ penyakit yang berbeda di antara petakanpetakan petani. Dengan penyatuan areal, pengendalian hama/ penyakit akan jauh lebih efektif jika dilakukan serempak dalam satu hamparan. Pengendalian individual petak-sepetak sawah tidak akan banyak berhasil karena cuma mengusir hama/ penyakit dari satu petak ke petak lain. Dengan penyatuan sawah menjadi sebuah hamparan akan memungkinkan dilaksanakannya prinsip-prinsip manajemen input terpadu yang berintikan pola just in time mulai dari turunnya modal, tanam, pemupukan, panen hingga pemasaran. Kecil sekali peluang harga jatuh ketika panen. Peluang semacam ini tidak terjadi jika pemilihan varietas dikoordinasi/ disatukan. Dalam pengadaan sarana produksi, koperasi bisa menjadi titik distribusi dari perusahaan/ BUMN pemasok sarana produksi. Misalnya, benih dari PT Sang Hyang Seri, pupuk langsung dari gudang Pusri, pestisida langsung dari produsen/ formulator. Harganya pasti lebih murah. Ini sangat mungkin karena skala ekonomi dapat terpenuhi. Dari satu hamparan 1.000 hektar setidaknya dibutuhkan benih 25 ton dan pupuk urea 400 ton. Manajemen input terpadu oleh koperasi juga bisa berperan menangani pergudangan dan pengeringan yang diperlukan. Dengan cara ini, lewat koperasi petani akan punya opsi kapan harus menjual produknya dengan harga
2.1.2. Koperasi Agribisnis Dewasa ini globalisasi telah merubah masyarakat petani menjadi masyarakat industri. Perubahan ini sedikit banyak menyebabkan pertanian Indonesia cenderung terpinggirkan. Koperasi sebagai lembaga yang menjunjung nilai-nilai keadilan dan kebersamaan, akan memegang peran kritis terutama dalam membentuk dan menggerakkan perubahanperubahan dalam globalisasi, serta dapat berjalan beriringan dengan pelaku ekonomi masyarakat lainnya sehingga koperasi memegang peran kunci dalam beberapa hal terutama untuk menciptakan era globalisasi yang berkeadilan. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan: (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai suatu sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Agribisnis merupakan konsep yang memandang secara holistik kaitan antara berbagai subsistem, yaitu on-farm agribusiness dan off-farm agribusiness yang meliputi upstream agribusiness dan down-stream agribusiness. On-farm agribusiness meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan subsistem produksi, sedangkan up-stream agribusiness berkaitan dengan aktivitas subsistem sarana produksi. Sementara down stream agribusiness menyangkut sistem pengolahan dan pemasaran. Sejauh ini, sebagai pelaku on-farm agribusiness posisi petani sangat lemah. Dengan kepemilikan lahan yang sempit, keterampilan yang kurang, adopsi teknologi yang rendah, penguasaan pasar 20
yang paling menguntungkan. Dengan manajemen ini kecil kemungkinan terbukanya peluang petani dipermainkan tengkulak. Ada beberapa hal yang bisa disarankan dalam rangka upaya pengembangan usaha agribisnis yang dapat diterapkan sebagai alternatif peningkatan kualitas koperasi, yaitu sebagai berikut : a.
b. c.
d. e. f.
mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. (Oakley dan Marsden, 1984). Upaya pemberdayaan tanpa melakukan dialog dengan baik, maka apa yang ingin disampaikan dalam rangka memberikan kekuatan dan memotivasi untuk maju sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditentukan. Dalam keadaan ini, masing-masing individu mempunyai pilihan dan kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari seperti pekerjaa, akses kepada sumber daya, parsisipasi, dan pembuatan keputusan sosial, dan sebagainya. Walaupun demikian ada suatu kontradiksi di dalam pemberdayaan individu karena orang sering cenderung ingin menguasai yang lain sebagai hasil dari hubungan-hubungan sosial dan struktur di luar kontrol mereka sendiri.
Melakukan pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisien. Penguatan kelembagaan petani. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa). Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi. Melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan koperasi agribisnis.
Oleh karena itu pendapat dari Hulme dan Turner (1990) bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik baik secara lokal maupun nasional dan pemberdayaan ini bersifat individual dan sekaligus kolektif karena menyangkut hubungan-hubungan kekuatan yang berubah antar individu, kelompok, dan lembaga-lembaga sosial. Kemiskinan bukan merupakan suatu kondisi alamiah semata, melainkan suatu proses peningkatan pemberdayaan secara sosial, ekonomi dan politis. Ketidakberdayaan bukan menunjukkan pada tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realita mereka tampaknya hanya memiliki sedikit kekuatan yang ternyata mampu untuk bertahan dan kadang-kadang dapat mentransformasikan kondisi hidupnya. Jadi kekuatannya perlu dibina dan dikembangkan. Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak
2.1.3. Konsep Pemberdayaan Konsep pemberdayaan (empowerment) dibakukan berdasarkan ide yangmenempatkan manusia lebih sebagai subjek dari dunianya sendiri. Proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama : kecendrungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses pemberian atau pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya memanfaatkan asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua : kecendrungan sekunder, proses ini menekankan pada proses menstimulasi, 21
diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1992 juga telah memuatnya dalam berbagai kesepakatannya. Namun, upaya mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilemadilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori-teori pembangunan model lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutantuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma baru pembangunan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative development, yang menghendaki “inclusivedemocracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”. Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan
pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Donald Brown (1995), keduanya tidak harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), “the pattern of growth is just as important as the rate of growth”. Yang dicari adalah seperti dikatakan Ranis, “the right kind of growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan “trickle-down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, andnot compartmentalized” (Ranis, 1995). Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996). Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerless). Alur pikir di atas sejalan dengan terminologi pemberdayaan itu sendiri atau yang 22
dikenal dengan istilah empowerment yang berawal dari kata daya (power). Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat diperkuat dengan unsur–unsur penguatan yang diserap dari luar. Ia merupakan sebuah konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan. Keterbelakangan dan kemiskinan yang muncul dalam proses pembangunan disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan atau akses pada sumber–sumber power. Proses historis yang panjang menyebabkan terjadinya power dis powerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap akses produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang memiliki power. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi menyebabkan mereka makin jauh dari kekuasaan. Begitulah lingkaran setan itu berputar terus. Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan, dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyrakat dalam struktur ekonomi dan kekuasaan.
merupakan pusatkegiatan agribisnis yang tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan. Kegiatan unitusaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupanmasyarakat. Agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usahadalam kegiatan ekonomi pedesaan sehingga menyebabkan naiknya pendapatanmayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupan masyarakat, pada hakekatnya agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 2.1.6. Pengertian Kinerja Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001). Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan memengaruhi bagaimana seharusnya
2.1.4. Pemberdayaan Koperasi Guna percepatan ekonomi di daerah pedesaan, kebijaksanaan ekonomi harusmenganut paradigma baru dimana pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadiperhatian utama. Sebagian besar rakyat hidup pada sektor pertanian (terutamapedesaan) dan sektor ini masih memberikan kontribusi yang besar padaperekonomian, maka pemberdayaan ekonomi rakyat juga berarti membangunekonomi pertanian. Pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah pedesaanharus dirancang dengan sistem agribisnis dengan melibatkan berbagai lembagaekonomi dan penunjang, antara lain; perguruan tinggi, lembaga perkreditan,pengusaha, pengusaha tani (petani), dan koperasi. Koperasi 23
perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. Menurut Kusnadi (2003;64) menyatakan bahwa kinerja adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan atau tindakan yang diarahkan untuk mencapai tujuan atau target tertentu. Hariandja (2002;195) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau prilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi tersebut untuk meningkatkannya. Sedangkan menurut (Mathis dan Jackson 2002:78) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. (Mathis dan Jackson, 2002:8) lebih lanjut memberikan standar kinerja sesorang yang dilihat kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Standar kinerja tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawannya, oleh karena itu kinerja individual dalam kriteria pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. (Mathis dan Jackson, 2002:81) juga menjelaskan standar kinerja dapat berupa output produksi atau lebih dikenal dengan standar kinerja numerik dan standar kinerja non numerik. Robbins (2012) dalam Umiyati Indris menerangkan, bahwa terdapat tiga kriteria penting yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja yaitu :
1.
2.
3.
Individual task outcome (hasil kerja individu). Hasil kerja individu merupakan satu tugas yang diharapkan terjadi dari setiap tindakan pekerjaan. Menilai hasilk kerja pegawai dapat dilakukan hanya pada suatu organisasi yang sudah menetapkan standar kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya serta dinilai berdasarkan periode waktu tertentu. Behaviors (perilaku), perilkau pegawai berkaitan dengan kinerja dapat dilihat dari kesegaran dia dalam menyampaikan laporan bulanannya, apakah ia suka menunda-nunda pekerjaan, gaya dalam bekerja, kepatuhan pada aturan, tingkat kedisplinan dalam bekerja dan meliputi gaya kepemimpinannya sebagai pimpinan. Traits (sifat atau ciri), sifat atau ciri didefinisikan sebagai kecendrungan yang dapat diduga, yang mengarahkan perilaku dalam berbuat dengan cara yang konsisiten dan khas. Robbins pun menerangkan bahwa ciri individu merupakan perangkat kriteria yang terlemah dalam menilai kinerja, namun masih secara luas dipakai oleh organisasi.
2.1.6. Kinerja Koperasi 2.1.6.1. Variabel kinerja Secara umum, variabel kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan ( jumlah koperasi per propinsi, jumlah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan non aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, aset, dan sisa hasil usaha.Variabel-variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional.
24
2.1.6.2. Jumlah Koperasi
2.1.6.3. Anggota Koperasi
Penataan kelembagaan koperasi dilakukan pada awal Kabinet Reformasi Pembangunan, yaitu bulan Juni 1998. Penataan kelembagaan yang dimaksudkan ialah pendataan ulang atau pemutakhiran data koperasi yang ada.Dalam pendataan ulang tersebut diidentifikasi koperasi yang terdaftar, dan kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu (1) koperasi yang aktif dan (2) koperasi yang tidak aktif. Koperasi tidak aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir secara berturutturut tidak melakukan Rapat Anggota tahunan (RAT) dan atau tidak melakukan kegiatan usaha. Hasil pendataan menunjukkan bahwa, dari jumlah koperasi total pada akhir tahun 1997 sebanyak 52.458 unit, 74,7% diantaranya atau 39.200 unit merupakan koperasi aktif. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presidan Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pemberdayaan Koperasi, masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk koperasi.Hal ini merupakan reformasi kebijakan dimana sebelumnya di pedesaan hanya dibuka kesempatan untuk mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). Sejak diterbitkannya Inpres tersebut, data kelembagaan koperasi menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan selama 3 tahun terakhir (19971999), yaitu ada tahun 1998 jumlah koperasi meningkat menjadi 59.441 unit ( 13,31 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya). Pada tahun 1999 sampai dengan Juni, jumlah koperasi meningkat 28,13 persen dari tahun 1998, atau 45,18 persen dari tahun 1997. Sedangkan koperasi aktif pada tahun 1998 dan 1999 berturut-turut adalah 78,0 persen dan 84,11 persen dari jumlah koperasi total. Rata-rata pertumbuhan jumlah koperasi total selama 3 tahun terakhir ( 1997-1999) adalah sebesar 18,26 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan jumlah koperasi aktif pada periode yang sama juga meningkat sebesar 23,73 persen.
Jumlah koperasi Indonesia tahun 2012 sebanyak 194.443 unit dengan jumlah anggota sebanyak 33.687.417 orang. Anggota koperasi di Indonesia terus meningkat yakni pada tahun 2009 jumlah koperasi Indonesia sebanyak 170.411 unit dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 177.482 unit, kemudian pada tahun 2011 jumlah koperasi mencapai 188.181 unit (Menkop dan UKM. 2012). Peningkatan jumlah koperasi salah satunya didukung oleh Program Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (GEMASKOP) dari Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dan sinergi dengan Dekopin. Rata-rata pertumbuhan total anggota koperasi primer selama 3 tahun terakhir ( 1997-1999) adalah sebesar 6,7 persen per tahun. Sedangkan untuk koperasi sekunder rata-rata pertumbuhannya cukup besar, yaitu sebesar 42,13 persen per tahun. 2.1.6.4. Volume Usaha Koperasi Volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang atau jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan. Dengan demikian, volume usaha koperasi adalah akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku ( Januari ) sampai dengan akhir tahun buku ( Desember). Pada hakekatnya, aktivitas ekonomi koperasi dapat dilihat dari besaran volume usaha koperasi itu sendiri. 2.1.7. Peran Koperasi dalam Sistem Agribisnis Pengalaman di berbagai negara maju menujukkan bahwa koperasi pertanian merupakan wadah yang efektif dalam memperjuangkan kepentingan petani. Melalui koperasi diharapkan petani mampu meningkatkan kekuatan rebut tawar (bargaining power) mereka, bahkan 25
untuk mewujudkan kekuatan penyeimbang (coutervailing power) terhadap berbagai iklim usaha yang selama ini merugikan mereka. Selain itu melalui koperasi para petani dapat mengembangkan pasar input dan output yang lebih menguntungkan, memperbaiki efisiensi produksi dan pemasaran, lebih baik dalam mengendalikan resiko, serta menjamin kelangsungan usaha dan meningkatkan pendapatan mereka.
2.1.7. Strategi Pengembangan Koperasi Berbasis Agribisnis Strategi pembangunan ekonomi melalui pendekatan pemberdayaan koperasi merupakan langkah yang tepat dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki daya saing. Ada peran yang sangat fundamental dapat dilakukan koperasi yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja yang berkesinambungan. Pemberdayaan koperasi seyogyanya dalam lingkup makro maupun mikro. Pada skala makro pemberdayaan koperasi diarahkan pada peran yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada potensi ekonomi lokal dalam rangkan mendukung ekonomi nasional. Sebenarnya banyak peran yang dapat dimainkan oleh koperasi, mulai dari pengambilan keputusan ekonomi yang demokratis sampai implementasinya. Hal ini tentunya peran pemerintah dalam menyusun kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan kepentingan pelaku koperasi. Oleh karena itu fakta perjanjian pada level internasional tidak terpaku pada pelaku ekonomi besar, tetapi perlu memperhatikan pelaku bisnis kecil yang ada pada koperasi untuk menghindari gagalnya strategi pembangunan.
Dalam sistem agribisnis, peran koperasi dapat diwujudkan untuk memperkuat sub-sistem hulu (up-stream agribusiness sub-system) yang terkait dengan penyediaan input faktor yang diperlukan petani, maupun sub-sistem hilir (down-stream agribusiness sub-system) yang terkait dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian beserta pemasarannya. Disamping itu koperasi juga dapat berperan untuk memperkuat sub-sistem jasa penunjang (supporting service subsystem) yang terkait dengan kegiatan penyediaan jasa bagi pengembangan agribisnis seperti regulasi, keuangan, pendidikan, latihan dan penyuluhan, konsultasi, advokasi dan lain-lain. Peran koperasi ini tidak lain bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan usahatani (on-farm sub-system) yang dimiliki dan dikelola oleh para petani anggota koperasi.
2.1.8. Peran DEKOPIN
Cukup banyak pembahasan dan program terkait dengan peran koperasi pertanian dalam memperkuat sub-sistem hulu maupun hilir agribisnis, namun masih relatif sedikit terkait dengan peranannya pada sub-sistem jasa penunjang. Untuk kondisi negara berkembang seperti Indonesia seolah ada anggapan bahwa sub–sistem jasa penunjang ini merupakan bagian tugas dari pemerintah, sementara koperasi dianggap belum atau tidak memiliki kompetensi untuk menjalankan aktivitas.
Untuk melaksanakan pemberdayaan dan pengembangan koperasi agar berhasil sesuai dengan misi yang diembannya, maka seluruh lapisan masyarakat terutama yang menjadi anggota koperasi dan gerakan koperasi, para pencinta koperasi, pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan, harus berperan serta aktif dan dinamis sesuai dengan fungsi dan perannya masingmasing. Dalam kaitan ini, DEKOPIN sebagai wadah gerakan koperasi dan mitrakerja pemerintah dan memiliki kekuatan dokongan moral sebagai gerakan harus mampu bertindak sebagai ujung tombak 26
dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi. Hal ini mengingat DEKOPIN adalah wadah atau organisasi tunggal masyarakat koperasi berfungsi sebagai pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, serta promosi dan jatidiri koperasi. Oleh karena itu, DEKOPIN dituntut untuk menunjukkan peran yang lebih pro-aktif dalam pemberdayaan dan mengembangkan koperasi dibandingkan dengan peran pemerintah. Namun, peran DEKOPIN yang seharusnya sudah mampu secara bertahap dan terencana menempatkan dirinya pada posisi sebagai “pemain utama”, yaitu dengan cara mewujudkan dirinya sebagai”mitra kerja” pemerintah, ternyata beleum efektif DEKOPIN belum mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat koperasi, di samping melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang dapat mendukung pengembangan usaha koperasi dan usaha para anggotanya. Selama ini, memang DEKOPIN telah melaksanakan tugasnya, tetapi masih menggantungkan perannya itu pada inisiatif dan penyediaan sarana dari pemerintah. Selaras dengan pembatasan peran aktif pemerintah dan didorong oleh datangnya era liberalisasi telah mengharuskan pemerintah untuk segera mengurangi keterlibatannya secara langsung, maka pengembangan kemampuan DEKOPIN menjadi salah satu jawaban strategis. Lembaga ini perlu mengambil alih sebagian kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi yang telah dikerjakan pemerintah. Dengan demikian, upaya pemerintah dalam memberdayakan dan mengembangkan koperasi sesuai dengan perannya, sebagian dapat digantikan oleh DEKOPIN. Oleh karena itu, DEKOPIN dituntut untuk mampu memperkokoh kedudukan dan mengefektifkan kinerjanya agar berfungsi memberikan kepemimpinan bagi seluruh jajaran gerakan koperasi dan bertindak sebagai mitra kerja yang setara dengan pemerintah.
Sebagai satu wadah kegiatan gerakan koperasi (cooperative movement) DEKOPIN juga memiliki tugas pokok untuk berjuang melidungi anggotanya. Selain melalui kegiatan promosi dan advokasi. DEKOPIN dapat mengembangkan pola dan program pendidikan dan pelatihan yang efektif bagi anggotanya dan demi kemajuan perkoperasian nasional. Lembaga ini pula yang mengembangkan dan menyelenggarakan hubungan internasional secara konsisten antara koperasi-koperasi primer dan asosiasi atau koperasi di manca negara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membina sistem jaringan usaha koperasi agar bterwujud kerjasama yang bermanfaat b agi tumbuh-kembangnya jajaran kopoerasi Indonesia pada masa yang akan datang. 2.2. Penelitian Terdahulu a. Penelitian Umiyati Idris kesimpulan dari hasil penelitian Umiyati idris yang berjudul”Kinerja Sistem Birokrasi Dalam Memberdayakan Petani Miskin di Kabupaten Banyuasin Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP).
27
1.
Kendala pemberdayaaan Program Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) realisasinya hanya 15,3 persen sebelum memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan yang diestimasi 61 persen, dan 23,7 persen kredit macet petani secara keseluruhan, sedangkan kredit macet pada sampel penelitian 4,7 persen. Beberapa kendala lain yang dihadapi antara lain; 1) rendahnya tingkat pendidikan, 2) jauhnya letak lokasi desa penerima PUAP, 3) masih terjadi kredit macer, dan 4) kurangnya dana pendamping.
2.
Strategi SO adalah menggunakan kultur (kebersamaan, tenggang rasa, kerjasama dll) dan struktur Gapoktan
(wewenang, tanggung jawab, koordinasi dll) yang baik dapat meningkatkan partisipasi dan dukungan masyarakat petan, tokoh masyarakat, dan pemerintah. Dengan menggunakan kemampuan penyuluh dan kewirausahaan petani dapat menjalin kemitraan dengan usaha menengah dan usaha besar. Strategi ST adalah kultur dan struktur Gapoktan tetap dipertahankan bila perlu ditingkatkan sehingga dengan sendirinya tidak memerlukan pengawasan dari pemerintah. Gunakan kemampuan penyuluh dan wirausaha petani agar dapat mengakses inovasi teknologi yang berbasis agribisnis. Strategi WO adalah dukungan tokoh masyarakat dan partisipasi petani yang kuat dapat membentuk kelompok belajar untuk meningkatkan komitmen penyuluh. Manfaatkan dana Gapoktan untuk menambah dan pendampingan penyuluh agar kelompok belajar berjalan seccara intensif. Strategi WT adalah tetap bertahan pada pola pikir dan manajemen yang dipunyai dan secara pasti mengenal inovasi teknologi dan terus menjalin hubungan baik dengan penyuluh. Berikan kepercayaan pada Gapoktan dalam mengelolah dana BLM-PUAP agar biaya kepengurusan tidak benar.
Diantaranya adalah di Indonesia koperasi diberi peran utama sebagai bagian dari pembangunan dalam rangka mengentaskan kemiskinan,koperasi mempunyai peran agar jiwa dan semangatnya juga berkembang di perusahaan swasta dan Negara, serta perbedaan prinsip Koperasi yang mendasar. Jati diri Koperasi adalah kesatuan dari definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Perlu adanya penjenihan kembali citra koperasi di mata masyarakat pedesaan agar gerakan koperasi dapat diterima kembali oleh masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat sekitar juga sangat diperlukan dalam upaya pengembangan gerakan koperasi di pedesaan, seperti pemberdayaan capital dan pemberdayaan knowledge. Serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan koperasi di wilayah pedesaan juga sangat membantu dalam upaya pengembangan gerakan koperasi. Peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dewan Koperasi Indonesia, dan lembaga-lembaga dan pelatihan perkoperasian yang dimiliki oleh Negara juga sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan koperasi di wilayah pedesaan.
b. Penelitian Mochamad Setyadi yang berjudul“Koperasi dan Pengembangan Agribisnis ” hasil penelitian adalah bahwa Konsep koperasi adalah konsep umum di dunia. Di berbagai negara, koperasi ini dijadikan sebagai salah satu bentuk dari suatu badan usaha yang dimiliki oleh banyak orang dengan prinsip satu orang satu suara. Ide koperasi sesungguhnya berasal dari negara Eropa. Tetapi ketika konsep koperasi ingin diterapkan di Indonesia yang digagas oleh Bung Hatta, ada perbedaan yang paling mendasar mengenai konsep koperasi Indonesia.
4. Penelitian Dr.Ir.Muslimin Nasution, APU yang berjudul” Evaluasi Kinetja Koperasi”. Dari hasil penelitian memberikan indikasi bahwa kinerja koperasi dicirikan oleh enam faktor utama. Dalam hal ini, keenam faktor itu saling beriteraksi antara faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam mata rantai yang tidak terputus dan memiliki saling-tergantung. Faktor dukungan/peran serta anggota terhadap koperasinya merupakan faktor utama pertama yang mempengaruhi kinerja koperasi. Kemampuan pengelola untuk memberikan bimbingan dan 28
penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. Hal ini hanya dapat dilaksanakan oleh pengelolah profesional, yang benarbenar memahami pengertian koperasi. Kesehatan keuangan koperasi, keuangan koperasi ini secara terusmenerus dipantau oleh pengelola terutama Badan Pengawas yang selanjutnya dilaporkan kepada anggota maupun dalam kesempatan rapat anggota tahunan koperasi secara transparan. Disamping ketiga faktor tersebut, faktor dukungan pemerintah memang masih diperlukan dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan koperasi berdasarkan tahapan pengelompokan koperasi yang berada dalam kuadran I, Kuadran II, dan Kuadaran III. Dalam hal ini peran pemerintah harus terbatas hanya sebagai fasilisator dan regulator melalui prakarsa kebijakan, dengan maksud agar koperasi benar-benar berfungsi sebagai lembaga ekonomi otonom yang mandiri dan kokoh yang dimiliki rakyat. Kesesuaian usaha antara anggota dan koperasinya, jika anggota sudah mendapatkan kesesuaian usaha dalam kegiatan ekonominya, diperkirakan tidak mungkin meninggalkan koperasinya dengan alasan untuk mencari tempat dan wadah lain yang sesuai dengan usaha yang dijalankan anggotanya, bahkan dukungan kepada koperasinyha makin kuat. Peningkatan Kesejahteraan baik dalam pendapatan yang diperoleh dari SHU maupun nilai tambah lainnya yang sangat bermanfaat bagi kegiatan ekonomi anggota dan keluarganya. Dalam hal ini, makin meningkat peran serta aktif dan kegiatan transaksi anggota dalam koperasinya, maka makin meningkat pula kesejahteraannya.
KESIMPULAN 1. Dengan makin meningkatnya peran serta anggota koperasi dalam kegiatan usaha koperasinya, maka dapat memberikan kontribusinya pada peningkatan kesejahteraan anggota. Dengan demikian, anggota termotivasi untuk berperan serta aktif pada koperasinya karena merasakan adanya kemanfaatan dan mendapatkan nilai tambah dari keanggotaannya itu, sehingga pada dirinya timbul rasa memiliki (sense of belonging) dan dukungan pada koperasinya. Ada tidaknya anggota untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh kemampuan pengelolah untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. 2. Koperasi sebagai unit usaha di bidang agribisnis, secara umum mencakup bidang-bidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan pada lima komponen : a. Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan saprodi berupa alat-alat dan mesin pertanian. b. Bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian. c. Bidang usaha industri pengelolaan hasil (Agroindustri) d. Bidang usaha pelayanan seperti : Perbankan, angkutan, asuransi dan penyimpanan. 3. Koperasi juga berfungsi untuk : a. Mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti: penyediaan kredit, pembentukkan modal bersama melalui tabungan, penyediaan saprodi, memasarkan produk, dsb. 29
b. Memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada pengusaha dalam usaha yang dilakukannya. c. Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan dengan pihak lain.
Hatta,M. 1995. Koperasi sebagai Institut Pendidikan Oto-Aktivitas dan Budi Pekerti yang Murni dalam Nasution, M. dan Taupiq, M. 1992. Dikotomi dan Evolusi Nilai-Nilai Koperasi. INKOPOK Nomor 11 Tahun IX, Mei 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, Jakarta. Nasution, M.1999. Kelembagaan untuk Memberdayakan Agroindustri. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Almasdi Syahza. 2002. Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam Usahawan Indonesia, No. 04/TH XXXI April 2002, halaman 45-51, Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta.
Sukanto Reksohadiprodjo, 1988. Manajemen Koperasi:. Penerbit BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Umiyati Idris. 2012. Kinerja Sistem Birokrasi Dalam Upaya Memberdayakan Petani Miskin di Kabupaten Banyuasin Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Disertasi tidak diterbitkan, PPS Universitas Sriwijaya.
Anonimous.1967. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967. Departemen Koperasi, Jakarta Anonimous.1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Departemen Koperasi, Jakarta Ali Marwan Hanan. 2002. “Evaluasi Kinerja Koperasi” Diterbitkan Bank Bukopin dan TPP-KUKM. DR.
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara.2005 “ Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”. Penerbit. PT. Refika Aditama Bandung.
Fachrurrozie Sjarkowi, 2010” Manajemen Pembangunan Agribisnis” Penerbit Baldad Grafiti Press. Palembang. Hadisaputra,S. 1984. Peranan DEKOPEN dalam Pembangunan Koperasi dalam Memperkokoh Pilar-Pilar Kemandirian Koperasi, Antologi Esei. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, Indonesia. 30