13
14
ANALISIS KINERJA SDM DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS WIRAUSAHA AGRIBISNIS UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DAERAH KOTA PAGARALAM PROPINSI SUMATERA SELATAN
Marko Ilpiyanto,S.E.,M.M.
ABSTRAK Dengan makin meningkatnya peran serta anggota koperasi dalam kegiatan usaha koperasinya, maka dapat memberikan kontribusinya pada peningkatan kesejahteraan anggota. Dengan demikian, anggota termotivasi untuk berperan serta aktif pada
koperasinya karena merasakan adanya kemanfaatan dan mendapatkan nilai tambah dari keanggotaannya itu, sehingga pada dirinya timbul rasa memiliki (sense of belonging) dan dukungan pada koperasinya. Ada tidaknya anggota untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh kemampuan pengelolah untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. Koperasi sebagai unit usaha di bidang agribisnis, secara umum mencakup bidangbidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan pada lima komponen :Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan saprodi berupa alatalat dan mesin pertanian.Bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian.Bidang usaha industri pengelolaan seperti:Perbankan, angkutan,
hasil (Agroindustri)Bidang usaha pelayanan asuransi dan penyimpanan. Koperasi
juga
berfungsiuntuk :Mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti: penyediaan kredit, pembentukkan modal bersama melalui tabungan, penyediaan saprodi, memasarkan produk, dsb.Memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada pengusaha dalam usaha yang dilakukannya.Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan dengan pihak lain. Kata Kunci : Analisis Kinerja SDM Dan Pemberdayaan Koperasi Berbasis Wirausaha Agribisnis
1.1. Latar Belakang
kekeluargaan. Adapun tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1946.
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas 15
Dr. Moh. Hatta menyatakan bahwa “bangsa Indonesia akan dapat mengangkat dirinya ke luar dari lumpur, tekanan, dan hisapan, apabila ekonomi rakyat disusun sebagai
usaha bersama
mengkoordinasikan ketiga pelaku ekonomi, yaitu badan usaha milik negara, swasta, dan koperasi. Kegiatan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi adalah dengan menggunakan ketentuan hukum dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dirangkaikan dengan pengembangan nasional. Disamping itu dukungan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi diarahkan kepada terwujudnya”keberhasilan koperasi” yang dinyatakan dalam tingkat pertumbuhan koperasi (cooperative growth), besarnya sumbangan koperasi sebagai pangsa pasar (cooperative sharea), dan dampak koperasi (cooperative effect), dan pengaruh koperasi (cooperative impact). Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena enggan-nya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani ini. Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub-sistem on-farm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service subsystem). Aktivitas pada sub-sistem penunjang ini mencakup pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub-sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu melakukan peran tersebut.
berdasarkan
koperasi” (Nasution, 1999). Dalam pernyataan ini jelas terkandung makna bahwa upaya untuk membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat dalam wadah koperasi yang rasional dan
ekonomis merupakan suatu keharusan. Pada saat ini, tidak sedikit pihakpihak yang memberikan penilaian dan pernyataan bahwa koperasi belum berhasil menunjukkan ciri keunggulannya sebagai lembaga ekonomi milik rakyat. Hal ini tampak jika dikaji, baik pada aspek
kemampuan organisasi dalam mengaplikasikan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi secara konsisten
maupun pada aspek kemampuan menerapkan konsep-konsep manajemen dan konsep-konsep ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan iklim yang kondusif, berbagai peraturan dan kebijakan dikeluarkan pemerintah, di
antaranya adalah dalam bentuk undangundang sebagai pengejewantahan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
(sistem demokrasi ekonomi). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1967 tentang Perkoperasian. Selanjutnya, disusul dengan beberapa
peraturan pemerintah dan beberapa instruksi presiden, yang pada dasarnya pemerintah memberikan dukungan, fasilitas, dan kemudahan bagi pemberdayaan dan pengembangan koperasi. Dukungan atau keterlibatan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi pada dasarnya
merupakan perwujudan dari kedudukan dan peran pemerintah dalam sistem demokrasi ekonomi Indonesia. Dalam sistem ini, pemerintah berperan sebagai regulator dalam pengembangan ekonomi
Dewasa ini tingkat kesejahteraan
petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan agribisnis selama ini
nasional. Tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah menyelaraskan dan
menyeimbangkan
serta 14
lebih banyak dinikmati oleh para pedagang
usaha di pedesaan dan pelaksana penuh pemasaran produk agribisnis.
dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu,
Ke depan pembangunan ekonomi harus
diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu memberikan kekuatan bagi petani. Salah satu kelembagaan tersebut adalah koperasi agribisnis. Untuk pembangunan ekonomi pedesaan pemerintah daerah Popinsi Sumatera Selatan telah mengembangkan sektor pertanian berbasis agribisnis. Program
ini
dapat
memulainya dari ekonomi pedesaan, karena di pedesaan itu sebagian besar penduduk mencari nafkah dari sektor pertanian. Untuk memajukan ekonomi di daerah sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengembangan koperasi di daerah Sumatera Selatan.
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di
pedesaan.
Dalam pengembangan
agribisnis masih ditemukan permasalahannya, antara lain: lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan; ketersediaan bahan baku dan kontinuitasnya; terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi; lemahnya organisasi dan manajemen usaha; dan kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu alternatif pemecahannya untuk mengatasi
1.2. Rumusan masalah dalam penelitian adalah :
berdayanya koperasi di pedesaan bisa mensejahterakan masyarakat. Karena
Di berbagai negara, kehadiran koperasi diakui dapat memberikan kontribusi yang cukup berati dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Terlebih lagi negara-negara sosialis. Koperasi telah memberikan peran yang sangat signifikan dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya. Koperasi ini diyakini mampu mewujudkan kesejahteraan anggota, membuka kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kontribusi koperasi bukan saja pada ekonomi melainkan juga berperan dalam dalam mengembangkan modal sosial, keadilan dan tanggung jawab sosial, dan pemerataan. Koperasi merupakan wadah pembelajaran demokrasi dan pembangunan wilayah (masyarakat). Disamping itu, koperasi memberikan peran yang sangat strategis untuk mewujudkan kedamaian dan stabilitas sosial.
koperasi memegang peranan sangat penting pada kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama di pedesaan. Koperasi harus berfungsi sebagai badan
yang jumlahnya cukup banyak, dan sekaligus juga menjadi pelanggan. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi yang
masalah tersebut adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.Di Sumatera selatan terdapat 5 ribu lebih jumlah koperasi yang ada 10 persen diantaranya koperasi berkategori tidak aktif. Karena menurut Kepala dinas Koperasi dan UKM Sumatera Selatan
Adul Shobur 10 persen koperasi tersebut tidak aktif dalam operasional namun masih
tetap tercatat dalam instansinya. Jumlah koperasi di Sumatera Selatan yang tidak aktif tersebut masih dibawah angka nasional yang sudah mencapai 24
persen. Saat ini banyak koperasi yang hanya tinggal nama saja seperti contoh di Kota Pagaralam ada 134 koperasi tetapi
yang aktif hanya 30 koperasi jadi bagaimana sekarang ini kita memberdayakan koperasi supaya dengan
Koperasi adalah milik anggota,
15
diperoleh anggota berupa nilai tambah yang didapat pada waktu transaksi dengan koperasinya, sehingga makin besar pula
2. Bagaimana koperasi
pemberdayaan
berbasis agribisnis
untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ? 3. Kendala-kendala apa yang
nilai tambah yang diperolehnya. Oleh karena sifatnyha itulah, koperasi harus dianggap sebagai public firm, sehingga pembinaannya pun harus menggunakan
paradigma supervise. Menyadari akan adanya pengaruh globalisasi, yang dicirikan antara lain oleh makin ketatnya
dihadapi dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di
untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ? 4. Bagaimana model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis ?
persaingan dan mengingat strategisnya
posisi koperasi di indonesia Koperasi di pedesaan kebanyakan hanya koperasi simpan pinjam padahal
koperasi bisa menjadi pusat kegiatan agribisnis yang tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupanmasyarakat. Agribisnis sebagai unit usaha dapat
1.3. Tujuan Penelitian
menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi pedesaan sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendiskripsikan kinerja koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan 2. Mendiskripsikan pemberdayaan
dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian
nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan
koperasi
berbasis agribisnis
untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selata 3. Mengidentifikasikan kendalakendala yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan 4. Memformulasi model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis
pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan,
kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. Untuk itu
tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana kinerja dan pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis. Maka secara ringkas rumusan masalah yang dihadapi dalam pembangunan koperasi berbasis
adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan propinsi Sumatera Selatan ?
16
c. Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral d. Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU Nomor 91 pada Tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti : a. Hanya membayar 3 gulden untuk materai b. Bisa menggunakan bahasa daerah c. Hukum dagang sesuai daerah masingmasing d. Perizinan bisa didaerah setempat Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa mendatang.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan bermanfaat : 1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu manajemen agribisnis, ikut serta memperkaya konsep
pengembangan keilmuan, khususnya dalam pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis. 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dan sumber informasi dalam merencanakan dan mengimplementasikan pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaaan. 3. Bagi kalangan akademis dan peneliti lain, sebagai sumber inspirasi dan bahan referensi
untuk penelitian lanjutan khususnya pemberdayaan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaan. II.TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Pengertian Koperasi di Koperasi diperkenalkan Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit
dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi
tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan,
mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu : a. Harus membayar minimal 50 gulden
untuk mendirikan koperasi b. Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
17
Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang
pendidikan,
kesehatan,
sebenarnya tidak dikemudikan oleh citacita keuntungan (erwerbsprinzip), melainkan oleh cita-cita memenuhi keperluan bersama (bedarfdeckungsprinzip). Setelah proklamasi peranan koperasi ditulis dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Perkembangan koperasi di Indonesia pada masa sekarang banyak mengalami peningkatan. Jumlah koperasi primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan koperasi sekunder menjadi 165 unit. Sedangkan total koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi, jumlah yang tidak sedikit. Secara Jumlah ini memang cukup luar biasa tetapi secara kualitas masih jauh dibawah usaha-usaha kapitalis apalagi jika dibandingkan dengan koperasi internasional, selain itu pada tahun 2008 jumlah koperasi berkualitas mencapai 42.267. koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara –
dan
indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. Koperasi menurut Undang-Undang Nomor
25
Tahun
1992
tentang
Perkoperasian Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal Ayat (1) Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan; ayat
(2) Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi; ayat (3) Koperasi Primer adalah koperasi
yang didirikan dan beranggotakan orangseorang; ayat (4) Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi; ayat (5) Gerakan
Koperasi adalah keseluruhan organisasi dan kegiatan perkoperasian bersifat terpadu
menuju
tercapainya cita-cita
bersama koperasi. Menurut Cooperative Alliance
Internastional (ICA, 1995):
Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
yang mandiri (autonomous) bersatu secara sukarela untuk memenuhi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan aspirasi, melalui suatu badan usaha (enterprise) yang dimiliki bersama dan dikontrol secara demokratis. Menurut Hatta (1955): Koperasi yang benar-benar koperasi (the ideal type cooperative) adalah bentuk kerja sama dengan sukarela antara mereka yang sama cita-citanya untuk membela keperluan dan kepentingan bersama. Koperasi yang 18
negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu: 1.
partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus. 4. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di
Imej koperasi sebagai ekonomi kelas
dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit
koperasi koperasi yang anggota dan
pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan. 5. Pemerintah terlalu memanjakan
ekonomi yang lebih besar ,maju dan
punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar. 2.
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya
koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat,
tetapi
muncul
dari
dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke
bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk
saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu
pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing. Dengan melihat sejarah dan perkembangan koperasi di Indonesia tersebut, kita diharapkan dapat terus memajukan dunia perkoperasian di Indonesia dengan pesat seiring dengan
Indonesia, pemerintah bekerja double
selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi. 3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi
yang belum
optimal.
Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya
untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu
sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya
serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa 19
perkembangan zaman. Dan tetap mempertahankan citra koperasi sebagai
dan informasi pasar serta akses ke lembaga keuangan yang lemah, membuat petani selalu menjadi bulan-bulanan pengusaha penyedia sarana produksi dan para tengkulak. Padahal, dari hasil penelitian sudah jelas jika penghasilan dari on-farm agribusiness sangat rendah. Karena lemahnya penanganan pascapanen, value added (50-70%) usaha pertanian jadi dinikmati oleh pihak lain, dan bukan petani. Dalam pemilihan varietas/ benih misalnya, akibat varietas/ benih yang ditanam berbeda-beda, membuat waktu pemupukan maupun pengendalian hama/ penyakit yang berbeda di antara petakanpetakan petani. Dengan penyatuan areal, pengendalian hama/ penyakit akan jauh lebih efektif jika dilakukan serempak dalam satu hamparan. Pengendalian individual petak-sepetak sawah tidak akan banyak berhasil karena cuma mengusir hama/ penyakit dari satu petak ke petak lain. Dengan penyatuan sawah menjadi sebuah hamparan akan memungkinkan dilaksanakannya prinsip-prinsip manajemen input terpadu yang berintikan pola just in time mulai dari turunnya modal, tanam, pemupukan, panen hingga pemasaran. Kecil sekali peluang harga jatuh ketika panen. Peluang semacam ini tidak terjadi jika pemilihan varietas dikoordinasi/ disatukan. Dalam pengadaan sarana produksi, koperasi bisa menjadi titik distribusi dari perusahaan/ BUMN pemasok sarana produksi. Misalnya, benih dari PT Sang Hyang Seri, pupuk langsung dari gudang Pusri, pestisida langsung dari produsen/ formulator. Harganya pasti lebih murah. Ini sangat mungkin karena skala ekonomi dapat terpenuhi. Dari satu hamparan 1.000 hektar setidaknya dibutuhkan benih 25 ton dan pupuk urea 400 ton. Manajemen input terpadu oleh koperasi juga bisa berperan menangani pergudangan dan pengeringan yang diperlukan. Dengan cara ini, lewat koperasi petani akan punya opsi kapan harus menjual produknya dengan harga
salah satu lembaga yang memajukan
perkembangan Indonesia.
perekonomian
di
2.1.2. Koperasi Agribisnis Dewasa ini globalisasi merubah
masyarakat petani
telah menjadi
masyarakat industri. Perubahan ini sedikit banyak menyebabkan pertanian Indonesia cenderung terpinggirkan. Koperasi sebagai lembaga yang menjunjung nilai-nilai
keadilan dan kebersamaan, akan memegang peran kritis terutama dalam membentuk dan menggerakkan perubahanperubahan dalam globalisasi, serta dapat berjalan
beriringan
dengan
pelaku
ekonomi masyarakat lainnya sehingga koperasi memegang peran kunci dalam beberapa hal terutama untuk menciptakan era globalisasi yang berkeadilan. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan: (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai suatu sistem, kegiatan agribisnis tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan
timpangnya sistem tersebut. Agribisnis merupakan konsep yang memandang secara holistik kaitan antara berbagai
subsistem, yaitu on-farm agribusiness dan off-farm agribusiness yang meliputi upstream agribusiness dan
down-stream
agribusiness. On-farm agribusiness meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan subsistem produksi, sedangkan up-stream agribusiness berkaitan dengan aktivitas subsistem sarana produksi. Sementara down stream
agribusiness menyangkut sistem pengolahan dan pemasaran. Sejauh ini, sebagai pelaku on-farm agribusiness posisi petani sangat lemah. Dengan kepemilikan lahan yang sempit, keterampilan
yang
kurang,
adopsi
teknologi yang rendah, penguasaan pasar 20
yang paling menguntungkan. Dengan
mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. (Oakley dan Marsden, 1984).
manajemen ini kecil kemungkinan terbukanya peluang petani dipermainkan
tengkulak. Ada beberapa hal yang bisa
disarankan dalam rangka upaya pengembangan usaha agribisnis yang dapat
Upaya pemberdayaan tanpa melakukan dialog dengan baik, maka apa yang ingin disampaikan dalam rangka memberikan kekuatan dan memotivasi untuk maju sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditentukan. Dalam keadaan ini, masing-masing individu mempunyai pilihan dan kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari seperti pekerjaa, akses kepada sumber daya, parsisipasi, dan pembuatan keputusan sosial, dan sebagainya. Walaupun demikian ada suatu kontradiksi di dalam pemberdayaan individu karena orang sering cenderung ingin menguasai yang lain sebagai hasil dari hubungan-hubungan sosial dan struktur di luar kontrol mereka sendiri.
diterapkan sebagai alternatif peningkatan
kualitas koperasi, yaitu sebagai berikut : a.
Melakukan pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian
serta
produk-produk
olahan
pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha
agribisnis yang efisien. Penguatan kelembagaan petani. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa). d. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu. e. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi. f. Melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan koperasi agribisnis. b. c.
Oleh karena itu pendapat dari Hulme dan Turner (1990) bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik baik secara lokal maupun nasional dan pemberdayaan ini bersifat individual dan sekaligus kolektif karena menyangkut hubungan-hubungan kekuatan yang berubah antar individu, kelompok, dan lembaga-lembaga sosial. Kemiskinan bukan merupakan suatu kondisi alamiah semata, melainkan suatu proses peningkatan pemberdayaan secara sosial, ekonomi dan politis. Ketidakberdayaan bukan menunjukkan pada tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realita mereka tampaknya hanya memiliki sedikit kekuatan yang ternyata mampu untuk bertahan dan kadang-kadang dapat mentransformasikan kondisi hidupnya. Jadi kekuatannya perlu dibina dan dikembangkan.
2.1.3. Konsep Pemberdayaan Konsep pemberdayaan (empowerment) dibakukan berdasarkan ide yangmenempatkan manusia lebih sebagai subjek dari dunianya sendiri. Proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama : kecendrungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses pemberian atau pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya
memanfaatkan
asset
material
guna
mendukung pembangunan kemandirian
mereka melalui organisasi. Kedua : kecendrungan sekunder, proses ini menekankan pada proses menstimulasi,
Pemberdayaan masyarakat sebagai
sebuah strategi, sekarang telah banyak 21
diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai
literatur
di
dunia
pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Donald Brown (1995), keduanya tidak harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), “the pattern of growth is just as important as the rate of growth”. Yang dicari adalah seperti dikatakan Ranis, “the right kind of growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan “trickle-down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, andnot compartmentalized” (Ranis, 1995). Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996). Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerless). Alur pikir di atas sejalan dengan terminologi pemberdayaan itu sendiri atau yang
barat.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1992 juga telah memuatnya dalam berbagai kesepakatannya. Namun, upaya mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan
alternatif pemecahan terhadap dilemadilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori-teori
pembangunan model lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutantuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak akan
merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu
paradigma baru pembangunan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep
ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative
development, yang menghendaki “inclusivedemocracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”. Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan 22
dikenal dengan istilah empowerment yang berawal dari kata daya (power). Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat diperkuat dengan
merupakan pusatkegiatan agribisnis yang tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan. Kegiatan unitusaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupanmasyarakat. Agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usahadalam kegiatan ekonomi pedesaan sehingga menyebabkan naiknya pendapatanmayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier efek ekonomi dalam kehidupan masyarakat, pada hakekatnya agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
unsur–unsur penguatan yang diserap dari luar. Ia merupakan sebuah konsep untuk
memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan. Keterbelakangan dan kemiskinan yang muncul dalam proses pembangunan disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan atau akses pada sumber–sumber power. Proses historis yang panjang menyebabkan terjadinya power dis powerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap akses produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang memiliki power. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi menyebabkan mereka makin jauh
2.1.6. Pengertian Kinerja Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001). Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan memengaruhi bagaimana seharusnya
dari kekuasaan. Begitulah lingkaran setan itu berputar terus. Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah.
Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan, dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyrakat
dalam struktur ekonomi dan kekuasaan. 2.1.4. Pemberdayaan Koperasi Guna percepatan
ekonomi di
daerah pedesaan, kebijaksanaan ekonomi harusmenganut paradigma baru dimana
pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadiperhatian utama. Sebagian besar rakyat hidup pada sektor pertanian (terutamapedesaan) dan sektor ini masih memberikan
kontribusi
yang
besar
padaperekonomian, maka pemberdayaan ekonomi rakyat juga berarti membangunekonomi pertanian. Pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah pedesaanharus dirancang dengan sistem agribisnis dengan melibatkan berbagai lembagaekonomi dan penunjang, antara lain; perguruan tinggi, lembaga perkreditan,pengusaha, pengusaha tani
(petani),
dan
koperasi.
Koperasi 23
perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun
1.
individu). Hasil kerja individu merupakan satu tugas yang diharapkan terjadi dari setiap tindakan pekerjaan.
demikian, penentuan tujuan saja tidaklah
cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja
yang diharapkan. Menurut Kusnadi (2003;64) menyatakan bahwa kinerja adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan
atau tindakan yang diarahkan untuk mencapai tujuan atau target tertentu. Hariandja
2.
(2002;195) mengemukakan
kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau prilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi mencapai tujuannya, sehingga
berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi tersebut untuk meningkatkannya. Sedangkan menurut (Mathis dan Jackson 2002:78) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. (Mathis dan Jackson, 2002:8) lebih lanjut memberikan standar kinerja sesorang yang dilihat kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif.
Standar
kinerja
3.
dalam
Menilai hasilk kerja pegawai dapat dilakukan hanya pada suatu organisasi yang sudah menetapkan standar kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya serta dinilai berdasarkan periode waktu tertentu. Behaviors (perilaku), perilkau pegawai berkaitan dengan kinerja dapat dilihat dari kesegaran dia dalam menyampaikan laporan bulanannya, apakah ia suka menunda-nunda pekerjaan, gaya dalam bekerja, kepatuhan pada aturan, tingkat kedisplinan dalam bekerja dan meliputi gaya kepemimpinannya sebagai pimpinan. Traits (sifat atau ciri), sifat atau ciri didefinisikan sebagai kecendrungan yang dapat diduga, yang mengarahkan perilaku dalam berbuat dengan cara yang konsisiten dan khas. Robbins pun menerangkan bahwa ciri individu merupakan perangkat kriteria yang terlemah dalam menilai kinerja, namun masih secara luas dipakai oleh organisasi.
2.1.6. Kinerja Koperasi
tersebut
2.1.6.1. Variabel kinerja
ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawannya, oleh karena itu kinerja individual
Individual task outcome (hasil kerja
Secara umum, variabel kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan ( jumlah koperasi per propinsi, jumlah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan non aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, aset, dan sisa hasil usaha.Variabel-variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional.
kriteria pekerjaan
haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. (Mathis dan Jackson, 2002:81) juga menjelaskan standar kinerja dapat berupa output produksi atau lebih dikenal dengan standar kinerja numerik dan
standar kinerja non numerik. Robbins (2012) dalam Umiyati Indris menerangkan, bahwa terdapat tiga kriteria penting yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja yaitu : 24
2.1.6.2. Jumlah Koperasi
2.1.6.3. Anggota Koperasi
Penataan kelembagaan koperasi
Jumlah koperasi Indonesia tahun 2012 sebanyak 194.443 unit dengan jumlah anggota sebanyak 33.687.417 orang. Anggota koperasi di Indonesia terus meningkat yakni pada tahun 2009 jumlah koperasi Indonesia sebanyak 170.411 unit dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 177.482 unit, kemudian pada tahun 2011 jumlah koperasi mencapai 188.181 unit (Menkop dan UKM. 2012).
dilakukan pada awal Kabinet Reformasi Pembangunan, yaitu bulan Juni 1998. Penataan kelembagaan yang dimaksudkan ialah pendataan ulang atau pemutakhiran data koperasi yang ada.Dalam pendataan
ulang tersebut diidentifikasi koperasi yang terdaftar, dan kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu (1)
koperasi yang aktif dan (2) koperasi yang tidak aktif. Koperasi tidak aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir secara berturutturut tidak melakukan Rapat Anggota
Peningkatan jumlah koperasi salah
satunya didukung oleh Program Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (GEMASKOP) dari Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dan sinergi dengan Dekopin. Rata-rata pertumbuhan total anggota koperasi primer selama 3 tahun terakhir ( 1997-1999) adalah sebesar 6,7 persen per tahun. Sedangkan untuk koperasi sekunder rata-rata pertumbuhannya cukup besar, yaitu sebesar 42,13 persen per tahun.
tahunan (RAT) dan atau tidak melakukan kegiatan usaha. Hasil pendataan
menunjukkan bahwa, dari jumlah koperasi total pada akhir tahun 1997 sebanyak 52.458 unit, 74,7% diantaranya atau 39.200 unit merupakan koperasi aktif. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presidan Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pemberdayaan Koperasi, masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya
2.1.6.4. Volume Usaha Koperasi
untuk membentuk koperasi.Hal ini merupakan reformasi kebijakan dimana sebelumnya di pedesaan hanya dibuka kesempatan untuk mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). Sejak diterbitkannya Inpres tersebut, data kelembagaan koperasi menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan selama 3 tahun terakhir (19971999), yaitu ada tahun 1998 jumlah koperasi meningkat menjadi 59.441 unit ( 13,31 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya). Pada tahun 1999 sampai dengan Juni, jumlah koperasi meningkat 28,13 persen dari tahun 1998, atau 45,18 persen dari tahun 1997. Sedangkan koperasi aktif pada tahun 1998 dan 1999 berturut-turut adalah 78,0 persen dan 84,11 persen dari jumlah koperasi total. Rata-rata pertumbuhan jumlah koperasi total selama 3 tahun terakhir ( 1997-1999) adalah sebesar 18,26 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan jumlah koperasi aktif pada periode yang sama juga meningkat sebesar 23,73 persen.
Volume usaha adalah total nilai
penjualan atau penerimaan dari barang atau jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan. Dengan demikian, volume usaha koperasi adalah akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku ( Januari ) sampai dengan akhir tahun buku ( Desember). Pada hakekatnya, aktivitas ekonomi koperasi dapat dilihat dari besaran volume usaha koperasi itu sendiri. 2.1.7. Peran Koperasi dalam Sistem Agribisnis Pengalaman di berbagai negara maju menujukkan bahwa koperasi pertanian merupakan wadah yang efektif dalam memperjuangkan kepentingan petani. Melalui koperasi diharapkan petani mampu meningkatkan kekuatan rebut tawar (bargaining power) mereka, bahkan 25
untuk mewujudkan kekuatan penyeimbang
2.1.7. Strategi Pengembangan Koperasi Berbasis Agribisnis
(coutervailing power) terhadap berbagai
iklim usaha yang selama ini merugikan
Strategi pembangunan ekonomi melalui pendekatan pemberdayaan koperasi merupakan langkah yang tepat dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki daya saing. Ada peran yang sangat fundamental dapat dilakukan koperasi yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja yang berkesinambungan.
mereka. Selain itu melalui koperasi para
petani dapat mengembangkan pasar input dan output yang lebih menguntungkan,
memperbaiki efisiensi produksi dan pemasaran, lebih baik dalam mengendalikan resiko, serta menjamin kelangsungan usaha dan meningkatkan
pendapatan mereka. Dalam sistem agribisnis, peran koperasi
dapat
diwujudkan
Pemberdayaan koperasi seyogyanya dalam lingkup makro maupun mikro.
untuk
memperkuat sub-sistem hulu (up-stream
Pada skala makro pemberdayaan
agribusiness sub-system) yang terkait
koperasi diarahkan pada peran yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada potensi ekonomi lokal dalam rangkan mendukung ekonomi nasional. Sebenarnya banyak peran yang dapat dimainkan oleh koperasi, mulai dari pengambilan keputusan ekonomi yang demokratis sampai implementasinya.
dengan penyediaan input faktor yang diperlukan petani, maupun sub-sistem hilir
(down-stream agribusiness sub-system) yang terkait dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian beserta pemasarannya.
Disamping itu
koperasi
juga
dapat
berperan untuk memperkuat sub-sistem
jasa penunjang (supporting service sub-
Hal ini tentunya peran pemerintah
system) yang terkait dengan kegiatan penyediaan jasa bagi pengembangan agribisnis seperti regulasi, keuangan,
pendidikan,
latihan
dan
dalam menyusun kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan kepentingan pelaku koperasi. Oleh karena itu fakta perjanjian pada level internasional tidak terpaku pada pelaku ekonomi besar, tetapi perlu memperhatikan pelaku bisnis kecil yang ada pada koperasi untuk menghindari gagalnya strategi pembangunan.
penyuluhan,
konsultasi, advokasi dan lain-lain. Peran
koperasi ini tidak lain bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan usahatani (on-farm sub-system)
yang dimiliki dan dikelola oleh para petani anggota koperasi.
2.1.8. Peran DEKOPIN
Cukup banyak pembahasan dan
program terkait dengan peran koperasi pertanian dalam memperkuat sub-sistem hulu maupun hilir agribisnis, namun masih relatif sedikit terkait dengan peranannya
Untuk melaksanakan pemberdayaan dan pengembangan koperasi agar berhasil sesuai dengan misi yang diembannya, maka seluruh lapisan masyarakat terutama yang menjadi anggota koperasi dan gerakan koperasi, para pencinta koperasi, pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan, harus berperan serta aktif dan dinamis sesuai dengan fungsi dan perannya masingmasing. Dalam kaitan ini, DEKOPIN sebagai wadah gerakan koperasi dan mitrakerja pemerintah dan memiliki kekuatan dokongan moral sebagai gerakan harus mampu bertindak sebagai ujung tombak
pada sub-sistem jasa penunjang. Untuk
kondisi
negara
berkembang
seperti
Indonesia seolah ada anggapan bahwa sub–sistem jasa penunjang ini merupakan bagian tugas dari pemerintah, sementara
koperasi dianggap belum atau tidak memiliki kompetensi untuk menjalankan
aktivitas.
26
dalam pemberdayaan dan pengembangan
Sebagai satu wadah kegiatan gerakan koperasi (cooperative movement) DEKOPIN juga memiliki tugas pokok untuk berjuang melidungi anggotanya. Selain melalui kegiatan promosi dan advokasi. DEKOPIN dapat mengembangkan pola dan program pendidikan dan pelatihan yang efektif bagi anggotanya dan demi kemajuan perkoperasian nasional. Lembaga ini pula yang mengembangkan dan menyelenggarakan hubungan internasional secara konsisten antara koperasi-koperasi primer dan asosiasi atau koperasi di manca negara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membina sistem jaringan usaha koperasi agar bterwujud kerjasama yang bermanfaat b agi tumbuh-kembangnya jajaran kopoerasi Indonesia pada masa yang akan datang.
koperasi. Hal ini mengingat DEKOPIN adalah wadah atau organisasi tunggal masyarakat koperasi berfungsi sebagai pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan,
serta promosi dan jatidiri koperasi. Oleh karena itu, DEKOPIN dituntut untuk menunjukkan peran yang lebih pro-aktif
dalam pemberdayaan dan mengembangkan koperasi dibandingkan dengan peran pemerintah. Namun, peran DEKOPIN yang seharusnya sudah mampu secara bertahap dan terencana menempatkan dirinya pada
posisi sebagai “pemain utama”, yaitu dengan cara mewujudkan dirinya sebagai”mitra kerja” pemerintah, ternyata beleum efektif DEKOPIN belum mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat koperasi, di samping melaksanakan
pendidikan dan pelatihan yang dapat mendukung pengembangan usaha koperasi dan usaha para anggotanya. Selama ini, memang DEKOPIN telah melaksanakan tugasnya, tetapi masih menggantungkan perannya itu pada inisiatif dan penyediaan sarana dari pemerintah. Selaras dengan pembatasan peran aktif pemerintah dan didorong oleh datangnya era liberalisasi telah mengharuskan pemerintah untuk segera mengurangi keterlibatannya secara langsung, maka pengembangan kemampuan DEKOPIN menjadi salah satu jawaban strategis. Lembaga ini perlu mengambil
alih
sebagian
2.2. Penelitian Terdahulu a. Penelitian Umiyati Idris kesimpulan dari hasil penelitian Umiyati idris yang berjudul”Kinerja Sistem Birokrasi Dalam Memberdayakan Petani Miskin di Kabupaten Banyuasin Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). 1. Kendala pemberdayaaan Program Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) realisasinya hanya 15,3 persen sebelum memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan yang diestimasi 61 persen, dan 23,7 persen kredit macet petani secara keseluruhan, sedangkan kredit macet pada sampel penelitian 4,7 persen. Beberapa kendala lain yang dihadapi antara lain; 1) rendahnya tingkat pendidikan, 2) jauhnya letak lokasi desa penerima PUAP, 3) masih terjadi kredit macer, dan 4) kurangnya dana pendamping.
kegiatan
pendidikan dan pelatihan dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi yang telah dikerjakan pemerintah. Dengan demikian, upaya pemerintah dalam memberdayakan dan mengembangkan koperasi sesuai dengan perannya, sebagian dapat digantikan oleh DEKOPIN. Oleh karena itu, DEKOPIN dituntut untuk mampu memperkokoh kedudukan dan mengefektifkan kinerjanya agar berfungsi memberikan kepemimpinan bagi seluruh jajaran gerakan koperasi dan bertindak sebagai mitra kerja yang setara dengan pemerintah.
2.
27
Strategi SO adalah menggunakan kultur (kebersamaan, tenggang rasa, kerjasama dll) dan struktur Gapoktan
(wewenang, tanggung jawab, koordinasi dll) yang baik dapat meningkatkan partisipasi dan dukungan masyarakat petan, tokoh
Diantaranya adalah di Indonesia koperasi diberi peran utama sebagai bagian dari pembangunan dalam rangka mengentaskan kemiskinan,koperasi mempunyai peran agar jiwa dan semangatnya juga berkembang di perusahaan swasta dan Negara, serta perbedaan prinsip Koperasi yang mendasar. Jati diri Koperasi adalah kesatuan dari definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Perlu adanya penjenihan kembali citra koperasi di mata masyarakat pedesaan agar gerakan koperasi dapat diterima kembali oleh masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat sekitar juga sangat diperlukan dalam upaya pengembangan gerakan koperasi di pedesaan, seperti pemberdayaan capital dan pemberdayaan knowledge. Serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan koperasi di wilayah pedesaan juga sangat membantu dalam upaya pengembangan gerakan koperasi. Peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dewan Koperasi Indonesia, dan lembaga-lembaga dan pelatihan perkoperasian yang dimiliki oleh Negara juga sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan koperasi di wilayah pedesaan.
masyarakat, dan pemerintah. Dengan menggunakan kemampuan penyuluh dan kewirausahaan petani dapat
menjalin kemitraan dengan usaha menengah dan usaha besar. Strategi ST adalah kultur dan struktur Gapoktan tetap dipertahankan bila
perlu ditingkatkan sehingga dengan sendirinya tidak memerlukan pengawasan dari pemerintah. Gunakan kemampuan penyuluh dan wirausaha
petani agar dapat mengakses inovasi teknologi yang berbasis agribisnis. Strategi WO adalah dukungan tokoh masyarakat dan partisipasi petani yang kuat dapat membentuk kelompok belajar untuk meningkatkan komitmen
penyuluh. Manfaatkan dana Gapoktan untuk menambah dan pendampingan penyuluh agar kelompok belajar berjalan seccara intensif. Strategi WT
adalah tetap bertahan pada pola pikir dan manajemen yang dipunyai dan secara pasti mengenal inovasi teknologi
dan
terus
menjalin
hubungan baik dengan penyuluh. Berikan kepercayaan pada Gapoktan dalam mengelolah dana BLM-PUAP
agar biaya kepengurusan tidak benar.
4. Penelitian Dr.Ir.Muslimin Nasution,
b. Penelitian Mochamad Setyadi yang berjudul“Koperasi dan
APU yang berjudul” Evaluasi Kinetja
Koperasi”. Dari
Pengembangan Agribisnis ” hasil
penelitian adalah bahwa Konsep koperasi adalah konsep umum di dunia. Di berbagai negara, koperasi ini dijadikan sebagai salah satu bentuk dari suatu badan usaha yang dimiliki oleh banyak orang dengan prinsip satu orang satu suara. Ide koperasi sesungguhnya berasal dari negara Eropa. Tetapi ketika konsep koperasi ingin diterapkan di Indonesia yang digagas
oleh
Bung
Hatta,
hasil
penelitian
memberikan indikasi bahwa kinerja koperasi dicirikan oleh enam faktor utama. Dalam hal ini, keenam faktor
itu saling beriteraksi antara faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam mata rantai yang tidak terputus dan
memiliki saling-tergantung. Faktor dukungan/peran serta anggota terhadap koperasinya merupakan faktor utama pertama yang mempengaruhi kinerja koperasi. Kemampuan pengelola untuk memberikan bimbingan dan
ada
perbedaan yang paling mendasar mengenai konsep koperasi Indonesia. 28
penyuluhan yang meningkatkan
efektif guna kesadaran,
KESIMPULAN 1. Dengan makin meningkatnya peran serta anggota koperasi dalam
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. Hal ini
kegiatan usaha koperasinya, maka dapat memberikan kontribusinya pada peningkatan kesejahteraan
hanya dapat dilaksanakan oleh pengelolah profesional, yang benarbenar memahami pengertian koperasi. Kesehatan keuangan koperasi, keuangan koperasi ini secara terusmenerus dipantau oleh pengelola terutama Badan Pengawas yang selanjutnya dilaporkan kepada anggota maupun dalam kesempatan rapat anggota tahunan koperasi secara transparan. Disamping ketiga faktor tersebut, faktor dukungan pemerintah memang masih diperlukan dalam upaya pemberdayaan
dan
anggota.
of belonging) dan dukungan pada koperasinya. Ada tidaknya anggota
untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh kemampuan pengelolah untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. 2. Koperasi sebagai unit usaha di bidang agribisnis, secara umum mencakup bidang-bidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan pada lima komponen : a. Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan saprodi berupa alat-alat dan mesin pertanian. b. Bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian. c. Bidang usaha industri pengelolaan hasil (Agroindustri) d. Bidang usaha pelayanan seperti : Perbankan, angkutan, asuransi dan penyimpanan. 3. Koperasi juga berfungsi untuk : a. Mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti: penyediaan kredit, pembentukkan modal bersama melalui tabungan, penyediaan saprodi, memasarkan produk, dsb.
pengembangan
diperkirakan
demikian,
dirinya timbul rasa memiliki (sense
koperasi berdasarkan tahapan pengelompokan koperasi yang berada dalam kuadran I, Kuadran II, dan Kuadaran III. Dalam hal ini peran pemerintah harus terbatas hanya sebagai fasilisator dan regulator melalui prakarsa kebijakan, dengan maksud agar koperasi benar-benar berfungsi sebagai lembaga ekonomi otonom yang mandiri dan kokoh yang dimiliki rakyat. Kesesuaian usaha antara anggota dan koperasinya, jika anggota sudah mendapatkan kesesuaian usaha dalam kegiatan ekonominya,
Dengan
anggota termotivasi untuk berperan serta aktif pada koperasinya karena merasakan adanya kemanfaatan dan mendapatkan nilai tambah dari keanggotaannya itu, sehingga pada
tidak
mungkin meninggalkan koperasinya dengan alasan untuk mencari tempat dan wadah lain yang sesuai dengan usaha yang dijalankan anggotanya, bahkan dukungan kepada koperasinyha makin kuat. Peningkatan Kesejahteraan baik dalam pendapatan yang diperoleh dari SHU maupun nilai tambah lainnya yang sangat bermanfaat bagi kegiatan ekonomi anggota dan keluarganya. Dalam hal ini, makin meningkat peran serta aktif dan kegiatan transaksi anggota dalam koperasinya, maka makin meningkat pula kesejahteraannya. 29
b. Memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada pengusaha dalam usaha yang dilakukannya. c. Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan dengan pihak lain.
Syahza.
2002.
Potensi
Sawit di Daerah Riau, dalam Usahawan Indonesia, No. 04/TH XXXI April 2002, halaman 45-51,
Lembaga Manajemen FE Jakarta.
UI,
Anonimous.1967. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967. Departemen Koperasi, Jakarta Anonimous.1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Departemen Koperasi, Jakarta Ali Marwan Hanan. 2002. “Evaluasi Kinerja Koperasi” Diterbitkan Bank
Bukopin dan TPP-KUKM. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara.2005 “ Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”. Penerbit. PT. Refika Aditama Bandung.
Fachrurrozie Sjarkowi, 2010” Manajemen Pembangunan Agribisnis” Penerbit
Baldad Grafiti Press. Palembang. Hadisaputra,S. 1984. Peranan DEKOPEN dalam Pembangunan Koperasi dalam
Memperkokoh Pilar-Pilar Kemandirian Koperasi, Antologi Esei.
Badan
Teknologi
Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pembangunan Industri Hilir Kelapa
DR.
Nasution, M.1999. Kelembagaan untuk Memberdayakan Agroindustri. Fakultas
DAFTAR PUSTAKA Almasdi
Hatta,M. 1995. Koperasi sebagai Institut Pendidikan Oto-Aktivitas dan Budi Pekerti yang Murni dalam Nasution, M. dan Taupiq, M. 1992. Dikotomi dan Evolusi Nilai-Nilai Koperasi. INKOPOK Nomor 11 Tahun IX, Mei 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, Jakarta.
Penelitian
dan
Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, Indonesia.
Sukanto Reksohadiprodjo, 1988. Manajemen Koperasi:. Penerbit BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Umiyati Idris. 2012. Kinerja Sistem Birokrasi Dalam Upaya Memberdayakan Petani Miskin di Kabupaten Program Agribisnis
Banyuasin Pengembangan Pedesaan
Melalui Usaha (PUAP),
Disertasi tidak diterbitkan, PPS Universitas Sriwijaya.
PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA DI KOTA PAGARALAM Yadi Maryadi
[email protected] ABSTRACT The purpose of this study to determine the positive and significant impact of partial and simultaneous independent variables of leadership, organizational culture, job satisfaction and
intervening variables on the dependent variable on the employee's performance at City Colleges Pagaralam and find out which of the independent variables that have a dominant influence the dependent variable. This study suggests two hypotheses to address existing problems, by using census of 110 respondents through questionnaires to employees in Private Universities Pagaralam city. The questionnaire was completed by 110 respondents, then analyzed by using Structural Equation
Modeling ( SEM ) which is operated through a program lisrel 8.50. The results showed that the first hypothesis of this study is acceptable while the second hypothesis can not be accepted. The results showed that in partial leadership, organizational culture and job satisfaction
positive and significant impact on employee performance, simultaneous variable leadership, organizational culture and job satisfaction also affects the performance of employees at City Colleges Pagaralam. The magnitude of the effect of leadership on employee performance is 0.22,
while the influence of organizational culture of 0.26, meaning that organizational culture has a dominant influence on employee performance rather than leadership. While the magnitude of the
direct influence of organizational culture on employee performance is 0.26 or greater than the indirect effect through job satisfaction that is equal to 0.04, then the job satisfaction in this study is not an intervening variable or variables intermediate good. Based on this study, the theoretical implications of variables leadership, organizational culture and job satisfaction positive and significant impact on the performance of the employee, meaning that if the leadership, organizational culture and better job satisfaction increases, then the employee's performance will increase. Keywords: Leadership, Organizational Culture, Job Satisfaction and Employee, Performance. PENDAHULUAN Sumber daya manusia merupakan salah
berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terusmenerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama”. Dalam organisasi, karyawan yang bekerja membutuhkan seorang pemimpin agar organisasi berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Kepemimpinan berperan sangat penting dalam manajemen dan diperlukan agar semua sumber daya yang telah diorganisasikan dapat digerakkan untuk merealisasikan tujuan bersama serta bisa memberikan inspirasi pada orang-orang yang dipimpinnya sehingga akan memberikan dampak terhadap sikap dan perilaku karyawan
satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Dan mempunyai fungsi yang penting dalam pencapaian kinerja organisasi, dan lebih
banyak bergantung dari unsur manusianya. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk
mengelola SDM yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan organsiasi. Menurut pendapat Robbins dan Judge (2009 : 5) bahwa organisasi adalah : “Sebuah unit sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri atas dua individu atau lebih, dan
31
dalam menciptakan nilai dan budaya dalam organisasi.
kesetiannya pada perusahaannya jika dalam bekerja memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang di inginkannya. Kepuasan kerja merupakan refleksi dari perasaan dan sikap individu terhadap
tinggi, penuh komitmen, dapat berprestasi, serta lingkungan yang kondusif dan sinergis Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas peserta didik (masyarakat). Sebagai gambaran, menurut Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta II (www.dikti.go.id;2012), terdapat 3 Perguruan Tinggi Negeri dan 208 Perguruan Tinggi Swasta di Wilayah Kopertis II. Daftar Perguruan Tinggi Negeri dan daftar Perguruan Tinggi Swasta. Pagaralam adalah sebuah Kota yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah penduduk Pagaralam pada tahun 2011 berjumlah 127.706 jiwa (BPS Kota Pagaralam, 2012:65). Dalam hal pendidikan, Kota Pagaralam mempunyai 5 (lima) Lembaga Pendidikan Tinggi antara lain seperti disajikan pada tabel 1.1.
pekerjaannya, yang merupakan interaksi antara yang bersangkutan dengan lingkungan
Tabel 1.1
Budaya organisasi menjadi penting
dalam hubungan organisasi dengan karyawan karena budaya adalah sebuah system nilai yang dianut bersama mengenai hal-hal yang penting
dan keyakinan-keyakinan tentang cara kerja, Jika kulturnya kuat akan mendorong standar etika yang tinggi, sehingga akan berpengaruh kuat dan positif terhadap perilaku dan kepuasan kerja dalam organisasi. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Pada dasarnya seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi
kerjanya. Pimpinan organisasi perlu mengetahui, menyadari dan berusaha memenuhi kebutuhan karyawannya agar
Daftar Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam No
bekerja sesuai dengan harapan organsiasi, sehingga kinerja dapat tercapai. Kinerja yang
dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya adalah prestasi para anggota organisasi itu sendiri mulai dari tingkat eksekutif sampai
pada pegawai operasional. Oleh karena itu, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak mungkin dapat berhasil jika perilaku pegawai tidak diarahkan dengan baik. Pentingnya peran
Nama PTS
1
STKIP Muhammadiyah
2
STIE Lembah Dempo
3
AMIK Lembah Dempo
4
Sekolah Tinggi Teknologi
5
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Sumber : (Badan Pusat Statistik Kota Pagaralam, 2012)
Jumlah Pendidikan Tinggi diatas jika dibandingkan dengan jumlah Pendidikan Tinggi di Sumatra Selatan hanya 0,02 dari jumlah Lembaga Pendidikan Tinggi yang ada. Namun yang menarik adalah sekalipun jumlah presentasenya kecil dibanding dengan jumlah Lembaga Pendidikan Tinggi di Sumatera Selatan, tetapi di Pagaralam keberadaan Lembaga Pendidikan Tinggi hampir merata. Ada bidang keilmuan Pendidikan, Teknik, Ekonomi, Komputer bahkan Agama. Hal ini pula yang menjadi alasan penulis untuk memilih Kota Pagaralam sebagai daerah penelitian. Dalam penelitian awal yang penulis lakukan pada Lembaga Pendidikan Tinggi di Kota Pagaralam penulis temukan fenomena diantaranya : pertama di berbagai Perguruan Tinggi yang ada di Pagaralam proses belajar mengajar belum berjalan sebagaimana mestinya, kuliah yang seharusnya 3 sks
pimpinan dalam menghadapi berbagai tantangan dan dalam melaksanakan perubahan
menuju peningkatan kualitas perguruan tinggi berkelanjutan tidak dapat dipungkiri. Tanpa kepemimpinan di semua tingkat dalam lembaga
pendidikan, proses tersebut tidak mungkin dapat dicapai. Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan yang memiliki potensi sumber daya manusia dan agen perubahan dalam masyarakat perlu memperhatikan sumber daya
yang dimilikinya, terutama pimpinan selaku pengelola dan penanggung jawab kinerja
lembaganya. Kinerja dari suatu perguruan tinggi ditentukan oleh kinerja pimpinan perguruan tinggi itu, untuk mencapai kinerja
yang efektif dari suatu perguruan tinggi, diperlukan pimpinan yang berkualitas, berkemampuan, memiliki sikap kreatif yang
32
berjalan 2,5 jam tetapi berjalan 1 jam. Kedua
variabel manifest (Disiplin , Keterbukaan, Saling menghargai, Kerja sama ) dan kepuasan kerja yang di konstruk oleh variabel manifest (Pekerjaan itu sendiri, Atasan, Rekan sekerja, Promosi, Gaji ) terhadap kinerja karyawan yang di konstruk oleh variabel manifest ( Kualitas Pekerjaan, Kuantitas Pekerjaan, Pengetahuan Keterampilan, Ketepatan Waktu Kerja) pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam ? 2. Variabel mana yang paling berpengaruh dari variabel independent; kepemimpinan, budaya organisasi, dan variabel intervening kepuasan kerja terhadap variabel dependent kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam ?
masih kurang disiplin para dosen dalam
memberikan kuliah, sehingga jam kuliah masih sering berubah-ubah, sering pulang cepat, dan sering terlambat. Ketiga dikalangan mahasiswa
sendiri motivasi belajarnya rendah. Keempat belum terciptanya suasana akademik yang kondusif yang tercermin dari proses pembelajaran yang berlangsung di lingkungan
kampus. Masalah lain mengenai kualitas dan
profesionalisme sumber daya pimpinan, serta kinerja perguruan tinggi swasta di daerah, pada
umumnya
menunjukkan
fenomena
dan
gambaran tingkat pendidikan yang relatif
kurang memadai, jumlah penelitian dan publikasi yang diterbitkan relatif terbatas,
jumlah
calon
mahasiswa pendaftar
dan
mahasiswa yang diterima sedikit, jumlah dan
TINAUAN PUSTAKA Kepemimpinan Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya. Menurut Gibson et.al (2012:314), menyatakan bahwa ”An attempt to use influence to motivate individuals to accomplish some goal” Kepemimpinan diartikan sebagai upaya pemimpin menggunakan pengaruhnya dalam memotivasi individu untuk mencapai tujuan tertentu”. Selanjutnya Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2005:194) mendefinisikan “kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan”. Selanjutnya menurut Robbins (2003:40) Kepemimpinan adalah “kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan”. Sedangkan menurut Bateman dan Snell (2008:22) kepemimpinan (leading) adalah “merangsang orang-orang dalam organisasi agar berkinerja tinggi”. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud tujuan organisasi. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi. Daft (2006:313) mendefinisikan: “Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk
kualifikasi tenaga dosen kurang memadai, sarana kampus dan fasilitas akademik relatif terbatas, organisasi belum berjalan secara efektif dan dinamis. Kesemuanya itu terefleksikan dalam perolehan peringkat akreditasi
Badan
Akreditasi
Nasional
Pendidikan Tinggi (BAN-PT) yang pada umumnya berkisar pada peringkat C, ini berarti bahwa PTS tersebut masih memerlukan
pembinaan dan belum mandiri. Dari keadaan diatas, sudah barang tentu akan mempengaruhi tujuan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi di Pagaralam. Dari fenomena masalah diatas berkaitan erat dengan
masalah
kepemimpinan,
yakni
adanya
ketidakmampuan para pengelola lembaga
pendidikan tinggi dan cenderung sudah membudaya, menurut penulis dibutuhkan upaya yang serius untuk mengatasi keadaan
tersebut. Keadaan inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “
Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Perguruan Tinggi Swasta di
Kota Pagaralam”. Dengan rumusan masalah: 1. Berapa besar pengaruh positif dan signifikan secara parsial dan simultan dari
variabel kepemimpinan yang di konstruk oleh variabel manifest (suportif, direktif, partisipatif, Berorientasi pada Pencapaian), budaya organisasi yang di konstruk oleh 33
mempengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan organisasiinal”.
aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik. Sedangkan Menurut Robbins (2003: 525) budaya organisasi itu merupakan:“Suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya”. Sedangkan Muchlas (2005: 531) Budaya organisasi didefinisikan:“Sebuah corak dari asumsiasumsi dasar, yang ditemukan atau dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu untuk belajar mengatasi problem-problem kelompok dari adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan baik”. Biasanya budaya sebuah perusahaan atau organisasi sudah terbentuk sejak lama, sudah terbiasa, sudah mendarah daging, jadi kadang-kadang sulit untuk dirubah. Budaya ini akan membentuk perilaku keseluruhan personel organisasi, yang dapat memperkuat nilai-nilai atau memperlemah nilai-nilai dalam bekerja. Nilai-nilai ini akan digunakan sebagai pedoman dalam organisasi yang kelak dapat membuat sebuah organisasi tampil beda dengan organisasi yang lain. Wirawan (2007:10) mendefinisikan budaya organisasi: “Norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi”.
Menurut Daft (2006:334) perilaku
pemimpin berdasarkan teori alur-tujuan (pathgoal theory) mengusulkan klasifikasi rangkap empat dari perilaku-perilaku pemimpin.
Klasifikasi ini merupakan tipe-tipe perilaku pemimpin yang bisa digunakan oleh pemimpin: 1) Kepemimpinan suportif Melibatkan
perilaku pemimpin
yang
menunjukan perhatian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan pribadi para bawahan. Perilaku kepemimpinan tersebut
terbuka, bersahabat, dan ramah, menciptakan suasana tim dan memperlakukan para bawahan dengan sama. 2) Kepemimpinan direktif Muncul ketika pemimpin memberi tahu para bawahan apa yang harus mereka kerjakan. Perilaku pemimpin meliputi
perencanaan, pembuatan jadwal, penentuan tujuan kerja dan standar perilaku, serta penekanan ketaatan pada
peraturan-peraturan. 3) Kepemimpinan partisipatif Berarti pemimpin berkonsultasi dengan para bawahannya tentang keputusankeputusan. Perilaku pemimpin terdiri atas menanyakan opini dan saran, mendorong
partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan menemui para bawahan di tempat
kerja. 4) Kepemimpinan yang Berorientasi pada
Pencapaian Muncul ketika pemimpin menentukan tujuan yang jelas dan menantang bagi para bawahan. Perilaku pemimpin menekankan kinerja kualitas tinggi dan peningkatan
kinerja saat ini. Budaya Organisasi Menurut Mathis dan Jackson (2006:128) budaya organisasional (organizational culture) adalah : “Pola nilai
Menurut Alma (2004:296) menyatakan
dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota
bahwa Budaya organisasi dapat membuat karyawan gairah, disiplin, suka, memiliki moral tinggi atau malah sebaliknya, tidak bergairah, tidak disiplin, santai, atau malas, selalu mengharap imbalan dan sebagainya.
organisasional”. Budaya organisasi adalah suatu sistem
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah
seseorang terhadap pekerjaannya. Bermacammacam sikap seseorang terhadap pekerjaannya
dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi 34
mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta tahapan-tahapannya terhadap pengalaman masa depan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah :“Keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang”.
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. 5. Gaji atau upah (pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu
memberi kepuasan bagi pemangkunya. Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu pekerjaan tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Dengan kepuasan
kerja seorang pegawai
Kinerja Karyawan Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga/organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Menurut Mathis dan Jackson (2006:378) Kinerja (performance) pada dasarnya adalah “apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan”. Mahsun (2006:25) mendefinisikan kinerja (performance) adalah :“Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.
dapat
merasakan pekerjaannya apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Noe, et. all (2006:436) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai :“Perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi
bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting”. Sedangkan menurut Nelson dan Quick (2006:120) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah: “Suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan
sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang”. Luthans (2005:120) menyatakan bahwa
ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja.
Hal-hal
utama dengan
Pada dasarnya pengertian
mengingat dimensi-dimensi paling penting yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi kerja.
Ada lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri (work it self), setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidang nya masingmasing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa
dianggap sebagai figure ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. 3. Teman sekerja (workers), merupakan
faktor yang berhubungan hubungan antara pegawai
kinerja
berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja karyawan sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan dari organisasi, maka dari itu peningkatan atas prestasi kerja sangat penting untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam berorganisasi. Selanjutnya Bangun (2012:231) mengatakan Kinerja (Performance) adalah :“Hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan ( job requirement)”. Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan ( job standard). Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Kinerja merupakan suatu
dengan dengan 35
gambaran mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi
serta organisasi. Kinerja dapat diukur melalui empat
indikator : a.
Kualitas,
yaitu
hasil kegiatan
yang
dilakukan mendekati sempurna, dalam artimenyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan kegiatan dalam memenuhi tujuanyang diharapkan dari suatu kegiatan b. Kuantitas, yaitu jumlah atau target yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah unit jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. c. Pengetahuan dan ketrampilan, yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai dari suatu organisasi. d. Ketepatan waktu, yaitu aktivitas yang diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dari hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
Kerangka Peneliatian
Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu: ε1= Variabel Laten Endogen : Kepuasan Kerja ε2 =Variabel Laten Endogen : Kinerja Karyawan ξ1 = Variabel Laten Eksogen : Kepemimpinan ξ2 = Variabel Laten Eksogen : Budaya Organisasi X1-X4 = Indikator variabel eksogen kepemimpinan X5-X8=
Indikator untuk variabel eksogen budaya organisasi
Y1-Y5= Indikator variabel endogen kepuasan kerja Y6-Y9= Indikator untuk variabel endogen kinerja Karyawan
Model persamaan struktural dengan variabel laten dan manifest dengan menggunakan model Linear Structural Relationship (Gunarto, 2013: 40) adalah : Model persamaan struktural : ε1 = γ11 ξ1+ δ1 ε2 = β12ε1 + γ22 ξ1+ δ2 Model persamaan variabel eksogen
36
Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening terhadap kinerja karyawan Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam. Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada 5 (lima) Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam. Dalam penelitian ini teknik penentuan sampel yang digunakan adalah metode sensus dimana anggota populasi yang bekerja pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam dijadikan sampel dengan jumlah populasi sebanyak 110 orang yang terdiri dari unsur pimpinan dan karyawan dan menggunakan data kuantitatif yang diperoleh dari data primer yang diperoleh langsung melalui penyebaran kuesioner.
X1 = λ11ξ1 + δ1 X X X X X X
2
3 4
5
6
7
=λ =λ =λ =λ =λ =λ
ξ ξ ξ ξ ξ ξ
21
1
31
1
41
1
51
2
61
2
71
2
+δ +δ +δ +δ +δ +δ
2
3 4
5
6
7
X8 = λ81ξ2 + δ8 Model persamaan variabel endogen Y1 = λ11ε1 + ε1 Y6 = λ62ε2 + ε6 Y2 = λ21ε1 + ε2 Y = λ72ε2 + ε7 Y3 = λ31ε1 + ε3 Y = λ82ε2 + ε8 Y4= λ41ε1 + ε4 Y = λ92ε2 + ε9 Y5 = λ51ε1 + ε5 Keterangan: ε : (eta), variabel laten endogen (Y) ξ : (ksi), variabel laten eksogen (X) γ : (gamma), matriks koefisien jalur untuk hubungan variabel laten endogen dan variabel laten eksogen β : (beta), matriks koefisien jalur untuk hubungan antar variabel laten endogen. λ : (Lambda), hubungan langsung variabel eksogen ataupun endogen terhadap indikatornya. :(delta), kesalahan pengukuran (error) dari indikator variabel eksogen 7 8 9
Definisi Operasional Tabel 3.3 Operasional Variabel dan Indikator
ε : (epsilon), kesalahan pengukuran (error) yang berhubungan
dengan endogen δ : (zeta), kesalahan pengukuran (error) dalam persamaan struktural
Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh yang signifikan variabel kepemimpinan yang di konstruk oleh variabel manifest (suportif, direktif, partisipatif, Berorientasi pada Pencapaian), budaya organisasi yang di konstruk oleh variabel manifest (Disiplin , Keterbukaan, Saling menghargai, Kerja sama ) dan kepuasan kerja yang di konstruk oleh variabel manifest (Pekerjaan itu sendiri, Atasan, Rekan sekerja, Promosi, Gaji ) terhadap kinerja karyawan yang di konstruk oleh variabel manifest ( Kualitas Pekerjaan, Kuantitas pekerjaan, pengetahuan keterampilan, ketepatan waktu kerja) pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam ? 2. Variabel kepemimpinan yang di konstruk oleh variabel manifest (Kepemimpinan suportif, Kepemimpinan direktif, Kepemimpinan partisipatif, Kepemimpinan Berorientasi pada Pencapaian) yang paling berpengaruh
Uji Instrumen 1. Uji Validitas Pengujian ini dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science) versi 17. Pengujian ini dilakukan untuk menyatakan bahwa butir valid atau tidak valid digunakan patokan 0,2. Bila angka korelasi yang terdapat pada Corrected item total correlation berada di bawah 0,2 atau bertanda negatif (-), maka dinyatakan tidak valid (gugur). Sebaliknya bila angka korelasinya di atas 0,2 maka
dinyatakan valid. (Nisfiannoor, 2009:229). 2. Uji Realibilitas Pengujian ini dilakukan dengan SPSS versi 17.0. Pengujian reliabilitas terhadap seluruh item/pertanyaan yang dipergunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula alfa cronbach (koefisien alfa cronbach). Dimana secara
terhadap kinerja karyawan pada Perguruan
Tinggi Swasta di Kota Pagaralam. METODE PENELITIAN 37
umum yang dianggap reliabel (andal)
tinggi dalam indeks ini menunjukkan better fit. 4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) Dimana tingkat penerimaan yang
apabila nilai alfa cronbachnya > 0,6.
(Sugiyono,2008:73) Metode Analisis Data Analisis Structural Equation Modeling (SEM). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih
besar dari 0,09. 5) CMIN/ DF
Structural Equation
Adalah The minimum sample Discrepancy
Modeling (SEM). MacCallum dan Austin
Function yang dibagi dengan degree of freedomnya. CMIN/ DF merupakan statistic chi-square, x2 yang dibagi dengan
(2000) dalam Latan (2012:5) mendefinisikan SEM sebagai suatu teknik analisis yang
digunakan untuk spesifikasi model dan estimasi model dalam hubungan linear antar variabel. Dengan menggunakan program LISREL (LInear Structural RELationship) 8.50. Program ini dikembangkan oleh Joreskog
DFnya sehingga disebut x2 relatif. Nilai x2
relatif kurang dari 2,0 atau 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. 6) TLI (Tucker Lewis Index). Merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji
dan Sorbom pada tahun 1974. LISREL
merupakan
program
SEM
yang sangat
informatif dalam menghasilkan hasil uji
terhadap sebuah baseline model, dimana
statistiknya sehingga modifikasi model dan penyebab buruknya goodness of fit model dapat dengan mudah diatasi (Latan, 2012:6).
nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah ≥0,95 dan nilai yang mendekati 1
menunjukkan a very god fit. 7) CFI (Comparative Fit Index). Rentang nilai CFI adalah antara 0-1 dimana semakin mendekati 1 akan
Uji Kecocokan ( Testing Fit ) Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui telah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Beberapa indeks kesesuaian dan cut off value
mengindikasikan tingkat fit yang paling
tinggi (a very good fit).
nya yang digunakan untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak
Uji Validitas
antara lain : 1) x2 – chi square statistik Model yang diuji dianggap baik atau
1.Uji Validitas Variabel Kepemimpinan (X1) Tabel 4.8. Uji Validitas untuk Variabel X1 Pertanyaan Koefesien Korelasi p-value Keterangan Item1 0.838** 0.000 Valid Item2 0.830** 0.000 Valid Item3 0.861** 0.000 Valid Item4 0.465* 0.039 Valid Item5 0.656** 0.002 Valid Item6 0.583** 0.007 Valid Item7 0.729** 0.000 Valid Item8 0.767** 0.000 Valid Item9 0.792** 0.000 Valid Item10 0.585** 0.070 Valid Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%.
memuaskan apabila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai x2 maka
semakin baik model itu dan semakin dapat diterima berdasrkan probabilitas dengan cut off value sebesar p >0,05 atau p>0,10. 2) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) Menunjukkan goodness of fit yang diharapkan apabila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil
atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterima, model yang menunjukkan sebuah
2. Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi (X2) Tabel 4.9. Uji Validitas untuk Variabel X2
close fit dari model
itu berdasarkan degrees of freedom. 3) GFI (Goodness of Fit Index) Merupakan ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit)
Pertanyaan item11 item12 item13 item14 item15
sampai dengan 10 (perfect fit). Nilai yang
38
Koefesien Korelasi 0.589 0.874 0.877 0.610 0.632
p-value 0.006 0.000 0.000 0.004 0.003
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
Artinya dari 10 item pernyataan yang dijadikan sebagai indikator pada variabel Kepuasan Kerja (Y1) sudah reliabel.
Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%. 3.
Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja (Y1) Tabel 4.10. Uji Validitas untuk Variabel Y1 Pertanyaan Koefesien Item1 Item2 Item3 Item4 Item5
Item6
Korelasi
p-value
Keterangan
4) Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan (Y2)
0.758** 0.722** 0.542* 0.551* 0.777** 0.517*
0.000 0.000
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach Alpha untuk variabel Kinerja Karyawan dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0,888. Artinya dari 12 item pernyataan yang dijadikan sebagai indikator pada variabel Kinerja Karyawan (Y2) sudah reliabel.
0.014 0.012
0.000 0.020
0.689** 0.001 Valid 0.693** 0.001 Valid 0.612** 0.004 Valid Item10 0.817** 0.000 Valid Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%. Item7 Item8 Item9
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengungkapkan penilaian atau klasifikasi pada masing-masing indikator yang ada pada
masing-masing variabel. Skor pada tiap indikator diperoleh dari jumlah skor semua pertanyaan dalam satu variabel. Menurut Riduwan (2010:22) bahwa hasil prosentase diinterprestasikan dengan kriteria dan kriteria tersebut digunakan untuk menginterprestasikan dari hasil deskriptif setiap item kuesioner masing-masing variabel dan dimensi.
4. Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan (Y2) Tabel 4.11. Uji Validitas untuk Variabel Y2 Pertanyaan Koefesien Korelasi p-value Keterangan Item11 0.697** 0.001 Valid Item12 0.734** 0.000 Valid Item13 0.633** 0.003 Valid Item14 0.618** 0.004 Valid Item15 0.576** 0.008 Valid Item16 0.663** 0.001 Valid Item17 0.600** 0.005 Valid Item18 0.588** 0.006 Valid Item19 0.678** 0.001 Valid Item20 0.754** 0.000 Valid Item21 0.588** 0.006 Valid Item22 0.697** 0.001 Valid Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%.
Tabel 4.12. Rentang Skor Kriteria Penilaian Sangat Tidak Baik Tidak Baik Biasa Saja Baik Sangat Baik
Uji Realibilitas 1) Reliabilitas Variabel Kepemimpinan (X ) Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach Alpha untuk variabel Kepemimpinan dengan
Skor Penilaian 0 % - 20 % 21 % - 40 % 41 % - 60 % 61 % - 80 % 81 % - 100 %
Sumber : Riduwan (2010) 1. Deskripsi Variabel Kepemimpinan (X1)
1
bantuan program SPSS adalah sebesar 0.887. Artinya dari 10 item pernyataan yang dijadikan
sebagai indikator pada variabel Kepemimpinan (X1) sudah reliabel. 2) Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi (X ) Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach 2
Alpha untuk variabel Budaya Organisasi
dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0.770. Artinya dari 5 item pernyataan yang dijadikan sebagai indikator pada variabel
2.
Budaya Organisasi (X2) sudah reliabel. 3) Reliabilitas Variabel Kepuasan Kerja (Y1) Hasil perhitungan nilai reliabilitas
Cronbach
Alpha untuk variabel Kepuasan Kerja dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0.882.
39
Deskripsi Variabel Budaya Organisasi (X2)
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor Analysis) atau CFA. Analisis faktor konfirmatori dirancang
untuk menguji unidimensionalitas dari suatu konstruk teoritis. Analisis ini sering juga
disebut menguji validitas suatu konstruk teoritis (Ghozali, 2008: 121).
Untuk menguji
validitas dimensi dari konstruk dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai muatan faktor standar dari masing-masing indikator dalam model keseluruhan (Ful Model). Indikator dinyatakan valid apabila
memiliki nilai muatan faktor standar lebih besar dari 0,5. Tingkat reliabilitas yang diterima adalah apabila nilai Construct Reliability ≥ 0,7 meskipun harga tersebut bukanlah sebuah harga “mati” (Ferdinand, 2006 dalam Mariam,
2009:51). Uji reliabilitas dalam SEM menurut Hair et al., (1995) dalam Mariam (2009:51) 3.
dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja (Y1)
(Σ Standard Loading)
2
Construct Reliabilit y= -----------------------------------2 (Σ Standard Loading) + ∑ εj
Keterangan : • Standard loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan LISREL 8.5, yaitu nilai lamda yang dihasilkan oleh masing-masing indikator. • ∑ εj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement dapat diperoleh dari (1 Std.Loading2 ) . j 4.
Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan (Y2)
a. Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Eksogen. Pengukuran model (Measurement Model) untuk menguji validitas dan reliabilitas dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten
dilakukan dengan analisis faktor konfirmatori (CFA). Model CFA Konstruk Eksogen dapat dilihat pada Gambar berikut:
40
Berdasarkan Tabel 4.17. menunjukan bahwa nilai Construct Reliability (CR) seluruh konstruk eksogen diatas 0,7. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh dimensi dan varibel penelitian dalam Ful Model memiliki reliabilitas dan validitas yang baik.
Gambar 4.2. Model_1 CFA Konstruk Eksogen
Berdasarkan Gambar 4.2. diatas, dapat dilihat bahwa terdapat indikator yang memiliki nilai faktor muatan standar (standardized
b. Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Endogen.
loading factor) kurang dari 0,5, yaitu indicator
X1, X7, X8, X9 dan X10 pada variabel Kepemimpinan,
dari
Analisis faktor konfirmatori konstruk endogen terlihat seperti pada Gambar 4.4. Berikut :
artinya indikator-indikator
tersebut belum valid dan harus dikeluarkan dalam analisis selanjutnya. Sehingga diperoleh Model_2 CFA Konstruk Eksogen sebagai berikut :
Gambar 4.3. Model_2 CFA Konstruk Eksogen.
Berdasarkan Gambar 4.3. dan Tabel diatas mengindikasikan bahwa pada Model_2 CFA Konstruk Eksogen sudah tidak terdapat nilai muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, sehingga semua indikator pada variabel
Gambar 4.4. Model_1 CFA Konstruk Endogen.
Diagram jalur dalam Model CFA Konstruk Endogen terlihat masih ada nilai muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, yaitu Y4, Y5, Y6, Y7, Y8, Y9 dan Y10 pada variabel Kepuasan Kerja dan indikator Y11, Y12, Y13, Y14, Y15, Y16, Y17 dan Y18 pada variabel Kinerja Karyawan, artinya indikatorindikator tersebut belum valid dan harus dikeluarkan dalam analisis selanjutnya. Sehingga diperoleh Model_2 CFA Konstruk Endogen sebagai berikut :
Eksogen sudah menunjukkan valid karena semua indikator telah memiliki muatan faktor
loading lebih dari 0,5. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas dengan Construct Reliability dari Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor
Analysis) / CFA variabel eksogen terlihat seperti pada Tabel 4.17.
41
Gambar 4.5. Model_2 CFA Konstruk Endogen.
Berdasarkan Gambar 4.5. diatas mengindikasikan bahwa pada Model_2 CFA
Sumber : Ghozali (2008) dan Hasil Olah Data Penelitian (2013).
Konstruk Endogen sudah tidak terdapat nilai
muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, sehingga semua indikator pada variabel
Berdasarkan Tabel 4.19. dan hasil analisis dari Lisrel di atas menunjukan bahwa model secara keseluruhan (Ful Model) mempunyai enam kriteria goodness of fit yang cukup baik, yaitu pada goodness of fit index RMSEA, NFI, NNFI, CFI, GFI dan IFI. Hal ini menunjukan bahwa model secara keseluruhan (Full Model) yang dihasilkan telah mempunyai goodness of fit yang cukup, yang berarti seluruh model struktural yang dihasilkan merupakan model yang cukup Fit, sehingga dapat dilanjutkan dalam analisis selanjutnya. Hasil pendugaan untuk analisis full model SEM berdasarkan t-value ditampilkan pada Gambar berikut :
Endogen sudah menunjukkan valid karena semua indikator telah memiliki muatan faktor
loading lebih dari 0,5. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas dengan Construct Reliability dari Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor
Analysis) / CFA variabel endogen terlihat seperti pada Tabel 4.18.
Berdasarkan Gambar 4.5. dan Tabel diatas mengindikasikan bahwa pada Model_2 CFA Konstruk Endogen sudah terdapat nilai
muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, sehingga menunjukan semua indikator pada
variabel endogen sudah valid. Sedangkan nilai Construct Reliability (CR) menunjukkan bahwa
dari seluruh konstruk eksogen diatas 0,7. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
seluruh dimensi dan varibel penelitian dalam full model memiliki reliabilitas yang baik. Untuk menguji kelayakan model secara
keseluruhan (Full Model) dilakukan dengan memperhatikan hasil perhitungan
Goodness of
Fit Statistics dengan Software LISREL 8.5 .
Gambar 4.6. Hasil Pendugaan Full Model berdasarkan
Adapun pengujiannya merujuk pada kriteria
model fit yang terdapat pada tabel Goodness Of Fit Index berikut :
t-value
42
Berdasarkan
Gambar
4.6.
dapat
0.26*Budaya Organisasi
Berdasarkan model struktural di atas dapat di jelaskan bahwa Kinerja Karyawan dipengaruhi secara langsung oleh Kepuasan Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi. Namun hanya pengaruh langsung Kepuasan, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan, sedangkan pengaruh tidak langsung Budaya Organisasi melalui variabel Kepuasan Kerja tidak signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Ketiga variabel, yaitu Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan, artinya jika Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja meningkat, maka Kinerja Karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam akan semakin meningkat pula. Secara statistik, ketiga variabel tersebut berpengaruh signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Besarnya pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan adalah 0,22, sedangkan Budaya Organisasi berpengaruh sebesar 0,26, artinya Budaya Organisasi mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap Kinerja Karyawan daripada Kepemimpinan.
diketahui bahwa hampir semua parameter pada
Full Model seluruhnya signifikan (nilai thitung yang lebih besar dari 1,96), kecuali untuk pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja yang tidak signifikan pada
taraf 5%. Hasil pendugaan untuk analisis full
model SEM berdasarkan standar loading ditampilkan pada Gambar berikut :
Gambar 4.7. Hasil Pendugaan Full Model berdasarkan Standar Loading
Berdasarkan hasil
standar loading di atas,
diperoleh persamaan struktural sebagai berikut. Persamaan Sub-Struktural : Kepuasan=0.28*Kepemimpinan+0.15*Buda ya Organisasi Berdasarkan model struktural di atas
Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Analisis pengaruh ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya baik secara langsung, maupun secara tidak langsung. Interpretasi dari hasil ini akan memiliki arti yang penting untuk menentukan strategi yang jelas dalam rangka meningkatkan kinerja. Hasil perhitungan pengaruh langsung dan tidak langsung oleh LISREL adalah sebagai berikut :
dapat di jelaskan bahwa Kepuasan Kerja
dipengaruhi secara langsung oleh variabel Kepemimpinan dan Budaya Organisasi, namun hanya variabel Kepemimpinan yang berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja. Hal ini berarti bahwa semakin baik Kepemimpinan maka Kepuasan kerja Karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di
Kota Pagaralam akan semakin meningkat. Besarnya pengaruh Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja adalah 0,28, sedangkan Budaya Organisasi hanya berpengaruh sebesar 0,15, artinya Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
Tabel 4.20. Pengaruh Langsung. Direct Effects (Group number 1 - Default model). Budaya
lebih besar terhadap Kepuasan Kerja daripada
Kepemimpinan
Budaya Organisasi. Persamaan Struktural :
Kepuasan 0,28
0,15
Kinerja
0,26
0,22
Sumber: Hasil Olah Data Penelitian, 2013.
Kinerja = 0.30*Kepuasan + 0.22*Kepemimpinan +
43
Kepuasan
Organisasi 0,30
Tabel 4.21. Pengaruh Tidak Langsung.
1. Secara parsial variabel kepemimpinan,
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default
budaya organisasi dan kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara
model). Budaya Kepemimpinan
Organisasi
0,06
0,04
simultan variabel kepemimpinan, budaya organisasi dan kepuasan kerja juga mempengaruhi kinerja karyawan pada
Kepuasan Kinerja
Sumber: Hasil Olah Data Penelitian, 2013.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.20. pengaruh langsung Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan memiliki pengaruh langsung lebih besar terhadap Kepuasan Kerja (sebesar 0,28)
daripada pengaruh langsung Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja (hanya sebesar 0,15). Adapun hasil perhitungan pengaruh langsung Kepuasan Kerja, Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dapat disimpulkan bahwa Kepuasan Kerja memiliki
pengaruh langsung yang paling besar terhadap Kinerja Karyawan (sebesar 0,30) daripada pengaruh langsung Kepemimpinan dan Budaya
2
Organisasi yang masing-masing hanya sebesar 0,22 dan 0,26. Tabel 4.21. menunjukkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung dari
SARAN
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja menunjukkan bahwa Kepemimpinan memiliki pengaruh tidak langsung yang lebih besar (sebesar 0,06) daripada Budaya Organisasi (sebesar 0,04). Karena pengaruh langsung
1. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan
dari hasil penelitian sebagaimana telah dikemukakan, maka untuk meningkatkan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam dapat dilakukan saran-saran sebagai berikut : 1.1. Meningkatkan peran kepemimpinan melalui teladan kepemimpinan, maka kedepan peran kepemimpinan direktif perlu dirubah dengan cara mengarahkan dan memberikan dukungann peningkatan kerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam. 1.2. Meningkatkan budaya organisasi dimana perlu dilakukan penilaian kinerja dengan memberikan reward dan punishment , serta menerapkan budaya disiplin waktu sehingga penilaian karyawan berdasarkan kinerja dan kompetensi. 1.3. Meningkatkan kepuasan kerja karyawan perlu dilakukan evaluasi
Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan (sebesar 0,22) lebih besar daripada pengaruh tidak langsung dari Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja (sebesar 0,06) dan pengaruh langsung Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (sebesar 0,26) lebih besar daripada pengaruh tidak
langsung melalui Kepuasan Kerja (sebesar 0,04), maka dapat disimpulkan Kepuasan Kerja dalam penelitian ini bukan merupakan variabel
intervening atau variabel perantara yang baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya
Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam. 1.1 Kepemimpinan paling besar dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan direktif. 1.2 Budaya Organisasi paling besar dipengaruhi oleh faktor disiplin 1.3 Kepuasan Kerja paling besar dipengaruhi oleh kepuasan terhadap atasan, dan kepuasan kerja dalam penelitian ini bukan merupakan variabel intervening atau variabel perantara yang baik. 1.4 Kinerja Karyawan paling besar dipengaruhi oleh faktor ketepatan waktu. Variabel Budaya Organisasi memiliki pengaruh dominan terhadap Kinerja Karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam.
dapat disimpulkan
sebagai berikut : 44
setiap semester. Sebagai karyawan
Daft, Richard L, 2006, Manajemen, Edisi 6, buku 2, Jakarta, Salemba Empat
akan senang bila selalu mendapat dukungan dari atasan, dan sebagai atasan tidak lupa untuk memberikan motivasi kerja agar karyawan selalu
Dessler, Gary. 2002. Manajemen Personalia. Jakarta, PT. Gelora Aksar
semangat dalam bekerja. 2. Pada penelitian dimasa yang akan datang, maka perluasan yang disarankan dari penelitian ini antara lain adalah menambah variabel independen yang mempengaruhi kepuasan
kerja dalam
Ghozali, Imam. 2008. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
meningkatkan
Gibson, James L. et.al., 2012. Organization: Behaviour, Structure, th Processes.14 Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
kinerja karyawan. Variabel yang disarankan seperti komitmen organisasi, dukungan organisasi, lingkungan kerja,
dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari, 2004, Pengantar Bisnis : Edisi Revisi, Bandung , Alfabeta
Greenberg, Jerald & Baron, Robert A.. 2008. Behavior in Organization. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Pagaralam Dalam Angka 2012. Badan Pusat
Gunarto, Muji. 2013.
Statistik, Pagaralam
Membangun Model
Persamaan Struktural (SEM) dengan Bangun, Wilson, 2012,
Program Lisrel. Tunas Gemilang Press. Palembang.
Manajemen Sumber
Daya Manusia : Jakarta, Penerbit Erlangga
Handoko, Hani.2001, Manajemen Personalia. BPFE Yogyakarta
Bateman, Thomas S dan Snell Scott A, 2008,
Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif, edisi 7, Buku 1, Jakarta, Salemba Empat.
Hasibuan, Malayu, 2007. Manajemen SDM . Bumi Aksara. Jakarta.
Brahmasari Ida Ayu dan A. Suprayetno, 2008, “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 10, Nomor 2, September 2008 : 124-135.
Hughes, Richard L, Ginnett, Robert C & Churpy, Gordon J. 2012. Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman. Edisi 7, Jakarta, Salemba Humanika.
Cahyono, Ari, 2012, “Analisis Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dosen dan Karyawan Di Universitas Paywatan Daha Kediri”. Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 1, Nomor 1, Juni 2012.
Istijanto, 2010, Riset Sumber Daya Manusia, edisi revisi, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian MSDM dan Prilaku Karyawan. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Ivancevich, Jhon M and Konopaske, Robert and Matteson, Michael T, 2005, Perilaku dan Manajemen Organisasi : Edisi 7, Jilid 2, Jakarta, Penerbit Erlangga. 45
Kerja Dan Kinicki, Angelo and R. Kreitner, 2005,
Produktivitas Kerja Pegawai Dinas
Perindustrian Perdagangan Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Aceh”. Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 1, Nomor 1, Tahun 1, Agustus 2012 : 1-20.
Organizational Behavior Key concepts
skills and best Practice, Mc Graw-Hill, New York. Koesmono, H. Teman, 2005, “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi
Muchlas, Makmuri, 2008, Perilaku Organisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja
Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur”.
Nawawi, H. Hadari, 2003, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Gadjah Mada University Press.
Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 7, Nomor 2, September 2005 : 171-188.
Nelson, D.L., and J.C., Quick, 2006, Organizatonal Behavior Foundations
Kuncoro, Mudrajad, 2009, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi : Edisi 3, Jakarta,
Penerbit Erlangga. Latan, Hengky, 2012, Structural Equation Modeling Konsep dan Aplikasi : Afabeta, Bandung
Realities and Challenges, Thompson South Western, United States of
America. Nisfiannoor, Muhammad, 2009, Pendekatan Statistik Modern untuk Ilmu Sosial : Jakarta, Salemba Humanika.
Luthans, F., 2005, Organizational Behavior, Mc Graw-Hill Book CoSingapore,Singapura
Noe, R. A. , et all, 2006, Human Resources Management, Mc Graw-Hill, New York. Nurwati, U. Nimran, M.Setiawan, Surachman, 2012, “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi, Komitmen Kerja, Perilaku Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara)”. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 10, Nomor 1, Maret 2012.
Mahmudi, 2005. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Mahsun, Mohamad, 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik : Edisi 1, Cetakan 1, BPFE Yogyakarta. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan : Cetakan 9, Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya. Mariam , Rani (2009).
Raharjo, Susilo, Toto dan Nafisah, Durrotun, 2006, “Analisis pengaruh gaya
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan sebagai Variabel Intervening.
Dampaknya Terhadap
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi Dan kinerja
karyawan
Tesis. Semarang.
Universitas Diponegoro
(studi
empiris
pada
Departemen Agama Kabupaten Kendal dan Departemen Agama Kota
Mathis, Robet L & Jackson, John H, 2006, Human Resource Management, Manajemen Sumber Daya Manusia : Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Semarang)”. Jurnal Manajemen dan Organisasi, Vol. 3, Nomor 2, Juli 2006. 69-81. Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabelvariabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Maulidar dan S. Musnadi dan M. Yunus, 2012, “Pengaruh Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi 46
Robbins, Stephen P & T. A., Judge, 2008,
Djarum Kudus”. Diponegoro Journal Of Social And Politic, 2012 : 1-8.
Perilaku Organisasi, edisi 12, Buku 2,
Jakarta, Salemba Empat. Robbins, Stephen P & T. A., Judge, 2009, Perilaku Organisasi, edisi 12, Buku 1,
Jakarta, Salemba Empat. Robbins,
Stephen
P,
2003,
Perilaku
Organisasi, Edisi 9, Jilid 2, Alih
Bahasa Tim Indeks, Jakarta, PT. Indeks Kelompok Gramedia. Siagian, Sondang, 2004.
Winardi dan J.J Ma’ruf dan S. Musnadi, 2012,
Manajemen Sumber
“Pengaruh Budaya Organisasi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara. Siagian, Sondang, 2007,
Usman, Husaini. 2009, Manajemen : Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, Edisi 3, Cetakan 1, Jakarta, Bumi Aksara. Wijanto, Serian. 2009. Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efisien, Efektif, dan Ekonomis : Untuk Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Mutu Lulusan, Jakarta : Salemba Empat.
Dengan
Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara.
Komitmen
Organisasional
Sebagai Variabel Intervening (Studi
Simamora, Henry. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, STIE YKPN.
Pada Karyawan Dinas Pengairan Provinsi Aceh)”. Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 1, Nomor 1, Tahun 1, Mei 2012 : 1-24.
Soedjono, 2005, “Pengaruh Budaya Organisasi
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi :
Terhadap Kepuasan
Kinerja Organisasi Kerja Karyawan
Terminal
Penumpang
Surabaya”.
dan pada
Umum
di
Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 7, Nomor 1, Maret 2005 : 22-47. Solihin, Ismail, 2009, Pengantar Manajemen : Jakarta, Penerbit Erlangga Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Bisnis : pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
R&D, Bandung : Penerbit Alfabeta. Suparmi, 2010, “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Tata Kota dan
Permukiman Kota Semarang”.
Jurnal
Media Ekonomi dan Manajemen, Vol.
21, Nomor 1, Januari 2010 Tintami, Lila dan A. Pradhanawati, dan H. Sutanto, 2012, “Pengaruh Budaya Organisasi dan gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan melalui Disiplin Kerja pada karyawan harian SKT Megawon II PT.
Teori, Aplikasi dan Penelitian, Jakarta :
Salemba Empat. Wirawan. 2009.
Evaluasi Kinerja Sumber
Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan
Penelitian, Jakarta : Salemba Empat. Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Kelima, edisi Bahasa Indonesia, PT. Indeks, Jakarta.