MANUSIA DAN DERAJAT PENURUNAN LINGKUNGAN Sri Yamti Runtuni E-mail:
[email protected] (Dosen Jurusan Geografi FIS UNJ)
PENDAHULUAN Manusia dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dengan daya yang dimilikinya dapat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan begitu pula sebaliknya lingkungan hidup dapat mempengaruhi manusia. Lingkungan hidup menurut Undang-undang No.23 Tahun 1997 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup termasuk sumberdaya alamnya baik secara global, regional maupun nasional dalam sejarah peradaban manusia telah memberikan dua makna bagi manusia. Di satu sisi, makna yang dirasakan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, sedangkan di bagian lain menyebabkan bencana dan sekaligus penurunan kualitas hidup manusia. Di Indonesia bentuk dan jenis menurunnya kualitas dan kerusakan lingkungan sudah sedemikian beragam, bahkan sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Misalnya penggundulan hutan, tanah kritis, pencemaran di darat, udara, sungai, abrasi, dan intrusi air laut. Dalam perkembangannya hingga sekarang tampaknya penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan lingkungan bukan berkurang melainkan semakin parah dan membahayakan kehidupan. Oleh karena itu, penurunan mutu lingkungan dan peningkatan kerusakan lingkungan harus segera ditanggulangi. Permasalahan kerusakan lingkungan seperti tersebut diatas telah dilakukan berbagai usaha penanggulangan dan
pemecahannya. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah reboisasi, penghijauan, pola tebang pilih, dan termasuk AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) untuk setiap proyek terkait dengan lingkungan. Upaya tersebut diatas adalalah bentuk penanggulangan kerusakan lingkungan hidup atau upaya melestarikan komponen-komponen lingkungan hidup beserta fungi yang melekat dan interaksi yang terjadi antara komponen tersebut. Pelestarian lingkungan hidup pada hakikatnya adalah menjalin hubungan yang selaras antara kebutuhan hidup dengan sumberdaya alam yang tersedia. Melestarikan alam tidak berarti alam dibiarkan tidak terusik dimana manusia tidak menarik manfaat apapun. Melestarikan alam lingkungan hidup artinya memanfaatkan terus menerus dengan senantiasa memperhatikan dinamika dan pencemaran juga produktivitas sumberdaya tersebut (Daljoeni dan Sutiyono, 1982 : 140). Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, Pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan suatu kegiatan. Upaya ini dilakukan agar kekayaan sumberdaya alam yang ada dapat berlanjut selama ada kehidupan. Kerusakan lingkungan muncul dari rentetan sebab akibat yang bersumber dari landasan pikir dan pandangan tentang eksistensi kita dan alam sekitarnya (Prawiroatmojo. 1985 : 5). Kerusakan kualitas lingkungan disebabkan terutama oleh sistem pendidikan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan (Putrawan, 1990 : 89). Berkaitan dengan hal itu upaya yang strategis dan mendasar
MANUSIA DAN DERAJAT PENURUNAN LINGKUNGAN; Sri Yamti Runtuni
1
yang perlu dilakukan adalah mengubah paradigma masyarakat dalam memandang lingkungan tersebut, yang sebelumnya tidak pro dengan lingkungan ke arah yang pro dengan lingkungan. Upaya yang tepat dalam memandang lingkungan adalah melalui pendidikan. Tujuan pendidikan pada hakikatnya yang paling azasi merupakan upaya pembentukan kepribadian manusia yang mengacu pada nilai-nilai tertentu PEMBAHASAN Kementrian lingkungan hidup tahun 2009 telah mengeluarkan Undang-undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum pada pasal 1 ayat yaitu “perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaa, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakkan hukum.”, pada 5, yaitu “ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup”, dan pasal 14 yaitu “ pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan / atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”. Lima asas lingkungan penting bagi peradaban manusia dalam zaman teknologi modern. Hal ini tak lain, karena kita sudah bertingkah laku seolah-olah kelima asas itu tidak ada gunanya bagi kepentingan dunia dewasa ini. Padahal, kecuali kita mulai bertindak untuk meninjau relevansi kelima asas ini dengan perkembangan peradaban manusia, malapetaka menunggu kita di
masa yang akan datang. Lima asas tersebut diantaranya: 1.Asas pertama, mengatakan bahwa materi, energy, ruang, waktu dan keanekaragaman, semuanya adalah kategori sumber alam. Sungguh pun demikian, banyak masalah kemanusiaan dewasa ini timbul (dan akan pula diciptakan lagi secara meningkat dimasa yang akan datang), karena kegagalan manusia untuk menyadari, bahwa ruang, waktu, dan keanekaragaman adalah sama pentingnya dengan materi dan energy sumber alam. Sedemikian rupa pentingnya, sehingga hambatan pembangunan akan timbul kalau manusia melalaikannya. Implikasi prinsip ini adalah, bahwa materi itu beredar atau melakukannya siklus dalam ekosistem; oleh karena itu harus diberikan cukup banyak waktu untuk diubah kembali dari satu bentuk ke bentuk berikutnya pada saat menjalani siklusnya 2.Asas kedua, mengatakan, bahwa dalam setiap proses yang berlaku disuatu lingkungan terdapat tingkat optimum untuk mengadakan sumber alamnya. Asas ini mengingatkan kita kepada adanya batas kejenuhan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi berbagai proses, karena memang sumber alam itu terbatas, jumlah atau pengadaannya. Jadi, pencemaran alam menjadi sangat berbahaya kalau kita terlalu memperjenuh kapasitas udara dan air dengan bahan pencemar tersebut. Demikian pula jika kita terlalu memaksakan kemampuan mikroba tanah untuk pembusukan sampah lingkungan. Implikasi penting daripada asas ini untuk manusia menyangkut masalah hasil panen yang optimum. Jelas memang ada batas optimum untuk smeua bentuk ekploitasi hasil panen yang kita lakukan terhadap berbagai organisme itu. 3.Asas ketiga, mengatakan, menyangkut peningkatan efisiensi penggunaan energy pada komunitas yang melampaui tingkat
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 10 No.1 Maret 2012
2
pionirnya. Manusia bahkan bertindak sebaliknya. Setelah teknologi makin berkembang, kita bahkan makin kurang cermat dalam menggunakan energy. 4. Asas keempat, system yang mantap mengeksploitasi system yang masih rawan. Karena asas inilah maka kota besar yang dilengkapi dengan berbagai bentuk pelayanan, industry, kebudayaan, administrasi, serta sosio-ekonomi yang sudah mantap dan beranekaragaman, selalu menjadi penyerap kota besar tersebut. Akibatnya kota besar ini selalu hidup sebagai ‘parasit’ terhadap kota kecil dan wilayah sekitarnya. 5. Asas kelima, mengemukakan ksan perlambatan yang beroperasi dalam sebuah populasi, menghasilkan momentum yang kuat dan pola yang menentukan naik turunnya populasi. Manusia merupakan contoh terakhir yang dikuasai oleh kesan perlambatan ini, dan bahkan populasinya tumbuh diluar batas kemampuan untuk menahannya, kecuali oleh kekuatan yang tersimpan dalam nilai peradaban manusia itu sendiri.
Masyarakat telah menggali dan mengelola materi dalam ekosistemnya melebihi kecepatan pembusukan atau dekomposisi bahan buangan, sehingga terjadi pemcemaran alam. Sampah bertumpuk, karena tak sempat diresiklus dalam ekosistem. Masalahnya bertambah parah dengan banyaknya bahan buangan seperti plastik yang tidak dapat dibusukkan secara biologi, seperti halnya sampah alam. Padahal, dalam kenyataan dalam peradaban manusia sekarang ini tidak ada suatu industry yang begitu pesat jalannya seperti industry plastik. Pencemaran alam ini merupakan kesan sampingan yang sangat merugikan, karena adanya penggunaan energy yang besar oleh peradaban modern dewasa ini. Penggunaan energy yang sangat besar ini tidak disebar secara merata di seluruh planet, melainkan hanya terpusat di wilayah tertentu saja (kota besar, pusat industry). Jadi, terkonsentrasi dalam suatu batas ruang tertentu saja, sehingga untuk membuangnya timbullah kesukaran demi kesukaran.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Dunia Tahun 2009 – 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan Dunia China India Brasil Indonesia Amerika Serikat Benua Afrik a Benua Amerik a Benua Asia Benua Eropa Oceania Benua Australia
Jumlah Penduduk (Per million) 2009 2010 2011 6,810 6,892 6,987 1,331.4 1,338 1,346 1,171 1,189 1,241 191.5 193 197 243.3 235 238 306.8 310 312 999 1,030 1,051 920 929 942 4,117 4,157 4,216 738 739 740 36 37 37 21.9 22.4 22.7
Sumber : Population Reference B ureau (PRB). (2009-2011) World Population Dat a Sheet Washingthon USA. FSC
Kita telah pula melalaikan keanekaragaman sebagai sumber alam yang penting juga. Kita setiap saat menghadapi kesukaran dalam ekonomi, karena kita telah membuat dunia ini terlalu sederhana dan kurang beranekaragam
secara biologi. Margalef dalam Soeriaatmadja (1997:81) berpendapat bahwa hasil peradaban manusia itu telah mempercepat aliran energy melalui sistem biologi dengan cara menyederhanakan strukturnya. Tindakan ini telah merusak
MANUSIA DAN DERAJAT PENURUNAN LINGKUNGAN; Sri Yamti Runtuni
3
mekanisme homeostatis yang terdapat dalam sistem biologi. Banyak wilayah daratan dipermukaan bumi ini dicoba untuk dibuat seragam menjadi daerah pertanian dengan jalan menanam jenis pertanian yang serupa, sejenis, sevaritas, seklon untuk wilayah yang sangat luas. Minyak bumi dibakar, hutan ditebang, keanekaragaman tumbuhan dan hewan dikurangi oleh manusia untuk membentuk daerah yang monokultur. Bagaimanakan akibat semua ini ? Ada empat macam mekanisme yang akan terpengaruh dalam penurunan keanekaragaman biologi dalam ekosistem manusia itu: 1. Pengaruh penyederhanaan keanekeragaman biologi terhadap hama dan penyakit 2. Pengaruh monokultur terhadap kemantapan ekonomi 3. Pengaruh penyerhanaan keanekaragaman biologi terhadap habitat yang tidak subur atau terlalaikan 4. Pengaruh kurangnya keanekaragaman ekonomi terhadap stagnansi ekonomi di kota Dimana saja, bila suatu kawasan yang luas ditanami sejenis tanaman saja, jumlah spesies serangga disitu akan berkurang, tetapi rata-rata kepadatan tiap spesiesnya akan naik. Jadi, dengan demikian, kemungkinan dengan salah satu spesies mencapai kepadatan sebagai hama akan meningkat hal ini disebabkan oleh karena serangga itu lebih memerlukan sedikit waktu dan energy untuk menyebar dan mencari makanan. Sebagai contoh, Bey Bienko (1961) melaporkan tentang padang rumput steppe di Rusia ketika dirubah menjadi pertanian gandum. Jumlah spesies serangga turun dari 340 spesies menjadi hanya 142 spesies saja. Tetapi rata-rata kepadatannya naik dari 199 ekor menjadi 351 ekor per m2 . Bahkan terdapat spesies serangga yang asalnya hanya mempunyai kepadatan 16,48 ekor/m2 naik menjadi 300,40 ekor/m2 .
Terlalu menyederhanakan keanekaragaman spesies di tanah yang tidak subur dan tidak digunakan, akan seperti padang pasir dan daerah kering yang lain, akan menaikkan kerawanan daerah itu terhadap gangguan serangga dan herbivore. Binatang ini kemudian dapat menjadi hama terhadap tetumbuhan di daerah itu. Keanekaragaman spesies mengurangi resiko bagi tiap spesies tumbuhan mana saja. Asas yang serupa berlaku bagi kehidupan ekonomi di kota. Seperti pernah dikemukakan oleh Jacob Soeriaatmadja (1997:83), sebuah kota yang menggantungkan kehidupan ekonominya pada beberapa industri besar saja, luar biasa rawannya terhadap stagnansi ekonomi. Kalau satu hal saja terjadi terhadap kelancaran pemasaran industri besar itu, lumpuhlah kota itu. Hal ini benar bagi Detroit dengan industri mobilnya dan Seatle dengan industri kapal terbangnya. Keanekaragaman kelas umur dalam populasi manusia juga sangat penting untuk mencapai fungsi kegiatan manusia yang optimum. Dalam masyarakat manusia, seperti juga dalam masyarakat makhluk lain, efisiensi penggunaan energy adalah maksimum, kalau variasi kelas umur itu besar. Artinya kalau terlalu banyak kelas umur anak-anak dan kelas umur dewasa terlalu sedikit (variasi kecil), maka energy akan jauh lebih banyak terbuang untuk kepentingan reproduksi dan mengurus anak-anak serta keperluan pendidikan. Pada hewan, terlalu banyak umur kelas muda menyebabkan populasi itu peka terhadap persaingan, pemasanga, kanibalisme, parasitisme dan kelaparan. Pencemaran alam dapat merupakan faktor pembatas pada populasi manusia. Artinya pengaruh sampingan daripada pencemaran alam terhadap udara, kesehatan manusia, dan pertumbuhan tanaman dapat sedemikian rupa besarnya, sehingga dapat menghambat dan membatasi perkembangan populasi
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 10 No.1 Maret 2012
4
manusia. Pencemaran udara dapat membuat bumi menjadi berkabut suram dapat menghalangi banyaknya cahay matahari yang sampai ke bumi sampai pada tingkat yang mempengaruhi naik turunnya energy matahari yang diserap tumbuhan dari tahun ke tahun. Bryson dan Wendland dalam Soeriaatmadja (1997:83). Melaporkan, bahwa sejak tahun 1950 suhu udara bumi meningkat kurang lebih 1/2o C, yang diperkirakan oleh makin meningkatnya konsentrasi CO2 sebagai akibatnya banyaknya asap industri dan kendaraan yang mengeluarkan CO2 yang dikepulkan ke udara. Naiknya suhu udara bumi rata-rata 4o C sudah cukup banyak dapat membawa akibat yang gawat kepada pertumbuhan tanaman diseluruh muka bumi. Pada dasarnya, memang penurunan nilai ekosistem manusia karena pencemaran alam ini juga ada hubungannya dengan faktor yang menyangkut kepadatan manusia sendiri. Pada hewan kepadatan populasi itu didukung oleh sumber alam yang terbatas dan tertentu jumlahnya di alam. Oleh sebab itu kalau populasi meningkat di luar batas kemampuan sumber alam untuk menyokong, terjadilah kelaparan, kelahiran menurun dan kematian naik; maka populasinya pun akan segera dikembalikan kepada keseimbangannya dengan alam. Lain halnya dengan manusia, populasi manusia tidak bergantung pada suatu sumber energy tertentu sejauh ini. Kita dapat menambah terus jumlah penduduk semala sumber energy seperti gas dan minyak bumi dapat menaikkan daya dukung daripada ekosistemn manusia lebih daripada itu manusia termasuk spesies yang paling mampu menyaingi spesies lain di muka bumi ini, dan merupaka spesies omnivora yang dapat memakan segala jenis spesies tumbuhan dan hewan dimanapun mereka itu berada. Kita akan menghabiskan banyak sekali jenis
organisme hidup, sebelum ia dapat musnah dari muka bumi ini. Kalau kita ambil kenyataan di Jakarta, dalam unit produksi nasional kotor memang efisiensi penggunaan energy ini meningkat, tetapi per-unit orang efisiensi menurun; artinya tiap warga Negara Indonesia khususnya di Jakarta itu ternyata memboroskan energy bagi kepentingan hidupnya. Yang menarik dalam hal ini ialah penghamburan energy itu seperempatnya habis dalam pengangkutan. Pengangkutan boleh dikatakan suatu pengangkutan unit tunggal daripada energy yang terbesar dalam kehidupan di Jakarta. Pendeknya, kita hdiup di dalam masyarakat yang tak pernah menyadari dan menaruh perhatian akan pentingnya menghemat energy, karena teurtama banyak orang yang kurang paham, bahwa sumber alam dalam bentuk energy ini suatu hari dapat habis. Juga bahwa penggunaan energi yang berlebih-lebihan dapat menimbulkan pencemaran alam. Ditinjau dari segi serupa itu, istilah yang dikenal dengan sebutan Brain Drain, yaitu mengalirnya tenaga ahli dari Negara yang sedang berkembang ke Negara yang sudah maju. Sepintas lalu seolah-olah tenaga ahli yang sedang berkembang, dibantu dengan penghidupan yang lebih layak oleh Negara yang sudah maju. Tetapi kenyataan yang sebenarnya adalah terbalik. PENUTUP Manusia dan lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan yang tdaik dapat dipisahkan. Manusia dengan daya yang dimilikinya dapat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan begitu juga sebaliknya. Lima asas lingkungan penting bagi peradaban manusia dalam zaman teknologi modern. Asas pertama , mengatakan bahwa materi, energy, ruang, waktu dan keanekaragaman, semuanya adalah kategori sumber alam. Asas kedua , mengatakan, bahwa dalam setiap proses yang berlaku disuatu lingkungan terdapat
MANUSIA DAN DERAJAT PENURUNAN LINGKUNGAN; Sri Yamti Runtuni
5
tingkat optimum untuk mengadakan sumber alamnya. Asas ketiga, mengatakan, menyangkut peningkatan efisiensi penggunaan energy pada komunitas yang melampaui tingkat pionirnya. Asas keempat, system yang mantap mengeksploitasi system yang masih rawan. Asas kelima, mengemukakan ksan perlambatan yang beroperasi dalam sebuah populasi, menghasilkan momentum yang kuat dan pola yang menentukan naik turunnya populasi. Kelima asas diatas sangat relevan untuk manusia dalam ekosistemnya, seperti halnya bagi organisme hidup di dalam ekosistem lain. Masa depan masyarakat kita bergantung pada pengertian dan penghargaan kita akan pentingnya materi, energy, ruang, waktu dan keanekaragaman sebagai sumber alam. Selain itu juga kesadaran akan adanya tingkat optimum daripada pengadaan semua sumber alam tersebut untuk kita, untuk tumbuhan dan hewan yang kita manfaatkan hasilnya bagi keperluan hidup kita. Efisiensi penggunaan energy oleh masyarakat merupakan pusat berbagai masalah yang menimpa kita, dari mulai pencemaran alam sampai kepada pengannguran jumlah sumber ala yang ada disekitar kita. Sistem yang mantap mengekploitasi sistem yang rawan, berlaku pula bagi masyarakat manusia seperti halnya dalam komunitas tumbuhan dan
hewan. Dan akhirnya, memang ternyata ada suatu mekanisme demografi yang akan terus menerus meningkatkan populasi manusia, kecuali kalau ada faktor ekonomi yang menentang kecenderungan ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Data Profil Desa Ambarketawang Tahun 2000. Yogyakarta: Pemerintah Desa Ambarketawang. Esmara, Hendra, 1966. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Gunardo, 1998. Teknologi Usaha Tani, Pendapatan Petani dan Diversifikasi Mata Pencaharian Di Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: Tesis Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Hernanto, Fadholi, 1996. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penerbit Swadaya. Mantra, I.B, 2000. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Mubyarto, 1996. Membahas Pembangunan Desa. Yogyakarta: Aditya Media. Prayitno, Hadi dan Lincolin Arsyad, 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta: BPFE. Prodjopangarso, Hardjoso, 1977 . Teknologi Pedesaan . Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Masyarakat Universitas Gadjah Mada. Smith, Harris Pearson dan Lambert Herry Wilkes, 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 10 No.1 Maret 2012
6