BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Manusia maupun
adalah
tidak.
pelaku
seni
Demikianpun
dalam
dengan
keadaan
sadar
tidak
dapat
seni
dipisahkan dari manusia karena seni merupakan ungkapan perasaan, pikiran dan cita-cita manusia yang diwujudkan lewat
bentuk
tertentu1.
estetis
Dalam
yang
sejarah
mengandung
kebudayaan,
nilai-nilai
manusia
mencatat
bahwa seni merupakan salah satu komponen di dalam dasar kebudayaan secara menyeluruh disamping falsafah dan ilmu pengetahuan2. Kesenian yang
bermutu,
[seni]
merupakan
seperti
tari,
keahlian
musik,
membuat
rupa
dan
karya drama3.
Kesenian mewakili bermacam ekspresi dari segala kondisi hidup manusia, baik dari kehidupan masa lampau maupun kehidupan sekarang dengan kemasan yang diterima sebagai ungkapan syukur pada pencipta, upacara persembahan pada raja,
upacara
persembahan
pada
alam
ataupun
sebagai
tontonan yang menghibur. Kesenian juga merupakan salah satu ungkapan budaya yang mengandung makna kesejarahan yang dapat membuat orang merasa dekat dengan masa lalu
1
Sampurno, SH. Sambutan Direktur Pengembangan Kesenian dalam Dari Pusat Latihan Tari hingga Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, 1998 2 Sejarah Seni Rupa Indonesia. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua cet.3, Balai Pustaka, Jakarta, 1994
1
melalui suara dan gerak tubuh yang diterjemahkan sebagai luapan dari dalam hati. Kesenian berperan besar dalam memberikan identitas dan suasana bagi perjalanan hidup manusia. Hubungan yang erat dan saling membutuhkan tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan terhadap bagaimanakah seni tersebut
dapat
beberapa
faktor
sehingga
dapat
dinamis Faktor
di
memberi sebagai
dan
peluang
waktu?.
Terdapat
tumbuhnya
kesenian
di
tingkat
secara
kota
tentu
maju,
dan
bagi
dan
umum
telah
tuntutan
ke
berkembang
negara
secara
budaya
waktu
memungkinkan
hidup
yang
pendidikan,
dari
yang
berbagai
pertama
masyarakat
hidup
besar
saja mana
dan
di
dunia.
karena
adanya
aspek
kemajuan
kesejahteraan
terselenggaranya kehidupan
sehat
sosial
kegiatan
sehari-hari.
seni Kedua,
diletakkannya kegiatan kreativitas seni sebagaimana ilmu pengetahuan, sebagai sebuah kehendak yang tidak hanya dipakai
sebagai
alat
kepentingan
untuk
mencapai
prestise, akan tetapi juga untuk mencapai suatu sistem nilai kehidupan yang lebih tinggi. Ketiga, karena adanya orang-orang cakap yang dengan kesadaran dan komitmen mau bekerja dan memberikan perhatian sebesar-besarnya bagi terwujudnya impian untuk suatu sistem nilai kehidupan. Keempat,
karena
adanya
sistem
2
dan
organisasi
yang
memadai
sebagai
mesin
penggerak
untuk
memperjuangkan
tujuan yang hendak dicapai tersebut4. Sebagai Indonesia
negara
yang
besar
merupakan
yang
gugus
sedang
berkembang,
kepulauan
terbesar
di
dunia5 pun sedang melakukan dan berada dalam upaya-upaya pengembangan
seni
tersebut.
Dalam
wilayah
yang
terbentang dari Benua Asia sampai Benua Australia dan dari
Samudera
Pasifik
sampai
Samudera
Hindia
itu,
terdapat 17.508 kepulauan dengan ragam lingkungan alam dan
manusian6.
kelompok
Dari
keanekaragaman
tersebut
terdapatlah pulau Jawa dengan dinamika peradabannya yang menyimpan
banyak
ragam
kekayaan
kesenian
pada
seni
teater [drama], seni tari, seni suara [musik], seni rupa [lukis] maupun seni ukir. Jika
menilik
pada
faktor-faktor
penentu
berkembangnya seni yang telah dijelaskan, maka tak ayal lagi jika kesenian yang diselenggarakan oleh orang-orang Jawa dari waktu ke waktu masih tetap lestari dan terjaga karena dedikasi para senimannya yang selalu konsisten dalam
melanjutkan
tradisi
seni
yang
tercipta
melalui
eksplorasi jiwa para leluhur terdahulu. Perubahan
jaman
sebagai
salah
satu
wujud
dari
perkembangan ilmu pengetahuan memberikan pengaruh besar 4
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Seni Pertunjukan Indonesia. Yayasan Bentang Budaya, Jogjakarta, 1995. hal.3. 5 Indonesian Heritage. Sejarah Awal. Buku Antar Bangsa, Jayakarta Agung Offset, Jakarta, 1998 6 Indonesian Heritage. Agama dan Upacara, Buku Antar Bangsa, Jayakarta Agung Offset, Jakarta, 1998
3
dalam perkembangan kesenian. Contoh kemajuan teknologi itu
dapat
dilihat
digunakan.
Alat
pada
musik
alat
etnik
seni
lambat
dan laun
media
yang
beralih
pada
pemakaian alat yang lebih modern, akibat kemajuan lain juga
terlihat
event-event
pada
menurunnya
pertunjukan
jumlah
kesenian
peminat
dalam
tradisional
Jawa
dibandingkan dengan pertunjukan tarian modern. Demikian pula
halnya
pada
tontonan
seni
teater
[drama]
tradisional yang kurang diminati karena pengaruh drama modern yang menjamur ditayangkan pada media televisi. Tidak ada yang dapat dipersalahkan dari peralihan yang disebabkan oleh perkembangan jaman tersebut, namun titik
perbedaannya
dibawakan,
bahwa
terletak seni
budaya
membina
dan
mendidik
memupuk
rasa
nasionalisme
adanya
pemahaman
dan
pada
budi
misi
warisan
pekerti yang
kejiwaan
kuat.
penghayatan
yang
nenek
secara
moyang
luhur
Untuk
yang
itu
serta perlu
mendalam
dan
benar-benar meresap dalam kalbu7.
I.1.1 Kekayaan Kesenian Etnik Jawa Kekayaan didengar
dan
kesenian dirasa
etnik [secara
Jawa
dapat
kepuasan
dilihat,
batin]
dalam
berbagai penampilan dan pertunjukan yang digelar. Aspek kekayaan tersebut terletak pada bentuk penyajian, siapa orang yang dapat melakukannya serta fungsi seni tersebut 7
Bambang Yudoyono. Gamelan Jawa, PT. Karya Unipress, Jakarta,
1984
4
diselenggarakan. Sebut saja pada pertunjukan wayang yang dimainkan ataupun
oleh
dalang
boneka
dengan
kulit
menggunakan
yang
digelar
boneka
lengkap
kayu
dengan
seperangkat alat musik gamelan oleh para penabuh gamelan [wiyogo]
beserta
seorang
penyanyi
perempuan
[sinden].
Pertunjukan akhbar ini dibawakan dengan sangat harmonis dan kompak dengan mendramatisasikan cerita-cerita epos India,
Mahabharata
sejarah
dan
Ramayana
kerajaan-kerajaan
Jawa
[versi
sebelum
Jawa] masa
ataupun
kolonial.
Atau sebut saja pertunjukan tari-tarian adiluhung Jawa
lainnya
Pakubuwana secara
V
seperti pada
tari
17488],
tahun
tertulis
Serimpi
berawal
[diciptakan
tari
pada
Gambyong
masa
oleh [yang
pemerintahan
Pakubuwana IV pada tahun 1788-18209] ataupun tari Bedhaya [yang
dipercaya
orang
banyak
sebagai
ciptaan
Sultan
Agung Mataram pada abad ke 1710] dengan perlambangannya masing-masing
yang
juga
masih
diiringi
dengan
alunan
musik gamelan. Para penarinya [kebanyakan dilakukan oleh perempuan] membawakan tariannya dengan indah dan penuh misteri dengan gerakan gemulai, beberapa gerak-geriknya dianggap
sebagai
peniruan
gerak-gerik
alam,
seperti
ombak lautan [semacam gerak-gerik bergelombang] ataupun beberapa rambut,
gerak-gerik berpakaian,
manusia
seperti
sedang
berkelahi
atau
menyembah
8
Indonesian Heritage. Seni Pertunjukan. Jayakarta Agung Offset, Jakarta, 1998 9 ibid 10 ibid
5
Buku
menyisir
Antar
kepada Bangsa,
raja11. Riasan yang digunakan menyerupai riasan para dewi yang
cantik.
kepala
yang
dibedaki
Kepala
mereka
berwarna
dengan
bedak
dimahkotai
hitam
dan
kuning
dengan
hiasan
wajah
mereka
emas,
yang
sering
kita
lihat
dalam perkawinan Jawa [kerena inilah ‘putri-putri’ yang ditiru
oleh
Jawa]12.
pengantin
Pakaian
yang
kerap
digunakan mereka hanyalah kain panjang dari kaki hingga sebatas dada, kenyataan seperti ini pun dapat diamati dalam
cerita
pewayangan
yang
figur
perempuannya
juga
berkostum serupa13. Bentuk kekayaan seni lainnya adalah kerajinan batik yang menggunakan metode lilin dan pencelupan. Artis yang melukisnya senantiasa perempuan, duduk di sehelai tikar di lantai dengan bagian ujung kain yang hendak dibatik terkembang di depannya [ia bisa menggulung bagian lain yang
sedang
tidak
dikerjakannya
dengan
tongkat].
Di
sebelahnya ada tungku arang untuk memanaskan satu panci lilin agar tetap meleleh. Dengan bantuan alat kecil dari logam [canting], yang dibuat dengan prinsip corong, ia menutup warna
bagian-bagian celupan
dengan
yang
hendak
lilin.
dibebaskannya
Setelah
pekerjaan
dari ini
selesai, kain itu lalu dimasukkan ke dalam sebuah tong bahan
celupan,
seringkali
berwarna
11
biru
tinta
atau
Clifford Gertz. Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya, Jakarta, 1989. hal.381. 12 ibid. hal. 380. 13 Ronald, Arya Ir. Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1990
6
coklat,
kadang-kadang
merahan.
Kemudian
kuning
lilin
itu
atau
coklat
dikerok,
dan
kemerah-
nanti
orang
bisa, kalau memang itulah maksudnya, membubuhkan lilin lagi dan mencelupkannya lagi ke dalam warna yang kedua14. Corak batik yang digambarkan artis selalu mengacu dan terinspirasi sekitarnya, mahluk
pada corak
hidup
corak
dari
tersebut
berupa
perwujudan
dapat
binatang
berupa
seperti
alam
daun,
burung
di
bunga, ataupun
naga. Macam bentuk karya seni tersebut dapat dilakukan sesuai kebutuhan, tidak melulu di dalam ruangan tertutup namun juga dapat dilakukan dalam ruangan semi terbuka atau
bahkan
aktivitas
terbuka.
seni
Lokasi
tersebut
dimana
memanglah
berlangsungnya tidak
menjadi
keharusan di dalam/di luar, hal ini memandang kebutuhan para penikmat dan pengagum seni yang akan menonton dan mengikutinya pencipta, persembahan
sebagai
upacara pada
ritual
persembahan alam
ataupun
ungkapan pada sebagai
syukur raja,
pada
upacara
tontonan
yang
menghibur, sehingga sangat terasa bahwa seni tersebut diciptakan oleh, untuk dan bagi semua.
I.1.2 Jogjakarta Sebagai Kota Budaya Penyebutan
kota
Jogjakarta
sebagai
kota
budaya
merupakan manifestasi nyata terhadap kedudukan kota itu 14
Clifford Gertz. Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya, Jakarta, 1989. hal. 385.
7
sendiri15. Penyebutan kota Jogjakarta sebagai kota budaya tersebut tentunya tidak dengan asal saja, hal itu dapat dibuktikan
dengan
klasik
maupun
berupa
bangunan
kesenian
keberadaan
modern,
bekas
candi-candi
yang
para
tersebar
tokoh
seniman
peninggalan dan
nenek
keberadaan
diseluruh
baik
moyang
organisasi
pelosok
kota
Jogjakarta16.
Sleman
Utara Kulon Progo
Jogjakarta
Bantul Gunung Kidul
Gb 1.1: Propinsi DIY sumber: Bappeda DIY
Kota
Jogjakarta
di
antara
kota-kota
yang
ada
di
sekitarnya merupakan kota transit dan kota penghubung yang
mempunyai
kehidupan dengan
seni
andil
besar
etnik
Jawa.
kota-kota
Kabupaten
dalam Pun
upaya
pengembangan
demikian
tersebut
pula
[Sleman,
halnya Bantul,
Gunung Kidul dan Kulon Progo] memberikan kontribusi dan masukan
positif
bagi
perbendaharaan
macam
dan
jenis
kesenian etnik yang menjadi aset bersama. Contoh seni yang paling banyak disumbangkan oleh kota-kota Kabupaten tersebut adalah seni tari, yang mana, kota Jogjakartalah
15
Profil Propinsi RI-DIY. Bhakti Wawasan Nusantara, Jakarta,
16
Kompas, Sabtu 3 Desember 2005
1992
8
yang
paling
miskin
tari-tarian
rakyat.
Hal
ini
tidak
mengherankan karena penduduk Kotamadya Jogjakarta lebih memperhatikan tari-tarian klasik, baik yang berasal dari Jogjakarta sendiri, bergaya Surakarta, Bali serta tari— tarian kreasi baru17. Sebagai langkah yang lebih serius untuk memperkuat citra kota Jogjakarta sebagai kota budaya, pemerintah DIY
telah
mengeluarkan
terungkap
dari
misi
kebijakan
pengembangan
pembangunan
pemerintah
yang dalam
Properda DIY 2001-2005, yang berbunyi sebagai berikut: 1. Menjadikan yang
DIY
sebagai
didukung
pusat
oleh
pendidikan
masyarakat
terkemuka
yang
berilmu
pengetahuan dan berteknologi tinggi. 2. Menjadikan dengan Pusat
DIY
sebagai
Kraton Budaya
beriman menyerap
dan
pusat
kebudayaan
Ngayogyakarta dan
didukung
bertaqwa
budaya
Hadiningrat oleh
serta
modern
terkemuka
yang
sebagai
masyarakat
mampu positif
memilih dan
yang dan tetap
melestarikan budaya daerah. 3. Menjadikan DIY sebagai daerah tujuan wisata Meeting, Incentives, Conferences dan Exhibition [MICE] utama di Indonesia yang didukung posisi DIY sebagai simpul strategis
dan
penting
dalam
perhubungan
dan
komunikasi di pulau Jawa.
17
Akademi Seni Tari Indonesia. Tari-tarian Rakyat di daerah Istimewa Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1976
9
Menilik kesimpulan pusat
kebijakan
bahwa
budaya
tempat/wadah
pengembangan
kota
sendiri18
itu yang
Jogjakarta
dapat
tersebut
yang
ditarik
telah
menjadi
membutuhkan
menampung
sebuah
berbagai
macam
kegiatan studi untuk mempelajari secara sistematik atau ilmiah mengenai seni yang telah diciptakan oleh orangorang
Jawa
terdahulu
menerangkan
dan
serta
kegiatan
menjelaskan
apakah
informasi dan
untuk
bagaimanakah
kesenian Jawa tersebut dari awal penciptaannya hingga berada
di
dilengkapi dalamnya
antara
perkembangan
dengan
sehingga
berbagai membuatnya
jaman,
fasilitas layak
yang
akan
pendukung
digunakan
di
sebagai
tempat pelestarian budaya, khususnya kesenian etnik Jawa yang sarat akan makna tersebut.
I.1.3 Problema Pada Fasilitas Yang Telah Ada Tidak
ditampik
bahwa
fasilitas
dan
sarana
yang
dapat mewadahi pertunjukan kesenian Jawa di Jogjakarta dapat
dengan
sangat
mudah
dijumpai.
Ada
Taman
Budaya
Yogyakarta, Rumah Budaya Tembi, Balai Budaya Sinduharjo, dan
beberapa
bangunan
tempat
tersebut
telah
lainnya. baik
Keberadaan
adanya
bangunan-
sebagaimana
umum
gedung pementasan yang secara universal dapat menggelar berbagai aktivitas seni dan budaya. Hanya saja, tempat-
18
Hasil wawancara penulis dengan Pdt. Paulus Sugeng Widjaya. Ph.D tertanggal 10 Maret 2005, selain sebagai salah seorang dosen Theologi pada jurusan Theologi UKDW Jogjakarta beliau juga menangani studi tentang perdamaian.
10
tempat
tersebut
belum
memenuhi
kriteria
dan
belum
menyediakan fasilitas lebih lanjut yang khusus bertujuan untuk
memberikan
pelayanan
pendidikan/studi
dan
informasi kesenian etnik Jawa yang sarat akan makna dan falsafah
hidup
untuk
dikembangkan
dan
diinformasikan.
Yang mana, bangunan tesebut bukan hanya akan berfungsi secara pemenuhan berbagai macam kegiatan semata, namun juga memberikan motivasi positif baik bagi para seniman berupa suasana yang inspiratif dalam berkarya, maupun bagi
masyarakat
kemasan
berupa
kesan
pendidikan/studi
dan
yang
didapat
informasi
terhadap
yang
diterima
melalui perencanaan bentuk-bentuk arsitektural. Orang
Jawa
selalu
mengembangkan
diri
untuk
menemukan jati dirinya dengan tidak meninggalkan arti dan makna kelebihan dan keuntungan yang diberikan oleh alam. Dalam merencanakan tempat tinggal [omah], orang Jawa
banyak
keseimbangan
bersinggungan terhadap
alam.
dan
berorientasi
Kedekatan
ini
pada
membuktikan
bahwa alam mempunyai peranan penting yang diterima baik oleh orang Jawa dan menjadikan alam sebagai acuan. Dalam dunia
seni,
alam
merupakan
stimulus
keterlibatan
perasaan seniman dalam berkarya. Kehadiran alam tersebut dapat
disikapi
dipadukan
dengan
dengan
unsur
menata buatan
unsur yang
alam akan
yang
juga
membentuk
karakteristik lingkungan binaan sebagai tempat berkarya dan menikmati karya. Hal ini juga didukung dengan satu
11
teori lingkungan yang menyatakan bahwa lingkungan alam yang
ditata
secara
harmonis
akan
memberikan
dorongan
bagi pengguna dalam melakukan aktivitasnya19. Beranjak disimpulkan
dari
bahwa
pembahasan kota
tersebut
Jogjakarta
diatas,
membutuhkan
maka sebuah
Pusat Studi dan Informasi Kesenian Etnik Jawa yang dapat menjadi salah satu oase bagi pelestarian budaya leluhur di tengah-tengah perubahan jaman yang terus berkembang ini. Usulan terhadap Pusat Studi dan Informasi Kesenian Etnik Jawa yang akan dibahas adalah dengan merencanakan fasilitas
publik
formal
[edukatif
sebagai
sarana
yang
akan
(informal) non
formal
berfungsi dan
sebagai
informatif]
[rekreatif]
sarana
dan
dalam
juga
bidang
budaya khususnya kesenian etnik Jawa. Fasilitas tersebut akan dilengkapi dengan ruang-ruang yang sesuai dengan kebutuhan aktifitas di dalamnya. Perencanaan
desain
yang
digunakan
sebagai
daya
tarik adalah dengan mengoptimalkan mekanisme unsur alam dalam desain arsitektur sebagai pembentuk estetika guna menciptakan kolaborasi
suasana antara
yang
mendukung
kesenian
dalam
etnik
menghasilkan Jawa
dengan
keharmonisan alam.
19 Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Lingkungan, Program Studi Psikologi Universitas Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992
12
Manfaat
perencanaan
desain
yang
diusulkan
adalah
untuk memberikan suasana baru yang berbeda dari desaindesain
bangunan
melalui yang
analisis
sudah
kurang
sejenis
baik
baik
yang serta
serta
yang
telah
dilakukan berhasil
kurang
ada
dengan dan
berhasil
sebelumnya
memaksimalkan
meminimalkan dari
desain
yang dan
pendekatan yang telah dilakukan.
I.2
Rumusan Masalah Bagaimana Kesenian
merancang Etnik
Pusat
Jawa
di
Studi
dan
Jogjakarta
Informasi yang
dapat
mewadahi berbagai macam kegiatan informasi kesenian etnik Jawa, dengan unsur alam sebagai acuan desain arsitektural.
I.3
Tujuan Merancang Pusat Studi dan Informasi Kesenian Etnik Jawa
di
Jogjakarta
yang
dapat
mewadahi
berbagai
macam kegiatan informasi budaya, khususnya kesenian etnik Jawa dengan unsur alam sebagai acuan desain arsitektural.
I.4
Sasaran •
Melakukan studi tentang Pusat Studi dan Informasi Kesenian Etnik Jawa di Jogjakarta.
13
•
Melakukan studi tentang Jogjakarta khususnya pada pemilihan site yang digunakan.
•
Melakukan kegiatan
•
studi
tentang
berbagai
macam
kesenian etnik Jawa di Jogjakarta.
Melakukan
studi
tentang
unsur
alam
sebagai
acuan desain arsitektural.
I.5
Lingkup Pembahasan •
Informasi dibatasi pada kesenian etnik Jawa di Jogjakarta.
•
Jogjakarta dibatasi pada pemilihan site sebagai lokasi perencanaan.
•
Macam kegiatan dibatasi pada aktivitas yang relevan pada kesenian etnik Jawa di Jogjakarta.
•
Desain
arsitektur
dibatasi
pada
unsur
alam
sebagai acuan desain arsitektural.
I.6
Metode I.6.1 Mencari Data a. Wawancara Ditujukan pada budayawan, antropolog, seniman dan arsitek. b. Observasi
14
Pengamatan berfungsi
langsung untuk
pada
menampung
lembaga
aktivitas
yang budaya,
khususnya kesenian etnik Jawa. c. Studi Pustaka/Literatur Mempelajari kesenian
literatur
etnik
Jawa,
tentang
tentang
informasi
bangunan
Pusat
Studi dan Informasi serta tentang unsur alam sebagai acuan desain arsitektural.
I.6.2 Analisis Data •
Kualitatif Mengolah data yang berkaitan dengan informasi kesenian
etnik
Jawa,
program,
besaran
dan
temuan-temuan yang
site,
jenis
hubungan
kegiatan,
ruang
dengan
dikomunikasikan secara
naratif. I.6.3 Perancangan Menerapkan bangunan Etnik
prinsip-prinsip
Pusat
Jawa
mekanisme
di
unsur
Studi
dan
Informasi
Jogjakarta alam
perancangan
dalam
dengan desain
Kesenian
menyiasati asitektur
Jawa guna membentuk sebuah gubahan massa yang arsitektural.
15
I.7
Sistematika Penulisan
Bab I.Pendahuluan Menguraikan tujuan,
latar
sasaran,
belakang,
lingkup,
rumusan
metode
dan
masalah,
sistematika
penulisan. Bab
II.Tinjauan
Tentang
Kesenian
Etnik
Jawa
di
Jogjakarta Menjelaskan kesenian
hal-hal
etnik
yang
Jawa
terkait
meliputi
dengan
tinjauan
pengertian,
sejarah
dan perkembangan. Bab
III.Tinjauan
Bangunan
Pusat
Studi
tentang
defenisi
Kesenian
Etnik
Jawa di Jogjakarta Menjelaskan
Pusat
Studi
dan
Informasi Kesenian Etnik Jawa, jenis, fungsi dan tugas, pengguna kegiatan, pembagian kegiatan serta studi
komparatif
terhadap
bangunan
lain
yang
karakter fungsinya sejenis. Bab IV.Analisis dan Pendekatan Konsep Perancangan Berisikan
tentang
analisis
dan
pendekatan
konsep
perancangan bangunan. Bab V.Konsep Dasar Perancangan Membahas tentang konsep perancangan bangunan yang menguraikan karakteristik Pusat Studi dan Informasi Kesenian
Etnik
Jawa
di
Jogjakarta
yang
kemudian
ditransformasikan dalam wujud fisik arsitektural.
16